Oleh:
Defrizal
16711251076
ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................... 2
C. TUJUAN MASALAH................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN........................................................................ 31
B. SARAN.................................................................................... .31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan melakukan tes dan pengukuran ini kita dapat mengambil beberapa
manfaat, diantaranya kita dapat mengevaluasi tahap latihan yang telah dilakukan,
dengan hal itu kita dapat mengetahui seberapa perkembangan kondisi fisik
seseorang, selain kita bisa mengembangkan prestasi atlet, kita juga bisa
menjadikan ini sebagai bahan perbaikan dalam pemebelajaran atau pelatihan. Kita
juga dapat termotivasi oleh hasil yang diambil dalam tes dan pengukuran ini, atau
bahkan kita dapat menggunakan data ini untuk bahan sebuah penelitian.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk dapat menanamkan sikap yang baik dan
bagi pembaca baik secara praktis maupun teoritis. Secara Teoritis, hasil makalah
2016 Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, dan adapun isi dari
BAB II
PEMBAHASAN
Atlet yang memiliki kondisi fisik yang bagus akan dapat lebih cepat
menguasai teknik-teknik dalam olahraga yang ditekuninya, karena latihan
taktik, teknik, serta keterampilan akan mampu dilakukan secara maksimal,
artinya meskipun harus mengulang teknik atau taktik berulang kali dia tidak
akan cepat lelah. Oleh karena itu maka program latihan kondisi fisik harus
ditata, dirancang dan dilakukan dengan baik agar mampu meningkatkan
kondisi kebugaran jasmani dan kemampuan biomotorik yang dibutuhkan.
6. Kecapatan (Speed)
Menurut torzern (2000) kecepatan adalah kemampuan untuk
berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh dari satu titik ke
titik lainnya atau untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama
serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Harsono (2003) mengatakan kecepatan adalah kemampuan untuk
melakukan gerakan-gerakan yanng sejenisnya secara berturut-turut dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan merupakan komponen fisik
yang erat kaitannya dengan komponen biomotorik lain terutama kekuatan,
kelincahan, koordinasi, waktu reaksi dan daya tahan. (Nala, 2011).
7. Kelincahan (Agility)
Kelincahan (Agility) adalah kemampuan untuk mengubah posisi
tubuh atau arah gerakan tubuh dengan cepat ketika sedang bergerak cepat
tanpa kehilangan keseimbangan atau kesadaran orientasi terhadap posisi
tubuh. Komponen kelincahan ini erat sekali kaitannya dengan komponen
kecepatan (gerakan dan reaksi), keseimbangan dan koordinasi (Nala,
2011). Untuk dapat meningkatkan kelincahan dibutuhkan kualitas dan
latihan khusus terhadap tiga komponen penting yaitu kelentukan
(fleksibility), kecepatan gerak (speed), dan ketepatan gerak (accuracy)
dimana latihan yang dapat di berikan mencakup luas pergerakan
persendian untuk meningkatkan kelentukan, kekuatan otot, untuk 17
meningkatkan kecepatan gerak dan koordinasi fungsi otot untuk
meningkatkan ketepatan gerak dan memelihara keseimbangan (Giriwijoyo
dan Zidik, 2010; McGinnis, 2005).
8. Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi
atas setiap perubahan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil terkendali
(Nala, 2011; McGinnis,2005). Keseimbangan adalah suatu kemampuan
mempertahankan posisi tubuh dalam keseimbangan pada situasi gerakan
statis maupun dinamis dan juga merupakan kemampuan statis atau
mengontrol sistem neuromuskular dalam kondisi statis maupun dinamis
(Harson,2003).
Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi
tentang individu atau objek ( Ismaryati, ;2006 ) tes tersebut memiliki tujuan untuk
memperoleh data, nilai atau kemampuan dari sebuah testi melalui intrumen yang
sudah dibuat oleh testor.
Ada 6 prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar.
1) Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning
outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
2) Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang
representatif dari
populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap
mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik
mengikuti suatu unit pengajaran.
3) Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat
bervariasi, sehingga
betul betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai
dengan tujuan tes itu sendiri.
4) Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil
yang diinginkan.
b) Keterandalan (Reliabilitas)
Keterandalan atau reliabilitas suatu alat ukur diartikan, sampai berapa
jauh alat ukur tersebut memperoleh hasil pengukuran secara sama atau
konsisten sewaktu pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Suatu
alat ukur adalah andal/reliabel, apabila alat tersebut memperoleh hasil
pengukuran yang sama antara pengukuran pertama dan kedua. Pengertian
sama atau konsisten ini tidak harus persis sama, yaitu hasil pengukurannya
sedikit di atas atau di bawahnya.
Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam menghitung atau mencari
keterandalan (reliabilitas) suatu alat ukur misalkan dengan teknik "tes dan
tes ulang" atau sering disebut "test retest". Hasil pengukuran/tes pertama
dikorelasikan dengan tes kedua atau ulangannya. Bilamana koefisien
korelasinya tinggi, dikatakan bahwa tes tersebut andal atau terandalkan.
c) Obyektivitas
Obyektivitas suatu alat ukur diartikan, keajegan hasil suatu tes yang
diperoleh dari dua atau lebih pengetes atau tester. Pengertian keajegan
dalam hal ini setara dengan kata keseragaman. Jadi bila seorang atlet
melakukan suatu lompat jauh, dan hasil lompatannya diukur oleh dua atau
lebih tester dan hasil pengukurannya ada keseragaman antara tester satu dan
lainnya, maka hasil pengukuran itu dikatakan obyektif.
Baik reliabilitas maupun obyektivitas prinsipnya mempunyai
pengertian adanya keajegan atau keseragaman hasil pengukuran.
Perbedaannya, untuk realibilitas keseragaman hasil diperoleh bila
pengukuran dilakukan oleh atlet yang sama, pelatih yang sama, dengan
waktu pengukuran yang lain. Sedangkan obyektivitas diperoleh, bila
pengukuran hasilnya seragam, dilakukan oleh atlet-atlet yang sama, waktu
pengukuran yang sama, tetapi diukur oleh pelatih yang berlainan.
d) Norma
Norma ialah petunjuk atau pedoman untuk membandingkan hasil
suatu pengukuran. Dengan adanya norma, maka seorang atlet yang
melakukan tes, hasilnya dapat diketahui berdasarkan norma yang berlaku.
Dan atlet tersebut dapat dinyatakan apakah dia termasuk golongan yang
sangat baik, baik, atau kurang. Suatu norma dapat digolongkan menjadi lima
tingkat: misalkan dengan tingkatan sangat baik, baik, sedang, kurang, dan
sangat kurang. Untuk menyusun suatu norma harus mengikuti ketentuan
yang berlaku dan berdasarkan sampel tertentu. Misalkan norma yang
berlaku untuk atlet jenis kelamin wanita, junior, tingkat provinsi.
Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak
menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai
penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros
yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di
atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk
mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577
kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.
1. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki
ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan
penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara
mengatasinya.
3. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi
bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana
memeliharanya.
a. Kesalahan Umum
Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang ketika mengukur termasuk
dalam kesalahan umum. Kesalahan umum yaitu kesalahan yang disebabkan
oleh pengamat. Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengamat kurang
terampil dalam menggunakan instrumen, posisi mata saat membaca skala yang
tidak benar, dan kekeliruan dalam membaca skala.
b. Kesalahan Sistematis
Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen
disebut kesalahan sistematis. Kesalahan sistematis menyebabkan semua hasil
data salah dengan suatu kemiripan. Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:
1) Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya.
2) Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya
penyesuaian pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat.
3) Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan
pada neraca pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.
1. Standardisasi prosedur
2. Standardisasi bahan
3. Kalibrasi instrumen
c. Kesalahan Acak
Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak
menentu bisa menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran
yang disebabkan oleh kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya,
fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat pengukuran e/m (perbandingan muatan dan
massa elektron). Fluktuasi (naik turun) kecil ini bisa disebabkan oleh adanya
gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan baterai, dan kebisingan (noise)
elektronik yang besifat acak dan sukar dikendalikan.
Ketidakpastian Pengukuran
x = x0 + x
Keterangan:
x = hasil pengamatan
x0 = pendekatan terhadap nilai benar.
x = nilai ketidakpastian.
Arti dari penulisan tersebut adalah hasil pengukuran (x) yang benar berada di
antara x x dan x + x. Penentuan x0 dan x tergantung pada pengukuran
tunggal atau pengukuran ganda atau berulang.
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja.
Dalam pengukuran tunggal, pengganti nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu
sendiri. Setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang berdekatan yang
disebut skala terkecil. Nilai ketidakpastian (x) pada pengukuran tunggal
diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari ketidakpastian
pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala terkecil pada alat ukur.
x = skala terkecil
Terkadang pengukuran besaran tidak cukup jika hanya dilakukan satu kali. Ada
kalanya kita mengukur besaran secara berulang-ulang. Ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut. Pengukuran berulang adalah
pengukuran yang dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang. Dalam pengukuran
berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari hasil pengukuran. Jika
suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-rata dari pengukuran
tersebut dicari dengan rumus sebagai berikut.
x = xi/N
Keterangan:
x = nilai rata-rata
xi = jumlah keseluruhan hasil pengukuran
N = jumlah pengukuran
Nilai ketidakpastian dalam pengukuran berulang dinyatakan sebagai simpangan
baku, yang dapat dicari dengan rumus:
Keterangan:
s = simpangan baku.
Cara mengukur Kebugaran Jasmani dapat dilakukan dengan tes. Tes yang
dilakukan untuk mengukur kebugaran jasmani seseorang meliputi:
- Kecepatan (speed)
- Kekuatan (strenght)
-Daya Tahan (endurance)
-Daya ledak (power)
Cara mengukur kebugaran jasmani menggunakan Tes kecepatan (speed).
Untuk mengukur kebugaran jasmani seseorang melalui tes kecepatan dapat
dilakukan dengan lari sprint 60 meter. Parameter yang dapat digunakan dengan
kategori usia dan waktu yang ditempuh sebagai berikut:
Usia12-14tahun
waktu tempuh 5 - 7 detik dikategorikan kondisi kebugaran jasmani seseorang
BAIK
waktu tempuh 8 - 9 detik dikategorikan kondisi kebugaran jasmani seseorang
CUKUP
waktu tempuh 10 detik dikategrikan kondisi kebugaran jasmani seseorang
KURANG
Cara mengukur kebugaran jasmani menggunakan tes kekuatan (strenght)
Pelaksanaan
Posisi 1 : Tungai menekuk dengan sudut pada lutut kira-kira110 Derajat, berdiri
dengan ujung kaki, tegak lurus dan tegakkan tangan lurus ke atas (Bisa satu
tangan) dimana ujung tangan diberi kapur untuk penanda hasil raihan. Ukur tinggi
taihan pada posisi satu ini
Posisi 2 : Berdiri tungkai, tegak dan tngan lurus ke atas, alas dengan ujung kaki
(jinjit) ukur hasil raihan. Ukuran tinggi raihan sebagai posisi 2.
Normal Power untuk laki-laki antara 22,5 HP, untuk perempuan 1,52HP
b. Pengukuran kekuatan Otot Tungkai menggunakan Leg Dynamometer
Prosedur Pengukuran
1. Orang coba memegang tangkai dgn kedua tangan di tengah dgn telapak
tangan diletakkan pd hubungan antara paha & tubuh.
2. Cara memegang tangkai, telapak tangan kiri menghadap ke depan
sedangkan telapak tangan kanan mengahadap ke kebelakang / sebaliknya.
3. Perlu diperhatikan utk tetap pd posisi tersebut diatas setelah sabuk
diletakkan & pada saat akan melakukan penarikan.
4. Akhir putaran dari sabuk dipasang pada satu ujung dari tangkai pemegang
(handle) & ujung sabuk yg bebas diputar pada ujung tangkai pemegang
yang lainnya, dililitkan sedemikian rupa sehingga terletak pada tubuh.
posisi ini akan memegang tangkai pemegang dengan erat. Sabuk
sebaiknya diletakkan serendah mungkin melalui pinggul.
5. Orang coba harus berdiri dengan posisi kedua kaki sama pada back test.
0
Lutut harus agak membengkok dengan sudut 120 , akan didapatkan
tarikan maksimal bila kedua kak orang coba hampir lurus pada akhir dari
tarikan.
6. Sebelum orang coba diberi instruksi untuk menarik, testor harus yakin
bahwa tangan dan punggung lurus kepala tegak & dada tegap. Bila rantai
alat terlalu panjang, dapat dipendekkan dengan cara dililitkan.
7. Setelah teste itu meluruskan kedua tungkainya dengan maksimum, lalu
kita lihat jarum alatalat tersebut menunjukkan angka berapa.
8. Angka tersebut menyatakan besarnya kekuatan otot tungkai teste.
9. Pencatatan diambil satu skor dari 3 test yang tertinggi dicatat sebagai skor
dalam satuan kg, dengan tingkat ketelitian 0,5 kg.
Pencatatan Hasil
1. Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai untuk menempuh jarak
tersebut
2. Kedua hasil tes dicatat Waktu yang dicapai dihitung sampai persepuluh
detik Faktor kesalahan
3. Antara pemberi aba-aba dan pengambil waktu tidak bersamaan.
4. Keadaan lintasan.
5. Siswa berlari sebelum aba-aba ya .
Pelaksanaan
1. Peserta bersiap dibelakang garis start.
2. Peserta konsentrasi pada bunyi peluit atau abaaba.
3. Saat peluit dibunyikan peserta sesegera mungkin berlari melewati
rintangan sampai melewati garis finish.
4. Stopwatch dijalankan ketika aba-aba/bunyi peluit dibunyikan dan
dihentikan ketika peserta masuk garis finish.
5. Setiap peserta diberikan kesempatan untuk melakukan 2 kali dan diambil
waktu yang tercepat.
Pencatatan hasil
1. Pengambilan waktu diambil dua kali dan diambil yang tercepat.
Faktor kesalahan
1. Starter dan pemegang stopwatch kurang kompak.
2. Kekeliruan dalam membaca waktu ataupun saat pencatatan waktu.
3. Lintasan atau area untuk lari zigzag licin.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tes kesegaran jasmani Indonesia digunakan untuk mengukur dan
menentukan tingkat kesegaran jasmani remaja (sesuai kelompok usia
masingmasing). Sehingga dapat digunakan untuk seleksi atlit dan selanjutnya
dapat digunakan untuk acuan peningkatan kebugaran siswa dengan memberikan
peningkatan latihan fisik yang sesuai dengan tingkat kebugarannya.
B. SARAN
Begitu banyak manfaat yang bisa kita ambila dari melakukan tes dan
pengukuran. Jadi sebaiknya, bagi setiap Guru olahraga atau Pelatih mengisi
pengetahuannya tentang beberapa komponen dan hal-hal yang berkaitan dengan
tes dan pengukuran olahraga. Karena dengan itu kita akan bisa mengambil
banyak manfaat, diantaranya seperti :
Untuk pelaksanaan evaluasi dan Sebagai bahan motivasi
Sebagai bahan perbaikan mengajar / melatih dan Sebagai dasar penelitian
Penentuan status atlet dan pembagian kelompok sesuai dengan ketentuan yang
telah ada
DAFTAR PUSTAKA
http://anekakimia.blogspot.com/2011/06/sumber-kesalahan-dalam
pengukuran.html
http://kartiniix2.blogspot.com/2013/03/kesalahan-pengukuran.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/MATERI%20PERKULIAHAN
%20%20METROLOGI%20INDUSTRI.pdf
Ismaryati.2006.[online],(
http://olahragaindonesia.blogspot.com/2012/04/10komponenkondis
Tes dan Pengukuran Olahraga. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Ambarkati, Arum Yuli. 2012. 10 Komponen Kondisi Fisik,[online fisik.
html, Diakses 29 Maret 2013)
Matthew, G.G. (2007). Neurobiology Molecules, Cells, and Systems. diakses dari
http://www.sanger.ac.uk/Mm_Acetylcholine_Synthesis pada tanggal 9 Mei
2013
M. Sajoto. (1990). Peningkatan Dan Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga.
Semarang: Dahara Press
Staf Personil, Pembinaan Manusia Dan Pendidikan Hankam. (1975). Buku
Petunjuk Lapangan Dan Buku Petunjuk Tehnik Latihan Binjas Abri Untuk
Satuan Lapangan Abri. Cetakan Kedua..Jakarta: Departemen Pertahanan
Keamanan.
The Nelson Foot Reaction Test: Buku kesehatan, tes pengukuran dan evaluasi
halaman 88.