Anda di halaman 1dari 5

ANALISA DATA

Pada kedalaman 5131 ft-5140 ft memiliki perulangan fasies antara batupasir


masif dengan batupasir dengan struktur sedimen flasher. Batupasir masif berwarna
abu-abu hingga coklat, ukuran butir pasir sedang - lempung, bentuk butir
subrounded, hubungan antar butir interpartikel, sortasi sedang, kompak, struktur
sedimen sand intrusion, komposisi kuarsa, feldspar , mineral mafik, dan material
sedimen berukuran lempung. Struktur masif ini tidak dapat menjelaskan secara
spesifik lingkungan pengendapan dari sampel batuan. Ketebalan setiap fasies ini yang
mencapai 30-40 cm menunjukkan bahwa material yang terendapkan cukup banyak
dan terendapkan pada daerah delta (berdasarkan geologi regional Formasi Manggala)
bagian distal bar.
Sedangkan fasies batupasir flaser berwarna abu-abu, ukuran butir pasir sedang
(1/2 - 1/4 mm) - lempung (<1/256 mm), bentuk butir subrounded, hubungan antar
butir interpartikel, sortasi baik, kompak, struktur sedimen flaser, komposisi kuarsa,
feldspar , mineral mafik, dan material sedimen berukuran lempung. Struktur
sedimen flaser dapat terbentuk pada lingkungan pengendapan yang mengalami
pengaruh aktivitas arus yang berubah-ubah misalnya daerah pasang surut. Ketika
terjadi arus traksi, material berukuran pasir halus terangkut sedangkan material
berukuran lempung dari sedimen berikutnya akan terendapkan. Arus berikutnya akan
menyebabkan erosi pada puncak dari ripple dan membentuk ripple yang baru
sehingga material berukuran lempung akan terbentuk sebagai lensa-lensa (Reineck
and Singh, 1980 dalam Sam Boggs, Jr. 2006). Struktur flaser ini dapat dijadikan
kunci penciri lingkungan delta bagian distal bar. Lingkungan ini masih sama dengan
fasies sebelumnya tetapi posisi lingkungannya lebih kearah darat daripada lapisan
batupasir masif.
Adanya perubahan dari fasies batupasir masif dan batupasir flaser ini
menunjukkan bahwa permukaan laut mengalami kenaikan dan penurunan secara lokal
karena terjadi pada lingkungan yang sama. Pada saat muka air laut naik dan pasokan
sedimen banyak maka akan terbentuk fasies batupasir yang masif. Sedangkan pada
saat muka air laut turun, maka akan terendapkan batupasir dengan struktur flaser
sebagai penciri daerah pasang surut.
Pada kedalaman 5155 ft- 5164 ft diawali dengan pembentukan fasies batupasir
dengan struktur gradasi terbalik. Batupasir ini berwarna coklat, ukuran butir pasir
halus-pasir sedang, sortasi buruk, struktur mengkasar keatas, dan memiliki
komposisi: Fragmen: kuarsa 40%, feldspar 15%. Matriks: material sedimen

4
berukuran pasir halus 45%. Kompaksi: hard, interparticle, dan porositas buruk
(Poor). Struktur gradasi terbalik dapat terbentuk ketika terjadi kinetic sieving dimana
material sedimen yang berukuran halus akan berada di bagian bawah karena adanya
gaya dorong oleh material halus yang menyebabkan material kasar berada diatas.
Kemudian terbentuk batupasir dengan struktur gradasi normal yang menunjukkan
proses pengendapan berlangsung pada kondisi yang normal dimana material yang
kasar terendapkan dahulu kemudian material harus terendapkan diatasnya secara
cepat. Setelah itu, terdapat core lost dimana tidak ditemukan sampel batuan yang
mencirikan kedalaman tersebut. Sampel batuan selanjutnya menunjukan litologi yang
sama yaitu batupasir tetapi struktur sedimennya sangat lengkap yaitu flaser, laminasi
dan gradasi terbalik. Proses yang mempengaruhi pembentukan struktur yang
bervariasi yaitu perubahan muka air laut yang fluktuatif, tetapi, lingkungan
pengendapannya masih sama yaitu delta bagian distal bar.
Bagian akhir dari kedalaman ini ditemukan adanya batupasir konglomeratan dan
konglomerat pasiran yang memiliki struktur sedimen gradasi normal dengan
ketebalan yang sama yaitu 30 cm. Batuan ini menunjukkan bahwa ada penurunan
ruang akomodasi pada daerah pengendapannya. Hal ini dikarenakan adanya suplai
material sedimen yang cukup besar pada kondisi muka air laut yang relatif turun.
Pada proses pengendapan, butirannya sudah mengalami sortasi sehingga material
yang berukuran besar akan terendapkan terlebih dahulu daripada yang halus pada satu
lapisan. Kemudian akhir dari core ini adalah core lost karena tidak ditemukan sampel
pada kedalaman tersebut.

5
Gambar 1. Lingkunganpengendapandanstruktursedimenpencirinya (Coleman, J. M.,
1981 dalam Sam Boggs, Jr. 2006)

Pada kedalaman 5186 ft 5189 ft, ditemukan kembali batupasir dengan struktur
sedimen flasher. Struktur sedimen flaser dapat terbentuk pada lingkungan
pengendapan yang mengalami pengaruh aktivitas arus yang berubah-ubah misalnya
daerah pasang surut. Sedimen berukuran pasir ini terendapkan ketika laut masih
kondisi surut. Pada kedalaman 5187,5ft -5189,5ft terbentuk perselingan antara
batupasir dan batulempung. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungannya semakin
dalam yaitu delta bagian prodelta. Perubahan lingkungan yang signifikan ini
disebabkan adanya kenaikan muka air laut yang cukup besar sedangkan sedimen yang
mengisi cekungan terkadang banyak dan terkadang sedikit.
Setelah itu, terendapkan kembali batupasir dengan ukuran yang lebih kasar dan
memiliki struktur yang masif dan gradasional. Hal ini menunjukan bahwa terjadi
penurunan muka air laut dan jumlah pasokan sedimen yang lebih banyak. Ditemukan

6
adanya batulempung dengan struktur sedimen berupa laminasi. Batulempung
berwarna abu-abu, ukuran butir lempung (< 1/256 mm), struktur laminasi, komposisi
material sedimen berukuran lempung. Batuan ini menunjukkan bahwa terjadi
kenaikan muka air laut sehingga terendapkan batuan yang berukuran halus. Struktur
laminasi menunjukkan pengendapan yang berkali-kali tetapi jumlah sedimennya
sedikit demi sedikit. Batuan ini menunjukkan lingkungan pengendapan delta bagian
distal bar yang lebih dekat kelaut.
Data coring yang ada dapat dibandingkan dengan data cutting yang telah
dilakukan sebelumnya karena lokasinya sama. Sehingga dapat diketahui potensi
hidrokarbonnya yaitu sebagai berikut :
a) Kedalaman 5190-5195 ft
Pada kedalaman 5190-5195ft, terlihat litologi yang menyusun adalah batupasir.
Batupasir ini memiliki ukuran butir pasir sedang - lempung, warna coklat kehitaman,
bentuk butir subangular, sortasi sedang-buruk, komposisi mineral :kuarsa, lithic dan
material sedimen berukuran pasir halus-lempung dengan komposisi pasir : lanau =
60% : 40%. Sedangkan dari segi kuantitatif, batuan ini memilki tingkat porositas baik
dan permeabilitas yang sedang. Kedalaman 5190-5195ft memiliki litologi penyusun
berupa batupasir berukuran butir pasir sedang lempung dengan persentase material
berukuran pasir memiliki persentase 60% sedangkan material berukuran lanau
memiliki persentase 40%, litologi memiliki warna coklat kehitaman dengan sortasi
sedang - buruk dan bentuk butir subangular. Hasil analisa odor yang dilakukan
dengan cara pembakaran sampel pada kedalaman 5190-5195ft ini memiliki aroma
yang agak bau. Hasil analisa fluorescence yang dilakukan dengan cara memasukan
sampel cutting pada tabung ultraviolet menghasilkan warna putih. Hasil analisa stain
menunjukan bahwa sampel pada kedalaman ini sedikit bernoda.
Dari hasil interpretasi litologi dari data cutting, disimpulkan bahwa kedalaman
ini cenderung berpotensial sebagai reservoar. Reservoar yang baik dicirikan dengan
batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas yang baik. Porositas dan
permeabilitas ini nantinya yang akan menentukan jumlah hidrokarbon (minyak atau
gas) yang dapat diproduksi. Kandungan hidrokarbon dicirikan dengan noda berwarna
kuning pada analisa staining dan berbau ketika dilakukan uji odor-nya.
Pada kasus ini, formasi pada kedalaman 5190ft-5195ft yang sangat berpotensial
sebagai reservoar. Formasi ini memiliki porositas yang baik dan permeabilitas yang
sedang. Sehingga, formasi ini selain dapat menyimpan potensi hidrokarbon, juga
dapat mengalirkannya ketika drilling produksi dilakukan. Pada formasi ini, jenis
hidrokarbon yang terkandung adalah minyak. Kandungan hidrokarbon terlihat dari

7
bau yang agak kuat pada analisa odor. Jenis kandungan minyak diketahui dari adanya
sedikit noda ketika analisa stain dilakukan.

b) Kedalaman 5185-5190 ft
Pada kedalaman 5185ft-5190ft, terlihat litologi yang menyusun adalah batulanau.
Batulempung ini memiliki ukuran butir lanau lempung, warna abu-abu kehitam-
hitaman, bentuk butir tidak teramati, sortasi tak teramati, komposisi tersusun oleh
material sedimen berukuran pasir halus lanau dengan komposisi pasir : lanau = 20%
: 80%. Sedangkan dari segi kuantitatif, batuan ini memilki tingkat porositas baik dan
permeabilitas yang buruk. kedalaman 5185-5190ft memiliki litologi penyusun berupa
shale lanau berukuran butir lanau - pasir dengan persentase material berukuran pasir
memiliki persentase 70% sedangkan material berukuran lanau memiliki persentase
30%, litologi memiliki warna coklat kehitaman dengan sortasi baik dan bentuk butir
subrounded - subangular. Hasil analisa odor yang dilakukan dengan cara pembakaran
sampel pada kedalaman 5185-5190ft ini memiliki bau yang cukup kuat. Hasil analisa
fluorescence yang dilakukan dengan cara memasukan sampel cutting pada tabung
ultraviolet menghasilkan pendaran sinar ultraviolet dengan warna biru putih.

Anda mungkin juga menyukai