Hyulstrom
membahas
hubungan
erosi,
transportasi,
dan
sedimentasi batuan sedimen klastik melalui mekanisme arus traksi. Prinsip ini
memungkinkan lapisan-lapisan halus yang telah terendapkan tidak dapat dierosi
lagi oleh makin cepatnya arus, sehingga urutan-urutan menghalus atau mengkasar
ke atas dimungkinkan. Prinsip Hyulstrom tidak dapat digunakan pada keadaan
arus gravitasi, akan tetapi kedua mekanisme tersebut sulit untuk dibedakan.
Hukum Walther membahas mengenai urutan-urutan vertikal dalam
sedimentasi mencerminkan urutan lateralnya. Paradigma yang mendasarkan
hukum ini ialah lingkungan pengendapan yang pada suatu waktu berdampingan,
di waktu berikutnya dapat berada di atasnya sebagai dinamika sedimentasi.
Interpretasi terhadap sistem lingkungan pengendapan dilakukan dengan
cara mengindentifikasi fasies pembentukannya berdasarkan pemodelan Walker
dan James (1992). Model fasies yang digunakan adalah model wave dominated
shoreface yang merupakan bagian dari shallow marine system (Gambar 4.1).
Shallow marine system merupakan suatu sistem pengendapan yang
berawal dari pantai, shoreface, dan menerus dari inner hingga outer shelf
(offshore) (Gambar 4.2).
40
Gambar 4.1 Suksesi vertikal dari wave dominated shoreface, Walker dan James(1992).
Pantai
Daerah ini terdiri dari endapan pasir dan kerikil yang terpilah baik
dan menggambarkan daerah dengan energi gelombang yang kuat.
Shoreface
Daerah ini terdiri atas endapan pasir dan lempung, menunjukkan
pola mengasar ke atas ke arah garis pantai. Kedalaman daerah ini
5-15 meter. Struktur sedimen yang yang terbentuk di daerah ini
antara lain ripples, dunes, hummocky cross stratification (HCS),
dan swally cross stratification. Shoreface dibagi menjadi upper
shoreface yang terdiri dari endapan pasir kasar, middle shoreface
yang terdiri atas endapan pasir namun masih terdapat endapan
lempung, dan lower shoreface yang terdiri atas endapan pasir dan
lempung.
41
Offshore
Daerah ini berada di paparan yang sudah tidak dipengaruhi
gelombang laut. Endapan yang terdapat di daerah ini hampir
seluruhnya berupa lempung yang diendapkan secara suspensi.
Studi sedimentasi pada bab ini dibatasi pada Satuan BatulempungBatupasir B bagian bawah, Satuan Batulempung-Batupasir B ini sebanding
dengan Formasi Tapak Bagian Atas (Djuri dkk., 1996) yang berumur Pliosen
Tengah (N20), dengan lingkungan pengendapan pada neritik tengah.
4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi
Pembuatan kolom stratigrafi didasarkan atas pengukuran penampang
stratigrafi. Pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada satu lintasan yaitu,
Lintasan Karang yang berada di Daerah Rajawana. Lintasan tersebut dibuat pada
bagian bawah dari Satuan Batulempung-Batupasir B. Pengukuran dilakukan di
Sungai Karang, berdasarkan pengukuran penampang stratigrafi didapatkan jurus
yang berarah barat-timur dan menghasilkan kolom stratigrafi setebal 63,5 meter
(kolom stratigrafi pada Lampiran E).
42
: Pengasaran ke atas
43
44
kehijauan, ukuran butir pasir halus sampai pasir sedang (0,125-0,5 mm), porositas
baik, kemas tertutup-terbuka, struktur sedimen laminasi sejajar. Ketebalan
batupasir berkisar 2-10cm.
Dominasi dari batulempung yang tebal dan hadirnya batupasir yang tipis
menunjukkan energi pengendapan yang rendah. Endapan ini ditafsirkan sebagai
endapan offshore.
Endapan Shoreface 2
Kemudian di bagian atas endapan offshore 1, diendapkan perselingan
batulempung dan batupasir. Pada gambar 4.5 terlihat batupasir yang lebih
dominan dibandingkan batulempung.
Foto 4.1 Struktur sedimen laminasi sejajar dan laminasi silang siur pada endapan shoreface 2.
45
46
batulempung mencapai 20-80 cm. Batupasir berwarna abu-abu terang dan abu-abu
kehijauan, ukuran butir pasir halus (0,125-0,25 mm), porositas baik, kemas
tertutup-terbuka, struktur sedimen laminasi sejajar. Ketebalan batupasir berkisar
2-20cm.
Dominasi dari batulempung yang tebal dan hadirnya batupasir yang tipis
menunjukkan energi pengendapan yang rendah. Endapan ini ditafsirkan sebagai
endapan offshore.
Endapan Pantai
Kemudian di bagian atas endapan offshore 2, diendapkan perselingan
batulempung
dan
batupasir.
Batulempung berwarna
abu-abu kehijauan,
Foto 4.2 Batupasir kasar yang terdapat gravel dan pecahan cangkang moluska.
47
Gravel
dan pecahan
: Pengasaran ke atas
48
Foto 4.3 Pecahan cangkang moluska pada batupasir (anak panah hitam).
49
Foto 4.4 Perselingan batulempung dan batupasir yang relatif monoton dengan ketebalan yang
hampir sama.
Endapan Offshore 3
Kemudian di bagian atas endapan shoreface 3, diendapkan perselingan
batulempung dan batupasir. Pada gambar 4.9 terlihat batulempung yang lebih
dominan dibandingkan batupasir.
Batulempung berwarna abu-abu kehijauan, menyerpih, getas, karbonatan,
terdapat foraminifera, dan sedikit pecahan cangkang moluska. Ketebalan
batulempung mencapai 20-80 cm. Batupasir berwarna abu-abu terang dan abu-abu
kehijauan, ukuran butir pasir halus sampai pasir sedang (0,125-0,5 mm), porositas
baik, kemas tertutup-terbuka, struktur sedimen laminasi sejajar dan perlapisan
bersusun. Ketebalan batupasir berkisar 1-10 cm.
Dominasi dari batulempung yang tebal dan hadirnya batupasir yang tipis
(Foto 4.5) menunjukkan energi pengendapan yang rendah. Endapan ini ditafsirkan
sebagai endapan offshore.
50
Foto 4.5 Singkapan perselingan batulempung dan batupasir yang menunjukkan ketebalan
batulempung yang cukup tebal.
Endapan shoreface 4
Kemudian di bagian atas endapan offshore 3, diendapkan perselingan
batulempung dan batupasir dan sisipan batugamping (Gambar 4.10). Tebal kolom
stratigrafi yang didapatkan adalah 4,67 meter.
51
Foto 4.6 Singkapan sisipan batugamping pada perselingan batulempung dan batupasir.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis dari kolom stratigrafi, dapat diperoleh tiga
asosiasi fasies yaitu endapan pantai, endapan shoreface, dan endapan offshore.
Endapan pantai dicirikan dengan batupasir berukuran kasar, terdapat gravel, dan
52
53