Anda di halaman 1dari 51

BAB III

STRATIGRAFI

III.1 Stratigrafi Regional


Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran
umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah
penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda. Menurut
Peta Geologi Lembar Kebumen (Asikin, et al. 1992) urutan stratigrafi regional
daerah penelitian dari yang tua ke yang muda tersusun atas Formasi Komplek Luk-
Ulo, Formasi Karangsambung. Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi
Penosogan, Formasi Halang, Formasi Peniron, Batuan Vulkanik Muda dan Endapan
Aluvial (Gambar 3.1, 3.2)
Batuan tertua didaerah ini adalah berumur Kapur yang tersusun atas Batuan
Kompleks Melange, yang terdiri dari graywake, sekis, lava basalt berstruktur bantal,
gabbro, batugamping merah, rijang, lempung hitam yang bersifat serpihan dimana
semuanya merupakan campuran yang dikontrol oleh tektonik, tetapi satuan ini tidak
tersingkap di daerah penilitian.
Diatas formasi ini diendapkan secara tidak selaras Formasi Karangsambung
Totogan, dan Waturanda Eosen-Miosen Awal. Formasi Totogan merupakan formasi
tertua yang tersingkap pada bagian utara dari daerah penelitian. Formasi formasi
tersebut terendapkan melalui mekanisme turbidit pada kipas bawah laut (submarine
fan) (Asikin, 1992). Urutan stratigrafi regional Lembar Kebumen dari tua ke muda
sebagai berikut :

Batuan Pratersier
Merupakan batuan tertua yang tersingkap di zona pegunungan serayu
selatan, mempunyai umur kapur tengah sampai dengan paleosen yang dikenal
sebagai kompleks Mélange Luk Ulo (Sukendar Asikin, 1974 dalam Prasetyadi,
2007). Kelompok batuan ini merupakan bagian dari kompleks mélange yang terdiri
dari graywake, sekis, lava basalt berstruktur bantal, gabbro, batugamping merah,

29
rijang, lempung hitam yang bersifat serpihan dimana semuanya merupakan
campuran yang dikontrol oleh tektonik.

Formasi Karangsambung
Merupakan kumpulan endapan olisostrom, terjadi akibat pelongsoran gaya
berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum
terkompaksi yang berlangsung pada lereng parit di bawah pengaruh endapan turbidit.
Formasi ini merupakan sedimen pond dan diendapkan diatas bancuh Luk Ulo, terdiri
dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih, dan beberapa lensa batugamping
foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pratersier.

Formasi Totogan
Harloff (1933) dan Tjia HD (1996) menamakan sebagai tufa napalm I,
sedangkan Suyanto & Roksamil (1974) menyebutnya sebagai lempung breksi.
Litologi berupa breksi dengan komponen batulempung, batupasir, batugamping,
napal, dan tufa. Berumur oligosen-miosen awal, dan berkedudukan selaras diatas
formasi karangsambung.

Formasi Waturanda
Fomasi ini terdiri dari batupasir vulkanik dan breksi vulkanik yang berumur
miosen awal-miosen tengah yang berkedudukan selaras diatas formasi totogan.
Formasi ini memiliki anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai
Eerste Merger Tuff Horizon.

Formasi Penosogan
Formasi ini terendapkan selaras diatas formasi waturanda, litologi tersusun
dari perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal, dan kalkarenit. Ketebalan
formasi ini 1000 meter, memiliki umur miosen awal-miosen tengah.

30
Formasi Halang
Menindih selaras di atas formasi Penosogan dengan litologi terdiri dari
perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa dan sisipan breksi. Merupakan
kumpulan sedimen yang dipengaruhi oleh turbidit bersifat distal sampai proksimal
pada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut. Formasi ini memiliki umur miosen
awal-pliosen. Anggota Breksi Halang, Sukendar Asikin menamakan sebagai formasi
breksi II dan berjemari dengan formasi Penosogan. Namun Sukendar Asikin (1974)
meralat bahwasanya Anggota Breksi ini menjemari dengan Formasi Halang (dalam
Prasetyadi, 2010)

Formasi Peniron
Peneliti terdahulu menamakan sebagai horizon breksi III. Formasi ini
menindih selaras diatas formasi Halang dan merupakan sedimen turbidit termuda
yang diendapkan di Zona pegunungan serayu selatan. Litologinya terdiri dari breksi
aneka bahan dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar
batupasir sisipan tufa, batupasir, napal, dan batulempung.

Batuan Vulkanik Muda


Memiliki hubangan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua
dibawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan
komponen andesit dan batupasir yang merupakan bentukan aliran lahar pada
lingkungan darat. Berdasarkan ukuran komponen yang membesar kearah utara
menunjukkan arah sumber di utara yaitu Gunung Sumbing yang berumur plistosen
(Dari berbagai sumber dalam Prasetyadi, 2010).

Endapan Aluvial
Endapan Aluvial merpakan sedimen paling muda yang berumur resen dan
menindih seluruh batuan dibawahnya secara tidak selaras, terdiri dari material lepas
berukuran kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung.

31
Gambar 3.1 Stratigrafi regional Kebumen menurut bebarapa peneliti (dalam
Prasetyadi, 2007)

Gambar 3.2 Stratigrafi Regional Luk Ulo ( Asikin, 1974)

32
b. Tinjauan Umum Endapan Kipas Bawah Laut

Menurut Mutti dan Ricci Luchi (1972), fasies merupakan suatu lapisan
atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan
sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu
mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies
didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu
tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi (Mutti dan Ricci Luchi (1972).
Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana
fasies-fasies itu terbentuk.
Dalam menentukan fasies turbidit, Walker dan Mutti (1973) merinci
pembagian fasies turbidit dari Mutti dan Ricci Lucci (1972). Walker dan Mutti
(1973) mengemukakan suatu model, yaitu model kipas laut dalam dan
hubungannya dengan fasies turbidit. Walker (1978) kemudian menyederhanakan
kembali klasifikasi tersebut menjadi 5 fasies (Gambar 3.3), yaitu:
1. Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir
dan serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel.
Struktur sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun,
perlapisan sejajar, dan laminasi, konvolut atau a, b, c Bouma (1962),
lapisan batupasir menebal ke arah atas. Pada bagian dasar batupasir
dijumpai ha sil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole mark) dan
dapat digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh
adanya CCC (Clast, Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples
dan convolut merupakan hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan
clast merupakan hasil erosi arus turbid (Walker, 1985)
2. Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)
Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat
endapan channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure.
Fasies ini berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
3. Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)

33
Fasies ini terdiri dari batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur
sedimen memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 – 5
meter. Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak
menerus, penipisan lapisan batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak
berlaku.
4. Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL)
Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan
oleh perlapisan bersusun, bentuk butir menyudut tanggung- membundar
tanggung, pemilahan buruk, penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal
1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan suprafanlobes dari kipas tengah dan
kipas atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan
lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides, SL).

Gambar 3.3 Fasies turbidit menurut Walker


(1978)

Dari penelitian fasies turbidit ini, beberapa peneliti kemudian berusaha untuk
membuat suatu model kipas bawah laut, yang merupakan asosiasi dari beberapa
fasies. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang

34
khusus (Walker, 1992). Dari model tersebut diharapkan dapat diketahui arah
pengendapan serta letak dari suatu endapan turbidit.

Model kipas bawah laut menurut Walker (1978) merupakan penyempurnaan


dari beberapa peneliti terdahulu, terdiri dari saluran utama (fedder channel), lereng
(slope), kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle fan) yang terdiri dari channeled
portion of suprafan lobes, kipas bawah (lower fan) dan dasar cekungan (basin plain).
Walker (1978) membagi kipas laut dalam 4 bagian utama (Gambar 3.4), yaitu:

1. Asosiasi Fasies Pada Lembah Pengisi


Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk lipas
laut dalam. Lembah ini memotong lereng kontinen dan dapat menerus dari laut
dalam sampai dekat pantai. Dari penyelidikan yang dilakukan umumnya lembah
pengisi berisi sedimen berukuran halus (fasies G), interkalasi lensa-lensa tubuh
batupasir dari fasies A merupakan endapan paritan (submarine channel),
interkalasi batuan yang campur aduk (fasies F juga sering didapatkan sisipan
fasies E dan D, diperkirakan sebagai akibat dari kenaikan atau fluktuasi muka air
laut setelah zaman es.
2. Asosiasi Fasies Kipas Laut Dalam
Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: kipas atas (upper fan), kipas
tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan).
a. Kipas Atas (Upper Fan)
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas
laut dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh
perubahan kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi
endapan ulang) ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen
kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa
batupasir dan konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam fasies A, B
dan F. Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bias
bersifat meander, bias juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal
ini berhubungan dengan kemiringan dan kecepatan arus yang melaluinya,

35
ukuran kipas atas ini cukup besar dan bervariasi tergantung besar dan
kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa mencapai mulai dari ratusan meter
sampai beberapa kilometer, dengan kedalaman dari puluhan sampai ratusan
meter.
b. Kipas tengah (Middle Fan)
Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering
diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas.
Morfologi kipas laut dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi
menjadi 2, yaitu suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari
lautan, juga morfologi didalamnya. Suprafan umumnya ditandai oleh
lembah yang tidak mempunyai tanggul alam (Nomark, 1978) dimana
lembah tersebut saling menganyam (braided), sehingga dalam profil seismic
berbentuk bukit-bukit kecil. Relief ini sebenarnya merupakan bukit-bukit
dan lembah yang dapat mempunyai relief 90 meter. Lembah dapat berisi
pasir sampai kerakal (Nomark,1978), kadang-kadang dapat menunjukan
urutan Bouma (1962). Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model
yang kadang-kadang di lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar
timbuhnya model bagian ini adalah adanya urutan batuan yang cirinya
sangat menyerupai kipas luar, tetapi masih menunjukan bentuk-bentuk
torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978) adalah kipas
Suprafan.
c. Kipas Bawah (Lower Fan)
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam,
Umumnya mempunyai morfologi yang datar sangat landai (Nomark,1978).
Kipas bawah merupakan endapan paling akhir dari system paket atau aliran
gravitasi tersebut yang paling mungk in mencapai bagian kipas adalah
system aliran dari arus kenyang. Ukuran yang paling mungkin di daerah
kipas luar adalah berukuran halus. Serta menunjukan urutan vertical ,
Bouma (1962). Asosiasi fasies kipas bawah disusun oleh lensa-lensa butiran
di dalam batulempung, perselingan batupasir dan batulanau yang berlapis
tebal. Lensa-lensa batupasir dari fasies B dan C, sedangkan batuan-batuan

36
yang mengapitnya dari fasies D. Karakteristik asosiasi fasies–fasies kipas
bagian bawah ditandai oleh: Langkanya batuan-batuan yang diendapkan di
dalamnya pasitan (channel deposit), penampang geometrinya berbentuk
lensa. Di bagian puncak sekuen, kadang-kadang didapatkan juga endapan
paritan dan amalgamasi. Sering kali sekuennya memperlihatkan penebalan
lapisan ke bagian atas.

Gambar 3.4 Model Endapan Kipas Bawah Laut Walker


(1978)

III.3 Tinjauan Umum Endapan Turbidit

Middleton (1967) menyatakan bahwa arus turbid merupakan salah satu tipe
dari arus kerapatan (density current), dimana arus bergerak secara gaya berat, karena
adanya perbedaan kerapatan antara arus dengan cairan di sekeliingnya, yang
disebabkan oleh adanya dispersi sedimen pada suatu tempat (misalnya: muara sungai
atau delta), dimana sedimen banyak terakumulasi karena adanya faktor pemicu,
misalnya : suatu gempa bumi, tsunami, dll, mulai bergerak dan meluncur secara tiba-
tiba ke arah bawah cekungan. Saat sedimen tersebut mulai meluncur ke bawah akan
membentuk slump. Slump tersebut bergerak perlahan-lahan dan berangsur-angsur
menjadi lebih cepat disebabkan adanya pengurangan viskositas. Selanjutnya massa
sedimen akan bergerak sampai pada lereng yang curam, maka terjadilah kenaikan

37
kecepatan dan pergerakan selanjutnya berubah menjadi arus turbid, sehingga butiran
kasar akan terkonsentrasi pada bagian kepala arus, sedangkan yang lebih halus di
bagian ekor. Karena pengaruh gravitasi maka arus turbid akan bergerak ke bawah
mengikuti ngarai di bawah samudera.

Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri
yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbid
memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil
mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly
(1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses
pembentukannya:

1. Struktur Sedimen Pre-Depositional


Merupakan struktur sedimen yang terjadi sebelum pengendapan sedimen,
yang berhubungan dengan proses erosi oleh bagian kepala (head) dari suatu
arus turbid (Middleton, 1973). Umumnya pada bidang batas antara lapisan
batupasir dan serpih. Beberapa struktur sedimen yang antara lain flute cast dan
groove cast.

2. Struktur Sedimen Syn-Depositional


Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan sedimen, dan
merupakan struktur yang penting dalam penentuan suatu endapan turbidit.
Beberapa struktur sedimen yang penting diantaranya adalah perlapisan
bersusun, perlapisan sejajar dan perlapisan bergelombang.

3. Struktur Sedimen Post-Derpositional


Struktur sedimen yang dibentuk setelah terjadi pengendapan sedimen,
yang umumnya berhubungan dengan proses deformasi. Salah satunya struktur
pembebanan.
Struktur sedimen yang ditemukan pada endapan turbidit adalah struktur
sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi, terutama yang terjadi karena
proses pengendapan suspensi dan arus.

38
Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal
dengan Bouma Sequence (Gambar 3.5a), dari interval a-e. Urut-urutan endapan
turbidit yang umumnya berupa perselingan antara batupasir dan batulempung
merupakan suatu satuan yang berirama (ritmis), dimana setiap satuan merupakan
hasil episode tunggal dari suatu arus turbid. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5
interval, peralihan antara satu interval ke interval berikutnya dapat secara tajam,
berangsur, atau semu, yaitu:

1. Gradded Interval (Ta)


Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan
ini, bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikilatau kerakal. Struktur
perlapisan ini menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir
penyusun ini terpilah baik. Tanda-tanda struktur lainnya tidak tampak.
2. Lower Interval of Parallel Lamination (Tb)
Merupakan perselingan antara batupasir dengan serpih atau
batulempung, kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur.
3. Interval of Current Ripple Lamination (Tc)
Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut.
Ketebalannya berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus
daripada kedua interval dibawahnya. (Interval Tb).
4. Upper Interval of Parallel Lamination (Td)
Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus
sampai lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun
perselingan antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung
pasirannya berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.

5. Pelitic Interval (Te)


Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan
struktur yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar
butir makin halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Bidang
sentuh dengan interval di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering

39
ditemukan lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung
pelagik.

Urut-urutan ideal seperti diatas mungkin tak selalu didapatkan dalam


lapisan, dan umumnya dapat merupakan urut-urutan internal sebagai berikut:

1. Base cut out sequence


Urutan interval ini merupakan urutan turbidit yang lebih utuh,
sedangkan bagian bawahnya hilang. Bagian yang hilang bisa Ta, Ta-b, Ta-c
dan Ta-d.
2. Truncated sequence
Urutan interval yang hilang dari sekuen yang hilang adalah bagian
atas, yaitu: Tb-e, Tc-e, Td-e, Te. Hal ini disebabkan adanya erosi oleh
arus turbid yang kedua.
3. Truncated base cut out sequence
Urutan ini merupakan kombinasi dari kedua kelompok base cut out
sequence dan truncated sequence yaitu bagian atas dan bagian bawah
bisa saja hilang.

Bouma (1962) telah membuat bentuk hipotetik kerucut tunggal dan ganda.
Pada dasarnya endapan oleh arus turbid yang besar mempunyai rangkaian yang
lengkap dan setelah pengendapan material yang kasar kecepatan berkurang dan
pada saat tertentu dimana kecepatan sangat rendah mulai terbentuk laminasi
interval (Tb-e = T2). Proses berkurangnya kecepatan dan ukuran butir sedimen
berjalan terus selama pengendapan, sehingga terbentuk rangkaian (Tc=T3), (Td-
e=T4) dan (Te=T5). Berdasarkan sifat jauh dekatnya sumber, maka endapan
turbidit dapat dibagi menjadi 3 fasies, (gambar 3.5b) yaitu: fasies proximal,fasies
intermediate, dan fasies distal.

Distal merupakan endapan turbidit yang pengendapannya relatif lebih jauh


dari sumbernya atau tidak mengandung interval a dan b. endapannya dicirikan oleh
adanya perselingan yang teratur antara batupasir dan serpih, lapisan batupasirnya

40
tipis-tip is dan lapisan serpihnya lebih tebal. Pengendapan yang relatif lebih dekat
dengan sumbernya disebut turbidit proximal, biasanya berbutir kasar,
kadang0kadang konglomeratan dan sedikit serpih.

Gambar 3.5 Sikuen Bouma (1962) (a) Model fasies turbidit,


(b) Distribusi area fasies turbidit

III.4 Stratigrafi Daerah Penelitian

Pembagian srtatigrafi daerah pemetaan menggunakan istilah satuan batuan


tidak resmi. Satuan batuan dibagi berdasarkan pada jenis dan ciri litologi dominan
dari seluruh runtunan batuan sedangkan penentuan umur relatif dari masing-masing
satuan batuan menggunakan hukum superposisi yang dikembangkan oleh Steno
(1669) pada penampang geologi daerah pemetaaan, pendekatan analisis mikrofosil
dan rekonstruksi runtunan sejarah geologi dari peneliti terdahulu.
Stratigrafi daerah pemetaan dibagi dalam satuan litostratigrafi berdasarkan
luas sebaran batuan yang terpetakan menurut skala peta serta litologi penyusun yang
dominan. Sehingga stratigrafi daerah pemetaan dapat dibagi menjadi empat (4)
satuan litostratigrafi dari tua ke muda (Tabel 3.1) yaitu : satuan batulempung
karbonatan perselingan batupasir karbonatan, satuan batupasir satuan batupasir
perselingan batulempung dan satuan breksi

41
Tabel 3.1 Stratigrafi Daerah Penelitian

BATUAN

BATIMETRI
SATUAN
ZONASI

TEBAL
BLOW,
UMUR

(meter)

PALEO
1969
LITOLOGI PEMERIAN FOSIL

Globorotalia acostasiensis,Globigerinoides ruber


Bagian bawah didominasi oleh litologi breksi monomik,

(Neritik Luar- Bathyal Atas)


ukuran kerikil, ketebalan >2 meter,. Bagian tengah perselingan

Sphaerodinella dehiscens,Orbulina Universa,


dengan batupasir- batulempung, ketebalan batupasir 20 cm - 1
Satuan Breksi Sisipan

m, batulempung 20 – 30 cm. Bagian atas didominasi breksi


PLIOSEN AWAL

polimik, fragmen batuan vulkanik dan sedimen, t sisipan tuff,


Tuff-Batupasr

dengan ketebalan 20 - 50 cm.


N19- N20

>250

Laut
Breksi, abu–abu gelap - kehitaman dalam kondisi fresh,

Grobolotalia miocenica,
abu –abu kecoklatan dalam kondisi lapuk. Fragmen kerikil -
berangkal, abu-abu hingga kehitaman, angular - sub-angular;
berupa fragmen andesit, batupasir, tuff, masa dasar berukuran
pasir kasar - semen lempung; grain-supported; terpilah buruk;
kompak. Menampakan struktur graded-bedding.

Globorotalia siakenesis ,Orbulina Bilobata, Orbulina

Globoquadrina altispra, Cibiciedes sp, Nodosaria sp,


Bagian bawah dicirikan oleh litologi batupasir berlapis

Globigerinoides rubber, Globigerina praebulloides,


Satuan Batupasir Selang Seling

kasar-halus, tebal 20-100 cm untuk batupasir kasar, menipis ke

(Neritik Luar- Bathyal Atas)


Universa, Grobolotalia menardii, Globorotalia
Globiggerinoides immaturus,Globigerinoides
atas dan 5-20 cm untuk batupasir sedang-halus. Batupasir
tufaan muncul pada bagian tengah, , berselingan dengan
MIOSEN TENGAH

Praemenardii, Globorotalia continuosa,


batulempung tufaan, ketebalan tufan 5-20 cm. Bagian atas,
Batulempung

perselingan batupasir-batulempung, menipis keatas. ketebalan


N10- N14

10-20 cm.

Laut
>825

Batupasir, abu – abu terang-kecoklatan. pasir sedang-


halus; 0.125 - 0.5 mm; menyudut tanggung– membundar
tanggung; grain-supported;; terpilah sedang; kompak – sangat
kompak; matriks dan semen lempung, komposisi mineral :

Uvigerina sp
kuarsa (dominan), feldspar, dan sedikit fragmen batuan.
Menampakan struktur sedimen parallel laminasi, convolute

trilobus,
laminasi, graded-bedding dan burrowing

(Neritik Tengah - Neritik Luar)


Bagian bawah didominasi batupasir kasar,sedikit sisipan
MIOSEN AWAL – MIOSEN

breksi. Bagian tengah terdapat sisipan batulempung Breksi


makin mendominasi keatas dengan kontak gradasional.
Dibeberapa tempat terdapat bidang perlapisan.
Satuan Batupasir
TENGAH

Batupasir, abu-abu - coklat kehitaman, kasar-sedang,


N6- N9

>2075

Laut
grain-supported, terpilah buruk, kompak, subangular-
subrounded, non-karbonatan, mineralogi kuarsa, mineral
mafik, fragmen batuan. Breksi, abu-abu gelap – coklat
Cibiciedes sp.

kehitaman, fragmen kerikil-kerakal, menyudut, terdiri dari


batuan vulkanik, batupasir, rijang, mud-supported, terpilah
buruk, matrik pasir kasar, semen pasir halus-lempung
siakenesis, Cibiciedes sp, Nodosaria sp, Uvigerina
Satuan Batulempung Karbonatan Selang

Bagian bawah di dominasi batupasir, sedikit sisipan


Globigerina winkleri, Globigerinoides oblicuus,

(Neritik Luar- Bathyal Atas)

batulempung. Batulempung karbonatan makin melimpah


Globiggerinoides immaturus, Globorotalia
Seling Batupasir Karbonatan

dibagian tengah, menebal keatas. Bagian atas batulempung


venezuelana, Globoquadrina dehiscens,

karbonaan semakin meipis seiring dengan menebalnya


Globigerinoides trilobus, Globigerina
MIOSEN AWAL

batupasir karbonatan.
Globigerinita unicava unicava,
N4- N5

>825

Laut

Batulempung karbonatan, abu-abu gelap higga kehitaman,


kompak – sangat kompak, bersifat karbonatan. Berselingan
dengan batupasir, warna segar abu-abu terang, warna lapuk
kelabu kecoklatan, halus-sedang, sub-angular sampai sub-
rounded, terpilah sedang-baik, kompak,terdapat faragmen
campuran berukuran pasir.
sp

42
III.4.1 Satuan Batulempung Karbonatan Perselingan Batupasir Karbonatan

Penamaan satuan ini didasarkan atas dominasi batulempung yang


berselingan dengan batupasir dengan sifat karbonatan. Satuan ini diperkirakan
berasosiasi dengan ketinggian muka air laut sehingga memiliki struktur sedimen dan
perselingan litologi yang cukup baik Pada umumnya singkapan pada satuan ini
dijumpai dalam keadaan lapuk, di beberapa tempat dalam keadaan segar (Foto 3.1).

a. Penyebaran dan Ketabalan


SatuanBatulempung Karbonatan Perselingan Batupasir Karbonatan
menempati ± 15 % dari luas keselurahan daerah pemetaan. Menempati bagian Utara
hingga Barat Laut peta. Dengan penyabaran relatif barat-timur,. meliputi Desa
Kalidadap dan Desa Lebak. Satuan ini menempati daerah geomorfologi
bergelombang struktural. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan
satuan ini diperkirakan > 825 meter.

Foto 3.1 Singkapan batulempung karbonatan perselingan batupasir


karbonatan pada LP 14, Kali Langkep, Desa Langkep, kedudukan N
247⁰ E/75⁰
b. Pemerian Litologi
Bagian bawah satuan batulempung karbonatan selang seling batupasir
karbonatan dicirikan oleh perselingan batupasir karbonatan dengan batulempung
karbonatan yang masih didominasi batupasir dan terlihat di beberapa tempat terdapat

43
fragmen breksi. Bagian tengah dari satuan ini terdapat limpahan batulempung, yang
mendominasi bagian tengah satuan ini dengan sedikit perselingan dengan lapiran
Batupasir Karbonatan. Bagian atas, ditandai dangan menipisnya lapisan batulempung
seiing menebalnya lapisan Batupasir Karbonatan. Perlapisan batulempung
karbonatan mempunyai ketebalan 5 cm – 1 m, semakin menipis keatas. Perlapisan
batupasir karbonatan dengan ketebalan 5 cm – 60 cm semakin menabal keatas.

Batulempung Karbonatan
Litologi ini secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu gelap
dalam kondisi fresh, coklat sampai putih ke abu – abuan dalam kondisi lapuk.
Tekstur batuan dengan ukuran butir lempung, kompak – sangat kompak pada
kondisi segar, semen karbonatan (Foto 3.2). Secara mikroskopis satuan ini
menampakan warna krem; tekstur klastik; dengan komposisi didominasi mineral
berukuran lempung (<0,01mm) dengan komposisi butiran berupa feldspar,
kuarsa, glaukonit dan mineral opak; dengan ukuran butir 0,05 - 0,5mm; bentuk
butir menyudut tanggung-membulat tanggung; butiran mengambang dalam
matrik lempung dan lumpur karbonat (mikrit) ; mempunyai semen karbonatan;
porositas baik - sedang; (Sayatan 12/F.6).

Batupasir Karbonatan
Litologi ini secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu terang
dalam kondisi fresh, abu –abu gelap - putih kecoklatan dalam kondisi lapuk.
Tekstur batuan dengan ukuran butir pasir halus –sedang; 1/8 - ½ mm; menyudut
tanggung – membundar tanggung; grain supported; porositas sedang; terpilah
sedang-buruk; kompak – sangat kompak dalam keadan segar; semen karbonatan
dan matriks lempung, batupasir halus dan mineral – mineral karbonat; terdapat
struktur pararel laminasi, convolute laminasi dan graded bedding yang terdapat
di beberapa tempat dari daerah penelitian. (Foto 3.2). Sementara secara
mikroskopis batuan mempunyai warna abu-abu kecoklatan; tekstur klastik;
ukuran butir 0,05 – 0,2mm; bentuk menyudut tanggung. grain supported;
terpilah buruk – sedang; matrik lempung/lumpur (clay) semen karbonatan;
porositas sedang dengan jenis poroitas sekunder (vug); cukup kompak – sangat

44
kompak; komposisi butiran tersusun oleh mineral feldspar (63%), lithic (pecahan
batuan) (2%), piroksen (2%), kuarsa (2%), glaukonit (5%), fosil (15%) dan
mineral karbonat (15%) yng hadir sebagai matriks dan semen (Sayatan 3/A.13;
Sayatan 14/A.11).

Foto 3.2 (a) Singkapan Batulempung Karbonatan Perselingan Batupasir Karbonatan,


(a) Pada LP 11 dengan kedudukan N 220⁰ E / 43⁰ (b) Zoom in perselingan
batulempung karbonatan batupasir karbonatan

c. Umur
Penentuan umur dari satuan batuan ini didasarkan pada kandungan fosil
foraminifera planktonik yang terdapat pada sampel batuan. Analisa
mikropaleontologi dilakukan terhadap sampel batuan pada LP 1, dan LP 97 yang
mewakili bagian bawah dan atas satuan ini.
Berdasarkan analisis mikrofosil dimana terdapat fosil foraminifera planktonik
antara lain Globigerinoides trilobus REUSS (N4 – N23), Globigerina venezuelana
HEDBERG (N1– N19), Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR &
COLLINS (N4 – N19), Globigerina winkleri BLOW (N1 – N5), Globigerinoides
oblicuus BOLLI (N5 – N21), Globigerinita unicava unicava BOLLI ,
LEOBLICH&TAPPAN (N1 – N6), Globiggerinoides immaturus LEROY (N4 –
N23), Globorotalia siakenesis LEROY (N3 – N13) (Tabel 3.2).
Berdasarkan hasil analisis kandungan fosil foraminifera, diketahui bahwa
umur satuan batulempung karbonatan perselingan batupasir karbonatan ini adalah
Miosen Awal – Miosen Tengah (N4-N5) (Tabel 3.2). Namun karena satuan ini

45
terendapkan pada daerah dengan arus turbidite maka keterdapatan fosil tidak dapat di
gunakan sebagai patokan untuk penentuan umur. Oleh karena itu diperkirakan umur
dari satuan ini lebih muda dibandingkan dengan umur fosil yang didapatkan.

Tabel 3.2 Penentuan umur satuan batulempung karbonatan selang seling batupasir
karbonatan berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik menggunakan
zonasi blow (1969), memperlihatkan umur N4-N5 (Miosen bawah )
umur (BLOW, 1969) miosen
oligosen pliosen pleistosen
awal tengah akhir
Paleogen
foraminifera Neogen (N)
LP

(P)
planktonk

23
20

22
10

18
16
13

15
12

14

21
17
6

9
3

8
5

11
2

7
LP

19
Globigerinoides trilobus REUSS
Globigerina venezuelana HEDBERG
97 (Atas)

Globoquadrina dehiscens
CHAPMAN, PARR & COLLINS
Globigerina winkleri BLOW
Globigerinoides oblicuus BOLLI

Globigerina venezuelana HEDBERG


Globigerinoides trilobus REUSS
Globigerina winkleri BLOW
1 (Bawah)

Globigerinita unicava unicava


BOLLI, LEOBLICH&TAPPAN
Globiggerinoides immaturus
LEROY Globorotalia siakenesis
LEROY
ZONASI BLOW, 1969

d. Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan menggunakan tiga
parameter utama lingkungan pengandapan yakni kondisi fisik, kimia dan biologi.
Berdasarkan pendekatan kondisi fisik dengan melihat sifat fisik dari satuan batuan
secara keseluruhan, secara megaskopis memperlihatkan bahwa satuan ini terdiri
perselingan batulempung dan batupasir. Dimana ukuran butir batupasir yang relatif
sedang - halus, bentuk butir membundar tanggung – menyudut tanggung, dengan
pemilahan yang sedang - baik menandakan satuan ini diendapkan jauh dari
sumbernya dengan arus yang tidak terlalu kuat. Ditemukannya batulempung
menunjukkan adanya perubahan arus yang lebih tenang (Foto 3.2).
Satuan batuan ini menampakan struktur sedimen yang mencirikan hasil
endapan turbidit seperti convolute laminasi, parallel laminasi silt, parallel laminasi

46
sand dan graded bedding (Foto 3.3) (Foto 3.4). Berdasarkan data yang ada maka
satuan ini diperkirakan diendapkan dengan sistem turbidit dan indentik dangan
interval Tc, Tb, Ta dan Td (Bouma, 1962) (Gambar 3.6)

Foto 3.3 Kenampakan Struktur Sedimen yang mencirikan endapan turbidit (a)
Struktur Graded bedding (Ta) dan Parallel Lamainasi (Tb) pada litologi Batupasir,
LP 3, (b) Struktur Parallel Laminasi (Tb) dan convolute Laminasi (Tc) pada litologi
Batupasir, LP 12.

Foto 3.4 Kenampakan struktur sedimen (a) Struktur Parallel Lamainasi (Tb) pada
llitologi Batupasir, (b) Struktur Parallel Laminasi (Td) ada litologi Batulempung dan
Graded bedding (Ta) pada litologi Batupasir, LP 97.

47
Gambar 3.6 Pemodelan fasies turbidit pada Satuan Batulempung Karbonatan
Perselingan Batupasir Karbonatan yang dikorelasikan kedalam Bouma Sequence
(1962)
Satuan batuan ini mencirikan sifat gampingan, selain itu ditunjukan dengan
hadirnya mineral khas lingkungan laut (glaukonit) (Sayatan LP 1), sehingga dapat
diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan laut.
Penentuan lingkungan pengendapan satuan ini juga dilakukan dengan
analisa mikrofosil. Berdasarkan analisa foraminifera benthonik yang merupakan
organisme pelagic dan hemipelagic atau hidup di daerah laut, didapat fosil Dentalina
sp, Uvigerina sp, dan Pyrgo sp, yang menunjukan bahwa paleobatimetri pada satuan
batulempung karbonatan selang seling batupasir karbonatan adalah neritik luar
sampai batial atas (Phleger, 1958) (Tabel 3.3)

48
Tabel 3.3 Kisaran lingkungan pengendapan satuan Batulempung Karbonatan
Perselingan batupasir Karbonatan Berdasarkan kandungan Foraminifera
Benthonik (Phleger, 1958) memperlihatkan lingkungan pengendapan Neritik
hingga Bathyal atas
LINGKUNGAN
NERITIK BATIAL
DARAT ABISAL
LP Foraminifera DALAM TENGAH LUAR ATAS BAWAH
Benthonik 0 20 100 200 500 2000 >4000
1 dan 97

Uvigerina sp
Dentaliana sp
Pyrgo sp

Phleger, 1958

Analisis fasies pada satuan ini berdasarkan perkembangan stratigrafi dan


litologinya. Bagian bawah satuan ini dicirikan dengan perselingan batupasir
karbonatan-batulempung karbonatan, yang masih didominasi litologi batupasir, mulai
menipis di bagian tengah. Bagian tengah dicirikan dengan melimpahnya lapisan
batulempung, seakan mengapit lapisan batupasir, identik dengan fasies tubidit CT
(Classical Turbidit) (Walker, 1978).

Batulempung yang dominan menginterpretasikan lingkungan yang distal


dengan batupasir halus dan silt di beberapa tempat. Bagian atas satuan dicirikan
dengan menebalnya lapisan batupasir karbonatan yang menunjukan bahwa satuan ini
berprogradasi, identik dengan fasies turbidit MS (Massive Sandstone) (Walker, 1978)
dan dicirikan oleh erosional base dan scour and fill yang tampak pada baberapa
tempat, menginterpretasikan telah terjadi proses regresi. Urutan litologi ini bila
disebandingkan dengan model progradasi kipas bawah laut (Walker, 1978) terletak
pada Smooth Portion of Suprafan Lobes hingga Smooth-Channelled of Suprafan
Lobes on Mid Fan. (Gambar 3.7).

49
Gambar 3.7 Model Analisis Fasies Satuan Batulempung Karbonatan Perselingan Batupasir Karbonatan (Walker,1978)

50
e. Hubungan Stratigrafi
Secara stratigrafi, batas bawah satuan Batulempung Karbonatan Perselingan
Batupasir Karbonatan ditandai dengan tersingkapnya litologi batulempung-batupasir,
yang memiliki kedudukan perlapisan. Bagian atasnya ditandai dengan hilangnya
litologi batulempung, dan munculnya litologi baupasir masif. Satuan ini
berkedudukan selaras dibawah satuan Batupasir.
Berdasarkan ciri litologi dan penentuan umur , yaitu Miosen Awal (N4-N5),
maka satuan ini disebandingkan dengan Formasi Totogan (Asikin et al, 1992).
Kolom stratigrafi satuan Batulempung Karbonatan Perselingan Batupasir Karbonatan
dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kolom Stratigrafi Satuan Batulempung Perselingan Batupasir


BLOW , 1969

BATIMETRI
BATUAN

TEBAL
SATUAN
ZONASI

(meter)
UMUR

PALEO
LITOLOGI PEMERIAN FOSIL

Satuan batulempung karbonatan Globigerinoides trilobus,


perselingan batupasir karbonatan Globigerina venezuelana,
mempunyai hubungan kontak Globoquadrina dehiscens,
Globigerina winkleri,
Selang Seling Batupasir Karbonatan

langsung dengan satuan diatasnya Globigerinoides oblicuus,


Satuan Batulempung Karbonatan

yaitu satuan batupasir. Bagian Globigerinita unicava


bawah di dominasi batupasir, unicava,
(Neritik Luar- Bathyal Atas)
sedikit sisipan batulempung. Globiggerinoides
Batulempung karbonatan makin immaturus,
MIOSEN AWAL

melimpah dibagian tengah, menebal Globorotalia siakenesis,


keatas. Bagian atas batulempung Cibiciedes sp,
Nodosaria sp,
N4- N5

karbonaan semakin meipis seiring


>825

Laut

Uvigerina sp
dengan menebalnya batupasir
karbonatan.

Batulempung karbonatan, abu-abu


gelap higga kehitaman, kompak –
sangat kompak, bersifat karbonatan.
Berselingan dengan batupasir,
warna segar abu-abu terang, warna
lapuk kelabu kecoklatan, halus-
sedang, sub-angular sampai sub-
rounded, terpilah sedang-baik,
kompak,terdapat faragmen
campuran berukuran pasir.

51
III.4.2 Satuan Batupasir

Penamaan satuan ini didasarkan atas dominasi litologi batupasir yang


teramati secara megaskopis di lapangan, pada beberapa lokasi pengamatan terdapat
sisipan breksi yanag memiliki kontak tegas dengan litologi bataupasir. Umumnya
singkapan pada satuan ini dijumpai dalam keadaan lapuk, di beberapa tempat dalam
keadaan segar (Foto 3. 5).

a. Penyebaran dan Ketabalan


Satuan Batupasir menempati ± 28 % dari luas keselurahan daerah
pemetaan, dengan penyabaran relatif barat-timur, mulai dari barat hingga tengah
peta, meliputi Desa Somogede, Desa Ngalian , Desa Pukiran dan Desa Gadongan.
Satuan ini menempati satuan geomorfologi Perbukitan Tersayat Tajam Struktural
dan Perbukitan Bergelombang Struktural. Berdasarkan rekonstruksi penampang
geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan ± 2075 meter.

Foto 3.5 Singkapan batupasir sisipan Breksi LP 26, pada dinding Kali Gede,
Desa Somogede, kedudukan N 17⁰E/15⁰

52
b. Pemerian Litologi
Bagian bawah satuan batupasir dicirikan oleh litologi Batupasir masif dengan
ketebalan 50-200 cm (Foto 3.6b). Bagian tengah dari satuan ini terdapat sisipan
batulempung, dengan ketebalan batupasir 5-150 cm dan batulempung 5-10 cm (Foto
3.6a). Breksian pada batupasir mulai muncul pada bagian tengah satuan ini, semakin
jelas ke bagian atas dari. Bagian atas, ditandai dangan menipisnya lapisan batupasir
dan mulai didominasi breksi dengan fragmen berukuran kerikil-kerakal (Foto 3.7),
dengan kontak gradasional dengan batupasir.

Batupasir
Litologi ini secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu gelap
hingga kehitaman dalam kondisi fresh, abu –abu kecoklatan dalam kondisi
lapuk. Tekstur batuan dengan ukuran butir pasir kasar-sedang; 2 - ½ mm;
menyudut – membundar tanggung; grain supported; porositas sedang; terpilah
sedang; kompak – sangat kompak dalam keadan segar; matriks lempung-
batupasir halus; semen lempung, komposisi mineral : piroksen (dominan),
feldspar, fragmen batuan dan sedikit kuarsa. terdapat struktur pararel laminasi,
convolute laminasi, graded bedding dan burrowing yang terdapat di beberapa
tempat dari daerah penelitian. (Foto 3.7a). Sementara secara mikroskopis,
berdasarkan analisa petrografi batuan dinamakan Lithic Wacke (Gilbert,1982).
Memiliki warna abu-abu kecoklatan sampai krem; tekstur klastik; kemas matrks-
suppoted, dengan butir berukuran 0,05 – 1,2 mm untuk fragmen dan <0,02
untuk matriks. Bentuk butir menyudut tanggung. grain supported; terpilah buruk;
porositas buruk 2% dengan jenis porositas primer (intragranular) dan sekunder
(vug). Matriks berupa material lempung (clay) dan pasir halus, semen :
lempung. Komposisi mineralogi : lithik 66%, feldspar 10%, piroksen3%,
mineral opak 2% yang hadir setempat-setempat dalam sayatan. Lempung
sebagian besar berupa matriks 3% dan sebagian lgi erupa semen 2% (Sayatan
LP 28).

53
Foto 3.6 Singkapan batupasir perselingan batulempung dengan
kedudukan N 23⁰ E / 24⁰, pada LP 24, Desa Somogede

Breksi
Litologi ini secara megaskopis berwarna abu-abu kehitaman dalam
keadaan segar dan abu-abu kecoklatan hingga kuning pucat dalam keadaan
lapuk, dengan fragmen berukuran kerikil hingga kerakal (2-4 mm), menyudut –
menyudut tanggung, mud-supported, terpilah buruk terdiri dari fragmen batuan
beku dan rijang (Foto 3.7). Secara mikroskopis fragmen dominan terdiri dari
basalt, andesit, fragmen lain berupa rijang. Berdasarkan analisa petrografi
dinamakn basalt (William, 1982) (lampiran petrografi 3), merupakan batuan beu
vulkanik, warna abu-abu keccoklatan, hipokristalin, inequigranular, ukuran
kristal 0,1-0,2 mm. Bentuk kristal euhedral-subhedral, persentasi fenokris > dari
massa dasar, tekstur yan tampak dalam sayatan batuan memperlihatkan
pertumbuhan bersama antara plagioklas dengan piroksen yang disebut tekstur
opitic – subophitic, serta dijumpai pula adanya kenampakan inklusi dalam kristal
piroksen (tekstur poikilitik). Komposisi terdiri dari plagioklas (40%), piroksen
(25%), mineral opak (15%), gelas (15%) dan kristalit (5%).

54
Foto 3.7 (a) Singkapan Breksi-Batupasir, dengan kedudukan N 30⁰ E / 12⁰ pada
LP 89, daerah Pukiran, (b) Zoom in litologi breksi, menampakan fragmen batuan
beku dan rijang

c. Umur

Berdasakan analisa mikrofosil, tidak ditemukan fosil plantonik pada satuan


ini, sehingga umur dari satuan batupasir ini, ditentukan dengan dengan posisi
stratigrafi yang berada selaras diatas satuan Batulempung Karbonatan Perselingan
Batupasir Karbonatan.
Dari penampang geologi daerah pemetaan, diketahui bahwa satuan batupsir
ini lebih muda umurnya jika dibandingakan dengan satuan batulempung karbonatan
perselingan batupasir karbonatan yang berumur N6-N9 (Miosen awal). Hal ini dapat
diketahui dari stratgrafi regional daerah Kebumen dan sekitarnya (Asikin, 1992) dan
dapat pula diketahui dari umur satuan yang diendapkan selaras diatasnya, yakni
satuan Batupasir Selang Seling Batulempung yang berumur Miosen Tengah.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperkirakan bahwa umur dari satuan ini adalah
Miosen Awal – Miosen Tengah.

d. Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan menggunakan parameter
utama lingkungan pengandapan yakni kondisi fisik, kimia dan biologi. Berdasarkan
pendekatan kondisi fisik dengan melihat sifat fisik dan struktur primer dari satuan
batuan secara keseluruhan, secara megaskopis memperlihatkan bahwa satuan ini
terdiri batupasir masif, dimana dari bagian tengah perlahan berubah menjadi breksi

55
hingga bagian atas dari satuan ini. Litologi penyusunya terdiri dari batupasir masif,
batupasir breksian, perselingan dengan batulempung dan breksi yang memiliki
kontak gradasional dan perselingan yann cukup intens mencirikan pengendapan yang
berlangsung cepat dan signifikan. Ukuran butir batupasir yang relatif kasar - sedang,
bentuk butir menyudut – menyudut tanggung, dengan pemilahan yang buruk
menandakan satuan ini diendapkan tidak jauh dari sumbernya (proximal) dengan
energi yang kuat. Ditemukannya batulempung menunjukkan adanya perubahan arus
yang lebih tenang
Kenampakan struktur primer yang terlihat pada beberapa lokasi
pengamatan, sepeti parallel laminasi, convolute laminasi, graded bedding (Foto 3.8)
dan burrowing (Foto 3.9), yang mencirikan hasil endapan turbidit. Berdasarkan data-
data yang ada maka satuan ini diperkirakan diendapkan dengan sistem turbidit dan
indentik dangan interval Tb, Tc, dan Ta (Bouma, 1962) (Gambar 3.). Tampak
struktur sedimen flute cast ( Foto 3.10a) dan erosional base ( Foto 3.10b) yang
menrupakan ciri dari pengendapan pada channel. Penggerusan dilakukan oleh
batupasir kasar terhadap batupasir halus-batulempung.

Foto 3.8 Kenampakan Struktur Sedimen yang mencirikan endapan turbidit


pada singkapan batupasir (Bouma, 1962) (a) Struktur Parallel Lamainasi Sand
(Tb) convolute Laminasi (Tc) Graded bedding (Ta) pada litologi batupasir, LP
18 (b) struktur Parallel Lamainasi Sand (Tb), Graded bedding (Ta) (LP 26)
daerah Somogede

56
Gambar 3.8 Pemodelan fasies turbidit pada Satuan Batupasir yang
korelasikan kedalam Bouma Sequence (1962), yang identik dengan Scoured
base, Ta, Tb, Tc dan Te

Foto 3.9 Struktur sedimen biogenik, burrowing, pada litologi


batupasir (Bouma, 1962)

57
Foto 3.10 Kenampakan Struktur Sedimen Erosional yang mencirikan bottom
lapisan pada singkapan Batupasir (a) Struktur Flute Cast (b) Struktur Scour and
fill dan erosional base pada singkapan Batupasir LP 26, daerah Somogede

Penentuan lingkungan pengendapan pada daerah pemetaan, dilakukan juga


dengan analisis mikropaleontologi. Pada penentuan lingkungan pengendapan, fosil
yang dianalisa adalah fosil bentonik. Pada LP 28 (Tabel 3.5) ditemukan beberapa
fosil bentonik Cibicide sp, sehingga dapat diketahui bahwa batimetri dari satuan ini
adalah neritik tengah sampai neritik luar (Phleger. F. B., 1958) (Tabel 3.5)

Tabel 3.5 Kisaran lingkungan pengendapan satuan Batupasir berdasarkan


kandungan Foraminifera Benthonik ( Phleger, 1958 ) memperlihatkan lingkungan
pengendapan Neritik Tengah hingga Luar
NERITIK BATIAL
LP LINGKUNGAN DARAT ABISAL
DALAM TENGAH LUAR ATAS BAWAH
Foraminifera 0 20 100 200 500 2000 >4000
Benthonik
28

Cibicides sp

Phleger, 1958

Analisis fasies pada satuan ini berdasarkan perkembangan stratigrafi.


Berdasarkan ciri litologi satuan ini dimana pada bagian bawah satuan ditemukan
batupasir yang tebal (massive) yang identik dengan fasies turbidit MS (Massive
Sandstone) menurut Walker (1978), lalu dilanjutkan semakin ke tengah satuan

58
dijumpai perselingan batupasir dan batulempung yang identik dengan fasies turbidit
CT (Classical Turbidit) (Walker, 1978).
Bagian atas satuan dicirikan dengan menebalnya lapisan breksi yang
menunjukan bahwa satuan ini berprogradasi, yang identik dengan fasies turbidit PS
(Pabble Sandstone) menurut Walker (1978) dan dicirikan oleh erosional base dan atau
scour and fill yang tampak pada baberapa tempat, menginterpretasikan telah terjadi
proses regresi. Urutan litologi ini bila disebandingkan dengan model progradasi kipas
bawah laut (Walker, 1978) terletak pada Smooth Smooth-Channelled of Suprafan
Lobes on Mid Fan hingga Channelled Portion of Suprafan Lobes on Mid Fan
(Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Model Analisis Fasies Satuan Batupasir (Walker,1978). (a)


Analisis Fasies Endapan Turbidit menurut Walker (1978), (b) Analisis Model
Progradasi Endapan Kipas Bawah Laut, (c) Stratigrafi Satuan Batupasir, (d) (e)
Kenampakan Singkapan Pada LP 6 Daerah Langkep dan LP 27, Daerah
Somogede

e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan

59
Secara stratigrafi, batas bawah satuan Batupasir ditandai dengan
tersingkapnya litologi batulempung, dan berkedudukan selaras diatas satuan
Batulempung Karbonatan Perselingan Batupasir Karbonatan. Bagian atasnya
ditandai dengan hilangnya litologi Breksi vulkanik, dan memiliki kontak gradasional
dengan batupasir (Foto 3.8), dan berkedudukan selaras dibawah satuan Batupasir
Perselingan batulempung.

Berdasarkan ciri litologi dan penentuan umur yang disebandingkan dengan


stratigrafi regional Kebumen, yaitu Miosen Awal hingga Tengah, maka satuan ini
disebandingkan dengan Formasi Waturanda (Asikin et al, 1992). Kolom stratigrafi
satuan batupasir dapat dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.6 Kolom Stratigrafi Satuan Batupasir

60
BATIMETRI
BLOW, 1969

BATUAN
SATUAN
ZONASI

PALEO
TEBAL
UMUR

LITOLOGI PEMERIAN FOSIL

Satuan batupasir diendapkan selaras Cibiciedes sp.


diatas satuan Batulempung karbonatan
selang - seling Batupasir karbonatan,
dan kontak langsung dengan satuan
diatasnya. Bagian bawah di dominasi
Batupasir kasar,sedikit sisipan Breksi.
MIOSEN AWAL – MIOSEN TENGAH

Bagian tengah terdapat sedikit sisipan

(Neritik Tengah - Neritik Luar )


Batulempung Semakin keatas Breksi
makin mendominasi dengan kontak
gradasional. Dibeberapa tempat
terdapat bidang perlapisan.
Satuan Batupasir

>2075 Meter

Batupasir, abu-abu hingga coklat


N6- N9

kehitaman, pasir kasar-sedang, grain-

Laut
supported, terpilah buruk, kompak –
sangat kompak, menyudut-menyudut
tanggung, non karbonatan, mineralogi
yang terlihat kuarsa, mineral mafik,
fragmen batuan. Breksi, warna segar
abu-abu gelap, warna lapuk coklat
kehitaman, fragmen kerikil-kerakal,
menyudut, terdiri dari batuan
vulkanik, batupasir, rijang, mud-
supported, terpilah buruk-sangat
buruk,matrik pasir kasar, menyudut,
dominasi mineral mafik, dan fragmen
batuan.

III.4.3 Satuan Batupasir Perselingan Batulempung

Penamaan satuan ini didasarkan atas dominasi batupasir yang berselingan


dengan batulempung dengan sifat karbonatan. Satuan ini diperkirakan berasosiasi
dengan ketinggian muka air laut sehingga memiliki struktur sedimen dan perselingan
litologi yang cukup baik Pada umumnya singkapan pada satuan ini dijumpai dalam
keadaan segar (Foto 3.11).

a. Penyebaran dan Ketabalan


Satuan Batupasir Perselingan Batulempung menempati ± 23 % dari luas
keselurahan daerah pemetaan. Berada di bagian Selatan hingga Barat Daya peta.
Dengan penyabaran relatif barat-timur,. meliputi Desa Trimuluyo dan Desa
Kalianget. Satuan ini menempati daerah geomorfologi bergelombang struktural.

61
Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan >
750 meter.

Foto 3.11 Singkapan batupasir berlapis, kasar hingga halus, dijumpai di


Kali Gede daerah Somogede, Lp 71 dengan kedudukan N 52⁰ E/50⁰

b. Pemerian Litologi
Bagian bawah satuan batupasir dicirikan oleh litologi Batupasir berlapis
kasar-halus dengan ketebalan 20-100 cm untuk batupasir kasar, menipis ke atas dan
5-20 cm untuk batupasir sedang-halus(Foto 3.12a). Batupasir tufaan mulai muncul
pada bagian tengah satuan ini, semakin jelas ke bagian atas, berselingan dengan
batulempung tufaan. Dengan ketebalan batupasir tufan 5-20 cm dan batulempung
tufaan 5-10 cm (Foto 3.12b). Bagian atas, didominasi perselingan batupasir-
batulempung (Foto 3.13a), lapisan batupasir menipis keatas. Ketebalan 5-20 cm .
Terdapat sisipan batupasir gampingan di beberapa tempat, dengan ketebalan 10-20
cm (Foto 3.13b).
Batupasir
Secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu terang kondisi
fresh, abu –abu kecoklatan dalam kondisi lapuk. Tekstur batuan dengan ukuran
butir pasir sedang-halus; 0.125 - 0.5 mm; menyudut tanggung– membundar
tanggung; grain-supported; porositas sedang; terpilah sedang; kompak – sangat

62
kompak dalam keadan segar; matriks dan semen lempung, komposisi mineral :
kuarsa (dominan), feldspar, dan sedikit fragmen batuan. Menampakan struktur
sedimen berupa parallel laminasi, convolute laminasi, graded-bedding dan
burrowing di beberapa lokasi pengamatan. (Foto 3.12).
Secara mikroskopis, berdasarkan analisa petrografi batuan dinamakan
Feldspathic Wacke (Gilbert,1982). Memiliki warna abu-abu kecoklatan sampai
krem; tekstur klastik; kemas matrks-suppoted, dengan butir berukuran 0.05 –
0.3 mm untuk fragmen dan <0,02 untuk matriks. Bentuk butir menyudut
tanggung. grain supported; terpilah buruk; porositas buruk 2% dengan jenis
porositas primer (intergranular). Matriks dan semen berupa lempung. Komposisi
mineralogi : feldspar 66%, kuarsa 5%, piroksen3%, mineral opak 2%, porositas
3%, dan mineral lempung 20% (Sayatan LP 28a). Sedangkan Lithic Wacke
(klasaifikasi Dott 1964 vide Gilbert, 1982), pada ukuran pasir kasar. Secara
megaskopis baatupasi warna abu-abu terang, sifat klastik, ukuran butir 0.05-1
mm untuk fragmen dan , 0.01 untuk matriks. Bentuk butir sub-angular – sub
rounded, terpilah buruk. Porositas buruk, matirks dan semen berupa mineral
lempung. Komposisi terdiri dari lithik 60%, feldspar 14%, piroksen 10%,
mineral opak 2%, porositas 6%, mineral lempung 8%.

Foto 3.12 (a) Singkapan batupasir berlapis, pada LP 74 dengan kedudukan N


40⁰ E / 15⁰, Sungai Kaligede, Desa Kalianget, (b) Singkapan batupasir tuffan
selang seling batulempung tuffan, kedudukan N 60⁰ E/21⁰, pada LP 79, Desa
Tanggulasih.

63
Foto 3.13 (a) Singkapan batupasir selang seling batulempung pada Lp 65,
dengan kedudukan N 30⁰ E / 28⁰ pada LP 27, daerah Kalisat, (b) Singkapan
batupasir gampingan selang seling batulempung pada Lp 82, dengan
kedudukan N 65⁰ E / 26⁰, daerah Kalisat.

Batulempung
Litologi ini secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu gelap
dalam kondisi fresh, coklat sampai putih ke abu – abuan dalam kondisi lapuk.
Tekstur batuan dengan ukuran butir lempung, kompak – sangat kompak pada
kondisi segar, semen karbonatan (Foto 3.13). Secara mikroskopis satuan ini
menampakan warna krem; tekstur klastik; dengan komposisi didominasi mineral
berukuran lempung (<0,01mm) dengan komposisi butiran berupa feldspar, kuarsa,
glaukonit dan mineral opak; dengan ukuran butir 0,05 - 0,5mm; bentuk butir
menyudut tanggung-membulat tanggung; butiran mengambang dalam matrik
lempung dan lumpur karbonat (mikrit) ; semen karbonatan; porositas baik - sedang;
(Sayatan Lp 28b).

c. Umur
Penentuan umur dari satuan batuan ini didasarkan pada kandungan fosil
foraminifera planktonik yang terdapat pada sampel batuan. Analisa
mikropaleontologi dilakukan terhadap sampel batuan pada LP 71, dan LP 84 yang
mewakili bagian bawah dan atas satuan ini.
Berdasarkan analisis mikrofosil dimana terdapat fosil foraminifera planktonik
antara lain Globiggerinoides immaturus LEROY (N4 – N23), Globigerinoides
trilobus REUSS (N4 – N23), Globorotalia siakenesis LEROY (N3 – N13) Orbulina

64
Bilobata CUSHMA&JARVIS (N10-N15), Orbulina Universa D’ORBIGNY (N9-
Resen), Grobolotalia menardii D’ORBIGNY (N13-Resen), Globorotalia
Praemenardii BOLLI&SAUNDERS (N10-N15), Globorotalia continuosa BLOW
(N7-N16), Globigerinoides rubber D’ORBIGNY (N13-Resen), Globigerina
praebulloides BLOW (P16- N16) dan Globoquadrina altispra CUSHMA&JARVIS
(N3-N21) (Tabel 3.2).
Berdasarkan analisis keterdapatan kandungan fosil foraminifera, maka dapat
diketahui umur satuan batupasir perselingan batulempung ini adalah N10-N14
(Miosen Tengah).

Tabel 3.7 Penentuan umur satuan batupasir selang seling batulempung


berdasarkan kandungan fosil foraminifera planktonik menggunakan zonasi
blow (1969), menunjukan umur N10-N14 (Miosen Tengah )
umur (BLOW, 1969) miosen
oligosen pliosen pleistosen
awal tengah akhir
Paleogen
L foraminifera (P)
Neogen (N)
P planktonk

23
20

22
10

18
16
13

15
12

14

21
17
6

9
3

8
5

11
2

7
1

19
Globiggerinoides immaturus LEROY
Globorotalia siakenesis LEROY
84 (Atas)

Grobolotalia menardii D’ORBIGNY


Orbulina Bilobata CUSHMAN&JARVIS
Globorotalia continuosa BLOW

Globorotalia Praemenardii BOLLI&SAUNDERS


71 (Bawah)

Globigerinoides trilobus REUSS


Globoquadrina altispra CUSHMA&JARVIS
Globorotalia continuosa BLOW
Orbulina Bilobata CUSHMAN&JARVIS
Orbulina Universa D’ORBIGNY
ZONASI BLOW, 1969

d. Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan menggunakan parameter
utama lingkungan pengandapan yakni kondisi fisik, kimia dan biologi. Berdasarkan
pendekatan kondisi fisik dengan melihat sifat fisik dari satuan batuan secara
keseluruhan, secara megaskopis memperlihatkan bahwa satuan ini terdiri perselingan
batupasir dan batulempung. Dimana ukuran butir batupasir yang relatif kasar - halus,

65
bentuk butir membundar tanggung – menyudut tanggung, dengan pemilahan yang
sedang - baik menandakan satuan ini diendapkan jauh dari sumbernya dengan arus
yang tidak terlalu kuat. Ditemukannya batulempung menunjukkan adanya perubahan
arus yang lebih tenang.
Satuan batuan ini menampakan struktur sedimen yang mencirikan hasil
endapan turbidit seperti convolute laminasi, parallel laminasi silt, parallel laminasi
sand, graded bedding dan struktur biogenik berupa trace fosil (Foto 3.14 dan 3.15).
Berdasarkan data yang ada maka satuan ini diperkirakan diendapkan dengan sistem
turbidit dan indentik dangan interval Tc, Tb, Td, Ta dan Te (Bouma, 1962) (Gambar
3.10)

Foto 3.14 Kenampakan Struktur Sedimen yang mencirikan endapan turbidit (a)
Struktur Graded bedding (Ta) dan Parallel Laminasi (Tb) pada litologi Batupasir
dan batulempung, (b) Struktur cross-bedding (Tc) Graded bedding (Ta) dan
Parallel Laminasi (Tb) pada litologi Batupasir.

Foto 3.15 Kenampakan Struktur Sedimen Pada Satuan Batulempung Karbonatan


Perselingan Batupasir Karbonatan (a) Struktur Parallel Laminasi (Tb) dan cross-
laminasi pada litologi Batupasir, (b) Struktur biogenik pada litologi Batupasir.

66
Gambar 3.10 Pemodelan fasies turbidit pada Satuan Batupasir
Perselingan Batulempung yang korelasikan kedalam Bouma Sequence
(1962)

Satuan batuan ini mencirikan sifat gampingan pada bagian atas satuan,
selain itu ditunjukan dengan hadirnya mineral khas lingkungan laut (glaukonit)
(Sayatan LP 1), sehingga dapat diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan laut
dangkal.
Berdasarkan analisa foraminifera benthonik yang merupakan organisme
pelagic dan hemipelagic atau hidup di daerah laut, didapat fosil Dentalina sp,
Uvigerina sp, dan Pyrgo sp, yang menunjukan bahwa paleobatimetri pada satuan
Batulempung Karbonatan Selang Seling Batupasir Karbonatan adalah neritik luar
sampai batial atas (Phleger, 1958) (Tabel 3.3)

67
Tabel 3.8 Kisaran lingkungan pengendapan satuan Batupasir Perselingan
Batulempung berdasarkan kandungan Foraminifera Benthonik ( Phleger, 1958 )
memperlihatkan lingkungan pengendapan Neritik Tengah hingga Bathyal atas
LINGKUNGAN
NERITIK BATIAL
Foraminifera DARAT ABISAL
LP Benthonik DALAM TENGAH LUAR ATAS BAWAH

0 20 100 200 500 2000 >4000

Nodosario sp
71 dan 82

Dentaliana sp
Pyrgo sp

Phleger, 1958

Analisis fasies pada satuan ini berdasarkan perkembangan stratigrafi dan


litologinya. Bagian bawah satuan ini dicirikan dengan batupasir berlapis, yang masih \,
mulai menipis di bagian tengah, identik dengan fasies tubidit CT (Classical Turbidit)
(Walker, 1978). Bagian tengah dicirikan dengan melimpahnya lapisan batulempung,
seakan mengapit lapisan batupasir, yang identik dengan fasies tubidit CT (Classical
Turbidit) (Walker, 1978).

Batulempung yang dominan menginterpretasikan lingkungan yang distal


dengan batupasir halus dan silt di bebrapa tempat. Bagian atas satuan dicirikan
dengan menebalnya lapisan batupasir karbonatan yang menunjukan bahwa satuan ini
berprogradasi, yang identik dengan fasies turbidit MS (Massive Sandstone) menurut
Walker (1978) dan dicirikan oleh erosional base dan atau scour and fill yang tampak
pada baberapa tempat, menginterpretasikan telah terjadi proses regresi. Urutan
litologi ini bila disebandingkan dengan model progradasi kipas bawah laut (Walker,
1978) terletak pada Smooth Portion of Suprafan Lobes hingga Smooth-Channelled of
Suprafan Lobes on Mid Fan. (Gambar 3.7).

68
Gambar 3.7 Model Analisis Fasies Satuan Batupasir Perselingan Batulempung
(Walker,1978). (a) Analisis Fasies Endapan Turbidit menurut Walker (1978), (b)
Analisis Model Progradasi Endapan Kipas Bawah Laut, (c) Stratigrafi Satuan
Batupasir Perselingan Batulempung, (d) (e) Kenampakan Singkapan Pada LP 82
dan LP 74, daerah Tanggulasih.

e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan

Secara stratigrafi, batas bawah satuan Batupasir perselingan batulempung


ditandai dengan hilangnya liologi breksi, dan berkedudukan selaras diatas satuan
Batupasir. Bagian atasnya ditandai dengan hilangnya litologi hilangnya litologi
batupasir, dan berkedudukan tidak selaras dibawah satuan breksi polimik.
Berdasarkan ciri litologi dan penentuan umur yang disebandingkan dengan
stratigrafi regional Kebumen, yaitu Miosen Tengah, Maka satuan ini disebandingkan
dengan Formasi Penosogan (Asikin et al, 1992). Kolom stratigrafi satuan Batupasir
perselingan Batulempung dapat dilihat pada tabel 3.9.

69
Tabel 3.9 Kolom Stratigrafi Satuan Batupasir perselingan Batulempung

BLOW, 1969

BATIMETRI
BATUAN
SATUAN
ZONASI

TEBAL
UMUR

(meter)

PALEO
LITOLOGI PEMERIAN FOSIL

Globiggerinoides
Bagian bawah satuan batupasir dicirikan immaturus,
oleh litologi Batupasir berlapis kasar- Globigerinoides
halus, ketebalan 20-100 cm untuk trilobus,
batupasir kasar, menipis ke atas dan 5-20 Globorotalia
Satuan Batupasir Selang Seling

cm untuk batupasir sedang-halus. siakenesis ,


Batupasir tufaan mulai muncul pada Orbulina Bilobata,

(Neritik Luar- Bathyal Atas)


Orbulina Universa,
bagian tengah, semakin jelas ke bagian
MIOSEN TENGAH

Grobolotalia
atas, berselingan dengan batulempung menardii,
Batulempung

tufaan, ketebalan batupasir tufan 5-20 cm. Globorotalia


N10- N14

Bagian atas, didominasi perselingan Praemenardii,


>825

batupasir-batulempung, lapisan batupasir Globorotalia

Laut
menipis keatas. ketebalan 10-20 cm. continuosa,
Batupasir, abu – abu terang-kecoklatan. Globigerinoides
rubber,
pasir sedang-halus; 0.125 - 0.5 mm;
Globigerina
menyudut tanggung– membundar praebulloides,
tanggung; grain-supported;; terpilah Globoquadrina
sedang; kompak – sangat kompak; matriks altispra,
dan semen lempung, komposisi mineral : Cibiciedes sp,
kuarsa (dominan), feldspar, dan sedikit Nodosaria sp,
fragmen batuan. Menampakan struktur Uvigerina sp
sedimen parallel laminasi, convolute
laminasi, graded-bedding dan burrowing.

III.4.4 Satuan Breksi Vulkanik

Penamaan satuan ini didasarkan atas dominasi breksi vulkanik, yang


teramati secara megaskopis di lapangan. Satuan ini diperkirakan berasosiasi dengan
aktifitas vulkanisme, dengan material secara keseluruhan bersifat vulkanik. Pada
umumnya singkapan pada satuan ini dijumpai dalam keadaan lapuk (Foto 3.11).,
beberapa tempat dalam keadaan segar

a. Penyebaran dan Ketabalan


Satuan breksi menempati ± 34 % dari luas keselurahan daerah pemetaan.
Berada di bagian Timur daerah pemetaan, membentang dari utara hingga selatan.
Meliputi Desa Wadas, Desa Ngadisono, Desa Lemiring, Desa Gawaran dan Bukit
Kembanglangit. Menempati satuan geomorfologi perbukitan terjal struktural dan

70
satuan geomorfologi perbukitan bergelombang struktural. Berdasarkan rekonstruksi
penampang geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan > 250 meter.

Foto 3.16 Singkapan Breksi dengan Fragmen berukuran kerikil terdiri


dari batuan beku dan sedimen, dijumpai pada LP 39, Kali Kemadu,
daerah Ngadisono

b. Pemerian Litologi
Bagian bawah satuan breksi vulkanik didominasi oleh litologi breksi
monomik, berukuran kerikil dengan ketebalan >2 meter, terdapat sisipan tuf,
berukuran pasir, ketebalan 10-20 cm (Foto 3.6a). Bagian tengah dari satuan ini
terdapat perselingan breksi dengan batupasir- batulempung, batupasir semakin jelas
ke bagian atas, ketebalan batupasir 20 cm - 1 m, batulempung 20 – 30 cm (foto 3.6b).
Bagian atas didominasi breksi polimik, dengan fragmen batuan vulkanik dan
sedimen,terdapat sisipan tuff di beberapa tempat, dengan ketebalan 20 - 50 cm (Foto
3.7),

Breksi
Litologi ini secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu gelap
hingga kehitaman dalam kondisi fresh, abu –abu kecoklatan dalam kondisi
lapuk. Tekstur batuan terdiri dari fragmen berukuran kerikil hingga berangkal,
abu-abu hingga kehitaman, putih, merah pudar, angular - sub-angular; berupa
fragmen andesit, batupasir, tuff (Foto 3.17) yang tertanam dalam masa dasar

71
berukuran pasir kasar - sedang, abu-abu kecoklatan, sub-angular, bersifat tufaan,
komposisi mineral : gelas, feldspar, kuarsa; dan semen berupa lempung. Secara
umum memperlihatkan kemas grain-supported; porositas buruk; terpilah buruk;
kompak – sangat kompak dalam keadan segar. Menampakan struktur sedimen
berupa graded-bedding di beberapa lokasi pengamatan. (Foto 3.7a).
Secara mikroskopis, berdasarkan analisa petrografi, fragmen batuan
dinamakan Andesite (Gilbert, 1982). Colorless pada nikol sejajar dan abu-abu pada
nikol silang. hipokristalin. fabrik panidiomorfik, inequigranular. Tekstur dari batuan
berupa porfiritik dengan tipe glomeroporfiritik (fenokris berupa plagioklas dan mineral
mafik serta massa dasar berupa gelas). Komposisi terdiri dari: plagioklas 24%, kuarsa
5%, piroksen 10%, mineral opak 5%, dan gelas 24% (Sayatan LP 59a).
Sedangkan matriks dinamakan Tuffaceous Sandstone (Nichols, 2009) ;
Quartz Arkose (Pettijohn, 1950). Sayatan tipis batuan ini teridentifikasi sebagai
batuan sedimen klastik. Batuan ini memiliki ukuran butir dengan kisaran 0.02
mm – 0.09 mm, Sayatan memperlihatkan pemiilahan bruk-sedang dengan
bentuk butir menyudut tanggung, dan memiliki kemas grain supported,
kekompakan floating > point to point contact, porositas yang cukup baik, tidak
menunjukan kenampakan struktur sedimen di dalam sayatan tipis batuan. Secara
umum komposisi batuan ini berisi butir sparit %, kuarsa 20%, dan pecahan gelas
39% (Lampiran LP 59b)

Batupasir
Litologi ini secara megaskopis dicirikan memiliki wana abu – abu terang
kondisi fresh, abu –abu kecoklatan dalam kondisi lapuk. Tekstur batuan dengan
ukuran butir pasir sedang-halus; 0.125 - 0.5 mm; menyudut tanggung–
membundar tanggung; grain-supported; porositas sedang; terpilah sedang;
kompak – sangat kompak dalam keadan segar; matriks dan semen lempung,
komposisi mineral : kuarsa (dominan), feldspar, dan sedikit fragmen
batuan.(Foto 3.18) Menampakan struktur sedimen berupa parallel laminasi,
graded-bedding dan di beberapa lokasi pengamatan. (Foto 3.12).

72
Secara mikroskopiss sampel batuan memiliki ukuran butir kasar – sedang
(0.02 mm – 0.09 mm), terpilah sedang - buruk dengan bentuk butir menyudut
tanggung – membulat tanggung, dan memiliki kemas grain- supported. Batuan
ini memiliki kekeompakan floating > point to point contact, porositas yang
sedang, tidak menunjukan kenampakan struktur sedimen di dalam sayatan tipis
batuan. Secara umum komposisi batuan ini berisi butir kuarsa 44%, dan pecahan
gelas 45% porositas 2% dan semen berupa mineral lempung 8%. (Sayatan LP
55)

Foto 3.17 (a) Singkapan Breksi dengan masa dasar batupasir tufaan pada LP
59, lereng Bukit Kembanglangit, Desa Gawaran, (b) (c) fragmen breksi terdiri
dari andesit, batupasir dan batulempung

73
Foto 3.18 (a) Singkapan breksi-batupasir, dengan kedudukan N 91⁰ E / 18⁰
pada LP 52, kali Lemiring, Desa Lemiring, (b) Zoom in litologi batupasir
sedang – halus

Tuff

Tuff berwarna megaskopis putih hingga abu-abu kecoklatan (di sebagian


tempat berwarna kemerahan) dengan ukuran butir lapili, mempunyai sortasi
buruk, di beberapa tempat lapisan tuff ini muncul keratan andesit berukuran
kerikil – kerakal terletak secara sembarang. Sementara ciri mikroskopik lapisan
tuff menunjukan bahwa litologi lapian ini yakni vitric tuff (Schmid, 1981).
(Sayatan LP 59c)

Foto 3.19 (a) Singkapan Breksi dengan masa dasar batupasir tufaan pada LP
36, Kali Kemudu, Desa Ngadisono, (b) Kenampakan lapisan tipis tuff,
berukuran pasir (Lapilli Tuff)

74
c. Umur
Penentuan umur dari satuan batuan ini didasarkan pada kandungan fosil
foraminifera planktonik yang terdapat pada sampel batuan. Analisa
mikropaleontologi dilakukan terhadap sampel batuan pada LP 39 yang mewakili
bagian tengah satuan ini.
Berdasarkan analisis mikrofosil dimana terdapat fosil foraminifera planktonik
antara lain Sphaerodinella dehiscens (N9-N23), Orbulina Universa D’ORBIGNY
(N9-Resen), Grobolotalia acostasiensis (N16-N21), Globorotalia moicenica (N18-
N20), Globigerinoides rubber D’ORBIGNY (N5-22), (Tabel 3.2).

Tabel 3.7 Penentuan umur satuan Breksi vulkanik berdasarkan kandungan


fosil foraminifera planktonik menggunakan zonasi blow (1969), menunjukan
umur N19-N20 (Pliosen Awal)

miosen
umur (BLOW, 1969) oligosen pliosen pleistosen
awal tengah akhir
LP Paleogen
Neogen (N)
(P)
foraminifera
planktonk

23
20

22
10

18
16
13

15
12

14

21
17
6

9
3

8
5

11
2

7
1

19
Sphaerodinella dehiscens
39 (Tengah)

Orbulina Universa
Grobolotalia miocenica
Globorotalia acostasiensis
Globigerinoides ruber

ZONASI BLOW, 1969


Berdasarkan analisis kandungan fosil foraminifera, maka dapat diketahui
bahwa umur satuan batupasir perselingan batulempung ini adalah N19-N20 (Pliosen
Awal).

d. Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan ini dengan melihat kondisi
fisik secara keseluruhan, secara megaskopis memperlihatkan bahwa satuan ini terdiri
perselingan breksi dengan batupasir – tuff. Fragmen breksi memperlihatkan bentuk
butir yang menyudut dan pemilahan yang buruk, menandakan satuan ini diendapkan
tidak jauh dari sumbernya (Fasies Proximal) dengan energi yang kuat. Ditemukannya

75
sisipan tuff dan matriks berupa batupasir tuffan, menunjukkan adanya pengaruh
aktifitas vulkanisme terhadap pembentukan satuan ini.
Satuan batuan ini menampakan struktur sedimen yang mencirikan hasil
endapan turbidit seperti parallel laminasi clay, parallel laminasi sand dan graded
bedding (Foto 3.14) Berdasarkan data yang ada maka satuan ini diperkirakan
diendapkan dengan sistem turbidit dan indentik dangan interval Ta, Tb dan Tc
(Bouma, 1962) (Gambar 3.10)

Gambar 3.10 Pemodelan fasies turbidit pada satuan batupasir perselingan


batulempung yang dikorelasikan dengan Bouma Sequence (Bouma, 1962).

76
Foto 3.14 Kenampakan struktur sedimen yang mencirikan endapan turbidit satuan
Breksi vulkanik pada LP 54 dan LP 55, daerah Wanaasri (a) Struktur Graded
bedding (Ta) dan Parallel Laminasi sand (Tb) pada litologi Batupasir (b) Parallel
Laminasi sand (Tb) Parallel Laminasi clay (Td) pada litologi Batupasir-
Batulempung

Analisis fasies pada satuan ini berdasarkan perkembangan stratigrafi dan


litologinya. Bagian bawah satuan ini dicirikan dengan dominasi breksi dengan
sedikit sisipan lapisan tuff. Litologi breksi yang dominan menginterpretasikan
lingkungan yang proksimal dengan batupasir kasar - sedang di beberapa tempat,
identik dengan Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL).
Batupasir menebal di bagian tengah satuan, identik dengan fasies tubidit MS
(Massive Sandstone) (Walker, 1978).

Bagian atas satuan dicirikan dengan menebalnya lapisan sisipan tuff yang
menunjukan bahwa satuan ini berprogradasi, yang identik dengan fasies turbidit CGL
(Clast Supported Conglomerate) (Walker, 1978). Urutan litologi ini bila
disebandingkan dengan model progradasi kipas bawah laut (Walker, 1978) terletak
pada Channelled Portion of Suprafan Lobes on Mid Fan (Gambar 3.11).

77
.
Gambar 3.11 Model Analisis Fasies Satuan Breksi Sisipan Tuff-Batupasir
(Walker,1978). (a) Analisis Fasies Endapan Turbidit (b) Analisis Model
Progradasi Endapan Kipas Bawah Laut, (c) Stratigrafi Satuan Breksi Sisipan Tuff-
Batupasir, (d) (e) Kenampakan Singkapan Pada LP 36 dan LP 52, daerah
Wanaasri.

e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan


Secara stratigrafi, batas bawah satuan batupasir perselingan batulempung
ditandai dengan hilangnya liologi breksi, dan berkedudukan tidak selaras diatas
satuan batupasir. Penulis menginterpretasikan bentuk ketidakselarasanya berupa
angular-unconformity berdasarkan rekonstruksi penampang.
Berdasarkan ciri litologi dan penentuan umur yang disebandingkan dengan
stratigrafi regional Lembar Kebumen (Asikin et al, 1992), yaitu Pliosen Awal
hingga Tengah. Maka satuan ini disebandingkan dengan Formasi Peniron. Kolom
stratigrafi satuan Breksi Sisipan Tuff-Batupasir dapat dilihat pada tabel 3.9.

78
Tabel 3.9 Kolom Stratigrafi Satuan Breksi Sisipan Tuff-Batupasir (Tanpa skala)

BLOW, 1969

PENGENDAPAN
LINGKUNGAN
BATUAN
SATUAN
ZONASI

TEBAL
UMUR

(meter)
LITOLOGI PEMERIAN FOSIL

Sphaerodinella
Bagian bawah didominasi oleh litologi dehiscens,
breksi monomik, ukuran kerikil,ketebalan Orbulina Universa,
>2 meter, terdapat sisipan tuf, berukuran Grobolotalia
pasir, ketebalan 10-20 cm. Bagian tengah miocenica,
perselingan dengan batupasir- Globorotalia

(Neritik Luar- Bathyal Atas)


batulempung, ketebalan batupasir 20 cm - acostasiensis,
Satuan Breksi Sisipan

Globigerinoides
1 m, batulempung 20 – 30 cm. Bagian atas
PLIOSEN AWAL

ruber
didominasi breksi polimik, fragmen
Tuff-Batupasr

batuan vulkanik dan sedimen, t sisipan


N19- N20

tuff, dengan ketebalan 20 - 50 cm.


>250

Laut
Breksi, abu–abu gelap - kehitaman dalam
kondisi fresh, abu –abu kecoklatan dalam
kondisi lapuk. Fragmen kerikil -
berangkal, abu-abu hingga kehitaman,
angular - sub-angular; berupa fragmen
andesit, batupasir, tuff, masa dasar
berukuran pasir kasar - semen lempung;
grain-supported;; terpilah buruk; kompak.
Menampakan struktur graded-bedding.

79

Anda mungkin juga menyukai