SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Papua
Oleh
SAMUEL GIAY
2013 30 020
Sanggeng Manokwari pada Tahun 1998. Pada tahun yang sama melanjutkan ke
(SMA) Negeri I Manokwari dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama
Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Ilmu Kelautan, lulus pada
Tahun 2007. Penulis bekerja pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Deiyai Provinsi Papua dan menikah pada Tahun 2013, Istri bernama Merlin
Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat
diperguruan tinggi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis dapat menyelesikan skripsi ini tak luput dari
doa dan bimbingan serta bantuan moril dari Istri terkasih dan tersayang Merlin
Rumaropen dan jantung hatiku Mark Lionel Christoni Giay. Oleh karena itu,
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku (Alm)
Bapak Piet Giay dan (Alm) Mama Dorce Bonggoibo Tersusunnya skripsi ini, juga
dapat terlaksana atas bantuan serta bimbingan dari semua pihak. Oleh Karen aitu,
tulusnya kepada :
4. Fitriyah Irmawati Elyas Saleh, ST.,M.Si. selaku dosen pembimbing II, yang
6. Fanny F.C. Simatauw. selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumber Daya
Universitas Papua.
7. Seluruh Staf Dosen Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Papua.
8. Teristimewa buat keluarga tercinta, orang tua terkasih Yan Giay., ST., MT,
kaka terkasih Martina Giay, Giovano Giay, kaka Agustina Giay, Nigar
Bosayor, Jenny, Dorce, Danny, Dede, Susan, Samuel, Kristalin Bosayor, Mina
Giay, Siprianus Badii, Novi Badii, Selina Badii, Deki Badii, Sonya Giay,
Bonggoibo, Maria Giay, Yunus Youw, ST, Soni Giay, SSTP, Bapak Tomas
ijin/tugas belajar serta bantuan biaya untuk perkuliahan hingga selesai juga
9. Seluruh teman-teman MSP yang selalu berbagi saat senang dan susah
Istrinya, Daud Orisu, Hendrik Amunau, Bernad Duwit, Satriano Nebore. Yoku,
Silwanus Bisay, Yunus Baab, S.Pi yang paling murah senyum dan selalu
memberikan tampilan beda buat saya, Yulianus Hara, Arki Awairaro, Nelson
Masyarkat Kampung Hink, dan yang terhormat Doddy Julius Sawaki adik
segala ilmu yang juga yang telah membantu dan memberikan motivasi saat
Penulis menyadari bahwa selaku manusia kita tidak mungkin terlepas dari
sebuah kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
Penulis
DAFTAR ISI
No Teks Hal
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 5
V PENUTUP .................................................................................... 64
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 64
52. Saran .................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. 68
DAFTAR TABEL
No Teks Hal
No Teks Hal
No Teks Hal
No Teks Hal
Sungai sebagai salah satu bentuk perairan umum memegang peran yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan dan mahluk hidup
dari komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi melalui siklus energi
dan daur hara. Bila interaksi keduanya terganggu maka akan terjadi perubahan
25% populasi bagi ikan di dunia (Groombridge, 1990 dalam Winarno dkk., 2000).
Sungai-sungai ini umumnya memiliki pola kerusakan yang sama, disebabkan oleh
endemik dan introduksi spesies asing dari sungai (Dudgeon, 1992 dalam Winarno,
dkk., 2000).
dikelompokan menjadi 4 kelas yaitu : Kelas I yaitu air yang diperuntukan untuk
air baku air minum. Kelas II yaitu air yang peruntukannya untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman. Kelas III yaitu air yang peruntukannya untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman. Dan kelas IV yaitu air yang
hewan atau tumbuhan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, kecerahan,
pH, DO dan CO2 dan kadar ammonia (NH3). Kualitas suatu perairan memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan mahluk hidup di
Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi
perairan sungai maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi
pada organisme yang hidup di lokasi tersebut juga pada lingkungan perairan itu
sendiri yaitu berupa faktor fisika dan kimianya. Dampak dari pencemaran tersebut
mandi, cuci, serta tempat untuk mencari ikan namun dengan adanya pertambahan
karakteristik fisika dan kimia air pada aliran sungai tersebut sehingga bisa
mencakup peruntukanya.
1.2 Perumusan Masalah
diantaranya sumberdaya alam batu dan pasir yang terdapat digunung, sungai dan
pesisir pantai, salah satunya yang terdapat di Pegunungan Arfak turun melalui
Menurut Peraturan Bupati (Perbup) Manokwari No. 69 Tahun 2000 tentang Baku
Mutu Air dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Manokwari, Sungai Maruni
Manokwari salah satu bagian penting dari sungai ini adalah disekitar sempadan
Sungai terdapat perusahan semen, aktivitas pertanian, serta limbah domestik yang
Kondisi saat ini di sekitar sempadan sungai terdapat pabrik semen, aktivitas
pertanian, serta limbah domestik yang dihasilkan oleh warga sekitar. Banyaknya
sekitar Sungai Maruni, secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan
dampak negatif terhadap kualitas air sungai seperti faktor fisika, kimia maupun
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan data serta
informasi dan sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan bagi para
Manokwari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1991 yang dimaksud sungai ialah tempat-tempat dan wadah serta jaringan
pengairan air mandi dari mata air sampai muara di batasi di sebelah kanan, kiri,
adalah badan air yang menerima limpasan satuan-satuan hidrologi dalam daerah
Sungai sebagai suatu badan air yang ikut terlibat dalam siklus hidrologi
aliran intra (interflow), dan limpasan air tanah (ground water runoff) yang
Fungsi utama sungai adalah sebagai pembawa air dan sedimen. Secara
garis besar, komponen utama sungai dapat dibagi menjadi dua yaitu daerah aliran
sungai (DAS) dan sistem sungainya. Sistem sungai mempunyai karakteristik yang
berbeda dari satu sistem dengan sistem yang lainnya maupun dalam sistem sungai
penampang sungai, dan material sungai (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Habitat air
tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi
dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingan jauh lebih berarti
dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air
tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan
pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1994). Menurut Barus
(2004), menyatakan bahwa perairan lentik umumnya mempunyai arus yang
lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama.
menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertical kolom air seperti pada
perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta
sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi,
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut (Effendi, 2003). Sungai merupakan salah satu sumberdaya alam yang
aliran sungai. Manfaatannya sebagai sumber air sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat.
bagian dari pengelolaan sumberdaya perairan. Namun sayang sekali, asas tersebut
aspek lingkungan sungai sering kali amat rendah. Pemanfaatan lahan di sempadan
sungai untuk keperluan pemukiman, pertanian, dan usaha lain yang mengganggu
kelancaran lingkungan sungai dapat menurunkan daya guna sungai akibat dari
berbagai aktivitas melebihi daya dukung sungai atau tercemarnya air oleh zat-zat
kimia yang akan mematikan kehidupan yang ada di sekitarnya dan merusak
lingkungan.
2.1.1 Tipe-Tipe Sungai
Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju
dan bermuara di laut, danau atau sungai yang lebih besar, aliran sungai merupakan
aliran yang bersumber dari limpasan, limpasan yang berasal dari hujan, gletser,
limpasan dari anak-anak sungai dan limpasan dari air tanah (Sudarman, 2011).
jenis yaitu:
1. Sungai mata air, yaitu sungai yang airnya bersumber dari mata air.
sepanjang tahun dan daerah alirannya masih tertutup vegetasi yang cukup
lebat.
2. Sungai hujan, yaitu sungai yang airnya bersumber hanya dari air hujan.
Jika tidak ada hujan, sungai akan kering. Sungai ini umumnya berada di
3. Sungai gletser, yaitu sungai yang airnya bersumber dari pencairan es atau
salju. Sungai ini hanya ada di daerah lintang tinggi atau di puncak
macam sumber, baik dari hujan, mata air dan pencairan salju atau es.
Artinya, air dari berbagai sumber tersebut bercampur menjadi satu dan
2.2.1 Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), waktu
dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman air.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air.
2003).
oksigen terlarut dalam air akan menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat,
kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu dan jika batas suhu yang
mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Fardiaz,
1992). Lebih lanjut menurut Harianto, (1995), mengatakan bahwa suhu pada
hewan air, dikontrol oleh suhu seperti migrasi, pemangsaan, kecepatan berenang,
metabolisme meningkat dua kali lipat jika suhu naik 100 C. Ikan yang hidup di
dalam air yang mempunyai suhu yang relatif tinggi akan mengalami respirasi,
selain itu suhu yang relatif tinggi akan menurunkan jumlah oksigen terlarut dalam
air, akibatnya ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air
sungai dan air buangan yang relatif tinggi di tandai dengan munculnya ikan-ikan
dan hewan air lainya kepermukaan untuk mencari oksigen. Alfan (1995),
perubahan suhu hal ini tergantung dari jenis ikan, stadia dalam daur hidupnya,
Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 (Kelas II) kisaran suhu untuk kegiatan
budidaya air tawar adalah deviasi 3, sedangkan toleransi suhu perairan yang baik
untuk menunjang pertumbuhan optimal dari beberapa ikan budidaya air tawar
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu dalam sistem
satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik perdetik (m3/d).
hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon
suatu daerah aliran sungai (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau
adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 2004).
Debit sungai akan selalu berubah setiap saat sehingga untuk mengkuantitatifkan
diperlukan angka tertentu. Angka debit sekian m3/d menunjukan debit sesaat pada
suatu pos pengukuran debit. Angka yang bervariasi tersebut dapat disajikan secara
grafik yang disebut hidrograf. Hidrograf adalah penyajian secara grafik variasi
atau keragaman debit menurut waktu. Dari hidrograf tersebut kita dapat
mengetahui besar volume air yang melalui pos pengukuran debit dalam satuan
(>100 cm/dt), berarus cepat (50 – 100 cm/dt), berarus sedang (25 – 50 cm/dt),
berarus lambat (10 – 25 cm/dt) dan berarus sangat lambat (<10 cm/dt) (Mason,
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu zat pencemar yang
terkandung dalam air, seperti adanya bahan liat, endapan lumpur, senyawa
(Wardoyo, 1975 dalam Supartiwi, 2000). Kekeruhan di suatu sungai tidak sama
sepanjang tahun. Air akan sangat keruh pada musim penghujan karena aliran air
menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan
faktor antara lain, tingkat kekeruhan, sudut datang cahaya matahari dan intensitas
cahaya matahari, bagi organisme perairan, intensitas cahaya yang masuk berfungsi
habitatnya.
Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter (Effendi, 2003). Secara umum
kecerahan berada dalam kondisi alami pada kisaran 2 m sangat baik untuk lokasi
Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel
mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (Eaton dkk., 1995).
Padatan total terdiri dari padatan tersuspensi (TSS) dan padatan terlarut (TDS)
yang dapat bersifat organik dan anorganik. Padatan tersuspensi adalah padatan
µm. Bahan-bahan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa
fotosintesis dan menyebabkan air menjadi keruh. Padatan terlarut (TDS) adalah
padatan ukuran yang lebih kecil dari pada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri
dari senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam
(Fardiaz, 1992). Menurut standar baku mutu kualitas air Peraturan Pemerintah
(PP) No. 82 Tahun 2001 (kelas III), untuk kegiatan budidaya ikan air tawar nilai
dalam air dan merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya
adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman. pH air
dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan
keasamaan (pH) perairan tawar berkisar dari 5,0 – 9,0 dimana pada kisaran
tersebut ikan air tawar masih dapat hidup (Saeni, 1989). Menurut Fardiaz (1995),
nilai pH air yang normal adalah 6 sampai 8 (sekitar netral), sedangkan pH air
keasamannya juga tinggi. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah
alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu
kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Menurut standar baku mutu kualitas
air Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 nilai pH untuk kegiatan
dan hewan. Jadi kadar oksigen terlarut dapat di jadikan untuk menentukan kualitas
air. Kehidupan di air dapat bertahan jika oksigen minimal 5 ppm (Kristanto,
2004). Oksigen tersebut berasal dari proses fotosintesis tanaman air dari atmosfir
yang masuk kedalam air dengan kecepatan tertentu. Konsentrasi oksigen terlarut
dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung suhu dan tekanan atmosfir. Semakin
dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air dan jumlah bahan organik yang
tinggi adalah pada sungai yang relatif dangkal dan adanya turbulensi oleh gerakan
air. Daya larut oksigen akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air
yang dingin kadar oksigen akan meningkat (Odum, 1993). Menurut standar baku
mutu kualitas air Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 (kelas III), nilai
Nilai BOD dapat dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan oleh
bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air
lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air di lingkungan
(BOD5), karena diketahui dari hasil jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah
dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh
oksidasi kimia yang dikenal sebagai COD (Chemical Oxygen Demand) yang
dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD diperoleh nilai yang
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total
senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap
senyawa yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004). Menurut
standar baku mutu kualitas air Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001
(kelas III), nilai BOD untuk kegiatan budidaya ikan air tawar adalah 6 mg/L.
Perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan
ammonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi).
dalam persamaan reaksi (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003).
Ion nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Keberadaan nitrit
memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berupa limbah
industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera
(Sawyer dan McCart, 1978 dalam Effendi, 2003). Menurut Peraturan Pemerintah
(PP) No. 82 Tahun 2001 tentang baku mutu air Kelas III untuk kegiatan budidaya
metabolisme ikan oleh perombakan protein, dari kotoran ikan itu sendiri maupun
sisa pakan. Sisa pakan biasanya membusuk sehingga kadar ammonia meningkat.
Secara kimia, ammonia terdiri dari dua bentuk unionized ammonia (UIA/NH3 dan
ionized ammonia (IA)/NH4+. Bila kadar UIA dalam air tinggi maka ikan bisa
Menurut Kirchman (2000), nitrat (NO-3) adalah jenis nitrogen yang paling
dinamis dan menjadi bentuk dominan pada daerah limpasan, masuk sungai,
keluarnya air tanah, dan deposisi atmofer ke laut. Nitrat adalah nitrogen utama
bagi pertumbuhan tanaman alga. Nitrat-nitrogen sangat mudah larut dalam air dan
Kadar nitrat–nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1
nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi
tumbuhan air secara pesat (blooming) kadar nitrat dalam air tanah dapat mencapai
100 mg/l. Air hujan memiliki kadar nitrat sekitar 0,2 mg/l. Pada perairan yang
menerima limpasan air dari endapan pertanian yang banyak mengandung pupuk,
kadar nitrat dapat mencapai 1000 mg/l. Kadar nitrat untuk keperluan air minum
sebaiknya tidak melebihi 10 mg/l (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi,
2003). Menurut standar baku mutu kualitas air Peraturan Pemerintah (PP) No. 82
Tahun 2001 (Kelas III), nilai Nitrat (NO3) untuk kegiatan budidaya ikan air tawar
adalah 20 mg/L.
nitrogen baik berupa bahan oganik maupun anorganik, dalam keadaan aerob
(kandungan oksigen terlarut cukup) senyawa nitrogen dapat diikat oleh organisme
renik dan melalui proses perombakan diubah menjadi nitrat (Suwasono, 1994).
Amonia ini dalam perairan sebagian besar sebagai ion NH4+ (ammonium)
jauh lebih reaktif dari nitrat karena memiliki energi kimia yang lebih tinggi.
memiliki muatan ion negatif, yang umum terjadi di sungai. Meskipun itu tidak
(NH4+). Amonia berbeda dengan nitrat mulai dari tingkatan racun dan juga
mobilitasnya. Amonia memiliki tingkat racun yang lebih tinggi dari amonium
karena kebanyakan amonium disimpan oleh tanah. Ion amonium secara tepat
diambil oleh fitoplankton dan tanaman air lainnya. Gas amonia (NH3) larut
dengan mudah dalam air dan membentuk amonium hidroksida (NH4OH) yang
dipisahkan untuk memberi amonium (NH4) dan ion hidroksida (OH-) seperti di
Ammonia di dalam air mempunyai dua bentuk yaitu ammonia bukan ion
(NH3) dan ion ammonium (NH4+). Hal ini terjadi karena perombakan tidak sampai
mencapai hasil yang terbentuk nitrat, yang proses perombakannya harus dalam
keadaan perairan yang aerob. Ammonia bukan racun yang dapat meracuni
jumlah yang sangat tinggi. Konsentrasi amonia bukan ion yang tertinggi pada
suatu perairan biasanya terjadi setelah fitoplankton mati, kemudian diikat dengan
seperti ini dicirikan dengan warna air keruh dan adanya bau khas ammonia.
Kekeruhan air yang terpolusi ammonia disebakan karena adanya endapan sisa
pakan dan kotoran ikan atau karena adanya fitoplankton yang mati. Kandungan
NH3 untuk 1 ppm akan menghambat daya serap hemoglobin darah terhadap
(Suwasono, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001, bagi
Perikanan, kandungan ammonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L.
(Dugan, 1972). Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan
terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka.
Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem
perairan (Barus, 2004). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001
tentang baku mutu air kelas III kadar fosfat 1 mg/L. Kadar fosfat yang terlalu
menjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin.
Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah
2001 tentang baku mutu air Kelas III untuk kegiatan budidaya ikan air tawar
Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober 2016. Lokasi penelitian pada
lokasi (I) dengan titik koordinat 0’59”32.21 LS, 134’01’24.55 BT, lokasi II
133o51’47,8’’ BT, 00o 56’00,9” LS dan Lokasi III 133o51’ 23,4” BT 00o55’30,9”
LS. Lokasi ini bertempat pada aliran Sungai Maruni Kabupaten Manokwari
Pada penelitian ini ditunjang oleh beberapa alat dan bahan secara berturut-
No Bahan Kegunaan
10 Air suling bebas amonia Sampel air yang disuling
Larutan yang digunakan untuk
11 Larutan fenol
mencampur samper air
12 Larutan natrium nitro Mencampur sampel air
13 Larutan sitrat alkali Mencampur sampel air
14 Larutan natrium nitroprusida Mencampur sampel air
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagai menjadi dua bagian yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pengukuran fisika-
yang ditinjau dari literatur atau jurnal-jurnal penelitian penentuan lokasi sampling
Stasiun III: Hilir Sungai Maruni. Pada stasiun ketiga diduga menerima hasil
penelitian ini pengambilan sampel di tiap lokasi dilakukan pada satu titik
melawan arus.
Pengukuran paramter kualitas air dilakukan secara in situ dan eks situ.
Parameter kualitas air yang dilakukan secara in situ ialah: suhu, derajat keasamaan
kualitas air secara eks situ analisis dilakukan di Labolatorium Kimia UNIPA
(NO2), nitrat (NO3), fosfat (PO4) ammonia (NH3), padatan tersuspensi (TSS)
Penanganan sampel untuk yang leboh dari 24-28 jam maka diperlukan
penanganan sampel sebagai berikut:
1) Sampel yang di ambil dari tiap titik sampel dimasukkan ke dalam botol
sampel plastik atau botol kaca gelap untuk mencegah masuknya sinar
matahari kedalam botol karena dapat mengurangi kadar nitrat.
2) Kemudian botol sampel dimasukkan ke cool box dengan suhu 4ºC, hal
ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses nitrifikasi. Kemudian
sampel air dianalisis ke Laboratorium Kimia UNIPA.
3.6 Metode dan Cara Analisis Paremeter Kualitas Air
3.6.1.1 Suhu
mencelupkan ujung sensor air Sungai Maruni, biarkan selama 2-3 menit sampai
skala suhu pada thermometer digital menunjukan angka yang stabil. Setelah itu
hasilnya dicatat kemudian alat yang dipakai dibilas dengan menggunakan aquades
mineral. Beberapa tahapan yang dilakukan untuk mengukur debit air adalah
sebagai berikut :
1. Alur sungai yang dipilih untuk mengukur debit air yaitu yang memiliki
2. Lebar sungai diukur dengan meter roll pada ujung meter di tarik
setegang mungkin pada kedua tepi sungai dan diusahkan agar tegak
D=vxA
Keterangan:
D = Debit air (m3/detik)
v = Kecepatan arus (m/detik)
A = Luas penampang saluran air (m2)
A = L (lebar) x h
Tepian Sungai Tepian Sungai
a0 a1 a2
h1 h2 h3
v1 v2 v3
Pada gambar masing-masing lebar sungai diukur jarak (a), kedalaman (h)
dan kecepatan aliran (v). Posisi pengukuran harus berada berlawanan arah dengan
Roll meter
Aliran sungai
Sempadan
kanan sungai Sempadan kiri sungai
2. Buat patok di titik A, posisinya segaris dengan titik C, dimana garis A-C
garis A-B akan segaris dengan tepi sungai yang mau diukur, panjang
4. Kemudian buat garis A-B dengan posisi sudut 90 derajat dari garis A-C,
jadi garis A-B akan segaris dengan tepi sungai yang mau diukur, panjang
berikut ini :
Lebar Sungai
Sudut 45°
90°
A Panjang B
Contoh :
: 2,2372 x 20 m
: 44, 743 m
3.6.1.3 Kecerahan
Sechidisk diturunkan hingga tidak terlihat dari permukaan air dan dilakukan
perairan.
1. Kekeruhan
a. Prinsip
b. Peralatan
- Turbidimeter (nephelometer);
- Tabung nephelometer;
- Labu ukur 100 ml, terkalibrasi;
c. Pereaksi
ukur.
- Larutan II;
- Suspensi kekeruhan;
air bebas kekeruhan. Suspensi ini pada waktu dipakai dalam keadaan
e. Cara kerja
kekeruhan.
mencelupkan bagian sensor ke dalam air Sungai Maruni diamkan selama 2-3
mencelupkan bagian sensor ke dalam air Sungai Maruni diamkan selama 2-3
Langkah pertama air sampel yang telah diperoleh diambil secukupnya untuk
kemudian diencerkan dengan aquades sesuai kebutuhan. Lalu air sampel yang
telah diencerkan telah dipindahkan kedalam bejana dan di aerasi selama beberapa
menit agar jumlah kandungan oksigen dalam air tersebut meningkat. Setelah itu
air tersebut dimasukkan ke dalam dua jenis botol yaitu: botol untuk pengukuran
DO saat hari ke 0 (DO-0) dan botol untuk inkubasi lima hari (DO-5). Air dalam
botol untuk DO-0 langsung di ukur konsentrasi oksigen terlarutnya saat itu juga
air dalam botol DO-5 di ukur setelah di inkubasi selama lima hari. Selisih antara
nilai konsentrasi oksigen terlarut pada waktu DO-0 dan D0-5 merupakan
dengan faktor pengenceran yang digunakan (Stirling, dkk 1985 dalam Wibowo,
2009). BOD5. dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Metcalf dan Eddy
2003);
Keterangan :
DO-nol = konsentrasi oksigen terlarut hari ke 0 (nol)
DO-5 = konsentrasi oksigen terlarut hari ke 5 (kelima)
spektrofotometri:
1. Metode Spektrofotometri
a. Prinsip
sampai pH 5,2.
b. Peralatan
- N/l; Larutkan 1,232 g natrium nitrit, NaNO2, dengan air suling 100 ml di
50 mL HCl pekat dan 300 ml air suling di dalam gelas piala 500 ml.
piala 500 ml. Encerkan dengan air suling sehingga volumenya menjadi
500 ml, simpan di dalam botol berwarna gelap dan larutan ini harus
diganti setiap bulan atau bila warna larutan menjadi coklat tua.
- Larutan asam klorida, HCl, 1:3; Tambahkan 50 ml HCl pekat ke dalam
natrium oksalat dengan 100 ml air suling di dalam labu ukur 1000 ml.
- Larutan fero amonium sulfat; Larutkan 19,607 g fero amonium sulfat dan
20 ml asam sulfat pekat ke dalam labu ukur 1000 ml yang berisi 100 ml
air suling. Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda garis.
dalam 1 l air suling, simpan dalam botol berwarna coklat biarkan selama
7 hari.
Na2C2O, anhidrat ke dalam gelas piala tambahkan 100 ml air suling aduk
suhu 90°C sampai 95°C. Segera titar dengan KMnO4 yang akan
penitaran, pertama naikan suhu pada 85°C. Jika perlu panaskan gelas
Prinsip
b. Peralatan
c. Pereaksi
- larutan intermediet
berikut :
homogen.
a. Prinsip
b. Peralatan
c. Pereaksi
jadikan 100 ml. Peringatan: gunakan sarung tangan dan pelindung mata
- Larutan sitrat alkali; Larutkan 200 g tri natrium sitrat dan 10 g natrium
telah dikeringkan pada 100°C) dengan air suling dalam labu ukur; 1000
NH3.
c. Cara kerja
a. Pembuatan larutan induk 1000 ppm dan larutan standar 100 ppm
labu ukur
pereaksi kombinasi
- Ditambahkan 0,5 gram K2S2O4 dan didikan diatas hot place hingga
volume tersisa ± 10 ml
peralatan vakum. Saringan di basahi dengan sedikit aquades. Contoh uji diaduk
dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh uji yang lebih homogen.
Contoh uji dipipet dengan, pada waktu contoh diaduk dengan pengaduk
contoh uji dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian tambahan.
Kertas saring 0,45 µm dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring dan
dikeringkan dalam oven minimal selama 1 jam pada suhu 103 sampai dengan
mutu kualitas air menurut standar baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran guna
menentukan status mutu kualitas air sungai dari tiga lokasi penelitian.
Tabel 5. Standar Baku Mutu Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air
Standar Baku Mutu
Parameter Satuan
I II III IV
pH 6–9 6–9 6-9 5-9
DO mg/L 6 4 3 0
BOD mg/L 2 3 6 12
Nitrat mg/L 10 10 20 20
Fosfat mg/L 0,2 0,2 1 5
Amonia mg/L 0,5 - - -
TSS mg/L 50 50 400 400
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
bersih dan digunakan juga oleh masyarakat sebagai sumber air kolam kangkung
(Gambar 6).
lapangan merupakan daerah aktivitas dari Pabrik Semen milik PT SDIC Papua
Semen Indonesia. Saat penelitian terlihat aktivitas pengoperasian alat berat yang
Kondisi Sungai Maruni di Stasiun III pada bagian kanan (sebelah Timur)
pabrik semen, sedangkan disebelah kiri (sebelah Barat) terdapat alang-alang dan
tumbuhan berupa pisang, cemara. Di areal ini juga terdapat aktivitas penggalian
material berupa pasir dan batu pada bagian hilir sungai tersebut. Keadaan stasiun
Parameter fisika yang diukur pada setiap titik stasiun pengamatan yaitu lebar
sungai, suhu, kecepatan arus, debit air, kecerahan. Hasil pengukuran parameter
fisika dan kimia pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Parameter Fisika Sungai Maruni pada saat Cuaca Cerah
Lebar
Kondisi suhu Kec.Arus. Kecerahan Kekeruhan
Stasiun sungai
cuaca (˚C) (m/det) (cm) NTU
(m)
I 12,71 28,3 5,007 32 3,73
berkisar antara 12,71 – 36,77 m (Tabel 6). Pada stasiun 1 ukuran sungai tidak
terlalu lebar karena masih alami belum mengalami kerusakan oleh aktifitas alat
berat. Sedangkan pada stasiun 2 dan stasiun 3 sudah mengalami kerusakan akibat
pelebaran sungai oleh alat berat sehingga pada stasiun II dan III ukuran lebar
secara langsung tanpa membagi daerah sempadan sesuai dengan fungsi dari
(2005), didasarkan pada proses perubahan fisik morfologi, hidrolik, ekologi dan
sosial masyarakat.
4.2.1.2. Suhu
Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
1997). Nilai suhu pada setiap stasiun, ditampilkan dalam bentuk grafik dapat
dilihat pada Gambar 9. Suhu air sungai pada tiga stasiun penelitian berkisar antara
28,3 – 29,8˚C, nilai terendah terdapat pada stasiun I (28,30C). Hal ini lebih
disebabkan karena pada stasiun I terdapat tutupan vegetasi riparian yang masih
alami sehingga terlindung dari penetrasi cahaya matahari. Nilai suhu yang paling
tinggi terdapat pada stasiun II – III (29,8˚C) dan nilai ini juga masih dalam
keadaan alami. Variasi suhu perairan Suangi Maruni masih dalam kisaran baik
karena variasi suhu yang terjadi belum melampaui 5oC. Keadaan ini diduga
karena tutupan vegetasi disekitar perairan masih cukup baik. Peningkatan suhu
yakni semakin sedikit pohon-pohon yang ada disekitar tepi perairan atau daerah
riparian maka semakin besar pula penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan
matahari yang diserap badan air akan menimbulkan peningkatan suhu di perairan.
30
29.8 29.8
29.5
29
28.5
28.3
28
27.5
1 2 3
Stasiun Penelitian
suhu (˚C)
berkisar antara 3,259 – 5,1999 m/det. Kecepatan arus yang tertinggi terdapat pada
stasiun III (5,1999 m/det) dan diikuti kecepatan aliran air pada stasiun I (5,007
m/det) sedangkan kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun II 3,259 m/det
(Tabel 6). Perbedaan kecepatan arus pada Sungai Maruni diduga karena
kemiringan yang berdeda-beda antara stasiun satu dengan yang lainnya. Hal lain
yang menyebabkan perbedaan kecepatan arus pada aliran air Sungai Maruni yaitu
adanya bagian sungai yang dihalangi oleh beberapa pohon yang tumbang
menghalangi aliran air pada stasiun I terdapat juga tumbuhan riparian dan gusuran
tanah dari gunung yang masuk dalam sungai. Sedangkan pada stasiun II terjadi
Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kecepatan arus. Pada stasiun III yang berada
pada bagian hilir sungai terlihat sangat lebar dan dangkal sehingga menyebabkan
daerah hulu yang memiliki ketinggian yang berbeda dan alami hal ini berbeda
pada stasiun II, yang mengalami penurunan kecepatan arus disebabkan dari
aktivitas alat berat dari perusahaan dan stasiun III akibat pembangunan pabrik
5 5.007 5.199
4
3.259 Kec.Arus
3
. (m/det)
2
0
1 Stasiun 2Penelitian 3
Nilai kekeruhan pada tiga stasiun dengan nilai berkisar antara 3,73 – 5,04
7 6.63
6 5.04
5
3.73
4
3
2
1
0
1 2 3
Stasiun Penelitian
Kekeruhan
Sungai Maruni dan aktivitas pengambilan material bahan baku semen di bagian
hulu. Sedangkan pada stasiun III sudah mengalami pendangkalan akibat dari
Menurut Foster dan Meyer dalam Suripin, 2002 kekeruhan air sungai sangat
produktivitas lahan pertanian dan kualitas air serta mengurangi kapasitas sungai.
ketersediaan air bersih, tingkat kekeruhan yang tinggi pada air sungai akan
merugikan pada sector penyediaan air bersih yang bersumber dari air permukaan
tanaman hidup. Partikel-partikel yang ukurannya sangat kecil yang berada dasar
mahluk hidup tertentu hidup di dasar sungai dan mencegah tanaman hijau
pH, DO, BOD, nitrit, nitrat, fosfat dan amonia disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Parameter Kimia dan standar baku mutu penunjang kesuburan perairan
Sungai Maruni
Hasil Pengukuran Standar
Parameter Baku Mutu
Satuan
Kimia Kelas I
I II III
pH 7 6,7 6,16 6–9
DO mg/L 6,85 5,67 4,66 6
BOD mg/L 2,09 3,49 4,19 2
Nitrit mg/L 0,02 0,03 0,04 0,06
Nitrat mg/L 0,5753 Ttd 1,138 10
Fosfat mg/L 0,0940 0,1001 0,124 0,2
Amonia mg/L 0,01 Ttd Ttd 0,5
TSS mg/L 23,77 24,67 34,86 50
6,16 – 7. Nilai pH terendah ditemukan pada staiun II (6,7) pada saat pengamatan
cuaca cerah. Pada kehidupan biologi dan mikrobiologi, nilai pH memiliki peranan
yang sangat penting (Alaerts dan Santika, 1984). Rendahnya pH pada stasiun II
diduga karena besarnya kandungan bahan organik pada limbah yang berasal dari
pemukiman dan limbah pabrik semen yang sudah mulai beroperasi mulai dari
sepanjang stasiun II dan III. Menutut Effendi, (2003), sebagian biota akuatik
setiap stasiun pengamatan pada kondisi cuaca cerah, ditampilkan pada bentuk
7.2
7 7 7 7
6.8
6.7
6.6
6.4
6.2 6.16
6
5.8
5.6
I II III
pH Baku Mutu
sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun pengamatan III dapat dilihat pada
Gambar 13. Kadar oksigen yang terlarut di perairan bervariasi, tergantung pada
suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga
pergerakan masa air, dan aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk
ke badan air (Effendi, 2003). Pada stasiun II dan III terjadi penurunan nilai DO
disekitar Sungai Maruni dan pencemaran limbah pabrik semen yang sudah mulai
tinggi serta rendahnya oksigen terlarut. Heriyanti (2001) menyebutkan bahwa air
maka stasiun II dan III belum terpengaruhi oleh warna air limbah, sehingga
kandungan oksigen terlarut pada lokasi II dan III masih terlihat rendah,
kandungan oksigen terlarut di stasiun I lebih tinggi hal ini sesuai dengan pendapat
Heriyanti (2001). Nilai DO hasil pengukuran pada tiap stasiun ditampilkan dalam
bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air Sungai Maruni di golongkan dalam kelas (I) air yang
diperuntukan untuk air baku air minum, maka kondisi parameter DO sungai
Maruni sedikit di bawah baku mutu tersebut. Namum karena selisih dengan baku
mutu hanya 0,28 mg/l maka keadaan ini tidak terlalu signifikan.
8
6.85
7
6 6 6
6 5.67
5 4.66
4
3
2
1
0
I II III
mg/l Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologi adalah jumlah
tersebut. Berdasarkan Kep. No. 51/ MENKLH/10/1995. Nilai BOD untuk baku
mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/l dan golongan
kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/l. Peningkatan BOD pada
termasuk dalam kriteria tidak tercemar, karena belum melewati baku mutu yang
sudah di tetapkan, sedangkan pada stasiun II dan III nilai BOD sudah termasuk
sedimentasi yang tinggi dari pabrik semen serta aktivitas alat berat yang
Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
Sungai Maruni digolongkan dalam kelas (I) air yang diperuntukan untuk air baku
5
4.19
4 3.49
3
2.09 2 2 2
2
0
I II III
1979). Nitrogen merupakan bahan dasar penyusun protein yang diserap oleh
tumbuhan akuatik (Horne dan Goldman, 1994). Nitrogen dalam bentuk nitrit
(NO2) dan nitrat (NO3). Nitrit bagi organisme perairan merupakan racun,
0.007
0.006
0.005
0.004
0.004
0.003
0.003 Nitrit (NO2-N)
0.002
0.002 Baku Mutu
0.001
0
I II III
Nilai rata-rata kandungan nitrit yang didapat dari ketiga stasiun antara 0,02
– 0,04 mg/l. Produktivitas primer perairan dan Konsentrasi nitrit sangat rendah,
distasiun I dikarenakan ion nitrit berperan sebagai sumber nitrogren bagi tanaman.
Maruni, konsentrasi nitrit di stasiun penelitan berkisar antara 0,02–0,04 mg/l, dari
berbeda nyata dengan stasiun III, pada konsentrasi nitrit yang cenderung menurun
ke arah stasiun II 0,03 mg/l dapat dilihat pada Gambar 15. Pada aliran Sungai
Maruni konsentrasi nitrit dijumpai dalam konsentrasi yang lebih rendah dari
konsentrasi nitrat.
Hal ini disebabkan karena bentuk senyawa nitrit yang bersifat tidak stabil
yang diamati saat pengambilan sampel. Konsentrasi nitrit paling tinggi pada
stasiun III dengan nilai 0,004 mg/l, Hal ini berhubungan dengan kondisi aliran
sungai yang dekat dengan aktivitas penduduk. Selain itu, kerusakan daerah
sempadan sungai juga berpengaruh pada nilai nitrit dalam perairan. Dapat dilihat
pada Gambar 16, maka hal ini masih memenuhi standar baku mutu golongan
kelas I yang diperuntukan untuk air baku air minum. Jika dibandingkan dengan
baku mutu kelas I nitrit dan nitrat yang terdapat pada lokasi I, II dan III belum
Nitrat mewakili produk akhir dari pengoksidasian nitrit zat yang bersifat
racun. Berdasrkan hasil di peroleh, kandungan rata-rata nitrat yang cukup tinggi
pada seluruh lokasi pengamatan yaitu berkisar antara 0,5753- 1,138 mg/l.
Konsentrasi ini sudah melebihi yang dimiliki perairan alami yang hanya 0,1 mg/l.
Nilai kandungan nitrat tertinggi terdapat pada stasiun III yang diduga disebabkan
adanya masukan limbah rumah tangga dan pertanian yang mengandung nitrogen
yang tak terbatas sehingga air kekurangan oksigen terlarut dan mengakibatkan
kematian bagi organisme akuatik yang tidak tahan dengan kondisi DO rendah.
Tingginya kandungan nitrat pada lokasi II dan III diduga pengaruh limbah
organik dari pemukiman dan pemotongan gunung berupa tanah serta unsur
meterial dari bahan baku semen yang masuk ke perairan mulai dari hulu lokasi II
berperan dalam suatu perairan dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
akuatik seperti tanaman dan alga. (Effendi 2003) Senyawa ini dihasilkan dari
perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l-1. Kadar nitrat lebih dari 5
mg/l-1
Ammonia pada suatu perairan bersifat mudah larut dalam air, kandungan
ammonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika di dalam kandungan oksigen
terlalu tinggi. Ammonia pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang
dihasilkan oleh biota perairan. Ammonia yang terdapat dalam mineral masuk
diketahui kandungan ammonia dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil yang
diperoleh dari analisis Laboratorium yaitu 0,01 mg/l hal ini menunjukan bahwa
pada lokasi I belum terjadi pencemaran ammonia sesuai dengan baku mutu air
asam persentase dari NOH menurun, sedangkan pada keadaan perairan basa
(alkaline) jumlahnya akan meningkat (Goldman dan Horne, 1983). Effendi (2003)
besar ammonia mengalami ionisasi dan p1-I yang lebih besar dari 7 ammonia
tidak terionisasi. Pada malam hari ketika kandungan oksigen rendah atau ketika
Pada perairan alami nilai ammonia yang dapat ditolerir organisme sebesar
1,5 mg/liter Rahmatullah Al Fatih (2008), Kadar ammonia yang baik untuk
kehidupan ikan dan organisme akuatik lainnya adalah kurang dari 1 mg/liter
(Pescod, 1973, dan Asmawi, 1983) dalam Rahmatullah Al Fatih (2008), untuk
ikan rentan terhadap infeksi bakteri. (Hargreaves dan Tucker 2004), mengatakan
sehingga menjadi lesu, koma, dan akhirnya mati. Distribusi ammonia di perairan
ketahui kandungan ammonia pada stasiun I berkisar 0,01 mg/L. Menurut (Mc
Neely dkk., 1979), kadar ammonia pada perairan biasanya kurang dari 0,1 mg/l,
kandungan ammonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar
sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/l. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/l
maka perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis biota (Sawyer dan Mccarty,
1978). Kandungan ammonia pada tiga stasiun penelitian Sungai Maruni pada
Fosfat merupakan salah satu faktor penting dalam perairan, meski hanya
Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
Sungai Maruni di golongkan dalam kelas (I) air yang diperuntukan untuk air baku
air minum.
Orthophosphat yang merupakan produk ionisasi dari asam orthophosphat
fosfor di perairan biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit dari pada
kadar nitrogen karena sumber fosfor lebi h sedikit dibandingkan dengan sumber
jarang melebihi 0,1 mg/l-1, sedangkan kadar fosfor total pada perairan alami
jarang melebihi 1 mg l-1 (Boyd 1988 dalam Effendi 2003). Fosfor tidak bersifat
0.2500
0.2 0.2 0.2
0.2000
0.1500 0.1248
0.0940 0.1001
0.1000
0.0500
0.0000
I II III
dapat dari ketiga stasiun penelitian berkisar antara 0,0940 – 0,1248 mg/l kisaran
ini masih memenuhi kadar phosfat pada perairan. Menurut (Boyd, 1988) kadar
phosfat perairan secara alami jarang melebihi 1 mg/l. Phosfat tidak bersifat toksik
bagi organisme perairan, namun bila kadar phosfat tinggi dan diikuti kadar
oleh tingginya produksi alga dapat meningkatkan bahan organik dan penggunaan
oksigen oleh mikroorganisme dalam merombak bahan organik tersebut.
Hilangnya oksigen sebagai hasil dari proses dekomposisi bahan organik ini
masuknya limbah organik dari pemukiman dan erosi tanah dari pengerukan
gunung sebagai bahan baku semen Maruni limbah pemukiman, pertanian dan
limbah pabrik semen yang masuk ke perairan Sungai Maruni pada stasiun II
kandungan phosfat berkisar 0,0940 mg/l rendahnya nilai kandungan phospat juga
masuk ke dalam air. Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari bahan-
bahan organik serta limbah industri (Fardiaz, 1995 dan Sastrawidjaja, 1991).
atau partikel berupa lumpur, pasir maupun hujan disajikan pada Gambar 19
dibawah ini. Hasil analisis data total padatan tersuspensi dan kekeruhan pada
50 50 50 50
40
34.86
30
23.77 24.67
20
10
0
I II III
TSS Baku Mutu
Nilai TSS pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 23,77 – 34,86
mg/l konsentrasi rata-rata TSS tertinggi berada pada lokasi II dan III sungai
sebagian besar merupakan tempat yang digunakan sebagai daerah aktivitas dari
pabrik semen yang manggangkut bahan material tanah sebagai bahan baku semen,
dan pengerukan yang terjadi akibat aktivitas alat berat di daerah aliran Sungai dan
daerah tutupan lahan disekitar pegunungan disekitar daerah Maruni yang di ambil
alih oleh pabrik semen terkait aktivitas alat berat dan pembangunan pabrik hal ini
padatan tersuspensi dalam air Sungai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.
82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
Sungai Maruni di golongkan dalam kelas (I) air yang diperuntukan untuk air baku
air minum. Berdasarkan standard baku mutu nilai, TSS yang di peroleh dari hasil
analisis labaratorium belum melewati ambang batas baku mutu. Menurut pendapat
mempengaruhi ekosistem karang, lamun dan ikan yang hidup diperairan tersebut.
Berdasarkan baku mutu air laut Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup
Nomor. 51 Tahun 2004 mengatakan bahwa baku mutu untuk total padatan
mg/l dan ekosistem lamun dan manggrove 20 mg/l. Dengan kandungan TSS
sebesar 34,86 mg/L akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan karang dan
lamun.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
secara fisik dan kimia Sungai Maruni masih dalam kondisi alamiah atau dengan
kata lain masuk kedalam kriteria belum tercemar, walaupun untuk parameter BOD
ada yang melebihi baku mutu air kelas I dan DO kurang dari baku mutu air
kelas I.
karena perairan tersebut masih alami sedangkan Stasiun II dan Stasiun III BOD
meningkat karena pengaruh dari adanya limbah domestik yang dihasilkan dari
5.2 Saran
pabrik semen terkait efek konsentrasi logam berat dan sedimentasi yang
Manokwari Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, 2003. Daya Dukung Perairan Danau Tondano Untuk Menunjang Kegiatan
Budidaya Ikan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT
Manado.
Eaton, A. D., Clesceri, L. S., dan Greenberg, A. E. 1995. APHA (American Public
Health Association): Standard Method for The Examination of Water and
Wastewater 19th ed., AWWA (American Water Works Association), and
WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington D. C.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kerjasama Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. Kanisius: Yogyakarta.
Ferianita, Melati – Fachrul; Setijati Hartinah E., dan Monika Wulandari. 2008.
Komposisi dan Model Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Sungai
Ciliwung, Jakarta. Universitas Trisakti. Jakarta
Hargreaves JA, Tucker CS. 2004. Managing Amonia fish ponds. Sounthern
Regional Aquaculture Center (SRAC). SRAC Publication. No. 4603
Kodoatie, Robert J., dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta.
Minggawati, I. dan Lukas. 2012. Water Quality Research For Fish Farming
Keramba In The Kahayan River. Fakultas Perikanan Universitas Kristen
Palangka Raya
Mirna A.P. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Way Sulan Kecil Kabupaten
Lampung Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Putra, A. E. 2002. Analisis Limbah Indutri Logam Terhadap Kualitas Air Deli (Di
Tinjau Dari Aspek Fisika Kimia). Tesis. Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Sumatra Utara.
Raharjo S. 2005. Efek Amonia Dalam Transaminase (GOT, GPT) aktivitas GIDH
dan nilai ATP pada ikan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 1 (2).
Jurusan Perikanan UNIPA. NTU
Sanusi, Harpasis. 2006. KIMIA LAUT Proses Fisik Kimia dan Interaksinya
dengan Lingkungan.
Wibowo, R. K. A. 2009. Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak Udang
Sistim Terpadu Tulang Bawang Lampung. Skripsi Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB. Bogor
Winarno, K. Astirin, O. P. Setyawan, A. D. 2000. Pemantauan Kualitas Perairan
Rawa Jabung Berdasarkan Keanekaragaman dan Kekayaan Komunitas
Benthos. Jurnal Jurusan Biologi. FMIPA. UNS. Surakarta
`
B. Pengukuran kedalaman air, kecepatan arus, DO, lebar Sungai pada Lokasi II.
C. Lokasi II. Pengukuran Kedalaman Sungai Maruni dan Pengukuran DO, Suhu,
pH, tangki penampung material semen, jembatan penghubung ke rumah
karyawan, dan terjadi pelebaran sungai yang di buat oleh alat berat Excavator,
penimbunan material pasir dan batu oleh trek proyek.
D. Lokasi III. Pengukuran lebar sungai, pelebaran sungai oleh alat berat
Excavator, jembatan penghubung ke rumah karyawan, pengambilan sampel air,
trek melakukan bongkar muat material pasir berbatu di pinggiran sungai, anak
sungai yang di duga tempat saluran pembuangan limbah dari aktivitas
masyarakat kampung Warbaderi.
Lampiran II
Nitrat (NO3-
Stasiun penelitian N) Baku Mutu
I 0,5753 10
III 1,1389 10
Tabel Perhitungan Nitrat
Phosfat (PO4²-
Stasiun penelitian ) Baku Mutu
I 0,0940 0,2
II 0,1001 0,2
III 0,1248 0,2
Tabel Perhitungan Phosfat
Amonia
Stasiun
(mg/L) Baku Mutu
I 0,01 0,05
II
III
Tabel Perhitungan Amonia