Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

A. Pengertian
RDS (Respirasi Distress Syndrome) adalah sindrom gawat napas yang disebabkan
oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk menghasilkan surfaktan yang
memadai terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
1. Prematur (Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram, usia kehamilan
kurang dai 37 minggu)
2. Asfiksia Perinatal
3. Maternal Diabetes (ibu menderita DMG)
4. Seksual Sesaria
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang
paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul
segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini
adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).

C. Pathway

Bayi lahir
prematur
Deficit Lapisan lemak
surfaktan belum terbentuk
Resiko ganggan
Atelectasis termoregulasi
paru
Hipoventilasi hipoterm)
Hipoksia
Frekuensi nafas
Oksigen Retensi CO2
Takipnea Pola nafas
tidak efektif
Gangguan
Reflek hisap
pertukaran gas
Resiko
Intake tidak
kekurangan
adekuat
Kekurangan volume caian
nutrisi

D. Patofisiolgi
Akibat imaturasi paru (biasanya karena perkembangan janin yang kurang
matang), mengakibatkan paru tidak mampu mencukupi kebutuhan surfaktan. Surfaktan
merupakan zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas yang berfungs untuk
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Apabila kebutuhan surfaktan
tidak terpenuhi akan menyebabkan paru tidak mampu berkembang kempis. Akibatnya
paru akan kolaps atau disebut atelekasis. Atelectasis ini berdampak pada pernafasan
yang menyebabkan kemampuan ventilasi menurun atau disebut hipoventilasi.
Dekompensasinya, si bayi akan meningkatkan frekuensi pernafasan. Peningkatan
frekuensi pernafasan tersebut sangat menganggu kemampuan menelannya akibatya
pemenuhan nutrisi maupun cairannya tidak adekuat. Hal tersebut juga mengakibatkan
pemenuhan kebutuhan oksigen menjadi berkurang, sedangkan karbondioksida tertahan
didalam paru. Kondisi tersebut menyebabkan tubuh menjadi terlalu asam atau yang
disebut asidosis yang akan mengganggu proses pertukaran gas. Selain itu, kurangnya
waktu perkembangan bayi dalam rahim juga menyebabkan belum terbentuknya bantalan
lemak yang akan berdampak pada pengaturan suhu saat setelah lahir.

E. Manifestasi klinis
Tanda-tanda gangguan pernafasan berupa :
1. Dispnue/hipernue/takipneu
2. Sianosis
3. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
4. Grunting expirasi
5. Mengorok ekspiratori
6. Pernapasan cuping hidung
7. Pernapasan kulit
Didapatkan gejala lain seperti :
1. Bradikardi
2. Hipotensi
3. Kardiomegali
4. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
5. Hipotermi
6. Tonus otot yang menurun
F. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio
sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat
terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
1. Mencegah kelahiran < bulan (premature).
2. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
3. Management yang tepat.
4. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5. Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
6. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
7. Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh
: Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml).
Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan
diturunkan atau obat dihentikan
8. Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg
setiap 12 jam untuk 4 x pemberian)
9. Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio
lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)

G. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
2. Pantau selalu tanda vital
3. Jaga kepatenan jalan nafas
4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau
menajemen lanjut:
1. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
2. Gangguan nafas sedang
a. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.
b. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
1) Suhu aksiler <> 39C
2) Air ketuban bercampur meconium
3) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam)
c. Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C. tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
d. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
e. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
f. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
g. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
h. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
i. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
3. Gangguan nafas berat
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
c. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
4. Penatalaksanaan medis:
a. Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
b. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan ).

H. Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur,
retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan
anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan
penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan
klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila
terkena.
b. Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori
( pH >7,45) pada tahap dini.
c. Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.

I. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006)
yaitu:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan
intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari (IWL).
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
6. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder
dari situasi krisis pada bayi.

J. Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
nafas efektif.
Kriteria hasil:
a. Jalan nafas bersih
b. Frekuensi jantung 100-140 x/menit
c. Pernapasan 40-60 x/menit
d. Takipneu atau apneu tidak ada
e. Sianosis tidak
Intervensi:
1) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang
dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi
mengendus.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
2) Hindari hiperekstensi leher
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
3) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali tanda-tanda
distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah
terjadinya distres pernafasan.
4) Lakukan penghisapan mucus
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan
selang endotrakeal.
5) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
6) Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
7) Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
8) Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan
oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-).
Kriteria hasil:
a. Pasien bebas dari dispneu
b. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
c. Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.
Intervensi:
a) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas.
b) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan
adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.
c) Catat karakteristik dari suara nafas.
Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang
tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari
saluran nafas.
d) Catat karakteristik dari batuk
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal
dan purulent.
e) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila
perlu.
Rasional: Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
f) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan
suction bila ada indikasi.
Rasional: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi
perkembangan atelektasis dan infeksi paru.
g) Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
Rasional: Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum Kolaboratif.
h) Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.
Rasional: Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.
i) Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
Rasional: Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret.
j) Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/ vibrasi jika
ada indikasi.
Rasional: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan
otot-otot pernafasan.
k) Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi.
3. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang
tepat.
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pematasan efektif.
a) Irama nafas, kedalaman nafas normal.
b) Oksigenasi adekuat.
Intervensi:
a) Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.
Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui perjalanan
penyakit.
b) Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.
c) Pantau ventilator setiap jam
Rasional: Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan kemungkinan terjadinya
komplikasi.
d) Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.
e) Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya penyimpangan.
Rasional: Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari
Tujuan: mempertahankan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil:
a) Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
Intervensi:
a) Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol yang ada.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah
ketidakseimbangan.
b) Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output, penggunaan
pemanas dan jumlah fendings.
Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien, penggunaan
pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
a) Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai.
b) Bising usus 8 x/menit
c) Mencapai kadar gula darah normal.
d) Mencapai keseimbangan intake dan output.
e) Bebas dari adanya komplikasi Gl.
f) Lingkar perut stabil.
g) Pola eliminasi nonnal
Intervensi:
a) Timbang helat badan tiap hari.
Rasional: Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan.
b) Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.
Rasional: Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori secara
parsiasif.
c) Monitor adanya hipoglikemi.
Rasional: Masukkan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam
darah.
d) Monitor adanya komplikasi GI:
(1) Disstres
(2) Konstipasi / diare.
(3) Frekwensi muntah
Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan
intake dan output.

6. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder
dari situasi krisis pada bayi
Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding
antara orangtua dan infant
Kriteria hasil :
a) Ibu tidak menangis
b) Ibu tidak cemas
c) Ibu klien mengatakan kapan anaknya bisa pulang

Intervensi:
a) Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan
dan penggunaan koping mekanisme
Rasional : Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan
membangun strategi koping yang efektif
b) Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal
tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit
intensive, prosedur dan pengobatan infant
Rasional : Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya
sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta
mengurangi tingkat kecemasan
c) Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi
perkembangan infant
Rasional : Informasi dapat mengurangi kecemasan
d) Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut
terlibat dalam perawatan anaknya
Rasional : Memfasilitasi proses bounding
e) Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas
Rasional : Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat,
serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada
anaknya.

Daftar Pustaka

Yuliani, Rina dan Suriadi.2001.Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta:CV SAGUNG


SETO
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1985.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilm Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
https://www.academia.edu/7248362/ASKEB_BBL_GAWAT_NAFAS
http://tiaraaskep.blogspot.co.id/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-rds.html
http://sitisangadah25.blogspot.co.id/2014/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-rds.html
http://adoen-berbagiilmu.blogspot.co.id/2012/04/rds-respiratiry-distress-syndrome.html
http://puputsilumut.blogspot.co.id/2014/03/rds-respiratory-distress-syndrome_6.html

Anda mungkin juga menyukai