Anda di halaman 1dari 24

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN ALUR PIKIR

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Irfan B 401 06 075, dengan judul Kinerja

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Fungsi Legislasi Di Kabupaten Buol.

Yang ingin diketahui dari penelitian tersebut ialah untuk memperoleh gambaran

tentang kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan

fungsi legislasi di Kabupaten Buol. Irfan menggunakan teori dari Dwiyanto yang

membagi empat indikator dalam mengukur suatu kinerja, yaitu produktivitas,

kualitas layanan responsivitas dan akuntabilitas. Adapun pada penelitian tersebut

Irfan menggunakan tipe penelitian deskriptif dan dasar penelitian kualitatif.

Dalam penelitian tersebut Irfan menggunakan Purposive dan snowball sampling

dalam teknik pengambilan sampelnya, dan teknik pengumpulan data Irfan

menggunakan teknik Studi pustakaan dan penelitian lapangan.

Dari hasil penelitian tersebut Irfan berkesimpulan bahwa kinerja Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Buol dilihat dari beberapa indicator

sudah baik tetapi belum optimal seperti dalam indicator produktivitas, kualitas

pelayanan, akuntabilitas dan pembahasan rancangan perda.

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Abdillah Amja B 401 06 060,

dengan judul Analisis kinerja pemerintah daerah dalam pemberdayaan petani

rumput laut di desa samarengga kecamatan menui kepulauan kabupaten morowali.

Penelitian tersebut Abdillah ingin mengetahui bagaimana kinerja pemerintah


10

daerah dalam pemberdayaan petani rumput laut di desa samarengga dan juga

ingin mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat kinerja

pemerintah daerah tersebut dalam pemberdayaan petani rumput laut di desa

samarengga. Dalam penelitian tersebut Abdillah menggunakan teori dari

Dwiyanto dalam mengukur bagaimana kinerja pemerintah daerah tersebut dalam

pemberdayaan petani rumput laut di desa samarengga. Dasar penelitian dalam

penelitian Abdillah adalah penelitian survey, dengan tipe penelitian deskriptif

dengan pendekatan analisis kualitatif yang didukung tabel atau presentase, dan

dalam teknik pengumpulan data Abdillah menggunakan teknik penelitian pustaka

dan penelitian lapangan melalui observasi, wawancara dan lembar kuesioner.

Dari hasil penelitian Abdillah tersebut diketahui bahwa kinerja pemerintah

daerah dalam pemberdayaan petani rumput laut di desa samarengga berada dalam

kategori kurang baik, adapun yang menjadi faktor pendukung adalah adanya areal

usaha tani rumput laut yang cukup luas dan tingginya etos kerja yang dimiliki

petani rumput laut. Dan penghambatnya adalah kurangnya SDM para petani

rumput laut, kurangnya modal usaha yang dimiliki oleh pembudidaya sehingga

mereka tidak bisa mengembangkan usahanya dan pemasaran hasil rumput laut.
11

Tabel 1.
Perbandingan Penelitian Tredahulu dan Penelitian penulis
Nama / Judul Metode Penelitian
Teori
Stb. Penelitian

Irfan Kinerja Dewan Menggunakan teori


B 401 06 075 Menggunakan tipe
Perwakilan Dwiyanto yang
penelitian deskriptif dan
Rakyat Daerah membagi empat
dasar penelitian kualitatif.
Dalam Fungsi indokator dalam
Dalam penelitian tersebut
Legislasi Di mengukur suatu
Irfan menggunakan
Kabupaten Buol kinerja, yaitu:
Purposive dan snowball
1. produktivitas,
2. kualitas layanan sampling dalam teknik
3. responsivitas dan
4. akuntabilitas. pengambilan sampelnya,

dan teknik pengumpulan

data Irfan menggunakan

teknik Studi pustakaan

dan penelitian lapangan.

Menggunakan teori
Abdillah Analisis kinerja Dasar penelitian dalam
Dwiyanto yang
Amja 401 pemerintah daerah penelitian Abdillah adalah
membagi empat
06 060 dalam penelitian survey, dengan
indokator dalam
pemberdayaan tipe penelitian deskriptif
mengukur suatu
petani rumput laut dengan pendekatan
kinerja, yaitu:
di desa analisis kualitatif yang
12

samarengga 1. produktivitas, didukung table atau


2. kualitas layanan
kecamatan menui 3. responsivitas dan presentase, dan dalam
4. akuntabilitas.
kepulauan teknik pengumpulan data

kabupaten Abdillah menggunakan

morowali teknik penelitian pustaka

dan penelitian lapangan

melalui observasi,

wawancara dan lembar

kuesioner.

Peneliti menggunakan
Fadly Analisis kinerja Penulis menggunakan
pendekatan Kualitatif
B 401 09 096 aparatur dalam teori Dwiyanto
dalam pengambilan
meningkatkan dengan indikator:
data penelitian.
pelayanan di 1. Produktivitas Teknik pengumpulan
2. Kualitas
kantor camat data melalui
Layanan
batudaka 3. Responsivitas Observasi, Wawancara
4. Akuntabilitas
kabupaten tojo 5. Responsibilitas dan dokumentasi.
una-una

Berdasarkan gambaran tabel terlihat bahwa perbedaan antara penelitian

yang akan dilakukan oleh penulis dengan kedua penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Irfan dan Abdillah, perbedaan itu dari lokasi tempat penelitian dan

subjek penelitian. Adapun persamaan Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
13

dengan kedua penelitian terdahulu tersebut ialah terletak pada sama-sama ingin

mengetahui tentang kinerja suatu badan pemerintah dan teori yang digunakan

yaitu menggunakan teori dari Dwiyanto (2006). Selain itu, pada penelitian yang

dilakukan oleh penulis dan penelitian yang dilakukan oleh kedua penelitian

terdahulu tersebut sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dalam

pelaksanaan penelitian.

2.1.2 Landasan Teori Dan Kepustakaan Yang Relevan


2.1.2.1 Konsep Kinerja

Saat ini Organisasi Pemerintahan seperti Kecamatan menghadapi banyak

tantangan dari lingkungan masyarakat. Perubahan-perubahan terjadi begitu sangat

cepat dan kadang-kadang tidak dapat diduga. Perubahan-perubahan ini antara lain

dalam bidang social, politik, ekonomi, teknologi, dan persaingan. Perubahan ini

mengharuskan organisasi untuk mengubah semua kebiasaan yang sudah dilakukan

selama ini untuk menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dan untuk mencapai

sasaran yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru dalam

mengevaluasi kinerja individu dalam organisasi tersebut.

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Secara

etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari

kata dasar kerja yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula

berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan

jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia disingkat LAN-RI (1999:3),

merumuskan kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan


14

suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,

dan visi organisasi. Konsep kinerja yang dikemukakan LAN-RI lebih

mengarahkan kepada acuan kinerja suatu organisasi public yang cukup relevan

sesuai dengan strategi suatu organisasi yakni dengan misi dan visi yang lain yang

ingin dicapai.

Pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2001:67) adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan

kepadanya. Selanjutnya Prawirosentono (1999:2) menyatakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau sekelompok

pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

tanggungjawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral

dan etika.

Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2003:309), kinerja merupakan suatu

fungsi dari motivasi dan kemampuan. Kinerja juga diartikan lain oleh Hani

Handoko (2000:135) dia berpendapat bahwa kinerja adalah proses melalui mana

oraganisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.

Kinerja bisa diketahui jika individu atau kelompok individu tersebut

mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Criteria keberhasilan ini

bisa berupa tujuan-tujuan dan target-target tertentu yang hendak ingin dicapai.

Tanpa tujuan dan target, kinerja seseorang atau organisasi tidak akan mungkin

dapat diketahui karena tidak adanya acuan untuk mengukurnya.


15

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas

atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta

sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam

jangka waktu tertentu.

Harbani Pasolong (2013:198) berpendapat bahwa kinerja mempunyai

beberapa elemen yaitu:

1. Hasil kerja dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti

kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri

atau kelompok.
2. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang

dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan

kekuasaan untuk ditindaklanjuti, sehingga pekerjaan dapat dilakukan

dengan baik.
3. Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam

melaksanakan tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti

aturan yang ditetapkan.

Setiap organisasi baik negeri maupun swasta pasti mengharapkan agar

orang-orang didalamnya memiliki kinerja yang baik supaya dapat mendukung

pencapaian sasaran organisasi. Selain itu, banyak faktor yang mempengaruhi

kinerja organisasi, baik publik maupun swasta. Secara detail Ruky dalam Hessel

Nogi (2005:180) mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung

terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :


16

a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang

digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa yang dihasilkan oleh

organisasi, semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan

semakin tinggi kinerja organisasi tersebut ;


b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi ;
c. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan

ruangan, dan kebersihan ;


d. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada

dalam organisasi yang bersangkutan;


e. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi

agar bekerja sesuai dengan standard dan tujuan organisasi;


f. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,

imbalan, promosi, dan lain-lainnya.

Untuk pencapaian setiap tujuan suatu organisasi sangat berpengaruh pada

perilaku dan sikap pemimpin dan aparatur, sehingga diperlukan suatu pemimpin

dan aparatur yang memiliki kinerja yang berkualitas, karena pemimpin dan

aparaturnyalah yang merupakan actor penggerak mekanisme suatu organisasi.

Yeremias T. Keban (2004:203) untuk melakukan kajian secara lebih mendalam

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja di

Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut :

a. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan

penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai

secara subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan

hukum yang mengatur atau mengendaikan perbuatan tersebut.


b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan

proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main


17

menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang

digunakan dalam system penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam

manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian manajemen

sumber daya manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan system

penilaian kinerja.
c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu

organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut

masih berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias

kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga

prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan.


d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi public terhadap

pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan

komitmen yang tinggi terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para

penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukakan

penilaian secara tepat dan benar.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu

organisasi. Namun secara garis besarnya, faktor yang sangat dominan

mempengaruhi kinerja organisasi adalah faktor internal (faktor yang datang dari

dalam organisasi) dan faktor eksternal (faktor yang datang dari luar organisasi).

Setiap organisasi akan mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda karena pada

hakekatnya setiap organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing

sehingga permasalahan yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada

faktor internal dan eksternal organisasi.

2.1.2.2 Penilaian Kinerja


18

Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang

digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan

dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Menurut

Dwiyanto (2006:49) penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup dilakukan

dengan menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi

dan efektivitas, tetapi juga harus dilihat dari indikator-indikator yang melekat

pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan

responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting

karena birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi birokrasi public

seringkali bukan hanya memiliki stakeholder yang banyak dan memiliki

kepentingan yang sering berbenturan satu sama lainya menyebabkan birokrasi

publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya,

ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholder juga berbeda-beda.

Pengertian penilaian kinerja (prestasi kerja) oleh Malayu Hasibuan

(2000:86) didefinisikan sebagai berikut :

1. Penilaian kinerja (prestasi kerja) adalah kegiatan manajer untuk

mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan

kebijaksanaan selanjutnya.
2. Penilaian kinerja (prestasi kerja) adalah menilai resiko hasil kerja nyata

dengan standard kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap

karyawan.

Kinerja menurut Andrew F. Sikula yang dikutip oleh Malayu Hasibuan

(2000 : 86) sebagai berikut :


19

Employee appraising is the systematic evaluation of a workers job

performance and potential for development. (Penilaian prestasi kerja adalah

evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh

karyawan dan ditujukan untuk pengembangan).

Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) dalam rangka

pengembangan sumber daya manusia mempunyai arti yang penting. Hal ini

mengingat bahwa kehidupan organisasi, setiap orang sebagai sumber daya

manusia ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan adil dari pimpinan orang

yang bersangkutan.

Menurut S.P.Siagian dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia

(2000:225) yang dimaksud dengan penilaian prestasi kerja adalah;

Suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai

dimana terdapat berbagai faktor, yaitu :

1. Yang dinilai adalah manusia yang disamping memiliki kemampuan

tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.


2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang

realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang

ditetapkan dan diterapkan secara objektif.


3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai.
4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu seharusnya

terdokumentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian setiap orang

sehingga tidak informasi yang hilang, baik yang sifatnya

menguntungkan maupun merugikan pegawai.


5. Hasil penilaian prestasi kinerja setiap orang menjadi bahan

pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi


20

karyawan, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi

maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.

Kinerja dapat dikatakan sebagai gambaran dari pencapaian seseorang

dalam organisasi, mulai dari proses kerja hingga pada proses evaluasi kerja. Lebih

lanjut Mangkunegara (2001:75), membagi 4 indikator untuk mengukur sejauh

mana kinerja seseorang di dalam organisasinya, yaitu sebagai berikut :

1. Kualitas

Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan

mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.

2. Kuantitas

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja

dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan

kerja setiap pegawai itu masing-masing.

3. Kehandalan

Kehandalan kerja adalah seberapa jauh karyawan mampu

melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.

4. Sikap

Sikap kerja adalah kemampuan individu untuk dapat

melaksanakan pekerjaan yang sedang dilakukannya. Adapun aspek-

aspek psikologi yang termasuk didalamnya adalah :

a. Sistematika kerja, merupakan kemampuan individu untuk

melakukan kegiatan atau menyelesaikan pekerjaannya secara

sistematis.
21

b. Daya tahan kerja, adalah kemampuan individu untuk tetap

mempertahankan produktivitasnya tanpa kehilangan motivasi untuk

melakukan kegiatan kerja tersebut.


c. Ketelitian kerja, adalah kemampuan individu untuk melakukan

sesuatu dengan cara cepat, cermat serta teliti.


d. Kecepatan kerja, yaitu kemampuan individu untuk mengerjakan

suatu pekerjaan dengan batas waktu tertentu.


e. Keajegan kerja, adalah konsistensi dari pola atau irama dalam

bekerja.

Sedangkan Kumorotomo dalam Agus Dwiyanto (2006:52) mengemukakan

bahwa untuk menilai kinerja organisasi dapat digunakan beberapa kriteria sebagai

pedoman penilaian kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain :

1. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan

organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-

faktor produksi serta pertimmbangan yang berasal dari rasionalitas

ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas,

solvabilitas, dan rentabilitas merupakan criteria efisiensi yang sangat

relevan.

2. Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik

tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai,

misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan
22

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat

kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya

mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-

nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut

pemerataan pembangunan, layanan pada kelompok pinggiran dan

sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

4. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan

swasta, organisasi pelayanan public merupakan bagian dari daya

tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh

sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruahan harus dapat

dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya

tanggap ini.

Agus Dwiyanto (2006:50) mengukur kinerja birokrasi publik berdasar

adanya indikator yang secara lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi,

tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami

sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa

terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba

mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan


23

memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang

diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung semakin menjadi

penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak

pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul

karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang

diterima dari organisasi publik.

3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan,

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini

menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan

sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung

menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi

dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara

pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas

menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan

organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan

sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.


24

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan

organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi

yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit

maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu

ketika berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas
Akuntabilitas Publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan

dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat public yang

dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik

tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu

merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep dasar

akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar

kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak

masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat

dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau

pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai

dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat. Suatu kegiatan organisasi public memiliki akuntabilitas

yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai

dan norma yang berkembang dalam masyarakat.


25

Mengacu pada beberapa konsep teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli

diatas, peneliti melihat bahwa proses dalam pelaksanaan kerja sampai pada tahap

evaluasi kinerja sangat berperan dalam memacu kualitas Sumber Daya Manusia

yang ada dalam sebuah organisasi (baik pemimpin maupun para bawahannya).

Proses pengukuran kinerja organisasi merupakan hal mutlak yang harus dilakukan

bila ingin organisasi itu ingin maju.

2.1.2.3 Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan

undang-undang. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah provinsi, kabupaten/kota atau antara pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota, diatur dengan undang -undang dengan memperhatikan

kekhususan dan keragaman daerah. Selain itu Negara mengakui dan menghormati

satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan

pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas


26

pembantuan. Prinsip penyelenggaraan desentralisasi adalah otonomi seluas-

luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus semua

urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki

kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan,

peningkatan peranserta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan

pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Seperti disebutkan pada Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi;

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:

a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;


b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan kewenangannya; dan


o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kebijakan otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, secara eksplisit memberikan otonomi yang luas

kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan

dan kesejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah Daerah harus mengoptimalkan


27

pembangunan daerah yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Melalui

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah dan masyarakat di

daerah lebih diberdayakan sekaligus diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk

mempercepat laju pembangunan daerah.

Pembangunan daerah merupakan salah satu bagian dari pembangunan

nasional. Berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya

nasional memberi kesempatan di daerah untuk meningkatkan kinerja daerah untuk

mencapai kesejahteraan umum sebagai peningkatan asas demokrasi di

masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan untuk

menyelenggarakan pemerintahan daerah, seperti disebutkan pada Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 yang berbunyi sebagai berikut.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh

dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, peradilan dan evaluasi. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah

untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara

nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah.
28

Sejalan dengan hal tersebut, maka implementasi kebijakan otonomi daerah

telah mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun

kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu

perubahan yang sangat esensial yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan

fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam

kerangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam

kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah, Camat dalam

menjalankan tugasnya mendapat pelimpahan kewenangan dari dan bertanggung

jawab kepada bupati/wali kota.

Kecamatan adalah sebuah pembagian administratif negara Indonesia

dibawah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sebuah kecamatan dipimpin oleh

seorang camat dan dipecah kepada beberapa kelurahan/desa. Kecamatan

merupakan line office dari pemerintah daerah yang berhadapan langsung dengan

masyarakat dan mempunyai tugas membina desa/kelurahan. Kecamatan

merupakan sebuah organisasi yang hidup dan melayani kehidupan masyarakat.

Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintahan

di wilayah kecamatan, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati

melalui sekretaris daerah kabupaten atau kota. Camat diangkat oleh bupati atau

wali kota atas usul sekretaris daerah kabupaten atau kota terhadap Pegawai Negeri

Sipil yang memenuhi syarat, Seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 19

tahun 2008 tentang kecamatan pasal 24 yang berbunyi; Camat diangkat oleh

bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri


29

sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi

persyaratan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, terutama setelah

diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, maka Kepala Daerah perlu

dibantu oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan

pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu untuk

membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah maka

bupati sesuai dengan wewenangnya melimpahkan sebagian urusan otonomi

daerah dan tugas umum pemerintah kepada Camat sebagai perangkat daerah yang

memimpin wilayah Kecamatan. Wewenang , tugas dan kewajiban camat yaitu

menurut Bayu Suriyaningrat (1981:72), adalah:

a. Tugas hukum (law dunties)


b. Tugas departemen (departemental dunties)
c. Tugas daerah (local dunties)
d. Tugas social (social dunties).

Berkaitan dengan fungsi camat maka camat sebagai wakil pemerintah

dalam menjalankan pemerintahannya, yaitu mengkoordinir perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan serta membina kegiatan masyarakat disegala bidang

baik sosial, ekonomi maupun dibidang politik. Wasistiono (1992:55)

mengemukakan bahwa di tingkat kecamatan, camat adalah manajer puncak, oleh

karena itu camat juga menjalankan keempat fungsi manajemen secara berimbang.

Tanpa adanya dukungan pegawai yang memadai kualitas maupun kuantitasnya,

maka camat akan lebih banyak menghabiskan waktu dan pemikirannya

dibelakang meja menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis

administratif.
30

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, pada

Pasal 15 Ayat 1 Yang Mengatur Tentang Tugas Umum Camat yaitu sebagai berikut.

Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:

a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;


b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban

umum;
c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-

undangan;
d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan

umum;
e. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup

tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa

atau kelurahan.

Dengan begitu jelas bagaimana fungsi camat dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pemegang pemerintahan di kecamatan, tinggal bagaimana

strategi camat sebagai pemimpin wilayah kecamatan dalam meningkatkan kinerja

agar lebih baik lagi dalam proses pelaksanaan tugas serta fungsinya, demi

terwujudnya tujuan organisasi yang dipimpinnya.

2.2 Alur Pikir

Berdasarkan pemahaman konsep teori yang telah dikemukakan secara

sistematis diatas, maka penulis beranggapan bahwa untuk mengetahui kinerja

Camat batudaka
31

dalam Penyelenggaraan Pemerintahannya perlu adanya evaluasi kinerja

melalui beberapa indicator tentang kinerja seorang camat dalam pelaksanaan

pemerintahannya di kecamatan, Karena kualitas kinerja camat perlu mendapatkan

perhatian khusus karena camat merupakan bagian dari pemerintahan otonomi

daerah tingkat II, yang dimana camat dalam pelaksanaan pemerintahannya

mendapat pelimpahan sebagian wewenang dari pemerintah tingkat II. Selain itu,

camat dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat melalui pelayanan-

pelayanan yang diberikannya baik secara langsung maupun tidak langsung

(melalui bawahannya).

Untuk mengetahui bagaimana kinerja Camat Batudaka kabupaten tojo

una-una penulis menggunakan teori Agus Dwiyanto (2006) dalam mengukur

sejauh mana kunerja Camat tersebut. Penulis memilih menggunakan teori tentang

pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006) tersebut

karena dipandang sesuai, lebih tepat dan lebih mampu mengukur kinerja Camat

dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Batudaka Kabupaten Tojo

Una-una. Indikator pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto

(2006:50) meliputi lima indikator, yaitu produktivitas, kualitas layanan,

responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas sebagaimana yang dikemukakan

dapat dilihat pada gambar berikut:


32

Gambar 1. Alur Pemikiran

Kinerja Pemerintah Kecamatan Batudaka


Kabupaten Tojo Una-Una

Indikator Kinerja:
1. Produktivitas
2. Kualitas layanan
3. Responsivitas
4. Responsibilitas
5. Akuntabilitas
Agus Dwiyanto (2006:50)
Output
Peningkatan Kinerja

Anda mungkin juga menyukai