Anda di halaman 1dari 35

PENERTIBAN PENYELENGGARAAN

REKLAME CALON LEGISLATIF DPR/DPRD


OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
DI KABUPATEN GOWA PROVINSI SULAWESI
SELATAN
PROPOSAL SKRIPSI

.Diajukan guna pengembangan kompetensi


keilmuan terapan pemerintahan dan syarat
penyusunan skripsi pada Program Sarjana Sains
Terapan Pemerintahan pada Institut
Pemerintahan Dalam Negeri

oleh
ANDI DINA NOOR FITRIA RAHMAN
NPP. 31.0815

PROGRAM STUDI PRAKTIK PERPOLISIAN


TATA PAMONG
FAKULTAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2024
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Dalam hal ini, peneliti perlu mempelajari dan memahami penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan sebagai landasan dalam melaksanakan

penelitian. Hasil penelitian sebelumnya merupakan bentuk karya ilmiah

yang telah diteliti dan perlu untuk ditampilkan dengan tujuan untuk

membuktikan keaslian penelitian yang telah dilakukan. Penelitian

sebelumnya juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan di dalam

penelitian, tolak ukur dalam melaksanakan penelitian serta menjadi

perbandingan dalam hasil penelitian antara penelitian sebelumnya dan

penelitian yang akan dilakukan penulis ini. Penelitan sebelumnya yang

memiliki kesamaan pada penelitian dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No Nama Judul Metode Hasil
. Peneliti Penelitian Penelitian Peneltian
1 Christian Implementasi Menggunakan Implementasi Peraturan
Ryan Zola Peraturan Bupati metode deskriptif Tentang
(2020) Sleman Nomor dengan Penyelenggaraan
13.1 Tahun 2018 pendekatan Reklame Di Kabupaten
Tentang kualitatif. Teknik Sleman Masih Kurang
Penyelenggaraa pengumpulan data Baik dan Kurang Tepat
n Reklame dengan observasi Sasaran Karena
dan wawancara Kurangnya Sosialisasi
dan Masih Belum Tegas
Dalam Melakukan
Penegakan Peraturan
2 Nuzul, Analisis Menggunakan Pengawasan
Eka Kebijakan metode deskriptif pelaksanaan serta
Prayoga Pengawasan dengan penataan reklame belum
(2017) Terhadap pendekatan efektif karena kurangnya
Penyelenggaraa kualitatif. Teknik koordinasi antara
n dan Penataan pengumpulan data aparatur pengawas dan
Reklame di Kota dengan observasi kurangnya sikap
Semarang dan wawancara pengawas dilapangan
terhadap penindakan
pelanggaran reklame.

3 Arif Peran Satuan Menggunakan Pelaksanaan Penertiban


Ariyanto Polisi Pamong metode deskriptif Oleh Satuan Polisi
(2019) Praja Kota dengan Pamong Praja Masih
Samarinda pendekatan Kurang Optimal dan
Dalam Upaya kualitatif dimana Maksimal Karena
Penertiban data dikumpulkan Minimnya Pembiayaan
Baliho dengan Teknik Operasional Khususnya
overservasi dan Pada Lapangan.
wawancara

4 Dzikri Peranan Satuan Menggunakan Pelakasanaan Peran


Fadlillah Polisi Pamong metode deskriptif oleh Satuan Polisi
(2021) Praja Dalam dengan Pamong Praja Masih
Penertiban pendekatan Kurang Maksimal Seperti
Reklame Di kualitatif. Teknik Dalam Sarana dan
Kabupaten pengumpulan data Prasarana, SDM dan
Banyuwangi dengan observasi Sosialisasi Pada
Provinsi Jawa dan wawancara Lapangan.
Timur

5 Azizah Implementasi Menggunakan Pelaksanaan Kinerja


Ria Risti Kebijakan metode deskriptif Dalam Implementasi
Fauzi Peraturan dengan Kebijakan Memiliki
(2018) Daerah Nomor 4 pendekatan Faktor Penghambat
Tahun 2016 kualitatif. Teknik Internal dan Eksternal
Tentang pengumpulan data Seperti SDM, Kurangnya
Penyelenggaraa dengan observasi Pengetahuan dan
n Reklame Di dan wawancara Sarana Prasarana
Kota Malang

Sumber: Diolah oleh Penulis (2023)

Sesuai pada Tabel 2.1 menguraikan penelitian sebelumnya dan

yang akan dilaksanakan oleh peneliti (penulis) mendukung dalam penelitian

mengenai Penertiban Penyelenggaraan Reklame Calon Legislatif

DPR/DPRD Oleh Satpol PP di Kabupaten Gowa. Pada penelitian

sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh


penulis saat ini terdapat persamaan pada aspek yang diteliti, sehingga data

pada table diatas dengan penelitian penulis ada beberapa persamaan

seperti yang telah di uraikan pada table di atas dan memiliki persamaan

dalam pandangan penelitian.

Berdasarkan pada table 2.1 ditemukan persamaan pada penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. Didapatkan

beberapa seperti metode yang digunakan para penelitian sebelumnya

pada penelitian nomor 1 hingga nomer 5 yaitu persamaan dalam

menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan persamaan lainya

dapat dilihat pada dinas yang dijalankan atau yang membantu pemerintah

daerah dalam menertiban reklame yaitu sama sama menggunakan dinas

Satpol PP sesuai dengan daerah masing masing.

Penulis menggunakan beberapa penelitian sebelumnya yang telah

dicantumkan pada tabel 2.1 sebagai landasan dan pentunjuk dalam

melaskanakan studi penelitian tentang “Penertiban Penyelenggaraan

Reklame Calon Legislatif DPR/DPRD Oleh Satuan Polisi Pamong Praja Di

Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan”. Dalam penelitian ini, penulis

tidak hanya fokus terhadap masalah utama saja tetapi juga berusaha untuk

menerapkan dan menemukan solusi dengan prinsip nilai–nilai utama

lulusan IPDN dalam melaksanakan tugas kepamongprajaan.


2.2 Landasan Teoritis dan Legalistik

2.2.1 Landasan Teoritis

2.2.1.1 Penertiban

Penertiban terdiri dari akar kata “tertib” yang berarti suatu keadaan

atau tindakan yang tertata dan terlaksana secara rapi dan teratur sesuai

dengan aturan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004

tentang pedoman Polisi Pamong Praja, penertiban didefenisikan sebagai

suatu tindakan yang bertujuan guna menumbuhkan ketaatan warga

masyarakat agar tidak melanggar ketentraman dan ketertiban umum, serta

agar masyarakat dapat patuh terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan

Kepala Daerah. Dengan demikian, penertiban merupakan upaya untuk

menjaga keteraturan, ketertiban, dan kepatuhan terhadap peraturan dalam

suatu wilayah.

W.J.S Poerwadarminta memiliki pandangan bahwa tertib dapat

dipahami sebagai peraturan yang baik dan teratur. Sementara itu,

menertibkan merujuk kepada usaha guna menciptakan situasi dan kondisi

yang teratur sesuai dengan peraturan yang telah berlaku (Poerwadarminta,

2003). Dengan kata lain, tertib berarti mencerminkan keadaan yang teratur,

aman, dan sesuai dengan peraturan, dimana segala sesuatu akan berjalan

dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan

yang ada. Ini digarisbawahi pentingnya peraturan dalam menciptakan

ketertiban dan peraturan dalam masyarakat.


Pandangan dari (Widjajanti, 2000) menekankan bahwa

penertiban\dalam konteks pemanfaatan tata ruang merupakan kegiatan

atau usaha untuk memastikan bahwa penggunaan ruang sesuai dengan

rencana yang telah disusun atau ditetapkan sebelumnya. Penertiban dapat

dilaksanakan melalui dua bentuk, yaitu penertiban langsung dan penertiban

secara tidak langsung. Dimana penertiban langsung melibatkan

mekanisme penegakan hukum yang sesuai dengan peraturan dan

kebijakan yang berlaku. Sedangkan penertiban tidak langsung dapat

melibatkan sanksi atau disinsentif, seperti pengenaan retribusi secara

progresif maupun pembatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana

lingkungan.

Wibowo berpendapat bahwa tipe pengukuran itu dapat

diklasifikasikan berdasarkan sifatnya menjadi dua jenis utama, yaitu

pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran

langsung dapat terjadi apabila pengamat atau pihak yang melakukan

pengukuran secara langsung mengamati atau mengukur kinerja atau objek

yang sedang diamati. Sementara, pengukuran tidak langsung dapat

dilakukan jika pengamat tidak berinteraksi langsung dengan objek yang

sedang diamati dan hasil dari pengukuran tidak langsung ini dapat

dipengaruhi oleh cara pengguna alat atau sarana pengganti tersebut

(Wibowo, 2013).

Pada proses kegiatan penertiban dalam penyelenggaraan reklame

yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja terdiri atas:


Menertiban reklame yang lokasi penempatan pemasangan tidak sesuai

dengan peraturan atau kebijakan yang telah di atur dalam ketentuan;

Penertiban reklame yang melanggar serta belum membayar kontstribusi

atau pajak reklame dan tidak memiliki bukti pembayaran pajak; Menertiban

reklame yang tidak memiliki izin penyelenggaraan reklame.

2.2.1.2 Konsep Organisasi/Satuan Polisi Pamong Praja


Schein dan Ami Muhammad (2009:23) mendefenisikan organisasi

merupakan koordinasi rasional dan kegiatan beberapa individu untuk

mencapai tujuan bersama melalui pembagian kerja. Dalam pandangan ini,

organisasi lebih berfokus kepada aspek koordinasi, kerja sa ma yang

terstruktur, dan bagaimana pembagian tugas yang ada dalam organisasi.

Sedangkan Sobirin (2009:5) menyatakan bahwa organisasi didefiniskan

sebagai sekelompok individu yang bekerja sama agar dapat mencapai

tujuan bersama atau common goals. Defenisi ini lebih berfokus kepada

aspek kerjasama antara individu dalam mencapai tujuan bersama.

Defenisi-defenisi mengenai organisasi di atas dapat dijadikan acuan

untuk dapat mengulas atau membahas mengenai Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) dan dapat menganalisis bagaimana Satpol PP dapat

dijelaskan sebagai suatu organisasi pada pemerintahan daerah.

Pada tanggal 3 Maret 1950 merupakan tanggal didirikannya Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Yogyakarta, dimana sebelumnya ia

didirikan dengan nama Polisi Pamong Praja. Setelah kemerdekaan Negara

Indonesia, pemerintah setempat Yogyakarta membentuk Satuan Polisi


Pamong Praja yang bertujuan agar dapat menjaga keamanan serta

ketertiban untuk masyarakat. Adanya Satuan Polisi Pamong Praja

memberikan dampak yang besar dalam membantu Kepala Daerah dalam

pembinaan, ketertiban dan penegakan peraturan daerah. Sesuai yang

tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 255 ayat

(1) yang menyatakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk

menegakkan Perda dan Pperkada, menyelenggarakan ketertiban umum

dan ketentraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat


Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dalam ruang lingkup

pemerintahan daerah, Satuan Polisi Pamong Praja telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP). Satpol PP berperan sebagai bagian dari

Pemerintah Daerah yang memiliki tanggung jawab untuk menegakkan

peraturan daerah dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh kepala daerah

setempat, Satpol PP memiliki peran aktif dalam mewujudkan ketertiban dan

ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Hal ini untuk menciptakan

kenyamanan dan stabilitas pada suatu daerah yang dapat menunjang

kegiatan masyarakat tanpa takut akan adanya hambatan yang terjadi.

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai organisasi dan Satuan

Polisi Pamong Praja, peneliti menarik kesimpulan bahwa Satuan Polisi

Pamong Praja merupakan salah satu organisasi pemerintahan daerah yang

memiliki peran aktif dalam proses penertiban reklame calon legislatif

DPR/DPRD di Kabupaten Gowa agar penertiban mejadi lebih efektif dan

optimal.

2.2.1.3 Reklame

Djaslim Saladin (2003:21) berpendapat bahwa reklame umumnya

dipasang dengan berbagai media seperti papan, spanduk, poster, leaflet,

baliho, papan nama, brosur, dan tempat-tempat terbuka atau umum.

Persamaannya adalah bahwa semua jenis media ini memiliki fungsi dan

tujuan yang hampir sama dalam konteks promosi atau komunikasi informasi

kepada khalayak.
Reklame ialah benda, alat, atau media yang menurut bentuk,

susunan, dan corak ragamnya, digunakan untuk tujuan komersial. Reklame

dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau

mempromosikan suatu baranag, jasa, atau orang. Reklame ditempatkan

atau dapat dilihat, dibaca, atau didengarkan dari suatu tempat, kecuali jika

diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan kata lain, reklame digunakan

sebagai sarana atau media yang digunakan untuk tujuan komesial seperti

memasarkan suatu produk maupun jasa, dan biasanya ditempatkan di

tempat-tempat umum agar bisa dilihat, dibaca, atau didengarkan oleh

masyarakat luas.

Reklame dengan iklan berbeda, yang menjadi perbedaan antara

keduanya ialah isi dalam kontennya. Iklan berisi konten yang memiliki

durasi yang lebih lama dan detail tentang barang atau jasa yang

dipromosikan sedangkan reklame berisi konten yang lebih singkat dan

mudah dipahami. Terdapat perbedaan lainnya yaitu reklame biasanya

menampilkan visual berupa seni grafis yang dapat menarik perhatian

peminatnya

Reklame kini lebih banyak diminati oleh calon legislatif DPR/DPRD

dalam mendukung kampanye yang bertujuan untuk mempromosikan diri

mereka sebegai salah satu calon wakil rakyat. Reklame dianggap sebagai

media iklan ruang yang terbuka sebab lebih efektif dan efisien pada saat

mempromosikan kepada mayarakat dan juga tidak ada pungutan biaya

untuk melihat dan untuk memahami. Sehingga media reklame biasanya


ditempatkan di ruangan terbuka seperti sepanjang jalan utama, tempat-

tempat ramai, tempat tempat yang letaknya strategis sehingga mudah

terlihat secara umum.

2.2.2 Landasan Legalistik

2.2.2.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang


Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah adalah hukum yang mengatur organisasi serta tata cara

pemerintahan pada tingkat daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

tercantum bahwa pemerintah pusat yang diwakili oleh Presiden Republik

Indonesia merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di pemerintahan.

Namun, undang-undang ini berisi wewenang yang diberikan kepada

pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur daerahnya sendiri.

Pemerintah pusat memberikan otonomi kepada pemerintah daerah

untuk dapat mengelola urusan wilayahnya sendiri, sesuai dengan prinsip

otonomi daerah yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Asas Otonomi adalah prinsip dasar yang

diterapkan dalam pelaksanaan pemerintahan dengan berlandaskan

otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah telah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewajiban dalam

melaksanakan semua urusan pemerintahannya sendiri akan tetapi tetap

berpacu pada landasan dengan peraturan perundang undangan. Tertuang


di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 12 ayat (1)

dijelaskan bahwa: “Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan

Pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) salah

satunya yaitu “Ketentraman masyarakat, Ketertiban Umum dan

Perlindungan masyarakat”.

Pelaksanaan pelayanan dasar oleh pemerintah daerah berupa

Ketentraman masyarakat, Ketertiban Umum dan Perlindungan masyarakat

sehingga pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota membuat

suatu formasi menjadi Satuan Polisi Pamong Praja. Undang Undang No 23

Tahun 2014 didalam Pasal 255 ayat (1) menjelaskan bahwa “Satuan polisi

pamong praja dibentuk guna dapat menegakkan Perda dan Perkada,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta

menyelenggarakan pelindungan masyarakat”.

Didalam pasal 255 ayat (2) menguraikan beberapa kewenangan

yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja menjelaskan bahwa Satuan

polisi pamong praja memiliki kewenangan (a) memberikan tindakan

penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan

hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; (b)

menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

(c)memberikan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang terduga telah melakukan tindakan

pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; (d) memberikan tindakan


administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum

yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.

Uraian diatas menjadi landasan, dalam pelaksanaan urusan

pemerintahan wajib Pelayanan Dasar terkait Ketentraman masyarakat,

Ketertiban Umum dan Perlindungan masyarakat pada daerah otonom.

Maka dari itu, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota membentuk

Satuan Polisi Pamong Praja, dimana satpol pp mempunyai tugas dan

kewajiban yang telah ditetapkan oleh daerah untuk menegakkan perda dan

perkada, berperan sebagai penyelenggara ketertiban umum dan

ketentraman, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat. Satpol

PP tidak hanya memiliki tugas dan kewajiban saja, namun Satpol PP juga

memiliki kewenangan dalam pelaksanaan tugas.

2.2.2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang


Satuan Polisi Pamong Praja
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 merupakan regulasi

yang mengatur tentang Satuan Polisi Pamong Praja di Indonesia. Peraturan

pemerintah ini digunakan sebagai dasar hukum dan standar operasional

dalam pelaksanaan tugas pokok dan wewenang Satuan Polisi Pamong

Praja. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi

Pamong Praja pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa “ Satuan Polisi

Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah perangkat

daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan

Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman

serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat”.


Satuan Polisi Pamong Praja memiliki fungsi yang diatur di dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 pada pasal 6 menyebutkan

bahwa “Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki fungsi dalam

penyusunan program pelaksanaan kebijakan dan koordinasi dalam

penegakan perda dan perkada, serta pengawasana terhadap masyarakat,

aparatur, dan badan hukum pelaksanaan fungsi berdasarkan tugas yang

diberikan oleh kepala daerah dengan ketentuan regulasi”.

Dengan uraian diatas, memberikan gambaran tentang fungsi dan

peran dari Satuan Polisi Pamong Praja. Fungsi Satpol PP yaitu sebagai

pengayom masyarakat untuk memberikan pengawasan, bimbingan, dan

penegakan peraturan daerah untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban,

serta memberikan perlindungan kepada masyarakat sehingga membuat

suasana daerah yang tertib dan bersih. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilaksanakan oleh penulis dalam menertibkan reklame calin legislatif

DPR/DPRD agar dapat menjadikan daerah terhindar dari segala macam

bentuk ancaman dan hambatan yang memberikan dampak kurangnya

kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat. Sehingga terjadi korelasi

yang baik antara pemerintahan dan masyarakat.

2.2.2.3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia


Nomor 26 Tahun 2020 Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketentraman Mayarakat Serta Perlindungan
Masyarakat
Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat daerah yang dibentuk

guna menegakkan peraturan daerah, peraturan kepala daerah ,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman serta


penyelenggaraan perlindungan masyarakat dan Satpol PP ditempati oleh

Pegawai Negeri Sipil dan memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab

sesusai dengan peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang diselenggarakan di

Provinsi maupun daerah Kabupaten atau Kota. Penyelenggaraan

Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat seperti yang tercantum

dalam ayat (1) dan ayat (2), yaitu: a. deteksi dan cegah dini; b. pembinaan

dan penyuluhan; c. patroli; d. pengamanan; e. pengawalan; f. penertiban;

dan g. penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa.

Pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan Ketertiban Umum dan

Ketentraman Masyarakat yang dilakukan oleh Satlinmas dan Satpol PP

sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2), harus dilengkapi: a. surat

perintah; dan b. peralatan dan perlengkapan. Maka, Satpol PP dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak dapat dilakukan jika tidak

memiliki surat perintah maupun peralatan dan perlengkapan, hal ini

dilakukan agar setiap yang terjadi dapat dipertanggungjawabkan.

2.2.2.4 Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2


Tahun 2021 Tentang Penyelenggaran Ketentraman dan
Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2021

memiliki maksud dan tujuan dalam penetapan peraturan tersebut, sesuai

yang tercantum dalam pasal 12 ayat (2) menjelaskan bahwa “mencoret,

mengotori, merusak, menulis, melukis atau menggambar, memasang atau

menempel iklan, reklame di dinding atau tembok, jembatan lintas, jembatan

penyebrangan, halte dan sarana umum lainnya”.


Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun

2021 Tentang Penyelenggaran Ketentraman dan Ketertiban Umum serta

Perlindungan Masyarakat menekankan bahwa pemasangan reklame yang

tidak sesuai aturan termasuk melanggar aturan tata tertib sebagaimana

yang tercantum dalam pasal 12 tentang tentram dan tertib lingkungan.

Penyelenggaraan reklame secara sembrono dianggap dapat menganggu

dan merusak lingkungan sehingga menganggu kenyamanan dan ketertiban

masyarakat.

Apabila penyelenggaraan reklame di Kabupaten Gowa tidak

mematuhi peraturan dan kebijakan yang berlaku, maka Satuan Polisi

Pamong Praja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban dalam

menegakkan peraturan daerah dan kebijakan kepala daerah berhak untuk

melaksanakan penertiban reklame untuk menjaga ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat.
2.2.2.5 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun
2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 dalam

pasal 34 ayat (2) Tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pemilu di

Tempat Umum menyebutkan alat peraga Kampanye Pemilu sebagaimana

dimaksud antara lain: a. reklame; b. spanduk; atau c. umbul-umbul. Dalam

pasal 34 ayat (3) dijelaskan bahwa “ Desain dan materi pada alat peraga

Kampanye Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit memuat visi, misi, program, dan/ atau citra diri Peserta Pemilu”.

Lokasi pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu sebagaimana

dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) ditetapkan bahwa: a. Keputusan KPU

Provinsi untuk Kampanye Pemilu di wilayah provinsi; dan b. Keputusan

KPU Kabupaten/ Kota untuk Kampanye Pemilu di wilayah Kabupaten/ Kota.

Lokasi pemasangan reklame ditetapkan setelah berkoordinasi dengan

pemerintah daerah.

Pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 36 ayat (5) dilakukan dengan “mempertimbangkan etika,

estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau Kawasan setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan”. Dalam pasal 36 ayat (6) kembali

dijelaskan “pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu tempat yang

menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus mendapatkan izin

dari pemilik temapt tersebut”.


Alat peraga Kampanye Pemilu tidak dapat dipasang di tempat-

tempat tertentu seperti yang tercantum dalam pasal 71 ayat (1) yaitu: a.

tempat ibadah; b. rumah sakit atau tempat pelayanan Kesehatan; c. tempat

pendidikan; d. gedung milik pemerintah; e. fasilitas tertentu milik

pemerintah; f. fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum”.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 ini

digunakan sebagai dasar hukum oleh Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Gowa dalam menertibkan reklame calon legislatif DPR/DPRD

yang tidak sesuai dengan ketentuan alat peraga Kampanye Pemilu yang

telah dijelaskan diatas. Apabila terdapat reklame sebagai alat peraga

Kampanye yang tidak sesuai dengan peraturan Kampanye Pemilu dan

Peraturan Daerah, maka Satuan Polisi Pamong Praja berhak untuk

melakukan penertiban terhadap reklame tersebut sebagai bentuk dalam

menjalankan tugas pokok dan fungsi Satpol PP yaitu menegakkan

peraturan daerah dan menjaga ketertiban umum serta ketentraman

masyarakat.

2.3 Kerangka Pemikiran


Dalam pelaksanaan penelitian, penulis membutuhkan kerangka

pemikiran yang berguna sebagai landasan konseptual agar dalam

penelitian dapat menentukan rumusan masalah penelitian, tujuan, hipotesis

dan metodelogi penelitian. Sugiyono (2011:12) berpendapat bahwa model

konseptual terhadap teori yang berkaitan dengan faktor yang sebelumnya

telah diidentifikasi sebagai kontruksi pemahaman seluruh penelitian dari

awal hingga akhir. Maka dari itu, kerangka berpikir ialah sebuah paham

yang menjadi dasar pemahaman lainnya, sebuah pemahaman jadi menjadi

dasar untuk pemikiran dalam proses penelitian yang dilaksanakan.

Penelitian ini berjudul “Penertiban Reklame Calon Legislatif DPR/DPRD

oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi

Selatan”. Secara general kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat

pada gambar 2.1 di bawah ini:


Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

PENERTIBAN REKLAME CALON


LEGISLATIF DPR/DPRD DI
KABUPATEN GOWA PROVINSI
SULAWESI SELATAN

REGULASI YANG BERKAITAN DENGAN PERAN


SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM
PENERTIBAN REKLAME DI KABUPATEN
Teori Penertiban
PEMALANG
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun Widjajanti Retno
2014 Tentang Pemerintah Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi 1. Penertiban Secara
Pamong Praja Langsung
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2. Penertiban Secara Tidak
2020 Tentang Penyelenggaraan
Ketertiab Umum, Ketentraman Langsung
Masyarakat Serta Perlindungan
Masyarakat
4. Peraturan Daerah Sulawesi Selatan
Nomor 2 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaran Ketentraman dan
Ketertiban Umum serta
Perlindungan Masyarakat
5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 15 Tahun 2023 Tentang
Kampanye Pemilihan Umum

Penertiban Reklame
Calon Legislatif
Faktor Pendukung DPR/DPRD Oleh Satuan Fakto Penghambat
Pelaksanaan Polisi Pamong Praja pelaksanaan
Penertiban Dengan Baik Dan Tertib Penertiban

Kabupaten Gowa Bersejarah,


Bersih, Sejahtera, Rapi, Aman
dan Hijau

Sumber: Diolah Penulis,2023


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Metode penelitian merupakan sebuah pedoman yang diterapkan

guna mendapatkan data berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Saat

melaksanakan penelitian, harus memperhatikan aspek-aspek sesuai

dengan permasalahan pada data yang akan diteliti dan membutuhkan

metode yang sesuai dengan kegiatan penelitian sehingga penelitian dapat

terlaksanakan dengan baik dan lancar, agar tujuan atau permasalahan

yang dibahas dalam penelitian dapat diperoleh pada kegiatan penelitian

tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian, cara ilmiah wajib memenuhi

kriteria rasional, empiris, dan sistematis. Rasionalitas berlandaskan dengan

hasil penalaran manusia dalam melaksanakan penelitian, sedangkan

empiris adalah observasi akan fenomena yang ada dalam kehidupan.

Sistematis maksudnya nadalah pelaksanaan penelitian dilakukan dengan

langkah-langkah dan strategi yang telah tersusun dengan baik.

Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif sebab metode ini

dapat memberikan sketsa yang tepat mengenai peristiwa yang terjadi di

lapangan selama proses penelitian. Penelitian awal yang dilakukan oleh

peneliti di lapangan, menjadi dasar latar belakang masalah penelitian.

Marshal (dalam sugiyono, 2011:13) menjelaskan bahwa kualitatif

merupakan suatu proses yang berupaya untuk bisa memperoleh

pemahaman yang lebih baik dan kompleks dalam proses interaksi manusia.
Penelitian kualititatif memperoleh data yang sifatnya deskriptif, seperti

observasi dan wawancara. Sugiyono (2011:4) menjelaskan bahwa metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif merupakan proses

penelitian dengan tujuan agar memperoleh pemahaman mengenai suatu

fenomena sosial yang dialami oleh objek peneltian. Pada penelitian ini,

peneliti membuat gambaran yang tajam dengan melakukan analisis

terhadap laporan yang diperoleh dari informan mengenai kejadian yang

terjadi.

Berlandaskan dengan beberapa pendapat ahli di atas, penulis

menarik kesimpulan bahwa penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan

metode penilitian kualitatif yaitu metode deskriptif kualitatif yang terfokus

menurut Sugiyono dianggap tepat karena permasalahan yang akan

dibahas menjadi objek yang alamiah yaitu objek yang asli tanpa campur

tangan peneliti dan peneliti tidak terlalu mempengaruhi dinamika objek yang

diteliti. Pengumpulan data dan permasalahan dengan cara gabungan

mendeskripsikan dengan alur yang jelas, baik dan data yang diolah tidak

bisa dimanipulasi yang menghasilkan kesimpulan dari penelitian ini.

3.2 Operasional Konsep

Dalam penelitian Operasionalisasi konsep mempermudah peneliti

dalam membahas permasalahan penelitian ini. Operasional konsep adalah

suatu proses pengolahan konsep-konsep yang berasal dari variabek

penelitian. Operasional konsep tersusun atas bagian-bagian penting dalam

penelitian yang membutuhkan penjelasan. Secara umum, operasional


konsep bersifat rinci, spesifik,tegas dan pasti yang mendeskripsikan

karakteristik variabel-variabel penelitian dan dan bagian-bagian yang

dianggap penting. Variabel tersebut yang akan diteliti diartikan ke dalam

bentuk bagan-bagan yang mempermudah untuk memahaminya atau biasa

disebut dengan indicator. Maka dari itu, dapat ditentukan yang menjadi

fokus utama yang berkaitan dan jelas sehingga peneliti dapat memperoleh

suatu keputusan yang benar tentang data-data yang akan digunakan.

Tabel 3.1
Operasionalisasi Konsep Penelitian
No Judul Konsep Dimensi Indikator

1. Penegak Hukum

Penertiban 2. Pelaksanaan dan

Secara Mekanisme
Penertiban
Langsung Penertiban
Reklame Oleh

Satuan Polisi
Penertiban 1. Regulasi
Pamong Praja Di
Widjajanti 2. Pengenaan
Kabupaten
Retno Retribusi
Pemalang Penertiban
3. Pembatasan
Provinsi Jawa Secara Tidak
Sarana dan
Tengah Langsung
prasarana

4. Sanksi

administrative

Sumber: Diolah oleh penulis, (2023)


3.3 Sumber Data dan Informan

3.3.1 Sumber Data

Sumber data merupakan bagian penting dalam menemukan dan

memperoleh informasi pada penelitian. Arikunto (2006:129) menjelaskan

bahwa sumber data pada penelitian berlandaskan pada topik asal mula

data tersebut didapatkan. Sejalan dengan pendapat Samsu (2017:95)

bahwa sumber data didasarkan pada klasifikasi informasi yang diperoleh

oleh peneliti dari subjek penelitiannya dan darimana asal informasi tersebut.

Menurut Sugiyono (2013:225) dalam penelitian terdapat dua sumber

data yang terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini memiliki 2 macam

yaitu:

a. Data Primer

Data primer dapat diperoleh dengan mencari data langsung yang

didapatkan dari subjek penelitian. Data primer merupakan pengambilan

data dengan menerapkan instrument observasi, wawancara, catatan

lapangan dan dokumen. Data ini berfungsi untuk mendapatkan jawaban

dari pertanyaan permasalahan yang menjadi fokus peneliti. Dalam

penelitian ini data primernya berupa hasil wawancara berupa catatan dan

hasil observasi yang langsung dilaksanakan di lapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan mencari sumber data yang tidak langsung

kemudian diberikan kepada pengumpul data misalnya dengan perantara


orang lain maupun melalui dokumen. Sumber data sekunder dalam

penelitian ini digunakan sebagai pendukung informasi yang diperoleh dari

sumber data primer berupa literatur, pustaka, penelitian terdahulu, buku,

koran, dan jurnal ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber yang sudah

menjadi berbagai bentuk tambahan informasi bagi penelitian agar

meningkatkan validitas temuan dalam penelitian.

3.3.2 Informan

Informan yang terlibat pada penelitian ini merupakan informan

sebagai pemberi informasi merupakan orang yang mempunyai dan

memberikan informasi sehubungan dengan latar belakang dari penelitian

dan kondisi yang ada tanpa adanya rekayasa. Sejalan yang disampaikan

oleh Arikunto (2010:188) bahwa informan merupakan orang memberikan

informasi. Dalam menentukan informan dapat menggunakan beberapa

cara seperti yang telah dijelaskan oleh Sugiyono (2019:288):

1. Purposive sampling merupakan teknik dalam memilih informan yang

mengetahui dan memahami permasalahan yang sedang terjadi

dengan tujuan agar data yang didapatkan dapat menguraikan

permasalahan yang terjadi dan dilandaskan dengan pertimbangan

tertentu.

2. Snowball sampling adalah suatu teknik dalam menentukan informan

dilakukan dengan cara menggali informasi dari satu atau dua orang

sesuai dengan kebutuhan informasi.


3. Accidental Sampling merupakan teknik pengumpulan data dengan

memilih informan dengan tidak sengaja, umumnya informan ini ialah

siapa saja yang berada di lokasi peneliti berada.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

purposive sampling dalam menentukan informan yang terlibat dalam objek

penelitian langsung. Hal ini bermaksud agar memperoleh informasi yang

tepat sesuai dengan tujuan penelitian, dan memastikan validitas data yang

diperoleh. Selain itu, peneliti juga menerapkan teknik accidental sampling

dalam menentukan informan yang ada di sekitar lokasi penelitian,

contohnya penyelenggara reklame dan masyarakat. Berikut merupakan

daftar informan yang diambil dalam penelitian ini:

Table 3.2
Daftar Informan Penelitian

No Intansi/ Jabatan Jumlah


1 Kepala Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Gowa 1

2 Kepala Bidang Ketertiban Umum dan


Ketenteraman Masyarakat 1

3 Kepala Seksi Penyidikan dan


Penindakan 1

4 Kepala Seksi Ketertiban dan


Ketentraman 1

5 Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Belum menentukan


Kabupaten Gowa kuantitas karena
menerapkan accidental
sampling
6 Penyelenggara Reklame Belum menentukan
kuantitas karena
menerapkan accidental
sampling
7 Masyarakat Belum menentukan
kuantitas karena
menerapkan accidental
sampling
Sumber: Diolah oleh penulis, (2023)

3.4 Instrument Penelitian

Instrumen penelitian menurut Arikunto (2010:193) adalah alat yang

bantu yang digunakan oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian agar

dapat memperoleh data sehingga mempermudah penelitian. Maka dari itu,

instrument penelitian sangat penting dalam mendukung peneliti untuk

memperoleh informasi.

Peneliti merupakan instrument inti atau menjadi kunci utama yang

berperan sebagai alat perekam informasi selama penelitian berlangsung

untuk mecapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian. Pada saat

berlangsungnya penelitian, peneliti membutuhkan alat pedukumg seperti

alat-alat untuk dokumentasi, perekam audio maupun visual, buku catatan,

dan pedoman dalam melaksanakan wawancara yang umumnya berisi

rangkaian pertanyaan yang akan diajukan dalam prosese wawancara

kepada narasumber sehingga proses menjadi lebih sistematis. Peneliti wajib

untuk menguasai permasalahan yang terjadi dan menguasai teori.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2019:224) adalah tahap

yang paling utama dalam melaksanakan penelitian. Teknik pengumpulan


data yang tepat merupakan bagian dari analisis untuk memperoleh data

yang dibutuhkan dalam penelitian sehingga penelitian tersebut dikatakan

berhasil. Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:

1. Wawancara

Menurut Sugiyono (2019:88) menyatakan bahwa wawancara adalah

tatap muka antara peneliti dengan subjek penelitian dengan tujuan agar

dapat bertukar informasi sehingga memperoleh data yang dibutuhkan.

Wawancara sebagai pertemuan antara kedua belah pihak atau lebih untuk

bertukar informasi maupun ide melalui tanya jawab, sehingga intisari dari

topik tertentu dapat tersampaikan dan dapat dipahami oleh pihak yang

berkaitan. Menurut pendapat Esterberg dikutip oleh Sugiyono (2019:88)

mengatakan bahwa ada tiga macam wawancara, yakni:

A. Wawancara Terstuktur

Wawancara terstruktur adalah jenis wawancara yang diterapkan sebagai

teknik pengumpulan data untuk mengumpulkan informasi yang akan

didapatkan dengan mengajukan semua pertanyaan yang sudah

dirumuskan untuk informasi yang akan diperoleh.

B. Wawancara Semi Terstruktur

Teknik pengumpulan data dengan melakukan penyusunan terkait

pertanyaan tetapi bersifat lebih santai dan bebas, serta narasumber

berperan lebih aktif karena dimintai pendapat dan saran dalam

permasalahan yang diteliti oleh penulis.

C. Wawancara Tidak Terstuktur


Teknik pengumpulan data ini sifatnya lebih bebas sebab penulis bebas

melaksanakan wawancara tanpa harus menyusun terlebih dahulu daftar

pertanyaan yang akan diajukan

Penelitian ini menerapkan teknik wawancara semi-terstukur karena

pertanyaan tidak semua telah dibuat oleh peneliti, selain itu memiliki

manfaat bahwa informasi yang disampaikan narasumber lebih lengkap

jelas dan sesuai dengan situasi dan kondisi keadaan yang ditanyakan.

Sehingga pada saat proses wawancara pertanyaan akan lebih berkembang

guna memperoleh informasi yang lebih dalam tentang permasalahan yang

diteliti.

2. Observasi

Observasi menurut Nazir (2014:154) merupakan salah satu proses

untuk pengumpulan data dimana dilakukan secara langsung tanpa ada

bantuan alat dalam melakukan pengamatan. Teknik pengumpulan data

secara observasi dibagi menjadi tiga macam:

A. Observasi Berperan Serta

Observasi berperan serta merupakan observasi dimana peneliti yang

berperan aktif terlibat dalam aktivitas sehari-hari dalam penelitian yang

diamati sebagai sumber data penelitian.

B. Observasi Non-Partisipan

Observasi non-partisipan merupakan observasi penelitian yang mempunyai

peran sebagai pengamat karena peneliti tidak terlibat.

C. Observasi Terstruktur
Observasi terstruktur merupakan observasi dimana peneliti telah

mengetahui variable yang akan diamati dengan merangkai secara

sistematis.

Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan observasi

berperan serta dalam penelitian ini, dimana observasi ini melibatkan peneliti

dengan kegiatan yang sedang diamati sehingga data yang didapatkan lebih

lengkap dan jelas.

3. Dokumentasi

Sugiyono (2011:240) mengemukakan bahwa dokumen adalah

catatan peristiwa yang telah terjadi dan bersifat masa lalu, diabadikan

dalam bentuk gambar, catatan, maupun karya monumental yang dibuat

oleh seseorang. Dokumentasi digunakan sebagai pelengkap dari metode

wawancara dan observasi dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi pada penelitian

kualitatif dan sebagai perlengkapnya adalah hasil dari dokumentasi dan

kemudian dijadikan barang bukti.

Pada penelitian ini, peneliti telah mempersiapkan peralatan tertulis

dalam melakukan metode dokumentasi seperti buku, majalah, dokumen,

notulen, dan sebagainya. Dokumen resmi menjadi alat yang sangat penting

dan diperlukan untuk mendapat data yang tepat guna meningkatkan

validitas data yang dibutuhkan atau diperoleh dari sumber yang terpercaya

terkait dengan permasalahan yang diteliti.


3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan sebuah teknik yang berguna untuk

memproses data menjadi sebuah informasi. Teknik analisis data penting

untuk dilakukan agar data suatu penelitian lebih muda untuk dimengerti

dan juga bermanfaat untuk menemukan solusi dari permasalahan

penelitian.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam analisis data

penelitian kualitatif, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data dengan

mengacu kepada permasalahan yang telah dirumuskan. Baik dengan

metode wawancara mendalam, observasi, dokumen maupun sumber

lain yang relevan dengan penelitian.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah tahapan untuk melakukan pemilihan. Pada

tahap reduksi data, peneliti merangkum dan menganalisis pada sebuah

data yang telah dikumpulkan dengan beberapa cara yang dilakukan agar

dapat mempermudah penulis dalam melakukan pengumpulan data

berikutnya.

3. Penampilan Data

Penampilan data adalah tahapan dalam menganalisis, menentukan

rangkaian dan kolom sebuah metriks dalam data kualitatif.

4. Kesimpulan
Kesimpulan adalah hasil akhir yang bertujuan agar dapat

menyampaikan sebuah informasi secara singkat namun jelas kepada

pembaca agar dapat memahami isi dari pembahasan penelitian.

Peneliti menggunakan data dengan reduksi data yang berkaitan

dengan teknik analisis SWOT. Analisis faktor internal dan eksternal Satuan

Polisi Pamong Praja dalam menertibkan Reklame Calon Legislatif

DPR/DPRD dengan mendiskripsikan faktor internal yaitu Internal Factor

Analysis Summary (IFAS) berguna untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan, dan mengidentifikasikan faktor eksternal yaitu Eksternal Factor

Analysis Summary (EFAS) agar dapat mengetahui peluang dan ancaman.

Teknik pelaksanaan analisis SWOT adalah IFAS-EFAS-Matriks Space.

Gambar 3. 1 Matriks SWOT

IFAS
STRENGHTS (S) WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 aspek- Tentukan 5-10 aspek-
EFAS aspek kekuatan aspek kelemahan
internal internal

OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO


Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
peluang internal menggunakan meminimalkan
kekuatan untuk kelemahan untuk
memanfaatkan memanfaatkan
peluang peluang

TREATHS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT


Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
ancaman eksternal menggunakan meminimalkan
kekuatan untuk kelemahan dan
mengatasi ancaman menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti. Analisa SWOT Teknik Membedakan Kasus Bisnis.


(Jakarta : PT Gramedia. 2016) hal 83

Hasil dari gambaran keterkaitan faktor internal dan eksternal

menghasilkan gambaran emat alternative strategi (Purnomo,

Zulkieffilmansyah, 1996:87) yaitu :

• Strategi SO, menggunakan seluruh kekuatan dalam mendapatkan

peluang sebesar-besarnya.

• Strategi ST, memakai kekuatan yang ada dalam menghadapi ancaman.

• Strategi WO, memanfaatkan peluang dan meminimalkankelemahan.

• Strategi WT, meminimalisisr kelemahan dan menghindariancaman.

3.7 Jadwal dan Lokasi Penelitian

3.7.1 Jadwal Penelitian

Pelaksanaan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini,

dilakukan sesuai dengan kalender akademik yang dikeluarkan oleh

lembaga Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Jadwal penelitian ini

dibagi menurut tahapan-tahapan pada tabel 3.3 berikut.


Tabel 3.3
Jadwal Penelitian

AU SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN
NO KEGIATAN G 2023 2023 2023 2023 2024 2024 2024 2024 2024 2024
. 202
3
23 4 12 3 4 1 23 4 1 23 4 12 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan
Judul dan
Penyusunan
1. Usulan
Penelitian

Pengumpula
nNaskah
2.
Usulan
Penelitian &
Seminar
3. Usulan
Penelitian
Perbaikan
Usulan
4. Penelitian
Penelitian dan
pengumpulan
5. data

Penyusunan
6. Skripsi

Pengumpulan
7. Skripsi

Sumber: Kalender akademik IPDN Tahun Akademik 2023/2024


Keterangan: Pelaksanaan Kegiatan
3.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih oleh penulis untuk melaksanakan penelitian

yang bertujuan mencari sumber informasi data primer dan data sekunder

untuk hasil penelitian. Lokasi seperti wilayah, instansi pemerintahan dan

Lembaga sosial masyarakat. Penelitian yang dilakukan penulis berlokasi di

Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi

Selatan dan berbagai fasilitas umum di Kabupaten Gowa.

Anda mungkin juga menyukai