Anda di halaman 1dari 65

Biru Di Langit Meulaboh

Biru Di Langit Meulaboh

Sebuah Novel

Abu Author

1
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

1. Tamu misterius

Senja kala itu di langit Meulaboh. Mega-mega merah merekah di ufuk barat
menghiasi langit tak bertiang yang akan menyambut datangnya sang malam. Punai-
punai telah pulang ke sangkarnya membawa rezeki yang dijanjikan sang Khalik
padanya. Matahari mulai berleha-leha di peraduannya. Tampak di sudut-sudut kota,
Toko-toko sebagian sudah tutup. Rumah-rumah juga telah menutup pintu dan
jendelanya. Hiruk-pikuk kendaraan terlihat lengang di jalanan. Beberapa anak-anak
lelaki terlihat mengenakan baju takwa dan celana panjang serta lobe bertengger di
kepalanya, ada juga diantara anak-anak lelaki itu memakai sarung dan kopiah khas
Aceh yang bermotif bordiran yang indah. Sedangkan anak-anak perempuan
mengenakan kain sarung dan mukena berwarna-warni. Sebagian dari mereka sedang
memegang buku iqra dan sebagian yang lain memeluk Al Quran di tangan kanannya.
Diantara mereka ada yang sedang bersenda gurau dengan temannya. saling kejar-
kejaran bak kucing mengejar tikus. Ada juga sebagian dari mereka berlari-lari tugang
lagang menuju ke sebuah Masjid karena waktu sholat Magrib hampir tiba.
Di sebuah Masjid yang diterangi cahaya temaram senja, berdiri kokoh menatap
takdirnya, seolah memberi salam kepada para malaikat dan orang-orang beriman yang
memasukinya. Orang Meulaboh menyebutnya Masjid Agung Baitul Makmur. Masjid
itu tidak terkena dampak gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam,
sehingga masjid itu menjadi tempat pengungsian sementara bagi para korban gempa
dan tsunami yang selamat di Meulaboh.
Masjid yang terbesar dan termegah di Meulaboh kawasan pantai barat
Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. tepatnya terletak di Seuneubok kecamatan
Johan Pahlawan. Kawasan Masjid ini juga menjadi tempat pendidikan Islam.

2
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Didekatnya dibangun Madrasah Tsanawiyah, Ibtidaiyyah, Diniyah Awwaliyah dan TK


Al Quran. Masjid ini memiliki keindahan arsitektur antara perpaduan Timur tengah,
Asia dan Aceh. Warna cokelat cerah yang dikombinasikan dengan warna merah bata
di kubah masjid. Selain itu masjid ini memiliki tiga kubah yang diapit dua kubah
menara air berukuran lebih kecil. Bentuk kepala semua kubah sama yang bulat
berujung lancip, khas paduan arsitektur Timur tengah dan Asia. Pintu gerbang masjid
berdiri sendiri berjarak beberapa meter dari masjid ini yang sangat anggun. Didalam
masjid terlihat dua konsep ruang yang berbeda. Pertama, ruangan yang memiliki
banyak tiang penyangga lantai dua sebagai mezzanine.
Dibagian tengah terdapat ruang lapang yang terasa sangat lega dengan
ornament lampu hias tepat di tengahnya. Bentuk mihrab khas gaya arsitektur timur
tengah juga terlihat yang didominasi warna cokelat dan nuansa keemasan khas
material perunggu dengan ornament seperti ornament masjid La Mezqiuta Kordova di
Spanyol yang sekarang telah menjadi katedral katolik. Kesan menawan, prestisius dan
sejuk langsung terasa saat memandangnya.
Sesaat kemudian Azan menggema dari menara masjid Agung Baitul Makmur.
Gemanya menggelegar bersahutan seolah menembus petala langit dan bumi lalu terus
memanggil-manggil mereka baik dari golongan manusia dan jin yang beriman untuk
bersujud dan menghambakan diri kepada Tuhan semesta alam Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
Orang-orang bergegas memasuki Masjid Agung Baitul Makmur namun
beberapa warga sudah berada di dalamnya. Begitu pula Tampak sosok pemuda
memakai baju koko berwarna merah tua. Di kepalanya bertatahkan lobe hitam yang
dilingkari bordiran yang menawan. Cahaya lampu menerangi kulitnya yang hitam
legam seperti warna pohon kelapa yang tersambar halilintar yang begitu meranggas.
Hidungnya mancung dan Badannya tegap namun tidak begitu tinggi. Wajahnya mirip
wajah orang India Bangladesh. Mungkin ia salah satu keturunan India yang pernah
bermukim di kawasan pesisir Meulaboh ratusan tahun silam. Karena memang istilah
ACEH sendiri muncul dari kepanjangan kata Arab, Cina, Eropa, dan Hindustan

3
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

(India) menurut sebagian masyarakat Aceh. Ada juga yang mengatakan asal kata Aceh
berasal dari bahasa Hindi yaitu Achchah yang artinya baik atau bagus. Dan Meulaboh
adalah bagian pesisir wilayah Aceh bagian barat. Selain itu keberadaan bukti
keberadaan orang India muslim juga terlihat dari masjid-masjid di Aceh yang
berbentuk arsitektur Taj Mahal di Agra, India. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa
pedagang India khususnya Gujarat pernah berdagang hingga ke pesisir Aceh. Mereka
akhirnya bermukim dan beranak-pinak .
Lalu pemuda si agam hitam legam bak pohon kelapa tersambar halilintar itu
namanya adalah Zaid. Ia menatap ke arah seorang pria yang sedang berdiri dan
mengumandangkan iqamat. Ia berdiri setelah iqamat dikumandangkan. Begitu juga
orang-orang yang berada didalam masjid. Imam menyuruh merapatkan barisan dan
shaf. Mereka segera merapatkan barisan dan shaf laksana pasukan jihad yang bersiap
siaga di medan perang menunggu sebuah komando dari sang Panglima perang. Sesaat
suasana menjadi hening lalu sang imam membacakan surat al Fatihah.
Bismillahirahmanirrahim
(Dengan Menyeut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)

Alhamdulillahirabbil alamiin
(Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)

Arrahmanirrahiim
(Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)

Maalikiyaumiddin
(Yang menguasai di hari Pembalasan)

Iiyaakanabudu wa iiyaakanastain
(Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan)

4
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ihdinasyirathal musytakim
(Tunjukilah kami jalan yang lurus)

Syirathalladzina anam taalaihim


(yaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada mereka)

Ghairilmadu bi alaihim Waladhdholliin . Aamiin


(bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat)

Serentak makmum mengaminkan bacaan sang imam. Lantunan ayat-ayat ummul


Quran itu membasuh jiwa-jiwa yang kering dan menghilangkan beban-beban
kehidupan duniawi. Ayat-ayatnya mengingatkan manusia untuk menyembah dan
meminta pertolongan hanya kepada Allah bukan kepada makhluk-Nya. Karena Allah
Pemilik jagat raya dan seisinya.
Terkadang sebagian dari kita beribadah kepada Allah namun disisi lain mereka
juga meminta pertolongan dukun, paranormal, orang pintar dan Jin untuk kesembuhan,
kemajuan usaha, pelaris, bahkan membuka aura agar cepat dapat jodoh ataupun agar
terpilih sebagai lurah, bupati, anggota dewan, mungkin juga menjadi presiden. Hal ini
bisa menjerumuskan ke jurang kesyirikan. Padahal kita tahu bahwa Allah tidak akan
mengampunkan dosa syirik. Sebagian dari kita lupa bahwa Allahlah Maha Pencipta
dan Maha Mengatur segalanya.
Dalam sholatnya Zaid si agam hitam legam itu meneteskan air mata. Sudah
sejak lama Ia selalu melalaikan sholat dan bahkan mengabaikan perintah Allah yang
lainnya. Selama ini dia telah banyak melalaikan perintah Allah.
Sungguh bencana tsunami bagi dia adalah hidayah dibalik sebuah bencana. Apa
jadinya kalau Allah mencabut nyawanya pada saat bencana gempa dan tsunami itu
terjadi. Padahal ia merasa bergelimangan dosa. Belum sempat memohon ampunan

5
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Allah. Kesempatan hidup ini tak akan ia sia-sia untuk beribadah kepada Allah. Ia
berjanji dalam hatinya hanya Allah-lah yang ia nomor-wahid-kan.
Selepas salam dalam sholatnya ia berzikir dan mengagungkan asma Allah serta
memohon ampunan-Nya.
Astagfirullahal azdhim . Subhanallah walhamdulillah wa la illahailallah
wallahu akbar
Ya Rab. Rabbana zhalamna anpusana wa ilamtagfirlana watarhamna lanakunanna
minalkhasirin
Ia terus berzikir. Menyebut-yebut asma Allah. Lalu ia mendoakan keluarganya,
ayahnya, ibunya, adik perempuan, kaum kerabatnya, mertuanya dan istri yang ia cintai
baru saja sebulan ia nikahi sebelum bencana gempa dan tsunami itu terjadi.
Allahumma fir lahum war hamhum wa afini wafuanhum.
Semoga Allah menempatkan mereka di tempat yang sebaik-baiknya dan
dipertemukan di surga-Nya kelak. Mereka semua hilang ditelan tsunami tak tahu
dimana mereka berada. Dan banyak korban yang tidak bisa terindentifikasi yang
akhirnya dimakamkan bersamaan dalam beberapa liang lahat besar paska kejadian.
Bahkan sebuah foto pun tidak ia miliki untuk bisa ia tatap setiap saat kala kerinduan
akan mereka menghampirinya. Hanya kenangan dalam ingatan yang terus mengiang.
Ia tak sanggup membendung deraian air matanya terus bercucuran membanjiri pipinya
yang hitam legam. Ia terisak-isak meratap dalam kepiluan. Hanya kepada Allah ia
memohon dan memanjatkan doa agar diberi kesabaran dan keikhlasan dalam
menjalani hidup. Ya Allah jadikanlah aku hamba yang sabar dan bersyukur. Sungguh
Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

***

Selepas Sholat Magrib. Bulan purnama terlihat bercahaya indah menaburkan


pesona bagi yang memandangnya. Milyaran Bintang-bintang bertaburan
mempercantik wajah cakrawala di malam hari laksana mata para malaikat yang

6
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

gembira memperhatikan manusia yang belajar dan mengajarkan al-Quran.


Sebagaimana Sabda Nabi bahwa sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang
mempelajari al-Quran dan mengajarkannya. Setiap huruf dari bacaan al-Quran yang
dibaca oleh seorang mukmin mendapatkan pahala di sisi Rabnya. Apalagi jika
diajarkan kepada orang yang lain. Dan jika ia membacanya maka pahala bacaan itu
juga akan mengalir seperti aliran sungai yang tak henti-hentinya.
Sama halnya apa yang dilakukan anak-anak yang berada di dalam masjid agung
Baitul Makmur. Mereka antusias belajar membaca al-Quran yang dibimbing seorang
ustad. Mereka tidak bosan mengulang-ulang bacaan al-Quran agar menjadi baik.
Dengungan suara bacaan anak-anak tersebut seumpama dengungan jutaan kepakan
sayap lebah yang mengagungkan asma Allah.
Ada beberapa orang tua dan remaja duduk membentuk setengah lingkaran yang
membaca al Quran di dekat tiang serta di sudut-sudut masjid. Sedangkan sebagian
warga kembali ke rumahnya masing-masing.
Sementara itu Zaid duduk tak jauh dari sebuah tiang berwarna coklat bata
keemasan yang berdekatan dengan mihrab imam. Di wajahnya masih terlihat
bayangan kesedihan yang menyelimuti jiwanya. Matanya berkaca-kaca. Ia meyeka air
matanya lalu ia bangkit dari duduk dan melangkah keluar dari masjid lalu berjalan
menelurusi pintu ke serambi masjid. Langkahnya terhenti oleh suara serak-serak yang
tak asing baginya. Seseorang telah memanggil namanya.
Zaid, preh ileeh![4].
Suara tersebut sepertinya ia kenal. Zaid menoleh ke belakang. Ia melihat sosok
pemuda berjalan cepat tergopoh-gopoh ke arahnya. Wajahnya bulat lonjong. Tampak
Kulitnya sawo matang karena cahaya lampu di serambi masjid. Ia mengenakan baju
koko berwarna kuning, bersarung kotak-kotak biru, berpeci khas Aceh.
Agus memanggil sambil tersenyum ke arah Zaid.
Zaid. Preh Ileeh!
Nyo, Na peu?[6], Gus.
Tadi aku mencarimu di Mes Panglong, tadi kau tak ada disana

7
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ayahku..., Agus agak tersengal-sengal.


Nyo, Na peu?, Gus, Zaid masih terheran.
Tadi sebelum magrib Beliau menelponku. Kata beliau ada tamu dari Medan
yang mau berjumpa dengan droe. Dia minta aku untuk menemuimu memberitahu hal
ini.
Soe nyang troeh dari Medan? aku sepertinya tidak punya saudara di Medan.
Yang kukenal hanya dokter Mahmud saja di Medan Jawab Zaid yang masih
penasaran.
Ayo! kamu jumpai segera tamu itu. ia telah sampai tadi siang. Rencana ia mau
langsung bertemu dengan kau namun karena kelelahan ia istirahat terlebih dahulu.
Lama dah menunggumu di rumahku. Kata ayah sih beliau kawan ayah sewaktu kuliah.
Namanya Pak Husein
Pak Husein? Siapa pulak tamu itu? Kenapa aku tak kenal dengan beliau. Ia
terus bertanya-tanya dalam hatinya terhadap tamu misterius itu. Kenapa beliau
mengenal zaid namun ia tak mengenal beliau. Benar-benar tamu misterius semisterius
kehidupan Zaid yang tak pernah ia duga.
Merekapun bergegas meninggalkan kawasan Masjid Agung Baitul Makmur.
Diterangi cahaya rembulan malam dan remang-remang lampu jalan mereka berdua
terus menelusuri dan menyeberangi jalan beraspal menuju ke sebuah rumah. Jaraknya
sepelempar lembing saja dari jalan beraspal itu. Tampak sebuah rumah putih tingkat
dua, berpagar besi bercat hitam serta halamannya tak terlalu luas dan ada beranda
kecil di depan rumahnya.
Setibanya di rumah. Agus masuk duluan diikuti Zaid. Mereka mengucapkan
salam bersamaan.
Assalamu alaikum.
Wa alaikum salam, Jawab dua pria tua yang telah berada di ruang tamu.
Sosok pria tua paruh baya yang duduk kursi sofa putih dekat pintu depan rumah
adalah tamu misterius bagi Zaid. Sedangkan ayah Agus Pak Jufri duduk di sebuah sofa
panjang .

8
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Nah, ini dia si Zaid, dan itu anak saya Agus namanya Pak Jufri menunjuk ke
arah mereka. Ia memperkenalkan mereka berdua kepada tamu misterius itu.
Kalian berdua silahkan duduk dulu! Pinta Pak Jufri tersenyum.
Mereka berdua menyalami tamu itu dan saling melemparkan senyuman. Zaid
menatap sekilas ke arah sosok tamu misterius itu. Wajahnya terlihat bersih walaupun
ada sedikit keriput di kening dan kelopak matanya. Janggut hitam memudar keputihan
bergelantungan. Usianya sekitar enam puluhan tahun lebih. Tamu itu memakai kemeja
lengan panjang berwarna kuning dan celana panjang hitam.
Zaid duduk di sofa bundar kecil berhadapan muka di depan pria tua misterius
itu. Dan Agus duduk di sofa panjang di samping ayahnya.
Begini nak Zaid, ini teman Bapak dari Medan. Dia dulu teman Pakcik sewaktu
kuliah di Universitas Islam Sumatera Utara. Dulu kenapa Bapak akhirnya kuliah di
Medan karena kekhawatiran orang tua akibat adanya peristiwa DOM di Aceh maka
orang tua Bapak menyuruh kuliah di UISU. Disanalah Bapak berjumpa dan menjadi
teman dekat. Nama beliau Pak Husein. Beliau ini seorang saudagar di Medan. Dan
beliau menyempatkan diri jauh-jauh dari Medan ingin menyampaikan hal penting.
Pasti kamu merasa heran kan, kenapa beliau kesini?
Iya Pakcik. Memang benar, Loen belum pernah berjumpa dengan beliau
sebelumnya, Zaid menyunggingkan senyuman.
Ya, Karena memang mungkin kamu belum kenal dengan Pak Husein
Oh ya, saya lupa perkenal diri, Senyuman tampak di raut wajah Pak Husein
sedikit terlihat oriental.
Nama saya Muhammad Husein bin Bakti. Ya kamu bisa panggil Pak Husein
saja. Tadi Pak Jufri sudah sedikit menjelaskan tentang perihal saya. Jadi begini nak,
ada hal penting yang ingin saya ingin sampaikan langsung padamu. Sebuah pesan
sangat penting dari keponakan saya. Saya sudah janji padanya jika saya ada waktu
luang saya akan menyampaikan hal ini. Ya, kebetulan saya ada waktu luang, saya
langsung menuju ke alamat yang diberikan keponakan saya. Nama keponakan saya
Sadiyah. Saya abang dari ibunya. Tepatnya paman Sadiyah dari pihak ibunya.

9
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Sadiyah, Pakcik?, Zaid begitu bingung. Selama ini dia tidak pernah kenal
dengan nama itu.
Maaf Pakcik, Saya tidak kenal dengan Sadiyah sebelumnya.Zaid
menggelengkan kepalanya.
Coba kamu ingat-ingat dulu, mungkin kamu lupa, Zaid, Pak Jufri menimpali
pembicaraan mereka
Tapi kenapa dia kenal dengan kamu, nak. Bahkan dia tahu alamat dimana
kamu berada. Ia telah menceritakan semua hal tentangmu kepada saya. Bahkan nama
lengkapmu Muhammad Zaid bin Anwar, benar kan?
Ya benar Pakcik, tapi Kata Zaid yang masih terlihat bingung sambil
menatap satu per satu mereka.
Dia telah menceritakan segalanya kepada saya Sahut Pak Husein
menegaskan kembali apa yang ia sampaikan.
Tapi Pakcik, sungguh saya tidak kenal dengan nama itu Sahut Zaid.
Atau mungkin Pakcik Husein ada menyimpan fotonya Agus mengingatkan
Pak Husein
Oh ya. Sepertinya Saya bawa sebuah foto yang ia berikan kepada saya.
Pak Husein mengambil sebuah foto dari dompetnya. Lalu ia memberikan
kepada Zaid.
Ini dia fotonya. Silahkan dilihat, Nak!
Zaid mengambil foto itu lalu ia menatapnya. Ia mengernyitkan keningnya
Didalamnya Terpampang seorang gadis memakai jilbab biru. Wajahnya putih bersinar
seperti Mentari pagi. Pipihnya seputih susu. Matanya yang biru seperti langit di atas
Meulaboh terlihat mempesona membuat Zaid begitu terkejut. Jantungnya berdegup
kencang melihat senyum manis dari bibir tipis gadis itu. Perawakan khas Eropa
mengingatkan ia pada Halimah. Wajah Zaid begitu terkejut bak diterkam harimau.
Matanya menyorot tajam ke foto itu.
Halimah! Zaid melongo.

10
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ya benar. Dia Halimah. Nama lengkapnya Halimahtussadiyah binti


Zulkarnain. Maaf, Saya lupa memberitahukan kamu nama lengkapnya, Pak Husein
sumringah.
Halimahtussadiyah! Zaid makin terkejut bak petir menyambar di siang
bolong. Pikiran terus menerawang jauh ke masa silam. Sebelum tragedi Tsunami dan
perjumpaannya di samudera hindia dengan gadis bermata biru sebiru di langit
Meulaboh. Jiwa dan pikiran terus menerawang dan melayang jauh jauh menembus
masa lalu..tiga tahun silam

[1] Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang artinya gelombang besar. Gelombang
air laut ini terbentuk akibat adanya pergeseran lempengan tektonik di dasar bawah
laut.
[2] Loteng tengah
[3] Agam artinya lelaki
[4] Tunggu sebentar!
[5] Pamannya
[6] Ya, ada apa?

Tiga tahun silam

2. Kisah Cinta di Pesisir Suak ribee

Matahari bersinar cerah siang itu di Suak ribee, Pantai pesisir yang terletak
beberapa jam dari kota Meulaboh. Cuaca panas begitu terasa menyengat kulit jika
berada di luar rumah. Tapi panas matahari di dunia ini tidak sebanding panas neraka
yang milyaran derajat celcius yang disediakan Allah bagi orang yang Syirik, Munafik,

11
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Fasik ataupun Kufur. La Hauwla wala quata illa billah. Allahumna inni audzubika
min adzabinnar.
Langit pun membiru. Cuaca begitu menggila. Namun semilir angin utara
memberikan hawa sejuk. Tampak pohon-pohon nyiur berjejer dan daun-daunnya
melambai-lambai bak tangan para penari. Ombak berderu-deru menghempas ke bibir
pantai. Diatas pasir putih gerombolan Kepiting laut sedang bersenda gurau
menggerak-gerakkan capitnya. Mereka berkejar-kejaran satu sama lain, ikan-ikan
glodok berjingkat-jingkat menggerakkan sirip dan ekornya, siput-siput laut berkelahi
memperebut sebuah cangkang. Begitulah kehidupan di pinggir pantai Suak ribee.
Seperlempar batu dari pantai bersusunlah rumah-rumah panggung tempat para
nelayan tinggal yang berhamparan dimana-mana. Beberapa nelayan menjemur ikan
dan udang. Sebagian nelayan telah pulang dari melaut karena perahu-perahu mereka
telah bersandar berjejer di bibir pantai. Namun sebagian yang lain masih juga berada
di laut. Padahal hari ini hari jumat! Hari dimana kaum pria muslim harus menunaikan
kewajiban untuk menghambakan diri kepada Penguasa Lautan, Penguasa Samudera,
Penguasa Daratan dan alam semesta Allah Subhanwataala.
Tak jauh dari pantai ke arah laut sebuah perahu bercat hijau berdansa mengikuti
ritme gelombang laut. Perahu itu berukuran kecil memiliki sebuah atap tempat
berteduh nelayan sewaktu melaut di siang hari. Tiga orang nelayan berada di atasnya
mereka sedang asyik menjala ikan. Seorang diantaranya yang hitam legam kulitnya
adalah Zaid. Dua pemuda yang lain adalah Hamdan berkulit sawo matang namun agak
coklat karena sering dibakar sinar matahari dan begitu juga Fikri coklat kehitam-
hitaman.
Seperti biasanya mereka selalu meninggalkan sholat fardhu termasuk sholat
jumat. Hal biasa yang mereka lakukan selama bertahun-tahun. Walaupun dulu
sewaktu mereka masih kanak-kanak trio nelayan ini termasuk taat beribadah namun
setelah remaja kebiasaan mereka mulai pudar. Mereka selalu sibuk melaut mengorek
hasil laut namun lupa akan Pencipta laut. Sungguh mereka manusia yang kurang ajar!.

12
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Zaid sudah menikah. Ia menikahi seorang gadis pesisir Suak ribee bernama
Hafsah. Usia pernikahan baru sebulan. Belum ada seumur jagung pun. Mereka masih
tinggal bersama kedua orang tuanya dan dua adik perempuannya. Sedangkan Hamdan
dan Fikri masih membujang. Mereka berdua memiliki kisah cinta menyedihkan dan
klasik. Cinta mereka kandas ditolak calon mertua dengan alasan tertentu. Hamdan
ditolak calon mertua karena ia tidak bisa membaca al-Quran dengan tajwid yang
benar dan lancar. Memang sewaktu masih kanak-kanak Hamdan selalu malas datang
mengaji. Sejak menanjak remaja pun dia malah makin malas. Alhasil dia tidak bisa
membaca al-Quran dengan baik.
Lain halnya Fikri ditolak lamarannya karena sang calon mertua meminta mahar
dan hantaran yang cukup besar. Akhirnya ia mengurungkan pernikahannya. Cinta
mereka tenggelam dalam genggaman calon mertua. Yang satu ditolak gara-gara tak
bisa baca al-Quran dengan baik dan benar sedangkan yang satu lagi ditolak karena
tidak bisa memberikan mahar dan hantaran pernikahan yang besar.
Ombak siang itu terus membuai perahu mereka. Di lambungnya Zaid sedang
melemparkan jaring ikan ke laut. Ia menariknya perlahan-lahan. Beberapa ikan
terperangkap dalam jaringnya. Begitu juga Hamdan yang melempar jaringnya ke laut.
Ia menariknya perlahan-lahan. Namun ia butuh beberapa kali baru ikan-ikan itu
terperangkap dalam jaringnya. Fikri sibuk mengumpulkan tangkapan mereka. Ia
memasukkan ke tong-tong khusus berbentuk kotak.
Fikri, Tolong kau ambilkan jerigen air minum itu. Aku haus Zaid menoleh ke
arah Fikri.
Jerigen air minum itu berada beberapa langkah dari Fikri. Ia mengambilnya dan
memberikannya kepada Zaid. Zaid mengambilnya dan meminum air itu langsung dari
mulut jerigen tersebut.
Haduh, lega rasanya kalau minum selagi haus Zaid mengelap mulutnya
dengan tangan. Lalu ia menawarkan air itu kepada Hamdan.
Kau tak minum, Dan Ia memberikan jerigen itu kearah Hamdan.

13
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Bolehlah. Terasa panas kali cuaca hari ini. Memang membuat kering
kerongkongan jawab Hamdan
Glek, glek..! Hamdan minum beberapa teguk untuk melepas rasa dahaga. Lalu
menyiramkan air ke wajah dan kepalanya untuk memberikan kesejukkan di kepalanya.
Zaid kembali melihat Fikri yang sedang mengutip ikan-ikan di lantai perahu.
Raut wajahnya terpancar aura kesedihan dan kesengsaran dalam memikul beban cinta
atas penolakan Ayah Keumala dengan meminta mahar dan hantaran pernikahan yang
memberatkannya. Keumala adalah kekasihnya.
Oh ya, Fikri! Bagaimana lamaranmu dengan Si Keumala?Apa tanggapan
Ayahnya? Tanya Zaid.
Fikri menghela nafas panjang lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia
seolah ingin mengacuhkan pertanyaan Zaid.
Kamu ditolak!? Zaid makin penasaran
Tidak
Lantas apa?
Fikri akhirnya menjawab, Pada awalnya sih aku tidak ditolak tapi aku saja
yang membatalkan lamaranku ke jenjang pernikahan. Karena Maharnya terlalu besar.
Terlalu membebani diriku dan keluarga. Aku tak sanggup memenuhi keinginan
orangtuanya. Aku tak mau memberatkan orang tuaku. Apalagi tabunganku tak cukup
untuk membiayai Mahar dan hantaran besar.
Berapa Mahar Ayah Keumala minta darimu?, Zaid bertanya sambil menarik
jalanya perlahan.
Beberapa mayam emas dan uang sekitar empat puluh juta. Ayah Keumala
beralasan bahwa ia sudah menjadi guru PNS di sebuah SD di pesisir Suak ribee dan
Ayahnya juga seorang Kepala desa yang terpandang di Suak ribee. Tak mungkin
anaknya si Keumala dihargai dengan Mahar dan Hantaran seadanya. Apalagi beliau
ingin membuat pesta besar dan meriah buat putrinya.
Alamak, Kasihan benar nasib kau Fikri Sahut Hamdan yang berada di bagian
depan perahu yang sedang melemparkan jala. Kalau masalahku lain pulak.

14
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Lamaranku ditolak karena bacaan al-Quranku masih berantakan. Ya agak kacau


sedikit. Ayah Meutia menolakku mentah-mentah. Bahkan kata Beliau bahwa aku
jangan pernah dekati Meutia lagi kalau aku tak pandai baca al-Quran dengan baik.
Bacaan al-Quran harus benar-benar bagus
Hamdan..Hamdan.., Kalau itu sudah gawat darurat, masa sih kamu tidak
pandai membaca al-Quran. Yang benar sajalah. Apakah kau masih bisa dua kalimat
syahadat?, Zaid mengejek Hamdan sambil tertawa kecil.
Ha, ha, ha.. Fikri tertawa membahana hingga gigi-giginya yang besar
menyemburat. Ia tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaan Zaid yang
terdengar mencemohi Hamdan.
Ya...walaupun aku sudah jarang sholat tapi kalau dua kalimat syahadat
masihlah aku bisa. Kalau kalian tak percaya, Dengarkan! Dengarkanlah! Asyhadu
Allah Ilahaillallah Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah. Bisa kan?,Hamdan
bangga memamerkan syahadatnya dengan tersenyum lebar.

Zaid terkekeh-kekeh hingga gigi-giginya yang putih terlihat kontras dengan


kulitnya yang hitam legam. Ia melihat ekpreksi jawaban Hamdan yang betubuh gemuk
dan gempal terlihat lucu. Begitu juga Fikri tertawa mendengar ocehan Hamdan seolah
badai cintanya pada Keumala telah berlalu. Suara tawa mereka pecah diikuti deru
angin di keheningan lautan. Hamdan tersipu malu mendengar tawaan dua temannya
itu.
Sudahlah, Zaid. Sudahlah Fik. Jangan mengejek aku terus. Yang penting kan
aku masih bisa syahadat.
Ya sudahlah. Kami minta maaf. Kami tak bermaksud mengolok-ngolokmu. Ya
kalau kamu sudah begitu mau bagaimana lagi. Zaid mengangkat dua bahunya.
Fikri hanya menebar senyum.
Perahu mereka membandul diatas gelombang laut biru. Angin terus mengibas-
ngibas rambut ikal Zaid. Beberapa saat Ia menjala kembali. Lalu ia duduk beristirahat
sejenak di selembar papan kayu melintang yang terpaku pada lambung perahu. Ia

15
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

menaruh jalanya disisinya dan sambil melihat ke arah laut lepas. Ia pun berkata,
Setelah menikah, kini terkadang aku berpikir kalau punya anak kelak aku akan
berusaha rajin sholat. Apa jadinya anakku nanti kalau aku suruh ia sholat aku sendiri
tidak sholat.
Zaid melanjutkan, Insya Allah aku kedepannya harus berupaya untuk
menunaikan sholat lima waktu. Ya, minimal memberikan contoh kepada anak-anakku
kelak. Kalau anak-anak kita taat pada Allah pasti ia taat pada orang tuanya. Aku masih
ingat ketika dulu sewaktu aku kecil ayahku akan memukulku jika ketahuan
meninggalkan sholat. Namun mereka tidak mungkin melakukan itu lagi. Apalagi aku
sudah dewasa. Mereka hanya berpesan sholatlah sebelum kau disholatkan kelak.
Memang kebiasaan sholat ku tinggal semenjak membantu Pakcik Hasan melaut
sewaktu remaja.
Benar juga kau Zaid, Hamdan mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Kau seperti ustad Rahmat yang sedang berceramah kulihat. Tapi sejak kapan
kau punya keinginan untuk sholat? Dan aneh juga kenapa harus punya anak dulu baru
mau melaksanakan sholat Kata Hamdan mengeryitkan keningnya.
Benar sih. Tapi rasa malas itu selalu muncul ketika hendak melaksanakan
sholat. Sulit sekali untuk memulainya kembali Sahut Zaid.
Aku juga ingin mengerjakan sholat. Tapi terkadang terlalu sulit
mengerjakannya. Lihatlah subuh ketiduran, Zuhur sedang melaut, Ashar kecapekan,
Magrib istirahat sambil keasikan nonton TV, Masuk waktu Isya kelewatan nonton
bola ataupun nonton film. Setelah ngantuk lansung tidur. Sudah jadi kebiasaan.
Memang susah merubahnya. Kata Fikri
Ya minimal, kita masih ada keinginan untuk sholat Sahut Zaid
Oh ya, Fikri. Aku sampai lupa ingin menanyakan kepadamu tentang kondisi
Keumala. Zaid mengalihkan pembicaraan.
Bagaimana dengan dia?
Oh..Keumala, Fikri memandang kearah Zaid dengan wajah semangkin
memancar aura kemurungan.Aku telah menjumpainya dan mengatakan kepadanya

16
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

bahwa aku tidak bisa menikahinya karena kendala permintaan mahar dan hantaran
pernikahan. Lalu ia memintaku untuk kawin lari saja. Aku tegas menolaknya. Ia
menangis sejadi-jadinya. Ia mengatakan ia sangat mencintaiku. Ia tidak akan menikahi
pria lain selain aku. Tapi aku jelaskan kepadanya bahwa kawin lari tidak mungkin aku
lakukan karena aku tidak mau membuat malu keluarga. Aku menyuruhnya untuk
menikah dengan pria yang sekufu dengannya. Lalu aku meninggalkannya ia menangis
seperti bayi yang ditinggalkan ibu di bawah pohon kelapa di tepi pantai Suak ribee.
Aku berusaha untuk melupakannya.
Mata Fikri berkaca-kaca suasana seperti mendung kelabu di tengah cuaca cerah.
Ya, mungkin itu hal terbaik buat kalian berdua,Fik Zaid berempati padanya.
Pasti kalian mau tahu tentang Meutia. cerocos Hamdan memberitahukan
perihalnya tanpa Zaid dan Fikri Tanya.
Mereka menoleh ke arah Hamdan dan mendengarkan kisahnya.
Dia selalu menyuruhku untuk belajar membaca Al Quran dengan Ustad
Rahmat. Dia akan setia menunggu sampai aku bisa membaca al-Quran. Kalau aku
sudah bisa membaca al-Quran dengan dengan baik dan benar. Aku bisa kembali
menjumpai ayah Meutia dan melamarnya Kata Hamdan tersenyum.
Terus kamu dah lakukan?, Tanya Fikri.
Lakukan apa, Jawab Hamdan yang sedang memandang ke arah Fikri
Belajar membaca al Quran, Jawab Fikri.
Ya, Kapan kau lakukan?, Zaid mempertegas
Seminggu lagi karena Ustad Rahmat sedang berada di Banda Aceh. Aku
menunggu beliau untuk mengajarkanku membaca al Quran, Hamdan sumringah.
Ya, bagus kalau begitu. Supaya kau bisa segera melamar dan menikah dengan
Meutia. Dan tak membujang lagi. Kata Zaid.
Tapi aku heran kepada kau ,Dan. Kata Fikri.
Iya, Kenapa bisa Meutya bisa suka kepadamu? Padahal kamu tidak tampan.
Tubuhmu buntal dan kau bukan keturunan bangsawan Aceh. Apalagi kau tak pandai

17
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

membaca Al-Quran. Maaf ya aku tak bermaksud menghinamu. Lanjut Fikri


tersenyum.
Benar juga Ya, kenapa Meutya bisa suka dengan kau. Sahut Zaid.
Apa jimat apa kau, Hamdan Celetuk Fikri.
Aku sih tak tahu kenapa. Aku tak punya pelet ataupun jimat pengasih. Aku
kenal dia sewaktu ia terjatuh dari sebuah kendaraan sepeda motor di sebuah jalan yang
lengang pagi hari. Kebetulan aku lewat naik sepeda pagi itu. Ia mengerang kesakitan
seperti anak kucing kehilangan induk. Tak ada seorang pun pagi itu yang lewat. Aku
menghampirinya lalu aku menolongnya. Ku tinggalkan sepedaku dan aku
mengantarkannya kembali kerumahnya menaiki sepeda motornya. Ia mengucapkan
terima kasih begitu juga kedua orang tuanya. Akhirnya beberapa kali aku
menjumpainya di pasar dan di rumahnya.Aku berbincang-bincang dengannya. Ia
menaruh simpati padaku. Ia menyuruhku untuk melamarnya dan menikahinya jika aku
memang serius. Ia tak mau berpacaran. Tak ku lewatkan kesempatan itu. lalu aku
melamarnyaKata Hamdan.
Dan kau ditolak ayah Meutya karena tak bisa membaca al Quran dengan baik
dan benar?. Tanya Fikri.
Ya. Tepat seperti yang kukatakan pada kalian. Sahut Hamdan
Berjuanglah demi cintamu wahai sobatku. Setelah kau bisa membaca alQuran
dengan sempurna kau segera menikahi Meutya. Jangan kau sia-sia kan cinta Meutya
padamu. Dia itu gadis yang baik. Kata Zaid sambil menepuk bahu Hamdan.
Tak terasa matahari telah tergelincir ke arah barat. Angin bertiup agak kencang.
Ombak laut masih membuai perahu mereka. Hamdan telah merapikan peralatan
melaut mereka. Zaid membantu Fikri menyusun tong berisi ikan. Tangkapan hari ini
begitu menyenangkan dan lumayan banyak.
Beberapa saat kemudian Zaid menghidupkan mesin perahu. Ia menarik tali
pemutar mesin dengan hentakan yang kuat. Berkali-kali ia tarik lalu
Brumbrum..!!! Mesin berdentum. Baling-baling pun berputar. Zaid berada
dibelakang memegang kendali Perahu. Hamdan duduk di bagian tengah sedangkan

18
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

fikri duduk di bagian depan Perahu. Lalu Zaid menancap gas. Perahu yang mereka
naiki melesat memecah ombak menuju Pantai Suak ribee.

19
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

3. Ya Allah Damaikanlah Negeri ini

Sang Mentari terus condong ke barat. Bayang-banyang semakin memanjang.


Walau hari jumat biasanya ada beberapa orang wisatawan lokal melepas kejenuhan
sore hari di sekitar pantai Suak Ribee.
Pantai ini begitu indah. Pasir berhamparan menata keindahan pantai. Laut
terlihat hijau tua kebiru-biruan. Perahu Zaid sudah bersandar di daratan pantai
ditambat dekat pohon kelapa. Mereka membawa hasil tangkapan ke tauke ikan yang
biasa memborong tangkapan mereka. Dan biasanya Zaid yang membagikan uang hasil
tangkapan ikan mereka menjadi tiga bagian. Lalu mereka pulang ke rumah masing-
masing. Zaid menelusur sebuah jalan setapak dimana banyak pohon-pohon berserakan
tumbuh di sekitarnya.
Zaid tiba di sebuah rumah panggung. Dindingnya terbuat dari kayu yang
dilumuri minyak oli dan minyak tanah hingga terlihat berwarna hitam. Minyak
tersebut berfungsi untuk menghindarkan kayu dari santapan rayap. Dan beberapa
penyangga dari kayu mahoni dibawah rumah itu yang menghujam ke tanah dan
dilapisi cor-coran pada bagian bawah kayu mahoni. Atap seng rumah terlihat karat.
Zaid melangkah menapaki tangga kayu. Ia melewati beranda atas dan masuk ke
dalam rumah panggung itu.
Assaleum alaikeum Zaid memekik
Wa alaikum salam, kau baru pulang melaut, Zaid Tanya Emak yang
menyambut dengan senyuman.
Ya, mak
sana langsung mandi
Oya Mak, Dimana Hafsah?
Dia baru saja selesai mandi dan langsung ke kamar. Belum keluar dari
kamarnya.
Ayah sudah bangun, Mak? Tanya Zaid yang sedang mengambil segelas air
putih dan meminumnya.

20
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Selepas sholat ashar ayahmu istirahat dan berbaring kembali didalam kamar.
Kondisinya masih belum kuat. Emak baru saja pulang membawa ayahmu dari rumah
sakit Cut nyak dien di Seneubok untuk memeriksa kembali penyakit ayahmu. Saran
dokter ayahmu harus dioperasi untuk memasang penyanggah pada tulang belakangnya
karena syaraf kejepit yang diidapnya akan semangkin parah. Menurut dokter bulan
depan harus segera dioperasi.
Tapi, Mak. Kita tidak punya uang yang cukup untuk membiayai operasi ayah.
Nanti Mak akan gadaikan surat tanah kepada ayah Keumala. Dia pasti mau
membantu kita.
Apakah tidak ada jalan lain selain operasi, Mak.
Tidak ada jalan lain selain itu, Zaid
Tak apa. Masalah biaya tidak usah kau pikirkan. Emak masih sanggup
menjahit. Pesanan jahitan emak masih banyak. Emak akan kumpul sedikit demi
sedikit. Kalaupun jadi meminjam dengan ayah Keumala. Biar emang yang
melunasinya.
Tak apa, Mak. Zaid juga akan bantu. Seharusnya ini sudah menjadi tanggung
jawab Zaid.
Oh ya, Mak. Shifa dan Nazira pergi kemana mereka? Tanya Zaid
Kalau mereka berdua tempat Pakcik Taufik membantu masak memasak karena
Pakcik Taufik akan mengadakan syukuran keberangkatan hajinya,
Ya sudahlah, Mak. Saya ke kamar dulu mau jumpai Hafsah
Ia hendak menuju kamar tapi ia mendadak menghentikan langkahnya dan
berbalik badan dan ia bertanya lagi kepada Emaknya. Burhan sudah kemari Mak?
Kenapa dengan Si Burhan?
Dua Hari yang lalu aku pesan obat Herbal darinya. Katanya dia akan
hantar obat itu hari ini. Obat itu untuk Ayah.
Obat Herbal apa, Zaid?
Madu dan Habbatusaudah, Mak.

21
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Madu dan Habbatusaudah? kalau Madu Mak tahu. Tapi Habbatusaudah itu
apa?
Habbatusaudah itu kata Burhan artinya jintan hitam berupa biji-biji kecil
berwarna hitam berasal tanaman di daerah timur tengah dan afrika. Kata dia bahwa
Rasulullah Shalallahualaihiwassalam menganjurkan meminumnya karena
Habbatussaudah itu obat segala penyakit kecuali kematian. Burhan ada menjual
berupa biji dan berupa minyak. Keduanya sama-sama berkhasiat . Semoga obatnya
cocok untuk ayah. Semoga bisa menyembuhkan sakit Ayah. Yaudah mak, Zaid mau
ngambil handuk dulu dan mandi.
Zaid bergegas menuju kamar. Tangan kekarnya membuka pintu kamar. Ia
melihat sosok wanita berambut hitam panjang terurai dibelai angin laut yang lembut.
Wanita itu menghadap ke jendela yang terbuka bertatapan dengan pemandangan pantai
dan laut yang indah. Wanita itu adalah Hafsah istri Zaid yang baru sebulan ia nikahi.
Mereka berjumpa sewaktu menjadi pasukan Gerakan Aceh Merdeka. Hafsah
disebut Inong balee yang merupakan wanita pendukung pergerakan GAM.
Biasanya Inong Balee mendapat tugas memasak makanan bagi tentara GAM di hutan
dan menyeludupkan persenjataan ke hutan. Terkadang inong balee juga ikut
mengangkat senjata.
Namun sekarang Hafsah tidak bergabung dengan GAM lagi atas permintaan
ayahnya dan suaminya Zaid. Setelah peristiwa yang menimpanya setahun yang lalu.
Ada salah seorang anggota GAM yang mau melakukan pelecehan terhadap dirinya di
hutan perbukitan Meulaboh. Zaid menyelamatkannya sewaktu kebetulan ia melewati
hutan itu.
Dari peristiwa itu Zaid semakin kenal dan akrab dengan Hafsah. Kemudian Zaid
memintanya untuk tidak bergabung lagi di pasukan GAM. Akhirnya mereka menikah.
Di dalam Kamar Zaid menghampirinya. Ia melihat Hafsah termenung. Kulit
pipi Hafsah putih nan lembut itu basah dengan genangan air mata.
Kenapa kau menangis wahai kekasihku? Kenapa kau bersedih? Apa yang
sedang kau pikirkan? Zaid menyeka air mata Hafsah.

22
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Aku rindu adikku Abdullah Puteuh. Dia adikku satu-satunya. Dia tidak pernah
kembali semenjak penyerangan GAM di posko Militer di perbatasan Meulaboh
delapan bulan yang lalu. Aku ingin mengetahui nasibnya. Aku ingin sekali berjumpa
dengannya. Dan tak jelas kabarnya apakah masih hidup atau mati. Ia tertangkap
Tentara Indonesia hanya itu saja yang kuketahui dari temannya Said.
Sudahlah, sayang. Jangan kau pikirkan hal itu nanti membuatmu sakit
Entahlah. Hatiku merinduhkannya. Sekilas pikiran ini mengenang masa-masa
kecilku bersamanya
Wahai Kekasihku, Hafsah. Sebenarnya aku sudah tahu bagaiman peristiwa
tertangkapnya Abdullah. Sudah lama aku ingin menceritakan hal yang sesungguhnya
padamu.
Apa maksudmu wahai suamiku? Kata Hafsah menatap Zaid penuh keheranan.
Said pernah berkata kepadaku tentang peristiwa yang menimpa adikmu
Abdullah Puteuh. Ia tertembak di bagian dada dan kepalanya oleh tentara Indonesia.
Namun ia menyuruhku untuk tidak menceritakan hal yang sebenarnya padamu agar
kamu tidak bersedih
Jadi kau telah mengetahuinya selama ini! Spontan Hafsah menyahut dan
terlihat berang.
Ya, aku minta maaf. Aku telah menyembunyikannya cukup lama. Aku tak
ingin membuatmu menangis dan dirundung kesedihan.
Zaid menyeka air mata Hafsah sambil berusaha menenangkannya.
Hafsah menangis tersedu-sedu. Air matanya terus mengalir deras menggenangi
pipinya.
Tega kau ! wahai suamiku. Kenapa setelah menikah baru kau beritahu aku.
Cukup lama kau sembunyikan masalah ini dariku.
Aku tak mau membuatmu larut dalam bayangan kesedihan. Maafkan aku
sungguh.maafkan aku! Celetuk Zaid. Ia berdiri disamping Hafsah.
Sewaktu tentara Indonesia mengejar mereka hingga ke bukit. Dia tertembak
dan tertinggal dibelakang. Setelah keadaan aman teman-temannya mencarinya

23
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

kembali namun mereka tidak menemukan mayat Abdullah. Mungkin tentara Indonesia
membawanya entah kemana. Dia tertembak dibagian kepala dan dada. Kemungkinan
selamat tidak mungkin menurut Said.
Hafsah menghela nafas panjangnya dan menahan emosi. Air matanya terus
berurai tak terbendung.
Hafsah berkata,Ingin rasa aku bergabung kembali ke pasukan GAM. Dan
membalas dendam atas kematian Abdullah. Namun aku sudah berjanji pada ayah
untuk tidak bergabung kembali. Lantas apakah kita harus tinggal diam!.
Sudahlah, Hafsah wahai istriku. Tenangkanlah dirimu. Dendam tidak akan
menyelesaikan masalah. Kita berharap semoga konflik ini akan segera berakhir.
Beberapa hari yang lalu aku menonton televisi bahwa GAM dan TNI akan memulai
pertemuan untuk membicarakan perjanjian damai di luar negeri. Semoga perjanjian
damai antara GAM dan TNI cepat terwujud karena sudah terlalu banyak korban yang
tidak berdosa.
Bibir Hafsah bergetar memendam rasa kepedihan yang mendalam.
Ya, wahai suamiku. Aku ingin konflik ini segera berakhir. Aku tak mau ada
banyak korban lagi yang berjatuhan Kata Hafsah terisak.
Benar, Sayang. Semoga Allah mendamaikan negeri dari konflik berdarah ini
yang telah bertahun-tahun lamanya Pinta Zaid.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah luar. Suara cempreng seperti
trompet itu mengingatkan Hafsah kepada seseorang.
Assalamu alaikumAssalamu alaikum...
Hafsah mendengar dari dalam kamarnya dengan seksama. Lalu ia bersumpah
serapah seperti hendak menelan orang itu hidup-hidup. Matanya melotot. Tangisnya
reda.
Bajingan! Dasar binatang! Ngapain dia datang ke rumah ini. Rupanya dia
sudah lupa apa yang telah ia lakukan padaku Kata Hafsah penuh dengan kemarahan.
Sabarlah wahai sayangku. Istighfarlah! Lupakan masalah itu. Zainal kini tidak
mungkin berani melakukan hal serupa yang dilakukan padamu, juga tidak kepada

24
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Inong-inong lain. Karena setelah peristiwa yang menimpamu sewaktu ia hendak


memperkosamu di hutan perbukitan itu telah diketahui komandan GAM daerah
Meulaboh. Dia telah diberi sanksi. Tapi jika hal itu terulang lagi dia akan diberi
hukuman mati tanpa ampunan Sahut Zaid.
Aku masih geram jika berjumpa dengannya. Mendengar suaranya saja aku
jijik!. Ingin rasanya kucekik lehernya. Seharusnya Abang bunuh saja dia sewaktu dia
melecehkanku di hutan perbukitan itu. Hardik Hafsah melotot.
Sudahlah biar aku menemui dia dulu Sahut Zaid.
Tok! tok! tok!. Emak mengetuk pintu kamar mereka
Zaid..oh..Zaid. Ada tamu. Tolong kau keluar sebentar! Emaknya berkata
sambil mengetuk pintu.
Iya, Mak., Zaid keluar. Sesaat ia menoleh ke arah Hafsah dan tersenyum.
Sabarlah sayangku. Kau tunggu dalam kamar dulu ya.
Hafsah hanya terdiam dalam kegeraman yang menjulang ke ubun-ubun. Zaid
langsung keluar menemui tamunya. Ada dua orang pemuda sudah duduk di ruang
tamu. Yang satu kurus jangkung berkumis dan kulit agak hitam namanya Irsyad. Yang
satu lagi gemuk pendek sedikit berewokan kulitnya sawo matang namanya Zainal.
Peu haba, Zaid?[1] Sehat selalu kan? raut muka Zainal tersenyum.
Nyo, ln gt.[2] Dro baik-baik saja kan.Sahut Zaid
Zaid menyalami mereka berdua sambil mempersilakan mereka duduk. Ia duduk
di kursi kayu menghadap ke Zainal. Ada apa gerangan kau ke sini, Zainal?
Begini. Kami hendak melakukan penyerangan balasan terhadap tentara
Indonesia karena telah membunuh rekan-rekan kami beberapa bulan lalu termasuk
adiknya Hafsah yang menjadi korban. Aku tak bermaksud mengajakmu ikut
menyerang. Aku tahu bahwa tanggung jawabmu besar saat ini. Apalagi ayahmu masih
sakit Kata Zainal.
Memang aku tak mungkin bergabung untuk beberapa lama. Karena aku harus
membiayai kedua orang tuaku, istriku dan dua orang adikku yang perempuan. Mereka
masih bergantung padaku Sahut Zaid.

25
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Kedatanganku kemari bermaksud untuk meminta bantuan untuk kelancaran


operasi tempur. Semoga dengan adanya dukungan dan doa dari kalian misi ini akan
berjalan lancar
Tapi aku tak bisa memberi banyak.Zaid mengambil dompetnya dari kantong
celana. Lalu ia mengeluarkan uang sebesar dua ratus ribu rupiah. Dan memberikan
uang itu kepada Zainal. ini saja yang bisa aku beri pada kalian.
Tak apa Zaid. Teurimong gash. Semoga Allah membalas kebaikanmu.
Irsyad tak banyak bicara ia hanya tersenyum saja sesekali.
Tapi Zainal. Sampai kapankah perang ini akan berakhir?
Sampai Aceh merdeka dari Indonesia!
Entahlah Zainal. Rasanya sudah terlalu banyak korban berjatuhan.
TapiZaid. Itu merupakan hal yang lumrah dalam merebut kemerdekaan.
Entahlah kata Zaid sambil menghela nafas panjang.
Kalau begitu kami permisi dulu mohon izin karena kami akan langsung ke
tempat Pakcik Taufik dan tempat yang lain. Terima kasih atas bantuannya. Assalamu
alaikum.
Dua pemuda itu meninggalkan Zaid. Mereka bergegas pergi. Bayangan
merekapun hilang dalam cahaya mentari sore hari. Lalu Zaid bangkit dari tempat
duduk. Emaknya memanggilnya.
Zaid, ayah memanggilmu. Tolong kau jumpai beliau di kamar. Beliau ingin
berbicara denganmu
Iya, mak.
Zaid masuk ke dalam kamar ayahnya. Ia melihat sosok pria tua sedang
berbaring di atas tempat tidur sambil memegang mushaf al-Quran. Ia duduk berada
di ujung kaki ayahnya. Dia mengurut-urut kaki ayahnya.
Beliau mengidap penyakit syaraf kejepit akibat kecelakaan bus sewaktu
berangkat ke Banda Aceh untuk takziah ke rumah Abangnya yang wafat dua tahun
lalu. Dalam peristiwa kecelakaan itu menewaskan beberapa penumpang. Ayahnya

26
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

salah satu penumpang yang selamat namun beberapa tulang belakangnya bergeser
hingga menyebabkan syaraf kejepit.
Pada tahun pertama pasca keluar dari rumah sakit ayah Zaid belum merasakan
apa-apa namun hampir sepuluh bulan kemudian. Kakinya sulit untuk berdiri. Syaraf
kejepit mempengaruhi organ-organ yang lain menjadi bermasalah karena tidak
berfungsi maksimal. Selain mengidap Syaraf kejepit ayahnya mulai sedikit pikun.
Lalu Beliau bercerita kepada Zaid tentang peristiwa dua puluh tahun silam di hutan
perbukitan Meulaboh. Entah kesekian kali ayahnya menceritakan peristiwa itu kepada
Zaid.
Ayahnya mengatakan bahwa mereka pernah melakukan eksekusi terhadap tiga
tentara Indonesia di hutan perbukitan Meulaboh. Waktu itu tiga tentara Indonesia
diculik dari pos keamanan oleh tentara GAM. Lalu dibawa oleh tentara GAM ke
daerah hutan perbukitan Meulaboh. Ayahnya merupakan salah satu anggota dari
tentara GAM itu. Mereka menginterogasi tiga tentara Indonesia itu selama beberapa
jam. Namun tak lama berselang mereka melakukan eksekusi bagi ketiga tentara itu.
Mereka membawa ketiga tentara itu dengan mata tertutup dan tangan terikat.
Setelah sampai di bibir jurang mereka berhenti. Lalu mereka melaksanakan ritual
eksekusi itu. Ketiga tentara Indonesia itu dipaksa berlutut. Tak ada satupun dari tentara
Indonesia itu berani melawan. Waktu yang mendebarkan bagi ketiga tentara itu.
Jantung mereka berdegup kencang tak tentu arah. Mereka merasa gerbang kematian
akan dibuka. Sebelum mereka dieksekusi mereka diminta untuk mengucapkan kata-
kata terakhir.
Salah seorang tentara Indonesia memaki-maki mereka. Semoga kalian masuk
neraka. Kalian manusia biadab.
Dasar kafei! tentara Indonesia bangsat!. Salah seorang tentara GAM
berteriak.
Dor! Dor! letupan senapan itu menyeruak di kesunyian malam di hutan
perbukitan Meulaboh. Peluru menembus kepala tentara itu. Darah mengucur deras dari
kepalanya. Iapun masuk kedalam gerbang kematian.

27
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Dan tentara Indonesia yang kedua berada disamping mayat tentara pertama
yang terkapar hanya diam saja pasrah menerima takdirnya. Keringatnya membasahi
seluruh tubuhnya. Nafasnya tersengal-sengal ketakutan. Ia merasa bahwa selimut
kematian akan dibentangkan untuknya.
Apa pesan terakhir yang ingin kau katakan? Ayo cepat katakan!
Tentara Indonesia itu hanya membisu dalam malam yang kelam.
Dor! Dor! Dua kali letupan menembus kepala dan dada tentara yang kedua
diikuti sumpah serapah tentara GAM. Dasar pai![3] Dasar tentara Indonesia
kafei![4]
Giliran tentara terakhir dieksekusi yang akan dilakukan oleh Ayah Zaid.
Sekarang giliranmu, hei tentara Indonesia bangsat. Apa pesan terakhirnya ingin
kau katakan?!! salah satu tentara GAM teman ayahnya membelungsing.
Tentara Indonesia yang ketiga itu berkomat-kamit. Ia mengucapkan sesuatu
kalimat yang tak asing bagi seorang muslim. Tentara itu berucap
Asyhadu allah illahaillah wa asyhadu anna Muhammaddarasulullah
Tangan ayah Zaid bergetar. Hatinya berkecamuk. Jiwa seolah melayang.
Seseorang teman ayahnya menyuruh mempercepat eksekusi. Namun ayah Zaid tetap
terdiam memandangi tentara Indonesia yang mengucap dua kalimat syahadat
berulang-ulang.
Dordordor!
Terdengar letusan dari senapan ayahnya. tanpa sepengetahuannya salah satu
temannya telah menekan pelatuk senapan ayahnya. Peluru menembus kepala tentara
Indonesia yang ketiga. Darah mengalir dari kepalanya. Bau amis darah menyebarkan
keangkeran hutan perbukitan Meulaboh di tengah hujan gerimis. Ayah Zaid terdiam
seribu bahasa.
Sudahlah, Anwar. Mereka itu tentara Indonesia kafei. Mari kita campakkan
mereka ke jurang.
Biarkan aku saja yang membuang mereka. Anwar Ayah Zaid menatap mereka
begitu sinis.

28
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Baiklah. Kami berangkat dulu. Assalamu alaikum. Mereka meninggalkan


ayah Zaid sendirian.
Tetesan air hujan membasuh wajah ayahnya yang
menangis. Bayangan kesedihan menyelimuti raut wajah ayahnya. Beliau menghardik
dirinya sendiri dalam hati mengapa selama ini dia telah banyak membunuh saudaranya
sesama muslim. Apa tidak jalan lain selain mengangkat senjata. Sampai kapankah
konflik ini berakhir.
Allah mengharamkan seorang muslim membunuh muslim yang lain tanpa alasan
yang haq karena termasuk dosa yang besar. Lalu beliau meminta maaf dihadapan
ketiga mayat tentara itu dan mohon ampunan kepada Allah. Ia membuang ke jurang
yang dibawahnya ada sebuah jalan yang biasa dilalui orang. Beliau berharap akan ada
orang lain yang menemukan mayat mereka.
Ayahnya berpesan dan berkata
Janganlah membunuh nyawa manusia tanpa alasan yang haq apalagi
membunuh sesama muslim. Sungguh besar murka Allah kepada orang yang
menghilangkan nyawa tanpa alasan yang jelas atau haq. Kalaupun kau bergabung
dalam barisan Kemerdekaan Aceh, namun jangan pernah kau lumuri tanganmu dengan
darah. Ayah selalu memohon kepada Allah agar konflik berdarah ini segera berakhir.
Ayahnya memberikan sebuah mushaf yang terbuka kepadanya, terlihat
terjemahan sebuah ayat:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya..." (QS. al- Maidah: 32)
Ya Allah damaikan negeri ini. Pinta Ayahnya sambil meneteskan air mata.
Aamiin Sahut Zaid.
Derai air mata meremang dipipi Zaid. Lalu ia menyeka air matanya dan
ayahnya. Ia mencium kening beliau.

29
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ia meninggalkan beliau lalu menemui Hafsah di kamarnya dan menghiburnya


untuk menenangkannya.
Hafsah, sayangku. Tenangkanlah dirimu. Dendam tidak akan menyelesaikan
masalah. Dendam akan menimbulkan pertumpahan darah. Janganlah kita berlarut
dalam permasalahan ini. Balas keburukan dengan kebaikan.
Ya, aku tahu itu. Bang. Namun Hati ini begitu sulit menerima. Entahlah
Sudahlah, jangan kau pikirkan.
Mmm..bau apa ini! Bau amis. Bau badanmu bang Hafsah mengernyitkan
jeninglah. Ia menutup hidungnya
Maaf, abang belum mandi. Tapi heran kenapa baru sekarang tercium baunya.
Ujar Zaid
sudah cepat sana mandi. Aduh baunya..!
Lalu ia pergi mandi untuk membersihkan diri dari bau amis ikan dicampur bau
badan menebarkan aroma luar biasa tak sedap sehingga kalau ada orang yang berlama-
lama satu ruangan dengannya akan mual mungkin saja pingsan.
Menjelang senja mega merah telah menyambut malam dengan rangkulan mesra.
Takbir azan berkumandang di seluruh penjuru Suak ribee. Magrib pun tiba. Orang-
orang melaksanakan sholat berjamaah di masjid dan meunasah ataupun sendirian di
rumah. Geliat kehidupan masih terlihat di pantai Suak Ribee. Hari pun berganti
malam. Bintang-bintang pun bertaburan tunduk dalam titah Tuhan Yang Maha
Mengatur.

[1] Apa kabar, Zaid?


[2] Saya baik.
[3] Dasar Babi
[4] Kafei artinya kafir

30
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

4 . Tangis Cinta Keumala

Usai mandi Zaid merebahkan badannya di atas ranjang. Ia melewatkan begitu


saja perintah sholat walau waktu sholat telah tiba. Sedangkan Hafsah baru saja selesai
sholat magrib. Ia membaca al-Quran. Ayat demi ayat ia lantunkan.
Lalu Zaid memperhatikan istrinya yang tepat berada di samping
ranjang.
Ia mendengarkan lantunan ayat-ayat Ilahi dari bibir Hafsah sambil
memandangi langit-langit kamar. Ia terkenang masa kanak-kanak
dulu. Pikirannya terbang ke masa lampau ketika Ia belajar mengaji dengan ayahnya
sendiri. Dan juga ia terkenang sewaktu ia pernah ketahuan tidak mengerjakan sholat
karena keasikan bermain hingga magrib terlewatkan. Ayahnya murka hingga
memukulnya habis-habisan.
Mau jadi apa kalau tak sholat! Hardik ayahnya sambil memukul sebatang
rotan berkali-kali.

31
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ampun Yah.ampunYah. Zaid janji tidak akan meninggalkan sholat lagi.


Zaid janji yah Zaid kecil menangis terisak-isak.
Sudah berapa kali kau meninggalkan sholat, masih kecil sudah mau durhaka
kepada Allah. Bagaimana kalau besar nanti kau akan mengabaikan perintah ayah dan
durhaka kepada ayah sekaligus kepada Allah. Sudah berapa dosa yang kau lakukan
Kata Ayahnya yang terlihat begitu emosi.
Sudahlah, Yah. Zaid kan masih kecil Emak membela.
Justru sewaktu masih kecil harus diajari betapa pentingnya sholat. Dengar,
Zaid! sekali lagi kau meninggalkan sholat. Ayah tidak akan izinkan kau bermain lagi
dengan teman-temanmu.
Iya, Yah Zaid kecil terisak-isak.
Ayahnya meninggalkan Zaid yang duduk meringkuk di sudut rumah lalu ibu
menghampirinya dan menasehatinya.
Tiba-tiba
Assalaikum alaikum! suara terdengar
dari luar rumah. Zaid terkejut dan bangkit dari
tempat tidur. Kejadian masa lampau itu hilang
dalam imajinasi pikirannya.
Siapa itu, bang? Tanya Hafsah sambil menutup mushaf al-Quran.
Tanpa menjawab pertanyaan Hafsah, Zaid bergegas keluar.
Wa alaikum salam Jawab Zaid kepada tamu
Kamu Burhan Zaid menyungging senyuman kepada sosok pria muda
berjanggut memakai jubah dan sorban putih di atas kepalanya.
Maaf atas keterlambatan ana mengantarkan pesanan antum, Zaid Burhan
memberikan sebotol madu dan sebotol habbatusaudah.
Tak apalah. Asalkan pesanannya ada walaupun terlambat Zaid sumringah.
Madu Jabal Uhud Zaid membaca tulisan yang tertera pada botol itu. Burhan,
ini madu dari Jabal Uhud, ya?!
Bukan, ini madu dari daerah hutan Aceh. Cuman mereknya saja Jabal Uhud.

32
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Oh begitu, silakanlah masuk dulu! Duduklah!


Tak usahlah. Ana ada keperluan lain.
Jadi berapa harga semuanya?
Seratus sembilan puluh ribu saja.
Zaid memberikan uang sebesar dua ratus ribu kepada Burhan.
Aku tak punya kembaliannya.
Sudahlah Burhan, untukmu saja kembaliannya.
Kalau begitu terima kasih. Ana permisi dulu. Assalamu alaikum.
Burhan meninggalkan Zaid. beberapa saat kemudian Hamdan datang. Hentakan
kakinya menapaki anak tangga terdengar seperti hendak merobohkan rumah. Ia sulit
menaiki tangga karena tubuhnya yang gemuk.
Assalamu alaikum. Hamdan mengucap salam
Wa alaikum salam, ada apa, Dan? Jawab Zaid yang melihat Hamdan menaiki
anak tangga.
Kau tak pergi ke acara syukuran Pakcik Taufik malam ini.
Oh ya aku hampir lupa. Tunggu sebentar ya. Aku berkemas dulu
Zaid memberikan madu dan habbatusaudah yang ia pegang kepada Emaknya
dan menyuruh beliau untuk memimumkan madu dan Habbatusaudah itu kepada
ayahnya.
Setelah Zaid mengenakan peci dan sarung. Lalu ia permisi kepada Hafsah dan
bergegas keluar menuruni tangga.
Ayo kita berangkat, Dan! Kau tak beri tahu si Fikri untuk datang ke acara
syukuran Pakcik Taufik. Kata Zaid.
Aku tadi ke rumahnya. Kata Maknya baru saja ia keluar tapi tak tahu kemana
perginya. Sahut Hamdan
Tak biasanya ia susah dicari. Sahut Zaid
Lanjut Zaid Kasihan Fikri. Aku merasa hatinya sedang meradang karena
cintanya pada Keumala. Kulihat dia sering termenung sewaktu melaut.
Lantas apa yang harus kita perbuat Sahut Hamdan.

33
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Akupun tak tahu Dan. Mungkin hanya doa saja.


Mereka berjalan diterangi remang-remang lampu jalan menelusuri jalan
beraspal. Pepohonan berjejer di sisi jalan. Mereka melewati beberapa rumah-rumah
panggung dan rumah-rumah bata.
Mereka tiba di depan rumah besar berlantai dua yang merupakan rumah pakcik
Taufik sudah ramai didatangi sanak saudara ,kaum kerabat dan tetangga. Pakcik
Taufik seorang tauke kelapa juga orang terpandang di pesisir Suak Ribee.
Acarapun dimulai. Bacaan yasin takhtim dan tahlil dilatunkan bersama. Suasana
syukuran begitu ramai. Selepas doa acara makan bersama. Orang-orang asyik
menikmati sajian lezat dari tuan rumah.
Beberapa saat kemudian sayup-sayup suara seseorang melolong minta tolong
jaraknya empat rumah dari rumah Pakcik Taufik. Pria itu menghampiri ke arah
keramaian acara itu.
Tolong!tolong!tolongsi Keumala!
Sosok pria paruh baya bertubuh gendut dan berkumis tebal keluar dari
keramaian acara dan menghampiri pria yang baru saja bertempik[1] itu.
Ada apa, Solihin? Tanya Pria gemuk berkumis tebal tampangnya kelihatan
seram seperti sipir penjara itu adalah ayah Keumala.
KeumalaKeumala! Pria cungkring itu terdengih-dengih.[2] Dia begitu
panik seperti dikejar macan. Dia adalah supir ayah Keumala.
Iya ada apa dengan Keumala?Tanya Ayah Keumala.
Dia minum racun serangga. Dia tergeletak lemas di atas tempat tidur. Aku
bingung apa yang harus dilakukan.
Astagfirullahal azhim Orang-orang yang beristigfar mendengarkan hal itu.
Apa!ayo cepat kita bawa bawa ke rumah sakit! raut muka ayah Keumala
begitu panik dan cemas.
Solihin dan Ayah Keumala bergegas tergopoh-gopoh pulang ke rumahnya
diikuti oleh beberapa orang termasuk Zaid dan Hamdan.

34
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Sesampai di tempat mereka melihat seorang wanita paruh baya ibu Keumala
menangis di samping seorang gadis yang tergeletak lemas. Buih keluar dari mulutnya.
Bau racun serangga menyerbak di dalam kamar. Beberapa orang sibuk menggotong
tubuh Keumala ke dalam mobil. Mereka langsung bergegas membawa ke rumah sakit
Cut Nyak Dien di Seneubok karena di Suak Ribee tidak ada rumah sakit yang
berfasilitas lengkap. Zaid dan Hamdan tidak ikut mengantar hanya ayah Keumala,
ibunya, Solihin, dan dua orang kerabatnya. Zaid dan Hamdan kembali ke rumah
Pakcik Taufik untuk permisi pulang.
Zaid dan Hamdan bergegas mencari Fikri. Mereka ingin memberitahukan hal itu
segera.
Kemana kita akan mencari Fikri Tanya Hamdan kepada Zaid.
Aku pun bingung mau kemana Ucap Zaid
Coba kita kembali ke rumahnya saja. Siapa tahu dia sudah pulang Spontan
jawab Hamdan.
Baiklah ayo cepat kita langsung saja Kata Zaid.
Mereka menelusuri jalan melewati beberapa gang. Terdengar dari salah satu
rumah panggung di kejauhan Suara syahdu yang diiringi irama gitar mendendangkan
sebuah lagu. Suara itu dari seorang pria yang sedang merana karena cinta. Ia sedang
menghibur diri.
bungong jeumpa, bungong jeumpa
meugah di aceh
bungong teuleubeh-teuleubeh indah lagoina
bungong jeumpa, bungong jeumpa
meugah di aceh
bungong teuleubeh-teuleubeh indah lagoina
puteh kuneng , meujampu mirah
bungong si ulah indah lagoina

35
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

lam sinar buleun, lam sinar buleun


angen peu ayon ..
duroh meususon , meususon yang mala mala
mangat that mubee , meunyo tatem com
leumpah that harom si bungong jeuma
mangat that mubee , meunyo tatem com
leumpah that harom si bungong jeuma
(Bunga jeumpa , Bunga jeumpa
terkenal di Aceh
bunga yang sangat indah rupanya
Bunga jeumpa , Bunga jeumpa
terkenal di Aceh
bunga yang sangat indah rupanya
putih kuning, bercampur merah
bunga setangkai indah sekali
dalam sinar bulan, dalam sinar bulan
angin ayunkan..
jatuh bersusun-bersusun yang layu-layu
dalam sinar bulan, dalam sinar bulan
angin ayunkan..
jatuh bersusun-bersusun yang layu-layu
sungguh harum wanginya, kalo dicium
sungguh harum sekali si bunga jeumpa)
Mereka pun tiba. Nafas mereka berdua ngos-ngosan.
Assalamu alaikum, Fikri. Kami sudah dari tadi mencarimu.
Wa alaikum salam. Ada apa!?
Keumala..Fik..Keumala Zaid sedikit bingung harus mulai dari mana.
Ada apa dengan Kumala? Fikri tampak khawatir
Keumala minum racun serangga.

36
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Apa! Apa Keumala minum racun serangga. Mengapa hal itu bisa terjadi. Aku
harus menemuinya sekarang
Fikri ingin pergi menemui Keumala. Namun Zaid menahannya.
Tunggu dulu Fiktenang dulusabarlah. Biar aku jelaskan dulu. Duduklah
Kata Zaid.
Iya cepatlah ceritakan kepadaku. Jangan membuat aku panik Matanya
berkaca-kaca. Raut wajah terlihat sedih.
Keumala telah dibawa oleh kedua orang tuanya ke rumah sakit Cut Nyak Dien
di Seneubok. Semoga dia bisa diselamatkan. Untuk saat ini dia butuh doa darimu
saja.
Fikri terpaku dalam diam di keheningan malam. Dia bingung apa yang ia harus
lakukan. Hanya doa yang terucap di bibirnya. Malam ini bintang-bintang masih
berhamburan menata pesona langit seolah ia ingin menghibur suasana hati Fikri yang
tersiksa dan merindu. Tersiksa akan cinta dan merindu akan kekasih.
Sementara itu sebuah mobil yang melaju kencang menelusuri jalan berliku. Di
dalam mobil itu raut-raut muka kepanikan dan harap-harap cemas terlihat pada wajah
ayah Keumala, ibunya, solihin dan dua orang kerabat mereka. Dalam hati mereka
berdoa Ya Allah, tolonglah engkau selamatkan Keumala. Kasihanilah ia. Ibu
Keumala terus menangis. Air mata meremang tak henti-henti. Ia mengelapi wajah dan
mulut Keumala dengan sapu tangan.
Seandainya Kau tidak memberatkan Fikri untuk menikahinya. Mungkin hal ini
tidak akan terjadi. Kau yang bertanggung jawab kalau Keumala mati Ibu Keumala
menatap tajam ke arah ayah Keumala yang duduk di kursi mobil bagian depan. Beliau
kelihatan marah seakan ingin mencengkram musuh.
Kau pikir aku tidak menyayangi Keumala. Aku ingin dia menikah dengan pria
yang berpendidikan, kaya. Aku ingin dia terhormat Kata Ayah Keumala terlihat
berang.
Betapa teganya kau mengorbankan perasaan anakmu. Inilah kemauanmu
inilah kemauanmu kan!. Mau dia mati sengsara karena kepongahan dan keegoan

37
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

seorang ayah. Baca surat ini! baca! Aku tadi menemukan surat itu disampingnya.
Kegeraman Ibu Keumala belum juga reda.
Ibu Keumala memberikan sepucuk surat kepada Ayah Keumala yang wajahnya
masih terlihat merah padam.
Beliau mengambil surat itu lalu membacanya
Assalamu alaikum
Untuk orang yang kucintai sepenuh jiwa.
Wahai engkau yang terkasihi, Fikri Nanda. Sebelumnya aku minta maaf jika
aku melakukan hal bodoh ini. Aku tak sanggup meredam rasa rinduku padamu.
Sebagian jiwa telah menyatu padamu. Namun engkau semangkin jauh dariku. Jiwaku
kini lumpuh. Semangat hidupku hampir redup. Engkaulah yang kucintai dalam hatiku.
Aku tak ingin berpisah denganmu.
Sungguh semenjak ayahku meminta mahar yang memberatkanmu dan akhirnya
kau membatalkan rencana pernikahan suci itu. Dunia ini serasa runtuh. Hatiku
berkecamuk. Lalu aku mengajakmu untuk kawin lari. Namun kau menolak dengan
alasan menjaga marwah keluargaku dan keluargamu. Akan tetapi penolakkan itu
membuatku semangkin hancur. Aku ingin mati saja tak ada seorang pun yang
memahami beban cinta ini termasuk ayahku yang mempertahankan egonya.
Aku tak sanggup lagi karena kini malam-malamku selalu diselimuti kesedihan.
Cahaya cinta itu mulai menghilang. aku tak kuasa menahan tekanan batin cinta ini.
Aku tak mau gila. Lebih baik aku mati dari pada sengsara. Maafkan keputusanku ini.
Dari Yang merindumu
Keumala
Tanpa terasa air mata Ayah Keumala tak bisa dibendung. Dia seolah menyesali
perbuatannya selama ini yang telah menyiksa perasaan anaknya. Dia melihat anaknya
Keumala tergeletak lemas dalam pangkuan ibu dan dua orang kerabatnya. Ayahnya
membisu seribu bahasa.
Mobil terus melaju kencang hingga akhirnya mereka tiba di rumah sakit Cut
Nyak Dien di Seneubok, Meulaboh. Keumala langsung dibawa ke ruang gawat

38
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

darurat. Detik-detik yang menegangkan. Mereka menunggu di bangku dekat ruang


dimana Keumala di rawat. Jam terus berdetak. Malam semakin larut. Mereka terlihat
menahan kantuk. Beberapa perawat lalu lalang. Akhirnya seorang dokter keluar dari
ruang gawat darurat dan menemui mereka.
Bagaimana Keumala, Dokter? Ibunya terlihat waswas. ia merapikan jilbab
hitamnya yang urak-urakan.
Alhamdulillah. Dia sedikit sudah mulai sadar. Racunnya sudah ia muntahkan
karena telah diberi perangsang muntah. Untung belum terlambat. Tapi malam ini biar
dia istirahat dulu. Besok saja menemuinya. Saya permisi dulu ya Kata
dokter tersenyum.
Terima kasih dokter Sahut Ayah Keumala sambilmenyalami dokter itu.
Mereka bermalam di rumah sakit menunggui Keumala. Malampun semangkin
larut. Jalanan tampak lengang. Sebagian warga Meulaboh telah lelap di peraduannya.
Bulan masih memancar cahaya cintanya ke bumi. Tak pernah ia bosan. Bintang-
bintang terus menemani sang bulan meramaikan cakrawala memuja-muji Sang Khalik
yang Maha Agung.

[1] Bertempik artinya menjerit kuat, berteriak kuat-kuat


[2] Artinya bunyi seperti suara orang sesak nafas.

39
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

5. Kasih yang Merindu

Pagi ini mentari menyapa dibalik bukit. Burung berkicau merdu di dedahan
pohon. Ayam-ayam berkokok. Desir angin laut berhembus lembut menyapa warga
pantai Suak Ribee. Anak-anak sudah berangkat ke sekolah. Sudah pagipun masih ada
juga sebagian warga yang terlelap.
Namun ada juga yang telah melaut sejak subuh tadi. Geliat kehidupan sudah
diterlihat di pesisir pantai itu. Di sebuah warung kopi milik pak Azli dipadati orang-
orang yang mau minum kopi dan makan sarapan pagi. Minum kopi Khas pesisir
Meulaboh ini gelasnya diletakkan terbalik. Posisi mulut gelas berada dibawah
bertatapan dengan wajah piring kaca kecil. Cara meminumnya harus hati-hati agar
tidak tumpah. Salah satu tangan harus menekan lembut bagian pantat gelas dan tangan
yang lain memegang piring kecil. Lalu air kopi merembes melalui sela-sela antara
bibir gelas dan permukaan piring kaca yang kecil. Air kopi diseruput melalui pinggir-
pinggir piring kaca itu. Kopi memang nikmat jika diminum di pagi hari bagi
penikmatnya. Salah satunya Zaid yang suka minum kopi. Dia meminum kopi sambil
bercengkramah dengan orang-orang di warung itu. Mereka bercerita tentang kejadian
tadi malam yang membuat warga terkejut. Pagi itu berita Keumala meminum racun
menyebar ke seluruh warga. Ada yang kasihan terhadap Keumala. Dan ada juga yang
tidak suka terhadap kepongahan ayahandanya. Memang warga Suak Ribee sudah
kenal dengan perangai ayahanda Keumala itu.
Selepas sarapan Zaid pergi pulang ke rumah untuk mengambil bekal dan
peralatan melaut. Dalam perjalanan ia berpapasan dengan Solihin yang hendak pergi
sarapan di warung kopi pak Azli. Solihin bercerita banyak mengenai keadaan
Keumala. Lalu mereka berpisah. Sesampai di rumah Zaid menemui Hafsah yang telah
menyiapkan perbekalan. Dia memberi salam dan menyapa Hafsah yang mengenakan

40
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

sarung hijau kotak-kotak, baju kaos putih berlengan panjang dan jilbab kaos coklat.
Hafsah menjawab salam Zaid lalu ia bertanya kepada Zaid.
Suamiku, bagaimana keadaan Keumala? Sudah ada kabar Tanya Hafsah.
Sudah. Tadi aku jumpa dengan Solihin. Ia berpapasan denganku di jalan
sewaktu ia hendak ke warung kopi Pak Azli. dia kata baru saja sampai subuh tadi
untuk mengambil pakaian dan keperluan lainnya. Nanti siang dia akan kembali ke
rumah sakit. Dan Keumala berhasil diselamatkan karena ia tidak banyak racun yang
tertelannya Jawab Zaid.
Kalau begitu, mungkin besok kami mau menjenguknya. Besok Shifa dan
Nazira libur sekolah karena hari Ahad mereka bisa menemaniku pergi menjenguk
Keumala Kata Hafsah.
Lalu Hafsah memberikan bekal yang berada di meja.
Ini bekalmu. Wahai suamiku. Ayo cepat mungkin Hamdan dan Fikri sudah
menunggumu di perahu.
Zaid berangkat ke pantai dimana perahu mereka ditambatkan di dekat sebuah
pohon kelapa. Udara sejuk pagi memberi hawa kesegaran untuk bersemangat memulai
aktivitas. Ombak mengempas-ngempas ke daratan. Dedaunan pohon nyiur bergerak-
gerak lembut tertiup desir angin laut. Hamdan dan Fikri telah menunggu Zaid di dekat
perahu.Mereka melihat indahnya biru laut di pagi hari. Sungguh luas lautan yang
Allah ciptakan untuk manusia. Namun hanya segelintir manusia yang mau bersyukur.
Assalamu alaikum
Wa alaikum salam Jawab Hamdan dan Fikri serentak
Dah lama menunggu Kata Zaid
Hampir setengah jam Sahut Hamdan.
Aku tadi berjumpa dengan Solihin... Kata Zaid sambil meletakkan
perbekalan diatas perahu.
Jadi bagaimana nasib Keumala Cerocos Fikri ingin tahu.
Sebentar dulu, Fik. Biarkan saya cerita. Tadi aku berpapasan dengan Solihin. Ia
hendak sarapan ke warung kopi pak Azli. Dia baru datang tadi subuh. Dia kata

41
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Keumala masih bisa diselamatkan. Dia sedang dirawat di rumah sakit Cut Nyak Dien
Seneubok Meulaboh
Alhamdulillahi rabbil alamin. Ucap Fikri dan Hamdan.
Fikri terlihat gembira wajah kesedihan itu berubah penuh kebahagian dan
semangat hari ini. Dia bersyukur Keumala selamat. Ingin rasanya ia segera menemui
Keumala namun dalam benaknya ayahanda Keumala akan mengusirnya jika ia datang
menjenguk Keumala karena pasti beliau menuduhnya sebagai biang kerok yang
menyebabkan Keumala melakukan hal bodoh itu.
Apa yang kau pikirkan, Fik Tanya Hamdan
Aku ingin menjenguk Keumala di rumah sakit. Tapi aku ragu karena ayahnya
akan mengusirku. Ia pasti menuduhku sebagai penyebab Keumala minum racun
serangga Sahut Fikri terlihat muram kembali.
Jangan takut.Besok kita berangkat menjenguknya Kata Zaid menghibur Fikri.
. Sekarang, ayo kita berangkat melaut nanti keburu siang Sahut Hamdan.
Mereka mendorong perahu dari pantai ke laut dan mendayung perahu ke tempat
yang agak dalam beberapa saat kemudian Zaid memasang mesin pendorong
dibelakang perahu. Zaid menghidupkan mesin itu. Mesin itu pun berteriak
menggelegar. Baling-baling berputar dibawa perahu mendorong kuat hingga perahu
itu pun melaju meninggalkan pantai Suak Ribee. Perahu mereka terlihat jauh dan
menjauh hingga seperti tertelan lautan jika dilihat dari pantai. Angin terus bertiup.
Ombak tidak pernah bosan menderu. Burung-burung bekicauan. Pagi itu seolah
memberi semangat kembali bagi kasih yang merindu.
***
Matahari telah tertidur. Siang berganti malam. Langit masih seperti kemarin.
Azan bergelegar juga masih seperti kemarin. Angin bertiup juga masih seperti
kemarin. Hanya suasana hati Zaid tidak seperti kemarin. Ia merasa ingin selalu berada
disisi Hafsah malam ini. Selepas sholat isya Hafsah melepaskan mukenahnya dan
melipatnya lalu ia meletakkan kembali ke lemari. Zaid sedang merebahkan tubuhnya

42
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

di atas tempat tidur. Hafsah duduk di depan kaca hiasnya sambil menyisir rambutnya.
Zaid melihat Hafsah dengan tatapan mempesona.
Wahai istriku. Kau begitu cantik malam ini Zaid memuji.
Ah kamu gombal Sahut Hafsah.
Hafsah menghampirinya dan duduk disebelah Zaid yang berbaring di atas
tempat tidur
Sungguh, malam ini tidak biasanya, kau berias begitu anggun.
Zaid bangkit lalu duduk di samping Hafsah lalu mencium keningnya. Hafsah
menutup matanya sambil tersenyum. Ia merasakan kecupan cinta Zaid. Kecupan halal
antara sepasang anak manusia. Setiap kecupannya menumbuhkan pahala disisi
Tuhannya, berbeda dengan kecupan yang tidak ada ikatan suci pernikahan. Kecupan
itu menimbulkan murka Allah, murka rasulullah,murka para malaikat di langit dan di
bumi.
Lalu Zaid mencium lembut pipi dan bibir manis Hafsah. Ia melontarkan kata-
kata mesra yang menghujam ke jiwa.
Aku mencintaimu Hafsah sepenuh hati, jiwa dan ragaku. Aku ingin cinta kita
tidak hanya mekar di dunia juga di tumbuh subur akhirat kelak. Cinta kita tak
terpisah walau apapun yang terjadi Kata Zaid sambil membelai lembut rambut indah
nan harum itu.
Aku juga mencintaimu. Wahai sayangku. Semoga Allah memberkahi cinta
kita.
Hafsah menatap penuh syahdu kepada Zaid. Binar matanya menyemburat aura
kasih dan sayang.
Zaid ingin mencium kembali bibir lembut Hafsah. Tiba-tiba Hafsah
menghalanginya dengan jari telunjuknya dan menempelkan ke bibir Zaid sembari ia
berkata
Wahai suamiku kau sudah berdoa. Hafsah mengingatkan Zaid karena sholat
saja ia selalu lalai apalagi berdoa.

43
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Tanpa menjawab bibir Zaid mengucapkan sesuatu bacaan yang diajarkan Ustad
Rahmat Kurnia.
Audzubillahiminasysyaithanirrajiim. Bismillahirahirrahmanirrahiim.Allahumma
jannibniisysyaithani wa jannibisysyaithana maa razaqtanii.
Lalu Hafsah mengikutinya.
Dawai asmarapun akhir bergetar. Tarian surga telah dimainkan. Cinta Zaid
menyatu dengan cinta suci Hafsah. Cinta yang diridhoi Ilahi dalam ikatan suci. Jiwa-
jiwa berpadu dan terus melayang menjulang ke angkasa hingga langit ke tujuh. Para
bidadari langit cemburu melihatnya. Setiap titik cintanya menumbuh pahala-pahala di
sisi Rab-nya.
Wahai Tuhan Maha Pencinta
Engkau telah berikan kami keagungan cinta
Engkau mengajari kami tentang kesucian Cinta
Engkau mengajari kami untuk mencinta
Cinta suci dalam naungan Maha Pecinta

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir.(Q.S. Ar-Rum: 21)

44
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

6. Ahad Kelabu

Selepas subuh. Hafsah dibantu dua adik iparnya dan mertuanya ibunda Zaid sibuk
memasak di dapur menyiapkan sarapan pagi. Hari ini hari ahad tepatnya tanggal 26
Desember 2004.
Hari ini Zaid bangun terlalu pagi tidak seperti biasanya. Ia mandi lalu menonton
TV di temani segelas kopi. Di layar televisi tersiar berita yang menayangkan berbagai
ragam berita di dalam dan luar negeri. Hal yang menarik baginya adalah berita
mengenai perjanjian damai yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan
Gerakan Aceh Merdeka. Memang masih terkesan alot karena masing-masing pihak
mengemukakan syarat-syarat tertentu agar kesepakatan dalam perjanjian damai
terwujud antara pemerintah Indonesia dengan GAM. Pertemuan-pertemuan telah
dilakukan beberapa kali di luar negeri khususnya di Helsinki, Finlandia.
Zaid terharu melihatnya walaupun masih belum ada titi temunya namun hal ini
merupakan langkah awal yang baik untuk mewujudkan perdamaian di tanang rencong.
Lalu Hafsah menemuinya.
Serius kali nonton televisinya Hafsah sumringah sambil meletakkan kue tifan
ketan dan agar-agar di meja dekat Zaid duduk menonton televisi.
lihat Hafsah Zaid menunjuk ke arah televisi.
Berita mengenai perjanjian Damai antara GAM dan Pemerintahan Indonesia di
layar televise itu baru saja berganti dengan berita lain sewaktu Hafsah melihat.
Lihat apa? sayangku Hafsah melihat TV penuh keheranan.
Ohtadi aku baru saja menonton berita tentang pembicaraanlanjutan mengenai
perundingan damai antara pemerintahan Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.
Mereka telah menanda tangani perjanjian damai? Tanya Hafsah dengan rasa
keingintahuan. Lalu ia duduk di sebelah Zaid.

45
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Belum sih. Tapi pertemuan-pertemuan untuk pembicaraan damai telah dilakukan.


Ya setiap pihak masih mengajukan persyaratan-persyaratan masing-masing yang
sedikit menjadi halangan.
YaAllah semoga perjanjian damai itu cepat terwujud agar konflik berdarah ini
segera berakhir Pinta Hafsah.
Ya Semoga. Aamiin Jawab Zaid tersenyum ringan menoleh ke arah Hafsah.
Ibu muncul dari arah dapur membawa sebuah nampan diatas terdapat segelas teh
madu dan kue tifan ketan sembari berucap.
Jadi hari ini kalian menjenguk Keumala?
InsyaAllah Mak Jawab Hafsah
Jam berapa rencananya? Sahut Ibunda Zaid.
Jam 10 pagi ini. Karena menunggu Pakcik Jamal. Kami berencana menumpang
dengan mobil beliau.
Dia juga ikut
Iya, mak. Istrinya juga.
Kalau begitu nanti saja Emak bungkuskan kuenya kalau kalian sudah mau pergi
Tak apa, mak. Nanti biar Hafsah saja yang membungkusnya.
Ya sudah kalau begitu.
Ibunda Zaid langsung masuk ke kamar ayahanda Zaid. Beliau dengan sabar
melayani sang suami. Semangkin tua cinta mereka semangkin erat melekat tak
terpisahkan. Walaupun suaminya sakit-sakitan dia tetap setia hingga maut menjemput
kelak.
Hafsah mengambil dan mencicipi kue tifan ketan buatannya.
Bismillahirahmanirrahim. Hem..enak juga buatanku Puji Hafsah terhadap
dirinya sendiri.
Kamu kan wanita yang cantik bertangan lembut jadi kalau setiap membuat
makanan pasti enak Kata Zaid menggoda.
Ia tertawa kecil dan Hafsah menebar senyuman.

46
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Wahai suamiku. Inikan hari Ahad. Hari ini kan kau tidak melaut. Ya mumpung
libur dan biasanya kamu hari Ahad melaut. Aku ingin jalan-jalan berduaan dengan mu
di pantai menghirup udara pagi.
Jam berapa sekarang?
Jam 6.30.
Masih terlalu pagi untuk jalan-jalan ke Pantai.
Mumpung masih sepi dan udara masih segar
Ayolah kalau begitu.Kita jalan-jalan di pantai.
Hafsah mengenakan kerudung putih cocok dengan baju krim dan rok hitam yang
ia pakai. Sedangkan Zaid memakai baju kaos coklat dan celana jeans hitam. Mereka
meninggalkan rumah lalu berjalan menuju bibir pantai. Matahari masih terlihat malu
menampakkan wajahnya. Udara dingin nan segar menyelimuti pantai itu. Zaid
menggengam tangan Hafsah.
Sewaktu menuju pantai, Fikri berpapasan dengan mereka ia mengendarai sebuah
sepeda motor.
Assalamu alaikum. Mau kemana pengantin baru Kata Fikri.
Wa alaikum salam. Mau kemana kau Fikri pagi-pagi beginiSahut Zaid.
Aku mau menjenguk Keumala di rumah sakit. Aku tak bisa tidur semalam
suntuk. Aku masih di kerudung kecemasan kalau belum melihat kondisi keadaannya
langsung
Kau berani pergi sendirian.
Ya aku harus berani dong. Maka aku pinjam sepeda motor Saleh. Mumpung pagi
ini belum ia gunakan. Dan Ayah Keumala dan Solihin baru sampai di rumahnya,
kebetulan pas mereka turun dari mobilnya, aku lihat sekilas pandang mereka berdua
Kalau begitu, cepatlah pergilah jenguklah ia. Beri dia semangat hidupnya
kembali.
Terima kasih Zaid. saya permisi dulu ya. Assalamu alaikum
Wa alaikum salam Jawab Hafsah dan Zaid bersamaan.

47
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Fikri melaju sepeda motornya meninggalkan Zaid dan Hafsah. Lalu


mereka berdua berjalan-jalan menelusuri pantai.
Beberapa saat kemudian terlihat mentari naik sejengkal. Awan-awan putih
melengkapi keindahan birunya langit di pagi hari. Burung-burung terbang mencari
rizki Ilahi. Laut biru kehijau-hijau terhampar luas. Ombak laut membelai lembut
kedua kaki Hafsah dan Zaid. Mereka berjalan sambil memandang keindahan pesona
laut.
Zaid..suamiku
Ya..sayangku.
Aku ingin kau rajin sholat. Taat pada perintah Allah dalam mendirikan sholat
lima waktu itu penting. Allah telah memberikan kelimpahan rizki. Namun terkadang
kita lupabersyukur.
YainsyaAllah, sayangku
Aku ingin segera kau melaksanakan sholat lima waktu Sebelum anak-anak lahir
kelak. Aku tak
Tiba-tiba bumi pun bergetar hebat. Pohon-pohon kelapa berayun-ayun bukan
berasal dari tiupan angin tapi kekuatan maha dahsyat dari dasar tanah. Beberapa
rumah yang terbuat dari batu bata retak bahkan ada yang roboh. Pergeseran lempengan
tektonik di dasar laut menghentakkan seluruh Meulaboh, aceh hingga riau. Ribuan
orang panik dan histeris.
Gempa! Gempa! Ayo cepat keluar dari rumah! seorang pria berteriak ketakutan.
Orang-orang telah berhamburan keluar rumah seperti anak ayam lepas dari kandang.
Begitu juga Zaid dan Hafsah mereka segera berlari tergesa-gesa kembali ke rumah
melihat keadaan.
Seorang ibu memeluk anaknya terlihat menangis sambil mengagungkan nama
Allah dan beristigfar melihat separuh rumahnya roboh.
Sesampai dirumah, mereka melihat dua adiknya dan ibunda Zaid
sedang mendorong ayahandanya diatas kursi roda menujukeluar rumah. Zaid langsung
membantu mereka. Istigfar terus terucap dari mulut mereka. Getaran bumi mulai reda.

48
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Terlihat Burung-burung berbondong-bondong terbang dari arah laut ke arah daratan.


Sepertinya mereka mengetahui sesuatu sedang terjadi.
Lihat Zaid! Air laut menyusut Hafsah menunjuk ke arah laut. Zaid melangkah
ke pantai memastikan. Zaid terkejut bukan kepala air laut susut beratus meter dari
daratan. Sayup-sayup ia memandang di kejauhan gulungan air tinggi berwarna hitam
suaranya berderu terdengar hingga ke daratan. Zaid lari pontang-panting sembari
berteriak histeris
Air naik! Air naik ayo cepat menjauh dari pantai Zaid terengah-engah
Lalu orang-orang berteriak bersahutan Air laut naik! Air laut naik! Ayo lari
menjauh dari pantai selamat diri kalian
Kepanikan menyeruak. Ribuan orang berlari menyelamatkan diri.
Cepat Shifa dan kamu juga Nazira bawa ibu menjauh dari pantai. Cari tempat
yang lebih tinggi! Aku akan menggendong ayah Kata Zaid
Ayahku dan Ibuku. Zaid! Kata Hafsah penuh kerisauan.
Ayo cepat Hafsah. Ingatkan Ayah dan Ibumu
Hafsah bergegas menuju rumah kedua orang tuanya yang jaraknya seperlempar
batu.
Ibunda Zaid dan kedua adiknya lari duluan. Lalu disusul Zaid yang menggendong
ayahnya. Zaid ketar-ketir. Jantungnya berdegup kencang. Nafas-nafas tersengal-
sengal.
Beberapa saat Kemudian...
Gelombang besar yang disebut tsunami itu telah menghempas dahsyat ke pantai
melumat rumah-rumah, pepohonnya, tiang-tiang listrik apa saja yang ia lewat
langsung ia gulung. Tsunami itu terus mengejar. Jaraknya hanya seperlempar lembing
dari Zaid. tinggal hitungan detik
Bruaamduaamm! Gelombang pertama air laut itu menggulung Zaid dan
ayahnya beserta manusia-manusia lain yang ia temui. Gelombang gila itu tak pilih
bulu. Menelan apa yang ada dihadapannya menelan orang saleh, orang fasiq orang

49
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

munafik. Menelan Masjid, surau-surau, gubuk-gubuk dan rumah-rumah. Apa saja


yang ia lalui.
Ayahnya lepas dari gendongannya hanyut entah kemana. Zaid bergulung-gulung
dalam arus gelombang yang deras ia berusaha ke permukaan dengan segenap
tenaganya. Ia megap-megap. Asin air laut begitu terasa di dalam mulutnya. Nafasnya
terseok-seok seolah bayangan kematian itu mengejar dirinya.
Ketika ia muncul di permukaan air ia melihat sebatang kayu kering bercabang dua
di ujungnya bentuk seperti ketapel yang mengapung melintasi dirinya. Zaid
menangkap kayu itu dengan sigap. Ia memegang erat kayu itu seolah tak berpisah
darinya. Separuh badannya tenggelam. Hanya bagian bahu hingga kepala berada di
permukaan.
Ia terbatuk-batuk. Nafasnya naik turun. Jantung terus berdebar-debar. Ia mengatur
nafasnya agar tidak panik.
Lalu Gelombang kedua menghantam pantai kembali. Arusnya begitu deras. Di
tengah arus deras yang mengombang-ngambing Zaid berusaha menaikkan separuh
badannya yang tenggelam naik diatas kayu itu. Dengan bersusah payah akhirnya ia
bisa berada di atas kayu itu. Kini hanya bagian lutut hingga kaki dan lengan hingga
tangan yang tenggelam karena kaki dan tangannya memeluk kayu itu seperti ia
memanjat sebuah pohon. Zaid yang berada di atas kayu melintasi rumah-rumah beton
bertingkat terlihat ada orang-orang yang selamat berada . Tiba-tiba dihadapannya ada
sebuah pohon.
Bruak... Hanya benturan kecil terjadi antara ujung kayu yangia naiki itu dengan
pohon besar itu. Zaid terus memeluk kayu bercabang itu erat-erat begitu itu. Ia
berputar-putar lalu timbul tenggelam timbul tenggelam. Tanpa ia sadari beberapa
sampah kayu menghantam bagian paha kanannya.
Gebruak tepat di bagian paha kanan.
Aaah!!.., Zaid meraung-raung kesakitan. Matanya berkunang-kunang.
Pelukan eratnya tetap menempel pada kayu bercabang itu. Arus deras itu
membawanya entah kemana.

50
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Akhirnya arus itu berlahan-berlahan menjadi tenang dan tenang namun


menghayut. Arus air laut itu bergerak namun tidak sederas tadi. Air itu berbalik ke
lautan. Zaid berupaya mendekati ke pohon dengan mengayuh tangan kanan sementara
ia memeluk dengan lengan kirinya. Tenaga tidak cukup kuat mendorong. Dia mencoba
mengayuh kedua kakinya. Namun rasa sakit paha sebelah kanan terasa menjalar ke
tubuh. Ia hanya bisa mengunakan satu tangannya. Akhirnya ia terbawa arus balik
airlaut itu ke laut lepas hingga ke samudera Hindia.
***
Gempa 8,9 skala Richter yang terjadi di dasar laut menimbulkan bencana tsunami
yang melumat kota-kota pesisir. Kota-kota pesisir itu pun mati. Ribuan mayat
bergelimpangan di sana sini. Mayat bengkak dan menghitam. Ada yang tersangkut di
pohon. Ada yang berada dalam mobil. Ada yang di dalam rumah. Ada di tumpukan
sampah. Ada di jembatan. Ada di parit-parit. Ada di jalan-jalan. Mayat-mayat itu
berserakan di mana-mana. Malaikat maut telah menjemput mereka. Diantara mereka
ada yang saleh, ada yang fasiq, ada yang munafik. Ada yang meninggal husnul
khatimah dan ada yang suul khatimah. Mereka semua akan mempertanggung
jawabkan apa yang telah mereka lakukan kelak. Sungguh setiap yang bernyawa pasti
merasakan mati.
Kota-kota pesisir itu pun mencekam. Jutaan orang menangis. Kehilangan ayah,
ibu, anak, adik, kakak, abang, paman, bibi, keponakan, sepupu, kakek dan nenek.
Mereka hilang entah kemana ditelan tsunami. Jutaan orang juga menangis melihat
melalui layar kaca diseluruh dunia.
Indonesia pun menangis berempati terhadap jutaan orang korban yang selamat tak
tahu bagaimana nasib mereka. Ribuan orang berbondong menuju Aceh dan juga
Meulaboh membawa bantuan dari dalam maupun luar negeri. Ada yang mobil, truk,
kapal laut, pesawat Helikopter. Diantara mereka ada yang Presiden, wakil presiden,
ada yang menteri, ada polisi, ada yang tentara, ada yang dokter, ada yang perawat, ada
yang mahasiswa, ada yang guru, ada yang nelayan bahkan petani.

51
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

7. Taubat
Ya Allah selamat aku. Bibir Zaid bergetar terus mengucapkan kata itu. Kata
minta pertolongan kepada yang Maha Pencipta Maha Pengatur semesta alam. Sungguh
Hanya Allahlah tempat meminta pertolongan
Suasana sunyi senyap di tengah lautan. Tak ada seorangpun yang telihat. Hanya
angin bertiup sepoi-sepoi. riak gelombang air laut begitu tenang dan lembut membuai
Zaid yang sedang memeluk kayu bercabang itu yang. Ia berada diatas kayu itu. Hanya
bagian paha ke kaki dan lengan ke tangan yang tenggelam. Wajahnya menempel di
kayu itu. Tubuhnya basah kuyuk. Rasa asin air laut belum kunjung hilang. Baju kaos
yang ia kenakan juga basah dan koyak bagian sisinya tersangkut sesuatu. Celana jeans
yang terlihat mengetat pada tubuh Zaid karena basah kuyuk. Ia terlihat begitu lelah.
Matanya sayup-sayup melihat sesuatu. Samar-samar Zaid mendengar dan melihat
Ayah!
Ia melihat ayahandanya memakai baju ihram putih sedang memeluk seseorang
yang ia tak kenal. Ayahandanya memeluk orang itu sambil menangis tersedu-sedu dan
begitu juga orang yang dia peluk. Mereka sepertinya sudah lama terpisah. Seperti
saudara serahim yang berpisah cukup lama. Mereka saling mengucapkan maaf.
Ayahandanya menghampirinya. Lalu Zaid bertanya.
Siapa orang itu ayah? Tanya Zaid
Tentara Indonesia itu yang di hutan perbukitan Ayahnya tersenyum bahagia.
Tiba-tiba ibunya, Shifa dan Nazira muncul dari dari belakangnya. Mereka
mengenakan baju kurung putih dan jilbab putih yang menutupi hingga kedada. Mereka
mengucapkan salam kepada Zaid
Assalamu alaikum.
Zaid menoleh ke belakang penuh keheranan, lalu menjawab, wa alaikum salam.
Kau sudah sholat Zaid? Tanya Ibunda Zaid senyum padanya.
Ya, Abang telah mengerjakan sholat lima waktu? Tanya Shifa.
Abang, kami akan menunggumu disana Sahut Nazira sambil menunjuk ke
sebuah gerbang yang berkilau indah yang belum pernah Zaid lihat.

52
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ya, bang. Kami akan menunggumu disana. Nazira menimpali perkataan Shifa.
Mana Hafsah, Mak?
Itu Hafsah
Hafsah datang bersama kedua orang tuanya.
Assalamu alaikum, Sayangku Salam Hafsah.
Wa alaikum salam. Kau cantik sekali Hafsah memakai baju kurung putih dan
jilbab putih itu. Kau hendak kemana? Kata Zaid.
Hafsah mencium tangan Zaid. Dan Zaid mencium tangan kedua mertunya.
Kau sudah sholat wahai suamiku?
Aku belum sholat, Hafsah istriku.
Kau telah berjanji padaku akan melakukan sholat lima waktu
tapi kau mau kemana?
Jika kau sudah sholat aku akan menunggumu di sana. Disana juga Abdullah
Puteuh adikku sedang menunggu.
Abdullah Puteuh?
Ayo Zaid sholatlah dulu Suara lembut ibunda memerintahnya
Ya. Wahai suamiku segeralah kerjakan. Kami akan menunggumu disana.
Satu persatu mereka memeluk Zaid. Lalu meninggalkannyasambil mengucapkan
salam. Zaid berusaha mengejarnya tapi kakinya begitu berat-berat sekali.
Ayah Ibu, Tunggu!, Zaid menangis seperti anak ayam ditinggalkan induknya.
Shifa, Nazira, tunggu abang! Zaid menatap mereka yang tersenyum
meninggalkannya.
Hafsah. Istriku kenapa kau tinggalkan aku. Tolong tunggulah aku! air mata
mengalir deras seperti hujan menyirami bumi.
Mereka pergi meninggalkan Zaid sendirian menuju gerbang kilau gemilau itu. Ia
terus berusaha menggerakkan kakinya. Namun masih juga tidak bisa menggerakkan
kakinya seperti ada berton-ton benda yang sangkut padanya. Lalu ia melihat Meutya
kekasih Hamdan melintasinya mengikuti keluarga Zaid ke arah gerbang itu. Wajah
Meutya begitu putih dan bercahaya.

53
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Zaid menyapanya, Meutya kau kemana?


Meutya hanya melempar senyuman tanpa menjawab sepatah katapun.
Lalu Hamdan lewat dengan pakaian ihram kumal warnanya tidak putih
lagi dan agak kecoklat-coklatan. Wajahnya penuh kemurungan. Ia melihat Zaid namun
tidak tersenyum. Wajahnya begitu sedih. Hamdan berjalan ke arah kiri berlawanan
arah dengan Meutya. Zaid berteriak pada Hamdan.
Hamdan! Kau kemana? Itu Meutya Zaid menunjuk ke arah kanan. Ayo kerja
dia!
Hamdan, dimana Fikri? Tanya Zaid
Tiba-tiba muncul beberapa sosok bercahaya yang begitu silau memegang tangan
Zaid lalu menariknya dan berkata, kau belum saatnya.
Zaid membuka matanya terlihat di sekelilingnya laut biru kehijau-hijauan yang
begitu luas. Nafas-nafas tersengal-sengal. Air matanya masih menetes. Dia dirundung
kesedihan dan kerinduan kepada keluarganya. Hanya sebatang pohon kayu bercabang
seperti ketapel yang menemaninya. Ia terus berucap..
Astagfirullahal adzhim. Ya Allah selamatkanlah aku. Tolonglah hambamu yang
lemah ini.
Matahari bersinar cerah dan sedikit condong ke barat. Cuaca panas begitu terasa.
Sebagian kulit hitam Zaid yang terpapar sinar matahari seolah terbakar. Baju dan
celana yang terkena panas matahari juga sedikit kering. Zaid berputus asa. Ia merasa
pintu kematian akan mendekatinya. Mungkin saja ia mati dimakan hiu atau paus
pembunuh. Mungkin saja ia mati kelaparan menjadi lemas dan tenggelam di Lautan
ini lalu tubuhnya dimakan ikan-ikan. Nyawanya melayang. Ia akan berjumpa dengan
keluarganya.
Namun ia teringat kembali pesan Ibu dan Hafsah istrinya bahwa dia belum sholat.
Bahwa dia harus segera mengerjakan sholat. Bagaimana mungkin ia bisa bertemu dan
berkumpul jika ia tidak segera bertobat dan mengerjakan sholat. Bagaimana dia
mengerjakan sholat sedangkan ia berada di tengah Lautan.

54
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Mungkin sudah terlambat baginya. Ya Allah izinkanlah aku bertobat padamu,


sungguh Engkau Maha Pengampun. Lalu ia teringat ceramah ustad Rahmat
kurnia tentang sholat bahwa jika hendak mengerjakan sholat namun tidak bisa berdiri
maka duduklah, jika tidak bisa duduk maka berbaringlah, jika tidak bisa bergerak
cukup dengan isyarat mata jika tidak bisa lagi maka disholatkan.
Tubuh Zaid masih sedikit lemah. Ia berusaha duduk diatas kayu bercabang itu
seperti menunggang kuda . Dia berusaha membasuh tangannya, wajahnya, telinganya
hingga kepala semampunya. Ia menggerakkan pelan-pelan kaki kanan yang berada
dalam air laut karena masih terasa sakit sebagai isyarat membasuh kaki. Begitu juga ia
menggerakkan kaki kirinya.
Zaid duduk menunggangi kayu itu dekat pertemuan dua cabang kayu itu. Tangan
kanan memegang salah satu cabang begitu juga tangan kirinya memegang cabang
yang lain. Lalu ia berniat dan bertakbir
Allahu Akbar, Zaid tidak mengangkat tangannya. Tangannya memegang erat-
erat kayu itu. Ia hanya mencondongkan pandangannya ke arah kayu itu. Lalu bibirnya
berucap air matanya pun berlinang
Allahu akbar Kabirah wal hamdulillahi katsira wa subhanallahibukratau wa
ashila inni wajahtu wajhiyah lilladzi fatharassamawati wal ardha hanifam muslima
wamaa ana minal musysrikin. Inna sholati wanusuki wamahyaya wa maa mati lillahi
rabbil alamin.
Zaid membaca surat al fatihah diikuti surat al-ikhlas. Lalu ia mencondongkan
tubuh sedikit menunjukkan bahwa ia sedang rukuk. Ia kembali seperti semula
menanda ia sedang itidal. Lalu ia condongkan wajah dan tubuhnya hingga hidung
berjarak sejengkal ke kayu itu menandakan bahwa ia sedang sujud pasrah kepada
Allah terhadap qadha dan qadar-Nya. Zaid terus menangis dan menangis memohon
ampunan dan pertolongan Allah. Sungguh jadikan lah sholat dan sabar sebagai
penolong.
***

55
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

8. Perahu Pembawa Bidadari Berambut Pirang


Langit biru di selimuti awan putih. Matahari terus condong ke barat. Gelombang
samudera riaknya begitu tenang. Zaid terus mengagungkan asma Allah dan juga
beristigfar. Hari sudah sore ini. Mungkin sudah masuk waktu ashar, dia tidak tahu
pasti apakah sudah masuk waktu ashar tapi matahari sudah condong ke barat. Zaid
berwudhu sebagaimana ia lakukan sewaktu zuhur.
Lalu ia sholat Ashar. Ia khusuk dalam sholatnya dan pasrah terhadap takdir yang
telah Allah tetapkan pada dirinya. Selepas sholat ia membaringkan dirinya dimana
posisi tubuh tengkurab di atas kayu bercabang itu. Kedua tangannya ia lipat lalu ia
letakkan pada pertemuan cabang kayu kemudian ia meletakkan kepalanya diatas
lipatan tangan. Posisi kakinya sebagian masih berada di dalam air. Matanya sedikit
mengantuk. Penglihatannya mengambang. Ia melihat sesuatu di kejauhan. Benda itu
bergerak ke arahnya. Benda itu semangkin dekat darinya.
Tapi Ah mana mungkin itu sebuah perahu. Itu hanya fatamorgana di lautan
samudera. Pikir Zaid sambil menutup matanya.
Zaid terbuai dalam mimpinya bahwa ia berada di atas dek sebuah perahu nelayan
berwarna coklat yang cukup besar berbeda dengan perahu yang biasa ia pakai melaut.
Perahu itu bisa memuat dua puluhan orang atau lebih. Oh betapa nikmatnya
dibandingkan di atas kayu kering bercabang dua itu.
Duk! Sesuatu telah menabrak Zaid dengan lembut. Ia membuka matanya.
Dihadapannya ada sebuah perahu. Bagian depan perahu itu bertatapan dengan Zaid.
Hah! Sebuah perahu! Ah ini pasti mimpi. Zaid berkata dalam hati.
Ia menutup matanya kembali lalu membukanya. Ah aku hanya bermimpi. Tapi
apakah ini nyata atau mimpi.
Pok! Ia menampar pipinya dengan keras.
Aduh! Rasa sakit pada wajahnya menandakan bahwa ia tidak sedang bermimpi.

56
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ini berarti bukan mimpi ini benar benar sebuah perahu. Zaid sedikit riang.
Alhamdulillah ya Allah.
Zaid berteriak,Tolong! Apa ada orang?! tolong! Apa ada orang di perahu!
Sisa tenaganya ia kerahkan untuk menaiki perahu itu. Tapi ia kesulitan lalu ia
mengayuh kedua tangan menuju bagian buritan perahu. Ia terus mengayuh dan
mengayuh tangannya hingga ke buritan perahu. Tampak mesin pendorong yang
terpasang dibagian buritan. Di dekat mesin itu ada sebuah tangga kayu kecil yang
lekat pada bagian perahu. Ia menggapai bagian tangga itu dengan kedua tangannya
lalu menarik tubuhnya dengan tumpuan kedua tangannya. Ia terus menarik badannya
hingga sebagian badannya naik ke dek perahu itu.
Aah..!. Zaid mengaung kesakitan karena paha kanannya yang memar.
Separuh badannya sudah berada di dalam perahu. Ia berusaha terus agar seluruh
tubuhnya masuk walau rasa sakit pada paha kanannya itu menjalar ke seluruh
tubuhnya jika ia bergerak. Akhirnya usahanya tidak sia-sia. Zaid berada diatas dek
perahu itu seraya menggucapkan.
Alhamdulillahirabbi alamiin
Zaid berusaha mengatur nafasnya.Matanya sedikit berkunang-kunang karena
menahan rasa sakit pada pahanya. Kini jiwanya sedikit tenang. Setidaknya ia bisa
selamat dari santapan hiu ataupun paus pembunuh yang mungkin akan melahapnya
jika ia terlalu lama di air ataupun kulitnya semangkin menciut karena teredam air.
Setidaknya tubuhnya tidak basah karena air laut yang begitu asin. Terlihat kaki dan
tangannya keriput memutih.
Zaid membaringkan tubuh di atas dek perahu bagianbelakang itu. Ia melihat sosok
tubuh berbaring meringkuk di dek bagian tengah perahu. Sosok wanita berjilbab kaos
berwarna kuning. Ia mengenakan baju sport putih lengan panjang bergaris kuning dan
celana kaos sport panjang berwarna kuning. Kedua tapak kaki putih susu kemerah-
merahan mengarah ke Zaid. Ia melihat pipi dan tangannya yang putih nan halus.
Hidungnya yang mancung dan beberapa helai rambut pirang tersingkap di pipi keluar

57
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

melalui sela-selajilbabnya yang urak-urakan. Bibirnya bergerak melafalkan kalimat


istigfar. Lalu Zaid menyapanya.
Assalamu alaikum, Inong! Kamu baik-baik saja. Siapa namamu?
Wanita itu menoleh sesaat ke arah Zaid tanpa menjawab hanya melafalkan istigfar
di bibirnya. Binar mata birunya di selimuti rasa takut dan kesedihan yang luar biasa.
Matanya masih berkaca-kaca. Bekas air matanya masih menempel di pipi putih bersih
nan halus itu. Matanya biru sebiru langit di Meulaboh. Dia bidadari berambut pirang
yang dibawa perahu itu entah berasal dari mana.
Zaid penasaran dan ia bertanya-tanya dalam hatinya.
Tapi apa mungkin ia dari Lamno? Pikir Zaid penuh tanda tanya.
Zaid teringat Ayahandanya pernah bercerita bahwa di Lamno banyak orang
bermata biru. Mereka terkadang dipanggil bule Lamno. Memang tidak semua
penduduk Lamno yang berada di kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya memiliki
postur tinggi, berhidung mancung, berambut pirang, berkulit putih dan bermata biru
dan kalau prianya selain putih, tinggi, mancung, berambut pirang, bermata biru juga
berbulu di tangan dan bulu dada yang tebal. Ciri khas ini hanya dimiliki oleh
penduduk asli Daya keturunan Portugal (Portugis).
Tak tahu pasti kenapa si mata biru bisa ada di pedalaman desa di bawah kaki
gunung Geureute Aceh Jaya itu. Beberapa cerita berkembang menurut ayahnya.
Sebagian orang mengatakan bahwa pada abad ke-14 sampai ke-16 tentara Portugis
terdampar di daerah pesisir kerajaan Daya. Masyarakat dan kerajaan Daya
menyelamatkan tentara Portugis itu dan menerima mereka menjadi penduduk
setempat, lalu mereka menikah dengan orang-orang yang berada di sekitar kerajaan
Daya.
Ada juga yang mengatakan bahwa Portugis datang ke Aceh untuk menjajah pada
tahun 1519 dan menikah dengan penduduk setempat. Lamno sendiri berjarak beberapa
puluh kilometer dari Meulaboh.
Zaid melirik lagi ke arah wanita itu. Wanita itu masihmenangis. Ia terisak-isak.
Gurat kepedihan yang mendalam masih muncul di wajah wanita itu. Zaid berusaha

58
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

menghiburnya. Zaid yakin bahwa dia juga korban dari bencana tsunami tapi
bagaimana dia bisa berada diatas perahu dan dia tidak basah karena terkena air laut.
Sudahlah, Inong. Ini sudah takdir dari Allah. Janganlah menangis. Allah sedang
menguji kita hamba-Nya yang lemah ini. Aku tahu pasti kau sedih karena kehilangan
keluargamuKata Zaid berempati.
Inong, Kau sudah sholat? Tanya Zaid.
Tangisan wanita itu mulai reda. Namun ia belum menjawab pertanyaan
Zaid. Perlahan wanita itu duduk meringkuk dekat tiang atap perahu itu. Ia menatap
teduh kearah Zaid.
Zaid menyungging senyuman padanya sambil mengelus-ngelus paha kanannya
yang sakit.
Zaid berkata, Namaku Muhamamd Zaid bin Anwar. Kau panggil Zaid saja.
Aku dari Suak Ribee, Meulaboh. KalauInong, siapa nama Inong?
Halimah. Suara wanita itu terdengar sengau dan lemah karena habis
menangis. Ia tersenyum berat.
Kamu baik-baik saja kan. Kata Zaid.
Sambil merapikan jilbab kuningnya ia mengangguk-angguk seolah memberi
jawaban ya terhadap pertanyaan Zaid.Wajahnya masih dirundung kesedihan.
Kamu dah sholat?
Belum Jawab Halimah sambil menggelengkan kepalanya.
Sholatlah dulu, biar hatimu sedikit tenang. Itu adasebuah timba di bagian depan
perahu. Seperti nya ada tali tambang kecil dekat tali tambang besar di sebelah timba
itu.
Aku tak bisa..
Kau masih takut melihat laut
Halimah menggangukkan kepalanya.
Tapi maafkan aku. Aku tak bisa membantumu. Paha kananku masih sakit.
Belum bisa terlalu banyak gerak.
Kamu tayamum saja Kata Zaid

59
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Akhirnya Halimah bertayamum di atas dek perahu. Kemudian ia mengerjakan


sholat ashar sambil duduk dilanjutkan sholat zuhur. Ia menjamak-takhir sholat zuhur
di waktu ashar. Tetesan demi tetesan air mata masih saja berderai di pipi Halimah.
Tapi sesudah sholat jiwanya agak tenang. Ia sedikit mendapat ruhul jadiid semangat
baru walaupun awan kesedihan terkadang masih saja muncul.
Halimah duduk meringkuk sedikit menundukkan wajahnya.Ia menyeka wajahnya
dengan bagian ujung jilbab kuningnya. Ia merapikan jilbabnya kembali. Ia menata diri
agar terlihat tegar. Zaid kembali melihat ke arah Halimah.
Halimah kau berasal dari mana? Dan Kenapa kau bisa berada di perahu ini?
Tanya Zaid penasaran.
Halimah berkata, Aku sebenarnya berasal dari Medan. Aku, Ayah dan Ummi
sudah hampir seminggu berada di pesisir Kuala Daya, Lamno. Kami mengunjungi dan
bersilaturahmi dengan adik perempuan ayah atau bibiku yang bermukim di pesisir
Kuala Daya. Sekalian untuk memberitahukan kepadamereka hari pernikahanku yang
berlangsung dua bulan lagi. Sebelum bencana itu terjadi ayah dan ummi sudah pulang
pada hari sabtu malam. Namun aku tidak ikut bersama mereka. Aku ingin menikmati
suasana keindahan pantai sehari lagi. Aku berencana pulang ke Medan Ahad malam
karena aku mengambil cuti hingga hari selasa. Aku seorang dokter di salah satu rumah
sakit di Medan. Pada hari Ahad pagi selepas subuh aku beserta dua sepupuku mawar
dan intan berlari pagi menikmati udara sejuk pagi di tepi pantai hingga matahari terbit.
Kemudian kami kembali sekitar pukur 07. 00 pagi hendak sarapan. Lalu sesudah
sarapan aku menelpon ummi untuk mengecek apakah ummi sudah sampai di Medan.
Setelah berbincang lama melalui handphone dengan ummi.
Halimah meneteskan air mata kesedihan. Seolah ia tidak percaya hal ini terjadi.
Seperti sebuah mimpi dalam tidur. Tapi ini bukanlah mimpi. Ini adalah nyata. Bencana
tsunami itu benar-benar nyata terjadi tak satu pun manusia menduganya.
Halimah melanjutkan ceritanya Aku merasakan getaran luar biasa di dalam
rumah panggung bibiku. Aku berlari keluar dari kamar begitu juga Mawar dan Intan
sepupuku beserta kedua orang tuanya keluar rumah sambil mengagungkan asma Allah

60
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

dan beristigfar. Setelah kepanikan akibat gempa itu berakhir. Beberapa orang berteriak
histeris dan ketakutan. Mereka berteriak Air laut naik! Ayo jauhi pantai! Selamatkan
diri kalian! Aku melihat dari kejauhan air laut itu hitam pekat bergulung menuju
pantai. Kepanikan pun terjadi. Orang-orang berhamburan tak tentu arah. Mereka panik
dan ketakutan. Aku berlari entah menuju kemana. Dibelakang mawar dan Intan
mengikutiku. Namun aku tak melihat kedua orang tua mereka. Air itu begitu cepat
mengejar lalu terlintas di dalam benakku untuk memanjat pohon kelapa yang tinggi.
Aku melihat beberapa pohon kelapa yang tinggi. Lalu aku berusaha memanjatnya.
Mungkin karena kepanikan dan tak masuk akalku aku bisa memanjat pohon kelapa
yang tinggi itu. Beberapa jengkal lagi pucuknya hampir bisa ku raih. Aku melihat dari
atas Mawar dan Intan mengikuti apa yang aku lakukan namun karena mereka terlalu
gendut. Mereka kesulitan memanjat pohon kelapa itu.
Halimah sesenggukan melanjutkan ceritanya Dan gelombang maut yang disebut
tsunami itu menelan mereka berdua. Aku menangis melihat peristiwa itu. Gelombang
itu begitu deras hingga membuat pohon kelapa yang aku panjat doyong hampir rubuh.
Kaki terpeleset hingga pelukan kedua tanganku saja menjadi tumpuan. Kedua kakiku
bergelantungan. Namun tanganku tak mampu menahan tubuhku terlalu lama. Pohon
kelapa itu condong terus sedikit demi sedikit. gelombang dahsyat air laut itu hanya
beberapa jengkal dariku. Tiba-tiba ia menjadi tenang. Ia mengalir tenang kembali ke
laut. Cukup lama aku menahan beban tubuhku dengan tumpuan kedua tanganku
merangkul pohon kelapa itu. Akhirnya aku tak sanggup lagi menahan beban tubuhku.
Peganganku terlepas. Akupun terjatuh. Terlintas dibenakku aku akan mati. Ternyata
aku jatuh di sebuah perahu tak bertuan ini. Aku begitu shock dan terkejut melihat apa
yang telah terjadi. Aku berbaring meringkuk menahan sedikit rasa sakit tubuhku
karena benturan kecil sewaktu terjatuh ke atas dek perahu. Aku tertidur kelelahan di
dalam perahu ini. Mungkin sudah berjam-jam aku berbaring lalu aku mendengar suara
minta tolong tapi aku masih takut dan shock. Lidahku keluh tak bisa mengeluar
sepatah katapun. Tiba-tiba kau naik di perahu dengan bersusah payah. Dan akhirnya
kau berada di perahu ini. Itu saja yang aku ketahui.

61
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Ayahmu berasal dari kuala daya? Tanya Zaid memastikan.


Iya, kenapa Zaid?
Matamu yang biru itu menunjukkan kau keturunan Portugis yang berasal daerah
Lamno.
Ya, ayahku kata beliau keturunan portugis generasi ke-14 atau ke-15. Masa kecil
ayahku dihabiskan di daerah Pesisir Kuala Daya, Lamno. Beliau biasa
membantu ayahnya melaut. Sejak menanjak Remaja ayahnya atau kakekku mengirim
beliau ke Medan untuk bersekolah di sana karena konflik di Aceh belum juga reda.
Kakekku khawatir anak lelaki semata wayang itu akan bergabung di Gerakan Aceh
Merdeka dan dibunuh oleh Tentara Indonesia. Dengan alasan keamanan ia
disekolahkan di Medan hingga tamat SMA. Ayahku kembali ke Kuala Daya sewaktu
Kakek meninggal dan setahun kemudian nenekpun meninggal. Ayah tidak bermukim
lagi di pesisir Kuala Daya. Akhirnya Beliau menikah dengan anak induk semangnya
sewaktu SMA dulu, yaitu ibuku sekarang.
Terdengar suara melompat sesuatu dari dalam air laut disekitar perahu mereka.
Kecepekkecepek..Kecepeksshet.blup.
Apa itu, Zaid? Halimah terlihat ketakutan. Ia menatap Zaid.
Tenang Halimah. Itu bukan apa-apa itu hanya ikan terbang. Lihat itu! Zaid
menunjuk ke arah laut yang dibelakang Halimah.
Apa! Halimah menoleh ke belakang. Ia melihat beberapa ikan terbang
berlompatan dan melayang hingga beberapa puluh meter kesana kemari. Ia begitu
senang melihatnya. Seolah mereka menghibur hati Halimah yang masih dibayangi rasa
sedih dan takut melihat laut.
Subhanallah! Ikan-ikan itu sungguh luar biasa. Kata Halimah penuh ketakjuban.
Ikan-ikan itu melakukan atraksi akrobatik yang luar biasa. Lompatan mereka
begitu indah. Mereka berakselerasi di dalam air hingga mencapai kira-kira 70 km/jam
dibantu oleh kepakan ekor mereka. Sekali mereka melompat di atas air laut, sirip-
siripnya akan mengembang dan memanfaatkan angin untuk meraih ketinggian.
Adakalanya mereka memukulkan ekornya untuk tetap melompat tinggi dan mengubah

62
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

arah. Pada beberapa spesies ikan terbang sayap dibagian dadanya juga dibantu sayap
dibagian belakangnya, sehingga jenis yang bersayap empat ini lebih hebat beratraksi
di udara.
Sungguh luar biasa rancangan Allah. tidak ada satupun manusia maupun jin yang
mampu membuatnya. Tidak masuk akal kiranya juga jika makhluk itu ada secara
kebetulan sebagaimana yang dipikirkan kaum filsuf materialisme. Mereka kaum
materialisme dan evolusisme menafikan keberadaan Tuhan dalam Grand Design
peciptaan alam semesta. Sungguh segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di alam
ini menunjukkan Maha Hebat Ilmu Allah dalam Penciptaan.
Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa,
Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik, Bertasbih kepada-Nya apa yang ada
di langit dan di bumi, Dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surat
Al Hasyr: 24)
Lalu mereka berdua melihat tingkah unik dari salah satu spesies makhluk laut itu.
Halimah terkekeh.
Zaid, lihat itu di ujung sana. Mereka berkejar-kejaran. Halimah sumringah.
Terlihat lagi beberapa puluh ikan terbang bergerak di atas permukaan air laut dan
melompat bersamaan dan melayang di udara. Mereka membentuk formasi unik seperti
burung-burung walet di sore hari.
Zaid tersenyum melihat halimah tertawa. Halimah riang melihat makhluk-
makhluk laut penghibur jiwa itu.
Kau baru pertama kali melihat ikan terbang, Halimah
Ya, ini kali pertama bagiku. Dan kau, Zaid?
Ya sering karena aku seorang nelayan
Kau seorang Nelayan?
Ya, aku nelayan dari pesisir Suak Ribee. Kebanyakan masyarakat pesisir Suak
Ribee berprofesi sebagai Nelayan sebagai mata pencaharian.
Zaid, Kalau boleh tahu bagaimana kau bisa berada di tengah lautan luas
sendirian.

63
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Aku juga salah korban dari bencana tsunami. Waktu itu pagi sekali istriku Hafsah
mengajakku berjalan-jalan ke pantai. Aku menemaninya berjalan-jalan ke pantai
hingga matahari naik beberapa jengkal. Lalu terjadi gempa. Kami langsung kembali
menuju rumah melihat kondisi ayahku, emakku, dan dua orang adik perempuanku.
Sesampai di rumah kami berada di luar rumah karena getaran gempa masih terasa
beguncang. Namun lama-kelamaan getaran itu sirna. Tak berapa lama istriku Hafsah
melihat air laut surut hingga beratus meter. Kejadian itu membuatku penasaran. Jarak
rumah kami hanya seperlempar lembing dari pantai. Aku langsung menuju pantai
melihat fenomena alam yang aneh itu. Sesampai di pantai aku mendengar deru air laut
dan gelombang hitam tinggi bergerak. Aku langsung lari pontang panting sambil
berteriak memperingatkan warga sekitar pantai. Orang-orang banyak yang histeris dan
lari ke tempat yang lebih tinggi. Aku memerintah dua adikku beserta ibuku untuk
duluan lari. Hafsah kala itu teringat kedua orang tuanya lalu ia bergegas untuk pergi
mengingatkan kedua orang tuanya. Sedangkan aku menggendong ayah yang sakit-
sakitan. Aku berlari sekuat tenaga sambil menggendong ayahku. Namun gelombang
tsunami itu begitu cepat mengejar hingga menghempas kea rah kami berdua. Ayahku
terlepas dari gendonganku. Aku pun terbawa arus deras. Aku megap-megap berupaya
ke permukaan hingga akhirnya aku melihat sebatang kayu kering bercabang dua dan
terapung melintasiku. Aku menangkapnya dengan cepat dan terus memeluknya. Lalu
gelombang kedua menghantam lagi aku bersusah payah agar bisa menunggangi kayu
itu. Pada akhirnya aku bisa berada di atas kayu kering itu. Air mata Zaid meremang.
Ia berusaha menahan kesedihannya agar terlihat tegar di depan Halimah walaupun
matanya berkaca-kaca.
Zaid melanjutkan kisahnya, Tiba-tiba sampah kayu datang menghantam pahaku.
Aku mengerang kesakitan. Dan beberapa saat kemudian air laut bergerak kembali ke
arah laut. Aku berusaha menuju sebuah pohon tapi aku kehabisan tenaga. Dan aku
begitu panik dan hanya memeluk kayu itu hingga arus balik membawaku ke laut lepas.
Berjam-jam aku berada di tengah laut hingga akhirnya aku melihat perahu ini.

64
Muhammad Azhar
Biru Di Langit Meulaboh

Sementara itu di ufuk barat matahari beberapa jengkal dari permukaan laut.
Cahaya kuning keemasan menyemburat melukis perawakan langit dan menyepuh
keindahan atraksi ikan-ikan terbang itu. Perahu mereka masih terombang-ambing oleh
riak gelombang air laut yang tenang di tengah Samudera Hindia.
***

65
Muhammad Azhar

Anda mungkin juga menyukai