Anda di halaman 1dari 26

Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

TELKOM UNIVERSITY

BAB I
PENDAHULUAN

Hak Kekayaan Intelektual

Definisi
Hak Kekayaan Intelektual disingkat HKI atau akronim HAKI, adalah padanan kata yang
biasa digunakan untuk Intellectual Property Right (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah
pikir otak yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia. Pada intinya
HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek
yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia.

Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual


Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu :
1. Hak cipta (copyright);
2. Hak kekayaan industri (industrial Property rights), yang mencangkup :
Paten (patent);
Merek (trademark);
Rahasia dagang (trade secret);
Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
Desain industri (industrial design);
Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition);

Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia sejak tahun 1994 oleh pemerintah Republik Indonesia
sudah mulai mengadakan pembaharuan dalam pengaturannya,terlebih dari itu seseorang atau
badan hukum yang mempunyai Hak atas Kekayaan Intelektual tidak terlepas berhubungan secara
hukum dengan pihak lain baik langsung maupun tidak langsung.

ASPEK HUKUM DALAM HKI


Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara:
1. Hukum Tidak Tertulis, yaitu hukum yang hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 1


tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (disebut
juga hukum kebiasaan).
2. a. Hukum Tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu Hukum yang dicantumkan dan tersebar
dalam pelbagai peraturan-perundangan. Hukum yang tertulis yang tidak dikodifikasi
ini sangat banyak sekali jumlahnya, beberapa saja diantaranya yang juga akan
menjadi tema pembahasan pada perkuliahan ini adalah, Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek,
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten, dan lainnya.
b. Hukum Tertulis yang dikodifikasi, yaitu pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam
Kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Kodifikasi Hukum yang pertama dan tertua adalah Corpus Iuris Civilis (mengenai
Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Justianus dari Kerajaan Romawi Timur
dalam tahun 527-565.
Kodifikasi hukum perdata yang selanjutnya adalah kodifikasi hukum perdata Prancis
yang selesai disusun pada tanggal 21 Maret 1804 dan diberi nama Code Civil des
Francais yang kemudian lebih dikenal dengan Code Napoleon.
Code Napoleon itu sempat juga berlaku di Belanda, namun seiring dengan berakhirnya
pendudukan Prancis di negeri Belanda, pada tahun 1814 Belanda menyusun kodifikasi
hukum nasional Belanda dengan bersumber pada hukum Belanda Kuno dan Code
Napoleon. Kodifikasi hukum perdata Belanda tersebut selesai sebelum tahun 1830 dan
baru diresmikan pada 1 Oktober 1838. Beberapa kitab undang-undang hukum Belanda
yang mulai berlaku pada tahun itu, diantara adalah Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata/Sipil) dan Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang)
Pada perkembangannya dengan tujuan untuk mengadakan persesuaian antara hukum
dan keadaan di negeri Belanda dengan hukum dan keadaan di wilayah jajahan dalam
hal ini Indonesia, dengan berdasarkan pada asas konkordansi (keselarasan) pada
tanggal 1 Mei 1848, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan kodifikasi hukum
perdata (B.W) Indonesia yang dikenal dengan KUHPerdata dan hukum dagang (WvK)
Indonesia yang dikenal dengan KUHDagang yang isinya kurang lebih sama dengan
Burgerlijk Wetboek (B.W) Belanda dan Wetboek van Koophandel (WvK) Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, melalui Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
1945 dinyatakan bahwa Segala badan negara dan peraturan (termasuk diantaranya

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 2


KUHPerdata dan KUHDagang) yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang
baru menurut Undang-Undang Dasar ini Atas dasar itulah mengapa KUHPerdata dan
KUHDagang yang sudah sangat tua itu masih memiliki keberlakuannya.

BAB II
OBJEK HUKUM DAN SUBJEK HUKUM

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 3


1. OBJEK HUKUM
Dengan Objek hukum dapat kita maksudkan sebagai sesuatu yang tidak mempunyai hak dan
tidak menjadi pihak menurut hukum dan semata-mata hanya diobjekan atau berguna bagi para
subjek hukum. Yang menjadi objek hukum itu ialah barang atau benda. Pengaturan tentang
benda atau zaak terdapat secara luas pada Buku II KUHPerdata tentang hukum benda atau zaken
recht. Pengertian benda ini, sebagaimana terdapat dalam KUHPerdata, dapat dibagi sebagai
berikut :

Benda yang bersifat kebendaan atau zakelijke rechten atau materiele goerderen
Benda yang bersifat kebendaan dapat dibagi atas :
A) Benda bertubuh atau benda berwujud atau lichamelijke zaken. Benda ini sifatnya dapat
dilihat, diraba dan dirasakan dengan panca indra.
Benda ini dapat dibagi dalam :
a. Benda bergerak atau benda tidak tetap atau roerende zaken.
1. Benda yang dapat dihabiskan. Contoh: beras, minuman, bensin, uang, dan
sebagainya.
2. Benda yang tidak dapat dihabiskan. Contoh: mobil, perhiasan, pulpen, arloji, dan
semacamnya.
b. Benda tidak bergerak atau tetap atau onroerende zaken. Contoh: seperti tanah, rumah,
pabrik, kapal yang berukuran 20 m3 ke atas, gedung, toko, gudang, sawah, pohon di
ladang, kayu di hutan, pipa dan saluran got, barang-barang lain yang sifatnya secara
prinsip terpaku atau tertancap pada tanah dan bangunan dan juga termasuk hak-hak
seperti hak pakai, hak usaha, hak bunga tanah, hak pengabdian, pasar yang diakui
pemerintah.
B) Benda tidak bertubuh atau tidak berwujud atau onlichamlijke zaken. benda ini dapat
dirasakan dengan panca indra, tetapi tidak dapat dilihat ataupun diraba, namun dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya adalah surat berharga seperti Cek; Bilyet
Giro; Wesel; Surat Sanggup/Promes; dan Surat Berharga Lainnya.

Benda-benda yang bersifat tidak kebendaan atau immateriele goederen


Benda ini hanya dirasakan oleh panca indra saja tidak dapat dilihat, namun dapat direalisasi
menjadi suatu kenyataan, contohnya adalah seperti hak atas kekayaan intelektual, seperti Hak

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 4


Cipta, Hak Merek, Hak Paten, Hak Desain Industri & Hak Desain Tata Letak Sirkuit.
(Berkenaan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual ini akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya yaitu pada BAB X)

2. SUBJEK HUKUM
Yang dimaksudkan dengan Subjek hukum ialah setiap orang. yang dapat mempunyai hak dan
cakap untuk bertindak di dalam hukum.
Orang (persoon) sebagai subjek hukum dibedakan dalam 2 pengertian, yaitu :
1. Natuurlijke persoon atau menselijk persoon yang disebut orang dalam bentuk manusia atau
manusia pribadi. Manusia sebagai subjek hukum dapat mempunyai hak dan itu semua diatur
oleh hukum, mulai sejak ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Contohnya antara
lain : Akta Kelahiran, Kartu Tanda Penduduk, Akta Nikah, Surat Kematian, dan banyak lagi
lainnya.
Selain mempunyai hak, manusia sebagai subjek hukum ini dapat melakukan tindakan-
tindakan hukum, namun untuk itu ia harus cakap bertindak dalam hukum. Berkenaan dengan
kecakapan ini, Pasal 1329 KUHPerdata mengaturnya bahwa tiap orang berwenang untuk
membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Berkenaan dengan
kecakapan untuk membuat suatu perikatan, akan dilakukan pembahasan tersendiri pada Bab
III. 2 mengenai Perjanjian.
2. Rechts persoon yang disebut orang dalam bentuk badan hukum atau orang yang diciptakan
hukum secara fiksi atau persona ficta, yang dapat melakukan tindakan hukum seperti
manusia. Rechts persoon ini dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu :
a. Badan hukum publik (Publiek Rechts persoon) yaitu badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum publik, yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau
negara pada umumnya. Badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang
dikelola/ditangani oleh negara, contohnya antara lain :
Bank Indonesia (Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia);
Perusahaan Umum atau Perum, yaitu BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara
dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan (Undang-Undang No. 19
Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara)

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 5


b. Badan hukum privat (privaat Rechts persoon) yaitu badan hukum yang didirikan
berdasarkan Hukum Sipil atau Perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di
dalam badan hukum itu. Badan hukum ini merupakan badan swasta yang didirikan oleh
pribadi untuk tujuan tertentu yaitu mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, politik, kebudayaan, kesenian, olahraga, dan lain-lainya, contohnya antara
lain :
Perseroan Terbatas yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang dan peraturan
pelaksanaannya (Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas)
Yayasan yaitu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota (Undang-Undang No. 16 Tahun 2001
Tentang Yayasan)

BAB III
PERIKATAN & PERJANJIAN

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 6


1. PERIKATAN
Dengan perikatan dapat kita maksudkan sebagai suatu hubungan hukum yang melekatkan
hak dan kewajiban diantara para pihaknya, yang lahir baik karena adanya suatu persetujuan
maupun karena undang-undang. Sebagai konsekuensi bagi para pihak yang mengikatkan diri
ataupun yang terikat dalam hubungan hukum ini adalah timbulnya apa yang dinamakan dalam
dunia hukum dengan istilah prestasi, yaitu sesuatu yang dapat dituntut. Prestasi ini secara
umum dapat di bagi menjadi tiga macam, yaitu prestasi untuk menyerahkan sesuatu; prestasi
untuk melakukan sesuatu; dan prestasi untuk tidak melakukan sesuatu.
Pengertian perikatan (verbintenis) memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengertian
perjanjian (overeenkomst). Dikatakan lebih luas karena perikatan itu dapat terjadi karena :
a. Persetujuan para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyatakan Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. contohnya antara lain : perjanjian jual
beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian kredit, perjanjian deposito, dan lainnya.
b. Undang-undang, sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan itu dapat timbul
dari undang-undang saja atau dari undang-undang karena perbuatan orang. Selanjutnya Pasal
1353 KUH Perdata menjelaskan bahwa perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena
perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum. Atas
dasar kedua pasal tersebut, dapat dikemukakan contoh sebagai berikut :
1) Dari undang-undang semata, misalnya Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor : 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa Kedua orang tua wajib memelihara
dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
2) Dari undang-undang karena perbuatan :
a. Halal (tidak melanggar hukum), misalnya zaakwaarneming atau perwakilan sukarela
atau mewakili kepentingan orang lain tanpa diminta atau disuruh oleh orang itu,
seperti yang dimaksud oleh pasal 1354 KUHPerdata : jika seseorang dengan
sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu mewakili urusan orang lain
dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan
dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut sehingga orang yang
diwakili kepentingan dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Misalnya, A
bertetangga dengan B. Pada suatu saat A pergi ke luar negeri selama 3 bulan. B
sebagai tetangga, melihat pekarangan rumah A kotor, tidak terawat dan merusak
pemandangan rumah B. Karena itulah B secara sukarela dengan tidak mendapatkan

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 7


perintah dari A merawat dan membersihkan pekarangan rumah A. Terhadap peristiwa
seperti ini maka berdasarkan pasal 1354, B wajib untuk terus menerus membersihkan
dan merawat rumah A, sampai dengan A dapat mengerjakan sendiri pekerjaan itu.
b. Melanggar hukum (onreehtmatige daad) seperti yang dimaksud oleh pasal 1365
KUHPer : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang
lain karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Misalnya, motor milik A yang sedang diparkir ditabrak oleh mobil yang dikendarai
oleh B yang sedang dalam keadaan mabuk. Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, A
dapat menuntut B untuk memberikan ganti rugi pada A, atas kerugian yang diderita
oleh A yang dikarenakan perbuatan B.

2. PERJANJIAN
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.
Syarat-syarat sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 syarat seperti yang ditegaskan oleh pasal
1320 KUH Perdata, yaitu :
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2) Kecakapan untuk membuat suatu Perikatan
3) Suatu hal tertenu
4) Suatu sebab yang halal
Syarat no. 1 atau kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan syarat no. 2 atau kecakapan
untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat subjektif, yaitu untuk subjek hukum atau
orangnya. Sedangkan syarat no. 3 atau suatu hal tertentu dan syarat no.4 suatu sebab yang halal
disebut syart objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya.

1) Kesepakatan
Syarat no. 1 mengenai kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau
dengan kebebasan. Adanya kebebasan bersepakat (konsensual) para subjek hukum atau
orang, dapat terjadi dengan secara tegas, baik dengan mengucapkan kata atau dengan tertulis,
maupun secara diam, baik dengan suatu sikap atau dengan isyarat.
a. Kebebasan bersepakat
Kebebasan bersepakat (konsensual) secara tegas dengan mengucapkan kata, seperti yang
terjadi antara penjual dengan pembeli, antara peminjam uang dengan yang

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 8


meminjamkan, antara penyewa dengan yang menyewakan rumah, semua dengan tawar-
menawar yang diikuti dengan kesepakatan. Hal ini dapat terjadi dengan bertemunya
pihak-pihak kreditur dengan debitur, melalui telepon atau dengan melalui perantara.
b. Perjanjian tanpa unsur Kebebasan
Suatu Perjanjian dikatakan tidak memuat unsur kebebasan, apabila memuat salah satu
unsur dari tiga unsur ini:
i) Unsur Paksaan (dwang), adalah paksaan terhadap badan (fisik) dan paksaan
terhadap jiwa (psikis) dan paksaan yang dilarang oleh Undang-undang. Tetapi
dalam hal ini, di dalam Undang-undang ada suatu unsur paksaan yang diijinkan
oleh Undang-undang, yakni paksaan dengan alasan akan dituntut di muka hakim,
apabila pihak lawan tidak memenuhi prestasi yang telah ditetapkan
ii) Unsur Kekeliruan (dwaling), Kekeliruan dapat terjadi dengan 2 kemungkinan, yaitu
1. Kekeliruan terhadap orang atau subjek hukum, misalnya perjanjian akan
mengadakan pertunjukan lawak, akan tetapi undangan untuk pelawaknya salah
alamat, karena namanya sama.
2. Kekeliruan terhadap barang atau objek hukum, misalnya jual-beli dengan
monster tetapi yang diberikan salah, karena barangnya sama dan yang berbeda
ialah tahunya.
iii) Unsur Penipuan (bedrog) Apabila terjadi suatu pihak dengan sengaja memberikan
keterangan yang tidak benar. Suatu perjanjian yang mengandung salah satu unsur
paksaan, kekeliruan ataupun penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas
jangka waktu 5 tahun seperti dimaksud oleh pasal 1454 KUH Perdata.

2) Kecakapan (Cakap Hukum)


Berkenaan dengan cakap atau tidak cakapnya seseorang untuk membuat suatu persetujuan,
Pasal 1330 KUH Perdata telah memberikan batasannya. Batasan tersebut adalah siapa-siapa
saja yang menurut hukum dikatakan tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan :
a. orang yang belum dewasa, contohnya antara lain :
Kecakapan untuk membuat perjanjian (overeenkomst) apabila berumur minimal 21
tahun atau sebelumnya telah melangsungkan pernikahan (di atur dalam Pasal 330
KUHPerdata)
Kecakapan untuk melangsungkan perkawinan menurut Pasal 7 Undang-Undang NO.
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bagi seorang laki-laki berumur minimum 19
tahun dan bagi wanita berumur minimum 16 tahun.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 9


Kecakapan untuk mempunyai hak memilih dalam PEMILU apabila pada hari
pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) atau sudah/pernah kawin (Pasal 1
ayat 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah)
Kecakapan untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum dalam penuntutan
terhadap perbuatan pidana adalah apabila telah berumur 16 (enam belas) tahun (Pasal
45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
b. orang yang ditaruh di bawah pengampunan (curatele), contohnya antara lain : gangguan
jiwa seperti sakit saraf atau gila, pemabuk atau pemboros
c. Wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (mengenai
ketidakcakapan wanita ini telah dicabut oleh UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan).

3) Hal Tertentu
Sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian, menurut pasal 1320 KUHPer ialah suatu hal tertentu.
Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Hal
tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh Pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian
mengenai : 1. Jenis barang; 2. kualitas dan mutu barang; 3. buatan pabrik dan dari negara
mana; 4. buatan tahun berapa; 5. warna barang; 6. ciri khusus barang tersebut; 7. jumlah
barang; 8. uraian lebih lanjut mengenai barang itu.

4) Sebab Yang Halal (causa yang halal)


Syarat ke empat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPer adalah adanya sebab (causa)
yang halal. Dalam pengertaian ini pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian
itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu
kuat.

BAB IV
KUASA

KUASA

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 10


Dasar hukum pemberian kuasa terdapat dalam Buku III Bab ke-16 pasal 1792 1819 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Yang dimaksud dengan pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian/ persetujuan antara seseorang yang memberi kuasa dan orang yang diberi kuasa,
dalam hal ini si penerima kuasa dapat menjalankan keinginan si pemberi kuasa untuk dan atas
namanya.
Dalam pemberian Kuasa, Pemberi Kuasa maupun Penerima Kuasa harus :
- Sudah dewasa;
- Berakal sehat;
- Tidak dibawah pengampuan dsb.
Pemberian kuasa dapat dilakukan dengan cara :
- Dibuat/ dituangkan dalam akta otentik (dihadapan notaris);
- Dibuat/ dituangkan dalam akta di bawah tangan (dibuat oleh pihak-pihak);
- Dibuat dalam surat biasa;
- Lisan.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pemberian kuasa dibagi :
- Pemberian kuasa secara khusus yang menyangkut suatu atau beberapa hal tertentu
- Pemberian kuasa umum yang menyangkut semua hal/ kepentingan pemberi kuasa,
dengan catatan apabila pemberian itu dirumuskan dalam kata-kata umum maka berarti
tentang pengurusannya saja.
Kewajiban dan tanggung jawab penerima kuasa :
Penerima kuasa berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya sebagai kuasa sampai dengan
selesai, selama yang bersangkutan tidak dicabut atau berakhir kuasanya. Penerima kuasa
bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya dan harus
bertanggung jawab apabila mengalihkan kuasanya itu pada pihak lain (substitusi). Dalam hal
penerima kuasa telah mengalihkan/ menyerahkan kuasanya kepada orang lain, maka ia
bertanggung jawab pula untuk orang yang ditunjuknya itu apabila : ia tidak diberi kuasa oleh
pemberi kuasa untuk menunjuk orang lain atau ia telah diberi wewenang menunjuk orang
lain, namun orang yang ditunjuknya tidak cakap.

Kewajiban dan tanggung jawab pemberi kuasa :


Pemberi kuasa berkewajiban untuk memenuhi semua perikatan yang telah dilaksanakan oleh
penerima kuasa sesuai dengan kuasanya. Pemberi kuasa juga berkewajiban membayar

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 11


kembali biaya yang telah dikeluarkan serta mebayar upah apabila telah diperjanjikan. Dalam
hal ini penerima kuasa berhak menahan segala sesuatu milik pemberi kuasa apabila yang
menjadi hutang pemberi kuasa tersebut belum dilunasi.
Pemberian kuasa berakhir apabila :
- Kuasa dicabut/ ditarik oleh pemberi kuasa;
- Meninggal, di bawah pengampuan (perwalian);
- Penerima kuasa Mengembalikan Mandatnya (kuasa) kepada si Pemberi Kuasa;
- Jangka Waktu Pemberian Kuasa telah berakhir;
- Tugas telah selesai dilaksanakan oleh Penerima Kuasa.

Penerima Kuasa apabila diperjanjikan diberi Hak untuk dapat menyerahkan kuasanya pada
pihak lain baik sebagian maupun seluruhnya kepada Pihak lain dengan sepengetahuan si Pemberi
Kuasa (Hak subtitusi).
Dalam pemberian kuasa pada pihak lain sebaiknya benar benar harus teliti dan mengenal
betul sifat dan karakter si Penerima Kuasa karena yang bersangkutan menjalankan kuasa untuk
dan atas nama si Pemberi Kuasa hal ini perlu diperhatikan karena sampai pemberian kuasa
tersebut disalahgunakan yang dapat mengakibatkan kerugian baik moril maupun materil bagi si
Pemberi Kuasa.

AKTA OTENTIK DAN AKTA DIBAWAH TANGAN


Berbicara mengenai akta otentik dan akta di bawah tangan, sebenarnya kita berbicara perihal
surat sebagai salah satu alat bukti tertulis yang pada umumnya dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu surat yang merupakan akta dan surat biasa.
Akta adalah surat yang diberi tanda-tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari
suatu, hak atau perikatan yang dibuat sejak semula yang disengaja untuk pembuktian. Akta
sendiri dibedakan menjadi dua yaitu, Akta Otentik dan Akta Bawah Tangan . Penjelasan
mengenai pengertian dari akta otentik dan akta dibawah tangan adalah sebagai berikut :
Akta otentik adalah akta yang harus dibuat berdasarkan peraturan perundangan serta ditanda-
tangani oleh notaris atau pejabat yang berwenang. Pengertian dari akta otentik ini dapat
diketahui dari beberapa perundang-undangan sebagai berikut :
1. Pasal 101 ayat a Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
menyatakan bahwa akta otentik adalah yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang
pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 12


dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa
hukum yang tercantum di dalamnya;
2. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa Suatu akta otentik
adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan tempat akta itu dibuat
3. Pasal 165 HIR (Het herziene Indonesisch reglement), menyatakan bahwa Akta Otentik
adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk
itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan ahli warisnya dan mereka yang
mendapatkan hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan tentang yang
tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka; akan tetapi yang terakhir ini hanyalah
sepanjang yang diberitahukan itu erat hubungannya dengan pokok dari pada akta;

Sedangkan akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditanda tangani oleh para
pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan saja.
Pengertian dari akta di bawah tangan ini dapat diketahui dari beberapa perundang-undangan
sebagai berikut :
1. Pasal 101 ayat b Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
menyatakan bahwa akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya
2. Pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa yang dianggap
sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat,
daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan
seorang pejabat umum.

Kekuatan Pembuktian
Berdasarkan pengertian dari akta otentik dan akta di bawah tangan sebagaimana tersebut di
atas, kita dapat melihat persamaan bahwa keduanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti,
namun kekuatan pembuktiannya-lah yang berbeda.
Akta Otentik mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian (Retnowulan &
Oeripkartawinata,1979:49), yakni :
a. Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 13


b. Kekuatan pembuktian materil. Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa
yang tersebut dalam akta itu telah terjadi.
c. Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal
tersebut dalam akta yang bersangkutan telah datang menghadap kepada pegawai umum tadi
dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak
ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar.

Sedangkan untuk akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya akan sangat tergantung
pada kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-
masing tanda tangannya. Apabila suatu akta di bawah tangan diakui isi dan tandatangannya oleh
masing masing pihak maka kekuatan pembuktiannya hampir sama dengan akta otentik; bedanya
terletak pada kekuatan pembuktian keluar, yang tidak secara otomatis dimiliki oleh akta di
bawah tangan. Akta di bawah tangan ini seperti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1880 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak akan dapat mempunyai kekuatan pembuktian keluar
terhadap pihak ketiga terkecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau
seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-
undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan; atau
sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat
umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang
dihadapai akta itu.

BAB V
TENTANG PERUSAHAAN

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 14


1. PERSEROAN TERBATAS
Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah suatu badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih, untuk melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam Saham-saham. Dahulunya, tentang
Perseroan terbatas ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Akan tetapi,
ketentuan tentang Perseroan Terbatas dalam Kitab Undang-Undang hukum dagang tersebut
kemudian tidak berlaku lagi setelah adanya undang-undang Perseroan Terbatas yang
merupakan undang-undang yang khusus mengatur tentang perseroan terbatas tersebut.
Adapun undang-undang yang mengatur Perseroan Terbatas dewasa ini secara umum,
adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang ditetapkan pada
tanggal 7 Maret 1995 dan di undangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13,
yang menggantikan peraturan-peraturan Perseroan Terbatas yang tercantum dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad 1847 : 23).Yang digantikan oleh Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Pertseroan Terbatas :
1. Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak menyalin apa yang sudah
diatur dalam UUPT. Artinya, anggaran dasar PT hanya memuat hal-hal yang dapat
diubah atau ditentukan lain oleh pemegang saham (pendiri). Yang sudah merupakan
aturan baku, tidak dituangkan lagi dalam Anggaran dasar PT. Contohnya: kewajiban
untuk mendapatkan persetujuan RUPS, dalam hal menjaminkan asset Perseroan yang
jumlahnya merupakan sebagian besar harta kekayaan Perseroan dalam 1 tahun buku
(Pasal 102).
2. Proses pengajuan pengesahan, pelaporan dan pemberitahuan melalui sistem elektronik
yang diajukan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (yang dalam istilah Depkeh
FIAN 1 (untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan anggaran dasar yang
membutuhkan pelaporan, FIAN 3 (untuk perubahan anggaran dasar yang hanya
membutuhkan pemberitahuan);
3. RUPS dimungkinkan untuk dilaksanakan secara teleconference, tapi tetap harus
mengikuti ketentuan panggilan Rapat sesuai UUPT Terdapat jangka waktu tertentu yang
membatasi, misalnya: untuk melakukan pemesanan nama (60 hari), pengajuan
pengesahan (60 hari), pengajuan berkas (30 hari), pengesahan menkeh (14 hari);
4. Pengajuan pengesahan PT baru, harus dilakukan dalam waktu 60 hari, apabila lewat,
maka akta pendirian menjadi batal dan perseroan menjadi bubar (Pasal 10 ayat 1 & ayat
9) > berlaku juga untuk pengajuan kembali (ayat 10);

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 15


5. Notulen Rapat di bawah tangan, wajib di tuangkan dalam bentuk akta notaris dalam
jangka waktu maksimal 30 hari sejak ditanda-tangani. Jika dalam waktu tersebut tidak
diajukan, maka Notulen tersebut tidak berlaku (harus di ulang);
6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak
istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;
7. Direksi atau Komisaris wajib membuat Rencana Kerja yang disetujui RUPS sebelum
tahun buku berakhir Perubahan Direksi/komisaris atau pemegang saham bukan
merupakan perubahan AD, jadi sekarang diletakkan pada akhir akta;
8. Perubahan AD dari PT biasa menjadi PT Tbk (pasal 25 ayat 1), efektif sejak:
-pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas pasar modal atau
-pada saat penawaran umum jika dalam waktu 6 bulan tidak dilaksanakan, maka
statusnya otomatis berubah menjadi PT tertutup kembali;
9. Khusus untuk perpanjangan jangka waktu berdirinya PT, harus diajukan maksimal 60
hari sebelum tanggal berakhirnya, kalau tidak maka PT tersebut menjadi bubar;
10. PT harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha (operating company,
bukan hanya berbentuk investment company;
11. Tanggung jawab perseroan tidak hanya sampai pada Direksi saja, melainkan sampai
dengan komisaris;
12. Komisaris tidak dapat bertindak sendiri. Sehingga walaupun dalam anggaran dasar
disebutkan hanya perlu persetujuan 1 komisaris, maka tetap harus mendapat persetujuan
dari seluruh komisaris;
13. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk memiliki sendiri maupun untuk
dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
dimiliki oleh Perseroan (larangan cross holding), Pasal 36 UUPT;
14. Daftar Perusahaan yang dulunya bersifat tertutup dan tidak mudah diakses oleh
khalayak umum, sekarang terbuka untuk umum (Pasal 29 ayat 5) dan pelaksanaannya
diselenggarakan oleh Menteri terkait (Pasal 29 ayat 1);
15. Pengumuman anggaran dasar Perseroan pada Berita Negara RI yang meliputi pendirian
dan perubahan anggaran dasar lainnya dilakukan oleh Menteri sedangkan dahulu
dilakukan oleh Notaris. (Pasal 30 ayat 1).

Pertangungjawaban Terbatas

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 16


Tanggung jawab dalam suatu perseroan terbatas pada prinsipnya sebatas atas harta yang
ada dalam perseroan tersebut. itu pula sebabnya disebut terbatas (limited), yakni terbatas
dari segi tanggung jawabnya dengan demikian, pada prinsipnya pihak pemegang saham,
direksi atau komisaris tidak pernah bertanggung jawab secara pribadi. Artinya, jika ada
gugatan dari pihak manapun, pihak pemegang harta pribadi dari pemegang saham, direksi
atau komisaris pada prinsipnya tidak boleh disita.
Namun demikian, prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku dalam hal-hal
sebagai berikut: a. persyaratan perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan terbatas semata-mata untuk kepentingan
pribadi; c. Pemegang saham dari perseroan terbatas terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan; d. Pemegang saham yang bersangkutan, baik
langsung atau tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan,
yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang
perseroan terbatas tersebut; e. Direksi dan Komisaris akan bertanggung jawab secara pribadi
jika mereka di dalam menjalankan tugas telah bertindak diluar kewenangannya sebagaimana
telah ditetapkan dalam anggaran dasar.

2. FIRMA

Fa atau VOF = Vennootschap Onder Firma atau Perseroan Firma adalah tiap-tiap
perseroan (maatschap) yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu
nama bersama, dimana anggota-angotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap pihak ketiga. Bentuk perseroan ini diatur dalam Kitab Undang Hukum
Dagang (KUHD) Pasal 16 Sampai dengan Pasal 35. Perkataan firma sebenarnya berarti
nama yang dipakai untuk berdagang bersama-sama. Nama suatu firma adakalanya diambil
dari nama seorang yang turut menjadi persero pada firma itu sendiri, tetapi dapat juga nama
itu diambil dari nama orang yang bukan persero.
Dalam suatu VOF maka setiap persero berhak untuk melakukan pengumuman dan
bertindak keluar atas nama perseroan tersebut. segala perjanjian yang diadakan oleh seorang
anggota persero mengikat juga kawan-kawan persero lainnya. Pun segala sesuatu yang
diperoleh seorang anggota persero menjadi harta benda kepunyaaan firma yang berarti pula
kepunyaaan semua persero.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 17


Tindakan seorang anggota persero yang mengikat semua anggota persero lainnya
diatur dalam Pasal 17 KUHD yang menegaskan tiap-tiap persero tidak dikecualikan dari
satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama
perseroan, pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ke tiga
dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut paut dengan perseroan itu, atau yang para
persero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan di atas.
Mengenai tanggung jawab, masing-masing anggota firma dalam Pasal 18 KUHD
ditegaskan, bahwa tiap-tiap anggota perseroan, secara tanggung menanggung bertanggung
jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari perseroan firma. Hal ini berarti bahwa tiap
anggota VOF langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya (yang disebut
tanggung jawab solider) atas persetujuan-persetujuan yang diadakan VOF terhadap pihak
ketiga.
Seperti juga dengan perseroan, perseroan firma bukanlah badan hukum, sehingga
pihak ketiga tidak berhubungan dengan perseroan firma, sebagai suatu kesatuan melainkan
dengan setiap anggota-anggota sendiri-sendiri. Walaupun bukan badan hukum, Perseroan
Firma mempunyai harta kekayaan, yakni harta yang telah dikumpulkan untuk perusahaan
guna menyelenggarakan perusahaan tersebut. berlainan dengan harta kekayaan dari suatu
Badan Hukum, harta firma ini dapat ditagih oleh pihak ketiga selaku kreditur. Apabila
seorang anggota firma dijatuhi hukuman karena tak membayar sesuatu, maka pihak ketiga
dapat menyita barang-barang prive (harta peribadi) dari anggota tersebut, dan apabila ia
menurut kebiasaan telah menagih semua anggota firma bersama, juga dapat menyita barang-
barang harta firma tersebut.

3. CV
CV atau Commanditaire Vennootschap atau Perseroan Komanditer adalah suatu
bentuk badan usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih, dimana satu orang atau lebih
dari pendirinya adalah pesero aktif (pesero pengurus/pesero komplementaris), yakni yang
aktif menjalankan perusahaan dan akan bertanggung jawab secara penuh sampai kekayaan
pribadinya, sementara satu orang lain atau lebih merupakan pesero pasif (pesero
komanditer), dimana dia hanya bertanggung jawab sebatas uang yang dia setor saja.
Bentuk perseroan ini diatur dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD), namun
pengaturannya tidak secara khusus tetapi disatukan dengan pengaturan Firma. Terdapatnya
aturan perseroan komanditer di dalam aturan mengenai firma, karena perseroan komanditer
juga termasuk ke dalam bentuk firma dalam arti khusus. Persoalan Firma diatur dalam Pasal

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 18


16 s/d 35 KUHD, sementara Pasal 19, 20 dan 21 adalah aturan untuk persekutuan
komanditer.
Menurut Pasal 19 KUHD perseroan komanditer adalah suatu perseroan untuk
menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang pesero
yang secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab
solider) pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak yang
lain.
Dalam perseroan ini seorang atau lebih pesero pasif tidak bertindak menjadi pimpinan
perusahaan maupun bertindak terhadap pihak ketiga. Mereka ini hanyalah sekedar
menyediakan sejumlah modal, karena itulah tanggung jawab mereka sangat terbatas dalam
arti mereka ini tidak memikul kerugian melebihi modal yang disetorkan. Sebaliknya untuk
pesero aktif, kepadanya dibebankan tanggung jawab penuh sampai kekayaan pribadinya.
Namun demikian keadaan seperti itu akan menjadi lain bila pesero pasif ini turut campur
tangan dalam penyelenggaraan dan penyusunan perseroan. Menurut pasal 21 KUHD bahwa
tiap-tiap pesero komanditer yang ikut melakukan perbuatan-perbuatan pengurus atau bekerja
dalam perusahaan perseroan maka pesero komanditer tersebut secara tangung-menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala utang dan segala perikatan dari perseroan
(tanggung jawab solider).

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 19


BAB VI
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dasar hukum perlidungan konsumen adalah Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Latar belakang lahirnya peraturan tersebut disebabkan oleh adanya
suatu kondisi dan fenomena dewasa ini yang berpotensi mengakibatkan kedudukan pelaku usaha
dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.
Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh
pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang
merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat
kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan
menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan
pendidikan konsumen.

1. DEFINISI
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 20


6. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-
Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.
7. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.
8. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

2. ASAS DAN TUJUAN


1. Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, dikatakan bahwa Perlindungan konsumen itu berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Adapun
penjelasan dari asas asas tersebut adalah sebagai berikut :
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan
atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
2. Tujuan Perlindungan Konsumen
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, dikatakan bahwa Perlindungan konsumen itu bertujuan :

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 21


a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen

3. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN


Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
dikatakan bahwa Hak Konsumen itu adalah 1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2. berhak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3. berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4. berhak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5. berhak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6. berhak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7. berhak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. berhak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan yang terakhir hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 5 nya
dikatakan bahwa Kewajiban Konsumen adalah 1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan; 2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3.
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4. mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 22


4. HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
dikatakan bahwa yang menjadi Hak Pelaku Usaha adalah a. hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik; c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selanjutnya dalam
Pasal 7 nya dikatakan bahwa Kewajiban Pelaku Usaha adalah : a. beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f. memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.

5. KLAUSULA BAKU
Dengan maksud untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor: 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa :
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
Selain itu Pelaku usaha juga dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila : a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku
usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian
kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 23


melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen
secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam
masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi
kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

6. BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN


Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah suatu badan yang dibentuk oleh
pemerintah yang bertugas dan berwenang untuk :
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang
undang ini;
e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap
orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 24


m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang
undang ini.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 25


Daftar Pustaka

1. Adrian Sutedi, S.H., M.H., Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) : Penerbit SINAR
GRAFIKA
2. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) : Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
3. Djamali, R Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, CV Rajawali, 1984;
4. Darus Badrulzaman, Mariam, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan,
Bandung, Alumni, 1983;
5. Djumhana, Muhammad, R djubaedillah, 1993, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan
Praktiknya di Indonesia), Bandung, PT citra aditya Bakti
6. Ditjen HKI (bekerja sama dengan EC-ASEAN IPRs Co-operation Pro gramme (ECAP II),
Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual Dilengkapi Dengan Peraturan Perundang-
Undangan Di Bidang Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Dijen HKI ECAP II
7. Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002;
8. Fuady, Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti,
1996;
9. Fuady, Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku II, PT. Citra Aditya Bakti,
1994;
10. Gatot Supramono, S.H., M. Hum, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Penerbit PT
RINEKA CIPTA:
11. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Memahami Prinsip dasar, Cakupan, dan Undang-undang
yang berlaku : Sudaryat, S.H., M.H., DR, Sudjana, S.H., M.SI., dan Rika Ratna Permata,
S.H., M.H.
12. Kansil, C.S.T, Modul Hukum Perdata, Jakarta, PT. Pradnya Paramitai, 1995;
13. Tomi Suryo Utomo, SH., LL.M., Ph.D, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global:

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) TELKOM UNIVERSITY 26

Anda mungkin juga menyukai