Terapi Fibrinolitik
Terapi Fibrinolitik
Definisi
Terapi trombolitik adalah terapi yang diindikasikan pada pasien dengan bukti
ST-segmen elevasi MI (STEMI) atau bundle branch block kiri diperkirakan baru
(LBBB) yang terjadi dalam waktu 12 jam dari munculnya gejalajika tidak ada
kontraindikasi untuk fibrinolisis..
2. Indikasi
3. Kontraindikasi
1. Hipertensi tidak terkontrol (tekanan darah> 180/110) baik saat ini atau di
masa lalu
2. kelainan intrakranial tidak tercantum sebagai yang kontraindikasi absolut
(yaitu jinak tumor intrakranial).
3. stroke iskemik> 3 bulan sebelumnya
4. Pendarahan dalam waktu 2-4 minggu (menstruasi dikecualikan)
5. Traumatik atau berkepanjangan resusitasi cardiopulmonary (CPR)
6. operasi besar dalam waktu 3 minggu
7. kehamilan
8. penggunaan antikoagulan saat ini
9. Dimensia
Fibrinolitik digunakan sebagai terapi pada IMA STE pertama kali dilaporkan
oleh Fletcher dan kawan-kawan pada tahun 1958. Pada awal 1960 dan 1970,
ada 24 percobaan yang dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan
streptokinase secara intra vena. Terapi fibrinolitik dianjurkan dalam waktu 12
jam dari onset gejala pada pasien tanpa kontra indikasi jika primer IKP tidak
dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari kontak
pertama dengan medis (Suares) . Seperti penelitian-penelitian sebelumnya
juga menyatakan bahwa waktu juga memegang peranan yang penting dalam
angka keberhasilan trombolitik. Namun, didapati angka kematian yang masih
tinggi pada pasien-pasien yang mendapatkan terapi fibrinolitik dipengaruhi
beberapa faktor pemberatnya antara lain usia, diabetes melitus, onset infark
serta lokasi infarknya.
Pada literatur dikatakan juga, indikator klinis risiko tinggi pada pasien-pasien
yang dalam fase akut infark miokard antara lain adalah usia tua, denyut
jantung yang cepat, peningkatan serum kreatinin, infark anterior, riwayat
gagal jantung (taki). Dari penelitian ini didapati infark anterior septal
mempunyai angka mortalitas yang tinggi ( 55,6%) dibandingkan infark
dilokasi lainnya walaupun telah diberikan terapi fibrinolitik.
4. Proses koagulasi
Jika terdapat kerusakan pada lapisan endotel, maka akan terjadi aktivasi dari
berbagai zat trombogenik seperti kolagen yang dapat mengaktivasi platelet
dan faktor jaringan serta memulai kaskade koagulasi. Proses koagulasi darah
terjadi melalui serangkaian konversi dari protein tidak aktif menjadi protease
aktif. Kompleks faktor jaringan dan faktor VII plasma dihasilkan sel ketika
darah berkontak dengan sel endotel yang rusak, mengkonversi faktor X
menjadi faktor Xa (aktif). Selanjutnya, faktor Xa bersama dengan faktor Va
dan fosfolipid (biasanya platelet yang teraktivasi), mengubah protrombin
menjadi trombin. Trombin mengeluarkan peptida kecil dari fibrinogen dan
mengubahnya menjadi fibrin monomer dan secara spontan membentuk
bekuan darah. Fibrin distabilkan faktor XIII yang memasukkan ikatan kovalen
ke dalam molekul fibrin. Pada kejadian IMA STE, maka semua proses itu
terjadi sehingga diperlukan berbagai obat-obatan.
Obat fibrinolitik bekerja untuk mempercepat lisis trombus yang membuat
oklusi total di intrakoroner, sehingga memperbaiki flow darah dan mencegah
terjadinya kerusakan miokard . Saat ini obat-obat yang sering digunakan
sebagai terapi fibrinolitic termasuk rekombinan jaringan -jenis aktivator
plasminogen ( alteplase , TPA ) , reteplase ( RPA ) , dan tenecteplase ( TNK -
TPA ) , streptokinase . Setiap fungsi obat dengan merangsang sistem
fibrinolitik alami , mengubah prekursor plasminogen aktif menjadi protease
plasmin aktif, yang lisis gumpalan-gumpalan fibrin . Pemberian obat
fibrinolitik pada IMA STE akut secara dini dapat mengembalikan aliran darah
sebesar 70% sampai 80% pada koroner yang mengalami oklusi dan secara
signifikan dapat mengurangi kerusakan jaringan (ISIS).
5. Obat-obatan antikoagulan
1. Unfractional heparin
Heparin yang berasal dari hewan dan merupakan polisakarida linear
dengan residu glukosamin atau asam glukuronik. Heparin berikatan
dengan antithrombin yang menghambat enzim ini dengan membentuk
kompleks molar stabil terhadap residu yang spesifik. Heparin berikatan
dengan antitrombin pada tempat yang kaya lisin, sehingga meningkatkan
daya hambat, terutama pada faktor Xa dan trombin, tetapi juga IX dan
XIIa dan trombin. Heparin tidak dapat diserap usus, keluar ke sistem
sirkulasi oleh sistem retikuloendotelial dan diekskresikan melalui ginjal
dan hati. Efek samping yang serius yang sering terjadi adalah
perdarahan. Tipe I HIT ( heparin Induced thrombocytopenia) biasanya
ringan dan bersifar reversibel dalam 4 hari meskipun pengobatan
dilanjutkan. Hal ini disebabkan interaksi direk antara heparin dengan
platelet yang menimbulkan agregasi platelet. HIT tipe II jauh lebih jarang
tetapi lebih serius, disebabkan oleh inaktivasi platelet yang dimediasi
imunoglobin dengan komplikasi trombotik dan mortalitas tinggi. Heparin
harus dihentikan jika terjadi HIT tipe II. Efek antikoagulasi unfractional
heparin dapat dihentikan cepat dengan protamin sulfat.
2. Low Molecular Weight Heparin
Faktor Xa memegang peranan penting dalam pembentukan trombin dan
merupakan target dalam pengobatan trombosis arteri. Pada pemberian
low molecular weight heparin, tidak diperlukan monitor aPTT, karena
aktivitas antikoagulan Low Molecular Weight Heparin lebih dapat
diprediksi dari pada unfractional heparin.
3. Anti platelet
Platelet bekerja pada endotel vaskuler yang rusak melalui hubungan
dengan glikoprotein Ia reseptor dengan kolagen terekspos dan melalui
hubungan Ib reseptor dengan faktor von Willenbrand, suatu faktor dalam
sirkulasi yang mirip dengan faktor pembekuan VIII. Perlekatan platelet
terhadap endotel vaskuler mengaktivasi platelet, menyebabkan sintesis
dan pelepasan (degranulasi) berbagai mediator agregasi platelet.
Termasuk thromboxan A2 (TxA2), adenosin diphosphate (ADP), dan 5-
hydroxytryptamine (5HT, atau serotonin). Aspirin dan ticlopidine
menghambat sintesis dan aktivitas mediator spesifik agregasi platelet,
sedangkan abciximab menghambat glycoprotein IIb/IIIa reseptor.
4. Aspirin
Aspirin adalah non steroid anti-inlfamatory drug ( NSAID) yang
mempunyai efek analgesk, antipiretik dan anti-inflamasi. Juga
menghambat agregasi platelet dan mencegah terjadinya tromboemboli.
Aspirin dan NSADI lain menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakidonat. Prostaglandin yang paling berpengaruh terhadap agregasi
platelet adalah prostasiklin dan TxA2. Dalam keadaan normal, prostasiklin
mencegah agregasi platelet dan trombosis, sedangkan TxA2 menjadi
dominan pada pembentukan trombosis (Rhii JW).
5. Dipiridamol
Sebagai antiplatelet, dipiridamol bekerja terutama menghambat adhesi
platelet pada dinding pembuluh darah. Juga bekerja meningkatkan
pembentukan cyclic adenosine monophosphat (cAMP) dan menurunkan
kadar kalsium platelet.
6. Ticlopidin
Menghambat agregasi platelet yang bergantung pada ADP. Mula kerja
lambat, butuh 3-7 hari mencapai efek maksimal dan bekerja melalui
metabolit aktif. Efikasi dalam mengurangi kejadian stroke sama dengan
aspirin tetapi mempunyai efek idosikratik seperti diskrasi darah (terutama
neutropenia), yang membatasi penggunaan jangka panjang.
7. Clopidogrel
Secara struktural berhubungan dengan ticlopidin dan juga menghambat
agregasi yang diinduksi ADP melalui metabolit aktifnya. Ticlopidin dan
clopidogrel adalah prodrug, yang memerlukan metabolisme di hati untuk
menjadi metabolit aktif sebelum bekerja menghambat reseptor P2Y12
secara ireversibel pada agregasi platelet yang diinduksi ADP. P2Y12
adalah G-protein coupled reseptor pada membrane.
Writing Group Members, Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, et al, American Heart
Association Statistics Committee., et al. Heart Disease and Stroke Statistics-2016
Update: A Report From the American Heart Association. Circulation. 2016 Jan 26.
133 (4):e38-360.