Anda di halaman 1dari 144

JURNAL BPPK

ISSN 2085-3785
Volume 9 Nomor 2, 2016, halaman 110-242
Jurnal BPPK merupakan publikasi ilmiah yang berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, pengembangan, kajian, dan
pemikiran di bidang ekonomi dan keuangan negara. Terbit pertama kali tahun 2010 dengan masa terbit sekali setahun
kemudian menambah masa terbit pada tahun 2011 diterbitkan dua kali setahun hingga saat ini, pada bulan Juni dan Desember.
Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal BPPK telah melalui proses evaluasi dan penyuntingan oleh Dewan Redaksi, Mitra Bestari
dan Anggota Staf Editorial. Jurnal BPPK terbuka untuk umum, praktisi, peneliti, pegawai, dan pemerhati masalah ekonomi dan
keuangan negara.

STAF EDITORIAL

Penanggung Jawab
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Ketua Dewan Redaksi


Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Dewan Redaksi
Dr. Roberto Akyuwen, S.T.P., S.E., M.Si.
Yoopi Abimanyu, S.E., M.A., Ph.D
Dr. Agung Budi Laksono, S.E., M.M.

Mitra Bestari
.
Dr. Akhmad Makhfatih, M.A. Prof. Dr. Samsubar Saleh, M.Soc.Sc.
Heru Subiyantoro, Ph.D. Prof. Ir. Noer Azam Achsani. M.Sc., Ph.D.

Redaktur
Rahmadi Murwanto, Ak., MAcc., M.B.A., Ph.D.

Editor Ahli
Bey Arifianto Widodo

Editor Pelaksana
Nur Etaruni
Phesona Elok Brillyananda Toruan
Toto Agung Basuki

Sekretariat
Adhitya Wira Witantra Najjahul Imtihan
Pambudi Gawe Bangun Canggih Wicara Putra
Albert Trisija Srie Mutmaenah B.W.

ALAMAT SEKRETARIAT JURNAL BPPK: Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Sekretariat Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Gedung B Soegito Sastromidjojo, Lantai 4, Jl. Purnawarman
Nomor 99 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110; Telp. (021) 7394666 ext.253, 7204131; Faksimili (021) 7261775,
7244328; webpage: www.bppk.depkeu.go.id; e-mail: jurnalbppk@gmail.com.
JURNAL BPPK
Volume 9, Nomor 2, 2016

DAFTAR ISI

ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU (ANALYSIS OF 110-122


FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI DI SEKTOR BEA DAN CUKAI 123-145


Arfin, Arif Nugraha

FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH


FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA 146-159
Yolanda Wilda Artati & Ribut Nurul Tri Wahyuni

KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT 160-180


COST
Rezzy Eko Caraka

PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU DAN 180-198
KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Carakaa, Wawan Sugiyartob, Gustriza Erdac, Erie Sadewod

PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL TERHADAP 199-215


PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN 216-242


DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

ii Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016, Halaman 110-122

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU


(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta 10270. Alamat e-mail: julipsaragih@gmail.com
INFO ARTIKEL ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL Regional autonomy policy that enacted since 2001 has resulted 7 new provinces in Indonesia.
Diterima Pertama The consequence is those seven provinces require transfer budget from natioal government to
27 Juli 2016 finance the tasks and authorities assigned as well as development program in the respective
provinces. Since it was formed to date, fiscal capacity in 7 provinces except Banten, are still not
Dinyatakan Dapat Dimuat able to meet the increased needs of expenditure every year. It is still very dependent on the fiscal
18 November 2016 transfer as sources of income because of its own revenue such as PAD still low. This research
uses descriptive method-analysis with secondary data analysis that are relevant to the topics
KATA KUNCI: discussed, and using the concept of fiscal capacity in the framework of the fiscal
fiscal capacity; decentralization theory. The results of this qualitative research explained that the fiscal
fiscal capacity index; capacity index (Indeks Kapasitas Fiskal) is high retrieved in 4 provinces namely Bangka
budget; Belitung; West Papua, Riau Province and North Maluku. While the index is being retrieved low
revenue; fiscal capacity index exists on the Gorontalo and West Sulawesi provinces. Good fiscal capacity
expenditure. with high index does not guarantee the poor population in the area is reduced, as West Papua
and Riau populations that are still relatively lareg in number. In addition, Banten province with
the PAD is very high compared to other provinces, still has a large population of the poor. But,
overall the transfer fiscal from national government recognized very helpful the fiscal capacity
of those new 7 provinces above.
Keywords: autonomy; fiscal capacity; fiscal capacity index; budget; revenue; expenditure

Kebijakan otonomi daerah yang diberlakukan sejak 2001 telah melahirkan 7 provinsi baru di
Indonesia. Konsekeunsinya adalah ketujuh provinsi membutuhkan anggaran transfer pusat
untuk membiayai tugas dan kewenangan yang dilimpahkan, dan program pembanguan di
provinsi masing-masing. Sejak dibentuk sampai saat ini, kapasitas fiskal pada 7 provinsi
kecuali Banten, masih belum mampu memenuhi peningkatan kebutuhan belanja daerah
setiap tahun sehingga masih sangat bergantung pada transfer pusat karena sumber
pendapatan daerah sendiri seperti PAD masih relatif rendah. Penelitian kualitatif ini
menggunakan metode deskriptif-analisis dengan menganalisa data sekunder yang relevan
dengan topik yang dibahas, serta menggunakan konsep kapasitas fiskal dalam kerangka teori
desentralisasi fiskal. Hasil penelitian kualitatif ini menjelaskan bahwa indeks kapasitas fiskal
(IKpF) yang tinggi dan sangat tinggi diperoleh 3 provinsi yakni Kepulauan Bangka Belitung;
Papua Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara. Sedangkan indeks sedang diperoleh Banten.
Indeks kapasitas fiskal rendah ada pada Gorontalo dan Sulawesi Barat. Namun kapasitas
fiskal yang baik dengan indeks tinggi/sangat tinggi tidak menjamin penduduk miskin di
daerah berkurang seperti Papua Barat dan Kepulauan Riau yang penduduk miskinnya masih
relatif besar. Di samping itu, Banten dengan PAD yang sangat tinggi dibandingkan 6 provinsi
lain, juga masih memiliki penduduk miskin yang besar dan terbanyak diantara 7 provinsi.
Tetapi, secara keseluruhan transfer pusat diakui sangat membantu kapasitas fiskal pada 7
provinsi baru di atas.
Kata kunci: daerah otonomi baru; kapasitas fiskal; indeks kapasitas fskal; belanja daerah

I. PENDAHULUAN tingginya tingkat kemiskinan, ketidakmerataan


A. Latar Belakang (disparitas) pembangunan antar-wilayah, rendahnya
Pemberian otonomi daerah dan desentralisasi kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan
yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada sumber daya manusia (SDM).
daerah sejak era reformasi, merupakan 3 (tiga) Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi
langkah strategis dalam sejarah pemerintahan di merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk
Indonesia. Pertama, dalam perspektif politik, otonomi menyongsong era globalisasi ekonomi dengan
daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas memperkuat basis perekonomian daerah (Mardiasmo,
permasalahan lokal bangsa Indonesia yang antara lain 2002: 59). Esensi dari pemberian otonomi tersebut
berupa adanya ancaman disintegrasi bangsa, masih adalah desentralisasi keuangan (fiskal) dari

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016 110


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (sub- dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp58,8 triliun.
national governments).
Ketiga, dari aspek legal-formal, era otonomi Hampir semua daerah otonom, apalagi daerah
daerah ditandai dengan keluarnya UU No.22 Tahun otonomi baru memiliki ketergantungan fiskal sangat
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 besar terhadap anggaran negara, kecuali DKI Jakarta
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara yang sumber PAD-nya mampu membiayai sebagian
Pemerintah Pusat dan Daerah. Kemudian UU No.22 besar pengeluarannya. Tetapi hal ini juga merupakan
Tahun 1999 direvisi/diganti dengan UU No.32 Tahun konsekuensi logis dari politik desentralisasi, yakni
2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No.25 Tahun adanya penyerahan sebagian urusan pemerintahan
1999 diganti dengan UU No.33 Tahun 2004 tentang dari pusat ke daerah provinsi/kabupaten/kota.
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Artinya kemampuan fiskal daerah otonom
Daerah, dan berbagai peraturan pelaksananya seperti untuk membiayai berbagai program dan kegiatan
PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; pembangunan daerah sejak otonomi diberlakukan,
serta PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian ternyata masih sulit untuk melepaskan
urusan pemerintahan antara pemerintah, ketergantungan transfer fiskal tersebut. Hal ini
pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan dikarenakan sumber pembiayaan asli daerah, seperti
daerah kabupaten/kota. pendapatan asli daerah (PAD) masih belum mampu
Sejak lahirnya otonomi daerah 1999 sampai membiayai separuh kebutuhan fiskal (belanja daerah)
saat ini, pemerintah sudah melahirkan daerah otonomi dalam APBD. Padahal unsur PAD merupakan unsur
baru, baik provinsi baru maupun kabupaten/kota paling penting dalam mengukur kapasitas fiskal (fiscal
baru. Daerah provinsi baru yang sudah terbentuk sejak capacity) daerah termasuk daerah otonomi baru.
1999 adalah Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI
Belitung, Banten, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Nomor 37/PMK.07/2015 tentang Peta Kapasitas Fiskal
Barat, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Utara. Banyak Daerah, yang dimaksud dengan kapasitas fiskal (fiscal
faktor yang mendorong lahirnya daerah provinsi baru capacity) adalah gambaran kemampuan keuangan
di Indonesia. Salah satunya adalah faktor ekonomi dan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui
politik. Kondisi politik domestik pada awal otonomi penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
sangat mudah untuk melahirkan daerah otonomi baru Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus (DAK),
karena eforia politik masyarakat saat itu, di samping dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan
faktor non-politik seperti ekonomi, kemiskinan, dan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai
lain-lain. pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas
Pemekaran atau pembentukan daerah pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai, dan
otonomi baru, tentu membawa konsekuensi dari sisi dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin.
finansial khususnya anggaran negara (APBN). Pada Inti dari kapasitas fiskal daerah adalah PAD,
awal pembentukan daerah otonomi baru, anggaran transfer fiskal yang bersifat umum, dan sumber
daerah (APBD) dari wilayah induk tidak memadai pendapatan daerah lain yang sah. Apabila ketiga
untuk membiayai daerah otonomi baru. Oleh karena variabel ini terus meningkat setiap tahun, maka
itu, lahirlah kebijakan transfer fiskal ke daerah, kecenderungan kapasitas fiskal daerah juga akan
termasuk ke daerah otonomi baru setelah disahkan meningkat. Tetapi bagi daerah otonomi baru sangat
dalam undang-undang tentang pembentukan daerah sulit untuk meningkatkan ketiga sumber pendapatan
otonomi baru masing-masing daerah tersebut, khususnya PAD, karena sebagian
Secara riil, kemampuan keuangan daerah besar daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota
provinsi baru sangat tidak memadai untuk membiayai sangat sulit meningkatkan penerimaan PAD.
administrasi pemerintahan dan pembangunan di Di samping itu, sebagian besar APBD terserap
daerahnya. Hal inilah yang menimbulkan oleh porsi belanja pegawai yang setiap tahun
ketergantungan penuh kepada fiskal pemerintah pusat meningkat, tak hanya belanja pegawai di pemerintah
dalam APBN setiap tahun sampai saat ini. Salah satu provinsi tetapi juga kabupaten/kota. Peningkatan
tujuan dari transfer fiskal tersebut adalah pemerataan porsi belanja pegawai dalam APBD akan berpengaruh
kemapuan fiskal masing-masing daerah. Memang pada minimnya porsi belanja modal untuk
terjadi peningkatan transfer fiskal pusat setiap tahun pembangunan infrastruktur, dan berkurangnya alokasi
dalam APBN. Namun tetap belum dapat memenuhi untuk belanja barang dalam upaya meningkatkan aset
tuntutan peningkatan kebutuhan belanja daerah setiap daerah.
tahun, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam Sedangkan unsur pengurang dari kapasitas
APBN-P Tahun 2010, misalnya, transfer fiskal ke fiskal adalah belanja pegawai dalam APBD. Apabila
daerah berjumlah Rp344,613 triliun. Dalam APBN-P anggaran belanja pegawai semakin meningkat setiap
2015, jumlah transfer fiskal ke daerah mencapai tahun anggaran, maka kemampuan kapasitas fiskal
sebesar Rp643,8 triliun, sementara alokasi Dana Desa juga akan berkurang. Sedangkan jumlah penduduk
20,7 triliun. Dari keseluruhan alokasi Transfer ke miskin merupakan elemen untuk mengindikasikan
Daerah tahun 2015, besaran Dana Alokasi Umum besaran indeks dari kapasitas fiskal (IKF). Masuknya
(DAU) tetap mendominasi sebesar Rp352,8 triliun, elemen jumlah penduduk miskin dalam mengukur IKF
disusul Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp110,0 triliun adalah karena penduduk miskin juga merupakan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 111


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

tanggung jawab setiap pemerintah daerah untuk monitoring pelaksanaan. Sayangnya, justru dari pola
mengentaskannya, di samping tanggung jawab inilah yang menjadikan pelaksanaan desentralisasi
pemerintah pusat melalui program penanggulangan fiskal dan otonomi daerah di Indonesia terasa semakin
kemiskinan secara nasional. jauh dari apa yang dicita-citakan sebelumnya. Daerah
justru semakin bergantung kepada Pemerintah Pusat,
B. Tujuan Penulisan munculnya praktek dinasti penguasa di daerah serta
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui maraknya perilaku korupsi para pejabat publik. Idiom
persoalan dan mencari solusi baik dalam aspek yang muncul kemudian desentralisasi fiskal dan
reformulasi kebijakan otonomi daerah, khususnya otonomi daerah tak lain hanya memindahkan
kebijakan kebijakan desentralisasi fiskal pada 7 daerah eksternalitas negatif dari Pemerintah Pusat di era Orde
provinsi baru paska otonomi daerah. Tulisan ini juga Baru menuju Pemda di era reformasi ini.
ingin mengetahui dan melihat seberapa besar Awal pelaksanaan desentralisasi fiskal di
kemampuan fiskal masing-masing provinsi baru Indonesia ditujukan untuk menciptakan aspek
dengan mengkaji seberapa besar kemampuan kemandirian di daerah. Sebagai konsekuensinya,
menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah daerah kemudian menerima pelimpahan kewenangan
(PAD) sehingga akan mengurangi ketergantungan di segala bidang, kecuali kewenangan dalam bidang
terhadap transfer fiskal dari pemeirntah nasional politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
(pusat). moneter dan fiskal serta keagamaan. Pelimpahan
kewenangan tersebut juga diikuti dengan penyerahan
II. KERANGKA PEMIKIRAN sumber-sumber pendanaan berupa penyerahan basis-
Menurut Ahmad Yani, (2008;39-43), bahwa basis perpajakan maupun bantuan pendanaan melalui
hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan mekanisme Transfer ke Daerah sesuai asas money
sejalan dengan prinsip perimbangan keuangan antara follows function. Masih adanya mekanisme Transfer ke
pusat dan daerah dalam UU Nomor 33 Tahun 2004. Daerah didasarkan kepada pertimbangan mengurangi
Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah ketimpangan fiskal yang mungkin terjadi baik antar
merupakan sub-sistim keuangan negara sebagai daerah (horisontal imbalances) maupun antara
konsekuensi pembagian tugas dan urusan antara pusat pemerintah pusat dan daerah (vertical imbalances)
dan daerah. Pemberian sumber keuangan negara serta untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah
kepada daerah dilakukan dalam pelaksanaan otonom. Meskipun dianggap terlalu terburu-buru,
desentralisasi dengan memperhatikan stabilitas banyak pihak kemudian mengapresiasi pelaksanaan
perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia
antara pusat dan daerah. Pemberian keuangan dalam tersebut. Dengan segala keterbatasan dan kendala
pelaksanaan desentralisasi merupakan inti dari yang ada, pelaksanaan desentralisasi fiskal dan
kebijakan desentralisasi fiskal. otonomi daerah di Indonesia dapat dijadikan salah
Menurut (Andres Rodriquex Pose dan Roberto satu best practice terbaik di dunia, mengingat luasnya
Ezcurra; 2010), most of the theoretical literature on wilayah serta besarnya jumlah penduduk dengan
fiscal decentralization has tended to dwell on the berbagai ragam karakteristiknya. Satu hal yang perlu
supposedly positive impact of granting greater financial diingat bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di
autonomy/transferring resources to subnational tiers of Indonesia adalah desentralisasi dari sisi belanja
government for both allocative and production (expenditure) bukan dari sisi pendapatan (revenue),
efficiency and, eventually, economic growth. The (Joko Try Harianto; 2016).
arguments behind this potential positive association Dalam konsep desentralisasi fiskal, yang
between fiscal decentralization and economic dimaksud dengan kapasitas fiskal adalah gambaran
performance, are based on a series of simple premises. kemampuan keuangan masing-masing daerah
An important, but often forgotten, initial premise is that provinsi/kabupaten/kota yang dicerminkan melalui
fiscal decentralization implies a mobilization of penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
resources. Subnational governments, by the simple fact Daerah, (tidak termasuk dana alokasi khusus (DAK),
of being granted greater autonomy and funds, are dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan
compelled into mobilizing the resources in their own lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai
territory, rather than wait for solutions or for the pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas
provision of public goods and services to come from a pemerintahan, setelah dikurangi belanja pegawai dan
central government. This leads to a greater emphasis on dikaitkan (dibagi) dengan jumlah penduduk miskin di
economic efficiency across regions and localities within daerah yang bersangkutan, (Peraturan Menteri
any given country and to tapping into what otherwise Keuangan; 2015).
may have been untapped potential. Surtikanti (2013;26) menjelaskan dalam
Sedangkan menurut Joko Try Harianto (2016), praktiknya saat ini hampir tidak ada negara di dunia
desentralisasi fiskal dari sisi belanja (expenditure) yang semua pemerintahannya diselenggarakan secara
didefinisikan sebagai kewenangan untuk sentralistis atau sebaliknya diselenggarakan
mengalokasikan belanja sesuai dengan diskresi seluruhnya secara desentralistis. Oleh karena itu,
seutuhnya masing-masing daerah. Fungsi dari dalam sistem negara federal maupun negara kesatuan
Pemerintah Pusat hanyalah memberikan advice serta selalu ada perimbangan antara kewenangan yang

112 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

diselenggarakan secara sentralistis oleh pemerintah kapasitas fiskal daerah, maka semakin besar modal
pusat dan kewenangan yang secara desentralistis untuk membangun daerah yang pada gilirannya akan
diselenggarakan unit-unit pemerintahan daerah yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
otonom. Hal ini pula yang melahirkan konsep local Sedangkan dalam perhitungan dana alokasi
state government dan local self-government. Jika local umum (DAU), kebutuhan daerah tersebut dicerminkan
state government melahirkan wilayah administrasi dari variabel-variabel kebutuhan fiskal sebagai
pemerintah pusat di daerah yang direpresentasikan berikut: a)Jumlah Penduduk; b)Luas Wilayah; c)Indeks
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah Kemahalan Konstruksi (IKK); dan d)Indeks
dan instansi vertikal di daerah, local self-government Kemiskinan Relatif (IKR). Sedangkan kapasitas fiskal
melahirkan daerah atau wilayah otonom yang daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah
direpresentasikan keberadaan DPRD. Transfer fiskal untuk menghimpun pendapatan daerah berdasarkan
ke daerah menunjukkan komitmen pemerintah pusat potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan daerah
terhadap desentralisasi untuk meningkatkan kapasitas merupakan penjumlahan dari potensi pendapatan asli
fiskal daerah. daerah (PAD) dengan penerimaan dari dana bagi hasil
Lebih jauh Surtikanti menegaskan, formula (DBH Pajak dan DBH SDA) dan lain-lian pendapatan
besaran DAU yang diterima setiap daerah sudah jelas asli daerah yang sah.
sehingga sulit dilakukan perubahan di luar formula Saat ini kriteria kebutuhan fiskal sudah lebih
yang ditetapkan. Namun, permasalahan desentralisasi luas, yakni dengan menambahkan beberapa indeks
fiskal tidak sesederhana itu. Selain pembagian seperti Indeks PDRB, Indeks Pembangungan Manusia
wewenang (expenditure assignment), pembagian (IPM) dan total belanja rata-rata APBD, serta bobot
sumber pendapatan (revenue assignment) dan indeks. Dalam Peraturan Menteri Keuangan, rumus
pinjaman daerah, maka sebenarnya pilar utama Kebutuhan fiskal (fiscal needs) dapat dilihat dalam
desentralisasi fiskal adalah transfer dana dari pusat ke formula di bawah ini:
daerah (intergovernmental fiscal transfer). Kbf = TBR (1 IP+2 IW+3 IPM+4 IKK+5
Penghitungan kapasitas fiskal, baik daerah IPDRB/kap)
provinsi maupun daerah kabupaten/kota didasarkan dimana:
pada formula sebagai berikut: Kbf =kebutuhan fiskal
KF = {(PAD + DAU + DBH + LPDS) BP} TBR =Total belanja rata-rata APBD
------------------------------------- IP =Indeks Jumlah Penduduk
------------------------- IW =Indeks Luas Wilayah
(JPM) IPM =Indeks Pembangunan Manusia
Keterangan: IKK =Indeks Kemahalan Kostruksi
KF=Kapasitas Fiskal IPDRB/kap =Indeks PDRB per kapita
PAD= Pendapatan Asli Daerah =Bobot dari indeks.
DBH=Dana Bagi Hasil SDA dan Non-SDA
DAU=Dana Alokasi Umum Joko Tri Haryanto (2016), menjelaskan DAU
LPDS=Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan salah satu komponen terbesar di dalam
BP=Belanja Pegawai dana perimbangan di APBN yang pengalokasiannya
JPM=Jumlah Penduduk Miskin didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan
fiskal (fiscal gap) yang merupakan selisih antara
Sedangkan peta kapasitas fiskal daerah adalah kebutuhan fiskal (fiscal need) dengan kapasitas fiskal
gambaran kapasitas fiskal masing-masing yang (fiscal capacity). DAU bertujuan sebagai instrumen
dikelompokkan berdasarkan indeks kapasitas fiskal untuk mengatasi masalah horizontal imbalances yang
daerah (IKpF). Pengelompokan berdasarkan indeks dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
sangat penting untuk mengukur tidak hanya sumber- keuangan antar-daerah di mana penggunaannya
sumber pendapatan daerah, tetapi juga mengukur ditetapkan sepenuhnya oleh daerah (block grants),
kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan- (Pertauran Menteri keuangan; 2015).
kebutuhan belanja daerah dan upaya pemerintah Sedangkan (Bintang Dwitya Cahyono;
daerah mengentaskan kemiskinan di daerahnya 2014:48), menjelaskan hal terpenting dari tujuan
melalui kebijakan fiskal daerah dalam APBD. Sebab desentralisasi fiskal adalah untuk mendorong daerah
indeks kapasitas fiskal daerah sangat berkepentingan agar lebih mandiri dalam pengelolaan keuangan
atau merupakan salah satu cermin dari gambaran daerah dan dituntut untuk dapat memenuhi
kemiskinan daerah. kebutuhan sendiri dengan meningkatkan PAD.
Kebutuhan fiskal (fiscal need) daerah, dapat
diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai III. PEMBAHASAN
semua pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan A. Masalah PAD yang Rendah
fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan Menurut (Masita Machmud,dkk; 2014:4),
pelayanan publik dan pembangunan. Dalam konteks perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang
teori ekonomi makro, pengeluaran fiskal pemerintah ideal adalah apabila setiap tingkat pemerintahan dapat
(APBD) merupakan salah satu faktor/variable dalam independen di bidang keuangan untuk membiayai
pertumbuhan ekonomi (PDB). Semakin meningkat pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 113


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

Hal ini berarti subsidi dan bantuan pusat yang selama porsi PAD Sulawesi Barat tahun 2010 hanya 14,78%
ini sumber utama penerimaan APBD mulai berkurang dari total pendapatan daerah dalam APBD. Sedangkan
kontribusinya, dan yang menjadi sumber utama porsi transfer fiskal mencapai 74,76%. Sementara
pendapatan adalah dari daerah sendiri khususnya tahun 2015 porsi PAD masih relatif kecil yakni hanya
PAD. Namun sebagian besar daerah belum mampu 16,67% dan kontribusi transfer fiskal pusat mencapai
meningkatkan sumber pendapatan daerah sendiri. 68,98%, (BPS; 2015:59). Provinsi Maluku Utara,
PAD yang rendah di 6 provinsi baru paska Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Gorontalo
pemekaran kecuali provinsi Bantensebagaimana merupakan provinsi baru dengan PAD relatif kecil
digambarkan dalam Gambar 1, merupakan persoalan dibandingkan penerimaan dari transfer fiskal pusat.
yang tidak sederhana. Persoalan rendahnya PAD tidak Sedangkan provinsi lain yang PAD-nya masih cukup
hanya disebabkan regulasi perpajakan daerah tetapi tinggi adalah provinsi BangkaBelitung,Banten, dan
juga laju pertumbuhan ekonomi di 6 provinsi yang Kepulauan Riau (lihat Gambar 1.di atas).
relatif lambat. Sumber utama PAD adalah pajak daerah Walaupun jumlah PAD provinsi Banten sangat
dan retribusi daerah. Berdasarkan UU Nomor 28 tinggi dan meningkat setiap tahun, tetapi indeks
Tahun 2009 menjelaskan bahwa pajak daerah provinsi kapasitas fiskalnya tidak pernah naik ke posisi tinggi
terdiri dari: pajak kendaraan bermotor (PKB); Bea atau sangat tinggi. Indeksnya tetap menempati posisi
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB); Pajak sedang sejak 2009-2015. Hal ini disebabkan antara
Baban Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB); Pajak Air lain jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten masih
Permukaan (PAP); dan Pajak Rokok. sangat tinggi dan beban belanja pegawai dalam APBD.
Sekitar 80-90% PAD provinsi di Indonesia Bahkan jumlah penduduk miskin pada September
rata-rata disumbang oleh pajak daerah dan retribusi 2015 meningkat dari bulan September 2014 (lihat
daerah. Sedangkan hasil keuntungan dari BUMD masih Gambar 2).
relatif minim. Saat ini pajak daerah dan retribusi Indeks kapasitas fiskal sedang yang diperoleh
daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota provinsi Banten menggambarkan kapasitas fiskalnya
menganut prinsip closed list. Berbeda dengan regulasi masih belum mampu mengurangi jumlah penduduk
pajak daerah sebelumnya yang bersifat open-list dalam miskin. Belum termasuk beban belanja pegawai setiap
UU Nomor 34 tahun 2000). Artinya daerah dapat tahun dalam APBD yang menguras pendapatan daerah.
memungut pajak daerah dan retribusi daerah baru di Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk
luar undang-undang melalui perda, sepanjang ada miskin Indonesia tahun 2015 sebanyak 28,5 juta jiwa,
potensinya dan tidak harus mendapat persetujuan dari maka kontribusi penduduk miskin Banten mencapai
pusat. 2,46%. Hal inilah yang menjadi paradoks dalam
melihat struktur APBD dengan kapasitas fiskalnya.
Artinya PAD Banten yang relatif besar tidak menjamin
penduduk miskin berkurang di Banten.

Gambar 1.Perbandingan PAD di 7 Provinsi Baru


Periode 2005-2015 (Rp000)
Keterangan: *)APBD Gambar 2.Penduduk Miskin di 7 Provinsi Baru,
September 2014, dan 2015.
Dari gambar 1, di atas dapat dilihat bahwa Sumber: BPS Kepri; Babel; Banten; Maluku Utr,
kemampuan masing-masing provinsi untuk menggali Sulawesi Brt; Papua Brt; Gorontalo.
penerimaan PAD berbeda-beda. Provinsi Banten,
sebagai daerah otonomi baru pemekaran dari Jawa Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo juga
Barat mampu menigkatkan PAD dan jauh mengungguli merupakan dua provinsi baru dengan indeks kapasitas
6 provinsi baru lainnya. Kemampuan provinsi Banten fiskal rendah sejak 2011-2015. Penyebabnya antara
ini dinilai wajar dan logis karena letak geografis lain adalah: pertama, masih rendahnya kemampuan
Banten berbatasan dengan Ibukota DKI Jakarta dan kedua daerah untuk menggali sumber PAD. Kedua,
berada di Pulau Jawa yang merupakan penyumbang alokasi belanja pegawai dalam APBD masih tinggi.
terbesar terhadap perekonomian nasional (PDB). Anggaran belanja pegawai Provinsi Gorontalo
Porsi PAD terhadap total pendapatan APBD mencapai 20,60% dari total belanja daerah dalam
Banten tahun 2005 mencapai 67%, sisanya transfer APBD provinsi tahun 2015. Sebagai perbandingan,
fiskal pusat dan pendapatan lain yang sah. Pada tahun porsi belanja modal sebesar 24,78%. Dampaknya,
2010, kontribusinya mencapai 73,95% dan tahun 2015 kedua provinsi masih sangat bergantung kepada
kontribusinya mencapai 67,15%. Bandingkan dengan transfer fiskal pusat karena ketidakmampuan PAD.

114 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

Kontribusi PAD Gorontalo 2010 sebesar 22,43%, IKpF 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

sedangkan transfer fiskal pusat 73,88% terhadap total Rendah


Sulawesi
Barat
Sulawesi Sulawesi
Sulawesi
Barat
Sulawesi
(0,09 - - Barat Barat Barat
pendapatan daerah. Tahun 2015 mencapai 22,40%, 0,49)
Gorontalo
Gorontalo Gorontalo
Gorontal
Gorontalo
o
sedangkan porsi transfer fiskal pusat 66%. Apabila Sangat
pemda Gorontalo tidak dapat menahan laju Rendah
(< 0,10)
- - - - - - -

peningkatan belanja pegawai dalam APBD, maka Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Keuangan RI
porsinya dapat mencapai 25% dari pendapatan Tahun 2009-2015.
daerah. Hal ini menjadi beban dalam APBD ke depan.
Padahal, pemda seharusnya menambah porsi belanja B. Mengintensifkan Lain-lain Pendapatan Daerah
modal/infrastruktur dalam APBD setiap tahun untuk yang Sah
mendukung pengentasan kemsikinan di daerah. Lain-lain pendapatan daerah yang sah menjadi
Ketiga, jumlah penduduk miskin di Provinsi penting dalam konteks upaya pemda meningkatkan
Gorontalo dan Sulawesi Barat masih cukup tinggi kapasitas fiskalnya. Pendapatan ini merupakan
yakni di atas 150.000 orang, sebagaimana dapat dilihat penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik
dalam Gambar 2. Bahkan penduduk miskinnya pemerintah daerah. Setidaknya terdapat 13 jenis
meningkat pada September 2015 dari September pendapatan dalam kategori lain-lain pendapatan
2014. Hal inilah yang menyebabkan indeks kapasitas daerah ini meliputi objek sebagai berikut: 1)Hasil
fiskal provinsi Gorontalo dan Sulawesi Barat tetap penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan; 2)Jasa
dalam posisi rendah dalam 5 tahun terakhir (2011- giro; 3)Pendapatan bunga; penerimaan atas tuntutan
2015). Padahal pada tahun 2009 dan 2010, indeksnya ganti kerugian daerah; 4)Penerimaan komisi,
sempat mengalami sedang (lihat Tabel 1). potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
Keempat, struktur APBD kedua provinsi juga penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah;
lemah di mana jumlah PAD juga masih rendah 5)Penerimaan keuangan dari selisih kurs rupiah
dibandingkan provinsi lainnya seperti Banten, terhadap mata uang asing; 6)Pendapatan denda atas
Kepulauan Riau, dan BangkaBelitung. Walupun sudah keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; 7)Pendapatan
berdiri sejak Desember 2000 berdasarkan UU Nomor denda pajak; 8)Pendapatan denda retribusi;
38 Tahun 2000, kemampuan PAD-nya masih minim 9)Pendapatan eksekusi atas jaminan; 10)Pendapatan
sejak 2005-2015 untuk mendukung pembiayaan dari pengembalian; 11)Pendapatan dari fasilitas sosial
pembangunan. Hal ini jelas membuat Gorontalo dan dan umum milik pemda; 12)Pendapatan dari
Sulawesi Barat masih tetap bergantung banyak pada penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
transfer fiskal pusat. 13)Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan.
Menurut (Robert A.Simanjuntak; 2003:15), isu
utama dari PAD dikaitkan dengan pelaksanaan C. Belanja Pegawai: Beban Fiskal Daerah
otonomi daerah adalah bahwa PAD merupakan Salah satu issu krusial dan persoalan klasik
pencerminan dari local taxing power yang seyogyanya dalam aspek belanja daerah adalah belanja pegawai.
cukup signifikan besarnya. Apalagi dengan Sejak otonomi diberlakukan, pemda cenderung mudah
bertambahnya tugas/fungsi pemerintah daerah di era untuk menambah pegawai sehingga menyebabkan
otonomi. Namun pengalaman selama ini menunjukkan terjadinya peningkatan porsi belanja pegawai setiap
bahwa PAD dari provinsi mau pun kabupaten/kota tahun dalam APBD, baik APBD provinsi maupun APBD
secara umum hanya memiliki peran yang marjinal kabupaten/kota. Secara rata-rata porsi belanja
terhadap APBD. Dikeluarkannya UU No. 18 Tahun pegawai daerah mencapai 20-25% dari total belanja
1997 yang bersifat limitatif membatasi jumlah daerah.
pungutan yang boleh dikenakan daerah, ternyata Porsi belanja pegawai di Papua Barat
malah mengurangi peran pajak dan retribusi daerah misalnya, tahun 2005 hanya sebesar Rp31,3 Milyar,
dalam APBD. Oleh karena itu banyak harapan yang namun tahun 2010 meningkat menjadi Rp109,5 Milyar
muncul terhadap pelaksanaan UU Pajak Daerah dan atau meningkat 250% dalam kurun waktu 5 tahun.
Retribusi Daerah, yakni penguatan kapasitas PAD. Tahun 2015 alokasi belanja pegawai Papua Barat
sudah mencapai Rp322,6 Milyar atau meningkat 195%
Tabel 1. Indeks Kapasitas Fiskal Di 7 Daerah Provinsi dari 2010. Seperti disebutkan dalam formula, belanja
Baru, 2009-2015 pegawai merupakan pengurang dari kapasitas fiskal
IKpF 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 daerah. Semakin meningkat belanja pegawai semakin
Sangat
Tinggi
Kep.Riau
Bangka
Kep.Riau
Papua Kep.Riau
Bangka
-
Papua Papua berkurang kapasitas fiskal daerah. Walaupun terjadi
Belitung Barat Barat
( 2) Belitung Barat peningkatan penerimaan daerah seperti penerimaan
Maluku
Utara Bangka Kep.Riau
transfer fiskal pusat, tetapi apabila terjadi peningkatan
Maluku BangkaBeli
Tinggi
Utara BangkaBeli tung
BangkaBel Belitung Bangka belanja pegawai maka akan mempengaruhi kapasitas
(1 Kep.Riau itung Kep.Riau Belitung
1,90)
Papua
Barat
tung Papua
Barat
Kep.Riau Maluku Maluku fiskal setiap tahun. (Lihat Tabel).
Papua Utrara Utara
Barat
Maluku
Maluku
Banten Utara
Sedang Maluku Utara
Gorontalo Banten
(0,50 - Utara Banten Banten Banten Banten
Sulawesi Sulawesi
1) Banten Papua
Barat Barat
Barat
Gorontalo

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 115


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

Tabel 2. Belanja Pegawai 7 Provinsi Baru Dalam APBD Kepulauan Riau sebesar Rp695,943 milyar(0,20% dari
Tahun 2010-2016, (Rp Ribu) total DAU); dan Banten sebesar Rp640,981
Provinsi
2010 2011 2012 2013 2014 2015 milyar(0,18% dari total DAU), (Peraturan Presiden;
2015).
280.4 320.4 384.9 481.3 593.5
Banten 75.12 86.55 81.22
423.14
28.44 56.88 Struktur belanja daerah selalu didasarkan
1.044 kepada kebijakan umum belanja daerah dalam APBD.
4 1 1 1 4
Bangka
151.6 191.3 216.2
246.90
274.3 329.0 Kebijakan belanja daerah harus ditetapkan dan
93.15 85.03 71.98 39.63 23.18 disesuaikan dengan kekuatan keuangan daerah.
Belitung 0.473
3 3 8 5 0
165.2 187.7 209.0 239.7 302.6
Dijelaskan bahwa, arah kebijakan belanja diutamakan
Goronta 224.33 untuk memenuhi Belanja Tidak Langsung yang
32.59 96.43 99.42 95.98 69.79
lo 2.890
4 2 4 7 7 meliputi belanja pegawai, hibah, bantuan sosial, dan
Kepulau
162.9 192.3 212.4
220.94
252.0 300.0 belanja tidak terduga sesuai dengan peraturan
89.13 13.32 70.06 64.81 00.00
an Riau 3.360. perundangan yang berlaku. Pemda juga dapat
5 9 0 3 0
163.8 154.4 200.3 265.4 339.2 melakukan efisiensi dalam pemakaian/pemanfaat
Maluku 215.95 listrik, telepon, air, serta belanja pemeliharaan gedung
37.44 79.48 62.80 37.98 77.97
Utara 7.878
9 7 4 9 5 kantor/kendaraan dinas dan sebagainya. Belanja juga
109.5 150.8 171.5 178.5 322.6 dapat diarahkan pada kegiatan yang mendukung
Papua 172,54
75.05 83.80 78.19 80.57 29.60
Barat
5 2 1
2.175
3 5 prioritas pembangunan. Pemda juga dapat
127.0 210.7 241.3 mengoptimalkan belanja untuk dana dekonsentrasi
Sulawes 77.19 99.18 200.21
i Barat 7.534 4.433
58.28
1.221
32.94 69.98 dan tugas pembantuan. Sedangkan Belanja Tidak
3 2 5 Langsung seperti belanja hibah dapat ditentukankan
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan dikeluarkan kepada pihak-pihak yang
2009-2012 dan 2012-2015, Penerbit BPS Jakarta. berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.
Dari Tabel 2 di atas, dapat dilihat besaran Sementara itu Belanja Bantuan Sosial diarahkan antara
belanja pegawai di 7 provinsi baru meningkat setiap lain untuk bedah rumah keluarga miskin, dan
tahun. Bahkan provinsi Banten mencapai Rp500 sebagainya, (Margono;2015).
Milyar lebih di tahun 2015 atau meningkat 39% dari Kapasitas fiskal juga dapat dilihat dari
2014. Dalam struktur belanja APBD di 7 provinsi, rata- perbandingan atau rasio belanja modal terhadap total
rata porsi belanja pegawai menempati urutan ketiga belanja daerah dalam APBD setiap tahun. Semakin
terbesar setelah Belanja Bagi Hasil, dan Belanja Hibah. besar rasio belanja modal semakin baik kapasitas
Hanya belanja pegawai di Sulawesi Barat yang relatif fiskal daerah-nya. Oleh karena itu pertumbuhan
kecil setiap tahunnya dengan peningkatan yang relatif belanja modal harus lebih besar dari pertumbuhan
kecil dan tidak signifikan. belanja pegawai setiap tahun. Rasio belanja modal
Kebijakan belanja yang tidak proporsional terhadap belanja daerah pada 7 provinsi baru dapat
terjadi di Gorontalo di mana porsi belanja pegawai dilihat dalam Tabel 3 di bawah.
lebih besar dibandingkan porsi belanja modal (capital
expenditure) periode 2010-2014, (BPS;2012-2015). Tabel 4. Rasio Belanja Pegawai(BP) dan Rasio Belanja
Berbeda dengan di 6 provinsi lain, karena porsi belanja Modal(BM) Terhadap Belanja Daerah
pegawai-nya masih lebih kecil dibandingkan belanja Dalam APBD di 7 Provinsi Baru, Tahun 2011-2015 (%)
modal. Sehingga hal ini menyulitkan bagi provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
Provinsi
Gorontalo untuk membiayai kebutuhan daerah BP BP BP BP BP
terutama membangun infrastruktur. Implikasi BM BM BM BM BM
selanjutnya adalah kapasitas fiskal Gorontalo tidak 7,24 8,0 7,77 6,63
Banten 23,00
17,25 15,35 11,16 20,73
mampu untuk membiayai pembangunan yang
mengakibatkan indeksnya juga rendah. Peningkatan 16,18 15,34 17,18 15,44
BangkaBelitung 29,00
belanja pegawai di satu sisi positif dalam 21,76 25,02 19,14 14,58
meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara 9,44 8,13 7,61 8,17
(ASN) di Gorontalo, namun di sisi lain berpengaruh Kepulauan Riau 23,30
11,66 14,46 21,67 17,68
negatif terhadap kemampuan pembiayaan
15,90 15,56 17,91 18,60
pembangunan infrastruktur daerah. Maluku Utara 34,10
33,23 28,08 28,88 27,24
Semua provinsi mengalami peningkatan
belanja pegawai yang cukup signifikan tahun 2015 23,62 21,34 19,90 20,60
Gorontalo 23,60
15,63 17,60 19,29 24,78
dibandingkan tahun 2014. Hal ini salah satunya
dipengaruhi oleh peningkatan transfer pusat ke 7 Sulawesi Barat -
14,63 19,17 17,16 16,04
provinsi tersebut tahun 2015, terutama transfer DAU. 15,60 13,26 21,75 29,47
Dari 7 provinsi, tahun 2015 Papua Barat memperoleh 4,40 3,33 3,02 6,04
Papua Barat 26,30
DAU terbesar yakni Rp1,284 triliun(0,36% dari total 21,90 16,10 20,18 28,30
DAU); Maluku Utara sebesar Rp1,061 triliun(0,30% Sumber: Diolah dari Buku Statistik Keuangan
dari total DAU); BangkaBelitung sebesar Rp897,887 Pemerintah Provinsi, 2012-2015, BPS Jakarta
milyar(0,25% dari total DAU); Sulawesi Barat sebesar
Rp895,580 milyar(0,25% dari total DAU); Gorontalo
sebesar Rp845,395 milyar(0,24% dari total DAU);

116 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

Dari Tabel 4 disimpulkan bahwa Papua Barat dan APBD kabupaten/kota sangat signifikan, tidak
dan Banten merupakan dua provinsi baru yang rasio hanya dalam konteks pembiayaan pelaksanaan
belanja pegawainya terhadap belanja daerah relatif desentralisasi pemerintahan tetapi juga mendorong
kecil sejak 2012-2015. Sedangkan Gorontalo, Maluku pembangunan daerah melalui belanja daerah. Ketujuh
Utara dan Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan provinsi baru mengalami peningkatan jumlah transfer
rasio belanja pegawai cukup besar. Bahkan Gorontalo fiskal pusat setiap tahun (lihat Gambar 3). Hal ini lah
dan Sulawesi Barat adalah provinsi dengan rata-rata yang membantu kemampuan fsikal daerah dalam
anggaran belanja pegawai melampaui belanja modal membiayai kebutuhan fiskal daerah yang setiap tahun
kecuali tahun 2015. meningkat. Porsi terbesar adalah DAU. Karena bersifat
Walaupun belanja pegawai Maluku Utara transfer umum (block grant), maka diskresi
cukup besar dalam APBD setiap tahun, namun alokasi pemerintah daerah dalam mengelola DAU sangat
belanja modal merupakan terbesar diantara seluruh besar. Tetapi pada umumnya DAU dialokasikan
provinsi berdasarkan rasio belanja modal yang rata- sebagian besar untuk belanja aparatur (pegawai).
rata 30% setiap tahun sejak 2011-2015. Sampai saat ini sulit untuk mengalihkan dana
DAU untuk belanja modal atau belanja barang/jasa
D. Tingginya Angka Kemiskinan: Beban Fiskal karena kebutuhan belanja aparatur meningkat setiap
Daerah tahun. Hal inilah yang membuat hampir seluruh pemda
Semua provinsi di Indonesia masih memiliki sulit mengelola APBD karena sangat sedikit
penduduk miskin. Walaupun sampai saat ini dialokasikan untuk belanja modal untuk pembiayaan
pemerintah pusat dan daerah terus berupaya infrastruktur.
memerangi dan mengurangi penduduk miskin di Selain DAU, dana bagi hasil juga merupakan
daerah, tetapi jumlah total penduduk miskin di penyelamat anggaran daerah dari aspek sumber
Indonesia mencapai 28.513.570 orang per 30 pendapatan. Bagi hasil SDA Papua Barat dan
September 2015. Jumlah ini belum termasuk Kepulauan Riau merupakan 2 provinsi penghasil SDA
penduduk hampir miskin yang sangat rentan jatuh migas sampai saat ini dengan jumlah relatif besar
menjadi miskin apabila terjadi kenaikan beberapa (lihat Gambar 3 di bawah). Wajar apabila kapasitas
kebutuhan pokok terutama harga pangan. fiskalnya relatif mampu untuk membiayai sebagian
Tingkat kemampuan/kapasitas fiskal daerah belanja daerahnya dalam APBD. Kemampuan fiskal
sangat berkaitan dengan upaya mengurangi angka Papua Barat dan Kepulauan Riau ini berpengaruh
kemiskinan di tujuh provinsi baru. Provinsi Banten positif terhadap indeks kapasitas fiskal yang tinggi.
dan Bangka-Belitung merupakan provinsi baru yang Tetapi ironinya penduduk miskin di Papua Barat
memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dari 7 masih tetap tinggi. Hal ini menjadi pertanyaan besar
provinsi yakni masing-masing 690.670 orang atau bagi Pemda Papua Barat dalam mengelola keuangan
2,42% dari total penduduk miskin seluruh Indonesia, daerah selama ini untuk mengurangi kemiskinan
dan 666.200 orang atau 2,33% dari total penduduk penduduknya. Artinya kebijakan Pemda Papua Barat
miskin di Indonesia. Papua Barat dan Gorontalo juga belum berhasil mengurangi angka kemiskinan,
masih memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak padahal kapasitas fiskalnya cukup mampu dengan
ketiga dan keempat dengan porsi 0,80% dan 0,72% transfer fiskal pusat yang terus meningkat setiap tahun
dari total penduduk miskin di Indonesia. baik DAU maupun dana bagi hasil SDA migas.
Penduduk miskin yang masih besar di
keempat provinsi baru tersebut, jelas merupakan
beban baik secara langsung dan tidak langsung bagi
anggaran daerah. Hal ini juga mempengaruhi indeks
kapasitas fiskal daerah (IKpF) di provinsi tersebut,
seperti Gorontalo dengan indeks kapasitas fiskal yang
rendah dan Banten dengan indeks kapasitas fiskal
sedang. Dari Gambar 2 di atas, tampak hanya 2
provinsi yang jumlah penduduk miskinnya relatif
sedikit yakni Maluku Utara dan BangkaBelitung. Oleh
karena itu wajar bila indeks kapasitas fiskalnya juga
tinggi. Gambar 3.Perkembangan Transfer Fiskal Pusat (Minus
Secara keseluruhan, tujuh daerah otonomi DAK & Dana Otsus) ke 7 Provinsi Baru
baru masih menghadapi tantangan bagaimana 2010-2015 (RpRibu)
mengurangi jumlah penduduk miskin di daerahnya.
Hal ini menjadi tanggungjawab bersama antara pusat Dari Gambar 3 juga dapat dilihat terdapat 3
dan daerah, salah satunya melalui kebijakan APBD. provinsi yakni Banten, Kepulauan Riau, dan Papua
Barat yang mendapatkan transfer fiskal pusat cukup
E. Transfer Pusat: Membantu Kapasitas Fiskal besar di atas Rp1 Triliun. Peningkatan ini sangat
Daerah membantu kapasitas APBD ketiga provinsi. Sedangkan
Diakui sejak otonomi diberlakukan tahun 4 provinsi lainwalaupun terjadi peningkatan
2001, peran transfer fiskal pusat dalam APBD provinsi

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 117


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

transfer setiap tahun, namun belum mencapai Rp1 Provinsi


Rata-rata Alokasi Jlh.
Triliun, kecuali Maluku Utara pada tahun 2015. Kapasitas
Transfer Belanja Penduduk
PAD
Porsi transfer pusat ke Papua Barat, misalnya, Permasalahan
Pusat Pegawai Miskin
mencapai 50% dari total APBD tahun 2015. Sedangkan Kepulauan
porsi transfer pusat ke Maluku Utara mencapai Besar Besar Moderat Besar
Riau
71,66% dari total APBD tahun 2015. Transfer pusat ke
Sulawesi Barat mencapai 69% dari total APBD 2015. Maluku Utara Kecil Besar Besar Kecil
Gorontalo mencapai 66% dari total APBD tahun 2015.
Banten mencapai 15% dari total APBD tahun 2015. Papua Barat Kecil
Sangat
Kecil Besar
Besar
Sedangkan Kepulauan Riau mencapai 57,94% dari
total APBD tahun 2015 dan BangkaBelitung mencapai Dalam matriks I dapat disimpulkan bahwa
60,30% dari total APBD tahun 2015. Gorontalo dan Sulawesi barat memiliki persoalan pada
Walaupun jumlah transfer pusat ke Banten pendapatan daerah yang rendah, baik PAD maupun
lebih rendah dari Papua Barat, tetapi ketergantungan transfer pusat. Oleh karena itu alokasi belanja juga
fiskal Banten ke pusat sangat kecil yakni 15% pada kecil. Tetapi Sulawesi Barat relatif memilki penduduk
tahun 2015. Sebagaimana dijelaskan di atas, hal ini miskin sedikit, sehingga beban fiskal relatif kecil.
disebabkan kemampuan PAD sudah cukup tinggi Semua faktor di atas turut mempengaruhi kapasitas
dalam membiayai APBD Banten yang sebagian besar fiskal dan indeksnya.
disumbang dari pajak daerah dan retribusi daerah. Berbeda dengan yang digambarkan dalam
Sedangkan 6 povinsi lain belum mampu menggali matriks II bahwa keempat provinsi memiliki
potensi penerimaan PAD. Sehingga tidak bisa permasalahan yang berbeda-beda, tetapi indeks-nya
diharapkan dalam membiayai pogram pembangunan tinggi. Kepulauan Riau juga menghadapi persoalan
di daerahnya. Demikian juga dengan Kepulauan yang hampir sama dengan Banten sama-sama memiliki
Riau yang memperoleh trasfer pusat cukup besar, PAD besar tetapi penduduk miskin juga banyak. Papua
sehingga ketergantungannya-pun sangat besar. Barat dengan PAD kecil tetapi transfer pusat besar
Apalagi terhadap provinsi yang menerima transfer juga menghadapi penduduk miskin yang masih
yang relatif kecil dari pusat ditambah dengan banyak.
keterbatasan PAD dalam APBD (Gambar 3). Dapat Tujuan perlunya peningkatan kapasitas fiskal
disimpulkan bahwa Gorontalo dan Sulawesi Barat antara lain adalah untuk mengurangi kesenjangan
merupakan 2 provinsi baru yang memperoleh transfer fiskalseperti sudah dijelaskan di atas. Semakin besar
fiskal paling sedikit. Hal ini mungkin sudah sesuai celah fiskal maka menggambarkan kapasitas fiskal
dengan kebijakan atau formula yang ditetapkan pusat, masih rendah dalam menutupi kebutuhan fiskal
khususnya formula pengalokasian DAU sebagai bagian daerah.
terbesar transfer pusat ke daerah. Namun
kompleksitas dan kebutuhan fiskal bisa terus F. Implikasi Terhadap Perekonomian Daerah
meningkat setiap tahun. Tetapi karena keterbatasan Tinggi-rendahnya kapasitas fiskal
APBD memaksa pemda untuk membuat prioritas berimplikasi terhadap percepatan pertumbuhan
belanja sesuai potensi penerimaan dan kapasitas ekonomi daerah (PDRB), dan nasional (PDB). Sebab
APBD. besaran alokasi belanja daerah (pengeluaran pemda)
dalam APBD turut berkontribusi terhadap
Matriks I: Indeks Kapasitas Fiskal (TKpF) Rendah pertumbuhan ekonomi daerah. PDRB Kepulauan Riau
& Sedang di 3 Provinsi dan Papua Barat atas dasar harga berlaku, pada tahun
Provinsi Kapasita Rata-rata Alokasi Jlh. 2010 hanya berkontribusi masing-masing 1,62% dan
s PAD Transfer Belanja Penduduk 0,60% terhadap PDB nasional. Tahun 2014 PDRB
Pusat Pegawa Miskin
Permasalahan i kedua provinsi berkontribusi masing-masing 1,73%
dan 0,55%, (BPS; 2015).
Sangat Menenga
Banten
Besar h
Besar Besar Sedangkan BangkaBelitung berkontribusi
0,51% terhadap PDB Nasional tahun 2010 dan Maluku
Modera Utara berkontribusi 0,22% terhadap PDB nasional.
Gorontalo Kecil Kecil Besar
t
Pada tahun 2014, Maluku Utara dan BangkaBelitung
Sulawesi Barat Kecil Kecil Kecil Kecil berkontribusi masing-masing 0,23% dan 0,53%
terhadap PDB nasional, (BPS; 2015). Kepulauan Riau
dan Banten merupakan dua provinsi baru yang
Matriks II: Indeks Kapasitas Fiskal (TKpF) Tinggi & memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDB
Sangat Tinggi di 4 Provinsi nasional periode 2010-2014 dibandingkan dengan 5
Provinsi
Rata-rata Alokasi Jlh. provinsi baru lainnya. Ketujuh provinsi baru
Kapasitas mengalami pertumbuhan ekonomi positif periode
Transfer Belanja Penduduk
PAD
Permasalahan
Pusat Pegawai Miskin 2010-2014 tetapi dengan kontribusi yang tidak sama.
Bangka
Pada tahun 2014, kontribusi PDRB Banten terhadap
Kecil Menengah Besar Kecil PDB nasional mencapai 4,10% merupakan yang
Belitung
tertinggi dari 7 provinsi. Relatif besarnya kontribusi

118 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

PDRB Banten terhadap PDB nasioal tersebut Kapasitas PAD provinsi Banten yang besar,
dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian yang misalnya, ternyata tidak berpengaruh signifikan
pesat di Jawa. Letak geografis Banten merupakan terhadap pengurangan angka kemiskinan penduduk di
faktor pendorong perkembangan ekonomi di Banten. Banten. Padahal anggaran daerah pada umumnya
Data dari Bank Indonesia, menunjukkan pertumbuhan memilki 3 fungsi utama yakni: fungsi redistribusi
ekonomi Banten Triwulan IV/2014 mencapai 8% (year pendapatan; fungsi distribusi sumber daya; dan fungsi
on year), (BI; 2016). Adapun perkembangan PDRB 7 alokasi. Kebijakan anggaran dalam konteks otonomi
provinsi baru dapat dilihat dalam Gambar 4 di bawah. merupakan diskresi pejabat pemerintah daerah
sepenuhnya. Artinya pemekaran daerah yang
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, tidak
tercapai walaupun sebagian besar provinsi baru sudah
berdiri sejak 15 tahun lalu kecuali Sulawesi Barat yang
terbentuk belakangan.
Fadzil dan Nyoto (2011), menganalisis
hubungan di antara kapasitas fiskal daerah dan
transfer antar-pemerintahan dengan realisasi
anggaran. Hasil penelitian mengindikasikan adanya
ketergantungan yang tinggi dari pemerintah daerah
terhadap dana dari pemerintah pusat. Meskipun
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi (PDB) di 7 Daerah terdapat hubungan yang erat di antara kapasitas fiskal
Provinsi Baru 2011-2015, dengan kinerja anggaran daerah, namun transfer fiskal
(Dalam %) antar-pemerintahan tidak sepenuhnya memediasi
hubungan tersebut.
Dari Gambar 4 di atas, dapat dilihat bahwa Lebih jauh Fadzil dan Nyoto (2011)
pertumbuhan ekonomi tertinggi dialami Banten dan menjelaskan, public budget have an influence on
Gorontalo rata-rata per tahun 12,37% dan 13,01% economic activity. In terms of revenues, public budget
melebihi pertumbuhan ekonomi (PDB) nasional. can be used to build a conducive of business climate, and
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang tidak to invigorate of the economic sector grow. However, the
secara langsung berdampak positif terhadap fiskal consequences of local revenue may also be obstacles to
daerah. Tetapi secara langsung dapat berpengaruh business and economic climate. Public budgets have an
positif terhadap pajak daerah dan retribusi daerah influence on economic activity. In terms of revenues,
dalam PAD. Sebaliknya belanja daerah secara total public budget can be used to build a conducive of
dalam APBD, baik provinsi maupun kabupaten/kota business climate, and to invigorate of the economic
secara langsung akan berkontribusi terhadap PDB sector to grow. From the expenditure side, spending for
daerah dari sisi pengeluaran. Apabila belanja daerah the provision of public goods, especially infrastructure
tinggi maka berpengaruh positif terhadap will build a huge opportunity movement of people's
pertumbuhan ekonomi daerah. Provinsi Banten dan economic sectors. Public services such as facilitating,
Gorontalo dengan porsi belanja daerah yang cukup regulatory, and development of the business sector
tinggi, termasuk belanja aparatur dalam APBD strongly supports the creation of good business climate.
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Artinya, anggaran (fiskal) daerah juga
kedua provinsi sebagaimana dapat dilihat dari Gambar berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi daerah
4. Sedangkan BangkaBelitung, Kepulauan Riau, dan dalam upaya mendorong pertumbuhan (PDB). Dari sisi
Maluku Utara adalah 3 provinsi dengan tingkat pendapatan, anggaran daerah berfungsi untuk
pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah rata-rata 5- membangun iklim bisnis yang kondusif sehingga dapat
6% per tahun periode 2011-2015. Hal ini berpengaruh meningkatkan pendapatan daerah dalam APBD.
terhadap pendapatan dari PAD yang relatif kecil Sedangkan dari sisi pengeluaran, anggaran daerah
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. dapat menggerakan sektor-sektor ekonomi melalui
Terkait upaya pemda 7 provinsi untuk belanja daerah untuk barang public dan berbagai
mengurangi angka kemiskinan di daerahnya maka infrastruktur.
porsi belanja non-pegawai harus diperbesar untuk
menyediakan infrastruktur atau barang publik yang IV. KESIMPULAN
dibutuhkan masyarakat terutama masyarakat miskin. Kebijakan otonomi daerah dalam UU Nomor
Merupakan kewajiban pemerintah daerah melalui 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
instrumen fiskal daerah masing-masing untuk merupakan salah satu fokus dalam penataan daerah
menyediakan barang-barang publik seperti fasilitas otonom baru termasuk provinsi baru, menjadi salah
kesehatan, jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, pasar, satu isu penting yang sampai sekarang masih menjadi
listrik, dan lain-lain. Oleh karena itu walaupun fokus pemerintah pusat. Penataan daerah otonomi
peningkatan belanja pegawai tidak terhindarkan baru, sampai saat ini masih identik dengan pemekaran
dalam APBD tetapi peningkatan anggaran belanja non- wilayah. Padahal penataan daerah otonomi baru,
pegawai seperti belanja modal juga mutlak ditambah. sangat dimungkinkan untuk melakukan penghapusan
dan/atau penggabungan daerah otonomi baru seperti

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 119


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam
Persyaratan dan Tata Cara Pembentukan, Kriteria pembangunan infrastruktur. Merupakan dilemma bagi
Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. pemerintah daerah, termasuk pemerintah daerah di 7
Mengingat salah satu tujuan otonomi daerah provinsi baru, di satu sisi kebijakan belanja pegawai
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penting untuk meningkatkan kesejahteraan
mendekatkan pelayanan umum, dan memperkuat daya masyarakat, tetapi di sisi lain belanja modal juga dapat
saing daerah, maka dengan terbentuknya 7 provinsi mendorong perekonomian daerah dengan
baru seharusnya dapat mempercepat peningkatan pembangunan infrastruktur yang dibiayai sepenuhnya
kesejahteraan masyartakat dan pelayanan publik. oleh APBD terutama yang bersumber dari pendapatan
Hasil evaluasi kinerja daerah otonomi baru yang sendiri.
dilakukan Kementerian Dalam Negeri, menyebutkan Indeks kapasitas fiskal yang tinggi dan sangat
hanya 58,71% berkinerja tinggi. Sisanya 34,19% tinggi tidak otomatis dan tidak menjamin dapat
berkinerja sedang, dan 4,16% berkinerja rendah. mengurangi angka kemiskinan daerah secara
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melansir signifikan. Oleh karena itu, pemerintah daerah di 7
80% daerah otonomi baru gagal meningkatkan provinsi baru perlu membuat prioritas program dan
kesejahteraan masyarakatnya, (Fadzil, Faudziah kebijakan pembanguan setiap tahun yang benar-benar
Hanim, dan Harryanto Nyoto; 2011). secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan
Kesimpulan di atas juga dapat dilihat antara masyarakat di wilayahnya. Kebijakan fiskal yang pro-
lain masih rendahnya kapasitas fiskal pada 7 daerah poor dan merata akan mendorong perekonomian
provinsi baru sebagaimana yang telah dibahas di atas. daerah, termasuk mendorong usaha di sektor riil dan
Pertumbuhan sumber pendapatan sendiri seperti PAD informal seperti usaha mikro, kecil dan menengah
dan kinerja usaha BUMD yang lambat, merupakan (UMKM). Multiflyer effect-nya antara lain akan
salah satu gambaran masih besarnya ketergantungan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
daerah provinsi baru terhadap transfer pusat dalam
struktur pendapatan daerah dalam APBD. Sangat sulit
bagi provinsi baru untuk membiayai kebutuhan DAFTAR PUSTAKA
belanja daerah setiap tahun tanpa adanya transfer
pusat. Provinsi Banten yang memiliki PAD cukup tinggi Abeng, Tanri, (2006), Profesi Manajemen, Penerbit PT.
masih juga bergantung pada transfer pusat untuk Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
menambah kapasitas fiskal daerahnya agar dapat Azisy Qadri, A, (2007), Change Management Dalam
membiayai pengeluaran daerah dalam APBDnya. Reformasi Birokrasi, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Kapasitas fiskal lebih menggambarkan ruang Utama, Jakarta.
yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk Andrs Rodrguez-Pose and Roberto Ezcurra; (2010);
melakukan diskresi kebijakan. Tetapi kapasitas fiskal Is fiscal decentralization harmful for economic
yang memadai tanpa kebijakan APBD khususnya growth? Evidence from the OECD countries, Journal Of
kebijakan belanja APBD yang efektif akan Economic Geography, Vol.11, Issue 4, Published
menyebabkan nilai tambah dari APBD terhadap by Oxford University Press,
perekonomian daerah menjadi tidak optimal. http://joeg.oxfordjournals.org/content/11/4/
Merupakan suatu kesalahan kebijakan dalam APBD 619.full.
apabila pemda tidak memanfaatkan diskresi dan ruang Bank Indonesia, (2009), Statistik Ekonomi Keuangan
yang besar dari kapasitas fiskal yang dimilki untuk Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Badan Pusat Statistik, (2012), Statistik Keuangan
Sebab sampai saat ini kebijakan belanja APBD masih Pemerintah Provinsi 2009-2012. BPS Jakarta.
menjadi salah satu andalan utama daerah untuk ----------------------------, (2015), Statistik Keuangan
membiayai pembangunan dan menggerakkan Pemerintah Provinsi 2012-2015. BPS Jakarta
perekonomian terutama daerah otonomi baru yang ---------------------------, (2015), Statistik Indonesia 2016,
memilki sumber PAD yang relatif tinggi dan sumber BPS Jakarta.
daya alam (SDA). Hal ini menjadi salah satu tantangan Bahl, Roy W., and Johanes, Linn (1992), Urban Public
fiskal daerah saat ini. Finance in Developing Countries, New York: Oxford
Di samping itu tantangan fiskal daerah saat ini University Press.
dan ke depan adalah permasalahan jumlah penduduk Bird, Richard M, Robert Ebel dan Cristine Wallich
miskin yang masih banyak terutama di Provinsi (1995), Decentralization of the Socialist State:
Banten, Gorontalo, Papua Barat, dan Sulawesi Barat. Intergovermmental Finance in Transition Economies,
Hal ini jelas menjadi beban dan tantangan fiskal ke Washington DC, World Bank.
depan. Rasio belanja pegawai yang tinggi Bratakusumah, Deddy Supriady dan Solihin, dadang,
dibandingkan dengan rasio belanja modal juga akan (2001), Otonomi Penyelenggaraan
menurunkan kapasitas fiskal pada 7 provinsi baru. Pemerintahan Daerah, Penerbit PT.Gramedia
Perbandingan alokasi belanja pegawai dengan belanja Pustaka Utama, Jakarta.
modal merupakan dua faktor yang selalu Bintang Dwitya Cahyono; Identifikasi Derajat
mempengaruhi kinerja keuangan daerah dalam APBD Kompetisi Fiskal Kabupaten/Kota di Jawa
setiap tahun. Rasio ini juga turut mempengaruhi Timur; Jurnal Ekonomi dan Pembangunan;

120 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

Vol.22/No.1/2014, Penerbit Pusat Penelitian Nasir, Mohammad, (1983), Metode Penelitian, Penerbit
Ekonomi - LIPI Jakarta, hlm.48. Graha Indonesia, Jakarta.
Dwirandra A. A, (2007), Efektifitas dan Kemandirian Oates W.E., (1993) Fiscal Decentralization and
Keuangan Daerah Otonom Kabupaten/Kota di Economics Development. National Tax Journal,
Propinsi Bali Tahun 2002-2006, Penerbit Fakultas Number 46 (Vol.3), Published by Economics
Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana- Department of the Rice University, at Houston Texas,
Bali. US.
Davoodi, H., D. Xie and Heng-fu Zou, (1998), Fiscal Phillips, Kerk. L., and Woller, (1997), Does Fiscal
Decentralization and Economics Growth: A Cross Decentralization Lead to Economics Growth?,
Country Study. Journal of Urban Economics Number Working Paper, Number 97, Vol.7, September.
43 (Vol.2), Published by Academic Press, US. Prudhomme, Remy, (1999), Macroeconomics, 4th
Elmi, Bachrul, (2002), Keuangan Pemerintah Daerah Edition, Worth Publisher, Madison Avenue,
Otonom di Indonesia, Penerbit UI- Press, Jakarta. New York, US.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2005
Fadzil, Faudziah Hanim, dan Harryanto Nyoto, (2011). tentang Dana Perimbangan.
Fiscal Decentralization after Implementation of Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2007
Local Government Autonomy in Indonesia. World tentang Persyaratan dan Tata Cara
Review of Business Research, Vol.1, No. 2, May, Pembentukan, Kriteria Pemekaran,
pp. 51-70. Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Hadi Prayitno (Fitra), Pemekaran (Masalah) Daerah, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
dalam http://info-anggaran.com/pemekaran-masalah- 33/PMK.07/2015 tentang Peta Kapasitas Fiskal
daerah. Daerah.
Kadir, Abdul, (2008), Pajak daerah dan Retribusi Rosidin, Utang., (2010), Otonomi Daerah dan
Daerah Dalam Perspektif Otonomi di Indonesia, Desentralisasi, Penerbit CV.Pustaka Setia Bandung.
Penerbit FISP USU Press, Medan. Sarundajang, SH., (2001), Arus Balik Kekuasaan Pusat
Khusaim, Muh, (2006), Kajian Desentralisasi Fiskal, ke Daerah, Penerbit Pustaka Sinar Harapan
Pengaruhnya Terhadap Efesiensi Ekonomi Sektor Jakarta.
Publik, Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sidik, Mahfud. (1999), Otonomi dan Desentralisasi
Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Fiskal , Penerit BPFE-UGM, Yogyakarta.
Kabupaten/Kota di Jawa Timur Universitas Brawijaya, Syaukani,H.,Gaffar,A.,& Rasyid,MR., (2002).Otonomi
Malang). Daerah Dalam Negara Kesatuan, Penerbit
Kementerian Keuangan RI, (2007), Reformasi Sistim Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Penganggaran: Konsep dan Implementasi 2005- Sujamto, (1993), Perspektif Otonomi Daerah, Penerbit
2007. PT.Rineka Cipta, Jakarta.
------------------------------------------, (2010), Sinergi Pusat Surtikanti, (2013), Permasalahan Otonomi Daerah
dan Daerah Dalam Perpektif Desentralisasi Fiskal. Ditinjau Dari Aspek Perimbangan Keuangan
Kuncoro, Mudrajad, (2004), Otonomi dan Pemerintah Pusat dan Daerah, Jurnal Ilmiah Unikom,
Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan Vol.11 No.1/2013, Penerbit Universitas
Strategi dan Peluang, Penerbit PT.Erlangga. Komputer, Bandung.
Jakarta.
Mardiasmo, (2002), Otonomi dan Manajemen Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Keuangan Daerah: Seri Otonomi daerah, Penerbit Pemerintahan daerah sebagaiman telah diganti
Andi Yogyakarta, Yogyakarta. dengan UU Nomor 23 Tahun 2014.
Makagansa, HR., (2008), Tantangan Pemekaran Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 20114 tentang
Daerah, Penerbit Fuspad, DI Yogyakarta. perimbangan keuangan Antara Pemerintah Pusat
Martinez Vasques, Jorge. M and Mcnab, R.(1997), dan Daerah.
Fiscal Decentralization Economics Growth, and Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 1999 tentang
Democratic Governance, Working Paper, October. Pembentukan Provinsi Papua Barat (dulu Irian
Muhammad, Fadel, (2008), Reinventing Local Jaya Barat).
Government, Penerbit PT. Elex Media Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Komputindo. Pembentukan Provinsi Maluku Utara.
----------------------------, (2006), Solusi Jitu Membangun Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2000 tentang
Daerah, Penerbit CV.Arena Seni Jakarta. Pembentukan Provinsi Banten.
Mahmudi, (2010), Manajemen Keuangan Daerah, Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2000 tentang
Penerbit Erlangga, Jakarta. Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka
Masita Machmud,dkk; (2014), Analisis Kinerja Belitung.
Keuangan Daerah di Provinsi Sulawesi Utara Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2000 tentang
Tahun 2007-2012, dalam Jurnal Berkala Pembentukan Provinsi Gorontalo.
Ilmiah Efisiensi, Vo.14, No.2, Mei 2014, Penerbit Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2002 tentang
FEB Universitas Sam Ratulangi, Manado-Sulawesi Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.
Utara.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 121


ANALISIS KAPASITAS FISKAL TUJUH DAERAH PROVINSI BARU
(ANALYSIS OF FISCAL CAPACITY ON NEW SEVEN PROVINCIES)
Juli Panglima Saragih

Undang-Undanag RI Nomor 26 Tahun 2004 tentang


Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat.
Yowono, Sony, dkk., (2005), Penganggaran Sektor
Publik, Penerbit Bayumedia Publishing
Malang, Jawa Timur.

122 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016, Halaman 123-145

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI DI SEKTOR BEA DAN


CUKAI
Arfin, Arif Nugraha
Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pekanbaru, Indonesia Email: arfin.kemenkeu@gmail.com
Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pekanbaru, Indonesia Email: rifmag9@gmail.com
ARTICLE INFORMATION ABSTRACT
SEJARAH ARTIKEL Corruption in Customs and Excise sector full with political and economic motives, the
Diterima Pertama perpetrator involvels Customs official and implementing officer at both central and local level.
29 Agustus 2016 The main characteristic of corruption in the sector is to deliberately slow down or delay the
document processing and inspection. This study aimed to analyze: (i) the risks and
Dinyatakan Dapat Dimuat opportunities for corruption in the sector of Customs and Excise; and (ii) the prevention and
18 November 2016 eradication of corruption in the sector of Customs and Excise. The writer used a normative
legal research method with legislation approach. In order to produce representative thought,
KATA KUNCI: the writer or used the relative theory approach (deterrence) created by Cesare Beccaria and
Korupsi Jeremy Bentham, containing a core of basic justification that the presence of a criminal lies on
Kepabeanan the objectives. The research results showed that the anti-corruption program was implemented
Cukai by mapping or identification of sources of corruption. Combating corruption is not just through
prosecution and prevention, but a role model is highly needed.

Korupsi di sektor Bea dan Cukai sarat dengan motif ekonomi dan politik, pelakunya
melibatkan pejabat dan pelaksana Bea Cukai baik di pusat maupun daerah. Ciri utama
korupsi di sektor tersebut adalah kesengajaan melambatkan atau menunda pemrosesan
dokumen dan inspeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (i) resiko dan peluang
korupsi di sektor Bea dan Cukai; dan (ii) upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di
sektor Bea dan Cukai. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan. Guna menghasilkan pemikiran representatif, penulis
menggunakan pendekatan teori relatif (deterrence) yang dicetuskan oleh Cesare Beccaria
dan Jeremy Bentham, yang berintikan dasar pembenaran adanya pidana terletak pada
tujuannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program anti korupsi dilaksanakan melalui
pemetaan atau identifikasi sumber-sumber korupsi. Pemberantasan korupsi tidak sekedar
melalui penindakan dan pencegahan, akan tetapi membutuhkan role model.

1. PENDAHULUAN samudra Hindia dan samudra Pasifik. Dengan


1.1. Latar Belakang demikian, Indonesia berada pada posisi silang dunia
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) (world cross position), sehingga Indonesia menjadi
terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang pusat jalur lalu lintas dunia dan memiliki posisi yang
tersusun dalam ribuan pulau besar dan kecil. Pulau strategis.
yang berkoordinat dan terdaftar pada United Nation Secara astronomis, Indonesia terletak pada 60 LU -
Group of Expert on Geographical Names berjumlah 110 LS dan di antara 950 BT - 1410 BT. Wilayah paling
13.466 pulau (BIG, 2014). Utara berada di Pulau Weh di Nanggroe Aceh
Indonesia merupakan negara maritim, dengan luas Darussalam yang terletak pada 60 LU; wilayah paling
wilayah perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis Selatan berada di Pulau Roti di Nusa Tenggara Timur
pantai 99.093 km2. Berdasarkan United Nations yang terletak pada 110 LS; wilayah paling Barat berada
Convention on Law of The SeaTahun 1982 (Konvensi di ujung Utara Pulau Sumatera yang terletak pada 950
PBB tentang Hukum LautII di New York), wilayah BT; dan untuk wilayah paling Timur berada di Kota
perairan Indonesia meliputi kawasan seluas 3,1 juta Merauke yang terletak pada 1410 BT.
km, terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,8 juta Indonesia memiliki 298 bandar udara, yang terdiri
km dan laut seluas 0,3 juta km.Wilayah laut dari bandar udara internasional, bandar udara
Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara, domestik, dan bandara (pangkalan) militer (DJPU,
yaitu: India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, 2016). Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan
Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Nomor KP 725 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Papua Nugini. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414
Secara geografis, Indonesia terletak diantara 2 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk
(dua) benua, yaitu benua Australia dan benua Asia, Pelabuhan Nasional, menyebutkan bahwa terdapat
serta terletak di antara 2 (dua) samudra, yaitu 1.241 pelabuhandi Indonesia. Sehubungan program

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016 123


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

nawacita, Pemerintah pada tahun 2016 telah melakukan pelayanan yang time sensitive, predictable,
meresmikan 91 (sembilan puluh satu) pelabuhan, yang available, dan adjustable.
terdiri dari 80 (delapan puluh) pelabuhan laut Cerminan layanan tersebut menjadi bagian
dibangun di wilayah Indonesia bagian Timur dan 11 integral dari sistem dan prosedur kepabeanan. Namun,
(sebelas) pelabuhan di wilayah Indonesia bagian praktik korupsi yang menyelimuti Bea dan Cukai
Barat. Di samping pelabuhan resmi tersebut, terdapat mengakibatkan pelayanannya menjadi buang-buang
pelabuhan-pelabuhan kecil dan milik pribadi non waktu, biaya mahal, tidak aman, dan sulit.
formal. Sektor penting bagi pemasukan negara ini
Lemahnya pengawasan dan pengamanan yang seringkali tak terbaca publik karena mereka memang
belum optimal di wilayah laut, udara, dan perbatasan, langsung mengurusi tarif dan pajak barang
serta banyaknya perlabuhan tikus, maka membuka perdagangan, seperti impor, ekspor, maupun
peluang bagi sindikat internasional untuk masuk ke konsumsi dalam negeri. Di tataran lokal dan terendah,
Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan tidak resmi kinerja DJBC dapat terlacak melalui pedagang kecil.
yang jumlahnya mencapai lebih dari 1.200 titik di Namun, di tataran nasional dan internasional dengan
seluruh Indonesia. nilai komoditas besar, korupsi bermain dalam arti
Disinilah tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan sesungguhnya.
Cukai (DJBC) untuk menyelenggarakan perumusan Pegawai Bea Cukai membentuk perusahaan veem
dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, (jasa pergudangan) dan segala lalu lintas barang di
penegakan hukum, pelayanan, dan optimalisasi pelabuhan diatur melalui veem tersebut. Pegawai Bea
penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai Cukai juga meminta tunjangan khusus dari perusahaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- veem relasi. Apabila tidak mempergunakan veem yang
undangan. mereka bentuk atau veem relasi mereka, maka
Bea Cukai memiliki kewenangan untuk mengawasi Pegawai Bea Cukai akan memperlambat penyelesaian
lalu lintas barang di kawasan Indonesia, terutama di barang keluar dari pelabuhan.
wilayah yang berbatasan dengan negara lain, baik di Keunikan lain korupsi di sektor Bea dan Cukai,
darat, laut, dan udara, maupun tempat lain yang yaitu terkait dengan penyeludupan dan perdagangan
ditetapkan untuk lalu lintas barang. Fungsi utama DJBC barang di perbatasan secara illegal dan pemalsuan
adalah sebagai pengumpul penerimaan yang barang yang dibiarkan legalitasnya dapat membuat
merupakan pendapatan negara untuk membiayai harga barang di pasaran jatuh, yang mengakibatkan
pembangunan nasional. DJBC turut menyumbang PDRI produsen atau distributor yang jujur menjadi gulung
yang selama ini pencatatannya masuk dalam kas tikar.
penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Maraknya praktik korupsi di sektor Bea dan Cukai
DJBC mempunyai peran yang sangat penting berdampak kepada para pengusaha harus
dalam menggerakkan roda perekonomian nasional mengeluarkan biaya tambahan sekitar 10%-15%
sekaligus menjadi salah satu penyangga penerimaan untuk mengurus kepabeanan. Para pedagang/
keuangan negara. Peran tersebut diwujudkan dalam industriawan/pebisnis berskala besar dengan
bentuk pengamanan dan pemungutan penerimaan pejabat/petugas Kantor Bea Cukai dapat melakukan
negara dari kegiatan impor, ekspor, dan pemungutan kontrak di bawah meja. Terjadinya permainan antara
cukai (revenue collection) untuk membiayai aparat Bea Cukai dengan importir dalam hal
pembangunan nasional. Pemasukan terbesar ke dalam kepengurusan kepabeanan, dapat dilakukan dengan
kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk cara menerima uang pelican guna mempercepat
didalamnya adalah bea keluar, bea masuk, dan cukai pengurusan dokumen dan memanipulasi bea masuk.
yang dikelola oleh DJBC. Dalam mafia Bea dan Cukai tersebut, selain
Peran DJBC adalah melancarkan arus barang dari Pejabat/Petugas Bea Cukai, juga terlibat pihak ketiga,
transaksi perdagangan internasional (trade seperti pengusaha, satuan pengamanan, cleaning
facilitation) dan membantu menciptakan iklim usaha service, bahkan tukang parkir ikut andil menjadi aktor
yang kondusif bagi pertumbuhan industri dan proses suap menyuap di lingkungan kepabeanan ini.
investasi melalui pemberian fasilitas kepabeanan dan Titik rawan pungutan liar lahir dari kebijakan
cukai serta pencegahan unfair trading (industrial jalur merah dan jalur hijau. Barang yang seharusnya
assistance). Dalam penerapannya, DJBC wajib berada di jalur hijau dialihkan oleh Pegawai Bea
memberikan pelayanan yang melingkupi hemat waktu, Cukaimelalui jalur merah atau sebaliknya. Tindakan
hemat biaya, aman, dan mudah (save time, save cost, petugas tersebut membuka peluang negosiasi dengan
safety, dan simple). pengusaha yang mengincar jalan pintas.
Empat layanan tersebut menjadi bagian integral Di dalam tubuh instansi Bea dan Cukai, setidaknya
dari sistem dan prosedur kepabeanan. Sejalan dengan terdapat 25 (dua puluh lima) titik rawan korupsi, yaitu
itu, semakin beragamnya sentra-sentra pelayanan baik pada aspek manajemen sumber daya manusia, aspek
dari segi perlindungan terhadap intellectual property tata laksana, dan kelembagaan, khususnya lubang-
rights, anti dumping, anti subsidi, penilaian mandiri lubang korupsi pada unit pemeriksaan barang,
(self assessment), maka secara ringkas DJBC pengawasan terhadap keluar dan masuknya barang di
diharapkan do more with less (berbuat lebih banyak kawasan berikat, registrasi importir, dan penelitian
dengan biaya lebih rendah). DJBC juga dituntut untuk dokumen.

124 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Pada bulan April 1985, Presiden Soeharto Kerangka teori yang relevan dengan permasalahan
menerbitkan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 tentang yang dibahas adalah teori deterrence dari Cesare
Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Beccaria (1738-1794) dan Jeremy Bentham (1748
Menunjang Kegiatan Ekonomi, yang melucuti hampir 1832).
semua wewenang DJBC, Departemen Keuangan. Beccaria dalam bukunya berjudulDei Delitti e
Dikeluarkannya Inpres Nomor 4 Tahun 1985, Delle Pene(On Crimes and Punishments), berisikan
menunjukkan ketidakpercayaan Presiden terhadap tentang kejahatan-kejahatan dan hukuman-
DJBC sebagai administrator kepabeanan Indonesia. hukumanpada tahun 1764. Beccaria mengemukakan
Pada tahun 2007, Lembaga Penyelidikan Ekonomi bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah
dan Manajemen (LPEM) Universitas Indonesia dan seseorang supaya tidak melakukan kejahatan dan
Bank Dunia merilis sebuah hasil survei menempatkan bukan sebagai sarana balas dendam masyarakat
Bea dan Cukai sebagai instansi terkorup bersama (Abdussalam, 2007:29).
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, nilai Menurut Sholehuddin (2003:14), deterrence
korupsi di tubuh Bea dan Cukai mencapai Rp.7 triliun theory, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam teori,
per tahun (Yuntho, 2013:7). Predikat Bea dan Cukai yaitu:
sebagai salah satu instansi terkorup di Indonesia 1. Teori special deterrence (pencegahan khusus), efek
semakin transparan, dengan diluncurkannya hasil pencegahan dari pidana yang dijatuhkan
survei Transparency International Indonesia tahun diharapkan terjadi setelah pemidanaan dilakukan,
2015, yang menempatkan potensi korupsi di Bea dan sehingga si terpidana tidak melakukan kejahatan
Cukai dengan skor 55 dari skala 0-100 (TII, 2015). serupa di masa mendatang.
Pemerintah Indonesia menanggapi secara serius 2. Teori general deterrence (pencegahan umum), efek
masalah korupsi di Indonesia, baik melalui upaya pencegahan dari pidana yang dijatuhkan
penindakan maupun pencegahan. Sebagai salah satu diharapkan terjadi sebelum pemidanaan
langkah nyata, seluruh pegawai di Kementerian dilakukan, pencegahan ini dilakukan melalui
Keuangan diwajibkan menandatangani dokumen Pakta ancaman-ancaman dan juga pemidanaan yang
Integritas yang berisi pernyataan atau janji kepada diri dijatuhkan secara terbuka, sehingga orang lain
sendiri tentang komitmen melaksanakan tugas, fungsi, dapat dicegah dari kemungkinan melakukan
tanggung jawab, wewenang, dan peran sesuai dengan kejahatan.
peraturan perundang-undangan dan kesanggupan Terminologi deterrence menurut Zimring dan
untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme Hawkins dalam bukunyaDeterrence, The Legal Threat
(KKN). in Crime Controlsebagaimana dikutip Mulyadi,
Seiring dengan langkah itu, DJBC melakukan (2008:85), digunakan lebih terbatas pada penerapan
sosialisasi Program Kerja Pendamping Nomor PER- hukuman pada suatu kasus, dimana ancaman
11/BC/2016 dan Penandatanganan Komitmen pemidanaan tersebut membuat seseorang merasa
Bersama Anti KKN pada Kantor Pengawasan dan takut dan menahan diri untuk melakukan kejahatan.
Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC). Namun, Namun,the net deterrence effect dari ancaman secara
keberhasilan upaya pencegahan korupsi tersebut khusus kepada seseorang ini dapat juga menjadi
dirasakan kurang optimal. Sampai saat ini, Bea dan ancaman bagi seluruh masyarakat untuk tidak
Cukai tetap menjadi ladang korupsi bagi melakukan kejahatan.
Pejabat/Petugas yang berintegritas buruk. Oleh karena Walker dalam bukunya Reductivism and
itu, penulis tertarik untuk membahas secara deterrencein A Reader on Punishment, sebagaimana
komprehensif mengenai lubang-lubang korupsi di dikutip oleh Muladi (2006:28), menamakan aliran ini
sektor Bea dan Cukai. sebagai paham reduktif (reductivism), dasar
1.2. Rumusan Masalah pembenaran dijatuhkannya pidana dalam pandangan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka aliran ini adalah untuk mengurangi frekuensi
dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah kejahatan (the justification for penalizing offences is
sebagai berikut: that this reduces their frequency). Penganut reductivism
1. Bagaimanakah pemetaan resiko dan peluang meyakini bahwa pemidanaan dapat mengurangi
korupsi di sektor Bea dan Cukai? pelanggaran dengan cara, sebagai berikut:
2. Bagaimanakah upaya pencegahan dan 1. Pencegahan terhadap pelaku kejahatan (deterring
pemberantasan korupsi di sektor Bea dan Cukai? the offender), yaitu membujuk si pelaku untuk
1.3. Tujuan Penelitian menahan diri atau tidak melakukan pelanggaran
Bertumpu pada rumusan permasalahan hukum kembali melalui ingatan mereka terhadap
sebagaimana diuraikan di atas, penelitian ini pidana yang dijatuhkan;
bertujuan: 2. Pencegahan terhadap pelaku yang potensial
1. Untuk menganalisa pemetaan resiko dan peluang (deterring potential imitators), yaitu memberikan
korupsi di sektor Bea dan Cukai. rasa takut kepada orang lain yang potensial untuk
2. Untuk menganalisa upaya pencegahan dan melakukan kejahatan dengan melihat contoh
pemberantasan korupsi di sektorBea dan Cukai. pidana yang telah dijatuhkan kepada si pelaku
2. KERANGKA TEORITIS sehingga mendatangkan rasa takut akan
kemungkinan dijatuhkan pidana kepadanya;

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 125


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

3. Perbaikan si pelaku (reforming the offender), yaitu terhadap suatu permasalahan hukum tertentu
memperbaiki tingkah laku sipelaku sehingga (Soejono dan Abdurahman, 2003).
muncul kesadaran si pelaku untuk cenderung 3.2. Pendekatan Penelitian
tidak melakukan kejahatan lagi walaupun tanpa Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan,
adanya rasa ketakutan dari ancaman pidana; yaitu penelitian hukum normatif (yuridis normative),
4. Mendidik masyarakat supaya lebih serius maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
memikirkan terjadinya kejahatan, sehingga perundang-undangan (Arikunto, 2002:23).
dengan cara ini, secara tidak langsung dapat Pendekatan perundang-undangan (statute
mengurangi frekuensi kejahatan; approach) dilakukan untuk meneliti ketentuan-
5. Melindungi masyarakat (protecting the public), ketentuan yang mengatur mengenai pemberantasan
melalui pidana penjara yang cukup lama. tindak pidana korupsi, kepabeanan, dan cukai.
Teori deterrence merupakan bagian dari teori
utilitarian (teori relatif) yang membahas tentang 3.3. Sumber Data
tujuan pemidanaan. Teori utilitarianism diperkenalkan Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh
pertama kali oleh Jeremy Bentham dalam karyanya melalui penelitian kepustakaan (library research).Jenis
berjudul An Introduction to the Principles of Morals data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
and Legislation. Kemudian John Stuart Mill(1806 sekunder (secondary data), yang terdiri atas 3 (tiga)
1873) melakukan revisi dan mengembangkan lebih bahan hukum, yaitu:
lanjut teori ini dalam bukunya Utilitarianism yang 1. Bahan hukum primer.
diterbitkan pada tahun 1861. Penelitian ini menelaah dan menganalisa makna
Bentham mengemukakan bahwa hukum pidana yang terkandung dalam berbagai ketentuan
bukan merupakan sarana pembalasan, melainkan peraturan perundang-undangan, yaitu:
untuk mencegah kejahatan. Utilitarianisme merupakan a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik Indonesia Tahun 1945.
adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(Mangunhardjana, 1997:228). Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara
Pandangan yang menentukan bahwa pemidanaan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi
mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu dan Nepotisme (KKN).
(teori manfaat atau teori tujuan), bukan hanya sekedar c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
untuk melakukan pembalasan perbuatan si pembuat. tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
Pidana bukan hanya sebagai sarana untuk melakukan Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan
pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang Nepotisme(Lembaran Negara Tahun 1999
telah melakukan suatu tindak pidana, namum memiliki Nomor 75; Tambahan Lembaran Negara
tujuan tertentu yang bermanfaat. Manfaat terbesar Nomor 3851);
dengan dijatuhkannya pidana terhadap pembuat d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
kesalahan adalah sebagai tindakan pencegahan tentang Perubahan Atas Undang-Undang
dilakukannya tindak pidana serupa. Pencegahan yang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
dimaksud adalah pencegahan terhadap pengulangan Pemberantasan Tindak Pidana
oleh si pembuat (prevensi khusus) maupun Korupsi(Lembaran Negara Tahun 2001
pencegahan bagi orang lain yang mungkin (potential Nomor 134; Tambahan Lembaran Negara
offender) melakukan tindak pidana tersebut (prevensi Nomor 4150);
umum). e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Menurut Hamzah dan Rahayu (1993), bahwa Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10
kejahatan tidak harus dijatuhi dengan suatu hukuman, Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran
tetapi harus ada manfaatnya baik untuk si pelaku Negara Tahun 2006 Nomor 93; Tambahan
tindak pidana maupun untuk masyarakat. Hukuman Lembaran Negara Nomor 4661);
diberikan bukan saja karena apa yang ditimbulkan f. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
si pelaku pada masa lalu, melainkan ada tujuan yang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
utama untuk masa depan. Hukuman berfungsi Tahun 1995 tentang Cukai(Lembaran Negara
mencegah agar kejahatan tidak diulangi dan menakut- Tahun 2007 Nomor 105; Tambahan Lembaran
nakuti anggota masyarakat sehingga menjadi takut Negara Nomor 4755);
melakukan kejahatan. g. Peraturan Menteri Keuangan
No.103/PMK.09/2010 tentang Tata Cara
3. METODOLOGI PENELITIAN Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan
3.1. Jenis Penelitian Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka Kementerian Keuangan (Berita Negara Tahun
penulis menggunakan metode penelitian hukum 2010 Nomor 250);
normatif(normative legal research),yaitu penelitian h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan 206.3/PMK.01/2014 tentang Perubahan Atas
perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan PMK Nomor 168/PMK.01/ 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal

126 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

DJBC (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 2. Penyajian data (data display).
1895). Penyajian data dilakukan dalam bentuk teks yang
i. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 bersifat naratif dan dalam bentuk tabel, bagan, dan
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi sejenisnya.
2010-2025; dan berbagai peraturan 3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
perundang-undangan terkait. drawing/verification).
2. Bahan hukum sekunder. Penulis melakukan verifikasi, analisa, dan mencari
Penelitian ini menelaah dan menganalisa bahan hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul,
hukum yang bersifat membantu atau menunjang dan sebagainya yang dituangkan dalam
bahan hukum primer, yaitu bukti, catatan, atau kesimpulan tentatif mengenai lubang-lubang
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip korupsi di sektor Bea dan Cukai.
(data dokumenter) yang dipublikasikan maupun
yang tidak dipublikasikan, meliputi pendapat
hukum/doktrin/teori-teori yang diperoleh dari 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
buku teks, laporan penelitian, karya ilmiah, 4.1. Gambaran Umum Korupsi Di Indonesia
makalah (prosiding), artikel dalam berbagai Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa
majalah, jurnal ilmiah bidang hukum, maupun Latin, yaitu: corruptio atau corruptus. Kata corruptio
website yang terkait dengan penelitian. dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk,
3. Bahan hukum tersier. rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok
Penelitian ini menelaah petunjuk atau penjelasan (Kellerman, 1978:1014).
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, Korupsi juga berasal dari kata corrupteia, yang
yaitu Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa dalam bahasa Latin berarti bribery atau seduction.
Inggris, Kamus Hukum, Ensiklopedi, indeks Bribery dapat diartikan sebagai
kumulatif, dan lain sebagainya yang berkaitan memberikan/menyerahkan kepada seseorang agar
dengan obyek penelitian, serta sumber lainnya orang tadi berbuat untuk keuntungan pemberi,
yang mendukung penelitian. sementara seduction berarti sesuatu yang menarik
3.4. Metode Pengumpulan Data agar seseorang menyeleweng (Koeswadji, 1994:32).
Dalam rangka untuk mendapatkan data-data yang Secara terminologi, Kamus Besar Bahasa
valid dalam penelitian, penulis menggunakan teknik Indonesia mendefinisikan korupsi adalah
dokumenter, dengan mengadakan studi penelaahan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
arsip terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan- perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang
catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya lain (Depdikbud, 1995).
dengan masalah yang dipecahkan. Blacks Law Dictionary mendefinisikan korupsi
3.5. Metode Pengolahan Data sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud
Dalam penelitian ini, pengolahan bahan hukum untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak
dengan cara editing, yaitu pemeriksaan kembali bahan sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak
hukum yang diperoleh terutama dari kelengkapannya, lain, secara salah menggunakan jabatannya atau
kejelasan makna, kesesuaian, serta relevansinya kewenangannya untuk mendapatkan suatu
dengan kelompok yang lain. Setelah melakukan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang
editing, langkah selanjutnya adalah coding, yaitu lain (Black, 1990:311).
memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis David H. Bayley dengan mengacu kepada
sumber bahan hukum (literatur, undang-undang, dan Websters Third New International Dictionary,
dokumen); pemegang hak cipta (nama penulis dan mendefinisikan korupsi sebagai suatu perbuatan
tahun penerbitan); serta urutan rumusan masalah. perangsang seorang pejabat pemerintah berdasarkan
Langkah selanjutnya adalah merekonstruksi iktikad buruk, agar melakukan pelanggaran
bahan (reconstructing), yaitu menyusun ulang bahan kewajibannya (Lubis dan Scott, 1995).
hukum secara teratur, berurutan, logis, sehingga Lopa dan Yamin (1987:6) mendefinsikan korupsi
mudahdipahami dan diinterpretasikan. Langkah sebagai suatu tindak pidana yang berhubungan dengan
terakhir adalah sistematis bahan hukum perbuatan penyuapan dan manipulasi serta
(systematizing), yaitu menempatkan bahan hukum perbuatan-perbuatan lain yang merugikan atau dapat
berurutan menurut kerangka sistematika bahasan merugikan keuangan atau perkonomian negara; dan
berdasarkan urutan masalah. merugikan kesejahteraan dan kepentingan rakyat.
3.6. Metode Analisis Data Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai salah
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik satu organ PBB, mendefinisikan korupsi sebagai missus
analisis interaktif, yaitu: of (public) power for private gain. Menurut CICP
1. Reduksi data (data reduction). korupsi mempunyai dimensi perbuatan yang luas,
Penulis melakukan analisis untuk mempertegas, meliputi tindak pidana suap (bribery); penggelapan
memperpendek, membuat fokus, membuang hal- (emblezzlement); penipuan (fraud); pemerasan yang
hal yang tidak penting dan mengatur data sedemi- berkaitan dengan jabatan (exortion); penyalahgunaan
kian rupa, sehingga dapat menarik kesimpulan kekuasaan (abuse of power); pemanfaatan kedudukan
atau memperoleh pokok temuan. seseorang dalam aktivitas bisnis untuk kepentingan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 127


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

perorangan yang bersifat illegal (exploiting a conflict 3) Tekanan yang berhubungan dengan
interest, insider trading); nepotisme, komisi illegal pekerjaan (work related pressure);dan
yang diterima oleh pejabat publik (illegal commission); 4) Tekanan yang lain (other pressure).
dan kontribusi uang secara illegal untuk partai politik 2. Faktor kesempatan(opportunity), merupakan
(Suhartoyo, 2014:3-4). otoritas atau kewenangan untuk mengendalikan
Secara yuridis, pengertian korupsi baik arti suatu aset atau melakukan akses terhadap aset.
maupun jenisnya ditentukan dalam Undang-Undang Pengendalian dan akses adalah elemen penting
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas dari kesempatan. Terdapat 5 (lima) faktor yang
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang dapat memberikan kesempatan bagi para individu
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang untuk berbuat kecurangan, yaitu:
merumuskan tentang tindak pidana korupsi menjadi 7 a. Kurangnya pengendalian yang dapat
(tujuh) kelompok, yaitu kerugian keuangan negara, mencegah atau mendeteksi perilaku curang;
suap menyuap, pemerasan, penggelapan dalam b. Ketidakmampuan menilai kualitas kinerja;
jabatan, perbuatancurang, benturan kepentingan c. Terbatasnya akses terhadap informasi;
dalam pengadaan, dan gratifikasi. d. Ketidaktahuan, apatis, dan ketidakmampuan;
Pengertian korupsi secara yuridis memasukan e. Tidak adanya jejak audit.
unsur-unsur yang menyangkut kewenangan dan 3. Faktor rasionalisasi(razionalize).
jabatan yang disalahgunakan sehingga dapat Rasionalisasi memberikan kontribusi terhadap
merugikan keuangan negara atau perekonomian kecurangan karena rasionalisasi akan
negara. Menurut Klitgaard (2005:31) memberikan memberikan suatu pembenaran tentang apa saja
rumusan dengan model matematis yaitu: yang kita lakukan dengan tujuan untuk
memuaskan diri sendiri, meskipun tidak memiliki
C = M+D- alasan yang kuat dan pembenaran tersebut juga
A tidak dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi
Keterangan: moral maupun etika.
C = Corruption (korupsi); Tentang kausa dan kondisi yang bersifat
M = Monopoly (monopoli); kriminogen untuk timbulnya korupsi sangatlah luas
D = Discretion by officials (wewenang pejabat); (multidimensi). Surachmin dan Cahaya (2011)
A = Accountability (akuntabilitas). mengemukakan faktor penyebab korupsi meliputi 5
Artinya, jika seseorang memegang monopoli atas (lima) aspek, yaitu:
barang/jasa dan memiliki wewenang yang tidak 1. Aspek individu pelaku, meliputi:
terbatas untuk memutuskan siapa yang berhak a. Sifat tamak dan keserakahan;
mendapatkan barang/jasa itu dan berapa banyak b. Moral yang lemah dan ajaran agama yang
tanpa akuntabilitas, maka kemungkinan akan kita kurang diterapkan secara benar;
temukan kurupsi di situ. Ini berlaku bagi sektor c. Penghasilan yang tidak memadai;
pemerintah, swasta, negara miskin, dan negara kaya. d. Kebutuhan hidup mendesak;
Rumusan korupsi model ini memiliki persamaan e. Gaya hidup konsumtif; dan
dengan Shleifer dan Vishny (1993), yang merumuskan f. Malas atau tidak mau kerja.
korupsi sebagai perbuatan menggunakan properti 2. Aspek organisasi/institusi, meliputi:
publik yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. a. Kurang adanya keteladanan dari pimpinan;
Penyebab adanya tindakan korupsi sangat b. Tidak adanya kultur organisasi/institusi yang
bervariasi dan beraneka ragam. Menurut Suradi benar;
(2006:8), penyebab korupsi dapat dilihat dari formula c. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah
segitiga kecurangan (fraud triangle), sebagai berikut: kurang memadai;
d. Kelemahan sistem pengendalian manajemen;
Opportunity e. Manajemen cenderung menutup korupsi di
dalam organisasi/institusi.
3. Aspek tempat individu dan organisasi berada.
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk
terjadinya korupsi;
PressureRazionalize b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban
1. Faktor tekanan(pressure), disebabkan oleh: utama korupsi; dan
a. Adanya beban tanggung jawab setelah c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya
menikah. Kehidupan dapat menciptakan terlibat korupsi;
tekanan situasional yang signifikan, pada 4. Aspek penegak hukum dan peraturan perundang-
suatu saat seseorang akan diuji tentang etika undangan, meliputi:
dan kejujurannya. a. Lemahnya penegakan hukum;
b. Jenis-jenis tekanan yang mendorong b. Kualitas peraturan perundang-undangan
seseorang melakukan kecurangan adalah: kurang memadai; dan
1) Tekanan keuangan (financial pressure); c. Penerapan sanksi yang ringan dan tidak
2) Sifat buruk (vices); konsisten serta pandang bulu.

128 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

5. Aspek politik. b. Hilangnya kepercayaan publik pada


Terjadinya korupsi dapat disebabkan oleh faktor demokrasi;
politk atau yang berkaitan dengan kekuasaan c. Menguatnya plutokrasi; dan
(power tent to corrupt, but absolute power corrupts d. Hancurnya kedaulatan rakyat.
absolutely), yang berarti kekuasaan cenderung 5. Dampak terhadap penegakan hukum:
korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan a. Fungsi pemerintahan mandul; dan
mengakibatkan korupsi berlebihan pula. b. Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap
Secara singkat Hamzah (2007:13-23) membuat lembaga negara.
hipotesis, sebagai berikut: 6. Dampak terhadap pertahanan dan keamanan:
1. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri a. Kerawanan pertahanan dan keamanan
dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari nasional karena lemahnya alusista dan
makin meningkat; sumber daya manusia;
2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia b. Lemahnya garis batas negara; dan
yang merupakan sumber atau sebab meluasnya c. Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat.
korupsi; 7. Dampak kerusakan lingkungan:
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang a. Menurunnya kualitas lingkungan; dan
kurang efektif dan efisien; b. Menurunnya kualitas hidup.
4. Modernisasi, menggambarkan adanya seluruh Menurut Suseno, sebagaimana dikutip
jenis perubahan sosial, termasuk juga perubahan Soemodihardjo (2008:3) mengungkapkan bahwa
dalam arti kemajuan dalam bidang kejahatan. praktik korupsi di Indonesia telah sampai pada yang
Praktik korupsi terjadi hampir pada semua lapisan paling membahayakan dalam kehidupan berbangsa
birokrasi, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif, dan bernegara.Pendapat Susenotersebut tentu
serta telah menjalar ke dunia usaha. Berdasarkan didasari oleh kondisi perekonomian negara selalu
konsideran Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 berada dalam posisi yang kurang baik bagi perjalanan
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 pembangunan di Indonesia, tetapi dalam
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana perjalanannya kemudian lebih dari itu, yaitu
Korupsi bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini membahayakan dan merusak perekonomian
terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan masyarakat.
keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran Mengenai dampak korupsi terhadap
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat perekonomian, terdapat2 (dua) teori yang kerap
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu diperdebatkan, yaitu(1) sebagai pelumas roda
digolongkan sebagai kejahatan yang pembangunan (grease the wheels hypothesis); dan (2)
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. sebagai pasir/penghambat roda pembangunan (sand
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran the wheels hypothesis).Data pertumbuhan ekonomi
yang hebat (an enermous destruction effects) terhadap berbanding Indeks Persepsi Korupsi dapat dilihat pada
berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara (Dirjen tabel 1.
Dikti, 2012). Adapun dampak masif korupsi yang Leff (1964) dan Hungtinton (1968)
merongrong berbagai aspek kehidupan bangsa dan mengemukakan bahwa korupsi justru dapat membuat
bernegara, yaitu: aktivitas ekonomi berjalan lebih lancar dan akhirnya
1. Dampak ekonomi: pertumbuhan ekonomi meningkat (Jin Wei, 1999:
a. Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi; 123).
b. Penurunan produktivitas; Penelitian Nawatmi (2013:76), menunjukkan
c. Rendahnya kualitas barang dan jasa bagi secara empiris bahwa korupsi berpengaruh negatif
publik; terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya,
d. Menurunnya pendapatan negara dari sektor semakin bersih Indonesia dari korupsi justru semakin
pajak; dan rendah pertumbuhan ekonominya. Dengan demikian
e. Meningkatnya hutang negara. di Indonesia terjadi grease the wheels hypothesis, yaitu
2. Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat: korupsi sudah menjadi pelicin bagi roda
a. Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik; perekonomian karena adanya kekakuan struktural.
b. Pengentasan kemiskinan berjalan lambat; Kontribusi penting dalam debat ini adalah Mauro
c. Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin; yang membangun indeks korupsi untuk 67 negara.
d. Meningkatnya angka kriminalitas; dan Penelitian Mauro (1995:681-721),menunjukkan
e. Solidaritas sosial semakin langka dan bahwa korupsi berhubungan negatif dengan
demoralisasi. pertumbuhan ekonomi dan merusak investasi yang
3. Dampak birokrasi pemerintahan: ada. Artinya, jika korupsi meningkat maka investasi
a. Matinya etika sosial politik; domestik akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi
b. Tidak efektifnya peraturan dan perundang- akan mengalami penurunan. Korupsi memberikan
undangan; dan konsekuensi antara lain:
c. Birokrasi tidak efisien. 1. Melemahkan investasi dan menyebabkan
4. Dampak terhadap politik dan demokrasi: pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang.
a. Munculnya kepemimpinan korup; 2. Terjadinya talent miss alocated.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 129


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

3. Aliran pinjaman dan hibah dari luar negeri dikembangkan lebih lanjut oleh Ajzen pada tahun 1980
mengalami miss alokasi. Fenomena ini biasanya menjadi Theory of Planned Behavior(teori perilaku
terjadi pada negara-negara berkembang yang terencana).
sangat mengandalkan utang dan bantuan luar Menurut Ajzen (2005:117), faktor sentral dari
negeri, termasuk Indonesia. perilaku individu adalah bahwa perilaku itu
4. Melemahnya penerimaan pemerintah dari pajak, dipengaruhi oleh niat individu (behavior intention)
sehingga akan mempengaruhi komposisi terhadap perilaku tertentu tersebut. Pembentuk
pengeluaran pemerintah. Hal ini akan berdampak intensi perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) komponen,
terhadap semakin tidak baiknya penyediaan yaitu:
barang dan jasa publik (baik kuantitas dan 1. Behavior belief, yaitu keyakinan individu akan
kualitas). hasil suatu perilaku dan evaluasi atas hasil
Riset pengukuran korupsi telah menjadi produk tersebut. Behavior belief akan mempengaruhi
utama Transparency International (TI) yang berpusat sikap terhadap perilaku (attitude toward
di Berlin, Jerman. Sejak berdirinya pada tahun 1995, TI behavior).
telah memberikan kontribusinya terhadap gerakan 2. Normative belief, yaitu keyakinan individu
global melawan korupsi, salah satunya melalui terhadap harapan normatif orang lain yang
peluncuran Corruption Perception Index (CPI). CPI menjadi rujukannya seperti keluarga, teman, dan
merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi konsultan pajak, serta motivasi untuk mencapai
pelaku usaha dan pakar terhadap korupsi di sektor harapan tersebut. Harapan normatif ini
publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pegawai membentuk variabel norma subjektif (subjective
negeri, penyelenggara negara dan politisi. Berdasarkan norm) atas suatu perilaku.
hasil survei CPI tahun 2015, Indonesia menempati 3. Control belief, yaitu keyakinan individu tentang
urutan 88 dari 168 negara yang diukur, dengan skor keberadaan hal-hal yang mendukung atau
3.6. menghambat perilakunya dan persepsinya tentang
Senada dengan itu, berdasarkan laporan tahunan seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi
Political andEconomic Risk Consultancy (PERC), yang perilakunya. Control belief membentuk variabel
berbasis di Hong Kong, dalam laporannya berjudul persepsi kontrol keperilakuan (perceived behavior
The Asian Intelligence Report 2016, menyebutkan control).
Indonesia masih menduduki peringkat kedua negara Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang
terkorup setelah India. Kondisi ini sangat dapat bertindak berdasarkan intense atau niatnya
memprihatinkan, terutama bila mengingat bahwa hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya.
Indonesia dalam survei PERC dari tahun ke tahun tidak Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas
pernah beranjak dari posisi-posisi bawah (tabel 2). dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada keyakinan
Berdasarkan hasil survei PERC tahun 2007-2016, bahwa target tingkah laku berada di bawah kontrol
Singapura dipersepsikan sebagai negara terbersih dari kesadaran individu tersebut atau suatu tingkah laku
16 negara di kawasan Asia Pasifik. Kunci keberhasilan tidak hanya bergantung pada atensi seseorang,
Singapura dalam pencegahan dan penindakan korupsi melainkan juga pada faktor lain yang tidak ada di
terfokus terhadap 4 (empat) hal, yaitu Effective Anti- bawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan
Corruption Agency; Effective Acts (or Laws); Effective sumber dan kesempatan untuk menampilkan tingkah
Adjudication; dan Efficient Administration. Seluruh laku tersebut. Secara skematik, Theory of Planned
pilar tersebut dilandasi oleh strong political will Behavior dapat digambarkan dalam bagan 1.
against corruption dari pemerintah. Reformasi 4.3. Tinjauan Umum Direktorat Jenderal Bea dan
birokrasi dalam upaya pemberantasan korupsi di Cukai
Singapura dilakukan secara konsisten dan 4.3.1. Pengertian Bea dan Cukai
berkesinambungan, selaras dengan adagiumNo one, Istilah customs (Inggris) merujuk pada kegiatan
not even top government officials are immuned from pemungutan biaya atas barang-barang dagang yang
investigation and punishment for corruption. masuk dan keluar daratan Inggris pada zaman dahulu,
4.2. Intensi Perilaku Anti Korupsi sedangkandouane (Perancis) berasal dari bahasa
Pada dasarnya korupsi merupakan perilaku yang Persia divan, yang artinya register atau orang yang
dimunculkan oleh individu secara sadar dan disengaja. memegang register.
Setiap perilaku yang dilakukan secara sadar berasal Istilah bea berasal dari vyaya (Sansekerta), yang
dari potensi perilaku (perilaku yang belum terwujud berarti ongkos, sedangkan cukai berasal dari kata
secara nyata), yang diistilahkan dengan intensi (Wade serapan bahasa India. Istilah inilah yang kemudian
dan Tavris, 2007). Potensi intensi perilaku tersebut memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.
adalah sikap, yang terdiri dari 3 (tiga) faktor, yaitu Pengertian kepabeanan berdasarkan ketentuan
kognisi, afeksi dan psikomotor. Ketiganya bersinergi Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
membentuk suatu perilaku tertentu. 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
Berkaitan dengan masalah perilaku, salah satu 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan adalah segala
teori yang sering digunakan adalah Theory of Reasoned sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas
Action (teori perilaku beralasan) yang dikemukakan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah
oleh Fishbein dan Ajzen (1975:124). Teori ini

130 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

pabean serta pemungutan bea masuk (invoerrechten) penindakan yang tegas dan audit kepabeanan dan
dan bea keluar (uitvoerrechten). cukai yang tepat;
Pengertian cukai berdasarkan ketentuan Pasal 1 5. Membatasi, mengawasi, dan/atau mengendalikan
angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 produksi, peredaran dan konsumsi barang
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik
Tahun 1995 tentang Cukai adalah pungutan negara dapat membahayakan kesehatan, lingkungan,
guna mewujudkan kesejahteraan bangsa yang ketertiban, dan keamanan masyarakat melalui
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang instrumen cukai yang memperhatikan aspek
mempunyai sifat atau karakteristik tertentu. keadilan dan keseimbangan; dan
Lembaga Bea Cukai resmi dibentuk pada tanggal 1 6. Mengoptimalkan penerimaan negara dalam
Oktober 1945 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. bentuk bea masuk, bea keluar, dan cukai guna
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun menunjang pembangunan nasional.
1948 tentang Lapang Kerja, Susunan, Pimpinan, dan Menurut Abidin (2011:5), pada tataran global
Tugas Kewajiban Kementerian Keuangan, istilah telah menjadi suatu konvensi (kesepakatan
Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Internasional) DJBC memiliki peran-peran, yaitu:
Jawatan Bea dan Cukai, yang bertahan sampai tahun 1. Fasilitator perdagangan (trade facilitator).
1965. Setelah tahun 1965 hingga saat ini dikenal DJBC diharapkan mampu menekan ekonomi biaya
dengan nama DJBC. tinggi terutama yang berhubungan dengan proses
Berdasarkan Pasal 234 Peraturan Menteri penyelesaian pengeluaran barang di pelabuhan
Keuangan Nomor 206.3/PMK.01/2014 tentang dan sekaligus dapat menciptakan iklim
Perubahan Atas PMK Nomor 168/PMK.01/2012 perdagangan yang kondusif melalui pencegahan
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal terjadinya illegal trade (perdangangan illegal).
DJBC, terdapat 16 kantor wilayah, 3 kantor pelayanan 2. Mendukung industri dalam negeri (industrial
utama, 117 kantor pengawasan dan pelayanan, 148 assistance).
kantor bantu pelayanan bea dan cukai, serta 692 pos DJBC diharapkan mampu melindungi industri
pengawasan bea dan cukai untuk melakukan fungsi dalam negeri dari masuknya barang-barang secara
pelayanan dan pengawasan kepada masyarakat. illegal dan membantu untuk meningkatkan daya
saing industri dalam negeri.
4.3.2. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Bea dan Cukai 3. Memungut penerimaan negara(revenue collector).
DJBC adalah nama dari sebuah instansi DJBC diharapkan mampu mengoptimalkan
pemerintah di bidang kepabeanan dan cukai yang penerimaan negara dari sektor perdagangan
kedudukannya berada digaris depan wilayah wilayah internasional (bea masuk dan pajak-pajak dalam
kesatuan Republik Indonesia. rangka impor lainnya) dan sektor cukai, dengan
DJBC mempunyai tugas menyelenggarakan didukung oleh upaya pencegahan terhadap
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemungkinan terjadinya kebocoran-kebocoran
pengawasan, penegakan hukum, pelayanan, dan penerimaan negara.
optimalisasi penerimaan negara di sektor kepabeanan 4. Melindungi masyarakat (community protector).
dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan DJBC diharapkan mampu mencegah
perundang-undangan. Untuk menyelenggarakan tugas masuknyabarang-barang yang dapat merusak
tersebut,DJBC (2011) mempunyai fungsi utama, mental dan moral masyarakat serta menggangu
sebagai berikut: keamanan nasional.
1. Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri Penerimaan negara melalui cukai adalah menjadi
melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan tugas DJBC. Untuk menjalankan tugasnya tersebut,
dan cukai yang tepat sasaran; undang-undang memberikan kewenangan kepada
2. Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang Pejabat Bea Cukai berdasarkan ketentuan Pasal 33
kondusif dengan memperlancar logistik impor dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
ekspor melalui penyederhanaan prosedur Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
kepabeanan dan cukai serta penerapan sistem 1995 tentang Cukai, yaitu:
manajemen risiko yang handal; 1. Mengambil tindakan yang diperlukan atas barang
3. Melindungi masyarakat, industri dalam negeri, dan kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait
kepentingan nasional melalui dengan barang kena cukai berupa penghentian,
pengawasandan/atau pencegahan masuknya pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk
barang impor dan keluarnya barang ekspor yang menjalankan undang-undang ini;
berdampak negatif dan berbahaya yang dilarang 2. Mengambil tindakan yang diperlukan berupa tidak
dan/atau dibatasi oleh regulasi; melayani pemesanan pita cukai atau tanda
4. Melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor, pelunasan cukai lainnya; dan
dan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai 3. Mencegah barang kena cukai, barang lainnya yang
lainnya secara efektif dan efisien melalui terkait dengan barang kena cukai, dan/atau sarana
penerapan sistem manajemen risiko yang handal, pengangkut.
intelijen, dan penyidikan yang kuat, serta Di samping kewenangan yang bersifat umum,
undang-undang memberikan kewenangan khusus

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 131


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

kepada Direktur Jenderal karena jabatan atau atas sehingga biaya handling di pelabuhan/kawasan
permohonan dari orang yang bersangkutan, pabean menjadi lebih murah. Cara menggunakan
berdasarkan ketentuan Pasal 40 huruf a Undang- fasilitas ini adalah sebelum barang impor tiba,
Undang Nomor 39 Tahun 2007tentang Perubahan Atas Importir dapat mengajukan PIB pada Kantor Bea
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Cukai.
yaitu: 2. Penundaan pembayaran bea masuk/pembayaran
1. Membetulkan surat tagihan atau surat keputusan berkala (differed payment).
keberatan, yang dalam penerbitannya terdapat Differed payment adalah fasilitas pemberian kredit
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau pembayaran bea masuk pada pengusaha, terutama
kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang- pengusaha produsen dalam rangka impor yang
undang ini; mempunyai reputasi baik. Pada dasarnya fasilitas
2. Mengurangi atau menghapus sanksi administrasi pembayaran berkala semacam pemberian kredit
berupa denda dalam hal sanksi tersebut kepada importir, senilai pembayaran sejumlah bea
dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena masuk tertentu dan pada batas waktu yang
kekhilafan atau bukan karena kesalahannya. ditetapkan secara akumulatif (sesuai jumlah PIB
Berdasarkan undang-undang tersebut, Direktur nya) wajib dilunasi/dibayar, sehingga fasilitas ini
Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi dapat membantu pengusaha (importir/eksportir)
administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai mengatur arus kas/keuangannya dan sekaligus
sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan, bukan dapat menekan biaya handling dipelabuhan dan
kesalahan yang disengaja, atau kesalahan tersebut memperoleh keuntungan bunga (cost of money).
terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak 3. Jalur hijau, jalur merah, dan jalur kuning.
mempunyai hubungan usaha dengan serta tanpa a. Jalur hijau adalah suatu fasilitas yang
sepengetahuan dan persetujuannya. diberikan kepada importir, wajib membuat
Menurut Sugianto (2008:63),Pejabat Bea Cukai PIB dan dilakukan pemeriksaan dokumen PIB
berwenang melakukanpemeriksaan,yaitu: tanpa pemeriksaan fisik barang, maksudnya
1. Pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain importir akan memperoleh jalur hijau apabila
yang digunakan untuk menyimpan barang kena importir dalam pengajuan PIB memenuhi
cukai dan/atau barang lainnya terkait dengan kriteria, sebagai berikut:
barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya 1) Uraian jenis barang jelas dan spesifik;
atau memperoleh pembebasan cukai; 2) Karena spesifik mudah diperiksa
2. Memeriksa bangunan/tempat lain yang secara klasifikasi tarifnya, klasifikasi tarif benar;
langsung/tidak langsung berhubungan dengan 3) Harga nilai pabean dapat diterima;
tempat penyimpanan. Tindakan ini dilakukan 4) Tidak ada nota intelligent;
mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan ada 5) Tidak ada perintah pemeriksaan
kemungkinan ada pemindahan barangkena cukai random/acak oleh komputer; dan
oleh pihak yang bersangkutan; 6) Importir mempunyai reputasi yang baik.
3. Memeriksa tempat usaha penyalur, tempat b. Jalur merah adalah
penjualan eceran, atau tempat lain bukan rumah perlakuan pabean atas PIB karena memenuhi
tinggal yang didalamnya terdapat barang kena kriteria, sebagai berikut:
cukai; dan 1) Uraian jenis barang
4. Memeriksa barang kena cukai dan/atau barang tidak jelas dan tidak spesifik. Contohnya:
lainnya terkait dengan barang kena cukai yang one lot of spare parts dan tekstil;
berada di tempat penyimpanan 2) Karena tidak jelas dan tidak spesifik,
4.3.3. Fasilitas Prosedural Kepabeanan klasifikasi tarif tidak jelas;
Fasilitas prosedural adalah fasilitas berupa 3) Harga nilai pabean tidak dapat diterima/
kemudahan yang ditawarkan kepada pengusaha meragukan;
pelayaran dan importir/eksportir dalam kawasan 4) Ada atau tidak ada nota intelijen;
proses pembongkaran, penimbunan, pemeriksaan, dan 5) Ada atau tidak ada perintah pemeriksaan
pengeluaran barang dari dan ke kawasan pabean random/acak oleh komputer; dan
dengan tujuan untuk mendorong efisiensi rantai 6) Importir mempunyai reputasi yang
distribusi barang dan memperlancar proses kurang baik.
pengeluaran barang (efisiensi waktu) dan akan c. Jalur merah bersyarat (jalur kuning).
berdampak efisiensi biaya (cost of money). Sejarah jalur kuning adalah bentuk jalur hijau
Ada beberapa fasilitas prosedural yang tersedia karena sesuatu hal (ada nota intelligent atau
pada sistem pemeriksaan Pemberitahuan Impor perintah pemeriksaan random komputer)
Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang menjadi jalur merah bersyarat atau jalur
(PEB), yaitu: kuning adalah perlakuan pabean atas PIB
1. PIB mendahului pemberitahuan umum (pre karena memenuhi kriteria, yaitu:
notification). 1) Uraian jenis barang jelas dan spesifik;
Fasilitas pre natification diberlakukan agar proses 2) Karena spesifik, klasifikasi tarif benar;
pengeluaran barang dari pelabuhan berjalan cepat 3) Harga nilai pabean dapat diterima;

132 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

4) Tidak ada atau ada nota intelijen; Kantor Bea Cukai karena memerlukan
5) Ada perintah pemeriksaan random/acak pertimbangan aspek ekonomis, keamanan, dan
oleh komputer; dan pengamanan hakhak negara.
6) Importir baru atau Importir mempunyai 7. Pemeriksaan di gudang importir atau
reputasi (track record) yang kurang baik. eksportir.
4. Vooruitslag. Fasilitas pemeriksaan di gudang importir
Vooruitslag adalah fasilitas pengeluaran barang disediakan dengan tujuan agar barang-barang
terlebih dahulu dengan menyerahkan dokumen impor tersebut tidak terlalu lama ditimbun di
pabean kemudian. Kepala Kantor Bea Cukai dapat pelabuhan/kawasan pabean sehingga dapat
menyetujui vooruitslag dengan menyerahkan menghemat biaya handling di pelabuhan. Tata cara
jaminan sebesar bea masuk dan pajakpajak memanfaatkan fasilitas pemeriksaan di gudang
lainnya, yaitu: importir sebagai berikut:
a. Apabila syaratsyarat telah dipenuhi, berupa a. Mengajukan permohonan kepada Kepala
izin dari Kepala Kantor dan bukti telah Kantor BeaCukai;
menyerahkan jaminan telah ada maka barang b. Apabila Kepala Kantor Bea Cukai menyetujui
impor tersebut dapat segera dikeluarkan. akan memerintahkan petugas Bea Cukai untuk
b. Apabila dalam jangka waktu telah ditetapkan mengawasi dan mengawal pengeluaran
kekurangan surat izin BKPM telah barang dari Kawasan Pabean;
disampaikan, maka jaminan bank atau uang c. Barang tersebut sebelum dikeluarkan harus
dikembalikan. Apabila dalam jangka waktu disegel dan dikawal sampai di gudang
telah ditetapkan dokumen perpanjangan importir;
belum dipenuhi, maka jaminan dapat d. Gudang tempat penyimpanan atau kontainer
dicairkan sebagai penerimaan negara. tetap disegel oleh Bea dan Cukai sampai
5. Eigen Losing. proses pengajuan dokumen PIB ke Bea dan
Eigen losing adalah fasilitas membongkar di Cukai;
tempat bongkar sendiri, untuk memperoleh izin e. Pemeriksaan dilakukan setelah mengajukan
eigen losing perlu diperhatikan unsur PIB ke Kantor Bea Cukai.
keberlanjutan aktivitas bongkar (continuity) 4.3.4. Pencapaian Kinerja Penerimaan Bea dan
bukan bersifat incidental, sehingga penempatan Cukai
petugas Bea Cukai dilakukan secara bergilir dan Tugas dan target utama DJBC adalah memungut
terjadwal. Prosedur untuk memperoleh fasilitas bea masuk dan cukai atas barang-barang yang berasal
eigen losing, sebagai berikut: dari luar daerah pabean (luar negeri). Besarnya tarif
a. Pabrik/produsen mengajukan permohonan untuk setiap elemen dalam menghitung dan
kepada Kepala Kantor BeaCukai dengan memungut bea masuk, cukai, dan PDRI harus
menyebutkan alamat dan peta lokasi. disesuaikan dengan besarnya tarif yang telah
Pemohon menyediakan tempat pemeriksaan ditentukan dalam perundang-undangan. Bea masuk
pabean dan wajib mentaati ketentuan pabean; merupakan sebuah elemen penting dalam proses
b. Kepala Kantor memerintahkan untuk penghitungan, karena besar/kecilnya bea masuk, akan
melakukan pemeriksaan fisik lokasi dan mempengaruhi besar kecilnya pajak impor yang
infrastruktur yang tersedia berkaitan dengan dipungut, termasuk PPh 22 impor, PPN impor, maupun
proses pemeriksaan pabean; PPnBM impor. Semakin besar bea masuk yang
c. Bila memenuhi syarat dan disetujui maka dipungut, semakin besar PPh 22 impor, PPN & PPNBm
akan dikeluarkan Surat Keputusan Kepala impor yang diterima, begitu juga sebaliknya.
Kantor Bea Cukai menetapkan lokasi tersebut Pada tahun 2016, berdasarkan Rancangan
sebagai Pos Bea Cukai dan wajib dijaga oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Petugas Bea Cukai; (RAPBN-P), beban target yang diberikan kepada
d. Petugas Bea Cukai yang bertugas di lokasi Pos Kepabeanan sebesar Rp.186,527,027.00dengan
Bea Cukai berhak biaya kompensasi perincian, bea keluar sebesar Rp.2,883,234.00; bea
akomodasi dan transport atas beban masuk sebesar Rp.37,203,870.00; dan cukai sebesar
pemohon. Rp.146,439,923.00. Namun, realisasi penerimaan
6. Truck Losing. Kepabeanan pada tahun 2016, meleset dari beban
Fasilitas truck losingadalah fasilitas pengeluaran target yang telah ditetapkan tersebut. Kepabeanan
tanpa melewati gudang dan langsung dimuat hanya berhasil mengumpulkan penerimaan negara
diatas truk, untuk kemudian dikeluarkan dari sebesar Rp.164,981,653.22atau 88.45 persen dari
kawasan pabean, biasanya diberlakukan atas target RAPBN-P. Adapun rincian pemerimaannya,
barangbarang in bulk, seperti pupuk, beras, gula, untuk bea keluar sebesar Rp.1,433,086.35 (49.70%);
scrap iron, dll.Secara umum izin truck losing cukup bea masuk sebesar Rp.18,309,799.11 (49.21%); dan
diberikan oleh Kepala Hanggar dan/atau Kepala cukai sebesar Rp.53,009,077.57 (36.20%).Selain dari
Seksi Pabean, namun untuk barang khusus penerimaan bea keluar, bea masuk, dan cukai tersebut,
permesinan, izin bahan peledak, barangbarang Kepabeanan juga melakukan pungutan negara atas
stratejik lainnya harus diberikan oleh Kepala PDRI sebesar Rp.92,229,690.19 (DJBC, 2016).

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 133


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Pergerakan kinerja penerimaan Kepabeanan Meningkatkan resiko korupsi juga lebih realistis
tahun 2016 yang menurun dari tahun-tahun dilakukan oleh aparat lain seperti KPK, Kepolisian,
sebelumnya, dapat dilihat pada tabel 3. Kejaksaan, atau aparat penegak hukum lain. Perlu
4.4. Variabel Terjadinya Korupsi Di Sektor Bea dan dikaji untuk sanksi pidana yang lebih berat,uang
Cukai pengganti dalam jumlah besar, memiskinkan
Tindak pidana korupsi dalam bentuk matematis koruptor, dan lain lain. Akan tetapi, tentunya hal
dapat dirumuskan sebagai berikut: ini perlu diatur terlebih dahulu dalam peraturan
Ko = f (N, K, R) perundang-undangan.
Ko = perbuatan korupsi 4. Untuk menjaga sistem bekerja dengan baik maka
N = niat perlu diciptakan early warning system terjadinya
K = kesempatan korupsi, seperti laporan audit BPK dan pelaporan
R = resiko melakukan korupsi harta kekayaan. Early warning system dapat juga
Ko berbanding lurus dengan N dan K; berbanding dilakukan melalu metode survei, tetapi harus
terbalik dengan R. Akan tetapi, variabel Ko, N, K, dan R ditindaklanjuti untuk menghindari sistem yang
mempunyai hubungan yang sangat kompleks dan korup (failure) ke depan.
saling tergantung satu sama lain. Dapat dirumuskan 5. Secara bersamaan Bea dan Cukai harus berusaha
dalam persamaan berikut ini: menggalang partisipasi masyarakat untuk
Ko = f (N, K, R) mendukung sistem pada Bea dan Cukai. Hal ini
N = f (Ko, K, R, e) dapat dilakukan dengan keterbukaan informasi,
K = f (Ko, N, R, e) pendidikan masyarakat, atau kampanye pada
R = f (Ko, N, K, e) masyarakat.
e = hal lain yang mempengaruhi. 6. Maintenance dan Sustainability.
Dalam bentuk sederhana persamaan perbuatan Karena niat untuk korupsi selalu tinggi sementara
korupsi dapat dirumuskan sebagai berikut: usaha-usaha untuk menghilangkan kesempatan
Ko = (aN * bK)/cR sampai tingkatan nol adalah mustahil, maka perlu
a, b, dan c adalah konstanta. diantisipasi kegagalan sistem yang lain yang
Dengan memahami rumus dari perbuatan korupsi sebelumnya tidak bisa diprediksi. Dengan niat
(Ko) maka pemberantasan korupsi berarti yang tinggi maka para pelaku korupsi akan
menghilangkan/menurunkan nilai Ko dengan cara merubah cara atau modus korupsi dalam bentuk
menurunkan variabel niat (N) dan kesempatan (K) lain seperti pengalihan tempat korupsi ke tempat
serta menaikkan variabel resiko (R). Dengan lain atau bentuk-bentuk yang lain. Untuk itu,
mempertimbangkan ketiga variable tersebut, maka sistem yang telah dibangun perlu dijaga dan
kemungkinan terjadinya korupsi dapat dilihat pada ditingkatkan terus-menerus oleh pihak Bea dan
tabel 4. Cukai atau oleh lembaga lain seperti KPK.
Pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor 4.5. Pemetaan Resiko dan Peluang Korupsi
Bea dan Cukai dengan cara praktis, sistematis, dan Korupsi di sektor Bea dan Cukai sarat motif
komprehensif melalui penerapan ketiga variabel ekonomi dan politik, para pelakunya adalah pejabat
tersebut, yaitu: dan petugas Bea Cukai di pusat maupun daerah.
1. Memperkecil niat. Mereka mengamankan korupsi dengan menggandeng
Dengan cara perbaikan remunerasi agar lembaga pemerintah lain, khususnya penegak hukum
kebutuhan Pejabat/Petugas Bea Cukai mencukupi dan perbankan untuk menjadi pendukung dan
untuk suatu ukuran tertentu. Namun, upaya ini perlindung mereka. Lubang-lubang yang memicu
tidak akan bertahan lama dan tidak terukur kemunculan korupsi adalah administrasi dokumen;
keberhasilannya sebab nilai-nilai masyarakat dan inspeksi dan pemeriksaan; isu-isu keamanan
derasnya arus sikap hidup materialistis dan pengiriman kargo; dan isu-isu dinamika perdagangan
hedonis dari dalam dan luar negeri akan internasional yang legal maupun illegal.
mengalahkan usaha-usaha ini. Upaya dalam Program anti korupsi di Kementerian Keuangan
memperkecil niat korupsi hanya terbatas pada dilaksanakan melalui pemetaan atau identifikasi
perbaikan remunerasi saja dan tidak berfokus sumber-sumber korupsi. Inspektorat Jenderal bersama
pada usaha-usaha lain, seperti pendidikan anti Unit Kepatuhan Internal (UKI) Eselon I telah
korupsi, kampanye, sosialisasi, atau kegiatan- melakukan pemetaan/identifikasi sumber-sumber
kegiatan lainnya yang sejenis. korupsi. Setelah melaksanakan audit kinerja kerja
2. Memperkecil kesempatan pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan, Inspektorat
Hal ini lebih realistis dilakukan, disebabkan Jenderal memproses hasil pemetaan sumber-sumber
analisis terjadinya korupsi (failure of system) lebih korupsi sebagai Tema Pengawasan Unggulan.
ke arah keahlian dan hasil kajian. Perbaikan Linden dalam bukunya Integrity in Customs,
sistem dapat dilakukan pihak lain atau dilakukan sebagaimana dikutip Campos dan Pradhan(2016:432-
sendiri oleh Bea dan Cukai. Upaya untuk 434), melakukan pemetaan resiko dan lubang-lubang
memperkecil kesempatan diprediksi akan berhasil korupsi di sektor Bea dan Cukai, sebagai berikut:
pada suatu tingkatan tertentu (0<K<1). 1. Pemrosesan dokumen impor, ekspor, dan transit.
3. Meningkatkan resiko a. Mempercepat pemrosesan dokumen;

134 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

b. Mengabaikan isi kargo tidak sesuai dengan secara formal dikenal dengan nama Custom
yang tercatat di dokumen; Cooperation Council (CCC), didirikan pada tahun
c. Mengeluarkan ijin ekspor fiktif atau 1952, di Brussel, Belgia, yang beranggotakan 180
menyediakan klasifikasi HS yang keliru; dan negara peserta.Indonesia telah menjadi anggota
d. Mengijinkan barang transit dijual ke WCO, sejak tanggal 30 April 1957.
konsumen lokal. WCO telah menghasilkan 17 (tujuh belas)
2. Asesmen asal, nilai, dan klasifikasi barang. konvensi internasional yang berkaitan dengan
a. Tidak melakukan semua asesmen selain ketentuan, peraturan, dan prosedur kepabeanan dalam
mengisi sesuai kemauan penyuap; rangka pemberiankemudahan perdagangan
b. Memalsukan jenis barang untuk intenasional. Selain itu, telah melahirkan sebuah
merendahkan tarif; dan deklarasi berkaitan dengan integritas Bea dan Cukai.
c. Menerima pernyataan keliru negara asal Deklarasi yang dikenal sebagai Arusha Declaration
agar penyuap mendapatkeuntungan dari tahun 1993 yang berisi daftar 12 (dua belas) langkah
aturan permainan tarif. spesifik yang bisa diambil instansi Bea dan Cukai demi
3. Inspeksi fisik, pengujian, dan pembongkaran mencegah korupsi atau paling tidak membantu dalam
kargo. mendeteksinya, yaitu:
a. Memilih petugas inspeksi yang mau 1. Customs legislation should be clear and precise.
menyetujui keinginan penyuap; Import tariffs should be moderated where possible.
b. Tidak melakukan inspeksi namun The number of rates should be limited.
mengesahkan dokumen inspeksi; Administrative regulation of trade should be
c. Mempengaruhi hasil inspeksi; dan reduced to the absolute minimum. There should be
d. Mempercepat inspeksi. as few exemptions to the standrad rules as possible;
4. Administrasi konsesi, skema penundaan dan 2. Customs procedures should be simple, consistent,
penolakan, serta skema pengembalian. and easily accessible, and should include a
a. Mengijinkan penyuap melepas barang ke procedure for appealing against decisions of the
pasar domestik seolah itu bukan barang impor customs, with the possibility of recourse to
sehingga menekan harga pasar; independent adjudication in the final instance. They
b. Tidak mendenda atau menolak dokumen yang could be based on the Koyto Convention and should
keliru; be so framed as to reduce to a minimum the
c. Mengijinkan penyuap menukar barang impor inappropriate exercise of discretion;
dengan barang ekspor sehingga penyuap 3. Automation (including EDI) is a powerful tool
mendapatkan bantuan pajak dan tidak terkena against corruption, and its utilisation should have
tarif; priority;
d. Mengijinkan penyuap menukar barang impor 4. In order to reduce the opportunities for malpractice,
dengan barang ekspor sehingga penyuap customs managers should employ such measures as
mendapatkan bantuan pajak dan tidak terkena strategic segregation of functions, rotation of
tarif; assigments and random allocation of examinations
e. Mengijinkan penyuap menarik atau among customs officers and, in certain
membatalkan ekspor fiktif; dan circumstances, regular relocation of staff;
f. Mengijinkan penyuap meneruskan transit 5. Line managers should have prime responsibility for
meski tanpa dokumen yang benar. identifying weaknesses in working methods and in
5. Melakukan audit paska pengesahan, dengan the integrity of their staff, and for taking steps to
menerima suap untuk mempengaruhi hasil rectify such weaknesses;
temuan audit. 6. Internal and external auditing are essential,
6. Menerbitkan surat ijin impor, penggudangan, dan effective internal auditing being a particularly
status pedagang, dengan menerima suap untuk useful means of ensuring that customs procedures
mendapakan surat-surat ijin tersebut. are appropriate and are being
7. Memproses dokumen mendesak, dengan implementedcorrectly. The internal auditing
menerima suap untuk mendapatkan penanganan arrangements should be complemented by an
khusus atau mempercepat ijin. internal affairs unit that has the specific task of
4.6. Strategi Menghadapi Resiko Korupsi Di Sektor investigating all cases of suspected malpractice;
Bea Dan Cukai 7. The management should instil in its officers loyalty
4.6.1. Peranan World Customs Organizationdalam and pride in their service, an esprit de corps and a
Mencegah Korupsi. desire to co-operate in measure to reduce their
World Customs Organization (WCO)merupakan exposure to the possibility of corruption;
organisasi dunia antar pemerintah yang independen 8. The processes for the recruitment and advancement
yang mempunyai misi untuk mendorong efektifitas of customs officers shpuld be objective and immune
dan efisiensi administrasi pabean dalam mencapai from interference. They should include a means of
tujuannya, yaitu memberikan kemudahan indentifying applicants who have, and are likely to
perdagangan, perlindungan kepada masyarakat, dan maintain, a high standard of personal ethics;
mengumpulkan penerimaan bagi pemerintah. WCO

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 135


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

9. Customs officers should be issued with a Code of (Whistleblowing) Serta Tata Cara Pelaporan dan
Conduct, the implications of which should be fully Publikasi Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan
explained to them. There should be effective Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan
disciplinary measures, which should include the Kementerian Keuangan.
possibility of dismissal; WiSe merupakan sistem berupa aplikasi
10. Customs officers should receive adequate pengaduan yang dapat digunakan sebagai wadah
professional training throughout their careers, untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi di
which should include coverage of ethics and lingkungan Kementerian Keuangan.
integrity issues; Pembangunanaplikasi WiSe memperhatikan 4 (empat)
11. The remuneration received by customs officers prinsip, yaitu kerahasiaan, mudah dan cepat,
should be sufficient to afford them a decent terintegrasi, dan pemantauan. Aplikasi WiSe
standard of living, and may in certain circumstance memungkinkan interaksi 2 (dua) arah, dari pelapor
include social benefits such as health care and kepada Itjen dan sebaliknya, atau bersifat interaktif.
housing facilities, and/or incentive payments Kemampuan interaksi 2 (dua) arah ini diharapkan
(bonuses, rewards, etc.); menjadi terobosan bagi pemberantasan korupsi secara
12. Customs adminitrations should foster an open and khusus, maupun berbagai pelanggaran di lingkungan
transparent relationship with customs brokers and Kementerian Keuangan secara umum.
with the relevant sectors of the business DJBC sendiri telah menggunakan Sistem Aplikasi
community. Liaison committees are useful in the Pengaduan Masyarakat (Sipuma) yang dikelola Pusat
respect. Kepatuhan Internal (Puski) untuk untuk menampung,
Deklarasi Arusha mengandung 2 (dua) unsur, mengelola, dan menindaklanjuti pengaduan
yaitu penyederhanaan prosedur dan manajemen SDM masyarakat terkait integritas dan pelayanan yang
yang tepat. Deklarasi ini menghasilkan Integrity diberikan para pejabat/petugas Bea dan Cukai.
Developtment Guide, sebuah perangkat integritas 2. Pencegahan.
komprehensif yang dirancang secara khusus untuk a. Value dan perilaku.
Telah dirumuskan nilai-nilai dan perilaku
membantu institusi terkait dalam
utama Kemenkeu, yaitu integritas,
mengimplementasikan prinsip-prinsip yang terdapat profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan
di dalam Deklarasi Arusha; mereformasi dan kesempurnaan.
modernisasi cukai dari perspektif memerangikorupsi; b. Kode etik.
serta membuat perbaikan integritas menjadi batu Seluruh unit eselon I Kemenkeu telah
penjuru bagi aktivitas apapun. mempunyai dan mensosialisasikan kodeetik
Terkait penyederhanaan tarif, Konvensi Kyoto serta mensosialisasikan pada pegawainya.
WCO menyediakan cetak biru bagi prosedur cukai 3. Penindakan.
modern dan pengelolaannya lewat cara yang a. Reward.
komprehensif dan terstruktur. Konvensi ini Kemenkeu mempunyai mekanisme penilaian
menekankan pentingnya kerja sama dengan dunia kerja, ditegaskan melalui KMK
bisnis untuk menghentikan perilaku suap. Oleh karena No.454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan
itu, semua prosedur kebijakan dan implementasi Bea Kinerja Di Lingkungan Kementerian
dan Cukai harus dapat terukur dan teruji secara Keuangan, yang meliputi pengelolaan kinerja
transparan dan legal. Untuk itu, Bank Dunia dan organisasi dan pengelolaan kinerja pegawai.
lembaga internasional lain bersedia mendukung Selain itu, tiap unit eselon I juga menerbitkan
reformasi tarif dan cukai di negara manapun demi Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja,
terciptanya perdagangan dunia yang bebas korupsi. melakukan penilaian perilaku pegawai selama
4.6.2. Program Anti Korupsi semester I, kemudian penilaian perilaku
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Kemenkeu pegawai dan capaian IKU sampai dengan
dalam memerangi korupsi, yaitu: semester II.
1. Pengawasan. b. Punishment.
Inspektorat Bidang Investigasi bekerjasama Kemenkeu memiliki PMK
dengan Inspektorat I, Biro Bantuan Hukum dan Biro No.29/PMK.01/2007 tentang Pedoman
Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Peningkatan Disiplin PNS yang diimplikasikan
Jenderal, menyusun peraturan yang memuat tentang oleh setiap unit eselon I menerbitkan laporan
bagaimana agar penanganan pengaduan dapat bulan ketertiban pegawai.
terintegrasi untuk seluruh Kementerian Keuangan, Menurut Gupta, Engelschalk, dan Mayville dalam
dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan bukunyaAn Anticorruption Strategy for Revenue
No.103/PMK.09/2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Administration, sebagaimana dikutip Campos dan
dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran Pradhan(2016: 436), bahwa dwi tunggal strategi
(Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian mengatasi korupsi di sektor Bea dan Cukai memiliki 6
Keuangan jo. Keputusan Menteri Keuangan No. (enam) langkah untuk mengatasi niat jahat (mens rea)
149/KMK.09/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan dan dan perbuatan jahat (actus reus), serta 11 (sebelas)
Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran langkah menutup kesempatan korupsi.

136 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Enam langkah untuk mengatasi mens rea dan 2. Pilar proses bisnis dilaksanakan dengan berbagai
actus reus dalam tindak pidana korupsi di sektor Bea cara, yaitu:
dan Cukai, yaitu: a. Melalui penetapan dan penyempurnaan
1. Etos elit dan jiwa korsa; Prosedur Operasi Standar (Standard
2. Perkembangan karir yang positif; Operating Procedure) yang memberikan
3. Upah berbasis kompetisi perfoma; kejelasan dan memuat janji layanan;
4. Sanksi tegas bagi perilaku korup; b. Analisa dan evaluasi jabatan;
5. Insentif bagi perfoma yang tinggi; dan c. Penerapan sistem peringkat jabatan dan
6. Survei dan pengawasan yang transparan dan pengelolaan kinerja berbasis balance score
reliabel. card; dan
Sebelas langkah dalam rangka menutup d. Pembangunan berbagai sistem aplikasi
kesempatan korupsi di sektor Bea dan Cukai, yaitu: e-goverment;
1. Kerangka legal yang detail untuk mengurangi 3. Pilar sumber daya manusia dilakukan melalui:
celah penyimpangan; a. Peningkatan disiplin;
2. Prosedur evaluasi yang terklarifikasi; b. Pembangunan assessment center;
3. Komputerisasi dan otomatisasi; c. Diklat berbasis kompetensi;
4. Inspeksi berbasis analisis resiko; d. Pelaksanaan merit system;
5. Supervisi dan kontrol yang kuat; e. Penataan SDM;
6. Transaksi yang transparan; f. Pembangunan SIMPEG; dan
7. Persyaratan ijin yang transparan; g. Penerapan reward and punishmentsecara
8. Rotasi pejabat atau petugas; konsisten.
9. Fungsionalisasi organisasi; Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh
10. Unit audit internal; dan Kemenkeu tersebut telah memberikan dampak positif
11. Survei dan pengawasan. bagi peningkatan kinerja pelaksanaan tugas, dan
Inti fokus pertama adalah meningkatkan kualitas peningkatan pelayanan dan kepercayaan masyarakat,
layanan dan integritas kemitmen SDM pejabat dan serta mendorong dan menginspirasi kementerian
petugas sektor Bea dan Cukai agar terbebas dari segala lainnya untuk melakukan hal yang sama. Dengan
jenis korupsi. Inti fokus kedua adalah mereformasi keberhasilan ini, Presiden Republik Indonesia
sistem manajemen sektor Bea dan Cukai demi kemudian menetapkan Peraturan Presiden Nomor 81
transparansi dan akuntabilitas layanan. Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
Konvensi Kyoto menambahkan strategi ketiga 2010-2025, menargetkan tercapainya 3 (tiga) sasaran
untuk melengkapi strategi di atas, yaitu kerjasama utama, yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas
antar negara dan dengan lembaga internasional organisasi; pemerintah yang bersih dan bebas KKN;
untukmengatasi bersama masalah penyeludupan dan serta peningkatan pelayanan publik.
tarif perbatasan demi lancarnya perdagangan Dalam rangka mengakselerasi pencapaian sasaran
internasional. Kerjasama ini jelas membutuhkan hasil tersebut, maka Pemerintah menerbitkan
payung hukum bersama dan dari regulasi legal Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
internasional itulah WCO menghimbau negara-negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014
anggotanya untuk merevisi perundangan tarif dan tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas (ZI)
cukai mereka. Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) Dan
Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani (WBBM) Di
4.6.3. Reformasi Birokrasi Pada Kantor Bea dan Lingkungan Instansi Pemerintah.
Cukai Salah satu reformasi birokrasi di tubuh
Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah Kementerian Keuangan adalah reformasi DJBC, di
awal untuk melakukan penataan terhadap sistem mana DJBC merupakan unit eselon I berada di bawah
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif, dan dan bertanggung jawab kepada Kemenkeudan
efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara dipimpin oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
cepat, tepat, dan profesional. Survei opini stakeholders (pengguna layanan)
Pada tahun 2007, Kemenkeu melakukan tahun 2015 (Kementerian Keuangan, 2015),
Reformasi Birokrasi secara besar-besaran yang mendeskripsikan rerata indeks kinerja spesifik pada
dilaksanakan melalui 3 (tiga) pilar utama, yaitu: unit layanan DJBC adalah sebesar 3,69(tabel 5). DJBC
1. Pilar organisasi dilakukan melalui berbagai cara, secara umum mengalami penurunan indeks kinerja
yaitu: sebesar 0,05 dari 3,97 pada tahun 2014 menjadi 3,92
a. Melalui penajaman tugas dan fungsi; pada tahun 2015.
b. Pengelompokkan tugas-tugas yang koheren; Hal ini menunjukkan bahwa pengguna layanan
c. Eliminasi tugas yang tumpang tindih; dan menilai kinerja layanan DJBC masih di bawah kategori
d. Modernisasi kantor baik di bidang perpajakan, baik (skor <4,00) dan perlu untuk ditingkatkan.
kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, Beberapa aspek layanan DJBC yang perlu ditingkatkan
kekayaan negara, dan fungsi-fungsi keuangan dapat dilihat pada tabel 6.
negara lainnya. 4.6.4. Upaya Pencegahan Korupsi Melalui
PembangunanZona Integritas

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 137


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang 8. Penerapan whistleblower system tindak pidana
diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan korupsi (bobot 6%).
dan jajarannya mempunyai komitmen untuk 9. Pengendalian gratifikasi (bobot 6%).
mewujudkan WBK dan WBBM melalui reformasi 10. Penanganan benturan kepentingan (conflicts of
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi Interest) dengan bobot 6%.
dan peningkatan kualitas pelayanan publik. 11. Kegiatan pendidikan/pembinaan dan promosi anti
Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah korupsi (bobot 6%).
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang 12. Pelaksanaan saran perbaikan dari BPK/KPK/APIP
memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, (bobot 5%).
penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen 13. Penerapan kebijakan pembinaan purna tugas
SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan (bobot 4%).
akuntabilitas kinerja. 14. Penerapan kebijakan pelaporan transaksi
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) keuangan yang tidak sesuai dengan profil oleh
adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit PPATK (bobot 6%).
kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen 15. Rekrutmen secara terbuka (bobot 3%).
perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem 16. Promosi jabatan secara terbuka (bobot 3%).
manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan 17. Mekanisme pengaduan masyarakat (bobot 6%).
akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas 18. Pelaksanaan e-procurement (bobot 6%).
pelayanan publik. 19. Pengukuran kinerja individu (bobot 3%).
Untuk menjadikan DJBC sebagai WBK dan WBBM, 20. Keterbukaan informasi publik (bobot 3%).
harus memenuhi 8 (delapan) indikator hasil dan 20 Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar
(dua puluh) indikator proses yang akan dinilai oleh DJBC dapat ditetapkan sebagai WBK atau WBBM,
Inspektorat Jenderal sebagai Tim Penilai Internal sebagai berikut:
Sementara untuk mendapatkan predikat WBBM, unit- 1. Syarat DJBC dapat ditetapkan sebagai WBK,
unit tersebut harus melalui proses penilaian oleh Tim yaitu:
Penilai Nasional yang terdiri dari Kementerian a. Memiliki nilai total (pengungkit dan hasil)
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi minimal 75;
Birokrasi, KPK, dan Ombusdman. b. Memiliki nilai komponen hasil Terwujudnya
Unsur atau komponen indikator hasil penilaian Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN
WBK/WBBM, sebagai berikut: minimal 18, dengan nilai sub komponen
1. Nilai indeks integritas (nilai WBK 7,0 dan WBBM Survei Persepsi Anti Korupsi minimal 13,5 dan
7,5). sub komponen Persentasi TLHP minimal 3,5.
2. Penilaian kinerja unit pelayanan publik (nilai WBK 2. Syarat DJBCditetapkan sebagai WBBM, yaitu:
550 dan WBBM 750). a. Memiliki nilai total (pengungkit dan hasil)
3. Persentase kerugian negara (KN) yang belum minimal 85;
diselesaikan (nilai WBK 0% dan WBBM 0%). b. Memiliki nilai komponen hasil
4. Persentase maksimum temuan in-efektif (nilai Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan
WBK 3% dan WBBM 2%). Bebas KKN minimal 18, dengan nilai sub
5. Persentase maksimum temuan in-efisien(nilai komponen Survei Persepsi Anti Korupsi
WBK 5% dan WBBM 3%). minimal 13,5 dan sub komponen
6. Persentase maksimum jumlah pegawai yang Persentasi TLHP minimal 3,5;
dijatuhi hukuman disiplin karena penyalahgunaan c. Memiliki nilai komponen hasil
keuangan (nilai WBK 1% dan WBBM 0%). Terwujudnya Peningkatan Kualitas
7. Persentase pengaduan masyarakat yang belum Pelayanan Publik kepada Masyarakat
ditindaklanjuti (nilai WBK 5% dan WBBM 0%). minimal 16.
8. Persentase pegawai yang dijatuhi hukuman WBK atau WBBM adalah suatu proses untuk
karena tindak pidana korupsi (nilai WBK 0% dan menjadikan DJBC menjadi sebuah Island of Integrity
WBBM 0%). atau Zona Integritas. KPPBC TMC Kediri yang telah
Unsur atau komponen indikator proses penilaian meraih penghargaan sebagai WBK dan WBBM sejak
WBK/WBBM, sebagai berikut: tahun 2013, harus menjadi pilot project dan
1. Penandatanganan dokumen pakta integritas benchmark untuk dapat menjadi percontohan
(bobot 5%). penerapan pada unit-unit kerja DJBC lainnya.
2. Pemenuhan kewajiban LHKPN (bobot 6%).
3. Pemenuhan akuntabilitas kinerja (bobot 6%). 5. KESIMPULAN
4. Pemenuhan kewajiban pelaporan keuangan Dari pemetaan resiko dan peluang korupsi
(bobot 5%). sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan
5. Penerapan kebijakan disiplin PNS (bobot 5%). di atas, terdapat 5 (lima) wadah lubang-lubang korupsi
6. Penerapan kode etik khusus (bobot 4%). di sektor Bea dan Cukai, yaitu:
7. Penerapan kebijakan pelayanan publik (bobot 1. Kantor pusat dan daerah pengurusan administrasi
6%). tarif dan bea cukai;

138 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

2. Kantor pelaksana tugas domestik di pelabuhan, data yang tidak lengkap atau bahkan tak ada. Akses ke
bandara, dan stasiun peti kemas; sumber-sumber data juga tidak mudah dilakukan.
3. Kantor pelaksana tugas diperbatasan antar negara 6.3. Rekomendasi
(terkait penyeludupan barang impor maupun Reformasi birokrasi DJBC dalam rangka mencegah
ekspor); dan mempercepat pemberantasan korupsi, perlu
4. Divisi pengawasan dan audit kelembagaan tarif dilakukan perubahan secara sungguh-sungguh dan
dan bea cukai; dan berkelanjutan terhadap pola pikir (mindset) dan
5. Manajemen atas di kantor pusat dan daerah. budaya kerja (culture set) guna meningkatkan
Pemberantasan dan pencegahan tindak pidana integritas dan kinerja birokrasi. Untuk mengefektifkan
korupsi di sektor Bea dan Cukai, dapat dilakukan perubahan mindset dan culture set, diperlukan adanya
dengan cara sebagai berikut: role model. Terkait pelaksanaan internalisasi budaya
1. Merivisi perundang-undangan dan regulasi yang anti korupsi, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan
disesuaikan dengan standar internasional, antara pejabat dengan pelaksana. Namun, para pejabat
sekaligus melakukan kontrak kerjasama dengan harus menjadi role model dalam penerapan budaya
negara lain dan lembaga internasional untuk anti korupsi. Sosok seorang pemimpin adalah manusia
menstabilkan tarif dan cukai; yang luar biasa (extraordinary person), tentang
2. Memperbaiki manajemen Bea dan Cukai dengan akhlaknya, kejujuran, serta sikap tegasnya karena
SDM yang berkualitas dan memperkenalkan pemimpin harus menjadi suri teladan buat semuanya.
penggunaan teknologi baru untuk otomatisasi dan Sosialisasi terkait budaya antikorupsi harus dilakukan
akurasi pemrosesan dan pengawasan. terlebih dahulu terhadap para pejabat kemudian
Reformasi lewat 2 (dua) arah tersebut dapat kepada para pelaksana.
diimplementasikan dalam 7 (tujuh) langkah strategi Somoga di masa yang akan datang, seluruh unit di
antikorupsi, sebagai berikut: Kementerian Keuangan mendapatkan penghargaan
1. Harmonisasi dan simplifikasi prosedur di dalam WBBM dan WBK. Untuk itu, diharapkan DJBC mampu
sektor maupun dalam kerjasama dengan sektor menjaga visi, misi, dan komitmen, untuk menjadi
lain; institusi kepabeanan dan cukai terkemuka di dunia.
2. Otomatisasi pemrosesan dan supervisi aplikasi
teknologi demi menutup kecurangan lewat online; DAFTAR PUSTAKA
3. Transparasi dan akuntablitas perfoma sistem Sumber Buku
dengan menguatkan pengawasan, inspeksi, dan Abdussalam, R. 2007.Kriminologi. Jakarta: Restu
auditing secara internal maupun eksternal; Agung.
4. Menguatkan profesionalisme dan integritas staf Ajzen, Icek. 2005. Attitudes, Personality, and Behavior.
lewat pemberian insentif bagi kinerja yang baik UK: Open University Press-McGraw Hill
dan sanksi tegas bagi yang melanggar; Education.
5. Melindungi sistem layanan dan keluhan konsumen Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu
demi menyempurnakan sistem; Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
6. Menguatkan umpan balik eksternal dengan Campos, Edgardo dan Sanjay Pradhan. 2016. Lubang-
mengakomodasi partisipasi aktif publik dan lubang Korupsi Di Semua Sektor. Yogyakarta:
media; dan Merkid Press
7. Menegakkan pakta integritas untuk klien sektor, Fishbein, Martin dan IcekAjzen. 1975. Belief, Attitude,
sehingga jika terbukti dokumen mereka palsu atau Intention, and Behavior: An Introduction to
menyuap dapat langsung ditindak tegas. Theory and Research. MA: Addison-Wesley.
Hamzah, Andi. 2007. Pemberantasan Korupsi Melalui
6. IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN Hukum Pidana Nasional dan Internasional.
REKOMENDASI Jakarta: Raja Grafindo Persada.
6.1. Implikasi Hamzah, Andi dan Siti Rahayu. 1993. Suatu Tinjauan
Setelah mengetahui titik lemah di sektor Bea dan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia.
Cukai serta sinyal peringatan yang perlu diwaspadai Jakarta: Akademika Pressindo.
terkait gejala-gejala terjadinya korupsi di sektor Bea Huntington, Samuel. 1968. Political Order in Changing
dan Cukai, maka penelitian ini memberikan implikasi Societies. CT: Tale University Press.
untuk memperbaiki sistem secara mendasar dan Klitgaard, Robert. 2005. Membasmi Korupsi. Jakarta:
menyeluruh. Tanpa dilengkapi pengetahuan yang Yayasan Obor Indonesia.
ditawarkan penelitian ini, upaya mencegah dan 1. Koeswadji, H. Hadiati.1994. Korupsi Di
memberantas korupsi di sektor Bea dan Cukai, Indonesia Dari Delik Jabatan Ke Tindakan
diibaratkan sebagai tambal sulam kebocoran perahu. Pidana Korupsi.Bandung: Citra Aditya Bakti.
6.2. Keterbatasan Lopa, Baharuddin dan Moh. Yamin. 1987. Undang-
Studi tentang korupsi dihadapkan kepada teori Undang Tindak Pidana Korupsi (Undang-
korupsi yang ambivalen serta determinan korupsi Undang Nomor 3 Tahun 1971) Berikut
yang sangat complicated. Dalam normative legal Pembahasan Serta Penerapannya Dalam
research, penulis dihadapkan kepada permasalahan Praktik. Bandung: Alumni.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 139


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

2. Lubis, Mochtar dan James C. Scott. 1995. Kamus


Bunga Rampai Korupsi. Jakarta: LP3ES. 4. Black, Henry Campbell. 1990. Korupsi. Blacks
Mangunhardjana, A. 1997. Isme-Isme dalam Etika Dari Law Dictionary.St. Paul Minnesota: West
A Sampai Z. Yogyakarta: Kanisus. Publishing.
Sholehuddin, M. 2003. Sistem Sanksi dalam Hukum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Pidana Ide Dasar Double Track Sistem dan Indonesia. 1995.Korupsi. Kamus Besar Bahasa
Implementasinya, Jakarta: Rajawali Press. Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Soejono dan H. Abdurahman. 2003. Metode Penelitian Kellerman, F. Dana. 1978. Korupsi. The New Lexicon
Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Websters International Dictionary Of The
3. Suhartoyo. 2014. Implementasi Asas Equality English Language. Volume 1 p 1014.New York:
Before The Law; dalam Pemberantasan Tindak The English Language Institute of America Inc.
Pidana Korupsi Dapat Meningkatkan
Kewaspadaan Nasional Guna Mempertangguh Naskah dari Internet
Ketahanan Nasional. Jakarta: Lembaga BADAN INFORMASI GEOSPASIAL. 2014. INDONESIA
Ketahanan Nasional RI. MEMILIKI 13.466 PULAU YANG TERDAFTAR
Sugianto. 2008. Pengantar Kepabeanan dan Cukai. DAN BERKOORDINAT. DIAKSES DARI
Jakarta: Grasindo. HTTP://WWW.BAKOSURTANAL.GO.ID/BERIT
Surachmin dan Suhandi Cahaya. 2011. Strategi dan A-SURTA/SHOW/INDONESIA-
Teknik Korupsi; Mengetahui Untuk Mencegah. MEMILIKI13466PULAU-YANG-TERDAFTAR-
Jakarta: Sinar Grafika. DANBERKOORDINAT/ PADATANGGAL 8
Suradi. 2006. Korupsi dalam Sektor Pemerintahan dan AGUSTUS 2016.
Swasta mengurai Pengertian Korupsi, Direktorat Jenderal Bea Cukai. 2011. Visi, Misi, dan
Pendeteksian, Pencegahannya dan Etika Bisnis. Fungsi Utama. Diakses dari
Yogyakarta: Gava Media. http://www.beacukai.go.id/arsip/abt/visi-
Soemodihardjo, R. Diyatmiko. 2008. Mencegah dan misi-dan-fungsi-utama.html/pada tanggal 10
Memberantas Korupsi, Mencermati Agustus 2016.
Dinamikanya di Indonesia. Jakarta: Prestasi -----------. 2016. Data Statistik Kepabeanan. Diakses
Pustaka Publisher. dari
Wade, C. dan C. Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta: http://www.beacukai.go.id/statistik.html/pad
Erlangga. a tanggal 10 Agustus 2016.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tanpa Tahun.
Jurnal Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan
Jin Wei, Sang. 1999. Corruption in Economic Tinggi.Diakses dari
Development: Beneficial Grease, Minor, http://www.suwarnatha.org/wpcontent/uplo
Annoyance, or Major Obstacle? Journal Police ads/2016/02/DAMPAK-MASIF-KORUPSI-
Research Working Paperp 204. PPT.pdf/pada tanggal 10 Agustus 2016.
Leff, Nathaniel. 1964. Economic Development Through Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2016. Bandar
Bureaucratic Coruuption, JournalAmerican Udara. Diakses dari
Behavioral Scientist p 8-14. http://hubud.dephub.go.id/?id/bandara/inde
Mauro, P. 1995. Corruption and x/ pada tanggal 8 Agustus 2016.
Growth.QuarterlyJournal of Economics.Volume Kementerian Keuangan dan Universitas Gadjah Mada.
110 p 681-712. 2015. Laporan 3 Survei Kepuasan Pengguna
Mulyadi, Mahmud. 2008. Perlindungan Terhadap Anak Layanan Kementerian Keuangan Republik
Yang Berkonflik Dengan Hukum: Upaya Indonesia Tahun 2015. Diakses dari
Menggeser Keadilan Retributif Menuju http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/fil
Keadilan Restoratif. Jurnal Equality. Volume es/Laporan%203%20(Kuesioner%20A%20d
13 No. 1 p 85. an%20B)%2027122015.pdf pada tanggal 29
Nawatmi, Sri. 2003. Korupsi dan Pertumbuhan November 2016.
Ekonomi-Studi Empiris 33 Provinsi di Transparency International Indonesia. 2015. Survei
Indonesia. Jurnal Dinamika, Akutansi, Persepsi Korupsi 2015, Diakses dari
Keuangan, dan Perbankan. Volume 2 No. 1p https://www.ti.or.id/media/documents/2015
76. /0916/i/p/ipk_2015_laporan_akhir.pdf/pada
Shleifer, Andrei dan Robert W. Vishny. 1993. tanggal 11 Agustus 2016.
Corruption.Quarterly Journal of Yuntho, Emerson. 2013. Korupsi dan Bea Cukai,
Economics.Volume 3 p 108. Diakses dari
http://print.kompas.com/KOMPASART00000
Karya Ilmiah 00000000000003113216/ pada tanggal 18
Muladi, Mahmud. 2006. Revitalisasi Alas Filosofis Agustus 2016.
Tujuan Pemidanaan dalam Penegakan Hukum.
Makalah. Medan: Sumatera Utara. Naskah Produk Kebijakan

140 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun1945. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan
Nepotisme. Jakarta: Visimedia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bandung: Fokusindo Mandiri.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 141


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

LAMPIRAN

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi Di Indonesia Tahun 2007-2016

NO. TAHUN PERTUMBUHAN INDEKS PERSEPSI


EKONOMI KORUPSI
1. 2007 6,35 23
2. 2008 6,01 26
3. 2009 4,55 28
4. 2010 6,81 28
5. 2011 6,44 30
6. 2012 6,19 32
7. 2013 5,56 32
8. 2014 5,02 34
9. 2015 4,79 36

Tabel 2. Ranking Table of the Political and Economic Risk ConsultancysAnnual Report 2007-2016

COUNTRY 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Australia 0.83 0.98 1.40 1.47 1.39 1.28 2.35 2.55 2.61 2.67
Cambodia 9.10 8.50 8.10 8.30 9.27 6.83 7.84 8.00 7.75 7.75
China 6.29 7.98 7.30 6.70 7.93 7.00 7.79 7.10 6.98 7.50
Hong Kong 1.87 1.80 1.74 1.75 1.10 2.64 3.77 2.95 3.17 3.40
India 6.67 7.25 6.50 8.23 8.67 8.75 8.95 9.15 8.01 8.13
Indonesia 8.03 7.98 7.69 9.07 9.25 8.50 8.83 8.85 8.09 8.00
Japan 2.10 2.25 2.63 2.63 1.90 1.90 2.35 2.08 1.55 3.00
Macao 5.18 3.30 3.75 5.71 4.68 2.85 4.23 3.65 4.58 6.15
Malaysia 6.25 6.37 7.00 6.05 5.70 5.59 5.38 5.25 4.96 6.95
Philippines 9.40 9.00 7.68 8.25 8.90 9.35 8.28 7.85 7.43 7.05
Singapore 1.20 1.13 0.92 0.99 0.37 0.67 0.74 1.60 1.33 1.67
South 6.30 5.65 4.97 4.88 5.90 6.90 6.98 7.05 6.28 6.17
Korea
Taiwan 6.23 6.55 5.85 5.62 5.65 5.45 5.36 5.31 5.00 6.08
Thailand 8.03 8.00 6.76 7.33 7.55 6.75 6.83 8.25 6.88 7.67
USA 2.28 1.83 2.71 1.89 1.39 2.59 3.82 3.50 4.59 4.61
Veitnam 7.54 7.75 7.40 7.13 8.30 7.75 8.13 8.73 8.24 7.92

142 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Tabel 3. Data Realisasi Penerimaan Negara Pada Sektor Kepabeanan Tahun 2010-2016

TAHUN BEA KELUAR BEA MASUK CUKAI PDRI TOTAL REALISASI


(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (%)

2010 8,788,289.32 20,023,426.84 66,091,300.20 110,649,484.16 205,552,500.52 257.50


2011 28,827,090.32 25,344,500.47 77,052,571.01 139,940,566.93 271,164,728.73 236.79
2012 21,478,172.61 28,366,441.63 94,856,391.70 163,730,485.37 308,431,491.31 235.07
2013 15,993,885.11 31,864,160.19 108,471,342.18 175,135,395.49 331,464,782.97 216.43
2014 11,361,017.06 32,715,739.06 118,287,653.83 193,755,395.30 356,119,805.25 204.98
2015 3,815,536.82 31,559,920.89 144,561,592.25 174,169,877.79 354,106,927.75 181.60
2016 1,433,086.35 18,309,799.11 53,009,077.57 92,229,690.19 164,981,653.22 88.45

Tabel 4. Kemungkinan Terjadinya Korupsi

NIAT KESEMPATAN RESIKO KEMUNGKINAN


0 0 Tidak 0
relevan
1 0 Tidak 0
relevan
0 1 Tidak 0
relevan
1 1 Kecil Kemungkinan
korupsi besar
1 1 Besar Kemungkinan
korupsi kecil
0<N<1 0<K<1 Relevan 0<Ko<1

Tabel 5. Indeks KInerja Layanan DJBC 2015

NO. ASPEK LAYANAN INDEKS


KINERJA
1. Bila terdapat kelebihan pembayaran bea/cukai atau biaya lain-lain, 3,33
saya/perusahaan dapat dengan mudah untuk menagih kembali.
2. Bila terdapat persyaratan jaminan, saya/perusahaan dapat dengan mudah 3,62
untuk memperoleh pembayaran kembali uang jaminan tersebut.
3. Semua informasi mengenai hak dan kewajiban dalam proses layanan bea 3,99
dan cukai dapat diakses dengan mudah.
4. Para pejabat/pelaksana yang terkait melaksanakan tugas sesuai pedoman 3,92
aturan.
5. Para pejabat/pelaksana yang terkait dalam pelaksanaan tugas, tidak 3,62
bersedia menerima pemberian/imbalan diluar aturan dari pengguna
layanan.
Rerata Indeks Kinerja Spesifik. 3,69

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 143


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Tabel 6. Beberapa Aspek Layanan DJBC Yang Perlu Ditingkatkan

NO. ASPEK LAYANAN YANG PERLU DITINGKATKAN SKOR

1. Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi. 3,87


a. Akses informasi tentang prosedur layanan mudah diperoleh. 3,99
b. Akses informasi mengenai ada/tidaknya biaya atas layanan disampaikan secara 3,96
terbuka.
c. Akses informasi mengenai besarnya standar biaya atas layanan disampaikan secara 3,83
terbuka.
d. Akses informasi mengenai besarnya standar waktu proses layanan disampaikan 3,68
secara terbuka.
e. Tersedia akses komunikasi bagi pengguna untuk menyampaikan keluhan. 3,71
2. Informasi Layanan (Persyaratan & Prosedur). 3,99
a. Informasi memuat semua persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh 3,97
layanan.
b. Informasi memuat semua prosedur layanan. 3,95
3. Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan. 3,90
a. Pelayanan diberikan secara adil sesuai dengan prosedur/ketentuan. 3,95
b. Proses/tahapan atau alur layanan bersifat sederhana sesuai dengan 3,86
prosedur/ketentuan.
4. Kemampuan dan Keterampilan Pegawai. 3,78
a. Pegawai dapat diandalkan dalam memberikan layanan. 3,82
b. Pegawai cekatan dalam memberikan layanan. 3,76
c. Pegawai memiliki keahlian yang baik dalam memberikan layanan. 3,80
d. Pegawai memiliki pemahaman yang baik terhadap substansi/peraturan terkait 3,71
layanan.
5. Lingkungan Pendukung. 3,79
a. Kantor Layanan memiliki sarana prasarana yang baik. 3,99
b. Kantor Layanan memiliki sistem informasi teknologi yang baik. 3,88
6. Waktu Penyelesaian Layanan. 3,80
a. Kantor Layanan memiliki jadwal pelayanan yang pasti. 3,98
b. Kantor Layanan memberikan layanan secara tepat waktu sesuai standar waktu yang 3,68
ditetapkan.
c. Kantor Layanan memiliki sistem untuk memonitor tahapan proses penyelesaian 3,73
layanan yang sedang dilalui.
7. Pembayaran Biaya sesuai Ketentuan. 3,93
a. Terdapat kepastian biaya terhadap layanan ini (Catatan: Untuk layanan gratis, tidak 3,90
ada biaya apapun dan untuk layanan berbayar, tidak ada biaya tambahan di luar tarif).
b. Untuk layanan berbayar, besarnya biaya/tarif sesuai dengan aturan/ketentuan. 3,90
c. Untuk layanan berbayar, besarnya tarif/biaya sesuai kewajaran. 3,90
8. Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran. 3,77
a. Pengenaan sanksi sesuai dengan prosedur operasional standar. 3,94
b. Tersedia mekanisme untuk pengajuan keberatan/banding terhadap sanksi yang 3,86
diberikan.
c. Aturan mengenai pengenaan sanksi/denda dikomunikasikan secara transparan. 3,83
d. Bilamana terdapat kelebihan pembayaran denda oleh pengguna, maka pengguna dapat 3,40
dengan mudah untuk menagih kembali.

144 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


ANALISIS MENGENAI LUBANG-LUBANG KORUPSI
DI SEKTOR BEA DAN CUKAI
Arfin, Arif Nugraha

Bagan 1. Konsep Theory of Planned Behavior

Behavioral Attitude Toward


Beliefs Behavior

Normative Subjective Norm Intention Behavior


Beliefs

Control Perceived
Beliefs Behavioral Control

Actual
Behaviora
l Control

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 145


Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016, Halaman 146-159

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH


FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati1, Ribut Nurul Tri Wahyuni2
1 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Email: 12.7440@stis.ac.id
2 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Email: rnurult@stis.ac.id
INFO ARTIKEL ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL Implementation of regional autonomy and fiscal decentralization since 2001, have changed the
Diterima Pertama pattern of education management from central government to local governments. In addition,
8 September 2016 local governments are also required to alocate education budget about 20 percent of the total
budget. Differences of potential areas will lead local governments to depend on transfers of
funds from central government to reach the target of 20 percent of the total budget. It indicates
Dinyatakan Dapat Dimuat flypaper effect of education spending of local governments in Indonesia. This study identifies
18 November 2016 flypaper effect of education spending of local governments by using spatial panel data model in
2011-2014. The result shows that elasticity of unconditional grant is higher than local revenue.
KEYWORDS: It can be interpreted that there is flypaper effect of education spending of local governments in
flypaper effect, Indonesia. For resolving flypaper effect, local governments can apply intensification and
unconditional grants, extensification of tax to increase local revenue.
conditional grants,
pengeluaran fungsi Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sejak 2001 telah mengubah pola
pendidikan. pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah
daerah juga dituntut untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari
total APBD. Fakta bahwa terdapat perbedaan potensi yang dimiliki oleh masing-masing
daerah menyebabkan pemerintah daerah akan mengandalkan dana transfer dari pemerintah
pusat untuk dapat mencapai target 20 persen dari total APBD. Hal tersebut mengindikasikan
kemungkinan terjadinya flypaper effect pada pengeluaran pemerintah daerah fungsi
pendidikan di Indonesia. Penelitian ini mengidentifikasi apakah ada flypaper effect pada
pengeluaran pemerintah daerah fungsi pendidikan dengan menggunakan model data panel
spasial tahun 2011-2014. Hasilnya menunjukkan bahwa elastisitas pengeluaran pemerintah
daerah fungsi pendidikan terhadap unconditional grants lebih tinggi dibandingkan PAD.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa telah terjadi flypaper effect pada pengeluaran
pemerintah daerah fungsi pendidikan di Indonesia. Untuk mengatasi adanya flypaper effect,
pemerintah daerah perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dalam rangka
peningkatan PAD.

1. PENDAHULUAN amandemen keempat menuntut pemerintah daerah


1.1. Latar Belakang untuk mengalokasikan dana pendidikan sekurang-
Salah satu upaya pemerintah untuk kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah Belanja Daerah (APBD). Hal tersebut diperkuat
melalui bidang pendidikan. Berdasarkan Undang- dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004, pendidikan 013/PUU-VI/2008 yang juga mengharuskan
menjadi salah satu bidang yang urusannya pemerintah menyediakan anggaran pendidikan
dilimpahkan kepada pemerintah daerah karena sekurang-kurangnya 20 persen dari APBD untuk
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan Sumber pendapatan dalam APBD yang dapat
termasuk pendanaannya menjadi tanggung jawab digunakan pemerintah daerah untuk
pemerintah daerah. menyelenggarakan pendidikan terdiri dari
Penyelenggaraan pendidikan yang mengacu pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan
pada Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016 146


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 1. Komponen Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2014
menurut Provinsi (Persen)

Kenyataan bahwa terdapat perbedaan potensi tahun ke tahun (Gambar 2). Pada tahun 2011, dana
yang dimiliki oleh masing-masing daerah transfer dari pusat yang diterima oleh pemerintah
menyebabkan terjadinya ketimpangan perolehan kabupaten/kota mencapai 292,45 triliun rupiah.
PAD. Data menunjukkan bahwa sumber penerimaan Kemudian meningkat menjadi 408,98 triliun rupiah
mayoritas pemerintah daerah di Indonesia didominasi pada tahun 2014. Kontribusi dana perimbangan
oleh dana transfer dari pemerintah pusat. Proporsi terhadap total penerimaan pemerintah
PAD terhadap total pendapatan daerah kurang dari 20 kabupaten/kota cukup besar yaitu sebesar 60,28
persen terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia persen pada tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan
(Gambar 1). Bagi daerah yang memiliki PAD yang kecil bahwa, dana perimbangan masih menjadi sumber
akan sangat kesulitan untuk memenuhi standar 20 utama bagi pemerintah daerah kabupaten/kota di
persen anggaran pendidikan dalam APBD (Kuswandi, Indonesia dalam membiayai kebutuhannya termasuk
2011). Pada akhirnya daerah tersebut akan upaya mencapai target anggaran pendidikan 20
mengandalkan dana perimbangan untuk dapat persen. Dalam hal ini, dana transfer yang berlebihan
mencapai target 20 persen anggaran pendidikan. Bila akan memberikan implikasi bagi daerah untuk
kondisi ketergantungan fiskal ini terus berlangsung, menggunakan anggaran secara tidak efisien
pembangunan daerah yang pesat akan berarti pula (Mardiasmo, 2009).
meningkatnya beban anggaran pusat (Kuncoro, 2004). Yu, Wang dan Tian (2015) menyatakan bahwa
terdapat dua pandangan berbeda terkait dengan
kemungkinan pengaruh transfer pemerintah pusat
terhadap pengeluaran pemerintah daerah. Di satu sisi,
teori ekonomi memprediksi respon pengeluaran
pemerintah daerah terhadap perubahan marginal dari
transfer seharusnya sama seperti pada pendapatan
mengingat bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) ke
pemerintah daerah meningkatkan sumber daya dari
daerah penerima. Di sisi lain, sebagian besar hasil
studi (Case, Hines dan Rosen, 1993; Revelli, 2000;
Moscone, Knapp, dan Tosetti, 2007; Karnik dan
Lalvani, 2008; Acosta, 2010; Arvate, Mattos dan
Rocha, 2013) menunjukkan bahwa dana transfer
mempunyai efek stimulatif lebih besar terhadap
pengeluaran pemerintah daerah daripada
peningkatan pendapatan pemerintah daerah yang
setara. Fenomena tersebut dikenal dengan flypaper
effect. Pendapat serupa disampaikan oleh Pevcin
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) (2011) bahwa pelaksanaan desentralisasi berpotensi
Gambar 2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah memberikan dampak negatif salah satunya terkait
di Indonesia Tahun 2011-2014 dengan ketidaksesuaian dalam sistem pembiayaan
(Miliar Rupiah) yang kemudian menyebabkan flypaper effect.
Selama periode 2011-2014, transfer untuk Penelitian yang menganalisis terjadinya
pemerintah kabupaten/kota selalu meningkat dari fenomena flypaper effect telah banyak dilakukan. Akan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 147


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

tetapi belum ada yang menganalisis flypaper effect 2.1. Flypaper Effect dan Interaksi Spasial
pada kategori pengeluaran tertentu. Menurut Case, Pengeluaran Pemerintah Daerah
Hines, dan Rosen (1993), tidak ada alasan untuk Desentralisasi pendidikan merupakan
mengasumsikan bahwa pola pengeluaran pemerintah desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan
yang saling bergantung adalah sama untuk semua dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek
kategori belanja. Penelitian sebelumnya telah pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah
menemukan bukti-bukti mengenai adanya keterkaitan daerah (Alisjahbana, 2000). Berdasarkan Peraturan
antar daerah terkait pengeluaran pemerintah (Case, Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2009,
Hines dan Rosen, 1993; Revelli, 2000; Karnik dan anggaran belanja fungsi pendidikan adalah alokasi
Lalvani, 2008; Elhorst dan Freret, 2009; Acosta, 2010; belanja fungsi pendidikan yang dianggarkan dalam
Yu, Wang dan Tian, 2015). Dalam memodelkan APBD untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan
pengeluaran pemerintah daerah, asumsi tidak adanya yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
interaksi spasial dalam pengambilan keputusan termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk
pengeluaran pemerintah daerah tidak seharusnya anggaran pendidikan kedinasan.
diabaikan. Mengabaikan keberadaan interaksi spasial Sumber utama pendapatan daerah menurut UU
antar daerah dapat menyebabkan overestimasi Nomor 33 tahun 2004 terdiri dari PAD, dana transfer
(Acosta, 2010). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dari pemerintah pusat dan lain-lain pendapatan yang
digunakan model panel spasial untuk menganalisis sah. Menurut Boadway dan Shah (2007), dana transfer
flypaper effect pada pengeluaran pendidikan dari pemerintah pusat dibagi menjadi dua kategori
pemerintah daerah fungsi pendidikan di Indonesia. yaitu unconditional grants dan conditional grants.
Penelitian dibatasi pada pengeluaran Unconditional grants merupakan dana transfer yang
pendidikan pemerintah daerah kabupaten/kota per ditujukan sebagai bantuan anggaran secara umum
provinsi di Indonesia pada tahun 2011-2014. Variabel tanpa ada ikatan atau aturan penggunaannya.
yang diduga berpengaruh terhadap pengeluaran Sedangkan conditional grants merupakan dana
pendidikan pemerintah daerah adalah PAD, transfer yang dimaksudkan untuk memberikan
unconditional grants, conditional grants, rasio jumlah insentif bagi pemerintah untuk melakukan program
murid terhadap jumlah penduduk, dan kepadatan tertentu. Di Indonesia, transfer dari pemerintah pusat
penduduk. terdiri dari dana bagi hasil (DBH), DAU, dan dana
alokasi khusus (DAK). DBH dan DAU termasuk
1.2. Rumusan Masalah unconditional grants. Sedangkan DAK termasuk dalam
Berdasarkan uraian sebelumnya, berikut ini kategori conditional grants (Brojonegoro dan Vazquez,
adalah rumusan masalah yang akan dijawab dalam 2002).
penelitian ini: Flypaper effect adalah suatu prediksi dimana
1. Bagaimana gambaran umum pengeluaran peningkatan dana transfer dari pemerintah pusat
pemerintah daerah fungsi pendidikan, cenderung lebih menstimulasi pengeluaran
pendapatan daerah berdasarkan sumbernya, pemerintah daerah dibandingkan dengan peningkatan
rasio jumlah murid terhadap jumlah penduduk, pendapatan daerah (Turnbull, 1998). Selain
dan kepadatan penduduk di Indonesia? dipengaruhi oleh pendapatan di daerah tersebut,
2. Apakah terjadi fenomena flypaper effect pada pengeluaran pemerintah daerah bisa juga dipengaruhi
pengeluaran pemerintah daerah fungsi oleh daerah sekitarnya. Menurut Manski dalam Yu,
pendidikan di Indonesia? Wang dan Tian (2015), interaksi fiskal antar daerah
3. Jika terjadi, kebijakan apa yang harus dilakukan bisa terjadi karena beberapa hal diantaranya:
oleh pemerintah daerah untuk mengatasi mimicking (perilaku meniru), competition (kompetisi),
fenomena flypaper effect? dan spillover. Sagbas dan Saruc (2004) menyebutkan
bahwa terdapat dua teori utama mengenai fenomena
1.3. TUJUAN PENELITIAN flypaper effect yaitu fiscal illusion dan the bureucratic
Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam model.
peelitian ini adalah sebagai berikut: Teori fiscal illusion menjelaskan flypaper effect
1. Memberikan gambaran umum pengeluaran dari sudut pandang masyarakat. Dalam hal ini
pemerintah daerah fungsi pendidikan, masyarakat mendapatkan informasi yang terbatas
pendapatan daerah berdasarkan sumbernya, mengenai anggaran pemerintah daerahnya.
rasio jumlah murid terhadap jumlah penduduk, Pemerintah telah menghasilkan output atau barang
dan kepadatan penduduk di Indonesia. publik yang diminta oleh masyarakat, tetapi
2. Mengidentifikasi terjadinya fenomena flypaper masyarakat mempunyai persepsi yang salah tentang
effect pada pengeluaran pemerintah daerah bagaimana barang publik dibiayai dan seberapa besar
fungsi pendidikan di Indonesia. bagian yang dibiayai menggunakan pendapatan
3. Merumuskan kebijakan yang tepat untuk mereka sendiri. Sedangkan menurut teori bureucratic
mengatasi fenomena flypaper effect. model, flypaper effect merupakan hasil dari perilaku
memaksimalkan anggaran oleh para birokrat, yang
2. KERANGKA TEORITIS DAN lebih mudah menghabiskan dana transfer daripada
PENGEMBANGAN HIPOTESIS meminta kenaikan pajak. Dalam hal ini flypaper effect

148 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

mungkin terjadi karena para birokrat mempunyai Fenomena tersebut kemudian disebut sebagai
pengetahuan lebih besar tentang dana transfer dan flypaper effect.
anggaran.
Pengaruh transfer terhadap kinerja fiskal 2.2. Penelitian Terdahulu
pemerintah telah dianalisis menggunakan kerangka Penelitian mengenai fenomena flypaper effect
kendala anggaran dan kurva indiferen oleh Wilde baik pada pengeluaran pemerintah secara umum
dalam Gorodnichenko (2001:11). Model umum maupun kategori tertentu telah banyak dilakukan di
pengaruh transfer terhadap kinerja fiskal bisa dilihat luar Indonesia. Hasil penelitian Arvate, Mattos dan
di gambar berikut. Rocha (2013) dengan menggunakan regresi data
panel, menunjukkan bahwa telah terjadi flypaper
effect pada pengeluaran pemerintah daerah fungsi
pendidikan di Brazil. Selain itu, ditemukan bahwa
respon pengeluaran pemerintah daerah fungsi
pendidikan kepada unconditional grants lebih elastis
dibandingkan kepada conditional grants. Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Ferede dan Islam (2015)
yang menggunakan data panel provinsi-provinsi di
Kanada tahun 1982-2008. Pada penelitian tersebut
ditemukan terjadinya fenomena flypaper effect yang
ditunjukkan oleh fakta bahwa dana transfer dari
pemerintah pusat yang berupa block grants memiliki
efek stimulatif terhadap pengeluaran pemerintah
fungsi pendidikan.
Perkembangan literatur mengenai keterkaitan
fiskal antar daerah melatarbelakangi peneliti-peneliti
lain untuk menggunakan analisis spasial dalam
Sumber: Gorodnichenko (2001) mengidentifikasi terjadinya fenomena flypaper effect.
Gambar 3. Efek Transfer Acosta (2010) melakukan penelitian untuk
mengidentifikasi terjadinya flypaper effect di Buenos
Pada Gambar 3, sumbu vertikal menunjukkan Aires tahun 1997 menggunakan analisis regresi
konsumsi barang privat dan sumbu horizontal spasial. Hasil penelitiannya menunjukkan terjadinya
menunjukkan konsumsi barang publik. Dasar teori fenomena flypaper effect dan adanya efek spillover.
analisis ini adalah bahwa masyarakat akan Yu, Wang dan Tian (2015) juga menggunakan analisis
memaksimalkan utilitas pada kendala anggaran (garis regresi spasial untuk mengidentifikasi terjadinya
Y dan Y+G). Setiap masyarakat dianggap sebagai satu flypaper effect pada pengeluaran pemerintah daerah
individu dengan preferensi yang digambarkan oleh untuk bidang pendidikan di China. Penelitian ini
kurva indiferen U0, U1 dan U2. Ketika pemerintah menemukan adanya interaksi spasial antar daerah
pusat memberikan transfer sebesar G, maka garis yang ditunjukkan oleh nilai koefisien spasial lag dan
kendala anggaran masyarakat akan bergeser dari Y ke spasial eror yang positif dan signifikan. Selain itu,
Y+G. Unconditional grants akan mengarahkan E0 ke tidak ditemukan adanya flypaper effect pada
EM, mengingat bahwa barang publik merupakan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan di China.
barang normal. Karena transfer tidak bersyarat,
tekanan fiskal pada basis pajak mengalami penurunan 2.3. Hipotesis Penelitian
sebesar T, sementara total pengeluaran pemerintah Berdasarkan kerangka teoritis dan penelitian
tetap meningkat. Satu sisi berharap bahwa transfer terdahulu yang sudah diuraikan sebelumnya,
pemerintah seharus mengurangi pajak warga hipotesis penelitian yang akan dibuktikan dalam
setempat karena pemerintah daerah tidak perlu penelitian ini adalah:
menaikkan pajak untuk membiayai penyediaan 1. Diduga ada fenomena flypaper effect pada
barang publik. Analisis ini menegaskan bahwa pengeluaran pendidikan pemerintah daerah
pengeluaran pemerintah daerah dalam penyediaan fungsi pendidikan di Indonesia.
barang publik tidak akan berbeda sebagai akibat dari 2. Diduga pengeluaran pemerintah daerah fungsi
penurunan pajak atau kenaikan transfer. pendidikan di suatu daerah dipengaruhi oleh
Para ekonom menemukan adanya anomali daerah sekitarnya.
dimana keseimbangan pasca transfer bukan pada titik
EM melainkan pada titik EFP yang dicirikan oleh 3. METODOLOGI PENELITIAN
pertumbuhan pada pajak dan pengeluaran Penelitian ini mencakup seluruh pemerintahan
pemerintah daerah. Dengan kata lain, transfer kabupaten/kota di Indonesia pada periode 2011-
pemerintah pusat merangsang pertumbuhan 2014. Untuk kepentingan analisis data
pengeluaran pemerintah daerah, dan mereka tidak kabupaten/kota diagregasi menjadi level provinsi.
menggantikan pendapatan pajak pemerintah daerah. Provinsi DKI Jakarta tidak termasuk dalam cakupan
penelitian ini karena otonomi daerah DKI Jakarta

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 149


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

tidak sampai level kabupaten/kota. Berdasarkan UU signifikan maka perlu melakukan uji lanjutan
Nomor 20 Tahun 2012, sejak 25 Oktober 2012 yaitu uji robust LM.
Kalimantan Utara resmi terbentuk sebagai hasil 7. Melakukan uji robust LM spatial lag dan robust
pemekaran provinsi Kalimantan Timur. Sehingga
LM spatial error. Pada tahap ini model yang
dalam penelitian ini, Kalimantan Utara digabung
dengan Kalimantan Timur yang merupakan provinsi terpilih merupakan model dengan p-value
induknya. Dengan demikian, penelitian ini mencakup kurang dari 5 persen.
32 provinsi dengan periode penelitian tahun 2010- 8. Melakukan uji hausman untuk menentukan efek
2014. terbaik.
Data yang digunakan diantaranya adalah data 9. Membentuk model terpilih dengan metode
pengeluaran daerah fungsi pendidikan, PAD, jumlah Maximum Likelihood. Jika model terpilih ada dua,
penduduk, kepadatan penduduk, unconditional grants,
maka model terbaik adalah model dengan nilai
conditional grants, dan jumlah murid. Data jv dalam
penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal AIC terkecil.
dari BPS, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 10. Melakukan uji asumsi normalitas residual.
dan Kementerian Agama. Data pengeluaran daerah Residual hanya diuji normalitas karena metode
fungsi pendidikan, PAD, unconditional grants, dan yang digunakan adalah Maximum Likelihood.
conditional grants, berasal dari survei keuangan
Model dasar yang digunakan pada penelitian ini
daerah kabupaten/kota oleh BPS. Data jumlah
mengacu pada model Arvate, Mattos, dan Rocha
penduduk dan kepadatan penduduk berasal dari
(2013), yaitu:
publikasi Statistik Indonesia oleh BPS. Data jumlah
murid berasal dari publikasi Statistik Pendidikan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan
publikasi Statistik Pendidikan Islam oleh Kementerian
merupakan pengeluaran pemerintah total
Agama.
perkapita, PAD merupakan PAD perkapita, UCG
Analisis meliputi analisis deskriptif dan analisis
merupakan unconditional grants perkapita, CG
inferensia. Analisis deskriptif berupa grafik dan peta
merupakan conditional grants perkapita,
tematik. Sedangkan analisis inferensia dilakukan
menggambarkan efek spesifik, dan adalah error.
menggunakan regresi data panel spasial. Adanya efek
Variabel kontrol (Kontrol) bertujuan untuk
spasial berupa spatial dependency dan spatial
menangkap variabel yang dapat memengaruhi sisi
heterogeinity menjadi alasan digunakannya
permintaan untuk pengeluaran pemerintah. Yu, Wang
ekonometrika spasial (Anselin, 1988). Pembentukan
dan Tian (2015) menggunakan variabel kontrol rasio
model dengan pendekatan spasial perlu adanya
jumlah murid terhadap total penduduk (PUPIL) dan
penimbang spasial yang nantinya akan dibentuk
kepadatan penduduk (POPDENS) untuk menganalisis
menjadi matriks penimbang (W). Penelitian ini
pengaruh transfer terhadap pengeluaran daerah
menggunakan penimbang spasial k-nearest neighbour.
fungsi pendidikan.
Menurut BPS (2011), secara umum provinsi-provinsi
Berdasarkan penjelasan diatas, model yang
di Indonesia hanya memiliki perbatasan langsung dan
digunakan dalam penelitian ini adalah:
tidak langsung dengan tiga provinsi lainnya sehingga k
dalam penelitian ini adalah tiga. Tiga provinsi terdekat
memiliki nilai , sedangkan provinsi lainnya
memiliki nilai .
Tahapan pemodelan menggunakan regresi data dimana
panel spasial adalah:
1. Menentukan matriks penimbang yang akan adalah komponen matriks penimbang spasial (W).
digunakan, yaitu k-nearest neighbor dengan k=3. EDU adalah pengeluaran daerah fungsi pendidikan
2. Melakukan pendeteksian adanya perkapita, yaitu belanja daerah yang dikeluarkan
multikolinearitas. untuk program yang terkait dengan sektor
3. Membentuk model regresi data panel. pendidikan, pemuda dan olahraga, perpustakaan dan
4. Melakukan uji LM spatial lag dan LM spatial error lainnya dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah
untuk menentukan model terbaik.
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
5. Jika hasil kedua uji LM spatial lag dan LM spatial dengan peraturan perundang-undangan dibagi
error tidak ada yang signifikan, maka model yang dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
terpilih adalah model data panel biasa. merupakan penjumlahan DAU dan DBH kemudian
6. Jika hasil uji LM signifikan salah satu, maka dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
model tersebut yang terpilih. Sedangkan jika DAU adalah dana yang bersumber dari Anggaran
kedua uji LM spatial lag dan LM spatial error Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan

150 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAN FAKTOR-FAKTOR YANG


Sedangkan DBH adalah dana yang bersumber dari MEMENGARUHINYA
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai 4.1.1. Pengeluaran Pemerintah Daerah Fungsi
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Pendidikan
desentralisasi. adalah DAK yang bersumber dari Pembangunan di bidang pendidikan telah
APBN dan dialokasikan ke daerah tertentu untuk menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam rangka
membantu mendanai kegiatan khusus yang mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan Pembangunan pendidikan diharapkan dapat
prioritas nasional dibagi dengan jumlah penduduk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Wujud
pertengahan tahun. adalah jumlah murid nyata pembangunan pendidikan dilaksanakan melalui
pendidikan formal dengan jenjang pendidikan dasar peningkatan pelayanan masyarakat dalam bidang
dan menengah di dibawah Kementrian Pendidikan pendidikan. Aspek penting dalam penyediaan
dan Kebudayaan serta Kementrian Agama dibagi pelayanan masyarakat bidang pendidikan adalah dana
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pendidikan. Pasal 31 UUD 1945 amandemen keempat
dikalikan seratus. adalah jumlah penduduk mengamanatkan pemerintah daerah untuk
pertengahan tahun dibagi dengan luas daerah (km2). mengalokasikan dana pendidikan sekurang-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN kurangnya 20 persen dari total APBD. Dengan adanya
4.1. GAMBARAN PENGELUARAN PEMERINTAH peraturan tersebut, diharapkan pemerintah daerah
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA dapat menyediakan pelayanan pendidikan yang lebih
baik.

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 4. Pengeluaran Pemerintah Fungsi Pendidikan Perkapita Kabupaten/Kota
di Indonesia Tahun 2011-2014 menurut Provinsi (Rupiah)

Pengeluaran daerah perkapita menunjukkan Kalimantan Timur dan Papua. Pengeluaran


seberapa besar pengeluaran yang digunakan untuk pendidikan kabupaten/kota perkapita tahun 2014 di
menyejahterakan perpenduduk di suatu daerah wilayah tersebut masing-masing sebesar 1,88 juta
(Direktorat Jenderal Perimbangan dan Keuangan, rupiah; 1,81 juta rupiah; dan 1,32 juta rupiah. Jumlah
2011). Belanja atau pengeluaran fungsi pendidikan penduduk yang sedikit sedangkan pendapatan daerah
perkapita dapat diartikan sebagai besarnya dana yang sangat tinggi menjadi penyebab utama adanya
dikeluarkan untuk pendidikan perpenduduk di suatu ketidakmerataan antar daerah. Tingginya alokasi
wilayah. Secara nasional, rata-rata pengeluaran fungsi anggaran perkapita di Papua ditambah dana otonomi
pendidikan kabupaten/kota perkapita pada tahun khusus yang diterimanya menyebabkan
2011 adalah sebesar 580 ribu rupiah. Angka tersebut bertambahnya pengeluaran pembangunan di Papua.
mengalami peningkatan menjadi 818 ribu rupiah pada Kabupaten/kota di Provinsi Aceh menduduki
tahun 2014. Peningkatan juga dialami oleh setiap peringkat keempat dengan pengeluaran pendidikan
daerah di Indonesia. perkapita tahun 2014 yaitu sebesar 1,31 juta rupiah.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pengeluaran Pengeluaran pendidikan perkapita di Aceh tinggi
pendidikan kabupaten/kota perkapita daerah-daerah karena kebijakan anggaran pendidikannya belum
di Pulau Jawa rendah dan di beberapa daerah di luar berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan
Jawa cukup tinggi. Kabupaten/kota yang mempunya tetapi lebih kepada pembangunan fisik. Pembangunan
rasio belanja pendidikan perkapita tertinggi berada di fisik dalam hal ini berupa pembangunan gedung
Provinsi Papua Barat, kemudian diikuti oleh Provinsi sekolah dan ruang kelas baru.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 151


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

Kabupaten/kota yang mempunyai pengeluaran dengan jumlah penduduk yang besar, sedangkan
pendidikan perkapita terendah tahun 2014 adalah pendapatan daerah terbatas.
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar Tingginya pengeluaran pemerintah daerah
549 ribu rupiah. Daerah lain yang juga mempunyai fungsi pendidikan merupakan suatu hal yang positif
pengeluaran pendidikan perkapita rendah adalah mengingat dana pendidikan merupakan syarat
Provinsi Banten dan Jawa Timur masing-masing terwujudnya pelayanan pendidikan yang baik. Akan
sebesar 608 ribu rupiah dan 671 ribu rupiah. tetapi perlu diperhatikan bagaimana penggunaannya
Rendahnya pengeluaran pendidikan perkapita dan bagaimana pemerintah daerah mendanai
kabupaten/kota di sebagian besar Pulau Jawa terkait pengeluaran tersebut.

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 5. PAD Perkapita Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2011-2014
menurut Provinsi (Rupiah)

4.1.2. PAD diiringi dengan peningkatan jumlah hotel dan


Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi restoran (Dewi dan Sisdayani, 2013). Hal tersebut
fiskal menuntut pemerintah daerah untuk mengelola menyebabkan besarnya pendapatan pajak daerah
sumber-sumber pendapatan yang dimiliki secara baik terutama dari pajak hotel dan restoran.
dan maksimal. Sumber utama pendapatan daerah Serupa dengan Provinsi Bali, PAD
yang dapat digunakan untuk membiayai kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau
penyelenggaraan kegiatan pendidikan terdiri dari PAD didominasi oleh perolehan pajak daerah. Dalam hal
dan dana transfer dari pemerintah pusat. ini, sektor pariwisata berkontribusi besar terhadap
Menurut Sumarsono (2009), PAD merupakan pajak daerah mengingat masing-masing
cerminan potensi ekonomi suatu daerah. Kenyataan kabupaten/kota di wilayah tersebut memiliki
bahwa potensi yang dimiliki oleh setiap daerah keunikan daya tarik wisata tersendiri (Tiara dan
berbeda-beda menyebabkan terjadinya kesenjangan Darsiharjo, 2013). Sedangkan PAD kabupaten/kota di
penerimaan PAD. Gambar berikut menunjukkan Provinsi Kalimantan Timur tidak hanya ditopang oleh
bahwa beberapa daerah yang memperoleh PAD tinggi, perolehan pajak daerah tetapi juga lain-lain PAD yang
sedangkan sebagian besar daerah memperoleh PAD sah. Lain-lain PAD yang sah meliputi hasil penjualan
rendah. Pada dasarnya, rendahnya perolehan PAD kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,
dikarenakan wilayah tersebut tidak memiliki basis pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar
pajak yang memadai untuk dapat meningkatkan rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan,
pendapatan (Yu, Wang dan Tian, 2015). ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
Kabupaten/kota dengan perolehan PAD dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
perkapita tinggi terletak di Provinsi Bali, Kepulauan daerah.
Riau, dan Kalimantan Timur. Pada tahun 2014,
perolehan PAD perkapita kabupaten/kota di Pulau
Bali merupakan yang tertinggi di Indonesia, yaitu
mencapai 1,18 juta rupiah. Kabupaten/kota di
Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur menempati
urutan berikutnya dengan PAD perkapita masing-
masing sebesar 780 ribu rupiah dan 729 ribu rupiah.

Besarnya PAD kabupaten/kota di Provinsi Bali


didominasi oleh perolehan pajak daerah.
Berkembangnya sektor pariwisata di Provinsi Bali

152 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

4.1.3. Unconditional Grants


Unconditional grants atau dana transfer tidak
bersyarat dari pemerintah pusat diberikan kepada
daerah untuk mengatasi ketidakseimbangan antara
belanja dan pendapatan daerah (Irawan dan Tacconi,
2016). Penyaluran unconditional grants selama
periode penelitian di beberapa daerah menunjukkan
peningkatan. Peningkatan tersebut menunjukkan
masih belum mandirinya beberapa daerah di
Indonesia.
Provinsi dengan penerimaan unconditional
grants tertinggi yaitu Papua Barat, Papua, dan
Kalimantan Timur. Pada tahun 2014, unconditional
grants perkapita kabupaten/kota di Papua Barat dan
Papua masing-masing mencapai 8,13 juta rupiah dan
6,4 juta rupiah. Menurut World Bank (2009), Papua
dan Papua Barat termasuk penerima transfer fiskal
pusat yang paling besar. Selain itu, kedua daerah
tersebut kaya akan sumber daya alam (SDA) seperti
emas, tembaga, perak, minyak bumi, gas alam, dan
batu bara. Ini menyebabkan penerimaan DBH SDA
kabupaten/kota di kedua daerah tersebut cukup
besar. Unconditional grants perkapita kabupaten/kota
di Kalimantan Timur tahun 2014 mencapai 5,9 juta
rupiah. Sebagian besar unconditional grants
kabupaten/kota di Kalimantan Timur berasal dari
pendapatan DBH SDA. Hal tersebut dikarenakan
Kalimantan Timur merupakan wilayah yang kaya
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) akan sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas
Gambar 6. Komponen PAD Perkapita (Kurniawati, 2012).
Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2014
menurut Provinsi (Ribu Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 7. Unconditional Grants Perkapita Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2011-2014
menurut Provinsi (Rupiah)

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 153


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 8. Conditional Grants Perkapita Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2011-2014
menurut Provinsi (Rupiah)

4.1.4. Conditional Grants 4.1.5. Jumlah Murid


Badrudin (2012) menjelaskan bahwa Dengan adanya UU Nomor 32 tahun 2004,
conditional grants yang berupa DAK diberikan oleh pengelolaan pendidikan dasar dan menengah menjadi
pemerintah pusat dengan tujuan untuk mendanai tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Jumlah
kegiatan khusus sebagai urusan daerah. Besarnya murid SD, SMP dan SMA sederajat di suatu daerah
DAK yang diterima pemerintah daerah berbeda-beda juga mencerminkan besarnya permintaan pelayanan
di setiap daerah. Secara umum, pemerintah pendidikan yang harus disediakan oleh pemerintah
kabupaten/kota di wilayah timur mendapat DAK daerah.
perkapita lebih besar dibandingkan pemerintah Jumlah murid Sekolah Dasar (SD), Sekolah
kabupaten/kota di wilayah barat. Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah
Pada tahun 2014, DAK perkapita Atas (SMA) sederajat di Pulau Jawa jauh lebih besar
kabupaten/kota di Provinsi Papua merupakan yang dibandingkan dengan daerah lainnya. Pada tahun
terbesar di Indonesia dan mencapai 986 ribu rupiah. 2014, jumlah murid SD, SMP dan SMA sederajat di
Kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat, Maluku, dan Provinsi Papua merupakan yang terendah, yaitu
Maluku Utara menempati urutan berikutnya dengan sebesar 218 ribu murid. Sedangkan pada tahun yang
DAK perkapita masing-masing sebesar 901 ribu sama, jumlah murid SD, SMP dan SMA sederajat di
rupiah, 549 ribu rupiah, dan 541 ribu rupiah. Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 9,2 juta murid
Sedangkan DAK perkapita kabupaten/kota di Pulau atau lebih dari 40 kali lipat jumlah murid di Papua. Ini
Jawa, Bali, serta Provinsi Riau dan Kalimantan Timur sejalan dengan fakta bahwa persebaran peduduk
sangat rendah bahkan tidak lebih dari 100 ribu Indonesia tidak merata dan cenderung terpusat di
rupiah. Hal tersebut terjadi karena dalam Pulau Jawa.
pengalokasian DAK, pemerintah pusat
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah 4.1.6. Kepadatan Penduduk
dan karakteristik daerah (Badrudin, 2012). Selain itu, Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata
DAK ditujukan untuk kebutuhan-kebutuhan khusus jumlah penduduk yang tinggal di setiap km2 luas suatu
yang lebih diperlukan oleh pemerintah daerah di daerah. Gambar 10 menunjukkan bahwa penduduk
wilayah timur Indonesia. Kebutuhan khusus yang Indonesia menunjukkan kecenderungan memusat di
termasuk dalam DAK dalam Kuncoro (2004) Pulau Jawa dan Bali. Kepadatan penduduk di daerah
diantaranya adalah kebutuhan prasarana dan sarana tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia.
fisik di daerah terpencil yang tidak mempunyai akses Kepadatan penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai
yang memadai ke daerah lain, kebutuhan prasarana 1.301 orang per km2. Sedangkan kepadatan penduduk
dan sarana fisik di daerah yang menampung di Provinsi Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
transmigrasi, kebutuhan prasarana dan sarana fisik Jawa Tengah masing-masing sebesar 1.211 orang per
yang terletak di daerah pesisir/kepulauan dan tidak km2, 1.161 orang per km2, dan 1.022 orang per km2.
mempunyai prasarana dan sarana yang memadai, dan Hal tersebut mempertegas pernyataan bahwa
kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah guna persebaran penduduk Indonesia tidak merata dan
mengatasi dampak kerusakan lingkungan. cenderung memusat di Pulau Jawa.

154 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 9 . Jumlah Murid SD, SMP, dan SMA Sederajat di Indonesia Tahun 2011-2014
menurut Provinsi (Orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Gambar 10. Kepadatan Penduduk di Indonesia Tahun 2011-2014
menurut Provinsi (Orang per Km2)

4.2. Estimasi Model Data Panel Spasial untuk interaksi spasial tidak diperhitungkan, maka akan
Mengidentifikasi Fenomena Flypaper Effect menghasilkan estimasi parameter dari persamaan
pada Pengeluaran Pemerintah Daerah Fungsi determinan pengeluaran publik yang bias dan tidak
Pendidikan konsisten (Case, Hines, dan Rosen, 1993).
Terjadinya fenomena flypaper effect Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini
diidentifikasi dengan membandingkan elastisitas PAD identifikasi fenomena flypaper effect dilakukan dengan
dan unconditional grants terhadap pengeluaran menggunakan model data panel spasial.
pemerintah daerah fungsi pendidikan. Menurut Berdasarkan hasil pengolahan dengan
Revelli (2001), ketika melakukan analisis keuangan menggunakan software R, dapat disimpulkan bahwa
daerah, interaksi spasial dalam pengambilan model spatial error dengan fixed effect (spatial error
keputusan pengeluaran pemerintah daerah tidak model-fixed effect) lebih tepat untuk digunakan dalam
seharusnya diabaikan. Besarnya pengeluaran penelitian ini. Berikut adalah hasil estimasi parameter
pemerintah di suatu daerah mungkin terkait dengan model terpilih beserta efek spesifik spasialnya.
besarnya pengeluaran pemerintah di daerah lain. Jika

Tabel 1. Ringkasan Estimasi Model Spatial Error dengan Fixed Effect

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 155


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

Estimasi
Model Estimasi Variabel t-statistik p-value
Parameter
(1) (2) (3) (4) (5)

0,281737 2,8594 0,004 **

Intersep 1,86762 2,0532 0,040 *


LnPAD 0,152267 2,8438 0,004 **
Model Spatial Error
dengan Fixed Effect LnUCG 0,434595 3,7538 0,000 ***
LnCG 0,25041 3,6832 0,000***
PUPIL 0,004716 2,4291 0,015 *
POPDENS 0,001904 1,5562 0,120
R-square 0,95997
Significant codes: *** (<0,001), ** (<0,01), * (0,05), . (0,1)

Hasil estimasi pada Tabel 1 dapat ditulis dalam daerah. Keduanya berpengaruh signifikan dan positif
bentuk persamaan berikut: terhadap pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan.
Hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien unconditional
grants yang sebesar sebesar . Artinya, setiap
peningkatan unconditional grants sebesar satu persen
dengan asumsi variabel lain konstan, maka
pengeluaran pemerintah daerah fungsi pendidikan
akan meningkat sebesar persen. Sedangkan
Persamaan yang terbentuk menghasilkan nilai koefisien conditional grants adalah sebesar .
R-square sebesar 0,95997. Hal tersebut menunjukkan Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap
bahwa variabel independen yang terdapat dalam peningkatan conditional grants sebesar satu persen
model mampu menjelaskan variasi nilai pengeluaran dengan asumsi variabel lain konstan, maka
pemerintah fungsi pendidikan perkapita sebesar pengeluaran pemerintah daerah fungsi pendidikan
95,997 persen. Hasil uji parsial terhadap masing- akan meningkat sebesar persen. Pengaruh
masing variabel independen menunjukkan bahwa dana transfer yang positif dan signifikan sejalan
terdapat empat variabel yang signifikan memengaruhi dengan penelitian Yu, Wang dan Tian (2015), Arvate,
besarnya pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan Mattos, dan Rocha (2013) dan Terra (2012).
perkapita. Keempat variabel tersebut adalah PAD Besarnya pengeluaran pemerintah fungsi
perkapita, unconditional grants perkapita, conditional pendidikan di suatu daerah erat kaitannya dengan
grants perkapita, dan rasio jumlah murid terhadap banyaknya murid di daerah tersebut. Hasil penelitian
jumlah penduduk. ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan rasio
Perolehan PAD perkapita suatu daerah murid terhadap jumlah penduduk sebesar satu persen
berkorelasi positif dengan pengeluaran pemerintah dengan asumsi variabel lain konstan, maka
fungsi pendidikan di daerah tersebut. Hal ini pengeluaran pemerintah daerah fungsi pendidikan
ditunjukkan oleh koefisien PAD yang menyatakan akan meningkat sebesar persen. Selain itu,
bahwa setiap perubahan PAD perkapita sebesar satu penelitian ini menemukan bahwa kepadatan penduduk
persen dengan asumsi variabel lain konstan, maka tidak signifikan memengaruhi pengeluaran fungsi
pengeluaran pemerintah daerah fungsi pendidikan pendidikan suatu daerah.
akan meningkat sebesar persen. Hasil Persamaan yang terbentuk juga menunjukkan
tersebut sejalan dengan penelitian Yu, Wang dan Tian bahwa terdapat interaksi spasial pada pengeluaran
(2015) serta Kang dan Setyawan (2012). Yu, Wang dan pemerintah daerah fungsi pendidikan. Interaksi spasial
Tian (2015) menemukan bahwa PAD perkapita yang terjadi terletak pada error yang artinya
pemerintah daerah di China berpengaruh positif dan pengeluaran pemerintah daerah fungsi pendidikan
signifikan terhadap pengeluaran fungsi pendidikan. dipengaruhi oleh variabel di luar model yang berasal
Kang dan Setyawan (2012) menemukan bahwa PAD dari daerah lain. Kenaikan variabel lain di luar model
berpengaruh positif dan signifikan terhadap di provinsi tetangga sebesar satu satuan, akan
pengeluaran pemerintah kabupaten kota di Indonesia. mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah
Dana transfer dari pemerintah pusat yang daerah fungsi pendidikan sebesar persen.
berupa unconditional grants dan conditional grants Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Yu,
merupakan komponen terbesar dalam penerimaan Wang dan Tian (2015) yang menemukan adanya

156 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

spatial dependence maupun spatial error pada baru yang memerlukan studi, proses, dan waktu yang
pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan di China. panjang. Dukungan teknologi informasi secara terpadu
Menurut Terra (2012), variabel di luar model dari guna mengintensifkan pajak mutlak diperlukan karena
provinsi tetangga yang berpengaruh terhadap sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan selama
pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan ini cenderung tidak optimal (Sidik, 2002:8).
diantaranya upah tenaga kerja sektor formal dan Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh
persentase penduduk usia kerja. pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
Berdasarkan Tabel 1 juga dapat disimpulkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi
bahwa telah terjadi flypaper effect pada pengeluaran pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah antara
pemerintah daerah fungsi pendidikan. Hal tersebut lain (Sidik, 2002:8-9):
terlihat dari elastisitas unconditional grants terhadap 1. Memperluas basis penerimaan.
pengeluaran fungsi pendidikan (0,434595) yang lebih Tindakan yang dilakukan untuk memperluas
besar daripada elastisitas PAD terhadap pengeluaran basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah
fungsi pendidikan (0,152267). Hasil penelitian ini antara lain mengidentifikasi pembayar pajak
sejalan dengan penemuan Arvate, Mattos, dan Rocha baru/potensial dan jumlah pembayar pajak,
(2013) yang menemukan bahwa terjadi fenomena memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian,
flypaper effect pada pengeluaran pemerintah fungsi menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis
pendidikan di Brazil. pungutan.
2. Memperkuat proses pemungutan.
4.3. Kebijakan Mengatasi Flypaper Effect Upaya yang dilakukan dalam memperkuat
Terjadinya flypaper effect pada pengeluaran proses pemungutan antara lain mempercepat
pemerintah daerah fungsi pendidikan selama tahun penyusunan peraturan daerah, mengubah tarif,
2011-2014 menunjukkan bahwa pemerintah daerah di khususnya tarif retribusi dan peningkatan sumber
Indonesia masih bergantung terhadap pemerintah daya manusia.
pusat. Dengan kata lain, selama ini belum ada 3. Meningkatkan pengawasan.
kemandirian daerah. Pemerintah daerah belum dapat Peningkatan pengawasan dapat dilakukan
sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat dalam dengan pemeriksaan secara dadakan dan berkala,
mengelola keuangan daerah karena belum memiliki memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi
dukungan PAD untuk membiayai pengeluaran terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak
pemerintah daerah. Menurut UU Nomor 33 tahun fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan
2004, PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah pelayanan yang diberikan oleh daerah.
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah dan 4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD menekan biaya pemungutan.
bertujuan memberikan kewenangan kepada Tindakan yang bisa dilakukan antara lain
pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai penyederhanaan admnistrasi pajak serta
perwujudan desentralisasi. PAD bersumber dari pajak meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan pemungutan.
daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. 5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui
Pada Gambar 1 terlihat bahwa mayoritas daerah perencanaan yang lebih baik.
yang memiliki kemandirian untuk membiayai Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
pengeluaran fungsi pendidikan adalah kabupaten/kota koordinasi dengan instansi terkait di daerah.
di Jawa karena memiliki rasio PAD terhadap Ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan
pendapatan yang relatif tinggi (diatas 20 persen). untuk meningkatkan PAD, yaitu memberikan
Kebutuhan fiskal (total belanja daerah) yang lebih kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada
besar dari kapasitas fiskal (PAD dan DBH) akan daerah pada masa mendatang. Pelaksanaan
menimbulkan celah fiskal. Celah fiskal akan intensifikasi pajak dan ekstensifikasi wajib pajak
mendorong ketidakmandirian daerah yang pada diatur dalam Surat Edaran Jenderal Pajak Nomor SE-
akhirnya mengakibatkan terjadinya flypaper effect. 06/PJ.9/2001. Selain mengoptimalkan PAD,
Untuk mengatasi fenomena flypaper effect, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan
pemerintah daerah bisa melakukan optimalisasi kemampuan pengelolaan alokasi anggaran pendidikan
sumber-sumber PAD melalui intensifikasi dan agar lebih efisien dalam pengalokasiannya.
ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Dalam
jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat 5. KESIMPULAN
segera dilakukan adalah dengan melakukan Pengeluaran pemerintah daerah fungsi
intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan pendidikan cukup tinggi pada beberapa daerah. Jika
daerah yang sudah ada terutama melalui pemanfaatan dilihat masing-masing komponen sumber pendapatan
teknologi informasi. Dengan melakukan efektivitas dan daerah terlihat bahwa terjadi ketimpangan perolehan
efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah, maka PAD. PAD perkapita hanya tinggi di beberapa daerah
akan meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus yang memang mempunyai potensi besar.
melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan Unconditional grants perkapita dan conditional grants

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 157


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

perkapita cukup besar di wilayah Indonesia Timur. Hal Kabupaten Karangasem. E-Jurnal Akuntansi
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah di Vol.2, No.2, Februari.
wilayah timur masih bergantung pada dana transfer Direktorat Jenderal Perimbangan dan Keuangan, 2011.
dari pemerintah pusat. Jumlah murid dan kepadatan Deskripsi dan Analisis APBD 2011. Jakarta: DJPK.
penduduk besar di Pulau Jawa menunjukkan bahwa Elhorst, J., Frret, S. 2009. Evidence of Political
penduduk Indonesia terpusat di daerah tersebut. Yardstick Competition in France Using A Two-
Berdasarkan model yang terbentuk, dapat Regime Spatial Durbin Model With Fixed Effects.
disimpulkan bahwa telah terjadi fenomena flypaper Journal of Regional Science 49(5) p 931951.
effect pada pengeluaran pemerintah daerah fungsi Ferede, E., Islam, S. 2015. Block Grants and Education
pendidikan di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian Expediture: Evidence from Canadian Province.
juga menunjukkan bahwa pengeluaran pendidikan Public Finance Review p 1-25.
pemerintah daerah fungsi pendidikan di suatu daerah Gorodnichenko, Y. 2001. Effect of Intergovernmental
ternyata dipengaruhi oleh daerah sekitarnya. Aid on Fiscal Behavior of Local Governments: The
Case of Ukraine. Thesis, Tidak Dipublikasikan,
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN University of Kiev.
Fenomena flypaper effect mengindikasikan Irawan, S., Tacconi, L. 2016. Intergovernmental Fiscal
belum adanya kemandirian pemerintah daerah di Transfers, Forest Conservation and Climate
Indonesia. Pemerintah daerah perlu meningkatkan Change. Massachusetts: Edward Elgar
kemandirian dengan mendorong penerimaan PAD Publishing.
melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah. Kang, Y., Setyawan, D. 2012. Intergovernmental
Selain itu, pemerintah kabupaten/kota di Indonesia Transfer And The Flypaper Effect Evidence
juga perlu meningkatan kemampuan pengelolaan From Municipalities/Regencies In Indonesia.
alokasi anggaran pendidikan agar lebih efisien dalam Working Papers Series. KDI School of Public
pengalokasiannya. Policy and Management, Korea.
Karnik, A., Lalvani, M. 2008. Flypaper Effect
DAFTAR PUSTAKA Incorporating Spatial Interdependence. Review
Acosta, P. 2010. The Flypaper Effect in Presence of of Urban and Regional Development Studies
Spatial Interdependence: Evidence From 20(2) p 86102.
Argentinean Municipalities. Annuals of Regional Kuncoro, M. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah:
Science 44(3) p 453466. Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang.
Alisjahbana, A. S. 2000. Otonomi Daerah dan Jakarta: Erlangga.
Desentralisasi Pendidikan. Bandung: Universitas Kurniawati, T. 2012. Konflik dalam Penentuan Dana
Padjajaran. Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan
Anselin, L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Jurnal
Models. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 16, No 1.
Arvate, P., Matos, E., Rocha, F. 2013. Conditional Versus Kuswandi, A. 2011. Desentralisai Pendidikan dalam
Unconditional Grants And Local Public Spending Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia.
In Brazilian Municipalities. 35th Meeting of the governance, Vol. 2, No.1.
Brazilian Econometric Society, Foz do Iguacu, Mardiasmo. 2009. Kebijakan Desentralisasi Fiskal di
Brazil, December. Era Reformasi: 2005-2008. Dalam Anggito
BPS. 2011. Analisis Dampak Spasial Pada Peramalan Abimanyu & Andie Megantara (Ed.), Era Baru
Perekonomian dan Ketenagakerjaan Provinsi. Kebijakan Fiskal Pemikiran, Konsep, dan
Jakarta: BPS. Implementasi. Jakarta: PT Kompas Media
Badrudin, R. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Nusantara.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Moscone, F., Knapp, M., Tosetti, E. 2007. Mental Health
Boadway, R., Shah, A. 2007. Public Sector Governance Expenditure in England: A spatial panel
and Accountability Series: Intergovernmental approach. Journal of Health Economics.
Fiscal Transfers Principles and Practice. The Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2009
Whasington: World Bank. Tentang Alokasi Anggaran Belanja Fungsi
Pendidikan Dalam Anggaran Pendapatan Dan
Brojonegoro, B., Vazquez, J. M. 2002. An Analysis of Belanja Daerah.
Indonesias Transfer System: Recent Pevcin, P. 2011. Fly-Paper Effect in Slovenian
Performance and Future Prospects. Working Municipal Finances. HKJU CCPA, god. 11., br. 3.,
Paper 02-13, May. Andrew Young School of str p 707728.
Policy Studies, Georgia State University. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Case, A., Hines, J., Rosen, H. 1993. Budget Spillovers Pemerintahan Daerah.
And Fiscal Policy Interdependence. Journal of Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Public Economics 52(3) p 285307. Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.
Dewi, I. K. N. T, Sisdyani, E. A. 2013. Penilaian Kinerja Revelli, F. 2000. Spatial Patterns in Public Spending
Atas Penerimaan Pajak Hotel Dan Pajak and Taxation: A Test of Horizontal Interaction
Restoran Di Dinas Pendapatan Daerah Among Local Governments. II Riunione

158 Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016


FENOMENA FLYPAPER EFFECT PADA PENGELUARAN PEMERINTAH
DAERAH FUNGSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yolanda Wilda Artati, Ribut Nurul Tri Wahyuni

scientifica Politica Fiscale, Flessibilita Dei Mercati


E Crescita.
Sagbas, I., Saruc, N. T. 2004. Intergovernmental
Transfer and The Flypaper Effect in Turkey.
Department of Public Finance, The Faculty of
Economics and Administrative Sciences, Afyon
Kocatepe University, Afyon, Turkey.
Sidik, M. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan
Kemampuan Keuangan Daerah. Orasi Ilmiah
Wisuda XXI STIA LAN Bandung Tahun Akademik
2001/2002 di Bandung.
Sumarsono, H. 2009. Analisis Kemandirian Otonomi
Daerah: Kasus Kota Malang (1999-2004). JESP
Vol. 1, No. 1, 2009.
Terra, R. 2012. Yardstick Competition in Education
Spending: a Spatial Analysis based on Different
Educational and Electoral Accountability
Regimes. In Latin American and Caribbean
Economic Association (LACEA) & Latin American
Meeting of the Econometric Society (LAMES)
2012 Annual Meetings. Lima, Peru: Universidad
del Pacifico.
Tiara, T. P., Darsiharjo. 2013. Analisis Potensi
Pariwisata di Pulau Karimun Provinsi
Kepulauan Riau. Seminar Nasional
Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk
Optimalisasi Otonomi Daerah 2013.
Turnbull, G. K. 1998. The Overspending and Flypaper
Effects of Fiscal Illusion: Theory and Empirical
Evidence. Journal of Urban Economics 44 p 1-26.
World Bank. 2009. Indonesia-Berinvestasi untuk Masa
Depan Papua dan Papua Barat: Infrastruktur
untuk Pembangunan yang Berkelanjutan.
Washington, DC: World Bank.
Yu, Y., Wang, J., Tian, X. 2015. Identifying the
Flypaper Effect in the Presence of Spatial Dependence:
Evidence From Education in Chinas Counties. MPRA
Paper No. 61616.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 159


Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016, Halaman 160-180

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT


COST
Rezzy Eko Caraka
Department of Statistics, Universitas Diponegoro, Semarang. Email : rezzyekocaraka@gmail.com
INFO ARTIKEL ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL This study aims to (i) Conduct studies and issue civil servants pension fund in
Diterima Pertama Indonesia. (ii) Getting a great value of pension benefits and the present value of
5 September 2016 pension benefits, (iii) Obtain a plan termination liability and the value of actuarial
liabilities. (iv) Obtain normal tuition fees in the defined benefit pension plan and to
Dinyatakan Dapat Dimuat
18 November 2016
explain and illustrate the surcharge on funding defined benefit pension plan. Based on
this analysis it can be concluded that the calculation of pension funds based on the age
KATA KUNCI: of employees is currently appointed as civil servants (y), Age of employees (x), limits
Dana, the retirement age of employees (r), full-time of employee (t), The remaining period of
Pensiun, the employment (rx), and a starting salary of employees can be using the concept
Accrued, Accrued Benefit Cost. The government needs to do a review of employee pension
Benefit, payment system should be given attention to the value of the interest rate, large
Cost. pension benefits, the value of pension benefits, the value of liabilities termination plan
and to consider interest rates that do not burden the state budget (APBN)

Penelitian ini bertujuan untuk: (i) Melakukan kajian terhadap permasalahan dana
pensiun pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia. (ii) Melakukan perhitungan nilai
besar manfaat pensiun dan nilai sekarang manfaat pensiun. (iii) Melakukan
perhitungan dan mendapatkan nilai kewajiban penghentian rencana dan nilai
kewajiban aktuaria. (iv) Melakukan perhitungan dan mendapatkan biaya iuran
normal dalam program pensiun manfaat pasti dan menjelaskan serta memberikan
ilustrasi mengenai biaya tambahan pada pendanaan program pensiun manfaat
pasti. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa perhitungan dana
pensiun berdasarkan Usia pegawai saat diangkat menjadi PNS (y),Usia pegawai saat
perhitungan dilakukan (x),Batas usia pensiun pegawai (r),Masa kerja pegawai (t),
Sisa masa kerja pegawai (r-x), dan Gaji awal pegawai dapat dilakukan dengan
menggunakan konsep Accrued Benefit Cost. Pemerintah perlu dilakukan peninjauan
kembali system pembayaran pensiun pegawai mengingat harus diperhatikannya
nilai suku bunga, besar manfaat pension, nilai manfaat pensiun, nilai kewajiban
penghentian rencana dan mempertimbangkan suku bunga agar tidak membebani
APBN.

1 PENDAHULUAN Angka PNS yang tidak kompeten menyebabkan


1.1 Latar Belakang kurang produktifnya kinerja pemerintah. Selain itu
Menurut data BKN pada tahun 2014 tercatat sebanyak juga akan menambah beban anggaran belanja pegawai
4,455,303 orang dan angka ini akan terus meningkat. pemerintah. Pada tahun 2016 tercatat APBN
Persepsi yang tumbuh di Indonesia adalah masyarakat Indonesia sebesar 1.822,5 (dalam triliun rupiah.
sangat ingin menjadi abdi negara atau pegawai negeri (Suprayitno,A. 2015) menjelaskan bahwa Kurangnya
sipil karena terdapat fasilitas dana pensiun sebagai transparansi dalam pelaporan penyelenggaraan
hak dari pegawai negeri sipil ataupun abdi negara. program pensiun banyak disoroti banyak pihak
Dalam menentukan besar dana pensiun dibutuhkan terutama Bank Dunia. Kurangnya komitmen dan
suatu kebijakan dan transparasi dana yang jelas. kejelasan dalam pelaksanaan metode pembiayaan
Permasalahan yang terjadi sekarang adalah pensiun dan implementasi program pensiun,
banyaknya jumlah PNS di pusat, provinsi, maupun di menjadikan beban pembiayaan pensiun yang
kabupaten dan kota. ditanggung pemerintah semakin membengkak.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016 160


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Kepala Bank Dunia dibidang Ekonomi Phillip dipungut dari pegawai negeri, pejabat negara,
Okeefe1 menyebutkan bahwa Indonesia harus dan penerima pensiun
mereformasi sistem pensiun sebelum negara itu mulai
menghadapi masalah populasi yang membeludak Usaha kesejahteraan pegawai negeri sipil meliputi
sejumlah negara yang telah direformasi sistem pensiun program :
mereka dengan mengalokasikan sejumlah dana dari 1. Pensiun dan hari tua
masing-masing karyawan gaji yang akan digunakan untuk 2. Asuransi kesehatan
mendukung biaya ekonomi lebih dari 65 tahun. Apabila 3. Tabungan perumahan , dan
sistem pensiun tidak direformasi, beban demografi akan 4. Asuransi pendidikan putra putri Pegawai
memaksa pemerintah untuk mengalokasikan dukungan Negeri Sipil
anggaran besar untuk orang tua, terutama dalam biaya
perawatan kesehatan. Indonesia sebaiknya mengadopsi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun
sistem diikuti oleh Vietnam, Thailand dan Mongolia yang 2015 menjelaskan tentang Penyelenggaraan Program
memiliki skema pensiun yang lebih sistematis dan efektif. Jaminan Pensiun. Peraturan Pemerintah (PP) tersebut
Skema ini juga mencakup pekerja di sektor informal disusun untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat
sistem upah di Indonesia adalah berbanding lurus dengan (8) dan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang tentang
usia pekerja tetapi dianggap formulasi efektif. Sebuah Sistem Jaminan Sosial Nasional.
sistem upah yang dibangun di sekitar senioritas, yang Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tersebut
berarti semakin lama seorang karyawan bekerja, semakin Program Jaminan Pensiun terdiri atas:
dia mendapatkan, juga merupakan formulasi tidak relevan a. Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja
karena kinerja cenderung menurun seiring dengan usia. penyelenggara negara;
(Polackova, 1998) mengemukakan pemerintah di b. Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja
berbagai negara sekarang ini menghadapi selain penyelenggara negara
peningkatan risiko fiskal dan ketidakpastian yang
Pada pasal 3 ayat (1,2) Peraturan Pemerintah (PP)
lebih tinggi dibandingkan dengan periode-periode
Kepesertaan pada program Jaminan Pensiun mulai
sebelumnya. Permasalahan pensiun PNS di Indonesia
berlaku sejak Pekerja terdaftar dan Iuran pertama
termasuk dalam sumber resiko fiskal eksplisit yang
telah dibayarkan dan disetor oleh Pemberi Kerja
pasti dan besarnya beban yang harus ditanggung
selain penyelenggara negara kepada BPJS
mengakibatkan ruang fiskal yang tersedia untuk
Ketenagakerjaan, yang dibuktikan dengan adanya
pembangunan infrastruktur menjadi berkurang dan
tanda bukti pembayaran dari BPJS Ketenagakerjaan.
menjadi beban kontinjensi bagi pemerintah karena
Dapat diperhatikan bahwa kepesertaan Jaminan
pada akhirnya pemerintahlah yang harus memenuhi
Pensiun akan berakhir apabila peserta
pembayaran pensiun tersebut.
a. Meninggal dunia
Umur dan produktivitas manusia memiliki batas
b. Mencapai Usia Pensiun dan menerima
dan tidak selamanya seseorang dapat terus bekerja,
akumulasi Iuran beserta hasil
mengabdi ataupun menghasilkan karya. Pada suatu
pengembangannya secara sekaligus.
saat seseorang akan berhenti dari pekerjaan tersebut
dan mengalami fase pensiun untuk menikmati sisa Pada Pasal 6 PP Nomor 45 Tahun 2015 menyebutkan
masa tuanya. Masa pensiun adalah masa yang riskan bahwa Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS
dimana kebutuhan terus saja harus dipenuhi namun Ketenagakerjaan, Pemberi Kerja selain penyelenggara
dalam sisi pendapatan akan berkurang. negara wajib bertanggung jawab pada Pekerjanya
Pensiun, sampai saat ini, dianggap sebagai dengan memberikan Manfaat Pensiun sesuai dengan
ungkapan terimakasih. Individu-individu melayani ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Dalam UU
raja dan negara mereka sepanjang kesehatan mereka No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak
memungkinkan. Bila kesehatan memburuk, negara mengatur kapan saatnya pensiun dan berapa Batas
menyediakan pensiun bagi mereka. Usia Pensiun (BUP) untuk pekerja sektor swasta.
Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (PNS) diatur Dalam pasal 167 ayat 1 UU Ketenagakerjaan
dalam dasar hukum. disebutkan bahwa salah satu alasan pemutusan
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 hubungan kerja (PHK) adalah karena pekerja telah
Tahun 1974 tentang pokok-pokok memasuki usia pensiun. Akan tetapi tidak diatur
Kepegawaian sebagaimana telah telah diubah secara jelas dan tegas pada usia berapa batas usia
dengan Undang-undang Republik Indonesia pensiun berlaku. Ketentuan mengenai batas usia
Nomor 43 Tahun 1999 pensiun ditetapkan dalam Perjanjian Kerja (PK),
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Peraturan Perusahaan (PP)/ Perjanjian Kerja Bersama
Nomor 56 tahun 1974 tentang (PKB) atau Peraturan Perundangan yang berkaitan
pembagian,penggunaan, cara pemotongan, dengan masa pensiun menurut Pasal 154 huruf c UU
penyetoran dan besarnya iuran-iuran yang Ketenagakerjaan. Penentuan mengenai batas usia
pensiun biasanya merujuk pada kebiasaan yang
berlaku dalam perusahaan, atau berpedoman pada
1
http://www.indonesia-investments.com/id/news/todays- beberapa UU yang mengatur hak-hak yang berkaitan
headlines/world-bank-indonesia-needs-to-start- dengan masa pensiun, seperti UU Jamsostek, UU
preparations-for-ageing-population/item6851

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 161


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

mengenai Dana Pensiun atau UU Kepegawaian serta manfaat pensiun dengan catatan batas usia pensiun
UU mengenai profesi tertentu. normal adalah 55 tahun dan batas usia pensiun wajib
Contohnya pada pasal 14 ayat 1 UU No.3 tahun 1992 maksimum 60 tahun. Lagi-lagi ketentuan tersebut
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan dianalogikan sebagai batas usia pensiun bagi pekerja.
bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) dibayarkan kepada Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang
tenaga yang telah mencapai usia 55 tahun. Ketentuan mengatur batas usia pensiun, antara lain batas usia
tersebut merupakan saat timbulnya hak atas JHT yang pensiun pada jabatan seperti guru, dosen, dan
dapat dianalogikan sebagai saat mencapai batas usia pegawai negeri/pejabat Negara: PNS, Hakim,
pensiun. Tentara/Polisi. Berikut adalah batas usia pensiun bagi
berbagai jenis pekerjaan beserta dasar hukum/UU
Sama halnya dengan UU No. 11 tahun 1992 tentang yang mengaturnya.
Dana Pensiun yang menyebutkan bahwa hak atas

Tabel 1. Dasar Hukum Batas Usia Pensiun

Batas Usia
Nama Jabatan/
No Pensiun Dasar Hukum
Golongan
(BUP)

Pasal 3 ayat 2 PP No. 32 Th 1979 tentang Pemberhentian


1 PNS Umum 58 Pegawai Negeri Sipil, yang diubah menjadi UU ASN dalam
pasal 87 ayat (1) huruf C dan pasal 90
Ahli Peneliti dan
2 65 Pasal 1 PP No. 65 tahun 2008
Peneliti
Guru Besar/
3 70
Professor UU no.12 Tahun 2012
4 Dosen 65
5 Guru 60 Pasal 40 ayat 4 UU No.4 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
6 POLRI 58
Pasal 30 ayat 2 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
POLRI dengan
7 60 Negara Republik Indonesia
keahlian khusus
8 Perwira TNI 58
Pasal 75 UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Bintara dan
9 53 Indonesia
Tantama

Pasal 12 UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik


10 Jaksa 62
Indonesia
Eselon I dalam
11 60
jabatan Sruktural
Eselon II dalam
12 60 UU no.5 Tahun 2014Surat Kepala BKN : K.26-30/V.7-3/99
jabatan Struktural
Eselon I dlm jabatan
13 62
strategis
14 Pengawas Sekolah 60 PP no. 21 tahun 2014
Hakim Mahkamah
15 65
Pelayaran
Jabatan lain yang PP no.44 Tahun 2011
16 58 PP no.19 tahun 2013
ditentukan Presiden
Berdasarkan
17 Pekerja/ Buruh Pasal 154 UU No. 13 tentang Tenaga Kerja
PK, PP, PKB

ketentraman kerja yang dapat meningkatkan motivasi


Program pensiun adalah program yang
pegawai untuk bekerja lebih produktif. Perencanaan
mengupayakan benefit pensiun bagi pesertanya,
pensiun merupakan suatu program jangka panjang
melalui system pengumpulan dan pengelolaan dana
yang memadukan risiko dan tabungan yang dikaitkan
yang disebut dengan sistem pendanaan pensiun.
dengan cara pengelolaan kesejahteraan karyawan dan
System pendanaan suatu progam pensiun
keluarganya pada saat pensiun. Panjang yang
memungkinkan terbentuknya akumulasi dana yang
memadukan antara risiko dan tabungan yang dikaitkan
dibutuhkan untuk memelihatan kesinambungan
dengan cara pengelolaan kesejahteraan karyawan dan
penghasilan peserta program pada hari tua. Keyakinan
keluarganya pada saat pensiun.Plan berfungsi untuk
adanya kesinambungan penghasilan menimbulkan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 162


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

menyediakan pensiun.Berbagai kemungkinan pensiun benefit yang akan diterima seharusnya didasarkan
dapat terjadi pada pegawai yang masih aktif, kepada prediksi pangkat terakhir dari orang tersebut.
diantaranya pensiun karena meninggal,cacat , pensiun Perbedaan antara jumlah iuran dan manfaat yang
dini ataupun pensiun normal. Prinsip pendanaan akan diterima tentu bisa menyebabkan potensi
pensiun adalah tercapainya kesetimbangan antara apa kerugian bagi PT TASPEN. Oleh karena itu
yang akan dikeluarkan oleh perusahaan pengelola dana kepangkatan perlu dilibatkan dalam proses
pensiun dengan adanya klaim dari peserta program perhitungan normal cost untuk menyeimbangkan
pensiun. Hal ini diartikan bahwa besarnya iuran yang jumlah iuran dan benefit yang akan diterima sehingga
dibayarkan peserta harus menutupi seluruh manfaat tidak ada pihak yang mengalami kerugian. Pada
pada saat pensiun sampai peserta tersebut meninggal penelitian ini akan dikaji kecenderungan tersebut dan
dunia. tingkat suku bunga juga perlu diperhatikan dalam
perhitungan pendanaan pensiun. Perhitungan besaran
Salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap
aktuaria biasanya didasarkan pada asumsi tingkat
PNS dibentuklah PT.TASPEN (Persero). PT TASPEN
suku bunga konstan. Hal ini tentu tidak sesuai pada
(Persero) atau Tabungan dan Asuransi Pensiun adalah
kenyataan yang terjadi karena tingkat suku bunga
Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di
bergerak secara fluktuatif. Metode ACCRUED BENEFIT
bidang asuransi tabungan hari tua dan dana pensiun
COST diharapkan mampu untuk mengkaji
Pegawai Negeri Sipil. TASPEN adalah singkatan dari
kecenderungan tersebut.
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri.
Perusahaan ini dibentuk sesuai dengan Undang-undang
1.2 Rumusan Masalah
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
"Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai",
masalah penelitian ini adalah kajian perhitungan dana
yang selanjutnya juga memfasilitasi Undang-undang
pensiun dengan mempertimbangkan aspek suku
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang
bunga. Peneliti menggunakan Metode Accrued benefit
"Dana Pensiun", serta Undang-undang Republik
cost untuk menghitung pembiayaan program pensiun.
Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang "Sistem
Dalam perhitungan ini dapat diketahui besar biaya
Jaminan Sosial Nasional".
tambahan yang akan dibayarkan kepada penerima
Menurut (Winklevoss dan Howerd E,1993) dalam dana pension dengan melibatkan Usia pegawai saat
menentukan besaran dana pensiun terdapat beberapa diangkat menjadi PNS (y),Usia pegawai saat
asumsi yaitu : perhitungan dilakukan (x),Batas usia pensiun pegawai
a. Penurunan populasi (r), ,Masa kerja pegawai (t), Sisa masa kerja pegawai
b. Suku bunga (r-x), dan Gaji awal pegawai dapat dilakukan dengan
c. Gaji menggunakan konsep Accrued Benefit Cost.
(Winklevoss dan Howerd E,1993)
1.3 Tujuan Penelitian
mengasumsikan skala gaji uang dikaitkan dengan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka
kenaikan gaji berdasarkan tahun ini dengan tahun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
sebelumnya. Selain bergantung pada masa kerja
1. Menginvestigasi risiko pengelolaan dana pension
terhadap faktor lain yang berpangur pada gaji PNS
PNS di Indonesia
yaitu, kepangkatan PNS pada saat itu. Kenaikan
2. Menguji efektifitas Accrued benefit cost dalam
pangkat PNS diatur pada UU No.12 Tahun 2002 pasal .
menghitung besaran manfaat pension PNS.
Kenaikan pangkat reguler dapat diberikan setingkat
3. Mendapatkan nilai besar manfaat pensiun dan
lebih tinggi apabila : a. sekurang-kurangnya telah 4
nilai sekarang manfaat pensiun
(empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap
4. Mendapatkan nilai kewajiban penghentian
unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
rencana dan nilai kewajiban aktuaria.
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
5. Mendapatkan biaya iuran normal dalam program
pensiun manfaat pasti dan menjelaskan serta
Dengan adanya kontribusi gaji dalam perhitungan
memberikan ilustrasi mengenai biaya tambahan
pendanaan pensiun maka diperlukan rumusan untuk
pada pendanaan program pensiun manfaat pasti.
mengestimasi gaji di masa yang akan datang. Gaji
PNS sangat bergantung kepada kepangkatan atau
golongannya. Makin tinggi pangkat atau golongan 2 KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN
seorang PNS maka gaji yang akan diperolehnya akan HIPOTESA
semakin besar. Selama ini kebijakan penentuan Pensiun adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak
normal cost yang diterapkan PT TASPEN tidak secara lagi bekerja dikarenakan selesainya masa tugas. Ada
jelas mempertimbangkan pangkat terakhir seseorang banyak cara untuk mempersiapkan kesinambungan
ketika penghasilan di hari tua, salah satunya adalah dengan
memasuki usia pensiun. Akibat dari hal ini adalah mengikuti program pensiun. Program pensiun
jumlah iuran yang dibayarkan oleh seorang pegawai merupakan suatu program yang diselenggarakan oleh
bisa menjadi tidak sesuai dengan benefit yang akan pemberi kerja (pemerintah atau perusahaan) untuk
diterimanya ketika pensiun karena perhitungan menyediakan jaminan hari tua dan sebagai
penghargaan atas jasa-jasa yang telah diberikan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 163


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

karyawan selama bertahun-tahun bekerja di sendiri dan terpisah dari pemberi kerja, yang
perusahaan, yang berupa pembayaran setiap bulan berfungsi untuk mengelola dan menjalankan program
setelah karyawan/pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan peraturan perundangan yang
pensiun (Tunggal, 1995). Program pensiun dalam berlaku.
Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) No. 18 Istilah dana pensiun sebagai badan hukum
dibedakan menjadi dua, yaitu: dikenal setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11
1. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dimana undang-
Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) adalah undang tersebut merupakan dasar penyelenggaraan
program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam program pensiun bagi karyawan pemberi
peraturan dana pensiun dan seluruh iuran serta hasil kerja/perusahaan. Undang-Undang Dana Pensiun
pengembangannya dibukukan pada rekening masing- menyebutkan bahwa dana pensiun adalah badan
masing peserta sebagai manfaat pensiun. hukum yang mengelola dan menjalankan program
2. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) yang menjanjikan manfaat pensiun. Menurut Undang-
Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) adalah Undang Dana Pensiun, ada dua jenis dana pensiun
program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam yaitu:
peraturan dana pensiun atau program lain yang bukan 1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
merupakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah dana
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang
1992 tentang Dana Pensiun, manfaat pensiun adalah mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk
pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti
pada saat dan dengan cara yang telah ditetapkan atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan
dalam peraturan dana pensiun. Tunggal (1995) sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta,
mengemukakan bahwa jenis-jenis manfaat pensiun dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi
yang diberikan oleh dana pensiun ada empat, yaitu: kerja.
1. Manfaat Pensiun Normal 2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
Manfaat pensiun bagi peserta yang mulai Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
dibayarkan pada saat peserta pensiun setelah adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau
mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya. perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan
2. Manfaat Pensiun Dipercepat Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi perorangan,
Manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah
bila peserta pensiun pada usia tertentu sebelum usia dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank
pensiun normal. atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
3. Manfaat Pensiun Cacat
Manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan 2.2. Tabel Mortalitas
bila peserta mengalami cacat. Perusahaan asuransi jiwa mendasarkan semua
4. Manfaat Pensiun Ditunda perhitungan anuitas, premi, asuransi dan sebagainya
Manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti atas tabel mortalitas. Tabel mortalitas berisi peluang
bekerja sebelum mencapai usia pensiun seseorang meninggal menurut umur dari kelompok
normal, yang ditunda pembayarannya sampai orang yang diasuransikan (pemegang polis asuransi).
pada saat peserta pensiun sesuai dengan Simbol lx digunakan untuk menyatakan banyaknya
peraturan dana pensiun. orang yang tepat berusia x, dan simbol dx menyatakan
Pada penelitian ini menggunakan manfaat pension banyaknya orang yang meninggal antara usia x hingga
normal dengan Accrued Benefit Cost Method (ABCM) x+1,
merupakan suatu metode pendanaan pensiun dimana
penyelenggara ataupun peserta pensiun menetapkan ndx
terlebih dahulu manfaat pensiun yang diinginkan
sedangkan kontribusi atau iuran normal ditentukan Pada tabel mortalitas terlihat adanya fungsi antara
kemudian. Selanjutnya besaran tersebut (Accrued usia dengan waktu. Menurut Futami (1993),
benefit) akan diakumulasi ke tiap-tiap masa kerja perhitungan yang menggunakan hubungan antara usia
sampai masa pensiun, alokasi ini yang dinamakan dan waktu digunakan untuk menentukan peluang
sebagai iuran normal atau normal cost. hidup/mati. Peluang orang berusia x akan mencapai
usia x+1 dinyatakan dalam simbol px. Menurut Jordan
2.1. Dana Pensiun (1993),
Dana pensiun adalah badan hukum yang l x 1
mengelola dan menjalankan program yang px (3)
menjanjikan pembayaran berkala kepada peserta lx
pada saat mencapai usia pensiun atau pada saat lain, peluang orang berusia x akan hidup paling sedikit n
dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan dana tahun dinyatakan dalam simbol npx,
pensiun (Wahab, 2005). Dalam Pernyataan Standar l x n
Akutansi Keuangan (PSAK) No. 18, dana pensiun n px (4)
didefinisikan sebagai suatu badan hukum yang berdiri lx

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 164


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

peluang orang berusia x akan meninggal sebelum usia anuitas akhir seumur hidup ax adalah serangkaian
x+1 dinotasikan dengan qx, pembayaran sebesar 1 satuan yang dilakukan tiap
l x 1 l x l x 1 d x akhir tahun. Ilustrasi hubungan antara ax dan ax
qx 1 p x 1 (5)
lx lx lx sebagai berikut:
peluang orang berusia x akan meninggal sebelum usia
x+n dinotasikan dengan nqx,
l x n l x l x n n d x
n qx 1 n px 1 Anuitas Awal
lx lx lx (6)
Anuitas Akhir

2.3. Anuitas Hidup


Anuitas adalah suatu pembayaran dalam jumlah usia
tertentu, yang dilakukan dalam selang waktu dan lama
tertentu, secara berkelanjutan (Futami, 1993).
Besarnya anuitas yang harus dibayar tergantung pada
jenis anuitas yang diambil dan tingkat suku bunga Gambar 1. Anuitas Seumur Hidup
yang digunakan. Bunga yang digunakan dalam anuitas
adalah bunga majemuk. Menurut Futami (1993),
bunga majemuk adalah suatu perhitungan bunga Hubungan antara ax dan ax pada Gambar 1
dimana besar pokok jangka investasi selanjutnya dapat ditulis sebagai berikut:
adalah besar pokok sebelumnya ditambah dengan
besar buga yang diperoleh. Anuitas dalam bidang ax 1 a x (9)
asuransi diwujudkan dalam pembayaran premi yang Seseorang berusia membeli anuitas seumur
dilakukan oleh peserta kepada perusahaan asuransi. hidup dengan cara membayar nilai tunai sebesar
Anuitas terdiri dari anuitas tentu (certain dengan harapan setiap akhir tahun dia akan
annuity) dan anuitas hidup (life annuity). Pada anuitas menerima uang sebesar 1 satuan. Peluang orang
tentu pembayaran berkala dilakukan selama jangka
waktu tertentu dan tanpa syarat. Sedangkan pada tersebut hidup satu tahun lagi adalah 1 p x , sehingga
anuitas hidup pembayaran berkala dikaitkan dengan jika orang tersebut mencapai usia x+1 maka akan
hidup matinya seseorang, dimana pembayaran hanya menerima sebesar 1 satuan beserta bunganya yaitu
dilakukan jika saat waktu pembayaran jatuh tempo sebesar v.1 p x . Peluang orang tersebut hidup dua
anuitan masih hidup. Untuk menyederhanakan tahun lagi adalah 2 p x , jika orang tersebut mencapai
perhitungan pada anuitas hidup, para ahli aktuaria
membuat simbol komutasi. Simbol-simbol tersebut usia x+2 maka dia akan menerima sebesar 1 satuan
antara lain sebagai berikut: beserta bunganya yaitu v 2 .2 p x dan seterusnya.
w x 1
Nx D
t 0
x t D x D x 1 ... Dw1 (7)
Menurut Futami (1993), total nilai sekarang untuk
pembayaran tiap tahunnya merupakan nilai sekarang
dari anuitasnya, yaitu:

x
D x v x .l x (1 i ) 1 .l x (8) ax v1 px v 2 2 px ... v w x 1 w x 1 px
dengan: (10)
1 N
w = Umur terakhir dari tabel mortalitas ( Dx 1 Dx 2 ... Dw1 ) x 1
v = Nilai sekarang dari pembayaran sebesar 1 Dx Dx
satuan yang dilakukan 1 tahun kemudian sedangkan perhitungan anuitas awal seumur hidup
i = Tingkat suku bunga dirumuskan dengan:
Anuitas yang dibayarkan di awal jangka waktu
pembayaran anuitas disebut anuitas awal, sedangkan
ax 1 v1 px ... v w x 1 w x 1 px
jika pembayaran dilakukan di akhir jangka waktu 1 N (11)
disebut anuitas akhir. Berdasarkan jangka waktu ( Dx Dx 1 ... Dw1 ) x
pembayaran, anuitas hidup dibagi menjadi empat Dx Dx
macam yaitu: anuitas seumur hidup, endowment
murni, anuitas berjangka dan anuitas ditunda 2.4.2 Endowment Murni
2.4.1 Anuitas Seumur Hidup Endowment murni adalah suatu pembayaran
Anuitas seumur hidup adalah suatu anuitas yang dilakukan pada akhir suatu jangka waktu
yang pembayarannya dilakukan selama tertanggung tertentu bagi seorang anuitan bila dia hidup mencapai
masih hidup (Futami, 1993). Misal besar anuitas akhir jangka waktu tersebut (Sembiring, 1986). Nilai
x tunai suatu endowment murni yang dikeluarkan bagi
adalah 1 satuan, maka anuitas awal seumur hidup a
seorang anuitan yang berusia x selama jangka waktu n
adalah serangkaian pembayaran sebesar 1 satuan tahun dinyatakan dengan simbol nEx. Jika anuitan
yang dilakukan pada awal tiap tahun, sedangkan meninggal sebelum berusia x+n maka ia tidak akan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 165


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

menerima pembayaran, tetapi jika ia mencapai usia


x+n ia akan menerima pembayaran sebesar Rp. 1 pada 2.4.4. Anuitas Ditunda
akhir tahun ke x+n. Nilai tunai dari 1 dapat Anuitas ditunda adalah anuitas yang
diilustrasikan sebagai berikut: pembayarannya ditunda selama n tahun, sedangkan
pembayarannya dapat berlangsung seumur hidup
Bila meninggal antara x dan x+n tidak ada pembayaran atau hanya dalam jangka waktu tertentu.
1. Anuitas Seumur Hidup Ditunda n Tahun
Nilai tunai anuitas akhir seumur hidup
Dibayarkan 1 bila mencapai usia x+n
seseorang berusia x pembayaran ditunda selama n
tahun dinyatakan dengan simbol n|ax, sedangkan nilai
tunai anuitas awal seumur hidup bagi seseorang
berusia x pembayaran ditunda selama n tahun
x . Ilustrasi dari n|ax
dinyatakan dengan simbol n| a
adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Endowment Murni

nEx
adalah nilai tunai dari 1.vn, dengan peluang ditunda
akan dibayarkan jika x mencapai usia x+n adalah npx.
Menurut Sembiring (1986),
v n l x n v x n l x n Dx n
n E x v .n p x
n
(12)
lx v xlx Dx
2.4.3 Anuitas Berjangka
Menurut Futami (1993), anuitas berjangka
adalah anuitas hidup dimana pembayarannya
dilakukan pada suatu jangka waktu tertentu. Anuitas Gambar 4. Anuitas Akhir Ditunda n Tahun
awal berjangka dengan jangka waktu n tahun
dinotasikan dengan , sedangkan anuitas akhir Menurut Jordan (1991), n|ax dapat dirumuskan
berjangka dengan jangka waktu n tahun dinotasikan sebagai berikut:
dengan . dapat dipandang sebagai gabungan w x 1
1 w x 1
N x n 1
dari serangkaian endowment murni, diilustrasikan n | ax t Ex D x t (15)
sebagai berikut: t n 1 Dx t n 1 Dx

Gambar 3. Anuitas Berjangka

Menurut Sembiring (1986), nilai sekarang


anuitas akhir berjangka n tahun dirumuskan dengan:
ax:n| 1 Ex 2 Ex ... n Ex
Dx 1 Dx 2 D D Dx 2 ... Dx n
... x n x 1
Dx Dx Dx Dx
x dirumuskan dengan:
dan n | a
N x 1 N x n 1 w x 1 w x 1
1 N x n
Dx
(13)
n | ax

t n
t Ex
Dx
D
t n
x t
Dx
(16)
dan nilai sekarang anuitas awal berjangka n tahun
dirumuskan dengan:
2.
axn:| 1 axn:1| nuitas Berjangka m Tahun Ditunda n Tahun
Nilai tunai anuitas akhir berjangka m tahun
N x 1 N x n 1
1 bagi seseorang berusia x pembayaran ditunda n tahun
Dx
adalah n |m a x , sedangkan nilai tunai anuitas awal
D N x 1 N x n 1 (14) berjangka n tahun bagi seseorang berusia x
x
Dx pembayaran ditunda m tahun adalah n |m a x .
N x N xn Ilustrasi dari anuitas berjangka m tahun ditunda n
tahun sebagai berikut:
Dx

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 166


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Menurut Winklevoss (1993), tingkat


penyusutan merupakan proporsi dari pekerja yang
meninggalkan pekerjaannya karena suatu sebab,
misalnya kematian, kecacatan, pengunduran diri,
ataupun pensiun normal. Tingkat penyusutan
biasanya disajikan dalam bentuk tabel yang disebut
dengan tabel penyusutan. Dalam tabel penyusutan,
dianggap bahwa sekelompok orang membentuk
Gambar 5. Anuitas Berjangka n Tahun Ditunda m kelompok tertutup, dimana tidak ada peserta baru dan
Tahun tidak ada peserta lama (sudah keluar) yang masuk
kembali setelah terjadinya beberapa penyusutan.
Menurut Jordan (1991), perhitungan | ax
n m
2.5.2 Asumsi Tingkat Kenaikan Gaji
sebagai berikut: Tingkat kenaikan gaji merupakan faktor
| ax
n m utama dalam menentukan besarnya manfaat pensiun
nm seseorang. Kenaikan gaji adalah perbandingan
t Ex penghasilan antara peserta yang berbeda usia dan
t n 1 masa kerja pada tahun tertentu. Hal ini dinyatakan
1 nm (17) dalam skala gaji yang digunakan sebagai komponen

Dx
D x t pada proyeksi penghasilan seorang peserta. Skala gaji
t n 1 berfungsi sebagai presentase dari besar gaji yang
N x n 1 N x n m 1 digunakan untuk menghitung premi ataupun biaya
normal. Skala kenaikan gaji biasanya menggunakan
Dx laju kenaikan yang relatif tetap dalam jangka panjang.
sedangkan |
n m
x adalah :
a
2.5.3 Asumsi Tingkat Suku Bunga
| ax
n m
Bunga adalah kompensasi pembayaran dari
n m 1
peminjaman suatu modal kepada yang meminjamkan

t n
t Ex modal tersebut, sedangkan suku bunga adalah
pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman
1 n m 1 (18) dalam bentuk presentase. Bunga yang digunakan

Dx

t n
Dx t dalam pendanaan program pensiun berupa bunga
majemuk.
N xn N xnm Asumsi tingkat suku bunga merupakan
asumsi aktuaria yang paling mendasar dan selalu
Dx
digunakan karena dana yang terkumpul akan
diinvestasikan dalam jangka panjang dan diharapkan
2.5 Asumsi Aktuaria dapat mencukupi uang pertanggungan yang harus
Asumsi aktuaria adalah suatu rangkaian estimasi dibayarkan oleh perusahaan kelak. Asumsi tingkat
yang dipergunakan dalam memperhitungkan manfaat suku bunga umumnya ditetapkan pada tingkat yang
pensiun yang berkaitan dengan perubahan pada masa mewakili perkiraan kembali yang akan dicapai pada
yang akan datang yang mempengaruhi pembiayaan perencanaan aset pada tahun berikutnya, meskipun
program pensiun manfaat pasti antara lain tingkat tidak jarang ditemukan harga yang digunakan lebih
bunga, tingkat kematian, usia pensiun normal, tingkat rendah atau lebih tinggi dari perkiraan tersebut.
pengunduran diri, tingkat kecacatan dan tingkat
kenaikan gaji (Tunggal, 1995). Asumsi aktuaria dalam 2.6 Fungsi Dasar Aktuaria
Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun (SPA-DP) No. Fungsi dasar aktuaria merupakan seluruh fungsi
5.01 Tahun 1998 didefinisikan sebagai kumpulan dasar yang mendukung proses perhitungan aktuaria.
estimasi mengenai perubahan-perubahan dimasa Terdapat beberapa fungsi dasar aktuaria yang
yang akan datang, yang digunakan untuk menghitung digunakan dalam perumusan penentuan pendanaan
nilai sekarang manfaat pensiun. pensiun, diantaranya adalah fungsi kelangsungan
Asumsi aktuaria yang dipakai diharapkan hidup, fungsi bunga, fungsi gaji, dan fungsi manfaat.
mencerminkan estimasi terbaik atas antisipasi hal
yang akan terjadi dimasa mendatang. 2.6.1 Fungsi Kelangsungan Hidup
(Winklevoss,1993) memperkenalkan beberapa Fungsi kelangsungan hidup atau composite
asumsi aktuaria yang digunakan dalam perhitungan survival function merupakan fungsi yang
biaya pensiun, yaitu asumsi tingkat penyusutan, menggambarkan peluang seorang karyawan akan
asumsi tingkat kenaikan gaji, dan asumsi tingkat suku tetap bekerja selama masa kerja aktif sampai waktu
bunga. yang diperbolehkan pensiun (Winklevoss, 1993).
Fungsi kelangsungan hidup didefinisikan sebagai
2.5.1 Asumsi Tingkat Penyusutan berikut:

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 167


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

l x( T n) Menurut Winklevoss (1993), jika suatu


n p x( T ) (19) program pensiun mempunyai manfaat yang berkaitan
l x( T ) dengan besarnya gaji karyawan, maka diperlukan
dengan: perumusan notasi gaji dan prosedur untuk
(T )
n px
= Peluang seorang karyawan berusia x akan mengestimasi gaji dimasa mendatang. Kumulatif gaji
tetap bekerja untuk n tahun mendatang karyawan dari usia masuk kerja y sampai usia x-1
dinotasikan dengan Sx, dimana x > y,
l x(T ) = Banyaknya karyawan yang masih aktif bekerja x 1
pada usia x S x st (25)
l x(T n) = Banyaknya karyawan yang masih aktif bekerja t y
pada usia x+n Jika diasumsikan besarnya tingkat kenaikan
Total penyusutan dari peserta aktif sama gaji karyawan adalah s per tahun, maka besarnya gaji
dengan jumlahan dari setiap penyebab yang terakhir karyawan sebelum pensiun pada usia r-1
digunakan, berdasarkan gaji pada saat usia x menurut Aitken
(1994) adalah:
d x(T ) d x( m ) d x( t ) d x( d ) d x( r ) (20)
s r 1 (1 s) r 1 x s x (26)
l (q
(T )
x
(m)
x q q (t )
x
(d )
x q )
(r)
x (21)
dengan:
dengan: sr-1 = Gaji terakhir karyawan sebelum pensiun pada
q x( m ) = Tingkat kematian (mortality) usia r-1
q x(t ) = Tingkat pengunduran diri (termination) sx= Gaji karyawan pada usia x
s= Tingkat kenaikan gaji
q x( d ) = Tingkat kecacatan (disability) sehingga estimasi gaji karyawan pada usia x dapat
q x( r ) = Tingkat pensiun normal (retirement) dirumuskan dengan:
d x(T ) = Banyaknya peserta yang keluar dari program s x t s x (1 s) t (27)
pensiun pada usia x
d x( m ) = Banyaknya peserta yang meninggal pada usia x
2.6.4 Fungsi Manfaat
d x(t ) = Banyaknya peserta yang mengundurkan diri Fungsi manfaat digunakan untuk menentukan
pada usia x besar manfaat pensiun yang akan diterima peserta
d x( d ) = Banyaknya peserta yang menjadi cacat pada ketika tiba saatnya pensiun. Misalkan bx menyatakan
usia x besar manfaat pensiun yang akan dibayarkan pada
setiap tahun untuk jangka waktu x sampai x+1, maka
d x( r ) = Banyaknya peserta yang pensiun normal pada
jumlah manfaat pensiun yang akan diberikan kepada
usia x peserta mulai usia masuk kerja y sampai dengan usia
x-1 adalah:
2.6.2 Fungsi Bunga x 1
Winklevoss (1993) menyatakan bahwa fungsi B x bt (28)
bunga digunakan untuk mendiskontokan suatu t y
pembayaran yang akan datang ke waktu sekarang. Menurut Winklevoss (1993), perumusan
Jika i adalah tingkat suku bunga yang diasumsikan manfaat pensiun pada program pensiun ada tiga,
untuk n tahun dengan besar i tidak berubah untuk yaitu:
setiap tahunnya, maka nilai sekarang dari 1. Manfaat penghasilan tetap (flat dollar unit
pembayaran sebesar 1 setelah n tahun adalah: benefit)
1 Flat dollar unit benefit merupakan jumlah
(22) manfaat pensiun yang dibayarkan setiap tahunnya
(1 i1 )(1 i2 )...(1 in )
sama, sehingga perhitungan manfaat kumulatif
dalam bunga majemuk didefinisikan suatu fungsi v pensiun hanya perkalian dengan masa kerja, sebagai
sebagai berikut: berikut:
1 Bx ( x y )bx (29)
v
(1 i )
(23)
dengan:
bx = Manfaat pensiun pada tahun peserta
maka fungsi bunga dapat disederhanakan menjadi: berusia x
1 Bx = Kumulatif manfaat pensiun pada tahun
vn (24) peserta berusia x
(1 i ) n 2. Rata-rata gaji terakhir (final average)
vn adalah nilai sekarang dari pembayaran sebesar 1 Perhitungan besar manfaat pensiun menurut
satuan yang dilakukan pada n tahun mendatang. rata-rata gaji per tahun selama n tahun dirumuskan
dengan:
2.6.3 Fungsi Gaji

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 168


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

1 r 1 metode perhitungan aktuaria. Metode perhitungan


Br k ( r y ) s t (30) aktuaria dirancang untuk menjamin bahwa dana
n t r n program pensiun yang terkumpul akan mencukupi
atau untuk membayar manfaat pensiun kepada peserta
1 pada waktu mereka pensiun.
Br k ( r y ) ( S r S r n ) (31) Menurut Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun
n
(SPA-DP) No. 5.01, metode perhitungan aktuaria
dengan:
adalah suatu metode perhitungan yang digunakan
Br = Kumulatif manfaat pensiun seorang peserta pada
untuk menetapkan besarnya nilai sekarang manfaat
usia pensiun r
pensiun pada suatu periode tertentu dari suatu
k = Proporsi dari gaji yang dipersiapkan untuk
program pensiun manfaat pasti. Terdapat banyak
manfaat pensiun (0 k 1)
metode perhitungan aktuaria, namun dalam Standar
Sr-n = Kumulatif gaji karyawan yang terhimpun pada n
Praktik Aktuaria Dana Pensiun (SPA-DP) No. 3.01
tahun sebelum pensiun
metode perhitungan aktuaria dibagi menjadi dua
Sr = Kumulatif gaji karyawan pada usia pensiun r
kategori besar, yaitu metode Accrued benefit cost dan
metode projected benefit cost.
3. Rata-rata gaji selama bekerja (career average)
Yaitu penetapan manfaat pensiun dimana
2.7.1 Metode Accrued Benefit Cost
besarnya manfaat pensiun yang akan dibayarkan
Metode biaya manfaat yang disisihkan (Accrued
setiap tahunnya berdasarkan presentase tetap dari
benefit cost method). Metode biaya aktuaria, yaitu
rata-rata gaji karyawan dalam satu tahun. Rumusnya
iuran dalam satu tahun merupakan nilai sekarang dari
adalah sebagai berikut:
tambahan jaminan dalam tahun ini. Metode Accrued
benefit cost ditandai dengan pembagian total manfaat
B x k .S x (33)
pensiun yang dapat menjadi hak seorang peserta bila
dengan: bekerja sampai usia pensiun normal dengan jumlah
bx = Manfaat pensiun pada tahun peserta berusia x masa kerja yang telah dan akan dijalaninya sejak
Bx = Kumulatif manfaat pensiun pada tahun peserta mulai bekerja sampai usia pensiun normal tersebut.
berusia x (Tunggal,1995) mengemukakan bahwa pada metode
K = Proporsi dari gaji yang dipersiapkan untuk Accrued benefit cost, manfaat yang diperoleh adalah
manfaat pensiun (0 k 1) iuran yang umumnya lebih rendah dibandingkan
Nilai sekarang manfaat pensiun atau present dengan metode lainnya, dan hutangnya akan
value of future benefit (PVFB) adalah nilai sekarang konsisten dengan target pengembangan manfaat
dari manfaat pensiun yang diproyeksikan dan akan karena kenaikan gaji yang digunakan dalam
diterima oleh peserta program pensiun dimasa yang perhitungan biaya pensiun adalah sesuai dengan
akan datang (setelah pensiun). Nilai sekarang realisasinya.
manfaat pensiun dimasa yang akan datang untuk
seorang peserta berusia x, mulai ikut program pensiun 2.7.2 Metode Projected Benefit Cost
pada usia y dan akan pensiun pada usia r, dimana x<r, Metode biaya manfaat yang diproyeksi
dirumuskan sebagai berikut: (projected benefit cost method). Metode biaya
r
( PVFB ) x Br v r x r x p x(T ) ar (34)
aktuaria, yaitu iuran menggambarkan jaminan yang
akan datang dan tingkat besarnya iuran (presentase
gaji) sepanjang tahun. Metode projected benefit cost
dengan: diterapkan dengan terlebih dahulu menetapkan nilai
r
( PVFB) x = Nilai sekarang (pada usia x) manfaat sekarang, pada tanggal tertentu, dari total manfaat
pensiun yang dapat menjadi hak seorang peserta bila
pensiun (pada usia r) bekerja sampai usia pensiun normal. Nilai sekarang
Br = Kumulatif manfaat pensiun seorang peserta pada total manfaat pensiun tersebut kemudian dialokasikan
usia pensiun r ke tiap-tiap masa kerja mulai dari tanggal tersebut
vr-x = Faktor diskonto dari usia x sampai usia pensiun r sampai dengan tanggal tercapainya usia pensiun
rx p x
(T )
= Peluang seorang karyawan akan tetap normal. Metode projected benefit cost menggunakan
bekerja hingga usia pensiun r tanggal perhitungan aktuaria sebagai tanggal
ar = Nilai tunai anuitas awal seumur hidup pada saat penetapan nilai sekarang total manfaat pensiun dan
usia pensiun r mengalokasikan seluruh nilai sekarang tersebut pada
masa kerja setelah tanggal perhitungan aktuaria.
2.7 Metode Perhitungan Aktuaria
Pendanaan pada suatu program pensiun 2.8 Ukuran Kewajiban Pensiun
diperoleh dari iuran yang dibayarkan oleh karyawan Terdapat beberapa ukuran kewajiban pensiun
kepada dana pensiun. Perhitungan pada pendanaan yang harus dibayarkan oleh dana pensiun pada
pensiun dilakukan pada saat peserta masih aktif peserta pensiun, baik pada saat mengundurkan diri,
bekerja ataupun sudah pensiun pada saat usia yang meninggal, cacat, pensiun dini, maupun ketika pensiun
telah ditetapkan untuk pensiun normal menggunakan normal. Bagian-bagian dari ukuran kewajiban

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 169


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

pensiun yang akan digunakan pada metode Accrued r


benefit cost adalah plan termination liability dan
( PVFB) x = Nilai sekarang dari manfaat pensiun
actuarial liability. peserta berusia x

2.8.1 Kewajiban Penghentian Rencana 2.9 Iuran Normal


Kewajiban Penghentian Rencana atau plan Iuran normal atau normal cost (NC) adalah biaya
termination liability (PTL) merupakan kewajiban yang tahunan yang dibayarkan oleh karyawan kepada dana
dibayarkan oleh dana pensiun kepada peserta pada pensiun selama masih aktif bekerja untuk mendanai
saat usia x dikarenakan mengundurkan diri sebagai bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun. Dalam
peserta aktif dari program pensiun. Fungsi PTL Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun (SPA-DP) No.
menggunakan peluang tingkat kematian, karena 5.01, iuran normal adalah iuran yang diperlukan
faktor kematian yang dapat mencegah peserta dalam satu tahun untuk mendanai bagian dari nilai
menerima manfaat yang masih harus dibayar pada sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan pada
saat pensiun jika rencana itu dihentikan. Nilai dari tahun berjalan sesuai dengan metode perhitungan
PTL didefinisikan sebagai berikut: aktuaria yang digunakan. Iuran normal dengan
( PTL ) x B x r x p x( m ) v r x a
r (35) metode Accrued benefit cost didefinisikan adalah:
( NC ) x bx r x p x(T ) v r x ar
AB r
dengan: (37)
( PTL) x = Nilai kewajiban seorang peserta yang dengan:
mengundurkan diri dari program pensiun pada usia x AB r
Bx = Kumulatif manfaat pensiun pada tahun peserta ( NC) x = Iuran normal seorang peserta berusia x
berusia x dengan usia pensiun normal r
(m)
rx p x
= Peluang seorang karyawan berusia x akan r
( NC) x = Iuran normal peserta pada usia x dengan
tetap hidup hingga usia r-x usia pensiun normal r
vr-x= Faktor diskonto dari usia x sampai usia pensiun r bx = Manfaat pensiun pada tahun peserta berusia x
r = Nilai tunai anuitas awal seumur hidup pada saat
a (T )
rx p x
= Peluang seorang karyawan berusia x akan
usia pensiun r tetap bekerja hingga usia pensiun normal r
vr-x= Faktor diskonto dari usia x sampai usia pensiun r
2.8.2 Kewajiban Aktuaria r = Nilai tunai anuitas awal seumur hidup pada saat
a
Kewajiban aktuaria atau actuarial liability (AL)
usia pensiun normal r
adalah kewajiban dana pensiun untuk memberikan
manfaat kepada peserta yang telah pensiun
2.10 Biaya Tambahan
diakibatkan pensiun normal. Dalam Pernyataan
Biaya tambahan atau supplemental cost (SC)
Standar Akutansi Keuangan (PSAK) No. 18 dijelaskan
merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh pihak
bahwa kewajiban aktuaria adalah nilai sekarang
pemberi kerja kepada pihak dana pensiun ketika
pembayaran manfaat pensiun yang akan dilakukan
terjadi kekurangan dana (defisit) dari kewajiban
dana pensiun kepada karyawan yang masih bekerja
aktuaria. Biaya tambahan digunakan untuk menutupi
dan yang sudah pensiun, yang dihitung berdasarkan
ketidaksesuaian antara kewajiban dengan manfaat
jasa yang telah diberikan.
pensiun yang telah ditetapkan. Salah satu metode
Perhitungan kewajiban aktuaria sama dengan
yang dapat digunakan adalah metode Accrued benefit
nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan
cost. Pada metode ini, penentuan biaya tambahan
pada usia sekarang. Nilai kewajiban aktuaria dengan
didasarkan atas perhitungan manfaat yang diterima
metode Accrued benefit cost dihitung dari persamaan
setiap tahunnya. Perhitungan biaya tambahan dengan
berikut:
metode Accrued benefit cost didefinisikan sebagai
Bx berikut:
( AL ) x B x r x p x(T ) v r x ar
AB r r
( PVFB ) x
Br AB
( SCn ) x Cn bx r x p x(T ) v r x ar
(38)
(36)
dengan:
dengan: AB(SCn)x = Biaya tambahan seorang peserta berusia x
AB r
( AL) x = Nilai kewajiban aktuaria seorang pada tahun ke-n
peserta berusia x dengan usia pensiun normal r Cn = Koefisien manfaat biaya tambahan untuk setiap
(T )
= Peluang seorang karyawan berusia x akan waktu, dengan besarnya Cn sama untuk setiap
rx p x
waktunya
tetap bekerja hingga usia pensiun r bx = Manfaat pensiun pada tahun peserta berusia x
vr-x= Faktor diskonto dari usia x sampai usia pensiun r (T )
= Peluang seorang karyawan berusia x akan
rx p x
r = Nilai tunai anuitas awal seumur hidup pada saat
a
tetap bekerja hingga usia pensiun r
usia pensiun r vr-x = Faktor diskonto dari usia x sampai usia pensiun r
Bx= Kumulatif manfaat pensiun pada tahun peserta r = Nilai tunai anuitas awal seumur hidup pada saat
a
berusia x
Br= Kumulatif manfaat pensiun seorang peserta pada usia pensiun r
usia pensiun r

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 170


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Penentuan nilai Cn berdasarkan persamaan 2. Menghitung besar manfaat pensiun masing-


berikut: masing pegawai berdasarkan gaji awal pegawai,
Bz usia saat diangkat menjadi PNS, batas usia
Cn (39) pensiun pegawai, asumsi tingkat kenaikan gaji s
Br B z sebesar 7% (RAPBN 2015), dan proporsi dari gaji
dengan: yang dipersiapkan untuk manfaat pensiun k
Bz = Kumulatif manfaat pensiun pada saat usia sebesar 2,5% (Undang-Undang Nomor 11 Tahun
diperbolehkan pensiun dini 1969 tetang Pensiun Pegawai dan Pensiun
Br = Kumulatif manfaat pensiun pada saat usia Janda/Duda Pegawai).
pensiun normal 3. Menghitung nilai sekarang manfaat pensiun
3. Metodologi Penelitian berdasarkan kumulatif manfaat pensiun pada
3.1 Data saat usia pensiun, faktor diskonto, anuitas awal
Data yang digunakan sebagai contoh penerapan seumur hidup pada usia pensiun, serta peluang
perhitungan biaya tambahan pada penelitian ini seorang pegawai akan tetap bekerja hingga usia
berupa data sekunder, yaitu data nominatif Pegawai pensiun.
Negeri Sipil (PNS) pada suatu instansi pemerintah 4. Menghitung nilai kewajiban penghentian rencana
yang belum mencapai usia 50 tahun pada tahun 2015. berdasarkan kumulatif manfaat pensiun pada
Jumlah total pegawai yang digunakan dalam usia x, faktor diskonto, anuitas awal seumur
penelitian sebanyak 34 (tiga puluh empat) orang hidup pada usia pensiun, serta peluang hidup
pegawai. seorang pegawai.
3.2 Variabel Penelitian 5. Menghitung nilai kewajiban aktuaria
Variabel penelitian yang digunakan dalam menggunakan metode Accrued benefit cost, yaitu
penelitian penelitian ini diambil dari variabel yang dengan memperhatikan besar kumulatif manfaat
tersedia dalam informasi data gaji pegawai suatu pensiun, faktor diskonto, anuitas awal seumur
instansi pemerintah dan disesuaikan dengan hidup pada usia pensiun, serta peluang seorang
kebutuhan perhitungan biaya tambahan pada pegawai akan tetap bekerja hingga usia pensiun.
program pendanaan pensiun. Variabel-variabel 6. Menghitung iuran normal menggunakan metode
tersebut adalah: Accrued benefit cost, yaitu dengan
1. Usia pegawai saat diangkat menjadi PNS memperhatikan besar manfaat pensiun, faktor
2. Usia pegawai saat perhitungan dilakukan diskonto, anuitas awal seumur hidup pada usia
3. Batas usia pensiun pegawai pensiun, serta peluang seorang pegawai akan
4. Masa kerja pegawai tetap bekerja hingga usia pensiun.
5. Sisa masa kerja pegawai 7. Menghitung biaya tambahan menggunakan
6. Jenis kelamin metode Accrued benefit cost, perhitungan
7. Gaji awal pegawai dipengaruhi oleh besar manfaat pensiun, anuitas
awal seumur hidup pada saat usia pensiun,
3.3 Tahapan Analisis peluang seorang pegawai akan tetap bekerja
Tahapan analisis yang dilakukan untuk mencapai hingga usia pensiun, faktor diskonto, serta
tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: koefisien manfaat biaya tambahan pada tahun
1. Menyusun tabel perhitungan berdasarkan tabel ke-n.
mortalitas 1971 US Group Annuity Mortality Pengolahan data dilakukan menggunakan
(GAM) Male dan 1971 US Group Annuity Mortality Software Microsoft Excel 2013 dan Table Manager
(GAM) Female dengan asumsi tingkat suku bunga 3.01.
yang digunakan adalah 11% (Bapepam, 2003). Diagram analisis sebagai berikut :

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 171


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Mulai

Data, asumsi aktuaria yang


ditetapkan, tabel mortalitas

Membuat tabel perhitungan dan analisis BI Rate

Menghitung besar manfaat pensiun

Menghitung nilai sekarang manfaat pensiun

Menghitung nilai kewajiban penghentian rencana

Menghitung nilai kewajiban aktuaria


menggunakan metode accrued benefit cost

Menghitung iuran normal menggunakan


metode accrued benefit cost

Menghitung biaya tambahan menggunakan


metode accrued benefit cost

Biaya tambahan

Selesai

Gambar 6. Diagram Penelitian


Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional, yaitu 58
4. Analisis dan Pembahasan tahun. Gaji awal pegawai disesuaikan dengan
4.1 Data dan Asumsi Aktuaria peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
4.1.1 Data 34 Tahun 2014 tentang Perubahan Keenam Belas atas
Data yang digunakan sebagai contoh penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1997 tentang
untuk perhitungan biaya tambahan menggunakan Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
metode Accrued benefit cost. Data yang diberikan
adalah data nominatif dan data gaji pegawai di sebuah 4.1.2 Asumsi Aktuaria
institusi. Pegawai yang bekerja di institusi tersebut Dalam penulisan penelitian ini digunakan tiga
merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Data yang asumsi aktuaria, yaitu:
telah diperolah dianalisis lebih lanjut untuk 1. Asumsi Penyusutan
menentukan variabel penelitian. Variabel yang akan Pada penelitian ini diasumsikan bahwa
digunakan adalah: penyusutan disebabkan oleh empat faktor, yaitu cacat
1. Jenis kelamin (d), mengundurkan diri (t), meninggal (m) dan
2. Usia pegawai saat diangkat menjadi PNS (y) pensiun normal (r). Jumlah penyusutan dari masing-
3. Usia pegawai saat perhitungan dilakukan (x) masing faktor disusun dalam sebuah tabel penyusutan
4. Batas usia pensiun pegawai (r) jamak. Tabel penyusutan jamak atau multiple
5. Masa kerja pegawai (t) decrement merupakan tabel yang digunakan untuk
6. Sisa masa kerja pegawai (r-x) mencari fungsi kelangsungan hidup, yaitu peluang
7. Gaji awal pegawai seorang karyawan akan tetap bekerja selama masa
Batas usia pensiun pegawai disesuaikan dengan aktif bekerja sampai usia pensiun normal.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 tentang 2. Asumsi Tingkat Kenaikan Gaji
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 172


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Asumsi tingkat kenaikan gaji yang digunakan 1. x, yaitu usia


mengikuti aturan pemerintah mengenai tingkat 2. qx, yaitu peluang seseorang berusia x meninggal
kenaikan gaji PNS, yang tercantum dalam Rancangan antara usia x dan x+1 tahun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 3. px,,yaitu peluang seseorang berusia x akan
Tahun 2014, yaitu sebesar 7%. mencapai usia x+1
3. Asumsi Tingkat Suku Bunga 4. lx, yaitu jumlah orang yang berusia tepat x tahun
Asumsi tingkat suku bunga yang digunakan 5. dx, yaitu jumlah orang yang meninggal antara
pada penelitian ini diambil dari asumsi aktuaria usia x dan x+1tahun
valuasi 2003 yang digunakan oleh PT. Taspen yaitu 6. vx, yaitu suatu faktor diskonto
sebesar 11% (Bapepam, 2003). 7. Dx, yaitu simbol komutasi yang menyatakan hasil
perkalian antara vx dengan px
4.2 Tabel Perhitungan 8. Nx, yaitu simbol komutasi yang menyatakan
Tabel perhitungan dibuat untuk memudahkan akumulasi dari Dx+t dengan t=0 sampai dengan w-
dalam perhitungan anuitas. Anuitas yang digunakan 1
dalam penelitian ini adalah anuitas awal seumur
hidup. Tabel perhitungan disusun berdasarkan tabel 4.3 Perhitungan dan Analisis
mortalitas dan tingkat suku bunga. Tabel mortalitas Sebelum memulai perhitungan dana pensiun dapat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel dilihat deskripsi jumlah pegawai negeri sipil di
1971 US Group Annuity Mortality (GAM) Male dan Indonesia pada tahun 2014
1971 US Group Annuity Mortality (GAM) Female.
Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 11%.
Terdiri dari:

Gambar 7.Jumlah PNS di Indonesia pada 2014


lain, PNS Kabupaten/Kota dipekerjakan pada Instansi
Berdasarkan Gambar 7. Dapat dilihat bahwa jumlah lain, PNS Kabupaten/Kota diperbantukan pada
PNS pada tahun 2014 tercatat sebanyak 4,455,303 BUMN/Badan lain, dan PNS Kabupaten/Kota
orang dimana sebanyak 2,288,631 adalah laki-laki dan dipekerjakan pada BUMN/Badan lain. Dalam analisis
2,166,672 perempuan. PNS terbanyak pada dana pensiun, tingkat suku bunga juga perlu
kabupaten/kota yakni sebesar 73% atau 3,248,103 diperhatikan dalam perhitungan pendanaan pensiun.
orang dimana jumlah tersebut adalah akumulatif dari Perhitungan besaran aktuaria biasanya didasarkan
Pegawai Negeri Sipil Kabupaten/Kota, PNS Pusat pada asumsi tingkat suku bunga konstan. Hal ini tentu
diperbantukan pada Pemda Kabupaten/Kota, PNS tidak sesuai pada kenyataan yang terjadi karena
Pusat dipekerjakan pada Pemda Kabupaten/Kota, tingkat suku bunga bergerak secara fluktuatif. Tingkat
PNS Kabupaten/Kota diperbantukan pada Instansi bunga yang berfluktuatif

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 173


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Gambar 8.BI RATE


memetakan hasil yang menggembirakan, ditandai
BI rate tertinggi berada pada 06 desember 2005 dengan peningkatan yang stabil dalam fungsi
sampai dengan 05 April 2006 dimana sebesar 12.75%. intermediasi perbankan. Pada bulan Oktober 2005,
berdasarkan press release yang dilakukan oleh pertumbuhan penyaluran kredit tercatat sebesar 21%,
Directorate of Strategic Planning and Public Relations yang menunjukkan bahwa 22% yang ditargetkan
menyebutkan Dari perspektif secara keseluruhan, ekspansi kredit untuk tahun 2005 baik dalam
perekonomian Indonesia menghadapi tantangan yang jangkauan. Namun demikian, rasio NPL yang mendaki
menakutkan. kondisi yang merugikan dalam ekonomi karena pemasangan risiko kredit terkait dengan
global, terutama dengan kenaikan tajam harga minyak naiknya suku bunga dan peningkatan risiko di sektor
dan siklus pengetatan moneter global, telah riil. Pada bulan Oktober 2005, NPL gross mencapai
merintangi upaya untuk mempertahankan momentum 8,4% gross dan NPL net 4,7%. Ke depan, peningkatan
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi makro. risiko kredit panggilan untuk kewaspadaan lebih
Ketergantungan pada impor untuk mempertahankan besar dari sektor perbankan. Disisi lain BI Rate
aktivitas ekonomi domestik telah memberikan terendah sebesar 5.75% terjadi pada 09 February
ekonomi struktural rentan terhadap perubahan 2012 hingga 14 May 2013.
kondisi eksternal. ekspansi ekonomi telah melambat Dalam Rapat Dewan Gubernur RDG pada
dengan investasi terhalang oleh meningkatnya biaya tanggal 9 Februari 2012, Bank Indonesia memutuskan
produksi disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi
penundaan di berbagai reformasi peraturan investasi 5,75%. Keputusan ini dibuat sebagai langkah lebih
dan pembangunan infrastruktur. Konsumsi juga lanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
menurun karena daya beli masyarakat melemah dan Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi
gerakan ke atas baru suku bunga. Secara eksternal, global, dengan prioritas tetap pada pencapaian
ekspor telah dilakukan di bawah ekspektasi karena sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar. Dengan
krisis ekonomi global dan melemahnya daya saing. keputusan BI rate ini, batas bawah dan atas dari
Bank Indonesia memandang bahwa pertumbuhan koridor suku bunga operasi moneter Bank Indonesia
ekonomi untuk tahun 2005 secara keseluruhan akan menjadi 3,75% untuk bermalam deposit facility
mencapai sekitar 5,3% -5,6%. Stabilitas (tingkat deposit facility) dan 6,75% untuk fasilitas
makroekonomi domestik telah secara signifikan overnight lending (tingkat fasilitas pinjaman), masing-
dipengaruhi oleh guncangan eksternal yang masing. Ke depan, Bank Indonesia akan terus waspada
disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan terhadap risiko memburuknya ekonomi global dan
siklus pengetatan moneter global. harga minyak dampak kebijakan Pemerintah tentang energi, dan
internasional yang tinggi menyebabkan tajam akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter
peningkatan permintaan untuk mata uang asing di dan makroprudensial, serta koordinasi dengan
pasar domestik. Memperparah ini penyesuaian dalam pemerintah. Dewan Gubernur meyakini bahwa
portofolio investasi karena investor asing menanggapi penerapan bauran kebijakan moneter dan
pergerakan suku bunga luar negeri dan skala terbatas makroprudensial countercyclical sangat penting
terus investasi asing langsung (FDI). Di pasar mata dalam mengelola ekonomi dan menjaga inflasi dalam
uang relatif tipis di Indonesia, guncangan kembar target, yaitu, 4,5% 1% untuk 2012 dan 2013.
diproduksi volatilitas yang cukup besar dalam nilai Resolusi krisis kawasan euro yang berkaitan
tukar. Depresiasi nilai tukar rupiah dan kenaikan dengan utang dan defisit fiskal masih akan memakan
harga bahan bakar secara signifikan meningkatkan waktu dan mengandung ketidakpastian, sementara
inflasi. Akibatnya, Bank Indonesia memperkirakan ekonomi AS masih menghadapi pemulihan yang
inflasi tahun 2005 mencapai 18%, sementara inflasi lemah. Kondisi ini menyebabkan menurunnya
inti pada akhir tahun diperkirakan mencapai 9,5%. perdagangan global dan mempengaruhi negara
Dalam konteks risiko ini, sektor perbankan terus berkembang pasar, termasuk Indonesia. Sejalan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 174


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

dengan aktivitas ekonomi global melemah, non-energi pensiun pada usia 58 tahun (r = 58). Gaji pokok pada
harga komoditas global dalam mengurangi tren, dan tahun pertama yang diterima adalah Rp. 2.084.200
disertai dengan penurunan tekanan inflasi global. perbulan.
Di sisi domestik, Dewan Gubernur 1. Perhitungan manfaat pensiun
memandang bahwa perekonomian Indonesia masih Besar manfaat pensiun seorang peserta setiap
cukup tangguh, meskipun dengan kecenderungan tahunnya tergantung pada besar gaji pegawai pada
pertumbuhan yang lebih rendah dari prospek usia x dan proporsi dari gaji yang dipersiapkan untuk
ekonomi global. Untuk Q1 / 2012, pertumbuhan manfaat pensiun. Untuk perhitungan gaji, digunakan
ekonomi diperkirakan akan mencapai 6,5% tingkat kenaikan gaji berkala sebesar 7% pertahun (s
sedangkan untuk keseluruhan 2012 diprediksi = 7%). Besarnya gaji pegawai dihitung berdasarkan
menuju batas bawah dari perkiraan pada 6,3-6,7%. persamaan , yaitu:
Sumber pertumbuhan terutama dari permintaan
domestik, didukung oleh konsumsi swasta yang kuat
s x t s x (1 s) t
dan investasi. konsumsi swasta yang kuat didukung maka besarnya gaji peserta pada usia 29 tahun adalah:
dengan meningkatkan daya beli dan keyakinan
konsumen inflasi terkendali. Peningkatan investasi
s29 s22 (1 s) 7
didukung oleh iklim investasi yang baik dan persepsi s29= Rp. 2.084.200 x (1+0,07)7 = Rp. 3.346.769
positif terhadap prospek ekonomi Indonesia. kumulatif gaji selama satu tahun adalah 12 x Rp.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor diperkirakan 3.346.769 = Rp. 40.161.237
melambat karena ekonomi global melambat. Proporsi gaji yang dipersiapkan untuk manfaat
Berdasarkan sektor produksi, pertumbuhan ekonomi pensiun bagi PNS menurut Undang-undang Nomor 11
yang kuat dipimpin oleh sektor manufaktur Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun
komunikasi sektor pengangkutan dan, serta Janda/Duda Pegawai adalah k = 2,5%. Pada jurnal
perdagangan, hotel dan restoran. perhitungan fungsi manfaat pensiun menggunakan
Sedangkan pada 16 Juni 2016 memutuskan rata-rata gaji selama kerja. Besar manfaat pensiun
untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi dihitung berdasarkan persamaan yaitu:
6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun bx =k.sx
sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility besar manfaat pensiun seorang peserta berusia 29
turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%, berlaku efektif tahun adalah:
sejak 17 Juni 2016. Bank Indonesia juga memutuskan b29 = (0,025) x s29
BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50% b29= 0,025 x Rp. 40.161.237 = Rp. 1.004.030
menjadi sebesar 5,25% sejalan dengan rencana Jadi, besar manfaat pensiun peserta pada usia 29
reformulasi suku bunga kebijakan rasio kecukupan tahun adalah Rp. 1.004.030. Berdasarkan kumulatif
modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar manfaat pensiun peserta pada usia pensiun normal 58
21,7%, sementara rasio kredit bermasalah (Non tahun adalah Rp. 93.109.630.
Performing Loan/NPL) berada di kisaran 2,9% (gross)
atau 1,5% (net).Transmisi pelonggaran kebijakan 2. Perhitungan nilai sekarang manfaat pensiun
moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, Nilai sekarang manfaat pensiun merupakan nilai
tercermin dari terus berlanjutnya penurunan suku sekarang pada tanggal perhitungan aktuaria dari
bunga perbankan, baik suku bunga deposito maupun manfaat pensiun yang telah diproyeksikan dan akan
suku bunga kredit. Sementara itu, transmisi melalui dibayarkan dimasa yang akan datang (pensiun). Nilai
jalur kredit masih belum optimal. Hal ini terlihat pada sekarang manfaat pensiun dihitung berdasarkan
masih melambatnya pertumbuhan kredit dari 8,7% persamaan (34), yaitu:
(yoy) pada Maret 2016 menjadi 8,0% pada April 2016. ( PVFB ) x Br v r x r x p x(T ) ar
r

Demikian pula pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)


pada April 2016 tercatat sebesar 6,2% (yoy), menurun nilai sekarang manfaat pensiun peserta berusia 29
dibandingkan dengan pertumbuhan bulan tahun adalah:
sebelumnya sebesar 6,4% (yoy). 58 29 l (T58) N 58
Biaya tambahan merupakan biaya yang harus
58
( PVFB )29 B58v (T )
dikeluarkan oleh pihak pemberi kerja kepada pihak
l29 D58
dana pensiun dikarenakan adanya rencana kewajiban 36701 17192
Rp. 93.109.630 x (1 0,11) 29 x
yang tidak didanai. Perhitungan biaya tambahan 166004 2085
dilakukan setiap tahun terhadap seluruh pegawai
yang mengikuti program pensiun manfaat pasti. Pada = Rp. 93.109.630 x 0,04849 x 0,22109 x 8,24387
penelitian ini akan dijelaskan mengenai biaya =Rp. 8.228.999,185
tambahan pada program pensiun manfaat pasti dan nilai Dx dan Nx diambil dari tabel perhitungan pada
cara perhitungannya berdasarkan (Nurlatifah,2015). sedangkan nilai l x(T ) diambil dari tabel penyusutan
Sebagai contoh perhitungan, akan dilakukan
perhitungan terhadap satu pegawai berjenis kelamin jamak
wanita diangkat menjadi PNS dengan golongan IIIa Jadi, nilai sekarang manfaat pensiun peserta pada
pada usia 22 tahun (y = 22) dan mulai terhitung usia 29 tahun adalah Rp. 8.228.999,185. Perhitungan
nilai sekarang manfaat pensiun dilakukan dari usia

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 175


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

masuk kerja y hingga usia pensiun normal r. Hasil


perhitungannya disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Perhitungan Nilai Sekarang Manfaat Pensiun


n x bx Bx 58(PVFB)x 58(PTL)x 58(AL)x 58(NC)x (SCn)x
1 22 Rp 625,260 Rp - Rp 1,216,600 Rp - Rp - Rp 8,169 Rp 9,664
2 23 Rp 669,028 Rp 625,260 Rp 1,704,588 Rp 138,230 Rp 11,446 Rp12,248 Rp 14,489
3 24 Rp 715,860 Rp 1,294,288 Rp 2,340,253 Rp 317,709 Rp 32,531 Rp 17,992 Rp 21,284
4 25 Rp 765,970 Rp 2,010,148 Rp 3,154,188 Rp 547,888 Rp 68,095 Rp 25,948 Rp 30,695
5 26 Rp 819,588 Rp 2,776,118 Rp 4,179,831 Rp 840,186 Rp 124,624 Rp 36,792 Rp 43,524
6 27 Rp 876,959 Rp 3,595,707 Rp 5,454,558 Rp1,208,384 Rp 210,644 Rp 51,374 Rp 60,774
7 28 Rp 938,346 Rp 4,472,666 Rp 7,018,578 Rp 1,669,089 Rp 337,148 Rp 70,732 Rp83,674
8 29 Rp 1,004,030 Rp 5,411,013 Rp 8,916,715 Rp 2,242,304 Rp 518,189 Rp 96,151 Rp113,745
9 30 Rp 1,074,313 Rp 6,415,044 Rp 11,198,124 Rp 2,952,090 Rp 771,525 Rp 129,205 Rp 152,847
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
36 57 Rp 6,675,639 86,433,990 739,544,068 692,884,678 686,521,309 53,022,759 62,724,708
Rp Rp Rp Rp831,786,67 Rp Rp
37 58 Rp 7,142,934 93,109,629 831,786,679 831,786,679 9 63,810,772 75,486,681
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa besarnya nilai l58( m ) 58-29 N 58
sekarang manfaat pensiun terus meningkat seiring (PTL)29= B29 v
dengan bertambahnya usia peserta. Hal ini l 29( m ) D58
disebabkan oleh nilai peluang kelangsungan hidup 887002 17192
dan faktor diskonto yang semakin tinggi sampai = Rp. 5,411,013 x x (1+0,11)-29 x
982045 2085
memasuki usia pensiun.
= Rp. 5,411,013 x 0,048489 x 8,24387
= Rp. 1.954.005
3. Perhitungan nilai kewajiban penghentian
Jadi, besarnya nilai kewajiban penghentian
rencana
rencana yang harus dibayarkan jika ia pensiun pada
Kewajiban penghentian rencana merupakan
usia 29 tahun adalah Rp. 1.954.005. Perhitungan nilai
kewajiban yang harus dibayarkan oleh dana pensiun
kewajiban penghentian rencana dilakukan dari usia
kepada peserta dikarenakan mengundurkan diri
masuk kerja y hingga usia pensiun normal r. Hasil
sebagai peserta aktif dari program pensiun. Nilai
perhitungannya disajikan dalam tabel berikut:
kewajiban penghentian rencana dihitung berdasarkan
persamaan , yaitu:
( PTL ) x B x r x p x( m ) v r x a
r
nilai kewajiban penghentian rencana seorang peserta
berusia 29 tahun adalah:

Tabel 2. Perhitungan Biaya Tambahan

t x bx Bx 58(PVFB)x 58(PTL)x 58(AL)x 58(NC)x (SCn)x


Rp87,670,8 Rp
1 48 Rp3,093,637 Rp36,051,951 Rp191,613,150 Rp 97,633,262 70 7,523,083 Rp 8,789,351
Rp18,311,9 Rp
2 41 Rp2,022,078 Rp20,340,261 Rp 74,454,627 Rp 29,720,104 39 1,820,437 Rp 2,126,849
Rp82,551,7 Rp
3 47 Rp3,339,634 Rp39,493,778 Rp192,731,651 Rp 95,993,386 28 6,980,659 Rp 9,091,255
Rp26,112,9 Rp
4 42 Rp2,535,649 Rp26,862,706 Rp 94,853,674 Rp 38,244,064 72 2,464,880 Rp 2,915,896
Rp Rp
5 42 Rp2,535,649 Rp26,862,706 Rp 102,787,556 Rp 43,612,071 8,297,150 2,671,051 Rp3,159,792
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
29 29 Rp1,044,448 Rp5,628,835 Rp 8,559,698 Rp 2,032,245 Rp 494.214 Rp 92,302 Rp 109,191
30 31 Rp 828,109 Rp 3,395,409 Rp 16,754,671 Rp 2,832,543 Rp 516,003 Rp 125,848 Rp 140,685

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 176


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Rp
31 35 Rp 912,262 Rp 3,740,453 Rp 17.605.983 Rp 2.976.466 1.254.651 Rp 305.998 Rp 315.965
Rp
32 39 Rp1,057,243 Rp 6,888,182 Rp 27,947,477 Rp7,135,209 4,148,255 Rp 636,701 Rp 657,441
33 21 Rp 615,325 Rp575,070 Rp 835,281 Rp 89,653 Rp 4,840 Rp 5,179 Rp 6,264
34 20 Rp 615,325 Rp 575,070 Rp 663,432 Rp 92,879 Rp 3,574 Rp 3,824 Rp 4,671
Total Rp 83.173.768
Besarnya nilai kewajiban penghentian rencana = Rp. 92.307
terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia nilai l x(T ) diambil dari tabel penyusutan jamak
peserta. Hal ini disebabkan oleh nilai peluang Jadi, besarnya iuran normal pada usia 29 tahun
meninggal seseorang semakin tinggi seiring menggunakan metode Accrued benefit cost adalah Rp.
bertambahnya usia, kumulatif manfaat pensiun yang 92.307. Besarnya iuran normal terus meningkat seiring
terus meningkat dan juga faktor diskonto. dengan bertambahnya usia peserta. Hal ini disebabkan
oleh nilai peluang kelangsungan hidup yang semakin
4. Perhitungan nilai kewajiban aktuaria tinggi sampai usia memasuki pensiun, manfaat pensiun
Kewajiban aktuaria merupakan nilai sekarang yang terus meningkat dan juga faktor diskonto.
manfaat pensiun yang dialokasikan pada usia sekarang.
Nilai kewajiban aktuaria menggunakan metode 6. Perhitungan biaya tambahan
Accrued benefit cost Batas minimal usia pensiun dini disesuaikan
Bx dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
( AL ) x B x r x p x(T ) v r x ar
AB r r
( PVFB ) x tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, pada
Br
pasal 17 ayat 1 disebutkan bahwa diberhentikan
besarnya nilai kewajiban aktuaria peserta berusia 29 dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun
tahun adalah: apabila telah mencapa usia sekurang-kurangnya 50
B29 tahun dan memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 10
( AL ) 29
58
( PVFB ) 29 tahun. Biaya tambahan menggunakan metode Accrued
B58
benefit cost dihitung berdasarkan persamaan yaitu:
= Rp. 5.628.835 x Rp. 8.559.698 AB
( SCn ) x Cn bx r x p x(T ) v r x ar
Rp. 97.490.378
= Rp.494.214 besarnya biaya tambahan seorang peserta berusia 29
tahun adalah:
Jadi, besarnya nilai kewajiban aktuaria seorang B50 l (T ) N
peserta pada usia 29 tahun menggunakan metode ( sc7 ) 29 b29 58(T ) v 58 29 58
B58 B50 l 29 D58
Accrued benefit cost adalah Rp. 494.214. Perhitungan
nilai kewajiban aktuaria dilakukan dari usia masuk Rp. 50.067.268
= x Rp. 996.275
kerja y hingga usia pensiun normal r seperti Rp. 92.390.378 Rp. 50.067.268
perhitungan yang sudah dilakukan. Dapat dilihat
bahwa besarnya nilai kewajiban aktuaria meningkat x
36701
x(1+0.11)-29 x 17192
seiring dengan bertambahnya usia peserta. Besarnya 166004 2085
nilai kewajiban aktuaria dipengaruhi oleh kumulatif = 1,18298 x Rp. 996.275 x 0,22109 x 0,04849 x 8,24387
manfaat pensiun yang diterima pada tahun = Rp.104.155
perhitungan dilakukan. Jadi, besarnya biaya tambahan yang harus dibayar
oleh pihak pemberi kerja kepada dana pensiun jika ia
5. Perhitungan iuran normal pensiun setelah bekerja selama 7 tahun atau pada usia
Iuran normal merupakan iuran tahunan yang 29 tahun adalah Rp. 104.155. Berikut merupakan hasil
wajib dibayarkan oleh peserta program pensiun perhitungan biaya tambahan 1 orang pegawai untuk
kepada pihak dana pensiun sejak mulai masuk kerja setiap tahunnya. Hasil perhitungan pada Tabel 2
pada usia y sampai dengan usia r-1. Besarnya iuran menunjukkan besarnya biaya tambahan yang harus
normal menggunakan metode Accrued benefit cost dikeluarkan oleh pihak pemberi kerja untuk 1 orang
dihitung berdasarkan persamaan yaitu: pegawai apabila ia berhenti bekerja pada tahun
( NC ) x bx r x p x(T ) v r x ar
AB r
bersangkutan. Besarnya biaya tambahan terus
meningkat pada tiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh
besarnya iuran normal yang harus dibayar seorang beberapa faktor diantaranya adalah nilai peluang
peserta berusia 29 tahun adalah: kelangsungan hidup yang semakin tinggi sampai usia
l 58(T ) 58 29 N 58 memasuki pensiun, manfaat pensiun yang terus
( NC ) 29 b29
AB 58
(T )
v meningkat dan juga faktor diskonto. Sedangkan nilai
l 29 D58
koefisien biaya tambahan Cn yang digunakan adalah
36701 17192 sama untuk setiap tahunnya. Secara analog,
= Rp. 1.044.448 x x (1+0,11)-29 x
166004 2085 perhitungan biaya tambahan dilakukan terhadap
= Rp. 1.044.448 x 0,22109 x 0,04849 x 8,24387 seluruh pegawai yang berjumlah 34 orang. Hasilnya

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 177


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

disajikan dalam tabel 2.Besarnya biaya tambahan yang Akutansi Dana Pensiun. Departemen Keuangan
dikeluarkan untuk tiap pegawai berbeda-beda, hal ini Republik Indonesia, Jakarta.
dipengaruhi oleh usia masuk kerja dan gaji awal [PAI] Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998. Standar
masing-masing pegawai. Apabila seluruh pegawai Praktik Aktuaria Dana Pensiun. Persatuan
mengundurkan diri dari pegawai aktif dan pendanaan Aktuaris Indonesia, Jakarta.
pensiun mengalami defisit, maka total seluruh biaya Futami, T., 1993. Matematika Asuransi Jiwa Bagian I,
tambahan yang dikeluarkan periode tahun 2015 adalah Herliyanto, G., Penerjemah. Oriental Life
sebesar Rp. 83.173.768. Namun apabila pendanaan Insurance Cultural Development Center, Tokyo.
pensiun mengalami surplus atau tidak ada pegawai Terjemahan dari:Seimei Hoken Sugaku, Jokan
yang berhenti bekerja pada tahun 2015, maka dana (92 Revision).
sebesar Rp. 83.173.768 dapat digunakan untuk Jordan, C. W., 1991. Society of Actuaries Texbook on Life
investasi lain. Contingencies, The Society of Actuaries, Chicago.
Kellison, Stephen G. 1970. The theory of Interest, 3rd
5. KESIMPULAN DAN SARAN Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Nurlatifah,S, Sudarno., And Hoyyi.A.2015. Perhitungan
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan Biaya Tambahan Dengan Metode Accrued Benefit
bahwa perhitungan dana pension berdasarkan Usia Cost Pada Pendanaan Program Pensiun Manfaat
pegawai saat diangkat menjadi PNS (y),Usia pegawai Pasti. Jurnal Gaussian, Volume 4, Nomor 3, Tahun
saat perhitungan dilakukan (x),Batas usia pensiun 2015 Issn: 2339-2541
pegawai (r), ,Masa kerja pegawai (t), Sisa masa kerja Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang
pegawai (r-x), dan Gaji awal pegawai dapat dilakukan Kenaikan Pangkat PNS.
dengan menggunakan konsep Accrued Benefit Cost. Republik Indonesia. Nota Keuangan dan Rancangan
Pemerintah perlu dilakukan peninjauan kembali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
system pembayaran pension pegawai mengingat harus Tahun Anggaran 2014.
diperhatikannya nilai suku bunga, besar manfaat Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 21
pension, nilai manfaat pension, nilai kewajiban Tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai
penghentian rencana. Untuk menefisiensi anggaran Negeri Sipil yang Mencapai Batas Usia Pensiun
APBN pemerintah dapat mengatur kembali pegawai bagi Pejabat Fungsional, Lembaran Negara
yang berhak menerima pension dan meningkatkan Tahun 2014 Nomor 58.
kemampuan likuiditas. Alternative lain adalah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 32
memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai
agar dapat mandiri mengelola dana pension. Asumsi Negeri Sipil, Lembaran Negara Tahun 1979
penyusutan populasi pada penelitian ini masih Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor
menggunakan perhitungan secara diskrit berdasarkan 3149.
tabel mortalita. Pada penelitian selanjutnya disarankan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 34
untuk memperhitungkan fractional age peserta karena Tahun 2014 tentang Perubahan Keenam Belas
bulan masuk kerja peserta tidak selalu sama dengan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
bulan lahir peserta. Perubahan metode perhitungan 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri
dengan menggunakan prediksi pangkat terakhir serta Sipil, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 108.
mempertimbangkan tingkat suku bunga yang Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
berfluktuasi akan berdampak kepada actuarial liability 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun
yang tidak sama sehingga pada penelitian Berikutnya Janda/Duda Pegawai, Lembaran Negara Tahun
disarankan memperhitungkan supplemental liability. 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Selain itu, pada penelitian ini masih terbatas pada Nomor 2906.
pensiun normal saja maka dianjurkan pada penelitian Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
selanjutnya untuk membahas jenis pensiun lain yang 1992 tentang Dana Pensiun, Lembaran Negara
ada di PT Taspen (Persero) seperti pensiun dini, Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran
pensiun cacat dan pensiun meninggal. Negara Nomor 3477.
Sembiring, R. K., 1986. Buku Materi Pokok Asuransi I,
Karunika, Jakarta.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Suprayitno,A. 2015. Permasalahan Pensiun Pegawai
Pada penelitian ini masih terbatas pada pensiun Negeri Sipil Indonesia, Academia.edu
normal saja maka dianjurkan pada penelitian Tabel Mortalita Taspen 2012
selanjutnya untuk membahas jenis pensiun lain yang Tunggal, A. W., 1995. Dasar-dasar Akutansi Dana
ada di PT Taspen (Persero) seperti pensiun dini, Pensiun, Rineka Cipta, Jakarta.
pensiun cacat dan pensiun meninggal. Wahab, Z., 2001. Dana Pensiun dan Jaminan Sosial
Daftar Pustaka Tenaga Kerja di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
[Bapepam] Badan Pengawas Pasar Modal, 2003. Asumsi Bandung.
Aktuaria Valuasi tahun 2003. Wahab, Z., 2005. Segi Hukum Dana Pensiun, Raja
[IAI] Ikatan Akutansi Indonesia, 1994. Peraturan Grafindo Persada, Jakarta.
Standar Akutansi Keuangan (PSAK) No. 18

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 178


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Winklevoss, H. E., 1993. Pensiun Mathematics with


Numerical Illustratio, 2nd edition, University of
Pennsylvania Press, Philadelphia..

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 179


KAJIAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN
MENGGUNAKAN ACCRUED BENEFIT COST
Rezzy Eko Caraka

Lampiran
Contoh Perhitungan Pada 1 Orang

n x r-x Gaji sx Sx bx Bx P
r-x x(m) ax P
r-x x(T) vr-x 58 (PVFB)x 58 (PTL)x 58 (AL)x 58 (NC)x (SCn)x

1 23 35 1,900,000 22,800,000 - 570,000 - 0.89976 9.94083 0.07905 0.02592 1,331,182 - - 9,630 11,251

2 24 34 2,033,000 24,396,000 22,800,000 609,900 570,000 0.90027 9.92995 0.09778 0.02878 1,827,598 121,730 13,221 14,146 16,527

3 25 33 2,175,310 26,103,720 47,196,000 652,593 1,179,900 0.90081 9.91810 0.11872 0.03194 2,463,232 279,865 36,885 20,401 23,835

4 26 32 2,327,582 27,930,980 73,299,720 698,275 1,832,493 0.90136 9.90522 0.14174 0.03545 3,264,198 482,767 75,914 28,927 33,796

5 27 31 2,490,512 29,886,149 101,230,700 747,154 2,530,768 0.90195 9.89123 0.16663 0.03935 4,259,684 740,548 136,814 40,391 47,190

6 28 30 2,664,848 31,978,179 131,116,849 799,454 3,277,921 0.90257 9.87602 0.19316 0.04368 5,481,090 1,065,416 228,017 55,611 64,972

7 29 29 2,851,388 34,216,652 163,095,029 855,416 4,077,376 0.90322 9.85950 0.22109 0.04849 6,963,422 1,472,103 360,334 75,596 88,321

8 30 28 3,050,985 36,611,818 197,311,681 915,295 4,932,792 0.90391 9.84155 0.25014 0.05382 8,745,066 1,978,358 547,466 101,584 118,682

9 31 27 3,264,554 39,174,645 233,923,499 979,366 5,848,087 0.90464 9.82207 0.28010 0.05974 10,869,922 2,605,555 806,755 135,105 157,846

10 32 26 3,493,073 41,916,870 273,098,143 1,047,922 6,827,454 0.90542 9.80092 0.31072 0.06631 13,384,479 3,379,417 1,159,742 178,005 207,966

11 33 25 3,737,588 44,851,051 315,015,014 1,121,276 7,875,375 0.90625 9.77798 0.34175 0.07361 16,340,346 4,330,872 1,633,179 232,528 271,666

12 34 24 3,999,219 47,990,625 359,866,064 1,199,766 8,996,652 0.90714 9.75310 0.37307 0.08170 19,800,284 5,497,091 2,260,755 301,487 352,233

13 35 23 4,279,164 51,349,968 407,856,689 1,283,749 10,196,417 0.90809 9.72611 0.40452 0.09069 23,831,018 6,922,725 3,083,837 388,261 453,612

14 36 22 4,578,706 54,944,466 459,206,657 1,373,612 11,480,166 0.90911 9.69687 0.43600 0.10067 28,511,091 8,661,402 4,153,969 497,026 580,684

15 37 21 4,899,215 58,790,579 514,151,123 1,469,764 12,853,778 0.91020 9.66516 0.46751 0.11174 33,934,296 10,777,474 5,535,679 632,977 739,518

16 38 20 5,242,160 62,905,919 572,941,702 1,572,648 14,323,543 0.91138 9.63080 0.49904 0.12403 40,207,469 13,348,190 7,309,007 802,490 937,563

17 39 19 5,609,111 67,309,333 635,847,621 1,682,733 15,896,191 0.91266 9.59359 0.53060 0.13768 47,452,550 16,466,266 9,573,127 1,013,389 1,183,960

18 40 18 6,001,749 72,020,987 703,156,954 1,800,525 17,578,924 0.91404 9.55330 0.56224 0.15282 55,813,659 20,242,921 12,451,854 1,275,384 1,490,053

19 41 17 6,421,871 77,062,456 775,177,941 1,926,561 19,379,449 0.91553 9.50969 0.59409 0.16963 65,462,140 24,811,617 16,100,258 1,600,569 1,869,973

20 42 16 6,871,402 82,456,828 852,240,397 2,061,421 21,306,010 0.91717 9.46268 0.62624 0.18829 76,595,864 30,333,072 20,711,363 2,003,887 2,341,176

21 43 15 7,352,400 88,228,806 934,697,225 2,205,720 23,367,431 0.91901 9.41240 0.65896 0.20900 89,463,680 37,001,359 26,531,325 2,504,369 2,925,899

22 44 14 7,867,069 94,404,822 1,022,926,031 2,360,121 25,573,151 0.92109 9.35892 0.69239 0.23199 104,342,422 45,050,182 33,864,633 3,125,333 3,651,382

23 45 13 8,417,763 101,013,160 1,117,330,853 2,525,329 27,933,271 0.92346 9.30230 0.72677 0.25751 121,569,925 54,761,360 43,097,212 3,896,237 4,552,042

24 46 12 9,007,007 108,084,081 1,218,344,013 2,702,102 30,458,600 0.92617 9.24256 0.76230 0.28584 141,540,496 66,474,673 54,713,170 4,853,820 5,670,804

25 47 11 9,637,497 115,649,967 1,326,428,093 2,891,249 33,160,702 0.92925 9.17970 0.79913 0.31728 164,701,010 80,600,243 69,314,039 6,043,423 7,060,638

26 48 10 10,312,122 123,745,464 1,442,078,060 3,093,637 36,051,951 0.93276 9.11368 0.83758 0.35218 191,613,150 97,633,262 87,670,870 7,523,083 8,789,351

27 49 9 11,033,971 132,407,647 1,565,823,524 3,310,191 39,145,588 0.93672 9.04442 0.87785 0.39092 222,916,106 118,172,089 110,745,349 9,364,741 10,940,992

28 50 8 11,806,348 141,676,182 1,698,231,171 3,541,905 42,455,779 0.94118 8.97184 0.92019 0.43393 259,373,207 142,940,513 139,753,649 11,659,051 13,621,475

29 51 7 12,632,793 151,593,515 1,839,907,353 3,789,838 45,997,684 0.94618 8.89575 0.92780 0.48166 290,284,235 172,813,949 169,457,440 13,961,925 16,311,965

30 52 6 13,517,088 162,205,061 1,991,500,867 4,055,127 49,787,522 0.95176 8.81601 0.93599 0.53464 325,058,748 208,853,534 205,392,033 16,728,904 19,544,675

31 53 5 14,463,285 173,559,415 2,153,705,928 4,338,985 53,842,648 0.95797 8.73235 0.94478 0.59345 364,205,458 252,344,647 248,870,883 20,055,609 23,431,324

32 54 4 15,475,715 185,708,574 2,327,265,343 4,642,714 58,181,634 0.96485 8.64452 0.95419 0.65873 408,293,607 304,847,665 301,480,840 24,057,238 28,106,498

33 55 3 16,559,015 198,708,174 2,512,973,917 4,967,704 62,824,348 0.97244 8.55218 0.96422 0.73119 457,968,596 368,257,274 365,144,627 28,873,050 33,732,896

34 56 2 17,718,146 212,617,746 2,711,682,091 5,315,444 67,792,052 0.98079 8.45495 0.97505 0.81162 514,057,947 444,877,774 442,274,688 34,677,903 40,514,808

35 57 1 18,958,416 227,500,989 2,924,299,838 5,687,525 73,107,496 0.98996 8.35235 0.98690 0.90090 577,539,707 537,511,789 535,852,158 41,687,550 48,704,303

36 58 0 20,285,505 243,426,058 3,151,800,826 6,085,651 78,795,021 1 8.24387 1 1 649,575,673 649,575,673 649,575,673 50,169,301 58,613,683

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 180


Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016, Halaman 180-198

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU


DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Carakaa, Wawan Sugiyartob, Gustriza Erdac, Erie Sadewod
aDepartment of Statistics, Diponegoro University, Semarang, Indonesia . *Email : rezzyekocaraka@gmail.com
INFO ARTIKEL ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL In order to support the economy in Indonesia, the government takes the role in formulating
Diterima Pertama fiscal policy, monetary or non-monetary. In addition, it is necessary also a deep concern related
1 September 2016 to inflation. This is because when inflation is high, the price of goods and services exports
become relatively more expensive and lead to domestic products and services can not compete
Dinyatakan Dapat Dimuat with goods and services from abroad. Exports will also tend to decrease followed by an increase
18 November 2016 in imports from other countries are likely to increase. Province of Riau and Riau Islands border
with Malaysia and Singapore. Geographical location adjoining give effect to the value of exports
KATA KUNCI: and imports Indonesia. Based on the analysis by modeling based on generalized spatio time
Inflation; series it was concluded that in order to control the inflation rate can be done by maintaining
Gstar; adequate supply and distribution of essential commodities, lowering inflation expectations
Forecasting; remained at a high level and perform industrial production to the maximum and do the
Economy; consumption of local products.

Dalam rangka mendukung perekonomian di Indonesia, dibutuhkan peran pemerintah dalam


merumuskan kebijakan fiskal, moneter, maupun non monter. Selain itu, diperlukan juga
perhatian yang mendalam terkait dengan inflasi. Hal ini disebabkan karena apabila inflasi
tinggi maka harga ekspor barang dan jasa menjadi relatif lebih mahal dan menyebabkan
produk dan jasa domestik tidak mampu bersaing dengan barang dan jasa dari luar negeri.
Ekspor juga akan cenderung menurun diikuti dengan peningkatan impor dari negara lain
yang cenderung meningkat. Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau berbatasan langsung
dengan negara Malaysia dan Singapura. Letak geografis yang berdampingan ini memberikan
pengaruh bagi nilai Ekspor dan Impor Indonesia. Berdasarkan analisis dengan melakukan
pemodelan berbasis lokasi (generalized spatio time series) didapatkan kesimpulan bahwa
untuk mengendalikan nilai inflasi dapat dilakukan dengan cara menjaga kecukupan pasokan
dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi inflasi yang
masih berada pada level yang tinggi dan melakukan produksi industri dengan maksimal dan
melakukan konsumsi produk lokal.

1 PENDAHULUAN danhanya akan menjadi pasar bagi produk negara


1.1 Latar Belakang MEA lainnya.
Pertumbuhan ekonomi global yang melambat di Di sisi domesik, perekonomian Indonesia
tahun 2015 telah memberikan dampak kepada negara masih dihadapkan dengan berbagai tantangan
di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut world bank, permasalahan struktural domesik yang belum
Indonesia termasuk kepada negara yang sedang terselesaikan secara menyeluruh. Tantangan
berkembang (middle-income country). Salah satu tantangan tersebut antara lain tantangan dalam
dampak yang begitu terasa adalah pertumbuhan pencapaian ketahanan pangan, energi, dan air sebagai
ekonomi negara-negara berkembang yang lebih faktor input utama yang diperlukan dalam proses
rendah degan diikuti penurunan harga komoditas transformasi menuju industrialisasi. Misalanya di
yang juga lebih rendah. Tantangan utama dari sektor pangan, jumlah dan kapasitas produksi pangan
ekonomi global bersumber dari pertumbuhan yang semakin terbatas tidak diimbangi oleh
ekonomi global dikarenakan berlakunya Masyarakat peningkatan produkivitas dan teknologi yang
Ekonomi Asean (MEA) yang memberikan peluang mencukupi. Di sisi lain, permintaan pangan terus
sekaligus tantangan bagi Indonesia. Meskipun meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
Indonesia memiliki peluang yang cukup besar sebagai penduduk dan tingginya ketergantungan terhadap
pemasok dalam rantai nilai ASEAN dan global namun bahan pangan pokok beras akibat minimnya
dikhawatirkan akan memberikan dampak negatife diversiikasi pangan. Di sektor energi,
apabila produk domesik tidak mampu bersaing keidakseimbangan antara penawaran dan permintaan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016 181


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

energi masih terus berlangsung. Di sisi produksi, pelabuhan perawang sebesar US$ 1.2368,64 juta atau
berbagai kendala pembangunan infrastruktur energi 8.62%
menyebabkan ketidakmampuan produksi energi Nilai impor provinsi Riau pada tahun 2015
domesik untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar. tercatat pada pelabuhan Dumai sebesar US$ 640,01
Untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, salah juta atau sebesar 47,80%. Selain itu pelabuhan
satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah Perawang sebesar US$ 492,48 juta atau sebesar
Indonesia untuk mempercepat laju pertumbuhan 36,72% selain itu pelabuhan Pekanbaru memiliki nilai
ekonomi adalah dengan menjaga stabilitas tingkat impor sebesar US$ 6,17 juta atau 6,84% dan sisanya
inflasi. sebanyak US$ 115,78 juta atau 88,64% melalui
Dalam perekonomian suatu daerah, inflasi pelabuhan lainnya. Nilai impor provinsi Riau menurut
menjadi suatu hal penting yang dijadikan tolok ukur negara asal pada tahun 2015 yang terbesar berasal
bagi pertumbuhan ekonomi, faktor pertimbangan dari negara Tiongkok dengna nilai impor US$ 250,46
investor dalam memilih jenis investasi, serta faktor juta atau sebesar 18,68%, negara Malaysia sebesar
penentu bagi pemerintah dalam merumuskan US$ 157,25 jutaatau 11,73% dan Kanada sebesar US$
kebijakan fiskal, moneter, maupun non moneter yang 153,44 juta atau sebesar 11,44%
akan dijalankan. Secara umum, inflasi dapat Inflasi dan pertumbuhan ekonomi memiliki
mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu hubungan yang saling berkaitan erat. Inflasi yang
negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong merupakan kecenderungan naiknya harga barang dan
penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan jasa yang berlangsung secara terus menerus (sehingga
pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, menyebabkan turunnya nilai mata uang) dapat
defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. pertumbuhan ekonomi. Apabila tingkat inflasi ringan
Pemahaman investor akan dampak inflasi pada (kurang dari 10% pertahun) maka perekonomian
tingkat pengembalian atau keuntungan investasi akan menjadi lebih baik dikarenakan akan terjadinya
sangat diperlukan pada saat investor akan memilih peningkatan pendapatan nasional yang menyebabkan
jenis investasi yang akan dilakukan. Hal ini masyarakat bergairah untuk bekerja, menabung
dikarenakan inflasi berpengaruh pada nilai uang yang bahkan berinvestasi. Namun sebailknya, apabila
diinvestasikan oleh investor. Tingkat inflasi yang terjadi inflasi berat / tidak terkendali (antara 30%
tinggi akan meningkatkan risiko proyek-proyek sampai 100%/tahun), maka akan terjadi
investasi dalam jangka panjang. ketidakstabilan ekonomi dan penurunan daya beli
Sebagai Provinsi yang berbatasan langsung masyarakat yang diikuti dengan peningkatan
dengan Negara Singapura dan Malaysia, Provinsi Riau kemiskinan. Oleh karena itu, inflasi menjadi variabel
dan Kepulauan Riau menyumbang nilai Ekonomi yang penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah
besar terhadap Indonesia. Tercatat Selama periode mengingat dampaknya yang meluas bagi
2015, Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) perekonomian masyarakat. Pemodelan berbasis
ekspor barang yang diukur atas free on board(FOB) lokasi (spatio temporal) dilakukan oleh
provinsi Kepulauan Riau mencapai 11,948 miliar (Wahyuningrum, 2014) dengan menganalisis adanya
dolar AS dengan distribusi tertinggi disumbang oleh efek kenaikan harga BBM dan lebaran pada data
komoditi Bahan Bakar Mineral sebesar 28,15 persen. inflasi di empat kota/kabupaten Jawa Timur dapat
Nilai ekspor ini menurun dibandingkan 2014 yang disimpulkan bahwa model tersebut dapat menangkap
bernilai 15,707 miliar dolar AS. Menurut data Badan fenomena data inflasi dengan baik pada empat
Pusat Statistika (BPS) tercatat bahwa Belakang kota/kabupaten di Jawa Timur. Selain itu (Irawati,
Padang, Batam masih menjadi pelabuhan muat utama 2015) melakukan analisis IHK dengan menggunakan
ekspor barang dari Kepulauan Riau. Perolehan devisa Metode GSTAR dan didapat kesimpulan bahwa hasil
tertinggi selama 2015 berasal dari Singapura ramalan yang diperoleh pada bulan tersebut berbeda
mencapai 6,394 miliar dolar AS, atau 53,51 persen cukup signifikan dengan data aktual, dan Caraka
pangsanya terhadap keseluruhan ekspor. Pada (2016) melakukan pemodelan inflasi dengan
perkembangana impor selama periode 2015 nilai pendekatan non-parametric dan parametric dan
impor barang ke Provinsi Kepulauan Riau yang didapat bahwa inflasi secara eksplisit dapat
dihitung berdasarkan cost insurance freight (CIF) dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, harga minyak
mengalami penurunan menjadi 8,462 miliar dollar AS mentah dan kurs rupiah terhadap dollar. Kebijakan
dari 10,877 miliar dollar AS pada 2014. Pelabuhan utama Bank Indonesia adalah menciptkan stabilitas
bongkar terbesar adalah Batu Ampar di kota Batam. moneter, dengan tugas utama menjaga nilai inflasi,
Perkembangan Ekspor provinsi Riau dari kebijakan tersebut dilakukan dngan merumuskan
tahun 2006 sampai dengan 2015 tercatat cukup baik inflation targeting framework (ITF), ITF merupakan
yaitu dari US $8.694,71 juta pada tahun 2006 naik kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan
signifikan menjadi US$ 14.371,73 juta pada akhir adanya pengumuman kepada publik mengenai target
2015. Dibandingkan tahun 2014, nilai Ekspor tahun (atau jangkauan target) tingkat inflasi yang resmi
2015 mengalami penurunan sebesar 16,74. Nilai untuk satu atau lebih perode waktu, dan dengan
Ekspor provinsi Riau terbesar dimuat pada pelabuhan penegasan yang eksplisit bahwa laju inflasi yang stabil
Dumai yaitu sebesar US$ 1.309,11 juta atau 9,11% dan dan rendah adalah tujuan utama kebijakan moneter

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 182


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

jangka panjang. ITF memberikan kejelasan kemana pengeluaran (berdasarkan the Classification of
kebijakan moneter akan diarahkan sehingga Individual Consumption by Purpose-COICOP), yaitu :
masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat 1. Kelompok Bahan Makanan
ekspektasi inflasi. Pada konteks lokal atau wilayah, 2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan
espektasi terhadap besaram inflasi akan Tembakau
mempengaruhi berbagai variabel ekonomi yang lain 3. Kelompok Perumahan
dan salah satunya adalah nilai ekspor dan impor. 4. Kelompok Sandang
1.2 Rumusan Masalah 5. Kelompok Kesehatan
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini 6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
akan berfokus untuk menguji pengaruh inflasi 7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
terhadap kegiatan eskpor dan impor dengan Inflasi memiliki dampak positif maupun
menggunakan model terbaik pengukuran inflasi negatif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
berbasis lokasi atau generalized spatio time series. Dampak positif inflasi diantaranya menyebabkan
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji hasil ramalan peredaran dan perputaran barang lebih cepat
inflasi dengan kondisi ekonomi daerah tersebut sehingga produksi barang- barang bertambah,
dalam hal penenutan kebijakan dalam ekspor dan kesempatan kerja bertambah karena terjadi tambahan
impor pendapatan, potensi, tingkat konsumsi daerah. investasi yang berarti membuka lapangan kerja
1.3 Tujuan Penelitian sehingga mengurangi masalah pengangguran. Dampak
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka positif tersebut bisa terjadi ketika inflasi terkendali
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: dan diikuti dengan pendapatan nominal masyarakat
1. Mendapatkan model generalized spatio time yang bertambah, sehingga pendapatan riil meningkat.
series terbaik pada Kota Batam, Tanjung Pinang, Sebaliknya, ketika tingkat inflasi tinggi dan
Pekanbaru dan Dumai tidak diikuti dengan penambahan pendapatan
2. Melakukan peramalan inflasi pada Kota Batam, masyarakat maka dampak negatif akan dijumpai.
Tanjung Pinang, Pekanbaru dan Dumai Diantaranya banyak proyek pembangunan macet,
3. Melakukan kajian pengaruh inflasi terhadap menurunnya minat menabung masyarakat akibat
ekspor dan impor serta perekonomian pada Kota turunnya nilai mata uang yang dapat mengancam
Batam, Tanjung Pinang, Pekanbaru dan Dumai perbankan nasional.

2 KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN 2.5. Definisi Metode Peramalan


HIPOTESA Data Time series yakni jenis data yang
2.4. Inflasi dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu
Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga- rentang waktu tertentu. Jika waktu dipandang bersifat
harga secara umum dan berkelanjutan. Dalam diskrit (waktu dapat dimodelkan bersifat kontinu),
pengertian ini terdapat dua hal penting, yakni definisi frekuensi pengumpulan selalu sama (equidistant).
kenaikan harga yang terjadi secara terus- menerus (a Dalam kasus diskrit, frekuensi dapat berupa misalnya
persistent upward movement) dan kenaikan harga detik, menit, jam, hari, minggu, bulan atau tahun.
terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (the Model yang digunakan adalah model-model Time
general price level movement) (Pohan, 2008). series. Runtun waktu adalah susunan observasi
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak berurut menurut waktu. Suatu runtun waktu yt
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas
(atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari proses
lainnya. Sedangkan penurunan tingkat harga dari stokastik (statistik). Jika fkp gabungan dari runtun
barang dan jasa disebut dengan deflasi. Deflasi terjadi waktu y1 , y2 ,..., yt ,..., yn tidak dipengaruhi oleh
apabila jumlah uang yang beredar lebih sedikit perubahan waktu maka runtun waktu tersebut
daripada jumlah komoditas barang dan jasa yang disebut stasioner. Jika tidak demikian maka disebut
terdapat di pasaran. Perhitungan inflasi dilakukan runtun waktu nonstasioner. Untuk runtun waktu
melalui pendekatan Indeks Harga Konsumen yang stasioner berlaku:
dikenal sebagai IHK sebagai indikator untuk 1) E(yt ) (mean proses)
mengukur biaya dari pasar konsumsi barang dan jasa.
Hal lain yang berkaitan dengan IHK dan inflasi adalah 2) Cov(yt , yt 1 ) k (Autokovarian pada lag ke-k)
kenyataan bahwa stabilitas harga juga merupakan Model ARIMA merupakan model kombinasi dari
barometer stabilitas pertumbuhan ekonomi riil, autoregressive (AR) berordo p dan proses moving
karena inflasi yang dapat dikendalikan menjamin average (MA) ber ordo q. Pembeda berordo d
peningkatan daya beli masyarakat dari waktu ke dilakukan jika data deret waktu tidak stasioner dalam
waktu. rata-rata. Pemeriksaan kestasioneran data dapat
Bank Indonesia2 dalam website resminya dilihat dari Time series Plot, Autocorrelation Function
menjelaskan bahwa inflasi yang diukur dengan IHK di (ACF) Plot dan Partial Autocorrelation Function
Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok (PACF) Plot. Secara statistik, model ARIMA( p, d, q)
dapat ditulis sebagai berikut (Wei, 2006).
2
(http://www.bi.go.id/)

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 183


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

error memiliki arti bahwa komponen (i,j) tidak


(0.1)
memiliki korelasi.
dengan, Data telah dikatakan stasioner jika plot MCCF
sedikit atau jarang menampilkan tanda (+) dan (-) dan
hampir semua tanda bersimbol (.).
Jika data mengandung pola musiman s dengan
differencing orde D dapat dinotasikan sebagai ARIMA 2.8. Matrix Partial Cross Correlation Function
. Secara umum, model ARIMA (MPCCF)
dapat ditulis sebagai berikut : Fungsi autokorelasi parsial (PACF)
diperlukan dalam Time series univariat untuk
(2.2) menentukan orde dalam model AR. Generalisasi dari
dengan, konsep PACF ke dalam bentuk vektor Time series
dilakukan oleh Tiao dan Box (1981) dalam Wei
(2006), yang mendefinisikan matriks autoregresi
differencing non musiman
parsial pada lag s dengan notasi , sebagai
dengan orde d
koefisien matriks terakhir ketika data diterapkan ke
differencing musiman
dalam suatu proses Vector Autoregressive (VAR) dari
dengan orde D
orde s. sama dengan dalam regresi linier
residual white noise
dengan mean dan varians multivariat, sehingga persamaan matriks autoregresi
atau . parsial diperoleh (Wei, 2006)
Prosedur Box-Jenkins untuk peramalan model
ARIMA adalah dimulai dari tahap identifikasi, estimasi
parameter, cek diagnosa dan peramalan.
Untuk , maka nilai dan adalah
sebagai berikut:
2.6. Pemodelan Berbasis Lokasi
Data Time series dalam kenyatannya seringkali
memiliki tidak hanya terdiri dari satu variabel namun
bisa saja terdiri dari beberapa variabel. Data Time
series dengan banyak variabel seringkali disebut
dengan multivariate Time series. Sama halnya dengan
univariate Time series, stasioneritas data pada model
multivariate Time series juga dapat dilihat dari plot
MCCF dan MPCCF.
Jika model dari data merupakan vektor AR(p), maka
2.7. Matrix Cross Correlation Function (MCCF)
(2.6)
Jika terdapat sebuah vektor Time series
dengan observasi sebanyak n, yaitu Y1, Y2, , Yn, maka sama halnya dengan persamaan autokorelasi
persamaan MCCF adalah sebagai berikut (Wei, 2006). parsial pada kasus data univariat, persamaan matriks
(2.3) parsial autoregresi, , juga memiliki sifat cut-off
dengan adalah korelasi silang sampel untuk untuk vektor proses AR.
komponen ke-i dan ke-j. 2.9. Generalized Spatio temporal Autoregressive
(2.4) (GSTAR)
Model GSTAR merupakan suatu model yang
Matrik korelasi sampel sangat berguna dalam lebih fleksibel sebagai generalisasi dari model STAR
mengidentifikasi order model moving average (MA). yang juga merupakan spesifikasi dari model VAR.
Box dan Tiao (1981) dalam Wei (2006) Perbedaan mendasar anatara model GSTAR dengan
memperkenalkan metode meringkas hasil korelasi model STAR terletak pada pengasumsian
sampel. Dengan metode ini menggunakan simbol (+), parameternya. Model STAR mengasumsikan
(-), dan (.) pada baris ke-i dan kolom ke-j matrik parameter autoregresi adalah sama untuk setiap
korelasi sampel, yaitu: lokasi, sehingga model STAR hanya dapat digunakan
1. simbol (+) menunjukkan bahwa nilai pada lokasi yang homogen atau sama. Sedangkan,
lebih besar dari 2 kali nilai estimasi standard pada model GSTAR terdapat asumsi yang menyatakan
error (SE) artinya bahwa komponen (i,j) parameter diperbolehkan berbeda untuk setiap lokasi,
memiliki korelasi positif, sehingga model GSTAR digunakan pada lokasi-lokasi
2. simbol () menunjukkan bahwa nilai penelitian yang bersifat heterogen (Borovkova, et al.,
lebih kecil dari -2 kali nilai estimasi standard 2002). Jika diketahui sebuah deret { 0,+1,
error (SE) memiliki arti bahwa komponen (i,j) +2,, +T} merupakan sebuah deret waktu multivariat
memiliki korelasi negatif, dan dari N variabel, maka model GSTAR dari orde
3. simbol (.) menunjukkan bahwa nilai autoregressive (waktu) dan orde spasial ,
terletak diantara +2 kali nilai estimasi standard

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 184


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

GSTAR (p; ) dalam notasi matriks dapat


ditulis sebagai berikut (Borovkova, et al., 2002):

dengan :
= merupakan matrik
(2.7)
parameter waktu periode musiman s,
dengan : = merupakan matrik
= merupakan matrik parameter spasial periode musiman s,
parameter waktu, adalah vektor noise ukuran (N x 1) yang
= merupakan matrik independen, identik, berdistribusi normal multivariat
parameter spasial, dengan mean nol dan matriks varians-kovarians .
: vektor noise ukuran (N x 1) yang Nilai pembobot dipilih sedemikian hingga,
independen, identik, berdistribusi normal sampai memenuhi syarat dan .
multivariat dengan mean nol dan matriks Misal, pada model GSTAR musiman dengan orde
varians-kovarians . musiman 1 dan periode musiman 12 (s = 12) dan orde
Nilai pembobot dipilih sedemikian hingga, sampai spasial 1 adalah sebagai berikut :
memenuhi syarat dan . Sebagai
contoh, persamaan model GSTAR untuk orde waktu
dan orde spasial pada tiga lokasi yang berbeda adalah
MAPE mengukur kesalahan nilai dugaan model yang
sebagai berikut:
dinyatakan dalam bentuk rata-rata persentase absolut
(2.8)
residual. Formula MAPE dapat ditulis sebagai berikut:
dapat ditulis sebagai berikut:

(2.12)
dengan m = banyak ramalan yang dilakukan
= data sebenarnya
= data hasil ramalan.
Suatu model mempunyai kinerja sangat bagus
jika nilai MAPE berada dibawah 10% dan mempunyai
kinerja bagus jika nilai MAPE berada diantara 10%-
20%
(2.9)
3. Metodologi Penelitian
Dalam mengidentifikasi orde model GSTAR,
Data spasial adalah data yang memuat
orde spasial pada umumnya dibatasi pada orde satu
adanya informasi lokasi atau geografis suatu wilayah,
karena orde yang lebih tinggi akan sulit untuk
jadi tidak hanya memuat apa yang diukur. Data spasial
diinterpretasikan (Wutsqa dan Suhartono, 2010).
terdiri atas observasi beberapa fenomena yang
Sedangkan untuk orde waktu (autoregressive) dapat
memiliki kecenderungan spasial. Data spasial dapat
ditentukan dengan menggunakan AIC (Tsay, 2005).
berupa data diskret atau data kontinu dan dapat pula
Akan tetapi, penentuan orde model berdasarkan nilai
memiliki lokasi spasial beraturan (regular) maupun
AIC tidak dapat menangkap pola musiman, maka dari
tak beraturan (irregular). Data spasial mempunyai
itu penentuan orde model juga dapat dilakukan
lokasi spasial yang regular jika antar lokasi yang
berdasarkan plot MCCF dan MPCCF yang terbentuk
saling berdekatan mempunyai posisi beraturan
(Wutsqa dan Suhartono, 2010). Apabila data yang
dengan jarak yang sama besar, sedangkan lokasi
digunakan mengandung pola musiman, maka model
spasial irregular jika antar lokasi yang saling
GSTAR yang digunakan adalah model GSTAR
berdekatan mempunyai posisi yang tidak beraturan
musiman. Model umum GSTAR ( ; )s untuk
dengan jarak yang berbeda. Untuk menganalisis data
pola data musiman dalam notasi matriks dapat ditulis spasial maka digunakan analisis spasial.
sebagai berikut:

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 185


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

Gambar 1. Lokasi Penelitian (Peta diambil oleh google earth)


Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pemodelan inflasi sebaran data, serta nilai maksimum dan minimum
berbasis lokasi ini fokus pada Kota Batam, Tanjung dari data.
Pinang, Pekanbaru dan Dumai dimana 4 kota ini Tabel 1. Statistika Deskriptif
adalah memiliki historis ekonomi yang fluktuatif STATISTIKA DESKRIPTIF
sehingga perlu dilakukan pemodelan berbasis lokasi. Std,
1. Y1(t) = Inflasi di Batam Min, Max, Mean Deviation
2. Y2(t) = Inflasi di Tanjung Pinang Batam -0,530 2,690 0,522 0,671
3. Y3(t) = Inflasi di Pekanbaru Tanjung Pinang -0,870 3,680 0,605 0,999
4. Y4(t) = Inflasi di Dumai Pekanbaru -0,690 2,100 0,583 0,678
Data pada penelitian ini diolah dengan Dumai -0,680 1,910 0,585 0,597
menggunakan Software Microsoft Excel 2013, Minitab
16, SAS 9.1.3, Matlab 2010 dan R 3.1.1. Adapun tahapan Berdasarkan Tabel 1 dapat dianalisis bahwa
analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Kota Batam mempunyai rata-rata Inflasi yang paling
sebagai berikut : rendah diantara empat kota tersebut yaitu sebesar
1. Menentukan data deret waktu dan lokasi yang 0.522 dan variasi atau tingkat keragaman Inflasi
akan digunakan dalam penelitian. terendah sebesar -0.530. Nilai Inflasi terbesar pada
2. Menentukan orde waktu dari model GSTAR yang Kota Tanjung Pinang sebesar 3.680 . Kecenderungan
sesuai berdasarkan hasil identifikasi pada model Inflasi yang saling berkaitan dapat dilihat dari nilai
VAR dengan menggunakan MACF, MPACF. korelasi antar kota yang sangat tinggi pada Tabel 2.
Membentuk model GSTAR dengan langkah- Tabel 2. Korelasi Lokasi
langkah sebagai berikut ini : Tanjun
a. Menetapkan nilai bobot dengan invers jarak Pekanbar Bata Duma
Lokasi g
pada lag waktu yang sesuai. u m i
Pinang
b. Melakukan penaksiran parameter dari model Tanjung
GSTAR untuk bobot invers jarak 1
Pinang
c. Menguji signifikansi parameter model GSTAR P-Value 0,000*
d. Menguji residual model GSTAR Pekanbar
e. Mendapatkan Model GSTAR terbaik serta uji 0,781 1
u
asumsi residual yang dihasilkan dari model P-Value 0,000* 0,000*
tersebut. Batam 0,869 0,781 1
3. Melakukan peramalan data deret waktu dan P-Value 0,000* 0,000* 0,000*
lokasi untuk beberapa periode ke depan. Dumai 0,628 0,905 0,769 1
4. Analisis dan Pembahasan P-Value 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
4.1 Statistika Deskriptif * Signifikan pada = 5%
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui
gambaran umum data Inflasi di 4 kota. Gambaran data Tabel 2 menjelaskan bahwa Inflasi di Kota Tanjung
yang dimaksud adalah besarnya nilai rata-rata, Pinang, Batam, Dumai, dan Pekanbaru untuk waktu

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 186


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

yang bersesuaian memiliki korelasi yang signifikan, dilakukan analisis visual dengan menggunakan Time
terlihat dari nilai P-value yang lebih kecil dari series plot. Dalam pembentukan plot ini juga
sebesar 5 %. Selain itu keterkaitan antarlokasi sangat merupakan aspek yang sangat penting dalam
tinggi, hal ini terlihat dari nilai korelasi dari data melakukan pemodelan dan peramalan. Terlihat pada
Inflasi pada keempat kota tersebut yang mendekati 1, Gambar 2 kesamaan pola data Inflasi keempat kota
sehingga pemodelan secara multivariat dirasa sesuai tersebut yang cenderung fluktuatif, naik dan turun
untuk diterapkan pada data ini. Berdasarkan Tabel.1 bersamaan yang memungkinkan efek saling berkaitan
dapat diketahui bahwa hubungan antara inflasi Dumai antar keempat kota tersebut.
dengan Pekanbaru sangat besar yakni sebesar 0.905
dan huubngan inflasi terendah adalah Dumai dengan
Tanjung Pinang dengan nilai korelasi sebesar 0.628.
untuk melihat data historis inflasi dari ke empat lokasi
Batam, Tanjung Pinang, Pekanbaru, dan dumai dapat

Time Series Plot of Batam, Tanjung_Pinang, Pekanbaru, Dumai


4 Variable
Batam
Tanjung_Pinang
Pekanbaru
3 Dumai

2
Data

-1
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Index

Gambar 2 Time series Plot Inflasi 4 Lokasi

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas maupun sektoral.
(atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang 4.2 Pemodelan Berbasis Lokasi
lainnya. Sedangkan penurunan tingkat harga dari Kestasioneritas data secara simultan dapat
barang dan jasa disebut dengan deflasi. Deflasi terjadi dilihat melalui plot MACF. semua lag terdapat nilai
apabila jumlah uang yang beredar lebih sedikit korelasi yang melebihi 2 kali standar error. Hal ini
daripada jumlah komoditas barang dan jasa yang ditunjukkan oleh banyaknya simbol (+) pada MACF
terdapat di pasaran.Bank Indonesia menjelaskan yang berarti secara simultan keempat lokasi memiliki
bahwa inflasi dapat dipengaruhi oleh faktor yang korelasi positif, sehingga dapat dikatakan bahwa data
berasal dari sisi penawaran seperti terjadinya banyak Y1(t), Y2(t), Y3(t) dan Y4(t) tidak stasioner dalam mean
permintaan tetapi barang/jasa yang ditawarkan dan perlu dilakukan differencing. Pada gambar MACF
sedikit/langka, ataupun yang bersifat kejutan (shocks) menunjukkan bahwa masih ada beberapa nilai
seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya korelasi pada lag-lag tertentu yang keluar secara
gangguan panen atau banjir. Kebijakan moneter Bank bersama-sama dari 2 kali batas error dari masing-
Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga masing lokasi sehingga data dapat dikatakan sudah
yang berasal dari sisi penawaran dan tidak ditujukan stasioner dalam mean. Setelah data sudah stasioner,
untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan maka langkah selanjutnya adalah mencari orde waktu
oleh faktor yang bersifat kejutan. Faktor kejutan model GSTAR melalui identifikasi model Vector
bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya Autoregressive (VAR). Melalui MPACF terlihat bahwa
seiring dengan berjalannya waktu. Namun demikian, lag yang keluar melebihi 2 kali standar error
karena laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang terdapat pada lag 1, 2, 3, 5 dan 7. Model VAR yang
bersifat kejutan maka pencapaian sasaran inflasi terbentuk dari identifikasi pada tahap ini adalah
memerlukan kerjasama dan koordinasi antara model VAR dengan orde p=1 karena memiliki nilai AIC
pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 187


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

terkecil yakni-121.8 yang terdapat pada AR = 1 seperti Dengan melakukan modifikasi terhadap bentuk
terlihat pada tabel 3 matriks dari model GSTAR(11) I(1), model persamaan
Tabel 3. Informasi AIC untuk lokasi ke-i dapat ditulis sebagai Yi Xi ui
Information Criterion for Autoregressive Models dengan 10, 11 ' .
Lag=0 Lag=1 Lag=2 Lag=3 Lag=4 Lag=5 Lag=6 Dalam melakukan pemodelan berbasis lokasi perlu
diketahui jarak antara lokasi. Jarak tersebut
-144,5 -121,8 -138,0 -130,3 -137,4 -136,1 -146,1
didapatkan berdasarkan bantuan dari google earth.
Tabel 4. Informasi Jarak Antara Lokasi
Data yang digunakan merupakan data non-musiman Tanjung Pekan
Batam Dumai
yang sudah di differencing 1, sehingga dapat diprediksi Pinang Baru
bahwa model yang terbentuk adalah VARIMA (1,1,0). Batam 0 44* 292,57* 300,70*
Orde spasial yang digunakan adalah orde spasial 1 Tanjung
karena masing-masing lokasi dianggap saling Pinang 44* 0 343* 353*
bertetangga. Sedangkan lag waktu yang digunakan Pekanbaru 292,57* 343* 0 127*
adalah 1 yang ditentukan berdasarkan hasil
identifikasi model VAR. Sehingga model GSTAR yang Dumai 300,70* 353* 127* 0
digunakan dalam data Inflasi di Batam, Pekanbaru, * Dalam Satuan KM
Tanjung Pinang dan Dumai adalah GSTAR(11) I(1).
Model GSTAR dapat direpresentasikan Berdasarkan data jarak antara lokasi tersebut maka
sebagai sebuah model linear dan parameter- akan dicari nilai bobot. Pada pemodelan berbasis
parameter autoregresif model dapat diestimasi lokasi terdapat 3 jenis bobot. Antara lain adalah Bobot
menggunakan metode kuadrat terkecil atau metode seragam, pada bobot lokasi ini memberikan nilai
least square. Pada tahap identifikasi terbentuk model bobot yang sama untuk masing-masing lokasi,
GSTAR(11)I(1) dengan bobot lokasi yang digunakan sehingga bobot lokasi ini seringkali digunakan pada
meliputi tiga bobot yaitu bobot seragam, invers jarak data yang lokasinya homogen atau mempunyai jarak
dan normalisasi korelasi silang. Penentuan bobot antar lokasi yang sama. Selain itu adalah bobot invers
lokasi ini didasarkan pada keterkaitan antar lokasi jarak. Nilai dari bobot invers jarak didapatkan dari
yang dilihat dari bentuk hubungan yang berbeda. perhitungan berdasarkan jarak sebenarnya antar
Persamaan yang digunakan untuk bobot lokasi pada lokasi. Lokasi yang berdekatan mendapatkan nilai
model GSTAR(11) I(1) adalah pada persamaan (2.8) bobot yang lebih besar. Perhitungan bobot dengan
metode invers jarak diperoleh dari hasil invers jarak
Y t 10Y t 1 11WY t 1 e(t ) sebenarnya yang kemudian dinormalisasi. Dan
Y 1(t ) terakhir adalah bobot normalisasi korelasi silang.
Y 2(t ) Pada pembobotan dengan metode ini didasarkan pada
normalisasi korelasi silang antar lokasi pada lag
Y 3(t )
waktu yang bersesuaian. Pada penelitian kali ini
Y 4(t ) dipilih menggunakan bobot invers jarak karena
110 0 0 0 Y 1(t 1) dianggap bahwa jarak lokasi sebenarnya akan

0 2
0 0 Y 2(t 1) memberikan analisis yang lebih akurat. Berikut
10
0 0 103
0 Y 3(t 1) merupakan contoh perhitungan bobot invers jarak
4
0 0 0 10 Y 4(t 1)
111 0 0 0 0 w12 w13 w14 Y 1(t 1) e1(t )

0 11 0
2
0 w21 0 w23 w24 Y 2(t 1) e 2(t )

0 0 113
0 w31 w32 0 w34 Y 3(t 1) e3(t )
4
0 0 0 11 w41 w42 w43 0 Y 4(t 1) e 4(t )
Tabel 5. Contoh Perhitungan Bobot Invers Jarak
Lokasi Urutan
Bobot Jarak Perhitungan bobot
dari Ke jarak

W12 1 2 44 1 3 44/637,27 0,47


W13 3 292,57 2 2 292,57/637,27 0,46
W14 4 300,7 3 1 300,7/637,27 0,07
Total 637,27

Sehingga didapatkan bobot yang akan digunakan


untuk melakukan pemodelan berbasis lokasi dengan
menggunakan bobot invers jarak sebagai berikut:

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 188


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

0 0, 47 0, 46 0, 07 Hasil penaksiran parameter model GSTAR dengan


0, 06 0 0, 48 0, 46 bobot invers jarak adalah sebagai berikut :
Wij
0, 45 0,38 0 0,17

0, 45 0,39 0,16 0

Tabel 6. Penaksiran Parameter Bobot Invers Jarak


Parameter Nilai Taksiran t-hitung P-value
-0,87840 -3,27 0,0032*
110
-0,06638 -0,40 0,6893
102
0,66357 2,23 0,0351*
10
3

0,57843 1,73 0,0958


104
-0,25292 -0,53 0,5990
111
-0,51262 -1,77 0,0896
11
2

0,75122 1,43 0,1653


11
3

0,52834 0,90 0,3790


11
4

* Signifikan pada = 5%
Tabel 6 menjelaskan bahwa hanya ada dua parameter Hasil penaksiran parameter model GSTAR dengan
yang signifikan, sehingga perlu dilakukan eliminasi bobot invers jarak mengunakan metode stepwise
untuk mereduksi variabel yang tidak signifikan. Maka adalah sebagai berikut :
dilakukan penaksiran parameter menggunakan
metode stepwise.
Tabel 7. Penaksiran Parameter Stepwise
Parameter Nilai t-hitung P-value
Taksiran
110 0,55 4,77 0,00*
2
10 0,71 6,46 0,00*
3
11 0,44 5,32 0,00*
4
11 0,22 6,22 0,00*
* Signifikan pada = 5%

Berdasarkan hasil penaksiran parameter menggunakan parameter yang signifikan yaitu sebagai
tersebut dapat dibentuk matriks persamaan dari berikut :
model GSTAR(11) I(1) bobot invers jarak dengan
Y 1(t ) 0,55 0 0 0 Y 1(t 1) 0 0 0 0 0 0, 47 0, 46 0, 07 Y 1(t 1) e1(t )
Y 2(t ) 0
0, 71 0 0 Y 2(t 1) 0 0 0 0 0, 06 0 0, 48 0, 46 Y 2(t 1) e 2(t )

Y 3(t ) 0 0 0 0 Y 3(t 1) 0 0 0, 44 0 0, 45 0,38 0 0,17 Y 3(t 1) e3(t )

Y 4 (t ) 0 0 0 0 Y 4(t 1) 0 0 0 0, 22 0, 45 0,39 0,16 0 Y 4(t 1) e 4(t )
Y 1(t ) 0,55 0 0 0 Y 1(t 1) 0 0 0 0 Y 1(t 1) e1(t )
Y 2(t ) 0
0, 71 0 0 Y 2(t 1) 0 0 0 0 Y 2(t 1) e 2(t )

Y 3(t ) 0 0 0 0 Y 3(t 1) 0,198 0,167 0 0, 075 Y 3(t 1) e3(t )

Y 4 (t ) 0 0 0 0 Y 4(t 1) 0, 099 0, 086 0, 035 0 Y 4(t 1) e 4(t )
Y 1(t ) 0,55 0 0 0 Y 1(t 1) e1(t )
Y 2(t ) 0 0, 71 0 0 Y 2(t 1) e 2(t )

Y 3(t ) 0,198 0, 016 0 0, 075 Y 3(t 1) e3(t )

Y 4(t ) 0, 099 0, 086 0, 035 0 Y 4(t 1) e 4(t )

Sehingga didapat pemodelan inflasi tersebut sebagai berikut :

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 189


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

Batam
y1(t ) y1(t 1) 0,55(y1(t 1) y1(t 2))
Tanjung Pinang

y 2(t ) y 2(t 1) 0,71(y 2(t 1) y 2(t 2)) e2(t )
Pekanbaru
y3(t ) y3(t 1) 0,198(y1(t 1) y1(t 2)) 0,016(y 2(t 1) y 2(t 2)) 0,075(y 4(t 1) y 4(t 2)) e3(t )
Dumai
y 4(t ) y 4(t 1) 0,099(y1(t 1) y1(t 2)) 0,086(y 2(t 1) y 2(t 2)) 0,035 y3(t 1) y 3(t 2)) e4(t )
Bobot Lag Qh P-value Keputusan
Setelah terbentuk model GSTAR(11) I(1) berdasarkan
bobot invers jarak maka langkah selanjutnya adalah 16 14,39 0,5696 H0 diterima
melakukan pengujian asumsi residual pada matriks.
32 27,16 0,7104 H0 diterima
Berdasarkan residual dari model GSTAR yang Invers Jarak
menggunakan bobot invers jarak memenuhi asumsi 48 37,34 0,8668 H0 diterima
white noise residual. Selain itu, secara visual maupun
uji formal residual dari model GSTAR(11) I(1) 64 50,71 0,8864 H0 diterima
dikatakan sudah mengikuti distribusi Kemudian dilakukan uji apakah residual mengikuti
normalmultivariat. Berikut pengujian asumsi white noise distribusi normal multivariate sehingga dilakukan
dan normal multivariat residual model GSTAR(1 1)I(1). dengan uji shapiro wilk dikarenakan data ini memiliki
jumlah <50. Didapat nilai p_value sebesar 0,08 dan
dapat disimpulkan bahwa model GSTAR(11)I(1)
mengikuti distribusi normal multivariate. peramalan
inflasi dapat dilihat pada Gambar3 dan didapat nilai
MAPE sebesar 3,77%. Nilai tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (2.1.2) dan dapat
disimpulkan bahwa MAPE dibawah 10% yang berarti
kinerja peramalan model tersebut sangat bagus.

Tabel 8. Uji Asumsi White Noise

Gambar 3 Peramalan Inflasi Berdasarkan Model Terbaik


4.3 Kajian Studi Ekplisit Ekonomi kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan nilai
4.3.1 Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau tambah pada suatu waktu tertentu. Selama kurun
Berikut akan dilakukan kajian ekonomi pada Provinsi waktu 2010-2014 pendapatan per kapita di Provinsi
Kepulauan Riau. Produk Domestik Regional Bruto Kepulauan Riau cenderung meningkat dan selalu lebih
(PDRB) pada tingkat provinsi menggambarkan tinggi dari PDB perkapita nasional. Dukungan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 190


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

pendapatan dari sektor pertambangan mempengaruhi 6.62% selain itu Provinsi Riau sebesar 0.22% untuk
peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
Kepulauan Riau tercatat pada tahun 2015 sebesar

Gambar 3 PDRB Provinsi Riau dan Kepulauan Riau


2. Terikat perjanjian kerangka kerjasama antara
4.3.1.1 Kota Batam Indonesia dan Singapura dalam pengembangan
Inflasi memiliki dampak positif maupun ekonomi Batam, Bintan, dan Karimun.
negatif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. 3. Tim manajemen yang kuat : Dewan Kawasan
Dampak positif inflasi diantaranya menyebabkan dan Perwakilan Eksekutif.
peredaran dan perputaran barang lebih cepat Persyaratan Umum Untuk Import Dan Eksport Barang
sehingga produksi barang- barang bertambah, Dari / Ke Negara Asing Di Zona Perdagangan Bebas
kesempatan kerja bertambah karena terjadi tambahan Batam-Bintan-Karimun :
investasi yang berarti membuka lapangan kerja 1. Proses impor barang dapat dijalankan oleh
sehingga mengurangi masalah pengangguran. Dampak para importir kecuali untuk barang terlarang
positif tersebut bisa terjadi ketika inflasi terkendali seperti senjata, obatobatan terlarang, dan
dan diikuti dengan pendapatan nominal masyarakat barang barang sebagaimana di tetapkan oleh
yang bertambah, sehingga pendapatan riil meningkat. pemerintah;
Sebaliknya, ketika tingkat inflasi tinggi dan tidak 2. Izin dari Badan Pengusahaan Kawasan
diikuti dengan penambahan pendapatan masyarakat Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, harus
maka dampak negatif akan dijumpai. Diantaranya diperoleh sebelum impor dilakukan;
banyak proyek pembangunan macet, menurunnya 3. Impor barang barang komsumsi hanya
minat menabung masyarakat akibat turunnya nilai dapat dilakukan oleh para importir yang
mata uang yang dapat mengancam perbankan diizinkan oleh Badan Pengusahaan Perdagangan
nasional. Batam-Bintan-Karimun sebagai Zona Bebas dan Pelabuhan Bebas;
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas terhitung 4. Barang yang di impor harus sesuai dengan
tanggal 1 April 2009, berdasarkan Peraturan Menteri bidang usaha (jenis kualitas harus disertakan)
Keuangan no.45, 46 dan 47.Pulau Batam, Bintan dan dari importir;
Karimun atau kemudian disebut dengan BBK adalah 5. Semua ekspor barang ke luar negeri dan ke
sebuah wilayah di Republik Indonesia yang di daerah non Perdagangan Bebas dan
bebaskan dari Bea Masuk, Pajak Penjualan, Pajak Perdagangan Bebas harus dilaporkan ke Badan
Pertambahan Nilai, pajak atas barang mewah, dan Bea Pengusahaan Batam Bintan Karimun.
Cukai.3
Pendirian Zona Perdagangan Bebas Batam, Faktor pendukung dan fasilitas fasilitas yang
Bintan dan Karimun : terdapat di zona perdagangan bebas batam-bintan-
1. Pemerintah Indonesia telah membentuk karimun :
Batam, Bintan dan Karimun sebagai Pilot Projek 1. Bea Cukai : proses keluar masuk barang yang
untuk Zona Perdagangan Bebas di Indonesia. cepat, tidak ada pajak Ekspor / Impor;
2. Perpajakan : pembebasan pajak pertambahan
nilai, pajak barang mewah, dan pajak penjualan;
3http://www.penghubungkepri.org/index.php/id/investasi

/14-investasi/29-zona-perdagangan-bebas

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 191


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

3. Pelayanan satu pintu memproses semua mencapai US$83,88 juta mengalami penurunan
perizinan; sekitar 24,58 persen dibanding ekspor pada bulan
4. Prosedur imigrasi yang sederhana; Desember 2015. Ekspor nonmigas Januari 2016
5. Kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel; mencapai US$487,22 juta atau turun sekitar 7,16
6. Transportasi dan fasilitas telekomunikasi persen dibanding Desember 2015. Ekspor nonmigas
yang bagus; dengan nilai terbesar bulan Januari 2016 adalah
7. Sistem keamanan yang baik. golongan barang mesin/peralatan listrik (HS 85)
Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas senilai US$165,58 juta, atau sekitar 33,99 persen dari
(PBPB). Batam mendapatkan prioritas pembangunan total ekspor nonmigas Kota Batam.Ekspor ke
infrastruktur di bidang perkeretaapian, perhubungan Singapura pada bulan Januari 2016 mencapai nilai
darat, perhubungan laut, jalan, telekomunikasi dan terbesar yaitu US$302,30 juta, dengan kontribusi
informatika, sumber data air, sanitasi, pendidikan dan mencapai 52,93 persen terhadap ekspor Kota Batam.
kesehatan.4 Pertumbuhan ekonomi Kota Batam Berbanding terbalik dengan nilai ekspor Kota Batam
berjalan dengan laju jika dibandingkan bagi kota lain pada bulan Februari 2016 mencapai US$731,22 juta
di provinsi kepulauan riau. Kota Batam menjadi atau mengalami peningkatan sekitar 28,04 persen
strategis. Secara geografis Batam memiliki luas dibanding ekspor bulan Januari 2016. Begitu pula bila
wilayah daratan seluas 715 km, sedangkan luas dibanding dengan ekspor bulan Februari 2015, ekspor
wilayah keseluruhan mencapai 1.575 km yang lebih bulan Februari 2016 ini juga mengalami
tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan peningkatan yaitu sekitar 3,34 persen. Ekspor Kota
ekonomi nasional menjadikan wilayah ini andalan Batam dengan nilai terbesar selama bulan Februari
bagi pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional 2016 melalui Pelabuhan Batu Ampar senilai
maupun bagi Provinsi Kepulauan Riau. Sektor US$347,28 juta dengan konstribusi sekitar 47,49
penggerak ekonomi meliputi sektor komunikasi, persen dari total ekspor Kota Batam. Selama bulan
sektor listrik, air dan gas, sektor perbankan, sektor Februari 2016 ekspor komoditi migas
industri dan alih kapal, sektor perdagangan dan jasa mencapai US$71,05 juta mengalami penurunan
merupakan nadi perekonomian kota batam yang tidak sekitar 15,29 persen dibanding ekspor pada bulan
hanya merupakan konsumsi masyarakat Batam dan Januari 2016. Ekspor nonmigas Februari 2016
Indonesia tetapi juga merupakan komoditi ekspor mencapai US$660,17 juta atau naik sekitar 35,50
untuk negara lain. Keberadaan kegiatan persen dibanding Januari 2016. Ekspor nonmigas
perekonomian di Kota dapat meningkatkan lapangan dengan nilai terbesar bulan Februari 2016 adalah
pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah golongan barang mesin/peralatan listrik (HS
Kota Batam sebagai pelaksana pembangunan Kota 85) senilai US$177,81 juta, atau sekitar 26,93 persen
Batam bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dari total ekspor nonmigas Kota Batam. Ekspor ke
daerah Kota Batam serta keikutsertaan Badan Otorita Singapura pada bulan Februari 2016 mencapai nilai
Batam dalam meneruskan pembangunan, memiliki terbesar yaitu US$332,12 juta, dengan kontribusi
komitmen dalam memajukan pertumbuhan investasi mencapai 45,42 persen terhadap ekspor Kota Batam.
dan ekonomi Kota Batam, hal ini dibuktikan dengan Industri di Batam terbagi menjadi industri berat dan
adanya nota kesepahaman ketiga instansi tersebut, industri ringan. Industri berat didominasi oleh
yang kemudian diharapkan terciptanya pembangunan industri galangan kapal, industri fabrikasi, industri
Kota Batam yang berkesinambungan. Batam, bersama baja, industri logam dan lainnya. Sedangkan industri
dengan Bintan dan Karimun kini telah berstatus ringan meliputi industri manufacturing, industri
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus(KEK). elektronika, industri garment, industri plastik dan
lainnya.Selain itu Batam juga dikenal memiliki
Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS) 5
produksi galangan kapal terbesar di Indonesia.
Nilai ekspor Kota Batam pada bulan Januari 2016
mencapai US$571,10 juta atau mengalami penurunan
sekitar 10,21 persen dibanding ekspor bulan
Desember 2015. Begitu pula bila dibanding dengan
ekspor bulan Januari 2015, ekspor bulan Januari 2016
ini juga mengalami penurunan yaitu sekitar 25,92
persen.Ekspor Kota Batam dengan nilai terbesar
selama bulan Januari 2016 melalui Pelabuhan Batu
Ampar senilai US$248,81 juta dengan konstribusi
sekitar 43,57 persen dari total ekspor Kota Batam.
Selama bulan Januari 2016 ekspor komoditi migas

4 Republika
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/04
/01/nm46hz-batam-ditetapkan-jadi-pusat-kegiatan-
strategis-nasional)
5 Badan Pusat Statistika

https://batamkota.bps.go.id/Brs/view/id/137

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 192


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

Gambar 4. IMPOR DAN EKSPOR KOTA BATAM


perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar sebesar
Import di kota batam memiliki 16 aspek dan tercatat 3,62 persen; kelompok sandang sebesar 0,93 persen;
bahwa pada tahun 2014 sebanyak 3.121.656.683 kelompok kesehatan sebesar 0,30 persen; kelompok
berat bersih import di kota Batam dimana golongan pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,32
barang benda besi dari baja memiliki kontribusi persen, dan kelompok transport, komunikasi dan jasa
terbesar dan disusul oleh bahan bakar mineral dan keuangan sebesar 7,06 persen.
produk komestik memiliki kontribusi yang sedikit di Laju inflasi tahun kalender (Januari -
Batam jika dibandingkan oleh komoditi lain. Barang Desember) 2014 / laju inflasi 'year on year' di Kota
impor yang masuk ke Kota Batam selama tahun 2015 Tanjungpinang (Desember 2014 dibandingkan dengan
mencapai senilai US$ 6,80 miliar, yang terdiri dari Desember 2013) sebesar 7,49 persen. Selain itu pada
komoditi migas senilai US$ 88,84 juta dan komoditi 2015 di Kota Tanjungpinang terjadi inflasi sebesar
nonmigas senilai US$ 6,71 miliar. Impor Batam selama 0,19 persen. Dari 23 kota IHK di Sumatera, tercatat
tahun 2015 mengalami penurunan senilai US$ 1,60 sebanyak 6 kota mengalami inflasi dengan inflasi
miliar atau turun sekitar 19,06 persen. Turunnya nilai tertinggi terjadi di Kota Tanjung Pandan sebesar 1,39
impor selama tahun 2015 disebabkan terjadinya persen dan inflasi terendah terjadi di Kota Banda Aceh
penurunan impor komoditi migas senilai US$ 21,51 sebesar 0,10 persen. Sedangkan 17 kota lainnya
juta (atau turun sekitar 19,49 persen) dan impor mengalami deflasi dengan tertinggi terjadi di Kota
komoditi nonmigas senilai US$ 1,58 miliar (atau turun Padang sebesar 1,98 persen dan deflasi terendah
sekitar 19,05 persen). Kinerja ekspor Kota Batam terjadi di Kota Meulaboh sebesar 0,12 persen. Inflasi
tahun 2015menurunan yang cukup signifikan sekitar di Kota Tanjungpinang disebabkan oleh naiknya
18,90 persen. Pada Ekspor kota Batam memiliki indeks kelompok bahan makanan sebesar 2,82
penyumbang terbesar pada Bahan Bakar Mineral persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
yakni sebesar 2,449,763,316.00 dan kota batam hanya tembakau sebesar 0,34 persen; kelompok perumahan,
mengekspor kosmetik sebesar 1,321,415.00. listrik, air, gas, dan bahan bakar sebesar 0,71 persen;
kelompok sandang sebesar 1,91 persen; kelompok
4.3.2 Perekonomian Tanjung Pinang kesehatan sebesar 1,09 persen; dan kelompok
Tanjungpinang atau sebelumnya disebut pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,38
Tanjung Pinang (disingkat Tg. Pinang) adalah ibu kota persen. Sedangkan hanya kelompok transport,
Kepulauan Riau, Indonesia. Yang terletak di koordinat komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami
05' lintang utara dan 10427' bujur timur, tepatnya penurunan indeks sebesar 5,58 persen. Laju inflasi
di Pulau Bintan. Pada Desember 2014 di Kota 'year on year' di Kota Tanjungpinang (Januari 2015
Tanjungpinang terjadi inflasi sebesar 2,79 persen. dibandingkan dengan Januari 2014) sebesar 6,36
Dari 23 kota IHK di Sumatera, tercatat semua kota persen. Sementara itu Pada Oktober 2015 di Kota
mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di Tanjungpinang terjadi deflasi sebesar 1,01 persen.
Kota Tanjung Pandan sebesar 3,21 persen dan inflasi Dari 23 kota IHK di Sumatera, tercatat sebanyak 14
terendah terjadi di Kota Meulaboh sebesar 1,17 kota mengalami deflasi dengan deflasi tertinggi terjadi
persen. Inflasi di Kota Tanjungpinang disebabkan oleh di Kota Tanjung Pandan sebesar 1,95 persen dan
naiknya indeks kelompok bahan makanan sebesar deflasi terendah terjadi di Kota Padang Sidempuan
1,65 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok sebesar 0,01 persen. Sebaliknya, tercatat sebanyak 9
dan tembakau sebesar 1,58 persen; kelompok Kota mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 193


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

di Kota Pematang Siantar sebesar 0,43 persen dan yaitu : kelompok bahan makanan sebesar 1,43 persen;
inflasi terendah terjadi di Kota Metro sebesar 0,03 kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
persen. Sedangkan secara nasional sebanyak 38 kota tembakau sebesar 0,35 persen; kelompok perumahan,
mengalami inflasi dan 44 kota mengalami deflasi. air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,28 persen;
Deflasi di Kota Tanjungpinang disebabkan kelompok sandang sebesar 0,18 persen; kelompok
turunnya indeks kelompok pada tiga kelompok kesehatan sebesar 0,03 persen; kelompok pendidikan,
pengeluaranya itu kelompok bahan makanan sebesar rekreasi dan olahraga sebesar 0,39 persen serta
1,46 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan
bahan bakar sebesar 0,10 persen; kelompok transpor, sebesar 1,03 persen.
komunikasi dan jasa keuangan sebesar 5,15 persen. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Juni)
Sebaliknya, tiga kelompok mengalami kenaikan indeks 2016 sebesar 0,94 persen dan tingkat inflasi year on
yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan year (Juni 2016 terhadap Juni 2015) sebesar 2,19
tembakau sebesar 0,82 persen; kelompok sandang persen. Pada Bulan Juli 2016 di Kota Tanjungpinang
sebesar 0,20 persen; dan kelompok kesehatan sebesar terjadi inflasi sebesar 1,12 persen. Kedua puluh tiga
0,15 persen. Sedangkan kelompok pendidikan, kota IHK di Sumatera mengalami inflasi dengan inflasi
rekreasi dan olahraga tidak mengalami perubahan tertinggi terjadi di Kota Tanjung Pandang sebesar
indeks Inflasi Tahun Kalender (Januari-Oktober) 2,34 persen dan inflasi terendah terjadi di Kota Medan
2015 di Kota Tanjungpinang sebesar 1,41 persen dan sebesar 0,07 persen Inflasi disebabkan oleh naiknya
laju inflasi 'year on year' di Kota Tanjungpinang indeks harga ketujuh kelompok yang menyusun IHK
(Oktober 2015 dibandingkan dengan Oktober 2014) Kota Tanjungpinang, yaitu :kelompok bahan makanan
sebesar 5,04 persen. Pada Bulan Juni 2016 di Kota sebesar 2,15 persen; kelompok makanan jadi,
Tanjungpinang terjadi inflasi sebesar 0,66 persen. minuman, rokok dan tembakau sebesar 1,15 persen;
Kedua puluh tiga kota IHK di Sumatera semuanya kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di sebesar 0,33 persen; kelompok sandang sebesar 1,68
Kota Pangkal Pinang sebesar 2,14 persen dan inflasi persen; kelompok kesehatan sebesar 1,15 persen;
terendah terjadi di Kota Padang sebesar 0,10 persen. kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar
Inflasi disebabkan oleh naiknya indeks harga ketujuh 0,29 persen serta kelompok transpor, komunikasi dan
kelompok yang menyusun IHK Kota Tanjungpinang, jasa keuangan sebesar 0,82 persen.

Gambar 5. Impor dan Ekspor Tanjung Pinang


Tanjungpinang pada tahun 2015 sebesar
Nilai impor di Tanjungpinang mengalami penurunan US$7.436.639.Apabila dibandingkan dengan tahun
dibanding tahun sebelumnya. Nilai impor pada tahun sebelumnya yang sebesar US$13.205.546, telah terjadi
2015 sebesar US$6.708.127, turun sebesar 58,13% penurunan nilai ekspor sebesar 43,69%. Dari Negara
dari nilai impor tahun sebelumnya. Berdasarkan data tujuan ekspor, nilai Ekspor terbesar ditujukan ke
BPS komoditas yang terbanyak diimpor berupa bahan Singapura senilai US$7,02 juta atau 94,38% dari total
bakar mineral senilai US$ 3,34 juta atau 49,81% dari ekspor, selanjutnya ke Malaysia sebesar US$0,42 juta
total nilai impor. Negara asal impor terbesar yaitu atau 5,62%.
Singapura, dengan total nilai impor senilai 4.3.2 Perekonomian Pekanbaru
US$3,49juta atau sekitar 52,08% dari total impor. Kota Pekanbaru adalah ibu kota dan kota
Selanjutnya adalah Negara Tiongkok dengan nilai terbesar di provinsi Riau, Indonesia. Kota ini
impor US$1,72 juta atau sekitar 25,65%. Sementara merupakan kota perdagangan dan jasa, termasuk
itu nilai ekspor di sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 194


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

dan urbanisasi yang tinggi. Secara geografis kota Namun memiliki sharenya paling besar. Industri
Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur pengolahan tumbuh 3,61 persen. Pertanian, tumbuh
Lintas Timur Sumatera, terhubung dengan beberapa 0,35 persen. Perdagangan tumbuh 1,63 persen,
kota seperti Medan, Padang dan Jambi, dengan kontruksi tumbuh 6,3 persen. Sumber pertumbuhan
wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak di Riau 2015 sebesar 0,22 persen digerakan oleh
pada bagian utara dan timur, sementara bagian barat industri pengolahan, kontruksi, dan
dan selatan oleh Kabupaten Kampar. Pertumbuhan perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) Riau merilis
ekonomi Riau secara q to q atau triwulan ketiga 2015 data pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau pada 4 Mei
dibandingkan triwulan keempat 2015 tumbuh 1,99 2016 lalu. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
persen. Dari sisi produksi, ini disebabkan lapangan lapangan usaha pertambangan dan penggalian
usaha pengadaan listrik dan gas yang tumbuh 8,06 sebesar 29,00 persen. dari sisi pengeluaran,
persen. Sementara perbandingan triwulan IV 2015 pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen
dengan 2014 ekonomi Riau tumbuh 4,45 persen. Bila pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga sebesar
dilihat berdasarkan kategori, pertumbuhan ekonomi 6,41 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi
tertinggi ada pada bidang jasa lainnya, dan jasa triwulan pertama di tahun 2016 ini alami perlambatan
kesehatan. Tapi memiliki sharenya paling kecil.. Share jika dibandingkan dengan hasil pertumbuhan triwulan
paling besar ada pada pertambangan, industri, ke empat 2015 lalu. Tercatat pada tahun 2015
pertanian, perdagangan dan kontruksi. Hal tersebut Pekanbaru memiliki 19 pasar/market , 760 toko/store
sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketika , 811 kios sehingga jumlah sarana perdagangan
pertumbuhan ekonomi dengan share paling besar sebanyak 2590. Pada 2001-2015 ekspor pada provinsi
mengalami negatif, akan menarik pertumbuhan riau mengalami peningkatan.
ekonomi ke bawah. Pertambangan, selama 2015
tumbuh negatif atau alami kontraksi 6,91 persen.

Gambar 6. Volume Impor dan Ekspor (dalam ton)

Apabila nilai ekpsor lebih besar dari pada 4.3.2 Perekonomian Dumai
nilai impor maka neraca perdagangan akan lebih Kota Dumai adalah sebuah kota di Provinsi Riau,
besar pada gambar 6. Dapat dilihat bahwa volume Indonesia, sekitar 188 km dari Kota Pekanbaru.
impor dan Ekspor di Pekanbaru. Pada tahun 2011 Sebelumnya, kota Dumai merupakan kota terluas
2008 tercatat nilai Ekspor meningkat lebih dari 3 lipat nomor dua Di Indonesia setelah Manokwari. Namun
yakni sebesar US$ 4,8 Milyar US$ pada tahun 2011 semenjak Manokwari pecah dan terbentuk kabupaten
dan meningkat menjadi US$ 15,2 milyar pada tahun Wasior, maka Dumai pun menjadi yang terluas.
2008. Berbanding terbalik pada 2009 terjadi Tercatat dalam sejarah, Dumai adalah sebuah dusun
penurunan sebesar US$ 11 Milyar namun Ekspor kecil di pesisir timur Provinsi Riau yang kini mulai
kembali naik pada tahun 2010 sebesar US$ 14,9 menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera.
milyar hingga pada tahun 2011 terdapat nilai Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat perlu dalam
maksimal dari Ekspor sebesar US$ 20,1 Milyar. Selain pembangunan manusia yang secara langsung maupun
itu nilai Ekspor yang terjadi pada provinsi Riau tidak langsung akan membawa dampak perbaikan
mengalami penurunan pada tahun 2012-2015 hanya terhadap peningkatan kapasitas dasar penduduk.
sebesar US$ 19,1 Milyar pada tahun 2012 menjadi US$ Namun demikian masih ada persyaratan lain yang
14,4 milyar pada tahun 2015. harus dilaksanakan secara konsisten, yakni

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 195


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

pemerataan distribusi pendapatan dan alokasi belanja potensi tersebut yang perlu didorong dengan tetap
publik yang memadai. Perkembangan perekonomian memperhatikan kebutuhan konsumsi masing-masing
bersumber dari perkembangan seluruh sektor wilayah. Perlu juga dikaji lebih lanjut
ekonomi yang ada di Kota Dumai. Ada lima sektor
penyumbang terbesar terhadap terbentuknya laju Perlu dikaji lebih lanjut terhadap efek mengimpor
pertumbuhan Kota Dumai, bila diurutkan dari yang barang-barang dari negara yang sedang mengalami
terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor inflasi agar bisa mengetahui dampak dari imported
perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan, inflation (inflasi dari luar negeri), sehingga dapat
sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa dilihat efek yang timbul akibat barang-barang dari
- jasa. Kota dumai memiliki industry kecil dan mikro negara yang sedang mengalami inflasi yang umumnya
menurut jenis bahan baku terdiri dari industry dari menjual barang dengan harga lebih mahal.
kulit, industry dari kayu, industry dari logam, dan
industry anyaman, industry gerabah/keramik batu, DAFTAR PUSTAKA
industry makanan dan minuman, dan industry lainya Borovkova, S. A., Lopuha, H. P. dan Ruchjana, B. N. 2002.
tercatat kota dumai memiliki sebanyak 77 industri Generalized STAR Model with Experimental Weights.
kecil atau mikro dan industry makanan dan minuman Proceeding of the 17th International Workshop on
Statistical Modelling. Chania: pp 139-147.
memiliki jumlah terbanyak yakni 52
Box, G.E.P., Jenkins, G.M. dan Reinsel G.C. 1994. Time series
Analysis : Forecasting and Control. Third Edition.
5.KESIMPULAN Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Berdasarkan analisis pemodelan inflasi berbasis lokasi BPS. 2015. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi
di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau didapat nilai Kepulauan Riau. Kepulauan Riau : Badan Pusat
MAPE sebesar 3, 77% yang berarti bahwa model Statistik.
dapat digunakan dengan baik karena rata-rata BPS. 2015. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi
persentase absolute kesalahan dibawah 10%. Pada Riau. Riau : Badan Pusat Statistik.
peramalan inflasi diprediksi bahwa hubungan inflasi BPS. 2015. Statistik Perdagangan Luar Negeri Provinsi Riau.
Riau : Badan Pusat Statistik.
dari kedua provinsi tersebut mempunyai hubungan
BPS. 2016. Dumai Dalam Angka. Dumai : Badan Pusat
yang erat. Kedua provinsi tersebut berbatasan Statistik.
langsung dengan negara lain sehingga menjadi pintu BPS. 2016. Kota Tanjung Pinang Dalam Angka. Kepulauan
masuk untuk melakukan ekspor-impor. Langkah yang Riau : Badan Pusat Statistik.
dapat dilakukan untuk menekan laju inflasi adalah BPS. 2016. Provinsi Kepulauan Riau Dalam Angka.
dengan mengurangi konsumsi produk asing (impor). Kepulauan Riau : Badan Pusat Statistik.
Pemerintah perlu membuat kebijakan agar semakin Caraka,R.E., dan Sugiyarto,W.2016. Inflation Rate Modeling.
banyak produksi produk dalam negeri yang Jurnal Etikonomi Volume 15 (2), October. P-ISSN:
berkualitas sehingga warga negara Indonesia akan 1412-8969; E-ISSN: 2461-077. pp.111 124. DOI:
10.15408/etk.v15i2.3260
lebih memilih produk dalam negeri dari pada barang
Irawati,L.,Tarno., dan Yasin,H. 2015. Peramalan Indeks
impor. Untuk menambah hasil produksi pemerintah Harga Konsumen 4 Kota Di Jawa Tengah
dapat memberikan subsidi dan premi atau membuat Menggunakan Model Generalized Space Time
peraturan yang mendorong pengusaha-pengusaha Autoregressive (GSTAR). Jurnal Gaussian, Volume 4,
menjadi lebih produktif sehingga mampu menambah Nomor 3, Tahun. ISSN: 2339-2541 pp.553 562
hasil produksi. Dengan bertambahnya hasil produksi Prahutama,A., Utama, T.W.,Caraka, R.E., and
berupa barang dan jasa. Zumrohtuliyosi,D. 2014 Pemodelan Inflasi
Pemodelan model tersebut, dapat dijadikan Berdasarkan Harga-Harga Pangan Menggunakan
sebagai salah satu acuan dalam mempertimbangkan Spline Multivaribel. Jurnal Media Statistika,
Universitas Diponegoro ISSN: 1979-3693 pp. 89-94.
kebijakan-kebijakan yang akan diambil Bank
DOI: 10.14710/medstat.7.2.89-94
Indonesia. Model tersebut mampu memperkirakan Ruchjana, B.N., Borovkova, S.A., dan LopuhaH.P. 2012. Least
laju inflasi berbasis wilayah lebih akurat sehingga Squares Estimation of Generalized Space Time
Bank Indonesia dapat mengantisipasi berbagai Autoregressive (GSTAR) Model and Its Properties. The
kondisi sebelum terjadi inflasi yang berlebihan. 5th International Conference on Research and
inflation targeting framework (ITF) pada level wilayah Education in Mathematics AIP Conf. Proc., 1450: pp
perlu diselaraskan dengan kegiatan dan potensi 61-64.
ekonomi masing-masing wilayah sehingga pencapaian Suparti.,Caraka,R.E.,Warsito,B and Yasin,H.2016. The Shift
target lebih akurat. Invariant Discrete Wavelet Transform (SIDWT) With
Inflation Time series Application. Journal of
Mathematics Research, [S.l.],v.8,n.4,p.p14, jul. 2016.
6.IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Published by Canadian Center of Science and
Education. ISSN 1916-9795 E-ISSN 1916-9809
Harmonisasi kebijakan dalam mengurangi konsumsi Wahyuningrum,S.R., dan Suhartono. 2014. Model GSTARX-
barang impor dan peningkatan produktifitas barang SUR Untuk Peramalan Data Spatio-Temporal (Studi
dan jasa perlu dilakukan secara komprehensif Kasus: Adanya Efek Kenaikan Harga BBM dan
berbasis wilayah. Setiap wilayah di Indonesia Lebaran Pada Data Inflasi Di Empat Kota/Kabupaten
memiliki potensi dan tingkat konsumsi barang dan Jawa Timur). TESIS SS09-2304. Institut Teknologi
jasa yang spesifik sehingga keunggulan kompetitif atas Sepuluh Nopember

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 196


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

Wei, W.W.S. 2006. Time series Analysis Univariate and


Multivariate Methods. Second Edition. USA: Pearson
Education, Inc.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 197


PENGARUH INFLASI TERHADAP IMPOR DAN EKSPOR DI PROVINSI RIAU
DAN KEPULAUAN RIAU MENGGUNAKAN GENERALIZED SPATIO TIME SERIES
Rezzy Eko Caraka, Wawan Sugiyarto, Gustriza Erda, Erie Sadewo

LAMPIRAN

data inflasi;
input y1 y2 y3 y4;
label y1 = 'Batam'
y2 = 'Tanjung Pinang'
y3 = 'Pekanbaru'
y4 = 'Dumai' ;
datalines;
;
/*--- Vector Autoregressive Model ---*/
proc varmax data=inflasi;
model y1 y2 y3 y4/ p=1 noint lagmax=10 printall;
output lead=5 out=for1;
run;
proc statespace data=inflasi lead=10;
var y1 y2 y3 y4;
run;

Syntax Analisis SAS

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 198


Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016, Halaman 199-215

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL TERHADAP


PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna
STIE Insan Pembangunan, Bitung Curug Tangerang, Email: shofa_elgo@yahoo.co.id
INFO ARTIKEL ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL This study aims to analyze the performance of government spending and human capital for
Diterima Pertama unemployment and poorness since six years (2010-2015). The panel model chosen is random
8 September 2016 effect. The analysis result shows that (1) The unemployment in the distric is lower than in the
city, and commodity of food has highest influence for the poorness; (2) The growth of
government spending has positive impact to aggregate output, even it doesnt optimal yet. The
Dinyatakan Dapat Dimuat case is the allocation for govermens spending is low, and the highest allocation is for sipil
18 November 2016 employment budgets; (3) Using simultant regression, Government spending and Human
Development Index (HDI) have no impact to unemployment; but by using partial
KEYWORDS: regression, government spending has positive impact and HDI has negative impact to
Agregate Output, unemployment; (4) Using simultant regression, goverment spending has positive
Unemployment Rate,
impact and HDI has negative impact to poorness. But by using partial regression, both
Poorness Rate,
Government spending. of them have no impact to poorness.

Penelitian ini bertujuan menganalisis peran belanja pemerintah dan Human Capital terhadap
pengangguran dan kemiskinan di Indonesia periode tahun 2010-2015. Teknik estimasi yang
digunakan adalah analisis data panel dengan fixed effect. Hasil analisis menunjukkan
bahwa; (1) Tingkat pengangguran di pedesaan selalu lebih rendah daripada di
perkotaan, dan komoditi yang berpengaruh besar terhadap kemiskinan adalah
makanan; (2) Belanja pemerintah berdampak positif terhadap output agregat,
meskipun dampaknya belum cukup optimal. Hal tersebut diakibatkan oleh masih
minimnya bagian belanja pemerintah yang disalurkan kepada belanja barang dan
jasa serta belanja modal, dan sebagian besar belanja pemerintah masih dialokasikan
untuk belanja pegawai; (3) Goverment spending dan IPM secara simultan tidak
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Namun, secara parsial belanja
pemerintah dan IPM secara langsung berdampak negatif terhadap tingkat
pengangguran dan dampak IPM terbukti cukup besar dibanding dengan goverment
spending; (4) Belanja pemerintah secara simultan berdampak positif dan IPM
berdampak negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan secara partial, keduanya tidak
berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan..

1. PENDAHULUAN tingkat pendapatannya, maka potensi untuk


Permasalahan pengangguran merupakan hal mengalokasikan anggaran guna menyelesaikan
penting untuk diperhatikan mengingat semakin tinggi masalah kemiskinan akan semakin besar. Namun,
angka pengangguran maka akan meningkatkan alokasi anggaran pembangunan harus tepat sasaran,
probabilitas kemiskinan, kriminalitas, dan fenomena- kalau tidak akan menambah kemiskinan menjadi lebih
fenomena sosial ekonomi di masyarakat. Oleh sebab parah. Pembangunan merupakan upaya perubahan
itu, pengangguran dan juga kemiskinan menjadi fokus struktural yang dimaksudkan untuk meningkatkan
perhatian bagi pemerintah. Upaya yang dilakukan produktivitas dan menciptakan kesempatan kerja
pemerintah dalam hal pengentasan kemiskinan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
sangatlah serius, hal tersebut dapat dilihat dari segi penduduk. Tujuan pembangunan Indonesia adalah
banyaknya program yang dijalankan pemerintah. untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang adil,
Terdapat banyak variabel makro ekonomi yang makmur, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat.
dapat dijadikan sebagai penyebab meningkat atau Indonesia selain dihadapkan pada angka
menurunnya kemiskinan yang ada pada suatu kemiskinan yang cukup tinggi, juga dihadapkan pada
daerah. Todaro (2006), mengatakan bahwa tingkat masalah lain yang cukup serius, yaitu masih
kemiskinan dipengaruhi oleh salah satunya adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang
tingkat pendapatan rata-rata daerah. Semakin tinggi tercermin dari Indek Pembangunan Manusia (IPM),

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 1, 2016 199


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

atau dikenal dengan Human Development Index tidak tepat sasarannya kepada pengguna subsidi di
(HDI), yang dikeluarkan oleh United Nations lapangan.
Development Programme (UNDP). IPM merupakan Penelitian ini berjalan atas dasar yang sama
salah satu cara untuk mengukur taraf kualitas fisik dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di
dan non fisik penduduk. Kualitas SDM yang rendah ini Indonesia, namun sedikit berbeda. Peneliti ingin
berarti menunjukkan produktivitas yang rendah, menganalisis peran belanja pemerintah dan human
dimana ketenagakerjaan merupakan salah satu capital terhadap output agregat, pengangguran, serta
persoalan yang sedang disorot, mengingat akan segera kemiskinan di Indonesia. Penelitian dilakukan di 18
diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) provinsi dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia,
yang membuat arus tenaga kerja asing bebas masuk dimana 18 provinsi tersebut setiap tahunnya selalu
ke Indonesia (BPS, 2015). Antisipasi dari dampak menambah anggaran belanja sekitar satu trilyun/lebih
negatif penerapan MEA adalah tenaga kerja Indonesia selama periode 2010-2015. Penelitian ini berusaha
harus memiliki standar yang tinggi dan mampu menganalisis peran belanja pemerintah dan human
bersaing dengan tenaga kerja asing yang masuk ke capital pada periode tersebut.
dalam negeri. Rendahnya kualitas ketenagakerjaan di Permasalahan pengangguran dan kemiskinan
Indonesia dapat digambarkan dari rendahnya tingkat di Indonesia, mendorong pemerintah untuk
pendidikan tenaga kerja Indonesia untuk bersaing. menetapkan kebijakan fiskal demi stabilisasi ekonomi,
Daya saing rendah ini dapat tercermin oleh kurangnya yaitu dengan kebijakan menambah pengeluaran
kesempatan kerja sehingga pertumbuhan ekonomi pemerintah/goverment spending (G). Government
belum mampu menyerap angkatan kerja masuk ke spending ini diharapkan mampu berperan banyak
dalam pasar, sehingga keterampilan angkatan kerja dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
tidak dimanfaatkan dan dikembangkan sebaik- dan pembentukan output agregat, yang akhirnya
baiknya. Hal tersebut mengakibatkan jumlah mampu mengatasi permasalahan pengangguran dan
pengangguran yang cukup besar. kemiskinan yang terjadi. Gambaran tentang alur
Pada Rencana Pembangunan Jangka pemikiran penulis untuk memberikan jawaban
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, sasaran sementara terhadap masalah yang diteliti, dapat
pemerintah pada bidang ketenagakerjaan yaitu digambarkan dalam diagram kerangka berpikir
(Ferdinan, 2015): (1) menurunkan Tingkat dibawah ini,
Pengangguran Terbuka menjadi 5-6 persen, (2)
menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berpikir
diantaranya: (i) Terbatasnya kesempatan untuk
memperoleh pekerjaan yang layak, (ii) Kualitas Permasalahan di Indonesia; kualitas SDM
angkatan kerja yang rendah, (iii) Tingkat rendah, pengangguran dan kemiskinan
Pengangguran Terbuka (TPT) usia muda yang tinggi,
(iv) TPT terdidik (di atas SLTA) masih tinggi.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh
Mustamin (2015) di Sulawesi Selatan, yang
menghasilkan penelitian bahwa belanja pemerintah Kebijakan Fiskal:
secara langsung berpengaruh negatif terhadap Penambahan 1 trilyun/lebih
kemiskinan, sedangkan pengaruh belanja pemerintah Belanja Pemerintah (G) per tahun
secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap
kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi secara langsung tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan, sedangkan
pengaruh pertumbuhan ekonomi secara tidak Output Pengangguran Kemiskinan
langsung berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Agregat (Y)
melalui pengangguran, dan pengaruh pertumbuhan
ekonomi secara tidak langsung tidak berpengaruh
terhadap kemiskinan melalui pendapatan perkapita.
Penelitian yang sejenis lainnya juga dilakukan oleh
Widodo (2011) di Jawa Tengah, yang menyatakan Rekomendasi Kebijakan
bahwa alokasi pengeluaran pemerintah sektor publik untuk Pemerintah
tidak secara langsung mempengaruhi IPM ataupun
kemiskinan, namun secara bersama-sama (simultan)
pengeluaran sektor publik dan IPM dapat
mempengaruhi kemiskinan. Sedangkan hasil Berdasarkan latar belakang permasalahan,
penelitian Misdawati di Indonesia (2013), maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah di mengidentifikasi,
bidang pendidikan efektif dalam mengurangi angka 1. pengangguran dan kemiskinan di Indonesia
kemiskinan, namun tidak dengan pengeluaran periode 2010-2015
pemerintah di bidang kesehatan dan subsidi, karena

200 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

2. peran belanja pemerintah dan Human Capital hanya pada: (1) modal produktif atau aset; tetapi
terhadap pembentukan output agregat di juga pada (2) net work atau jaringan sosial untuk
Indonesia periode 2010-2015 memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-
3. peran belanja pemerintah dan Human Capital lain; (3) pengetahuan dan ketrampilan yang
terhadap pengangguran di Indonesia periode memadai; dan (4) informasi yang berguna untuk
2010-2015 memajukan kehidupan mereka.
4. peran belanja pemerintah dan Human Capital Kemiskinan menurut Kuncoro (2000) adalah
terhadap kemiskinan di Indonesia periode 2010- ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup
2015. minimum. Permasalahan standar hidup yang rendah
berkaitan pula dengan jumlah pendapatan yang
sedikit (kemiskinan), perumahan yang kurang layak,
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang buruk,
2. KERANGKA TEORI DAN tingkat pendidikan masyarakat yang rendah sehingga
PENGEMBANGAN HIPOTESIS berakibat pada rendahnya sumber daya manusia
dan banyaknya pengangguran. Tingkat standar hidup
2.1. Output Agregat dalam suatu negara bisa diukur dari beberapa
Output barang dan jasa suatu perekonomian/Gross indikator antara lain Gross National Product (GNP) per
capita, pertumbuhan relatif nasional dan pendapatan
Domestic Bruto (GDP) bergantung pada; (1) jumlah
per kapita, distribusi pendapatan nasional, tingkat
input yang disebut faktor-faktor produksi; (2) kemiskinan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
kemampuan untuk mengubah input menjadi output Todaro (2000) menjelaskan bahwa besarnya
yang dapat ditunjukkan dalam fungsi produksi Y = f kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu
(K, L). Dua faktor produksi yang penting adalah modal kepada garis kemiskinan (poverty line). Konsep yang
dan tenaga kerja. Modal adalah seperangkat mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan
absolut, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak
alat/sarana yang digunakan para pekerja. Tenaga
didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan
kerja adala waktu yang dihabiskan orang unuk relatif. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan
bekerja. Faktor produksi dan fungsi produksi sama- di bawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum
sama menentukan jumlah barang dan jasa yang untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Ini
ditawarkan yang disebut juga dengan output adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah) di dalam
perekonomian, (Mankiw, 2006: 46-47). bentuk suatu kebutuhan kalori minimum di tambah
komponen-komponen non makanan yang juga sangat
diperlukan untuk survive. Sedangkan kemiskinan
2.2. Pengangguran
relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di
Pengangguran dapat terjadi karena antara dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat
lain terdapat angkatan kerja yang lebih besar dari didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-
kesempatan kerja dan juga disebabkan kurangnya rata dari distribusi yang dimaksud.
keterampilan yang dimiliki oleh pencari kerja. Bentuk- Pendapat Jhingan (2000) menyatakan bahwa
bentuk pengangguran yang disebabkan masalah negara/daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi,
friksional dikenal dengan pengangguran non sukarela. umumnya terjerat ke dalam apa yang disebut
Dilain sisi pengangguran juga disebabkan adanya lingkaran kemiskinan (vicious circle). Nurske (dalam
pengangguran sukarela, terutama saat pasar tenaga Widodo, 2011) menjelaskan bahwa kemiskinan
kerja sudah mencapai equilibrium atau tidak adanya adalah sebab sekaligus akibat. Lingkaran kemiskinan
kendala untuk masuk dan keluar di pasar tenaga kerja mengandung arti deretan melingkar kekuatan-
tersebut. Pengangguran dapat berdampak negative kekuatan yang satu sama lain berinteraksi
terhadap kegiatan perekonomian. Hal ini dikarenakan sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu
masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat negara/daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi
kemakmuran yang dapat dicapainya. Sehingga secara tetap berada dalam keadaan terbelakang.
agregat pengangguran akan menyebabkan
pendapatan nasional riil yang dicapai masyarakat
2.4. Belanja Pemerintah
akan lebih rendah daripada pendapatan potensial
(pendapatan yang seharusnya), akibatnya Pengeluaran pemerintah adalah salah satu
kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan variabel pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB)
lebih rendah, (Kementerian Keuangan, 2014). bersama dengan konsumsi masyarakat, investasi dan
net ekspor (ekspor dikurangi impor). Kebijakan
pengeluaran pemerintah ini merupakan bagian dari
2.3. Kemiskinan kebijakan fiskal sebagai salah satu wujud intervensi
Friedman dalam Mustamin (2015), pemerintah didalam perekonomian dalam rangka
mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan mengatasi kegagalan pasar. Intervensi pemerintah
kesempatan untuk mengakumulasikan basis yang dikenal dengan kebijakan fiscal, salah satunya
kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial tidak terbatas

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 201


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

dilakukan melalui kebijakan pengeluaran/kebijakan penggunaannya. Bantuan Partai Politik adalah


pemerintah, (Kementerian Keuangan, 2014). pemberian bantuan kepada partai politik
Kegiatan pemerintah berfungsi untuk yang dianggarkan dengan ketentuan
menyediakan jasa pelayanan umum bagi masyarakat perundang-undangan sebagai bantuan sosial.
yang secara ekonomis sulit dinilai, seperti 2.4.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/
melaksanakan administrasi pemerintah, menjaga Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa yaitu
kestabilan dan keamanan negara, meningkatkan belanja yang telah dianggarkan sebagai
pendidikan dan kesehatan masyarakat, mengatur dana bagi hasil yang bersumber dari
kebijaksanaan perekonomian dengan negara lainnya, pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota,
(Mankiw, 2006). Belanja Pemerintah menurut BPS kepada desa, atau pendapatan pemerintah
(2013) terdiri dari, (1) Belanja Tidak Langsung, (2) daerah tertentu yang diberikan kepada
Belanja Langsung. pemerintah daerah lainnya sesuai dengan
ketentuan perundangundangan. Belanja bagi
2.4.1 Belanja tidak Langsung hasil ini terdiri dari (1) Belanja bagi hasil
Belanja tidak langsung adalah bagian pajak daerah kepada pemerintah provinsi,
anggaran belanja yang tidak terkait langsung dengan (2) Belanja bagi hasil pajak daerah kepada
pelaksanaan program dan kegiatan, meliputi: pemerintah kabupaten/kota, (3) Belanja bagi
2.4.1.1 Belanja Pegawai Tidak Langsung adalah hasil pajak daerah kepada pemerintah desa,
belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan (4) Belanja bagi hasil retribusi daerah
tunjangan, serta penghasilan lainnya yang kepada pemerintah kabupaten/kota, (5)
diberikan kepada pegawai negeri sipil yang Belanja bagi hasil retribusi daerah kepada
ditetapkan sesuai dengan ketentuan pemerintah desa.
perundang-undangan. Termasuk disini 2.4.1.7 Belanja Bantuan Keuangan kepada
adalah uang representasi dan tunjangan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah
pimpinan dan anggota DPRD, gaji dan Desa adalah pemberian bantuan yang
tunjangan kepala daerah dan wakil kepala bersifat umum atau khusus dari pemerintah
daerah, serta penghasilan dan penerimaan provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota,
lainnya. kepada pemerintah desa, atau pemerintah
2.4.1.2 Belanja Bunga, yaitu belanja yang digunakan daerah lainnya dalam rangka pemerataan
untuk menganggarkan pembayaran bunga dan atau peningkatan Belanja Bagi Hasil
utang yang dihitung berdasarkan kewajiban Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
pokok utang (principal outstanding) dan Pemerintah Desa adalah belanja yang telah
berdasarkan perjanjian jangka pendek, dianggarkan sebagai dana bagi hasil yang
jangka menengah dan jangka panjang. bersumber dari pendapatan provinsi kepada
2.4.1.3 Belanja Subsidi, yaitu belanja yang telah kabupaten/kota, kepada desa, atau
dianggarkan dan digunakan untuk bantuan pendapatan pemerintah daerah tertentu
biaya produksi kepada perusahaan/lembaga yang diberikan kepada pemerintah daerah
tertentu, agar harga jual produksi barang/jasa lainnya sesuai dengan ketentuan
yang dihasilkan dapat terjangkau oleh perundangundangan. Belanja bagi hasil ini
masyarakat banyak. Perusahaan/lembaga terdiri dari: (1) Belanja bagi hasil pajak
tersebut tentunya menghasilkan produk atau daerah kepada pemerintah provinsi, (2)
jasa untuk pelayanan masyarakat umum. Belanja bagi hasil pajak daerah kepada
2.4.1.4 Belanja Hibah adalah belanja yang telah pemerintah kabupaten/kota, (3) Belanja bagi
dianggarkan untuk diberikan kepada pihak hasil pajak daerah kepada pemerintah desa,
lain sebagai hibah dalam bentuk uang, (4) Belanja bagi hasil retribusi daerah
barang dan atau jasa. Hibah dapat kepada pemerintah kabupaten/kota, (5)
diberikan kepada pemerintah pusat, Belanja bagi hasil retribusi daerah kepada
pemerintah daerah lainnya, pemerintah pemerintah desa Belanja Bantuan Keuangan
desa, perusahaan daerah/BUMN/BUMD, kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
badan/lembaga/organisasi swasta, ataupun Pemerintah Desa adalah pemberian bantuan
kelompok masyarakat/perorangan. yang bersifat umum atau khusus dari
2.4.1.5 Belanja Bantuan Sosial adalah belanja yang pemerintah provinsi kepada pemerintah
telah dianggarkan untuk memberikan kabupaten/kota, kepada pemerintah desa,
bantuan kepada organisasi kemasyarakatan, atau pemerintah daerah lainnya dalam
partai politik dan yang lainnya dengan rangka pemerataan dan atau peningkatan
tujuan untuk peningkatan kesejahteraan kemampuan keuangan.
masyarakat. Bantuan Sosial Organisasi 2.4.1.8 Belanja Tidak Terduga adalah belanja untuk
Kemasyarakatan adalah pemberian bantuan kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak
kepada organisasi kemasyarakatan untuk diharapkan berulang seperti
tujuan sosial, yang dilakukan secara selektif penanggulangan bencana alam dan bencana
dan mempunyai kejelasan dalam sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya,

202 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

termasuk pengembalian atas kelebihan oleh Gustav Ranis dari Yale University, dan Lord
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya Meghnad Desai dari London School of Economic. Sen
yang telah ditutup. menyatakan bahwa HDI adalah sebuah pengukuran
indeks manusia yang cukup kasar (vulgar measure)
4.2.2 Belanja Langsung karena masih banyak keterbatasan. Namun, HDI
Belanja Langsung adalah bagian anggaran menerapkan ukuran pada aspek-aspek
belanja yang terkait secara langsung dengan pengembangan kualitas manusia secara lebih
pelaksanaan program dan kegiatan (BPS, 2013) komprehensif daripada hanya sekedar pendapatan
meliputi, per kapita seperti yang dilakukan selama ini dalam
2.4.2.1 Belanja Pegawai Langsung adalah menentukan atau menunjukkan apakah suatu negara
pengeluaran untuk honorarium/upah, itu maju, berkembang, atau belum berkembang.
lembur dan pengeluaran lain untuk HDI juga merupakan salah satu bahan kajian atau
meningkatkan motivasi dan kualitas topik pembahasan bagi para peneliti untuk
pegawai dalam melaksanakan program dan meneliti ukuran-ukuran kualitas manusia di sebuah
kegiatan pemerintah daerah. negara secara luas dan beragam. Human Development
2.4.2.2 Belanja Barang dan Jasa adalah pengeluaran Report 2007 (dalam Widodo, 2011) dijelaskan
yang digunakan untuk pembelian/pengadaan bahwa Human Development Index (HDI) merupakan
barang yang nilai manfaatnya kurang dari suatu konstruksi pengukuran atas dasar konsep right
setahun, dan atau pemakaian jasa dalam based approach to human development. HDI
melaksanakan program dan kegiatan melakukan pengukuran rata-rata capaian setiap
pemerintah daerah. Pembelian/pengadaan individu negara yang menyangkut tiga dimensi dasar
barang dan jasa yang dimaksud meliputi dari proses pengembangan kualitas manusia.
bahan pakai habis, bahan/material, jasa Pengukuran ini dilakukan dengan menetapkan
kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan beberapa asumsi dasar bahwa manusia yang
bermotor, cetak dan penggandaan, sewa berkualitas adalah: (1) Manusia yang dapat hidup
gedung, sewa sarana mobilitas, sewa alat sehat dan panjang umur, sebagaimana diukur
berat, sewa perlengkapan dan peralatan dengan Angka Harapan Hidup sejak waktu lahir (life
kantor, makanan dan minuman, pakaian expectancy at birth); (2) Manusia yang memiliki
dinas dan atribut, pakaian kerja, pakaian kecakapan dan pendidikan yang diperlukan bagi
khusus hari-hari tertentu, perjalanan dinas, hidupnya, sebagaimana diukur melalui indikator
perjalanan pindah tugas, pemulangan angka literasi orang dewasa (adult literacy rate)
pegawai dan lain-lain belanja barang dan jasa. dengan bobot penilaian dua pertiga, serta indikator
2.4.2.3 Belanja Modal adalah pengeluaran yang kombinasi Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
digunakan untuk pembelian/pengadaan dasar, menengah dan tinggi dengan bobot penilaian
atau pembangunan aset tetap berwujud satu pertiga dari penghitungan indeks pendidikan;
yang nilai manfaatnya lebih dari setahun. (3) Manusia yang dapat mencapai standar hidup
Pembentukan aset tersebut meliputi layak, sebagaimana diukur dengan logaritma
pengadaan tanah, alat-alat berat, alat-alat pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita yang
angkutan, alat-alat bengkel, alat-alat menggunakan indikator purchasing power parity
pertanian, peralatan dan perlengkapan (PPP) yang dihitung dalam dolar Amerika.
kantor, komputer, mebeulair, peralatan Pembangunan manusia yang dimaksudkan
dapur, penghias ruangan, alat-alat studio, dalam IPM tidak sama dengan pengembangan sumber
alat-alat komunikasi, alat-alat ukur, alat-alat daya manusia yang biasanya dimaksudkan dalam teori
kedokteran, alat-alat laboratorium, konstruksi ekonomi. Sumber daya manusia menunjuk pada
jalan, jembatan, jaringan air, penerangan manusia sebagai salah satu faktor produksi, yaitu
jalan, taman dan hutan kota, instalasi listrik sebagai tenaga kerja yang produktivitasnya harus
dan telepon, bangunan, buku/kepustakaan, ditingkatkan. Dalam hal ini manusia hanya sebagai
barang seni, pengadaan hewan/ternak dan alat (input) untuk mencapai tujuan yaitu peningkatan
tanaman, serta persenjataan/keamanan. output barang dan jasa. Sedangkan manusia di dalam
IPM lebih diartikan sebagai tujuan pembangunan yang
2.5. Indek Pembangunan Manusia orientasi akhirnya pada peningkatan kesejahteraan,
Sejak tahun 1990, United Nations (Widodo, 2011). Sjafrizal (2012:167) menjelaskan
Development Programme (UNDP) telah menerbitkan bahwa, jika upaya pembangunan lebih banyak
laporan tahunan berupa Human Development Report diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya
(HDR). Dalam HDR tersebut dikeluarkan laporan manusia dan pemberdayaan masyarakat, biasanya
tahunan mengenai indek pembangunan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan
manusia/Human Development Index (HDI) di tiap dengan upaya pembangunan fisik wilayah untuk
negara. Indeks tersebut dikembangkan pada tahun kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, peningkatan
1990 oleh seorang peraih Hadiah Nobel pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan
berkebangsaan India yaitu Amartya Sen, dan seorang kerja daerah cenderung lebih lambat. Kondisi tersebut
ekonom dari Pakistan, Mahbub Ul Haq, yang dibantu

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 203


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

dapat pula menimbulkan rasa kurang puas dalam banyak barang dan jasa yang dapat dijual perusahaan.
masyarakat yang dapat membawa implikasi politik. Semakin banyak perusahaan menjual, semakin banyak
output yang akan diproduksi dan semakin banyak
2.6. Kebijakan Fiskal pekerja yang dikaryakan (Mankiw, 2006: 274).
Keynes berpendapat bahwa tingkat kegiatan Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penambahan
dalam perekonomian ditentukan oleh perbelanjaan belanja pemerintah berdampak pada peningkatan
agregat. Pada umumnya perbelanjaan agregat output secara agregat.
dalam suatu periode tertentu adalah kurang dari Sedangkan belanja pemerintah berdampak
perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk negatif terhadap pengangguran dan kemiskinan. Hal
mencapai tingkat full employment. Keadaan ini ini sejalan dengan pemikiran ekonom Keynesian, yaitu
disebabkan karena investasi yang dilakukan para mendasari pemikiran bahwa variabel pemerintah
pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang (khususnya anggaran) dianggap sebagai salah satu
akan dilakukan dalam perekonomian full employment. penggerak pertumbuhan ekonomi di suatu Negara,
Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dan nantinya hal ini diharapkan akan menciptakan
dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang multiplier effect pada sektor-sektor ekonomi lainnya.
akan menciptakan full employment. Untuk Multiplier effect ini akan semakin besar jika
mencapai kondisi tersebut diperlukan kebijakan diasumsikan bahwa belanja pemerintah digunakan
pemerintah. Tiga bentuk kebijakan pemerintah yaitu untuk kegiatan produktif, (Kementerian Keuangan,
kebijakan fiskal, moneter dan pengawasan langsung. 2014).
Kebijakan fiskal melalui pengaturan anggaran Model makro ekonomi Keynes, kas
pengeluaran dan penerimaan pemerintah (Mankiw, permintaan merupakan bagian yang sangat penting
2006). untuk mengontrol permintaan agregat. Jika ekonomi
Kebijakan fiskal terdiri atas dua instrument berada dibawah tingkat full employment, permintaan
utama, (1) kebijakan pajak, (2) pengeluaran agregat bisa ditingkatkan dengan meningkatkan
pemerintah (Mankiw, 2003), tapi kebijakan apapun pengeluaran pemerintah atau dengan mengurangi
itu dapat secara langsung mempengaruhi komponen- tingkat pajak. Keynes berpendapat bahwa pemerintah
komponen permintaan secara menyeluruh jatuh pada memiliki peran penting untuk mempromosikan
kebijakan ini. Menurut Sudiyono (1985) variabel permintaan agregat terhadap pemenuhan tingkat full
instrument kebijakan fiscal dapat berbentuk pajak, employment. Masalah paling inti di kebijakan ekonomi
transfer pemerintah, subsidi, dan pengeluaran adalah tingginya pengangguran dan tingkat inflasi,
pemerintah. Kebijakan fiscal atau penganggaran serta defisit neraca berjalan atau external imbalance.
memiliki tiga fungsi, (1) fungsi alokasi, (2) fungsi Solusi untuk masalah tersebut, pertumbuhan ekonomi
distribusi, (3) fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi tinggi sangat dibutuhkan, tetapi perluasan untuk
bersediaan dengan barang-barang dan proses meningkatkan pertumbuhan ekonomi memiliki
pemanfaatan sumber daya secara menyeluruh untuk kelemahan terkait ketidakseimbangan antara
produksi barang-barang swasta, barang-barang social, tingginya pertumbuhan permintaan dan kapasitas
dan kombinasi dari barang-barang social yang telah persediaan dalam ekonomi. Ini berdampak pada
dipilih. Fungsi distribusi berhubungan dengan neraca eksternal yang merupakan sebuah
persamaan kesejahteraan dan distribusi pendapatan peningkatan impor dan penurunan ekspor, sehingga
dalam masyarakat. Fungsi stabilisasi ditujukan untuk menghasilkan inflasi tinggi. Akibat dari situasi ini,
menstabilisasi atau mempertahankan rendahnya ekonomi dapat kehilangan daya saingnya dan
tinggi pengangguran, harga atau tingkat inflasi, dan memperburuk eksternal imbalance. Hal tersebut dapat
pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan. meningkatkan employment level, tetapi bermasalah
Keynes menjelaskan bahwa selama masa dalam hal memperburuk neraca berjalan dan neraca
depresi ekonomi, kebijakan moneter tidak efektif. pembayaran (BOP). Kebijakan fiskal pada masa inflasi
Permintaan agregat meningkat dengan cepat hanya biasanya adalah dengan mengurangi pengeluaran
dengan kebijakan fiskal (Romer, 2001). Sebuah pemerintah dan meningkatkan pajak. Sebaliknya
kebijakan fiskal yang diambil harus efektif dan apabila pengangguran serius maka pemerintah
memiliki dampak negatif yang kecil. Sejarah berusaha menambah pengeluaran dan berusaha
menunjukkan negara-negara berkembang mengurangi pajak (Mankiw, 2006).
mengandalkan perluasan kebijakan fiskal untuk Sedangkan dampak belanja pemerintah
mencapai sebuah pertumbuhan ekonomi. terhadap kemiskinan Wibowo (2003) berpendapat
bahwa esensi utama dari masalah kemiskinan adalah
2.7. Dampak Belanja Pemerintah terhadap Output masalah aksesibilitas. Aksesibilitas dalam hal ini
Agregat, Pengangguran dan Kemiskinan berarti kemampuan seseorang atau sekelompok
The General Theory yang ditulis oleh Keynes, orang dalam masyarakat untuk dapat mencapai atau
disebutkan bahwa pendapatan total perekonomian mendapatkan sesuatu yang sebenarnya merupakan
dalam jangka pendek sangat ditentukan oleh kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya
keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah sebagai manusia dan sebagai warga negara. Seseorang
untuk membelanjakan pendapatannya. Semakin atau sekelompok orang yang miskin, akan mempunyai
banyak yang membelanjakan pendapatannya, semakin aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap

204 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

berbagai kebutuhan dan layanan dibandingkan anak-anak dari upaya eksploitasi. Demikian juga
mereka yang termasuk golongan menengah maupun pernyataan dari UNICEF yang mengatakan bahwa
golongan kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat pendidikan adalah investasi yang penting untuk
oleh masyarakat miskin yaitu: (1) Akses untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan upah yang
mendapatkan makanan yang layak; (2) Akses untuk tinggi. Investasi publik di bidang pendidikan dan
mendapatkan sandang yang layak; (3) Akses untuk kesehatan akan memberikan kesempatan pendidikan
mendapatkan rumah yang layak; (4) Akses untuk dan pelayanan kesehatan yang lebih merata kepada
mendapatkan layanan kesehatan baik dan layak; (5) masyarakat sehingga sumber daya manusia (SDM)
Akses untuk mendapatkan layanan pendidikan; (6) handal yang sehat menjadi semakin bertambah.
Akses kepada leisure dan entertainment; (6) Akses Meningkatnya kesehatan dan pendidikan akan
untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik mendorong peningkatan kualitas sumber daya
dengan terpenuhinya semua basic need dan manusia dan peningkatan produktivitas tenaga kerja,
supporting needs. Permasalahan aksesibilitas ini yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
menjadi penting karena kemiskinan akan menjadi masyarakat. Dengan demikian diharapkan kondisi ini
lingkaran setan karenanya, di mana golongan miskin akan memajukan perekonomian masyarakat dengan
tidak akan terangkat atau terlepas dari kemiskinan bertambahnya kesempatan kerja serta berkurangnya
ketika mereka tidak dapat meningkatkan kemiskinan.
intelektualitas dan sumber daya mereka. Namun Tinjauan literatur tersebut digunakan peneliti
karena adanya masalah aksesibilitas tersebut, dalam penelitian ini untuk menganalisis peran belanja
peningkatan ini akan menjadi suatu yang tidak pemerintah terhadap pembentukan output agregat,
mungkin dilakukan. Pada akhirnya, sebagai akumulasi dan perannya dalam mengatasi pengangguran dan
dari beban fisik dan psikologis akan menimbulkan kemiskinan.
berbagai ekses negatif seperti keresahan sosial.
Mahmudi (2007) berpendapat, dalam suatu 3. METODOLOGI PENELITIAN
lingkaran setan kemiskinan terdapat tiga poros utama Data yang digunakan dalam penelitian ini
yang menyebabkan seseorang menjadi miskin yaitu 1) bersumber dari data sekunder mulai dari tahun
rendahnya tingkat kesehatan, 2) rendahnya 2010 sampai dengan tahun 2015. Data tersebut
pendapatan, dan 3) rendahnya tingkat pendidikan. didapat dari beberapa sumber sebagai berikut: (1)
Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu Data Tingkat Pengangguran Terbuka dari publikasi
pemicu terjadinya kemiskinan karena tingkat data Badan Pusat Statistik Indonesia, (2) Data Jumlah
kesehatan masyarakat yang rendah akan Penduduk Miskin dari publikasi data Badan Pusat
menyebabkan tingkat produktivitas menjadi rendah. Statistik Indonesia, (3) Data Pengeluaran Pemerintah
Tingkat produktivitas yang rendah lebih lanjut diperoleh dari publikasi Statistik Keuangan
menyebabkan pendapatan rendah, dan pendapatan Pemerintah Provinsi yang diterbitkan oleh Badan
yang rendah menyebabkan terjadinya kemiskinan. Pusat Statistik Indonesia, dan (4) Data Produk
Berdasarkan hal tersebut maka salah satu hal yang Domestik Bruto (PDB) menurut pengeluaran yang
bisa dilakukan pemerintah dalam mengatasi diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia.
permasalahan kemiskinan adalah upaya untuk Data sekunder yang digunakan adalah data
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui panel, yaitu penggabungan dari data cross section
peningkatan kualitas pembangunan manusia. Dalam sebanyak 18 provinsi di Indonesia dan data time series
hal ini, pembangunan manusia di-proxy dengan IPM dari tahun 2010-2015. Pengolahan atas data
atau Human Development Index (HDI) yang sekunder yang telah dikumpulkan dari berbagai
merupakan suatu indeks komposit untuk mengukur sumber dilakukan menggunakan beberapa paket
pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk program statistik. Kegiatan pengolahan data
dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek menggunakan Microsoft Excel menyangkut
kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi. Di pembuatan tabel dan analisis. Sementara itu pada
mana IPM merupakan indeks pengembangan manusia pengolahan regresi data panel, penulis menggunakan
yang dilihat dari sisi perluasan, pemerataan, dan paket program Eviews 6.0.
keadilan baik dalam bidang kesehatan, pendidikan,
maupun kesejahteraan masyarakat. Peranan 3.1. Panel Data Analysis
pemerintah disini adalah sebagai penyedia
Penggunaan model panel pada dasarnya
kewajiban publik di bidang pendidikan dan kesehatan
memiliki beberapa keunggulan. Pertama, panel data
yang tidak disentuh oleh pasar karena adanya
mampu memperhitungkan heterogenitas individu
kegagalan pasar dan dalam kaitannya dengan peranan
secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik
pemerintah sebagai peranan alokasi, peranan
individu. Kedua, kemampuan mengontrol
distribusi, dan peranan stabilisasi.
heterogenitas individu ini selanjutnya menjadikan
Menurut Center for the Study of Living
data panel dapat digunakan untuk menguji dan
Standars tahun 2001 (dalam Widodo, 2011)
membangun model perilaku yang lebih kompleks.
menyatakan bahwa pendidikan adalah elemen
Ketiga, data panel mendasarkan diri pada observasi
penting untuk memerangi kemiskinan,
cross section yang berulang-ulang (time series),
memberdayakan perempuan, serta menyelamatkan
sehingga metode data panel cocok untuk digunakan

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 205


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

sebagai study of dynamic adjustment. Keempat, setiap regressor dan variabel terikat melalui suatu
tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada koefisien , dimana
data yang lebih informatif, variatif, bebas, sehingga
dapat diperoleh hasil estimasi yang efisien. Kelima, u2
data panel dapat digunakan untuk mempelajari 1 ( ) 1 / 2 ................................... (2.4)
T a2
2

model-model perilaku yang kompleks. Keenam, data


panel dapat meminimalkan bias yang mungkin
ditimbulkan oleh agresi data individu. Keunggulan- Estimator ini selanjutnya digunakan untuk
keunggulan tersebut memiliki implikasi pada tidak mentransformasi persamaan 2.1 menjadi
harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam
model data panel. (Ajija, 2011:52). Ariefanto (2012: y it y i 0 (1 ) 1 ( x it1 x i1 ) .... ..(2.5)
150) menjelaskan bahwa terdapat dua tipe pemodelan k ( x itk x ik ) (v it v i
data panel yaitu Fixed Effect Model dan Random Effect
Model. Pemodelan ini berdasarkan asumsi apakah
karakter residual bersifat konstan atau random. 3.2. Pemilihan Model Terbaik
Juanda (2012:183) menjelaskan bahwa
3.1.1 Fixed Effect Model
pemilihan model antara pooled atau panel adalah
k
dengan Uji Chow atau Likelihood Test Ratio, yaitu
y it 0 j X j ,it u it ...........(1.1) dengan melihat signifikansi dari F hitung. Uji Chow
j 1
melihat konsistensi pendugaan dengan fixed effect
untuk memilih antara fixed effect atau pooled.
Dimana
Hipotesis nol yang digunakan adalah intersep, dan
N T 1 slope adalah sama. Adapun uji F statistiknya adalah
u it e Dic v i Dt wt ...........(1.2) sebagai berikut:
i 1 t 1

dimana DiC dan DtT adalah variabel dummy sebanyak


N-1 dan T-1 untuk mengidentifikasi residual spesifik
cross section dan urut waktu yang bersifat konstan. Jumlah individu adalah n, Tmerupakan jumlah periode
Dengan memasukkan (2.2) ke (2.1) maka diperoleh waktu, K adalah banyaknya paramater dalam model
FEM, serta RSS berturut-turut adalah residual sum of
N 1 T 1 square untuk model pooled dan model FEM. Nilai F
y it 0 j X j ,it Dic vi Dt wt e ....... (1.3) akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat
i 1 t 1
bebas sebesar n-1 untuk numerator dan sebesar nT-k
untuk denumerator. Hipotesisnya adalah,
3.1.2 Random Effect Model H0 : Probability value > (pooled lebih baik)
H1 : Probability value < (fixed effect lebih baik).
yit 0 1 xit1 .... k xitk ai u it ..... (2.1)
Sedangkan untuk mengetahui apakah model
fixed effect lebih baik dari random effect digunakan uji
Model random effect dalam Ariefanto
Hausman. Kriteria Wald nilai statistik Hausman ini
(2012:151-152), digunakan ketika unobserved effect i
akan mengikuti distribusi chi-square sebagai berikut:
dapat diasumsikan tidak berkorelasi dengan
satu/lebih variabel bebas. Model (3.1) dapat
dimodelkan dengan menggunakan composite error
term,
Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-
yit 0 1 xit1 .... k xitk vit ..... (2.2) square dengan derajat bebas sebanyak jumlah peubah
bebas (p). Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik
karena i selalu ada pada composite error term pada Hausman lebih besar daripada nilai kritis statistik chi-
setiap periode waktu, maka vit mengalami serial square. Hal ini berarti bahwa model yang tepat untuk
correlation, dapat ditunjukkan bahwa: regresi data panel adalah model FEM. Hipotesis dalam
2 hasil pengolahan Eviews 6.0 bisa dilihat dari,
Corr (v it , v is ) ; t s ..................... (2.3) H0 : Probability value > (random effect, individual
u2
2
effect uncorrelated)
H1 : Probability value < (fixed effect)
Kemudian mengoreksi keberadaan serial correlation
dengan prosedur GLS. Namun demikian agar prosedur
3.3. Model Penelitian
ini efektif data harus memiliki N yang lebih besar
daripada T. Dengan GLS dilakukan transformasi pada Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa
peneliti ingin mengetahui peran penambahan belanja

206 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

pemerintah terhadap output agregat, pengangguran Selanjutnya, memilih model panel antara fixed
dan kemiskinan, maka peneliti hanya mengambil 18 effect atau random effect dengan uji Hausman.
provinsi dari 34 provinsi yang ada, dimana provinsi
tersebut setiap tahunnya meningkatkan belanjanya
Tabel 1.2 Uji Hausman
sekitar satu trilyun atau lebih setiap tahuan selama Chi-Sq. Chi-Sq.
2010-2015. Penelitian ini mengangkat faktor belanja Test Summary Statistic d.f. Prob.
pemerintah (G) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT),
Jumlah penduduk miskin, output agregat (Y), dan Model I
Indek Pembangunan Manusia. Ada tiga model yang Cross-section random 151.101 2 0.0000
dibangun dalam penelitian ini. Model pertama ingin Model II
mengetahui tentang dampak belanja pemerintah Cross-section random 14.355 2 0.0008
terhadap output agregat. Model Kedua bertujuan Model III
Cross-section random 8.776 2 0.0124
untuk mengetahui dampak belanja pemerintah
terhadap pengangguran, dan ketiga terhadap
kemiskinan. Rancangan ketiga model yang dibangun Hasil uji Hausman menunjukkan bahwa penggunaan
model fixed effect untuk kedua model lebih tepat,
dalam penelitian ini adalah,
karena probability value < = 0,05 (signifikan),
log_Yit = 0 + 1 log_Git + 2 log_IPMit + it sehingga H0 ditolak. Jadi dapat ditarik kesimpulan
log_TPTit = 0 + 1 log_Git + 2 log_IPMit + it bahwa model panel fixed effect lebih baik digunakan
log_JPMit = 0 + 1 log_Git + 2 log_IPMit + it daripada random effect.

dimana, 4.2. Uji Hipotesa dan Signifikansi Model Panel


G : belanja pemerintah berupa data nominal Random Effect
dalam trilyun rupiah menurut jenis Hasil estimasi model melalui pengolahan data
pengeluaran dengan software Eviews 6.0 ditampilkan dalam tabel
IPM : Indeks Pembangunan Manusia yang mewakili 1.3 berikut ini.
Human Capital
Y : PDRB yang mewakili variabel output agregat Tabel 1.3 Hasil Estimasi Model Fixed Effect
daerah dalam juta rupiah atas dasar harga Variable Coefficient
konstan 2000 Model I (Variabel dependent log_Y)
TPT : persentase Tingkat Pengangguran Terbuka R-squared 0.99896
yang mewakili varibel pengangguran
C **-1.709
JPM : Jumlah Penduduk Miskin yang mewakili
log_G *0.13655
varibel kemiskinan
log_IPM *3.746
Model II (Variabel dependent log_TPT)
R-squared 0.8878
4. HASIL ANALISIS C 1.3275
4.1. Hasil Uji Chow log_G -0.2084
Langkah pertama dalam pemilihan model log_IPM -0.1872
terbaik adalah dengan Uji Chow yaitu melihat Model III (variabel dependent log_JPM)
konsistensi pendugaan dengan fixed effect untuk
R-squared 0.831
memilih antara fixed effect atau pooled. Hasil uji Chow
C *48.828
menunjukkan bahwa penggunaan model fixed effect
log_G *1.633
untuk keiga model lebih tepat, karena probability
value dari F statistik signifikan. Jadi dapat ditarik log_IPM *-26.29
kesimpulan bahwa model panel fixed effect lebih baik Variable Coefficient
Keterangan: (*) signifikan pada = 0.05
digunakan daripada pooled/OLS. Perhatikan tabel 1.1.
(**) signifikan pada = 0.1
Tabel 1.1 Uji Chow
Hasil estimasi fixed effect model I
Effects Test Statistic d.f. Prob.
menunjukkan bahwa variabel G dan IPM secara
Model I simultan berdampak positif pada variabel Y. Hasil
Cross-section F 838.566 (17,88) 0.0000 estimasi fixed effect model II menunjukkan bahwa
Cross-section Chi-square 550.122 17 0.0000 variabel eksogen G dan IPM tidak signifikan
Model II mempengaruhi variabel TPT. Sedangkan hasil
Cross-section F 33.455 (17,88) 0.0000 estimasi fixed effect model III menunjukkan bahwa
Cross-section Chi-square 217.075 17 0.0000 variabel eksogen G berdampak positif pada variabel
Model III JPM dan IPM berdampak negatif terhadap JPM. Ketiga
Cross-section F 11.401 (17,88) 0.0000 model yang dibangun sama-sama memiliki R2 yang
Cross-section Chi-square 125.706 17 0.0000 memadai, yang berarti bahwa model I mampu
menjelaskan variabel endogen sebesar 99%,

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 207


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

sedangkan 1% dijelaskan oleh variabel diluar model. log_TPTit = 1.000114 0.2197 log_Git
Model II mampu menjelaskan variabel endogen log_TPTit = 0.801 3,329 log_IPMit
sebesar 88%, sedangkan 12% dijelaskan oleh variabel
diluar model. Model III mampu menjelaskan variabel 5. PEMBAHASAN
endogen sebesar 83%, sedangkan 17% dijelaskan oleh
variabel diluar model. Hasil regresi pada model II 5.1. Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia
semua variabel tidak signifikan secara simultan maka,
Periode 2010-2015
penulis melakukan regresi secara parsial yang
menghasilkan estimasi sebagai berikut,
5.1.1 Pengangguran
Tabel 1.4 Hasil Estimasi Model Fixed Effect secara Perubahan Tingkat Pengangguran Terbuka
Parsial (TPT) dari tahun 2011-2012 mengalami penurunan
Variable Coefficient yaitu 7,48 persen menjadi 6,13 persen. Pada tahun
Variabel dependent log_Y 2013 angka TPT nasional mengalami peningkatan
dependent G menjadi 6,17 persen. Namun, TPT nasional tahun
R-squared 99.86
2014 kembali menurun menjadi 5,81 persen pada
C *4.8
Februari 2015. Gambar grafik 1.3 menunjukkan
log_G *0.4
dependent IPM fluktuasi TPT di Indonesia periode 2010-2015.
R-squared 0.9988
C *-5.3 Gambar 1.3 Grafik TPT di Indonesia
log_IPM *5.8
Variabel dependent log_TPT
Independent G
R-squared 0.8878
C *1.000114
log_G *-0.2197
Independent IPM
R-squared 0.886
C *0.801
log_IPM *-3.329
Variabel dependent log_ JPM
Data BPS, diolah.
Independent G
R-squared 0.82
Sementara itu, jika TPT dilihat dari perkotaan
C 2.84
dan pedesaan, TPT perkotaan 2011-2015 mengalami
log_G 0.0426 penurunan, yaitu dari 9,38 menjadi 7,02. Ketersediaan
Independent IPM lapangan pekerjaan di perkotaan cukup beragam,
R-squared 0.82 sedangkan di pedesaaan sangat terbatas. Namun, TPT
C *5.95 di pedesaan selalu lebih rendah daripada di
log_IPM -1.68 perkotaan. Penyerapan tenaga kerja tertinggi di
Keterangan: (*) signifikan pada = 0.05 pedesaan adalah pertanian, perkebunan dan
perikanan. Pada tahun 2014, lapangan usaha tersebut
Hasil estimasi fixed effect model I G dan IPM secara
menjadi pangsa terbesar yaitu mencapai 34 persen
partial berdampak positif terhadap Y. Model II
menunjukkan bahwa variabel eksogen G dan IPM pekerja. Menurut Todaro, perpindahan penduduk dari
secara parsial berdampak negatif terhadap desa ke kota merupakan sebab munculnya
variabel TPT. Model III menunjukkan bahwa G pengangguran di kota. Pada tahun 2010 tercatat
berdampak positif dan IPM berdampak negatif bahwa angka urbanisasi di Indonesia masih cukup
terhadap JPM. Sehingga, setelah melihat semua tinggi sebesar 49,8 persen. (BPS, 2015: 165).
hasil estimasi, maka model dapat ditulis sebagai
berikut;

Model yang diolah secara simultan adalah, 5.1.2 Kemiskinan


log_Yit = -1.709 + 0.14 log_Git + 3.7 log_IPMit Jumlah penduduk yang hidup dibawah garis
log_JPMit = 48.83 + 1.633 log_Git 26.29 log_IPMit kemiskinan dari tahun 1978 sampai 2008 lebih
banyak di desa dibanding di kota, meskipun secara
Model yang diolah secara partial adalah, relatif jumlahnya menurun dibandingkan tahun-tahun
log_Yit = 4.8 + 0.4 log_Git sebelumnya. Berdasarkan perkiraan Bank Dunia
log_Yt = -5.3 + 5.8 log_IPMit dengan mempergunakan data Susenas tahun 1976,

208 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

terdapat lebih dari 70% orang miskin berlokasi di garam, menimbulkan ketidaktahanan pangan yang
Jawa. Akan tetapi, ditahun 1976 distribusi regional memiliki dampak luas, (Kuncoro, 2010:303).
kemiskinan mengalami perubahan secara dramatis, Sedangkan untuk komoditi bukan makanan
hanya 46% di pedesaan luar Jawa. Pasca krisis 1998, adalah biaya perumahan, bensin, listrik pendidikan,
ada penurunan proporsi penduduk miskin yang dan perlengkapan mandi. Sepanjang periode 2014-
berlokasi di daerah perkotaan atau pedesaan di Jawa, 2015 indeks kedalaman kemiskinan dan indeks
yang diikuti dengan kenaikan kemiskinan di pedesaan keparahan kemiskinan, keduanya mengalami
luar jawa. Akibat krisis 1997-1998, jumlah penduduk peningkatan, (BPS, 2015).
miskin diperkirakan menjadi 49,5 juta orang atau
sekita 24,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Segala 5.2. Peran Belanja Pemerintah dan Human Capital
aspek kehidupan masyarakat Indonesia terkena terhadap Pembentukan Output
dampak yang sangat besar. Kondisi pada tahun 1997, Pertumbuhan PDB tertinggi menurut
kemiskinan di Indonesia menyentuh angka yang
Government spending dan Human Capital diharapkan
sangat tinggi sebesar 40,3% atau meningkat sebesar
22,6% dari tahun 1996, kemudian menurun menjadi mampu berperan banyak dalam pembentukan output
17,7% di tahun 2006, dan 15,4% tahun 2008, agregat yang akhirnya mampu mengatasi
(Kuncoro, 2010:143-145). permasalahan pengangguran dan kemiskinan yang
Persentase penduduk miskin tahun 2014 terjadi. Pada periode penelitian, pertumbuhan PDB
sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen), kemudian tertinggi menurut lapangan usaha adalah pada
meningkat pada bulan Maret 2015 hingga mencapai kategori informasi dan komunikasi. Sekolah,
28,59 juta orang (11,22 persen). Kenaikan jumlah
perkantoran, dan industri membutuhkan ketersediaan
penduduk miskin di pedesaan lebih besar dibanding
perkotaan. Grafik tingkat kemiskinan selama peiode sarana prasarana pendukung informasi dan
penelitian ditunjukkan oleh gambar 1.4 berikut ini, komunikasi seperti PC, computer, akses wifi, dan
sebagainya. Peringkat kedua dan ketiga adalah jasa
Gambar 1.4 Grafik Kemiskinan di Indonesia perusahaan dan jasa lainnya. Jasa perusahaan tahun
2014 mengalami pertumbuhan 9,81 persen, diikuti
jasa lainnya sebesar 8,92 persen. Sementara itu, tiga
lapangan usaha dengan pertumbuhan PDB terendah
adalah pertambangan dan penggalian, pengadaan air,
dan administrasi pemerintah. Pertambangan dan
penggalian selama periode 2011-2014, mengalami
penurunan dari 4,29 persen menjadi hanya 0,55
persen. Pertambangan dan penggalian merosot tajam
karena beberapa sebab, yaitu; (1) imbas dari
Data BPS, diolah.
kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor
Peranan komoditi makanan terhadap garis bahan mineral mentah, (2) penurunan permintaan
kemiskinan jauh lebih besar dibanding komoditi global, (3) harga komoditas di pasar internasional,
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan (BPS, 2015: 37).
dan kesehatan). Komoditi makanan yang berpengaruh Sedangkan kategori yang sangat berperan
besar terhadap kemiskinan adalah beras, rokok filter, penting dalam pembangunan di Indonesia karena
telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, mempunyai kontribusi tinggi terhadap PDB adalah
tempe, tahu dan kopi. industri pengolahan. Meskipun kontribusi industri
Ketidaktahanan pangan juga terkait dengan pengolahan mengalami penurunan pada periode
goncangan (shock) seperti kekeringan, bencana, atau 2011-2015, namun perannya masih cukup besar
fluktuasi pasar internasional. Banyaknya penduduk dalam menciptakan lapangan kerja. Sepanjang tahun
Indonesia yang mengalami ketidaktahanan pangan 2014 industri pengolahan tumbuh 4,63 persen dan
dapat dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang yang semakin berkembang yaitu industri makanan
hidup dibawah garis kemiskinan. Artinya, jika dan minuman, (BPS, 2015: 39). Kontribusi dari tiap
seseorang tidak punya sumber daya yang cukup untuk kategori dapat dilihat pada gambar 1.2 pada lampiran.
mengkonsumsi 2.100 kalori perhari. Ketidaktahanan The General Theory yang ditulis oleh Keynes,
pangan di Indonesia, bukan disebabkan oleh kurangya disebutkan bahwa pendapatan total perekonomian
persediaan beras, tetapi kemampuan orang untuk dalam jangka pendek sangat ditentukan oleh
membeli beras, dimana kebutuhan beras masih bisa keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah
dicukupi dan sisanya impor. Selama periode 1988- untuk membelanjakan pendapatannya. Semakin
2002, telah diimpor rata-rata 10% untuk kebutuhan banyak yang membelanjakan pendapatannya, semakin
nasional. Besarnya impor beberapa produk pangan, banyak barang dan jasa yang dapat dijual perusahaan.
seperti daging, susu, jagung, kedelai, gula, bahkan Semakin banyak perusahaan menjual, semakin banyak
output yang akan diproduksi dan semakin banyak

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 209


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

pekerja yang dikaryakan. Teori ini sesuai dengan hasil 5.3. Peran Belanja Pemerintah dan Human Capital
estimasi bahwa peningkatan belanja pemerintah terhadap Pengangguran
berdampak positif terhadap output agregat. Hal Masalah paling inti di kebijakan ekonomi
tersebut tergambar pada PDRB dari 18 provinsi
adalah tingginya pengangguran dan tingkat inflasi,
penelitian yang rata-rata mengalami peningkatan
setiap tahunnya sepanjang periode 2010-2015. Apabila pengangguran serius maka pemerintah
Peningkatan PDRB tersebut seiring dengan berusaha menambah pengeluaran dan berusaha
peningkatan 1 trilyun atau lebih belanja pemerintah mengurangi pajak.
setiap tahunnya, yang tergambar pada lampiran grafik Total Penyerapan Tenaga Kerja (TPAK) tahun
1.5. 2010-2015 di 18 provinsi penelitian menunjukkan
Peningkatan yang tajam terjadi di Pulau Jawa, grafik yang menurun. Penurunan partisipasi angkatan
dimana pulau Jawa juga merupakan pulau yang kerja ini seiring dengan adanya peningkatan belanja
meningkatkan belanja pemerintah sekitar 5 sampai 12 pemerintah sekitar 1 trilyun/lebih setiap tahun
trilyun tiap tahunnya. Selain itu Sumatera Utara juga sepanjang periode penelitian. Grafiknya tergambar
merupakan provinsi yang menghasilkan peningkatan dalam grafik 1.6 berikut ini.
PDRB yang cukup tajam. Sumatera Utara
mengeluarkan belanja pemerintah sekitar 3 sampai 6 Grafik 1.4 Total Partisipasi Angkatan Kerja di 18
trilyun. Sedangkan Riau, Sulawesi Selatan, dan Provinsi Penelitian
Kalimantan Timur menambahkan belanja
pemerintahnya sekitar 1 sampai 6 trilyun. Hal
tersebut memberi kesimpulan bahwa peningkatan
belanja pemerintah dapat berdampak positif pada
peningkatan output agregat, semakin besar belanja
pemerintah yang dikeluarkan akan semakin besar
output yang dihasilkan oleh suatu pemerintah daerah.
Peningkatan belanja pemerintah yang
berdampak positif terhadap output agregat ini
menunjukkan bahwa belanja pemerintah untuk
Sumber: BPS (data diolah)
barang dan jasa serta modal cukup berhasil
meningkatkan output agregat periode 2010-2015
Grafik yang menurun pada partisipasi angkatan kerja,
meskipun belum optimal. Hasil estimasi menunjukkan
menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka
bahwa persentase pengaruh belanja pemerintah
(TPT) pada 18 provinsi penelitian tersebut tergolong
terhadap output agregat sangatlah kecil. Dampak
tinggi pula. Tingginya tingkat pengangguran terlihat
government spending terhadap output agregat secara
tajam di tahun 2013, meski pun kembali naik di tahun
simultan lebih kecil dibanding dengan dampak
2014, namun tingkat pengangguran mengalami
parsialnya. Hasil estimasi membuktikan bahwa
penurunan kembali di tahun 2015.
pengaruh IPM terhadap output agregat jauh lebih
Hasil estimasi menunjukkan bahwa
besar daripada pengaruh government spending.
goverment spending dan IPM secara simultan tidak
Fakta menunjukkan bahwa alokasi belanja
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Namun,
pemerintah yang disalurkan kepada belanja barang
secara parsial belanja pemerintah berdampak negatif
dan jasa serta belanja modal masih sangat minim.
terhadap pengangguran meski dampaknya secara
Beberapa provinsi masih banyak yang menyalurkan
angka sangat kecil, yaitu 0,22%. Hal ini menunjukkan
sebagian besar belanja pemerintahnya untuk belanja
bahwa penambahan belanja pemerintah secara
pegawai. Belanja pemerintah belum banyak
langsung mampu menciptakan multiplier effect pada
dialokasikan pada peningkatan produktivitas sumber
sektor-sektor ekonomi, meski pengaruhnya sangat
daya manusia sebagai faktor produksi, yaitu sebagai
kecil. Kecilnya multiplier effect tersebut disebabkan
input untuk tujuan peningkatan output barang dan
oleh kurangnya alokasi belanja pemerintah untuk
jasa, (perhatikan gambar 1.5 dalam lampiran). Oleh
kegiatan-kegiatan produktif.
karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa,
Jika melihat hasil esimasi parsial dari Indeks
pemerintah perlu meningkatkan alokasi dana belanja
Pembangunan Manusia (IPM), ternyata IPM secara
pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM yang
langsung berdampak negatif juga terhadap tingkat
ada, karena terbukti Human Capital sangat besar
pengangguran, dan dampaknya jauh lebih besar
pengaruhnya terhadap pembentukan output agregat,
dibanding dengan goverment spending, yaitu sebesar
karena jika kualitas SDM meningkat, maka
3%. Data BPS periode 2010-2015 menunjukkan
produktivitas pun meningkat.
bahwa IPM di 18 provinsi penelitian, secara

210 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

keseluruhan mengalami kenaikan dari tahun ketahun terhadap kemiskinan. IPM di 18 provinsi penelitian
(perhatikan gambar 1.7 pada lampiran). selama periode penelitian, memang mengalami
Pemerintah perlu menambah alokasi untuk peningkatan. Namun, fakta menunjukkan bahwa
anggaran belanja pemerintah terbesar selama ini
belanja bantuan social dalam rangka meningkatkan
dialokasikan untuk belanja pegawai, kemudian disusul
kualitas hidup penduduk atau IPM, yaitu dengan cara dengan belanja modal serta belanja barang dan jasa.
memperluas dan memeratakan bidang kesehatan, Sedangkan belanja bantuan sosial masih tergolong
pendidikan, maupun kesejahteraan masyarakat. Hal sangat rendah, khususnya alokasi untuk peningkatan
ini perlu dilakukan karena peningkatan IPM terbukti kualitas Sumber Daya Manusia (perhatikan gambar
berpengaruh dalam mengurangi pengangguran. 1.8 dalam lampiran). Jika alokasi anggaran untuk
Penambahan alokasi belanja bantuan sosial perlu kualitas SDM lebih ditingkatkan lagi, maka
pengaruhnya akan lebih besar terhadap pengentasan
dilakukan karena sesuai data BPS 2010-2012, alokasi
kemiskinan.
belanja ini masih sangat minim, (perhatikan gambar Seharusnya, pemerintah memberikan
1.8 dalam lampiran). perhatian lebih untuk peningkatan kualitas hidup
penduduk atau IPM yang dapat didanai dari anggaran
5.4. Peran Belanja Pemerintah dan Human Capital pemerintah berupa belanja bantuan sosial. Tujuan
terhadap Kemiskinan anggaran belanja bantuan sosial yaitu untuk
Esensi utama dari masalah kemiskinan adalah perluasan, pemerataan, dan keadilan baik dalam
masalah aksesibilitas. Seseorang atau sekelompok bidang kesehatan, pendidikan, maupun kesejahteraan
orang yang miskin, akan mempunyai aksesibilitas masyarakat. Belanja bantuan sosial yang telah
yang rendah dan terbatas terhadap berbagai berjalan selama periode penelitian adalah sekolah
kebutuhan dan layanan dibandingkan mereka yang gratis, Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta dana
termasuk golongan menengah maupun golongan renovasi rumah bagi penduduk miskin, meski
kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat secara layak alokasinya masih sangat rendah. Pemerintah perlu
oleh masyarakat miskin yaitu makanan, sandang, menambah alokasi untuk belanja bantuan social ini,
rumah, akses kesehatan dan pendidikan, hiburan, karena terbukti mampu mengurangi tingkat
serta kebutuhan dasar lainnya. Permasalahan kemiskinan.
aksesibilitas ini menjadi penting karena golongan
miskin tidak akan terangkat atau terlepas dari 6. KESIMPULAN
kemiskinan ketika mereka tidak dapat meningkatkan Berdasarkan hasil analisis yang telah
intelektualitas dan sumber daya mereka. Namun dikemukakan sebelumnya, maka dapat dijabarkan
karena adanya masalah aksesibilitas tersebut, kesimpulan bahwa; (1) Tingkat pengangguran di
peningkatan ini akan menjadi suatu yang tidak pedesaan selalu lebih rendah daripada di perkotaan.
mungkin dilakukan yang dapat menimbulkan Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar
keresahan sosial. terhadap kemiskinan adalah makanan; (2)
Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara Penambahan belanja pemerintah berdampak positif
simultan belanja pemerintah berdampak positif dan terhadap output agregat, meskipun dampaknya belum
IPM berdampak negatif terhadap kemiskinan. cukup optimal. Hal tersebut diakibatkan oleh masih
Sedangkan secara partial, keduanya tidak minimnya bagian belanja pemerintah yang disalurkan
berpengaruh terhadap kemiskinan. Hal ini berarti, kepada belanja barang dan jasa serta belanja modal,
belanja pemerintah tidak berpengaruh langsung dan sebagian besar belanja pemerintah masih
terhadap kemiskinan, namun memiliki dampak secara dialokasikan untuk belanja pegawai; (3) Hasil estimasi
tidak langsung. Dampak yang diakibatkan oleh G menunjukkan bahwa goverment spending dan IPM
adalah dampak positif, yang artinya ketika pemerintah secara simultan tidak berpengaruh terhadap tingkat
menambah belanjanya, yang terjadi adalah jumlah pengangguran. Namun, belanja pemerintah dan IPM
penduduk miskin pun bertambah. secara langsung berdampak negatif terhadap tingkat
Belanja pemerintah selama periode penelitian pengangguran, dan dampak IPM terbukti lebih besar
kurang dialokasikan untuk membangun manusia agar dibanding dengan goverment spending; (4) Hasil
lebih produktif. Belanja terbesar di semua estimasi menunjukkan bahwa secara tidak langsung
kabupaten/kota di Indonesia selama periode belanja pemerintah berdampak positif dan IPM
penelitian, masih pada belanja pegawai, bahkan pada berdampak negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan
tahun 2010, 50% lebih dari alokasi anggaran belanja secara partial, keduanya tidak berpengaruh terhadap
disalurkan untuk belanja pegawai. Kurangnya alokasi kemiskinan.
anggaran belanja barang dan jasa serta belanja modal,
dan masih banyaknya bagian anggaran yang 7. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
dialokasikan untuk belanja pegawai inilah yang Penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi
menjadikan government spending berdampak positif kalangan akademis tentang peran belanja pemerintah
pada kemiskinan. dan Human Capital terhadap pengangguran dan
Sedangkan pengaruh Indeks Pembangunan kemiskinan. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu
Manusia secara tidak langsung berdampak negatif peneliti hanya mengangkat belanja pemerintah secara

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 211


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

keseluruhan saja untuk membahas dampaknya agregat dan berdampak negatif terhadap tingkat
terhadap output agregat, pengangguran dan pengangguran dan kemiskinan.
kemiskinan. Padahal, belanja pemerintah dibedakan
dalam dua kategori, belanja langsung dan tidak
langsung, dimana keduanya masih terbagi lagi
DAFTAR PUSTAKA
kedalam beberapa kategori. Peneliti selanjutnya
diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini Ariefanto, Doddy. 2012. Ekonometrika Esensi dan
dengan memperluas pembahasan dan membangun aplikasi dengan Menggunakan Eviews. Jakarta:
variabel belanja pemerintah menjadi beberapa Erlangga.
kategori, sehingga diharapkan penelitian akan Ajija, Shochrul R. dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai
memberi penjelasan yang lebih konkrit terkait Eviews. Salemba Empat, Jakarta.
dampaknya terhadap pengangguran dan kemiskinan Juanda, Bambang dan Junaidi. 2012. Ekonometrika
Deret Waktu Teori dan Aplikasi. Bogor: IPB Press.
7.1 Saran Kebijakan BPS. 2010. Statistik Indonesia 2010. BPS, Jakarta
Belanja pemerintah perlu lebih dialokasikan BPS. 2012. Statistik Keuangan Pemerintah
untuk membangun manusia agar lebih produktif Kabupaten/Kota 2010-2011. BPS, Jakarta.
khususnya alokasi belanja untuk komoditi makanan, BPS. 2013. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi
karena komoditi ini menjadi penyebab utama 2010-2013. BPS, Jakarta.
kemiskinan. Cara untuk meningkatkan ketahanan BPS. 2014. Statistik Keuangan Pemerintah
pangan dalam jangka panjang bisa dengan; (1) Kabupaten/Kota 2012-2013. BPS, Jakarta.
memajukan pembangunan desa dan memperluas BPS. 2015. Laporan Perekonomian Indonesia 2015.
sistem kredit mikro. (2) memberi dana langsung yang BPS, Jakarta.
besarnya disesuaikan dengan tingkat ketimpangan BPS. 2015. Produk Domestik Regional Bruto
yang terjadi. Kabupaten/Kota di Indonesia 2010-2014. BPS,
Selain itu, alokasi anggaran belanja untuk Jakarta.
produktivitas masyarakat perkotaan juga perlu BPS. 2016. Produk Domestik Regional Bruto
ditingkatkan untuk mengatasi besarnya pengangguran Kabupaten/Kota di Indonesia 2011-2015. BPS,
di perkotaan. Belanja barang dan jasa, serta belanja Jakarta.
modal, perlu diperhatikan pemerintah untuk BPS. 2016. Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi
memperhitungkan pendapatan dan tingkat 2014-2015. BPS, Jakarta.
produktivitas penduduk selanjutnya, sehingga Ferdinan, Hery. 2011. Pengaruh Pengeluaran
diharapkan mampu mengentaskan pengangguran dan Pemerintah, PDRB, dan Upah Riil terhadap
kemiskinan. Upaya meningkatkan produktivitas ini Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Barat.
dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan Skripsi. IPB, Bogor.
prasarana perhubungan ke seluruh pelosok wilayah, Jhingan, ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan
seperti pembangunan fasilitas jalan, terminal dan Perencanaan. Edisi Pertama. Raja Grafindo
pelabuhan laut, jaringan dan fasilitas telekomunikasi. Persada. Jakarta.
Pemerintah juga perlu memberikan perhatian Kementerian Keuangan. 2014. Dampak Belanja
lebih untuk kesejahteraan masyarakat, melalui Pemerintah terhadap Pengangguran dan
peningkatan pembangunan infrastuktur fisik, yang Kemiskinan di Indonesia. Diakses dari
dapat didanai dari anggaran pemerintah berupa www.kemenkeu.go.id pada tanggal 1 September
belanja modal. Tujuan belanja modal ini diarahkan 2016.
untuk perluasan, pemerataan, dan keadilan baik Kuncoro, Mudrajad. 2000. Ekonomi Pembangunan:
dalam pembangunan infrastruktur kesehatan, Teori, Masalah, dan Kebijakan. UPP AMP YKPN.
pendidikan, maupun infrastruktur fisik lainnya. Kuncoro, Mudrajat. 2010. Masalah, Kebijakan, dan
Pemerintah perlu menambah alokasi untuk belanja Politik Ekonomika Pembangunan. Erlangga, Jakarta.
modal ini, karena dalam jangka pendek, infrastruktur Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik.
lebih cepat memempengaruhi kinerja daerah yang UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan Mankiw, N.G. 2003. Macroeconomics. Fifth Edition.
penyediaan lapangan kerja. Sedangkan dalam jangka Worth Publisher, New York.
panjang, pembangunan infrastruktur khususnya Mankiw, N.G. 2006. Makroekonomi. Edisi Keenam.
pendidikan diharapkan mampu meningkatkan Erlangga, Jakarta.
keterampilan dan produktivitas masyarakat, Misdawati. Sari, A Arini Putri. 2013. Analisis Pengaruh
mendorong proses inovasi dan perbaikan teknologi Belanja Pemerintah di Bidang Pendidikan,
produksi, serta mendorong perbaikan tingkat efisiensi Kesehatan, dan Pengeluaran Subsidi terhadap
usaha. Infrastruktur pendidikan akan mempermudah Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
pembangunan pendidikan yang akan meningkatkan Kebijakan Publik. Volume 4 Nomor 2 hal 147-161.
kualitas Sumber Daya Manusia atau IPM daerah. Hal Mustamin, Siti Walida. Agussalim. Nurbayani, Sri
ini perlu dilakukan pemerintah karena IPM terbukti Undai. 2015. Pengaruh Variabel Ekonomi Makro
berdampak positif terhadap pembentukan output terhadap Kemiskinan di Kota Makassar Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Analisis, Volume 4 Nomor
2, hal 165-173.
212 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015
PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

Wibowo, Novianto Dwi. 2003. Masalah Pengentasan


Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Hipotesis
Kuznet. Buletin Pangsa. Edisi 10/IX.
Romer, D. 2001. Advanced Macroeconomics. Second
Edition. New York: McGraw-Hill Book Co.
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Raja
Grafindo Persada: Jakarta.
Sudiyono, 1985. Ekonomi Makro: Analisis IS-LM dan
Permintaan Penawaran Agregat. Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga. Edisi ke-7 (Terjemahan Bahasa
Indonesia). PT Erlangga, Jakarta.
Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga: Jakarta.
UNDP. 1990. Human Development Report. United
Nations Development Programme.
Widodo, Adi. Waridin. Maria K, Johanna. 2011. Analisis
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor
Pendidikan dan Kesehatan terhadap Pengentasan
Kemiskinan melalui Peningkatan Pembangunan
Manusia di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Dinamika
Ekonomi Pembangunan. Volume 1 Nomor 1.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 213


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

LAMPIRAN

Gambar 1.2 Kontribusi Beberapa Kategori terhadap Pembentukan PDB

Data BPS, diolah.

Gambar 1.5 Data 18 Provinsi Penelitian yang Meningkatkan Belanja Pemerintah


Setiap Tahun 1 Trilyun bahkan lebih (Data Nominal dalam Trilyun Rupiah)

Data BPS, diolah.

214 Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015


PERAN BELANJA PEMERINTAH DAN HUMAN CAPITAL
TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Shofwatun Hasna

Gambar 1.7 Data IPM pada Periode Penelitian

Data BPS, diolah

Gambar 1.8 Alokasi Belanja Pemerintah pada Periode Penelitian

Data BPS, diolah.

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 1, 2016 215


Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016, Halaman 216-242

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN


DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar
Balai Diklat Keuangan Makassar, Indonesia ; Email : azwar.iskandar@gmail.com
INFO ARTIKEL ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL The purpose of this research was to measure and analyze the inclusiveness of economic growth
Diterima Pertama in South Sulawesi and its determinants on 2011-2014 period. Using the annually data from
29 Agustus 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) and Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), this
research applies Social Mobility Curve Model by Anand et al (2013) , Poverty-Equivalent Growth
Dinyatakan Dapat Dimuat Rate (PEGR) Model by Klasen (2010) and Panel Regression with Fixed Effect Model (CEM) to
18 November 2016 measure and analyze the inclusiveness of economic growth and its determinants. The empirical
results show that the economic growth in Eastern Indonesia is not fully inclusive in agregat It
KATA KUNCI: can be seen from Equity Income Index ( ) indicated that the economic growth not pro poor yet.
Inklusif, From determinant analysis, healthy index and local government expenditure partially have
PEGR, positive effect on index of inclusive growth. The others such as economic growth, unemployment,
curve, education and number of poor people have negative effect however.
kemiskinan,
pro-poor Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Indeks Gini Indonesia yang relatif terus meningkat yang
menandakan timpanganya pertumbuhan dan distribusi pendapatan, khususnya pada
Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis
inklusifitas pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan dan faktor-faktor yang
memengaruhinya. Dengan menggunakan data sekunder tahunan dari publikasi Statistik
Sosial dan Ekonomi Rumah Tangga dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia tahun 2011-2014, penelitian ini menggunakan
pendekatan Model Social Mobility Curve oleh Anand et al. (2013), Model Poverty-Equivalent
Growth Rate (PEGR) oleh Klasen (2010) dan Regresi Data Panel (Fixed Effect Model) untuk
mengukur dan menganalisis fenomena inklusifitas pertumbuhan ekonomi; serta faktor-faktor
yang memengaruhinya. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara total (agregat),
pertumbuhan di Provinsi Sulawesi Selatan belum inklusif secara sempurna dengan indikasi
bahwa pertumbuhan ekonomi belum banyak berpihak kepada masyarakat miskin sebagai
pertumbuhan yang pro poor. Adapun untuk tingkat kabupaten/kota, hasil analisis
menunjukkan bahwa distribusi pendapatan pada beberapa kabupaten/kota masih timpang.
Faktor kesehatan dan belanja daerah terbukti memiliki pengaruh positif terhadap indeks
pertumbuhan inklusif. Sementara faktor lainnya, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
pendidikan, dan jumlah penduduk miskin justru terbukti memiliki pengaruh yang negatif.

I. PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia relatif terus tumbuh dengan


baik selama lebih dari satu dekade terakhir dengan
1.1. Latar Belakang pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per
kapita tahunan mencapai 5,06% pada tahun 2014.
Tahun 2015 yang telah berlalu merupakan gerbang Pencapaian ini juga didukung oleh tren penurunan
bagi jalan panjang yang sangat penting untuk melihat persentase masyarakat miskin sejak awal tahun 2000-
pencapaian dari masing-masing daerah di Indonesia an hingga tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2016).
dalam rangka pencanangan program Millennium
Development Goals. Tujuan utama dari program ini
adalah untuk menghilangkan kemiskinan ekstrim
dengan menyediakan akses kepada seluruh
masyarakat untuk menikmati dampak positif dari
pertumbuhan ekonomi (United Nations, 2015). Asian
Development Bank (ADB) mencanangkan pentingnya
kemajuan ekonomi yang dirasakan oleh semua
komponen dalam masyarakat dan melibatkan mereka
dalam proses pencapaiannya (ADB, 2010).

Jurnal BPPK Volume 8 Nomor 2, 2015 216


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

distribusi pendapatan relatif merata di provinsi-


provinsi di pulau Sumatra dan sebagian besar pulau
Kalimantan. Sedangkan, provinsi-provinsi di Kawasan
Timur Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi dan
Papua, distribusi pendapatannya relatif timpang.
Provinsi-provinsi dengan nilai Gini Ratio di atas Gini
Ratio rata-rata nasional di antaranya : Gorontalo,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara,
Papua dan Papua Barat,.

Grafik 1. PDB dan Jumlah Penduduk Miskin


Sumber : BPS, 2016
Gambar 1. Sebaran Gini Ratio Seluruh Provinsi di
Terlepas dari kesuksesan pencapaian pertumbuhan Indonesia Tahun 2013
ekonomi dan target pengurangan kemiskinan dalam Sumber : Kemendagri RI, 2016
beberapa tahun terakhir, nyatanya masih terdapat Khusus untuk provinsi-provinsi di Kawasan Timur
perbedaan yang sangat besar dalam hal jumlah Indonesia7 ini, Gini Ratio rata-rata lima tahun terakhir
masyarakat miskin di beberapa kawasan kepulauan (2009-2013) pada provinsi Sulawesi Selatan menjadi
Indonesia. Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia tertinggi kedua (0.41) setelah provinsi Gorontalo dan
menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi Papua yang memiliki Gini Ratio yang sama (0.42) (lihat
dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia. Lima Grafik 2).
daerah tertinggi menurut tingkat kemiskinan pada
kawasan ini adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara
Timur, Maluku, dan Gorontalo. Sementara itu, pada
saat yang sama, pertumbuhan ekonomi di Indonesia
ternyata menimbulkan kesenjangan pendapatan yang
tinggi. Sebagai akibatnya, koefisien Gini Ratio6
Indonesia semakin meningkat sejak tahun 2002
sebesar 0,33 menjadi 0,408 pada tahun 2015 (Badan
Pusat Statistik, 2016).

Grafik 1. Gini Ratio Provinsi Kawasan Timur Indonesia


Tahun 2009-2013
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Di sisi lain, kesenjangan pencapaian pembangunan


antarprovinsi juga semakin besar. Dengan begitu
Grafik 2. Gini Ratio Indonesia luasnya wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau dan
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 kepulauan, permasalahan kurangnya pemerataan
pembangunan khususnya antara Kawasan Barat dan
Jika dilihat dari sebaran Gini Ratio pada seluruh Timur Indonesia8 telah muncul sejak lama.
provinsi di Indonesia, pada tahun 2013 (Gambar 1) Pembangunan yang didominasi pada provinsi-provinsi
yang termasuk dalam Kawasan Barat Indonesia,
6 Gini Ratio merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan
pendapatan secara menyeluruh. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 hingga 1.
Koefisien Gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang 7 Pembagian kawasan didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Sedangkan, Gini Nomor 18 tahun 2005 yaitu : (i) Kawasan Barat Indonesia terdiri dari Jawa,
Ratio bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang sempurna, atau satu orang Sumatera, dan Bali ; (ii) Kawasan Timur Indonesia terdiri dari Sulawesi,
memiliki segalanya sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa. Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
(http://sipd.bangda.kemendagri.go.id/datacenter/index.php?page=indeks_gin Sumber : http://www.blu.djpbn.kemenkeu.go.id.
i).

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 217


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

membuat pembangunan di Kawasan Timur Indonesia mampu menurunkan jumlah kelompok yang tidak
relatif masih jauh tertinggal. diuntungkan (marginal) dalam perekonomian.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, keberadaan


Kementerian Keuangan sebagai representasi
pemerintah dalam pengelolaan keuangan nasional dan
bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO)
kekayaan negara dalam rangka menyokong
pembangunan ekonomi, telah mencanangkan visinya
yang baru dalam Blueprint Transformasi Kelembagaan
Tahun 2014-2025 yaitu akan menjadi penggerak
utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif
di abad ke-21. Dalam visi yang baru tersebut,
keberadaan pemerintah melalui Kementerian
Keuangan diharapkan dapat mengawal tercapainya
Grafik 3. PDRB Menurut Pulau pertumbuhan dan pembangunan yang akan
(Ribuan Miliar Rupiah) menghasilkan dampak yang merata di seluruh
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Indonesia.

Data BPS menunjukkan bahwa 80-an persen PDB Meskipun bukan lagi menjadi isu yang terbilang baru,
Indonesia didominasi oleh provinsi-provinsi di pertumbuhan inklusif selalu menjadi pembahasan
Kawasan Barat Indonesia, sedangkan sisanya yang menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk
terdistribusi di seluruh provinsi pada Kawasan Timur para peneliti dan pemegang kebijakan terkait.
Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2016). Hal ini Berbagai indikator yang mencirikan pertumbuhan
didukung oleh Sholihah (2014) yang dalam inklusif terus dikembangkan, termasuk bagaimana
penelitiannya menyimpulkan bahwa fenomena metode mengukur pertumbuhan inklusif. Namun,
pertumbuhan inklusif dalam menurunkan kemiskinan, kajian dan referensi yang berfokus pada analisis
menurunkan ketimpangan, dan meningkatkan pengukuran dan determinan inklusi pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja lebih banyak terjadi di ekonomi, masih terbatas pada scope nasional yang
Kawasan Barat Indonesia. Padahal menurut Todaro relatif cukup besar dan luas. Kajian inklusifitas
(2006), masalah fundamental bukan hanya pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional (daerah)
menumbuhkan PDB, tetapi lebih kepada siapa yang dirasakan masih sangat minim dan menjadi salah satu
akan menumbuhkan PDB tersebut, sejumlah orang poin yang dapat menyebabkan upaya pemerintah
yang ada dalam suatu negara ataukah hanya segelintir dalam case ini menjadi kurang optimal. Hal ini
orang saja. Jika hanya segelintir orang yang mengakibatkan pemahaman dan wawasan tentang
menumbuhkan PDB ataukah orang-orang kaya yang dinamika ini menjadi terbatas, sehingga seyogyanya
jumlahnya sedikit, maka manfaat dari pertumbuhan menjadi agenda yang sangat penting untuk
PDB itu pun hanya dinikmati oleh mereka saja diprioritaskan.
sehingga kemiskinan dan ketimpangan pendapatan
pun akan semakin parah. Untuk itu hal yang paling Untuk menjembatani gap tersebut di atas, penelitian
penting dalam pertumbuhan adalah siapa yang terlibat ini mencoba menganalisis inklusifitas pertumbuhan
dalam pertumbuhan ekonomi tersebut atau dengan ekonomi di tingkat regional (daerah) khususnya pada
kata lain adalah tingkat kualitas pertumbuhan kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia, dimana
tersebut. mengambil data pada kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan9 sebagai studi kasus untuk mewakili
Fakta tersebut tentunya menjadi sinyal akan kawasan ini. Atas dasar itu pula, penelitian ini menjadi
pentingnya upaya dan peran pemerintah dalam berbeda dan terbaru dari penelitian-penelitian
merancang dan menciptakan konsep yang lebih luas sebelumnya yang masih melihat dan mengkaji
yang berkenaan dengan pertumbuhan ekonomi yang pertumbuhan inklusif dalam skala nasional. Penelitian-
memungkinkan seluruh segmen masyarakat penelitian terdahulu terkait topik ini seperti yang
menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh Ali dan Son (2007), Habito (2009),
khususnya dalam upaya mengurangi tingkat Klasen (2010), Anand et al. (2013) dan Sholihah
kemiskinan (inklusif). Hal ini sebagaimana yang (2014), seluruhnya menggunakan scope nasional.
disebutkan oleh Klasen (2010) bahwa pertumbuhan Sementara, penelitian ini menggunakan cakupan yang
inklusif adalah pertumbuhan yang dapat melibatkan lebih kecil yaitu pada tingkat regional, sehingga
partisipasi semua pihak tanpa diskriminasi dan penelitian ini menjadi berbeda dari penelitian
mampu melibatkan seluruh sektor ekonomi. Dalam hal sebelumnya. Penelitian terkait inklusifitas
ini, konsep pertumbuhan inklusif itu berkaitan erat
dengan konsep pertumbuhan yang pro poor. Dengan 9 Penelitian ini memilih Provinsi Sulawesi Selatan karena dua alasan : (i)
kata lain, berdasarkan hasil yang dicapainya, capaian Indeks Gini provinsi yang relatif tinggi (tertinggi kedua) di Kawasan
Indonesia Timur; (ii) ketersediaan data yang relatif lebih lengkap dibanding
pertumbuhan inklusif adalah pertumbuhan yang data pada provinsi lainnya secara komprehensif (keseluruhan) terkait dengan
model dana analisis penelitian.

218 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

pertumbuhan di tingkat regional atau daerah menjadi menunjukkan bahwa pertumbuhan saja tidaklah cukup
penting untuk banyak dilakukan mengingat bahwa untuk memungkinkan seluruh segmen masyarakat
masing-masing daerah memiliki karakteristik yang menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi
berbeda sehingga membutuhkan kebijakan tersebut. Konsep inklusifitas kemudian muncul sebagai
pembangunan yang berbeda pula. kebijakan utama untuk terus didorong dan
memasukkan kebutuhan masyarakat miskin dan
Selanjutnya, untuk mencari tahu apa yang ada di balik masyarakat yang rentan menjadi miskin.
pertumbuhan inklusif dan bagaimana cara
mencapainya, maka dibutuhkan studi tersendiri yang Terdapat berbagai indikator mengenai pertumbuhan
dimulai dengan melihat faktor yang dapat ekonomi yang inklusif yang telah dirumuskan dan
mempengaruhi komponen pertumbuhan inklusif didefiniskan oleh beberapa organisasi internasional.
tersebut, seperti pertumbuhan ekonomi, Masing-masing institusi tersebut merumuskan
pengangguran, kesehatan, pendidikan, belanja daerah, perbagai indikator yang berbeda-beda. Bank Dunia
jumlah penduduk miskin dan lainnya. Hasil penelitian (2008), misalnya, sangat menekankan pada kebijakan
ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi industri padat tenaga kerja dibandingkan pada
pemerintah dan pihak terkait dalam merancang distribusi pendapatan. Membangun iklim kondusif
kebijakan ekonomi dan keuangan inklusif yang yang mendorong pertumbuhan penyerapan tenaga
berbasis pada bukti dan temuan empiris. kerja dan pertumbuhan produktifitas diasumsikan
dapat menciptkan lapangan pekerjaan baru dan
1.2. Rumusan Permasalahan pendapatan bagi tenaga kerja sebagai aset yang
penting bagi masyarakat miskin. Di sisi lain,
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah Organization for Economic Co-Operation and
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Development (OECD) mendorong pertumbuhan pro-
1. Bagaimana fenomena inklusifitas pertumbuhan poor yang dapat memberikan dampak non-pendapatan
ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Selawesi (kesehatan, pendidikan, dan sebagainya) demi
Selatan? kesejahteraan masyarakat miskin. United Nation
2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor yang dipilih Development Program (UNDP) dalam Suryanarayana
(pertumbuhan ekonomi, pengangguran, (2007) memberikan definisi mengenai pertumbuhan
kesehatan, pendidikan, belanja daerah dan jumlah inklusif berdasarkan sisi produksi dan pendapatan
penduduk miskin) terhadap pertumbuhan inklusif Gross Domestic Product (GDP), yaitu proses dan hasil
di kabupaten/kota di Provinsi Selawesi Selatan? pertumbuhan dimana semua pihak dapat
berpartisipasi dan memperoleh manfaat yang sama
1.3. Tujuan Penelitian dari pertumbuhan tersebut. Dengan demikian
pertumbuhan inklusif akan merepresentasikan
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang hendak pemerataan.
dijawab dalam penelitian ini, maka penelitian ini
bertujuan untuk : Definisi lain disajikan oleh ADB melalui Strategi 2020-
1. Mengukur dan menganalisis secara empiris nya yang mengidentifikasi pertumbuhan inklusif ke
fenomena inklusifitas pertumbuhan ekonomi di dalam dua fokus strategi yaitu sustainable income
kabupaten/kota di Provinsi Selawesi Selatan; growth (pertumbuhan pendapatan yang
2. Menganalisis secara empiris pengaruh faktor- berkelanjutan) dan kesempatan yang terbuka bagi
faktor yang dipilih (pertumbuhan ekonomi, semua pihak (Klasen, 2010). Rusastra (2011) dalam
pengangguran, kesehatan, pendidikan, belanja analisisnya mengemukakan paradigma pertumbuhan
daerah dan jumlah penduduk miskin) terhadap inklusif pada dasarnya adalah : (1) pembangunan pro
pertumbuhan inklusif di kabupaten/kota di kelompok miskin; (2) laju pertumbuhan ekonomi; dan
Provinsi Selawesi Selatan. (3) mencegah kerusakan lingkungan. Terdapat
keterkaitan kuat antar ketiganya. Keberlanjutan
2. KERANGKA TEORITIS DAN DAN pertumbuhan ekonomi akan mendorong perbaikan
PENGEMBANGAN HIPOTES distribusi pendapatan, yang memiliki ketergantungan
pada efisiensi dan konservasi penggunaan sumber
daya. Konsekuensinya, pilihan prioritas sektoral
2.1. Pertumbuhan Inklusif
adalah pembangunan pertanian berkelanjutan dengan
tetap memprioritaskan pertumbuhan sektor ekonomi
Seruan untuk mendorong pertumbuhan inklusif di Asia
lainnya.
telah muncul sejak pertumbuhan ekonomi dibarengi
dengan penurunan kemiskinan dan peningkatan
Pengertian pertumbuhan inklusif yang secara khusus
kesenjangan (Klasen, 2010). Pertumbuhan dengan
berhubungan dekat dengan konsep kemiskinan
kesenjangan yang terus berlangsung dalam sebuah
didukung oleh Habito (2009). Menurut kesimpulannya,
negara dapat menyebabkan kegaduhan sosial dan
pertumbuhan inklusif didefinisikan sebagai
politik serta mendorong terjadinya tindak kriminal
pertumbuhan GDP yang dapat menurunkan
dari kelompok masyarakat yang merasa haknya (untuk
kemiskinan. Habito juga menjelaskan bahwa struktur
hidup layak) tercabut (ADB, 2011). Fakta ini

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 219


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

perekonomian dan komposisi sektoral dalam tangga, sehingga pendapatan masyarakat kelas atas
pertumbuhan ekonomi telah diyakini sebagai faktor tumbuh lebih cepat dari pada masyarakat kelas
penting untuk mencapai pertumbuhan inklusif, dengan menengah atau di bawahnya.
pernyataan umum bahwa pertumbuhan yang lebih
kuat pada struktur pertanian akan mempercepat Faktor-faktor seperti ketimpangan, kemiskinan,
penurunan kemiskinan. Penekanan pada sektor masalah sektoral dan tenaga kerja seringkali
pertanian ini wajar bila mengingat bahwa peran sektor disebutkan dalam uraian mengenai berbagai konsep
pertanian terutama dalam penyerapan tenaga kerja di pertumbuhan inklusif. Ianchovichina dan Lundstrom
negara berkembang sangat besar. Selain fokus akan (2009) memberikan pendapat yang sedikit berbeda,
kondisi sektor perekonomian, Habito memandang dimana keduanya memperhatikan kembali persoalan
investasi pada fasilitas publik seperti kesehatan, ukuran pertumbuhan. Ianchovichina dan Lundstrom
pendidikan dan perumahan sangat penting untuk menyatakan bahwa pertumbuhan inklusif berkaitan
mencapai pertumbuhan inklusif. dengan memperbesar ukuran perekonomian dan
bukan hanya fokus pada masalah distribusi sumber
Min Tang (2008) memberikan perhatian terhadap daya.
persoalan kemiskinan dalam kaitannya dengan
pertumbuhan inklusif dengan berangkat dari Definisi pertumbuhan inklusif yang akan digunakan
persoalan distribusi pendapatan. Ia mengamati bahwa dalam penelitian ini merupakan gabungan dari
selama beberapa dekade, banyak negara berkembang beragam konsep yang telah diuraikan sebelumnya oleh
yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Ali dan Son (2007), Min Tang (2008), Habito (2009)
Sementara itu, distribusi pendapatan semakin dan Ianchovichina dan Lundstrom (2009). Terminologi
memburuk dengan derajat yang berbeda-beda pertumbuhan inklusif yang digunakan dalam
antarnegara. Beragam ukuran dan elemen dinyatakan penelitian ini adalah apabila pertumbuhan tersebut
turut memengaruhi apakah pertumbuhan dapat mampu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan
dikatakan inklusif. Ukuran yang paling penting adalah distribusi pendapatan. Oleh karena itu, analisis terkait
apakah pertumbuhan memiliki dampak terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya akan
peningkatan kesejahteraan orang miskin. Orang menggunakan pendekatan indikator tersebut.
miskin, yang merupakan pihak dengan posisi paling
tidak menguntungkan dalam pembangunan, memiliki
kesulitan untuk memperoleh manfaat dari hasil
pembangunan. Karena itu, meningkatkan kualitas
hidup masyarakat miskin merupakan prioritas utama 2.2. Pengukuran Pertumbuhan Inklusif
dalam agenda pertumbuhan ekonomi, tetapi terbukti
sangat sulit untuk dicapai. Pertumbuhan inklusif Berkenaan dengan pertumbuhan inklusif, penelitian
sangat sering disamakan dengan inklusifitas pro poor, empiris telah mengembangakan aspek kajiannya untuk
dengan demikian pertumbuhan yang tidak pro poor membahas pengukuran indikator pertumbuhan
sudah pasti tidak inklusif. inklusif, seperti yang dilakukan oleh Ali dan Son
(2007) dan Klasen (2010).
Persoalan ketimpangan tidak luput menjadi perhatian
dalam pembahasan mengenai pertumbuhan inklusif. 2.2.1. Sosial Mobility Curve
Ali dan Son (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan
inklusif yang fokus pada percepatan perluasan Anand et al. (2013) menggunakan pengukuran
kesempatan dan akses terhadap sumberdaya ekonomi pertumbuhan inklusif dengan pendekatan Social
bagi seluruh pelaku ekonomi, termasuk kelompok Mobility Curve, dimana tingkat keinklusifan
yang kurang diuntungkan, adalah syarat penting tetapi pertumbuhan ekonomi tergantung dari dua faktor: (i)
belum cukup untuk menurunkan ketimpangan pertumbuhan pendapatan; (ii) distribusi pendapatan.
pendapatan. Ketimpangan telah meningkat, tetapi hal Pengukuran ini awalnya dikemukakan oleh Ali dan Son
ini bukan berarti bahwa orang kaya semakin kaya (2007), dengan menerapkan Sosial Mobility Curve
sedangkan orang miskin semakin miskin. Melainkan dalam hal kesetaraan mengakses pendidikan dan
kekayaan orang kaya meningkat jauh lebih cepat dari kesehatan. Kemudian pengukuran tersebut digunakan
pada orang miskin. Dengan melihat pada persoalan Anand et al. (2013) yang diterapkan ke dalam sisi
ketimpangan yang terjadi, Ali memberi kesimpulan pendapatan. Bentuk Social Mobility Curve dapat dilihat
bahwa faktor kunci yang bertanggungjawab atas pada Gambar 2.1.
peningkatan ketimpangan terlihat beragam dalam
pertumbuhan. Tiga dimensi dalam perbedaan
pertumbuhan terutama berkenaan dengan perbedaan
pengukuran ketimpangan di berbagai bagian daerah.
Yang pertama, pertumbuhan telah berbeda
antardaerah di suatu negara (misalnya pada tingkat
regional). Kedua, pertumbuhan berbeda antarkota dan
desa. Ketiga, pertumbuhan berbeda antarrumah

220 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Dari persamaan di atas terlihat bahwa untuk


meningkatkan nilai * maka diperlukan: (i)
peningkatan , misalnya peningkatan rata-rata
pendapatan melalui pertumbuhan; (ii) peningkatan *
atau equity index of income melalui peningkatan
kesetaraan atau; (iii) kombinasi (i) dan (ii).
Diferensiasi rumus di atas sebagai berikut:

dy * * dy d * y (2.4)

Di mana d * adalah perubahan tingkat keinklusifan


Gambar 1. Social Mobility Curve pertumbuhan. Pertumbuhan akan inklusif jika nilai
Sumber: Anand et al (2013) d *>0. Dari persamaan 2.4 pertumbuhan dan
keseteraan terintegrasi dalam
Gambar 2.1 menunjukkan semakin tinggi kurva perhitungan/pengukuran pertumbuhan inklusif.
berimplikasi pada keinklusifan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan akan inklusif secara sempurna jika Persamaan 2.4 di atas juga dapat ditulis :
Social Mobility Curve bergerak ke atas. Jika adalah
rata-rata pendapatan 100 persen dari populasi, maka d y * d y d
(2.5)
adalah rata-rata pendapatan di bawah i persen dari y* y
populasi. Sehingga apabila untuk nilai i yang
berbeda adalah sama maka jumlah akan sama
dengan , atau dengan kata lain distribusi pendapatan
equal. Gambar 2.1 menujukkan kurva AIB lebih inklusif
jika dibandingkan AB. Sehingga tingkat keinklusifan dimana:
tergantung pada perubahan rata-rata pendapatan dan
perubahan distribusi pendapatan. dy * = inclusive growth
y*
Untuk menangkap perubahan distribusi pendapatan dy : persentase perubahan average
dapat dihitung Social Mobility Index dari daerah di y income.
bawah Social Mobiliy Curve, sebagai berikut:
d : persentase perubahan equity index of
income.
(2.1)
Adapun pergeseran sosial mobility curve sebagai
Jika pendapatan setiap orang pada suatu populasi itu
akibat dari perubahan indeks kesetaraan pendapatan
sama, maka nilai * akan sama dengan . Jika * lebih
ataupun peningkatan rata-rata pendapatan dapat
kecil daripada , maka ditribusi pendapatan tidak
dilihat pada Gambar 2.
merata atau berjalan secara timpang. Makin besar
nilai *, maka makin besar rata-rata pendapatan yang
ada. Ali dan Son (2007) mengajukan indeks
kesetaraan pendapatan yang dapat diketahui dari
Income Equity Index (IEI) dengan persamaan sebagai
berikut :
y*
(2.2)
y
Jika terjadi kesetaraan secara sempurna maka =1,
semakin mendekati angka 1 menunjukkan distribusi
pendapatan semakin equal atau sama, hal ini bertolak
belakang dengan gini koefisien. Sehingga untuk
memperoleh distribusi yang pendapatan yang merata
atau tidak timpang, maka nilai IEI yang dinotasikan
Gambar 2. Pergeseran Social Mobility Curve
dengan harus bernilai lebih dari 1 ( >1).
Sumber : Anand et al (2013)
Sementara <1, menunjukkan kesempatan/peluang
yang ada semakin tidak merata (Ali dan Son, 2007). Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan akan inklusif
Maka dari persamaan 2.2 di atas diperoleh persamaan garis social mobility curve. Fenomena pertumbuhan
2.3 yaitu : inklusif dapat dilihat dari bentuk dan arah
pergeserannya. Jika garis kurva semakin landai maka
y* = * y (2.3) distribusi pendapatan semakin merata. Sebaliknya jika
semakin curam menunjukkan distribusi pendapatan

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 221


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

semakin timpang. Garis kurva bergeser ke atas Metode penghitungan PEGR dengan menggunakan
menunjukkan terjadi peningkatan pendapatan, apabila teknik analisis ex-post dilakukan untuk mengatasi
bergeser ke bawah menunjukkan penurunan permasalahan penghitungan secara ex-ante, yaitu
pendapatan. Untuk memudahkan menentukan dengan cara membandingkan keadaan kemiskinan,
keinklusifan dan ketidak inklusifan pertumbuhan distribusi pendapatan (kurva Lorenz) dan rata-rata
ekonomi bisa dilihat pada matrik keinklusifan pada pendapatan penduduk pada awal periode dengan
Tabel 1. keadaan pada akhir periode. Misalkan ukuran
kemiskinan merupakan fungsi dari garis
Tabel 1 kemiskinan z, rata-rata pendapatan , dan kurva
Matriks Keinklusifan Lorenz L(p), yang dituliskan sebagai berikut :

Kuadran d Keterangan P = P (z, , L(p)) (2.6)


I d >0 >0 Inklusif secara tidak
ambigu Jika ukuran kemiskinan yang digunakan adalah :
II d >0 <0 Pendapatan per kapita
tinggi, ketimpangan
menjadi korban. Akan = (2.7)
inklusif jika persentase
perubahan > persentase
perubahan = 0, 1, 2 dan yi = pendapatan penduduk ke-i dan q =
III d <0 >0 Distribusi tercapai, tetapi jumlah penduduk miskin. Maka perubahan persentase
pendapatan rata-rata
menjadi korban. Akan penduduk miskin pada periode 1 dan periode 2 dapat
inklusif jika persentase dituliskan sebagai berikut :
perubahan > persentase
perubahan P12 = P2 P1 = Ln [P(z, 2, L2(p)] Ln[P(z, 1, L1(p)] (2.8)
IV d <0 <0 Tidak inklusif secara tidak
ambigu
Sumber: Anand et al (2013) Nilai P12 ini masih mengandung komponen
pertumbuhan dan komponen distribusi. Misalkan 1
2.2.2. Poverty-Equivalent Growth Rate (PEGR) dan 2 merupakan rata-rata pendapatan penduduk
pada periode 1 dan periode 2, maka pertumbuhan
Alternatif lain untuk mengukur pertumbuhan inklusif pendapatan penduduk ( ) dapat dirumuskan sebagai
dirumuskan oleh Klasen (2010). Menurutnya, berikut:
pendekatan yang sederhana untuk memeriksa
pertumbuhan yang inklusif diperlukan. Dalam = Ln (2) Ln (1) (2.9)
merumuskan metode pengukuran untuk pertumbuhan
inklusif, Klasen mengadaptasi metode dari penelitian- Total elastisitas kemiskinan () dapat didekomposisi
penelitian pro-poor growth. Secara khusus, adaptasi menjadi elastisitas kemiskinan yang berkaitan dengan
dilakukan dari penelitian Kakwani dan Son (2008) pertumbuhan () dan elastisitas kemiskinan yang
mengenai konsep Poverty-Equivalent Growth Rate berkaitan dengan ketidakmerataan (). Persamaan
(PEGR) yang mendefinisikan pertumbuhan inklusif untuk total elastisitas () sebagai berikut:
sebagai pertumbuhan untuk kelompokkurang
= ( Ln [P(z, 2, L2 (p)] Ln [P (z, 1, L1 (p)])
beruntung. (2.10)
dan
Manfaat pertumbuhan bisa dihitung dengan
menggunakan metode PEGR yang merupakan salah =+ (2.11)
satu metode yang digunakan untuk mengukur manfaat
pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin. Dalam dimana elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan
penghitungan PEGR sendiri, terdapat 2 metode, yaitu () dirumuskan sebagai berikut :
dengan menggunakan teknik analisis secara ex-ante
dan
[Ln (P(z, 2, L1 (p)) Ln (P (z, 1, L1 (p)) + Ln
Post-ante. (2.12)
(P(z, 2, L2 (p)) Ln (P (z, 1, L2 (p))]
Metode penghitungan PEGR dengan menggunakan
teknik analisis secara ex-ante diterapkan berdasarkan dan elastisitas kemiskinan terhadap ketidakmerataan
asumsi bahwa perubahan ketidakmerataan () dirumuskan sebagai berikut :
pendapatan hanya berlangsung dengan cara terjadi
pergeseran secara proporsional dan konstan di semua [Ln (P(z, 1, L2 (p)) Ln (P (z, 1, L1 (p)) + Ln
(2.13)
titik pada kurva Lorenz. Padahal pergeseran kurva (P(z, 2, L2 (p)) Ln (P (z, 2, L1 (p))]
Lorenz dapat disebabkan banyak hal, sehingga metode
penghitungan PEGR secara ex-ante ini tidak mungkin Berdasarkan rumusan-rumusan tersebut di atas, maka
untuk dilakukan. nilai PEGR dapat dirumuskan sebagai berikut :

222 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

PEGR = * = ( / ) (2.14) adalah siapa yang terlibat dalam pertumbuhan


ekonomi tersebut atau dengan kata lain adalah tingkat
Nilai PEGR dapat dikelompokkan sebagai berikut: kualitas pertumbuhan tersebut.

1. Jika * = maka artinya pertumbuhan bersifat Apa yang dikemukakan oleh Todaro sebelumnya
netral, setiap orang menerima manfaat yang sama dijelaskan oleh teori distribusi pendapatan klasik dan
secara proporsional dari pertumbuhan. pertumbuhan output dalam Mankiw (2006). Dalam
2. Jika * > berarti pertumbuhan bersifat pro poor teori distribusi pendapatan klasik dan pertumbuhan
growth, penduduk miskin lebih banyak menerima output dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
manfaat dari pertumbuhan. tidak lain adalah pertumbuhan output nasional
3. Jika 0 < * < berarti pertumbuhan belum bersifat merupakan fungsi dari faktor produksi. Semakin cepat
pro poor growth, manfaat pertumbuhan lebih laju pertumbuhan ekonomi maka seharusnya aliran
banyak diterima penduduk tidak miskin pendapatan kepada rumah tangga faktor produksi
(ketidakmerataan meningkat) tetapi masih terjadi mengalami perbaikan. Tingginya pertumbuhan output
pengurangan kemiskinan. suatu negara diakibatkan oleh tingginya produktivitas
4. Jika * < 0 berarti pertumbuhan bersifat anti pro input dalam penciptaan barang dan jasa. Peningkatan
poor growth atau manfaat pertumbuhan yang output tersebut dapat memperluas lapangan pekerjaan
dinikmati penduduk tidak miskin, kemiskinan dan meningkatkan upah dan pada akhirnya
meningkat. memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dengan mengadopsi uraian mengenai konsep PEGR, Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Ravalion
maka pertumbuhan inklusif dapat diukur dengan (1996), Son dan Kakwani (2003) dan Bourguignon
rumusan berikut : (2004) juga memberikan kesimpulan yang secara
IGij = * j keseluruhan mendukung teori Todaro dan Mankiw.
(2.15)
Menurut Ravalion (1996), Son dan Kakwani (2003)
dan Bourguignon (2004) setelah melakukan analisis
dimana : hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
IGij = Koefisien pertumbuhan inklusif dan kemiskinan menemukan bahwa dampak
Eij = Pertumbuhan kelompok i dalam pertumbuhan terhadap angka kemiskinan hanya
kaitannya dengan indikator j. terjadi jika ketimpangan relatif tinggi. Dengan kata lain
Ej = Pertumbuhan indikator j. bagi negara-negara yang mempunyai tingkat
ketimpangan sedang atau rendah dampak
Dalam hal ini i mengacu pada kelompok kurang pertumbuhan terhadap kemiskinan relatif tidak
beruntung tertentu dan j mengacu pada indikator yang signifikan.
bersangkutan (misalnya, kemiskinan, pertumbuhan,
pendapatan pendidikan dan lainnya). Adams (2004) juga melihat hubungan yang kuat antara
pertumbuhan dan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi
2.3. Determinan Pertumbuhan Inklusif dapat menurunkan kemiskinan ketika pertumbuhan
ekonomi diukur berdasarkan pendapatan rata-rata.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Terdapat hubungan yang kuat secara statistik antara
pertumbuhan inklusif seharusnya mampu pertumbuhan ekonomi dan kemiksinan. Untuk itu
menurunkan kemiskinan dan ketimpangan distribusi Hasan dan Quibria (2002) mengatakan bahwa tidak
pendapatan. Oleh karena itu, faktor-faktor yang adalagi yang meragukan pentingnya pertumbuhan
mempengaruhi tingkat pertumbuhan inklusif juga ekonomi bagi penurunan angka kemiskinan. Apa yang
menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi dikemukakan oleh Adams, Hasan dan Quibria
kemiskinan dan ketimpangan karena keduanya adalah dipertegas kembali oleh Siregar dan Wahyuniarti
indikator pembentuk pertumbuhan inklusif secara (2007). Mereka menemukan bahwa setiap
total. Untuk itu, perlu melihat sejumlah faktor yang pertumbuhan 1 Triliun dalam output akan
dapat mempengaruhi masing-masing indikator menurunkan sekitar 9.000 orang miskin.
tersebut.
Selanjutnya menurut Sukirno (2004), kemiskinan juga
Menurut Todaro (2006), masalah fundamental bagi dipengaruhi oleh pengangguran. Efek buruk dari
sebuah negara bukan hanya untuk menumbuhkan pengangguran adalah mengurangi pendapatan
PDB, tetapi siapakah yang akan menumbuhkan PDB masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat
tersebut, sejumlah orang yang ada dalam suatu negara kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin
ataukah hanya segelintir orang saja. Jika hanya turunnya kesejahteraan masyarakat karena
segelintir orang yang menumbuhkan PDB ataukah menganggur tentunya akan meningkatkan peluang
orang-orang kaya yang jumlahnya sedikit, maka mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak
manfaat dari pertumbuhan PDB itu pun hanya memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu
dinikmati oleh mereka saja sehingga kemiskinan dan negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial
ketimpangan pendapatan pun akan semakin parah. selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi
Untuk itu hal yang paling penting dalam pertumbuhan

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 223


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan dengan meningkatnya nilai Angka Harapan Hidup
ekonomi dalam jangka panjang. (AHH) maka produktivitas akan semakin meningkat.
Peningkatan produktivitas dapat mendorong laju
Terdapat hubungan yang erat antara tingginya jumlah pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan
pengangguran, dengan jumlah penduduk miskin. Bagi menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin
sebagian besar mereka, yang tidak mempunyai tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan
pekerjaan yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu akan menurun.
(part time) selalu berada diantara kelompok
masyarakat yang sangat miskin (Arsyad, 1999). Pendidikan (formal dan non formal) bisa berperan
Kebutuhan manusia banyak dan beragam, karena itu penting dalam mengurangi kemiskinan dalam jangka
mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, hal panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan
yang biasa dilakukan adalah bekerja untuk produktivitas dan efesiensi secara umum, maupun
mendapatkan penghasilan. Apabila mereka tidak secara langsung melalui pelatihan golongan miskin
bekerja atau menganggur, konsekuensinya adalah dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk
mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan meningkatkan produktivitas mereka dan pada
baik, kondisi ini membawa dampak bagi terciptanya gilirannya akan meningkatkan pendapatan mereka
dan membengkaknya jumlah penduduk miskin yang (Arsyad, 1999). Semakin tinggi tingkat pendidikan
ada. seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan
meningkat sehingga akan mendorong peningkatan
Menurut Octaviani (2001), jumlah pengangguran erat produktivitas seseorang. Perusahaan akan
kaitannya dengan kemiskinan di Indonesia yang memperoleh hasil yang lebih banyak dengan
penduduknya memiliki ketergantungan yang sangat mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas
besar atas pendapatan gaji atau upah yang diperoleh yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia
saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang
berkurangnya sebagian besar penerimaan yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki
digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Yang produktivitas yang tinggi akan memperoleh
artinya bahwa semakin tinggi pengangguran maka kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat
akan meningkatkan kemiskinan. Kadangkala ada juga diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan
pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara maupun konsumsinya.
sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik
dan yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Menurut Todaro (2006), pendidikan merupakan cara
Mereka menolak pekerjaan-pekerjaan yang mereka untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Ia juga
rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan
karena mereka mempunyai sumber-sumber lain yang pembangunan yang mendasar. Pendidikan memainkan
bisa membantu masalah keuangan mereka. Orang- peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah
orang seperti ini bisa disebut menganggur tetapi negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk
belum tentu miskin. mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan
serta pembangunan yang berkelanjutan. Dalam
Angka Indeks Kesehatan juga merupakan alat untuk penelitian Hermanto dan Dwi (2007) diketahui bahwa
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan pendidikan mempunyai pengaruh paling tinggi
kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan terhadap kemiskinan dibandingkan variabel
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. pembangunan lain seperti jumlah penduduk, PDRB,
Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar dan tingkat inflasi.
kelompok masyarakat sangatlah penting untuk melihat
angka harapan hidup. Di negara-negara yang tingkat Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar
kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata- karena pendidikan memberikan kemampuan untuk
rata hidup lebih lama, dengan demikian secara berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan.
ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan
pendapatan lebih tinggi. Selanjutnya, Arsyad (1999) pentingnya martabat manusia. Mendidik dan
menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa
dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk
penting untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa
faktor yang mendasari kebijakan ini adalah perbaikan (Criswardani, 2005).
kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan
miskin: kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan Selanjutnya, peran pemerintah dalam pengentasan
daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan kemiskinan sangat dibutuhkan, sesuai dengan peranan
menaikkan output. pemerintah yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi.
Peranan tersebut merupakan syarat yang harus
Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan dipenuhi jika tujuan pembangunan yaitu pengentasan
yang dikemukakan Myrdal (2000) bahwa semakin kemiskinan ingin terselesaikan. Anggaran yang
tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan dikeluarkan melalui belanja untuk pengentasan

224 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

kemiskinan menjadi stimulus dalam menurunkan Timur Indonesia yang diwakili oleh
angka kemiskinan dan beberapa persoalan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
pembangunan yang lain. Penelitian yang dilakukan Selatan.
oleh Hasibuan (2005) menegaskan peranan anggaran
untuk pengentasan kemiskinan. Temuan penelitian Selanjutnya, di antara bentuk penanggulangan
tersebut menjelaskan hubungan yang negatif antara kemiskinan dalam bentuk pertumbuhan inklusif pada
anggaran pendapatan terhadap jumlah orang miskin. tingkat makro adalah dengan menjadikan sektor yang
Artinya semakin tinggi jumlah anggaran pendapatan memiliki elastisitas penyerapan tenaga kerja yang
maka akan menurunkan tingkat kemiskinan. Tentu tinggi (misalnya, sektor pertanian, pertambangan,
anggaran yang dimaksud dialokasikan guna membuat industri pengolahan, dan perdagangan) lebih
program pengentasan kemiskinan baik yang bersifat dioptimalkan dalam penyerapan tenaga kerja yang
jangka pendek maupun jangka panjang. Apa yang tinggi (Agussalim, 2012). Jika penyerapan tenaga kerja
ditemukan oleh Hasibuan diperkuat oleh Alawi (2006). rendah yang berakibat pada meningkatnya tingkat
Alawi menemukan bahwa alokasi anggaran untuk pengangguran, maka kemiskinan pun akan bertambah,
program pemberdayaan masyarakat memiliki korelasi distribusi akan menjadi timpang. Dari penjelasan ini,
yang negatif terhadap tingkat keparahan kemiskinan. penelitian ini memberikan hipotesis terkait hubungan
Artinya semakin tinggi alokasi anggaran untuk pengangguran dengan pertumbuhan inklusif bahwa:
program pemberdayaan masayarakat maka akan H3 : pengangguran berpengaruh negatif
menurunkan tingkat keparahan kemiskinan. dan signifikan terhadap pertumbuhan
inklusif di Kawasan Timur Indonesia
2.4. Pengembangan Hipotesis yang diwakili oleh kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Selatan.
Terlepas dari kesuksesan pencapaian pertumbuhan
ekonomi dan target pengurangan kemiskinan dalam Bentuk pertumbuhan inklusif dalam penanggulangan
beberapa tahun terakhir, nyatanya masih terdapat kemiskinan lainnya khususnya melalui program-
perbedaan yang sangat besar dalam hal jumlah program yang dapat menurunkan beban penduduk
masyarakat miskin di beberapa kawasan kepulauan miskin dalam jangka pendek yang seharusnya
Indonesia. Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia digalakkan oleh pemerintah daerah adalah melalui
menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi program yang meningkatkan aksesibitas layanan
dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia. Pada pendidikan dan kesehatan sehingga dalam jangka
saat yang sama, pertumbuhan ekonomi di Indonesia waktu pendek beban biaya penduduk miskin menurun
ternyata juga menimbulkan kesenjangan pendapatan serta dampak jangka panjangnya adalah meningkatnya
yang tinggi dan terus meningkat yang berakibat pada produktivitas penduduk miskin sehingga kualitas dan
sebaran distribusi pendapatan yang relatif timpang kapasitas sumber daya manusia penduduk miskin
dan tidak merata, khususnya pada provinsi-provinsi di meningkat (Agussalim, 2012). Selain itu, pendidikan
Kawasan Timur Indonesia. Salah satu akibatnya adalah dan kesehatan yang memadai akan meningkatkan
pembangunan di Kawasan Timur Indonesia relatif produktivitas, daya kerja dan output masyarakat
masih jauh tertinggal baik dalam hal prasarana fisik, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
sosial, sumber daya (modal dan manusia), maupun terlepas dari jerat kemiskinan. Dari penjelasan ini,
kelembagaan dibanding Kawasan Barat Indonesia. Di penelitian ini memberikan hipotesis terkait hubungan
sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, bisa indeks kesehatan dan angka partisipasi sekolah
jadi tidak diiringi dengan menurunnya tingkat (pendidikan) dengan pertumbuhan inklusif bahwa:
kemiskinan. Yang ada adalah pertumbuhan ekonomi H4 : Indeks Kesehatan berpengaruh positif
tersebut, dapat memicu tingkat kemiskinan karena dan signifikan terhadap pertumbuhan
tingkat kemiskinan mungkin saja dapat dipengaruhi inklusif di Kawasan Timur Indonesia
oleh faktot-faktor lainnya yang lebih signifikan dari yang diwakili oleh kabupaten/kota di
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Provinsi Sulawesi Selatan.
H5 : Angka Partisipasi Sekolah
Berdasarkan penjelasan di atas, dengan menggunakan (Pendidikan) berpengaruh positif dan
data kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan signifikan terhadap pertumbuhan
untuk mewakili Kawasan Timur Indonesia, penelitian inklusif di Kawasan Timur Indonesia
ini memberikan hipotesis terkait pertumbuhan di yang diwakili oleh kabupaten/kota di
Kawasan Timur Indonesia bahwa : Provinsi Sulawesi Selatan.
H1 : pertumbuhan di Kawasan Timur
Indonesia yang diwakili oleh Terkait dengan belanja pemerintah daerah, dengan
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi menentukan sasaran pengeluaran dan belanja untuk
Selatan belum inklusif secara rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka
sempurna. dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi
H2 : pertumbuhan ekonomi berpengaruh pendapatan maupun non-pendapatan) dengan
negatif dan signifikan terhadap indeks beberapa hal. Pertama, pengeluaran atau belanja
pertumbuhan inklusif di Kawasan pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 225


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

yang rentan terhadap kemiskinan dari segi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)
pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang
modern yang meningkatkan kemampuan mereka terdiri dari data-data seluruh kabupaten/kota di
sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. provinsi Sulawesi Selatan berupa :
Kedua, pengeluaran atau belanja pemerintah dapat (i) data time series tahunan periode 2011 sampai
digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator 2014 per kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi Selatan berupa data pengeluaran per kapita per
kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Dari bulan rumah tangga, jumlah penduduk miskin
penjelasan ini, penelitian ini memberikan hipotesis dan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga
terkait hubungan belanja daerah dengan pertumbuhan Konstan (PDRB ADHK) untuk menganalisis
inklusif bahwa : fenomena pertumbuhan inklusif; dan
H6 : belanja daerah berpengaruh positif (ii) data panel yaitu gabungan antara data yang
dan signifikan terhadap pertumbuhan berbentuk time series dan cross section berupa
inklusif di Kawasan Timur Indonesia data data Produk Domestik Bruto Atas Dasar
yang diwakili oleh kabupaten/kota di Harga Konstan (PDRB ADHK), jumlah
Provinsi Sulawesi Selatan. pengangguran, angka indeks kesehatan, angka
partisipasi murni sekolah, belanja pemerintah
Jumlah penduduk miskin yang tinggi, tentu saja akan daerah dan jumlah penduduk miskin untuk
menyebabkan distribusi pendapatan akan semakin menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
timpang yang menghambat pertumbuhan inklusif itu pertumbuhan inklusif. Data time series yang
sendiri. Pembangunan pro poor seharusnya banyak digunakan dimulai dari 2011-2014. Sedangkan
ditujukan untuk menurunkan angka kemiskinan. Dari data cross section-nya adalah kabupaten/kota di
penjelasan ini, penelitian ini memberikan hipotesis provinsi Sulawesi Selatan.
terkait hubungan jumlah penduduk miskin dengan
pertumbuhan inklusif bahwa : Populasi penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota
di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan pemilihan
H7 : jumlah penduduk miskin berpengaruh sampel dari populasi dilakukan dengan teknik
negatif dan signifikan terhadap purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang
pertumbuhan inklusif di Kawasan didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria yang
Timur Indonesia yang diwakili oleh digunakan adalah sebagai berikut:
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi 1. Terdaftar pada laporan institusi terkait (BPS dan
Selatan. DJPK) yang memuat data/informasi yang terkait
dengan penelitian pada periode penelitian;
Terhadap seluruh variabel yang dimasukkan dalam 2. Kabupaten/kota telah berdiri sebelum periode
model penelitian ini yaitu berupa pertumbuhan penelitian.
ekonomi, jumlah pengangguran, kesehatan,
pendidikan, belanja daerah dan jumlah penduduk Berdasarkan pada kriteria pemilihan sampel di atas,
miskin sebagai variabel-variabel independen (bebas) maka kabupaten/kota yang memenuhi kriteria dan
dalam memberikan pengaruhnya secara simultan dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 24
(bersama-sama) terhadap pertumbuhan inklusif, kabupaten/kota.
penelitian ini memberikan hipotesis bahwa :
H8 : Pertumbuhan ekonomi, jumlah Variabel-variabel utama yang digunakan dalam
pengangguran, kesehatan, pendidikan, penelitian ini disesuaikan dengan rancangan analisis
belanja daerah dan jumlah penduduk penelitian yaitu :
miskin secara simultan (bersama- 1. Analisis pertumbuhan inklusif menggunakan : (i)
sama) berpengaruh signifikan variabel pendapatan yang diproksi oleh
terhadap kemiskinan di Provinsi Pengeluaran Perkapita sebulan menurut
Sulawesi Selatan. Kabupaten/Kota, dengan asumsi bahwa semua
pendapatan digunakan untuk pengeluaran; (ii)
3. METODOLOGI PENELITIAN variabel jumlah penduduk miskin; (iii) variabel
pertumbuhan ekonomi yang diproksi oleh data
3.1. Data, Populasi, Sampel dan Variabel Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Penelitian (PDRB ADHK);
2. Analisis determinan pertumbuhan inklusif
Untuk memberikan gambaran mengenai pertumbuhan menggunakan nilai indeks atau koefisien
inklusif di Kawasan Timur Indonesia yang diwakili pertumbuhan inklusif sebagai variabel dependen
oleh provinsi Sulawesi Selatan, data yang digunakan (terikat), dan pertumbuhan ekonomi,
dalam penelitian ini adalah data sekunder dari rilis pengangguran, kesehatan, pendidikan, belanja
publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam bentuk daerah dan jumlah penduduk miskin sebagai
Statistik Sosial dan Ekonomi Rumah Tangga hasil variabel independen (bebas).
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSESNAS) dan

226 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Operasionalisasi variabel penelitian dapat dilihat kota i dan SLTA) pada


pada tabel berikut : pada kabupaten/kota pada
periode t periode tertentu.

Tabel 2 Espektasi : +
Operasional Variabel Penelitian Belanja Daerah Jumlah total Berupa jumlah belanja
(BDR) belanja yang berasal dari
daerah Anggaran dan
MODEL PERTUMBUHAN INKLUSIF :
kabupaten/ Pendapatan Belanja
Variabel Deskripsi
kota i Daerah (APBD) yang
Pendapatan Perdapatan Diproksi oleh nilai
pada terdiri dari belanja
rata-rat per Pengeluaran Perkapita
periode t langsung dan belanja
kapita sebulan (Rp) Menurut
tidak langsung (dalam
penduduk Kabupaten/Kota, dengan
milyaran rupiah).
miskin pada asumsi bahwa semua
kabupaten/ pendapatan digunakan
Espektasi : +
kota untuk pengeluaran.
Jumlah Jumlah Dalam persentase
Penduduk pendudukm
Sumber :
Miskin (MSK) iskin
Data Statistik Sosial dan
kabupaten/
Ekonomi Rumah Tangga
kota i
hasil Survei Sosial
pada
Ekonomi Nasional
periode t Espektasi : -
(SUSESNAS)
Sumber : BPS (2016), DJPK (2016)
Jumlah Jumlah penduduk miskin (persen) pada
Penduduk kabupaten/kota 3.2. Metode Penelitian
Miskin

Pertumbuhan Pertumbuha Diproksi oleh nilai/data Untuk menjawab permasalahan dan membuktikan
Ekonomi n ekonomi Produk Domestik Bruto hipotesis penelitian, penelitian ini menggunakan
pada Atas Dasar Harga metode penelitian kuantitatif. Untuk keperluan
kabupaten/ Konstan (PDRB ADHK)
kota
pengolahan data analisis, penelitian ini menggunakan
MODEL PANEL : software/program Microsoft Excel 2007, PASW Statistic
Variabel 18 dan Eviews 5. Model dan teknik analisis yang
Deskripsi
Terikat digunakan dibedakan berdasarkan pertanyaan dan
Pertumbuhan Berupa nilai Indeks atau Koefisen hipotesis penelitian sebagai berikut :
Inklusif (IGP) Pertumbuhan Inklusif yang diperoleh
dari hasil perhitungan Model Inklusif
PEGR. 1. Untuk menjawab pertanyaan pertama penelitian,
penelitian ini menggunakan dua model analisis
Variabel Deskripsi yaitu :
Bebas
Pertumbuhan Tingkat Berupa nilai Produk a. analisis Social Mobilty Curve oleh Anand et al
Ekonomi pertumbuha Domestik Regional Bruto (2013);
(PDRB) n ekonomi Per Kapita Atas Dasar b. analisis Poverty-Equivalent Growth Rate (PEGR),
pada Harga Berlaku menurut dimana rumus pertumbuhan inklusif yang
kabupaten/ kabupaten/kota pada
kota i pada periode tertentu. digunakan diadopsi dari model Sholihah (2014)
periode t sebagai hasil pengembangan konsep oleh Klasen
Espektasi : - (2010) dengan rumus (2.15). Sebagaimana
Pengangguran Tingkat Berupa jumlah penduduk telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa
(PGR) Penganggur usia kerja (15 tahun dan
an Daerah i lebih) yang tidak bekerja definisi pertumbuhan inklusif yang digunakan
pada dan pengangguran pada dalam penelitian ini menggunakan indikator
periode t kabupaten/kota pada pendekatan kemiskinan. Oleh karena itu, dengan
periode tertentu. menjabarkan i dari persamaan (2.10) sebagai
Espektasi : - kemiskinan (p) yang mengacu pada indikator
Kesehatan Nilai Indeks Berupa nilai rasio pertumbuhan ekonomi (g), maka model analisis
(KSH) Kesehatan indeks/tingkat kesehatan terkait fenomena inklusifitas pertumbuhan
kabupaten/ masyarakat pada ekonomi yang digunakan :
kota i pada kabupaten/kota pada
periode t periode tertentu
berdasarkan Survei IGp = (Epg / Ep) Gg (3.1)
Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) BPS Provinsi dimana :
Sulawesi Selatan.
IGp : koefisien pertumbuhan inklusif
Espektasi : + dalam menurunkan kemiskinan;
Berupa persentase Ep : elastisistas kemiskinan terhadap
Pendidikan Jumlah jumlah total partisipasi pendapatan rata-rata;
(PDD) partisipasi murni sekolah
murni masyarakat pada seluruh Epg : elastisitas kemiskinan terhadap
sekolah jenjang pendidikan dasar pertumbuhan ekonomi;
kabupaten/ dan menengah (SD, SLTP Gg : pertumbuhan ekonomi;

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 227


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Analisis Regresi Data Panel adalah suatu metode


IGp menyatakan inklusifitas pertumbuhan dalam regresi terhadap gabungan dari data antarwaktu
menurunkan kemiskinan, sehingga (timeseries) dan data antarindividu (cross section).
pertumbuhan dinyatakan inklusif apabila nilai
IGp > Gg. Mengingat teknik analisis menggunakan analisis
regresi berganda, maka terhadap data juga
Nilai Epg dan Ep pada persamaan (3.1) di atas dilakukan uji normalitas dan asumsi klasik untuk
diperoleh dengan cara yang sama dalam konsep memperoleh hasil estimasi regresi yag memenuhi
PEGR. persyaratan BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)
yakni mempunyai sifat linier, tidak bias, dan varian
Dengan mendefinisikan kemiskinan (p) sebagai minimum, yaitu :
fungsi dari jumlah penduduk miskin (z) dan
pendapatan rata-rata penduduk () yang (i) Uji Normalitas.
dituliskan sebagai berikut :
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
p = p (z, ) (3.2) dalam model regresi panel variabel-
variabelnya berdistribusi normal atau tidak.
maka perubahan jumlah penduduk miskin pada Model regresi yang baik adalah memiliki
periode 1 dan periode 2 dapat dihitung sebagai : distribusi data normal atau mendekati normal.
Hal ini dilakukan karena regresi mensyaratkan
p12 = p 2 p 1 = Ln [ p(z2, 2)] Ln [ p(z1, 1)] (3.3) distribusi error yang normal, artinya nilai error
terdistribusi secara simetris di sekitar mean
dan perubahan persentase pendapatan rata-rata (Ghazali, 2005).
penduduk dapat dihitung sebagai :
Dalam aplikasi Eviews, uji normalitas data
= Ln (2) Ln (1) (3.4) dapat diketahui dengan membandingkan nilai
Jarque-Bera (JB) dan nilai Chi Square tabel. Uji
Dengan demikian elastisitas kemiskinan Jarque-Bera (JB) dapat diperoleh dari
terhadap pendapatan rata-rata (Ep) dapat histogram normality. Hipotesis dalam uji
dihitung sebagai : normalitas yang digunakan dengan alpha ()
10% adalah :
Ep = p12 / (3.5)
H0 : Data berdistribusi normal
Sementara perubahan pertumbuhan ekonomi H1 : Data tidak berdistribusi
(Gg) yang dihitung dari Produk Domestik normal
Regional Bruto (PDRB), maka perubahan
petumbuhan ekonomi periode 1 dan periode 2 Jika hasil dari Jarque-Bera (JB) hitung > Chi
dapat dihitung sebagai : Square tabel, maka H0 ditolak. Jika hasil dari
Jarque-Bera (JB) hitung < Chi Square tabel,
Gg = Ln (PDRB2) Ln (PDRB1) (3.6) maka H0 diterima.

Sehingga, elastisitas kemiskinan terhadap (ii) Uji Heteroskedastisitas.


pertumbuhan ekonomi (Epg) dapat dihitung
sebagai : Uji heteroskedastisitas digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
Epg = p12 / Gg (3.7) asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya
ketidaksamaan varian dari residual untuk
Hasil perhitungan persamaan (3.5) dan (3.7) di semua pengamatan pada model regresi.
atas kemudian dimasukkan ke dalam persamaan Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model
(3.1) untuk memperoleh nilai indeks regresi adalah tidak adanya gejala
pertumbuhan inklusif untuk kemudian heteroskedastisitas. Manurung (2005)
dibandindingkan dengan nilai pertumbuhan menjelaskan bahwa ada dua cara untuk
ekonomi (Gg). mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas,
yaitu metode informal dan metode formal.
Metode informal biasanya dilakukan dengan
2. Untuk menjawab pertanyaan kedua penelitian, melihat grafik plot dari nilai prediksi variabel
penelitian ini menggunakan teknik Analisis Regresi independen (ZPRED) dengan residualnya
Data Panel. (SRESID). Variabel dinyatakan tidak terjadi
heteroskedastisitas jika tidak terdapat pola
yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka nol pada sumbu Y. Metode

228 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

formal untuk mendeksi keberadaan model regresi. Oleh karena itu masalah
heteroskedastisitas antara lain dengan Park multikolinearitas tidak terjadi pada regresi
Test, Glejser Test, Spearmans Rank Correlation linier sederhana yang hanya melibatkan satu
Test, Golfeld-Quandt Test, Breusch-Pagan- variabel independen. Persamaan regresi
Godfrey Test, Whites General Heteroscedasticity dikatakan bebas dari multikolinearitas jika
Test, dan Koenker-Basset Test. tingkat korelasi antarvariabel independen
kurang dari 0,95 (Ghazali, 2005).
(iii) Uji Autokorelasi.
Setelah uji asumsi klasik untuk regresi berganda
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat terpenuhi, maka untuk mengestimasi parameter
apakah ada hubungan linier antara error model dengan data panel, terdapat beberapa teknik
serangkaian observasi yang diurutkan menurut yang ditawarkan, yaitu :
waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu
dilakukan apabila data yang dianalisis 1. Model Common Effect
merupakan data time series (Gujarati, 2003).
Teknik ini sama pada analisis data cross section
Uji Durbin Watson adalah sebuah test yang dan time series karena mengasumsikan bahwa
digunakan untuk mendeteksi terjadinya koefisien intercept dan slopenya sama (konstan)
autokorelasi pada nilai residual (prediction untuk setiap data cross section dan time series.
errors) dari sebuah analisis regresi. Pada saat Dengan kata lain model ini tidak memperhatikan
melakukan uji autokorelasi, kita menggunakan dimensi individu dan waktu. Namun, untuk
tabel Durbin Watson. Tabel tersebut menjadi melakukan regresinya perlu menggabungkan
alat pembanding terhadap nilai Durbin Watson data cross section dan time series yang biasa
hitung. Hasil perbandingan akan menghasilkan disebut pool data.
kesimpulan seperti kriteria sebagai berikut :
1. Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi 2. Model Efek Tetap (Fixed Effect)
positif;
2. Jika d > (4 dl), berarti terdapat Teknik Model Efek Tetap (Fixed Effect) sudah
autokorelasi negative; memasukkan efek dimensi individu dan waktu.
3. Jika du < d < (4 dl), berarti tidak terdapat Pada model ini efek dimensi individu dan waktu
autokorelasi; terletak pada intercept dan slope pada model.
4. Jika dl < d < du atau (4 du), berarti tidak Sehingga pada model ini menganggap bahwa
dapat disimpulkan; yang sangat mempengaruhi variabel dependen
di mana : dL adalah batas bawah Durbin adalah slope dan intercept.
Watson dan dU adalah batas atas Durbin
Watson. 3. Model Efek Random (Random Effect)

Heterokedastisitas timbul apabila nilai residual Teknik ketiga ini hampir sama dengan Model
dari model tidak memiliki varians yang Fixed Effect karena memasukkan efek dimensi
konstan. Artinya, setiap observasi mempunyai individu dan waktu. Namun model ini
reliabilitas yang berbeda-beda akibat beranggapan bahwa efek dimensi tersebut
perubahan kondisi yang melatarbelakangi tidak terletak pada error dari model.
terangkum dalam model (Kuncoro, 2011).
Gejala ini sering terjadi pada data cross section Menurut Winarno (2007), langkahlangkah
(Gujarati, 2012), sehingga sangat pengujian pemilihan model data panel secara
dimungkinkan terjadi heterokedastisitas pada ringkas adalah sebagai berikut :
data panel. Implikasi terjadi autokorelasi dan 1. Estimasi dengan Fixed Effect
heterokedastisitas pada data panel dapat 2. Uji Chow (untuk menentukan model yang
diperbaiki dengan model Cross-section SUR. digunakan apakah Common Effect atau
Apabila model data panel mengalami Fixed Effect). Jika Ho diterima (jika nilai Prob
heterokedastisitas tanpa autokorelasi dapat Cross Section F dan Chi Square > 0,05), maka
diatasi dengan model Cross-section Weight. yang dipilih adalah model Common Effect
(selesai sampai disini). Jika Ho ditolak (jika
(iv) Uji Multikolinearitas. nilai Prob Cross Section F dan Chi Square <
0,05), maka yang dipilih adalah model Fixed
Multikolinearitas adalah kondisi terdapatnya Effect (lanjut ke langkah 3).
hubungan linier atau korelasi yang tinggi 3. Estimasi dengan Random Effect
antara masing-masing variabel independen 4. Uji Hausman (untuk menentukan model yang
dalam model regresi. Multikolinearitas digunakan apakah Fixed Effect atau Random
biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel Effect). Jika Ho diterima (jika nilai
yang digunakan saling terkait dalam suatu probabilitas cross-section random > dari

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 229


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

0,05), maka dipilih model Random Effect. independen tersebut mempunyai pengaruh
Jika Ho ditolak (jika nilai probabilitas cross- yang signifikan terhadap variabel dependen.
section random < dari 0,05), maka dipilih 2. Uji Statistik F (Secara Simultan).
model Fixed Effect.
Menurut Ghazali (2005) Uji statistik F pada dasarnya
Sesuai dengan variabel dan tujuan penelitian yang menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
model empiris regresi data panel sesuai pendekatan signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap
indikator pertumbuhan inklusif (hasil analisis PEGR) variabel terikat. Kriteria pengujian dimana H a diterima
yaitu sebagai berikut : apabila Prob (F-statistic) < dan Ha ditolak apabila
Prob(F-statistic) > . Dalam hal ini = 0,05.
IGPpit = 1PDRB + 2 PGRit + 3 KSHit + 4 PDDit + 5 BDRit +
6 MSKit +

dimana : 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IGPp it : Koefisien atau indeks 4.1. Hasil Analisis Pertumbuhan Inklusif


pertumbuhan inklusif untuk
kemiskinan di kabupaten/kota i Konsep pertumbuhan inklusif yang digunakan dalam
pada waktu t penelitian ini merupakan gabungan dari beragam
PDRBi,t Pertumbuhan ekonomi (PDRB) konsep yang telah diuraikan sebelumnya oleh Ali
kabupaten/kota i pada waktu t (2007), Min Tang (2008), Habito (2009) dan
PGRi,t : Jumlah pengangguran di Ianchovichina dan Lundstrom (2009). Terminologi
kabupaten/kota i pada waktu t pertumbuhan ekonomi disebut inklusif dalam
KSHit : Indeks kesehatan di penelitian ini adalah apabila pertumbuhan tersebut
kabupaten/kota i pada waktu t mampu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan
PDDit : Pendidikan di kabupaten/kota i distribusi pendapatan. Oleh karena itu, analisis terkait
pada waktu t inklusifitas pertumbuhan menggunakan pendekatan
BDRit : Belanja Daerah di kabupaten/kota indikator-indikator tersebut yang kemudian
i pada waktu t dituangkan dalam model Social Mobilty Curve dan
MSKit Jumlah penduduk miskin di Poverty-Equivalent Growth Rate (PEGR).
kabupaten/kota i pada waktu t
1,2,3,4,5,6 : Koefisen regresi faktor 1,2,3,4,5 Hasil analisis dari masing-masing model tersebut,
dan 6 diuraikan sebagai berikut :
: Error
4.1.1. Hasil Analisis Model Social Mobility Curve

3.3. Pengujian Hipotesis Pengukuran pertumbuhan inklusif dengan pendekatan


Social Mobility Curve menggunakan dua faktor : (i)
Untuk menguji hipotesis penelitian, dilakukan uji pertumbuhan pendapatan; (ii) distribusi pendapatan,
sebagai berikut : sehingga tingkat keinklusifan tergantung pada
perubahan rata-rata pendapatan dan perubahan
1. Uji statistik t (Secara Parsial). distribusi pendapatan.

Menurut Ghazali (2005) uji statistik t pada Pada penelitian ini Model Social Mobility Curve provinsi
dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh Sulawesi Selatan dibuat dalam periode 4 tahun. Hasil
satu variabel independen secara individual dalam perhitungan dengan pendekatan model ini dapat
menerangkan variabel dependen. dilihat pada Tabel 3 berikut :

Pengujian dilakukan dengan menggunakan


signifikan level 0,05 (=5%). Penerimaan atau
penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:
a. Jika nilai signifikan (Prob) > 0,05 maka
hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel
independen tidak mempunyai pengaruh Tabel 3
secara signifikan terhadap variabel Income Index Provinsi Sulawesi Selatan
dependen. Tahun 2011-2014
b. Jika nilai signifikan (Prob) 0,05 maka
hipotesis diterima (koefisien regresi Percentile 2011 2014
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel 10th 364,707 469,359.00
20th 382,385 493,192.40

230 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

30th 395,217 586,825.20


40th 402,083 643,394.80
50th 464,120 647,023.50
60th 523,103 654,727.00
70th 534,625 662,231.80
80th 567,989 736,536.60
90th 665,774 876,287.10
100th 872,203 1,050,725.00
Income Index 517,220.50 682,030.24
Equity Income Index 0.59 0.65
Sumber : hasil olah data

Dari Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa


pertumbuhan secara total di Provinsi Sulawesi Selatan
belum mencapai pertumbuhan inklusif yang
sempurna. Dari indikator distribusi pendapatan yang
berdampak pada ketimpangan, Provinsi Sulawesi Grafik 5. Matriks Inklusifitas
Selatan belum mencapai pertumbuhan inklusif. Hal ini Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
terlihat dari nilai Equity Income Index ( ) pada 2011-2014
periode penelitian yaitu sebesar 0.59 pada tahun 2011 Sumber : BPS (2016), data diolah
dan 0.65 pada tahun 2014 masih bernilai lebih kecil
dari 1. Nilai ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan Grafik 5 menunjukkan peta distribusi inklusifitas pada
ekonomi belum banyak berpihak kepada masyarakat 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawasi Selatan
miskin sebagai pertumbuhan yang pro poor. selama periode pengamatan. Hasilnya menunjukkan
adanya tren yang menurun pada beberapa
kabupaten/kota, yang bermakna terhadap trade-off
antara nilai d dan . Pada periode awal nilainya
positif, kemudian pada periode kedua nilainya negatif,
dan begitu sebaliknya. Terdapat 12 kabupaten/kota
yang masuk dalam kuadran pertama (I), yaitu
Bantaeng, Enrekang, Luwu Timur, Makassar, Maros,
Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Selayar, Sidrap
dan Wajo. Kabupaten/kota dalam kuadran ini
menunjukkan adanya pertumbuhan yang inklusif
secara tidak ambigu. Terdapat 11 kabupaten/kota
yang masuk dalam kuadran kedua (II), yaitu Bone,
Bulukumba, Gowa, Jeneponto, Luwu, Luwu Utara,
Grafik 4. Social Mobility Curve
Sinjai, Soppeng, Takalar, Tana Toraja dan Toraja Utara.
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011-2014
Daerah-daerah tersebut menunjukkan adanya
Sumber : BPS (2016), data diolah
pertumbuhan positif dari pendapatan rata-rata per
kapita rumah tangga namun mengorbankan distribusi
Meskipun demikian, dari indikator pedapatan,
pendapatan. Tanda < 0 berarti bahwa kesempatan
pertumbuhan di Provinsi Sulawesi Selatan relatif telah
mencapai pertumbuhan yang inklusif. Hal ini terlihat (pendapatan) yang ada telah dimanfaatkan dan
dari nilai Income Index yang meningkat dari tahun pemanfaatan ini terus meningkat oleh populasi, dari
2011 (Series1) hingga 2014 (Series2) yang keluarga yang kaya hingga keluarga yang miskin
sekalipun. Sementara itu, kabupaten Barru menjadi
diilustrasikan dari kurva Social Mobility yang bergeser
ke atas dengan model yang sedikit curam. Artinya, satu-satunya kabupaten yang masuk dalam kuadran III
meskipun pendapatan meningkat, distribusi yang berarti bahwa distribusi pendapatan pada
pendapatan relatif masih timpang sebagaimana hasil kabupaten tersebut telah tercapai, tetapi pendapatan
Equity Income Index di atas. rata-rata menjadi korban.

Hasil analisis Social Mobility Curve untuk tingkat Tabel 4


kabupaten/kota dari tahun 2011 sampai 2014 dengan Perubahan Pendapatan dan Distribusi
memperhatikan perubahan tingkat keinklusifan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
pertumbuhan (d *) yang terintegrasi dari direfensiasi 2011-2014
pertumbuhan rata-rata pendapatan (d ) dan
Change
distribusi pendapatan ( berdasarkan Matriks Kabupaten of
Change of Kuadran
Inklusifitas, dapat dilihat pada Grafik plot berikut : Distribution Inklusifitas
Income
Bantaeng 0.338 0.028 I
Barru -0.019 0.120 III
Bone 0.185 -0.014 II
Bulukumba 0.500 -0.092 II
Enrekang 0.198 0.085 I
Gowa 0.418 -0.168 II

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 231


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Jeneponto 0.191 -0.017 II kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki


Luwu 0.677 -0.112 II pertumbuhan yang inklusif dalam menurunkan
Luwu Timur 0.220 0.103 I
Luwu Utara 0.592 -0.055 II kemiskinan, yaitu Bantaeng, Barru, Bulukumba, Luwu
Makassar 0.205 0.084 I Timur, Luwu Utara, Makassar, Maros, Palopo,
Maros 0.264 0.055 I Parepare, Pinrang, Sidrap dan Wajo. Pada tahun 2012,
Palopo 0.345 0.087 I jumlah kabupeten/kota yang menunjukkan adanya
Pangkep 0.633 0.049 I
Parepare 0.429 0.053 I pertumbuhan inklusif menurun menjadi 37.5% atau 9
Pinrang 0.179 0.125 I kabupaten/kota, yaitu Bantaeng, Luwu, Luwu Utara,
Selayar 0.099 0.058 I Makassar, Pangkep, Soppeng, Takalar, Tana Toraja dan
Sidrap 0.205 0.086 I Wajo. Di tahun berikutnya, yaitu tahun 2013,
Sinjai 0.250 -0.046 II
Soppeng 0.714 -0.092 II kabupaten/kota Bulukumba, Enrekang, Maros, Palopo
Takalar 0.246 -0.051 II dan Pangkep adalah kabupaten-kabupaten yang
Tana Toraja 0.236 -0.022 II memiliki pertumbuhan inklusif terhadap menurunkan
Toraja Utara 0.460 -0.210 II kemiskinan, dimana jumlah ini adalah yang paling
Wajo 0.215 0.069 I
rendah dalam periode penelitian yaitu hanya 5
Sumber : BPS (2016), data diolah
kabupaten/kota (20,83%).
Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa beberapa
kabupaten/kota telah mampu meningkatkan
Yang menarik dalam penelitian adalah, memasuki
pendapatan rata-rata per kapita rumah tangganya,
tahun berikutnya yaitu tahun 2014, sebanyak 83.33%
namun di sisi lain distribusi pendapatan di antara atau 20 kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan
masyarakat masih terdapat ketimpangan. Dengan ini,
mencapai pertumbuhan inklusif. Hanya 16.67% atau
dapat dikatakan bahwa pertumbuhan kabupaten/kota
kabupeten/kota saja yang pertumbuhannya belum
di Provinsi Sulawesi Selatan belum sepenuhnya
mencapai derajat inklusif, yaitu Barru, Enrekang,
berjalan secara inklusif.
Makassar dan Pangkep. Dalam seluruh periode
penelitian, terdapat beberapa kabupetn/kota yang
4.1.2. Hasil Analisis Model PEGR relatif baik dan mampu mempertahankan kualitas
pertumbuhannya dalam derajat inklusif. Kabupaten
Pertumbuhan inklusif didefinisikan sebagai Bantaeng, Luwu Utara dan Wajo adalah diantara
pertumbuhan yang dapat menurunkan kemiskinan kabupaten/kota yang tergolong baik dalam menjaga
atau memiliki dampak terhadap peningkatan kualitas pertumbuhan, yaitu pada tahun 2011, 2012,
kesejahteraan orang miskin. Orang miskin, yang dan 2014. Begitupula kabupaten Maros yang mampu
merupakan pihak dengan posisi paling tidak menjaga pertumbuhannya pada tahun 2011, 2013 dan
menguntungkan dalam pembangunan, memiliki 2014.
kesulitan untuk memperoleh manfaat dari hasil
pembangunan. Pertumbuhan inklusif sangat sering Tabel 5
disamakan dengan inklusifitas pro poor, sehingga Hasil Analisis Model PEGR
pertumbuhan yang tidak pro poor digolongkan sebagai
pertumbuhan yang tidak inklusif. 2011 2012
Kabupaten
IGp Gg IGp Gg
Bantaeng 0.39 0.08 0.14 0.08
Dalam penelitian ini, inklusifitas pertumbuhan Barru 0.21 0.09 0.01 0.09
ekonomi dalam menurunkan kemiskinan dinilai Bone 0.03 0.08 -0.02 0.08
Bulukumba 0.19 0.06 0.11 0.16
dengan koefisien inklusifitas untuk kemiskinan (IGp). Enrekang -0.01 0.06 0.01 0.09
Tabel 4 menunjukkan perbandingan koefisien Gowa -0.14 0.07 0.06 0.07
inklusifitas pertumbuhan ekonomi terhadap Jeneponto 0.04 0.07 0.07 0.08
Luwu -0.27 0.08 0.23 0.07
kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi yang Luwu Timur 0.66 0.08 0.07 0.07
direpresentasikan dari perubahan PDRB dari 24 Luwu Utara 0.05 -0.05 0.26 0.06
Makassar 0.98 0.07 0.10 0.07
kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan pada Maros 0.55 0.10 -0.03 0.09
tahun 2011-2014. Palopo 0.49 0.10 0.01 0.11
Pangkep 0.03 0.07 0.21 0.07
Parepare 0.52 0.09 0.04 0.08
Pertumbuhan ekonomi dikatakan inklusif apabila Pinrang 0.47 0.08 0.02 0.09
Selayar 0.34 0.68 0.02 0.08
koefisien inklusifitas pertumbuhan terhadap Sidrap 0.54 0.09 0.06 0.08
kemiskinan (IGp) memiliki nilai yang lebih besar dari Sinjai 0.01 0.07 0.06 0.07
Soppeng -0.25 0.07 0.12 0.07
pertumbuhan ekonomi (Gg) atau IGp > Gg. Dari Tabel 4 Takalar -0.04 0.07 0.14 0.07
dapat dilihat bahwa sepanjang periode pengamatan Tana Toraja -0.61 0.07 0.15 0.09
tahun 2011-2014, tidak satupun kabupaten/kota yang Toraja Utara -0.25 0.08 0.07 0.09
Wajo 0.17 0.09 0.13 0.06
konsisten memiliki pertumbuhan yang inklusif dalam SULSEL 0.17 0.15 0.09 0.14
menurunkan kemiskinan. 2013 2014
Kabupaten
IGp Gg IGp Gg
Tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien inklusifitas Bantaeng -0.12 0.09 0.27 0.09
Barru -0.05 0.09 0.02 0.07
yang dimiliki setiap provinsi cenderung fluktuatif. Bone -0.01 0.07 0.20 0.07
Pada tahun 2011 sebanyak 50% atau 12 Bulukumba 0.10 -0.02 0.20 0.09
Enrekang 0.21 0.07 -0.04 0.08

232 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Gowa 0.05 0.06 0.24 0.06 kabupetn/kota atau 25%. Sedangkan tahun 2014
Jeneponto -0.11 0.09 0.22 0.07
Luwu -0.02 0.06 0.31 0.08 adalah tahun terbaik dimana kabputen/kota yang
Luwu Timur 0.03 0.07 0.10 0.08 memiliki koefisien pertumbuhan inklusif bertanda
Luwu Utara 0.01 1.86 0.20 -1.72
Makassar 0.03 0.07 0.05 0.08
negataif hanya kabupetan Enrekang, itu pun dengan
Maros 0.15 0.08 0.12 0.07 nilai yang tergolong relatif rendah yaitu 0.05.
Palopo 0.08 0.06 0.21 0.05 Sepanjang periode penelitian, nilai negatif yang
Pangkep 0.24 0.08 0.04 0.06
Parepare 0.06 0.09 0.25 0.09 terbesar terdapat pada kabupaten Tana Toraja dengan
Pinrang 0.05 0.07 0.10 0.06 capaian 0.46 pada tahun 2011.
Selayar -0.07 0.07 0.14 0.08
Sidrap -0.01 0.07 0.14 0.08
Sinjai 0.07 0.08 0.10 0.06 Tabel 6
Soppeng 0.05 0.07 0.37 0.06
Takalar -0.11 0.08 0.19 0.09
Kategori Inklusif dan Tidak Inklusif
Tana Toraja -0.18 0.07 0.24 0.06 Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan
Toraja Utara 0.09 0.09 0.22 0.07 Tahun 2011 2014
Wajo -0.05 0.07 0.11 0.09
SULSEL 0.15 0.19 0.15 0.09
Sumber : BPS (2016), hasil olah data Kabupaten 2011 2012 2013 2014
Tidak
Bantaeng Inklusif Inklusif Inklusif
Inklusif
Dari keseluruhan periode penelitian, nilai total Tidak Tidak Tidak
Barru Inklusif
koefisien pertumbuhan inklusif untuk provinsi Inklusif Inklusif Inklusif
Sulawesi Selatan tidak pernah kosnsisten mencapai Tidak Tidak Tidak
Bone Inklusif
Inklusif Inklusif Inklusif
tingkat pertumbuhan yang inklusif, artinya jika dilihat Tidak
secara umum (keseluruhan), pertumbuhan ekonomi di Bulukumba Inklusif Inklusif Inklusif
Inklusif
provinsi Sulawesi Selatan belum inklusif secara Enrekang
Tidak Tidak
Inklusif
Tidak
sempurna. Hasil ini terkonfirmasi dengan hasil analisis Inklusif Inklusif Inklusif
Tidak Tidak Tidak
Social Mobility Curve pada Tabel 3 di atas. Meskipun Gowa
Inklusif Inklusif Inklusif
Inklusif
demikian, sebagian besar kabupaten/kota memiliki Tidak Tidak Tidak
Jeneponto Inklusif
koefisien inklusifitas pertumbuhan terhadap Inklusif Inklusif Inklusif
kemiskinan dengan nilai/tanda positif. Koefisien Tidak Tidak
Luwu Inklusif Inklusif
Inklusif Inklusif
inklusifitas yang bernilai/bertanda positif namun lebih Tidak Tidak
kecil dari pertumbuhan ekonomi berarti bahwa Luwu Timur Inklusif Inklusif
Inklusif Inklusif
penurunan kemiskinan tetap terjadi seiring dengan Luwu Utara Inklusif Inklusif
Tidak
Inklusif
meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun hasil Inklusif
Tidak Tidak
pertumbuhan tidak didistribusikan secara merata dan Makassar Inklusif Inklusif
Inklusif Inklusif
manfaat pertumbuhan ekonomi tetap diterima oleh Tidak
Maros Inklusif Inklusif Inklusif
penduduk yang tidak tergolong miskin. Pada tahun Inklusif
2011 terdapat 5 kabupaten/kota yang memiliki Tidak
Palopo Inklusif Inklusif Inklusif
Inklusif
koefisien pertumbuhan inklusif bertanda positif (tetapi Tidak Tidak
lebih rendah dari indek Gg), yaitu Bone, Jeneponto, Pangkep Inklusif Inklusif
Inklusif Inklusif
Pangkep, Selayar dan Sinjai. Pada tahun 2012 dan Parepare Inklusif
Tidak Tidak
Inklusif
2013 terdapat hampir 50% dari keseluruhan Inklusif Inklusif
Tidak Tidak
kabupaten/kota yang memiliki koefisien pertumbuhan Pinrang Inklusif
Inklusif Inklusif
Inklusif
inklusif bertanda positif namun tidak tergolong Tidak Tidak Tidak
Selayar Inklusif
inklusif. Sementara tahun 2014 hanya 3 Inklusif Inklusif Inklusif
kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan yang Tidak Tidak
Sidrap Inklusif Inklusif
Inklusif Inklusif
tidak inklusif namun memiliki koefisien bertanda Tidak Tidak Tidak
postif, yaitu Barru, Makassar dan Pangkep. Sinjai Inklusif
Inklusif Inklusif Inklusif
Tidak Tidak
Soppeng Inklusif Inklusif
Tabel 5 di atas juga menunjukkan bahwa sepanjang Inklusif Inklusif
Tidak Tidak
periode pengamatan, terdapat kabupaten/kota yang Takalar
Inklusif
Inklusif
Inklusif
Inklusif
memiliki koefisien pertumbuhan inklusif dengan Tidak Tidak
Tana Toraja Inklusif Inklusif
nilai/tanda negatif. Koefisien pertumbuhan dapat Inklusif Inklusif
bernilai negatif ketika pertumbuhan ekonomi Tidak Tidak Tidak
Toraja Utara Inklusif
Inklusif Inklusif Inklusif
dinikmati oleh penduduk tidak miskin. Koefisien yang Tidak
negatif juga berarti bahwa pertumbuhan ekonomi Wajo Inklusif Inklusif Inklusif
Inklusif
yang terjadi tidak mampu menjalankan peranannya SULSEL Inklusif
Tidak Tidak
Inklusif
dalam menurunkan kemiskinan, bahkan cenderung Inklusif Inklusif
memperparah kemiskinan yang terjadi. Kabupaten Sumber : BPS (2016), hasil olah data
Takalar dan Tana Toraja mengalami kondisi tersebut
selama dua tahun, yaitu tahun 2011 dan 2013. Tahun Sebagaimana yang terjadi pada seluruh
2011 adalah tahun dimana jumlah kabupaten/kota kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan, koefisien
yang memiliki koefisien pertumbuhan inklusif yang inklusifitas pertumbuhan dalam menurunkan
bertanda/bernilai negatif terbanyak, hingga 6 kemiskinan secara umum memiliki nilai yang fluktuatif

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 233


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

sepanjang periode pengamatan. Jumlah 1


kabupaten/kota yang pertumbuhannya inklusif dalam
menurunkan kemiskinan jauh lebih sedikit dibanding 0
kabupaten/kota yang pertumbuhannya tidak inklusif.
Dengan kondisi demikian, pertumbuhan ekonomi di 1.5
-1

provinsi Sulawesi Selatan dapat dikatakan tidak 1.0 -2


inklusif dalam menurunkan kemiskinan. Hal ini juga 0.5
sesuai dengan koesifisien inklusifitas pertumbuhan 0.0
-3
total provinsi Sulawesi Selatan yang dapat dilihat di -0.5
Tabel 5 di atas.
-1.0
-1.5
Dengan hasil analisis model Social Mobilty Curve dan 12 22 30 40 51 60 70 80 90
PEGR di atas, dapat dinyatakan bahwa hipotesis
Residual Actual Fitted
pertama (H1) penelitian diterima.
Gambar 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
4.2. Hasil Analisis Data Panel Sumber : hasil olah data
Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa plot dari nilai
4.2.1. Hasil Uji Normalitas dan Asumsi Klasik prediksi variabel independen (ZPRED) dengan
4.2.1.1. Uji Normalitas residualnya (SRESID) tidak terdapat pola yang jelas
dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol
pada sumbu Y. Artinya, secara informal data diduga
Hasil uji normalitas data dengan menggunakan
tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.
pendekatan Residual Test dan Histogram Normality
Meskipun tentu saja, pembuktian secara informal,
Test melalui aplikasi Eviews, diperoleh hasil sebagai
sejatinya belum dapat meyakinkan peneliti.
berikut :

12
Pengujian heteroskedastisitas yang dilakukan dalam
Series: Standardized Residuals
Sample 2011 2014
penelitian ini hanya menggunakan metode informal
10
Observations 96 karena keterbatasan Eviews versi 5 yang dimiliki
8 Mean
Median
0.005116
-0.036315
peneliti yang belum memiliki fitur lengkap untuk
6
Maximum
Minimum
0.405729
-0.358322
menguji data dengan metode yang lebih mutakhir.
4
Std. Dev.
Skewness
0.190490
0.387141
Oleh sebab itu, untuk meyakinkan bahwa pada data
2
Kurtosis 2.425674
penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas,
Jarque-Bera
Probability
3.717457
0.155871
maka dalam model estimasi dilakukan dengan model
0
-0.25 0.00 0.25 Cross-section Weight pada program Eviews5.
Gambar 3. Hasil Uji Normalitas
4.2.1.3. Uji Autokorelasi
Sumber : hasil olah data
Pada tabel Durbin Watson dengan n (jumlah
Gambar 3 di atas menunjukkan nilai Jarque-Bera (JB)
observasi) = 96, k (jumlah variabel) = 7 dengan alpha
hitung sebesar 3,717. Sementara nilai Chi Square
5%, diperoleh nilai dL dan dU yaitu nilai dL = 1,5141
dengan melihat jumlah variabel independen yang kita
dan dU = 1,8265.
pakai dalam hal ini 5 (lima) variabel independen
Berdasarkan hasil estimasi dengan Common Effect
(df=6) dengan nilai signifikan 0,05 atau 5%, diperoleh
(Lampiran 1) diperoleh nilai d hitung (Durbin Watson)
nilai Chi Square tabel sebesar 12,590. Hal ini berarti
pada penelitian ini sebesar 2,0216. Dari nilai d hitung
bahwa nilai Jarque-Bera (JB) hitung lebih besar dari
ini didapati bahwa d > dU (2,0216 > 1,8265).
nilai Chi Square (3,717 < 12,590). Sehingga dapat
Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa pada
disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini telah
penelitian ini tidak terdapat masalah autokorelasi.
berdistribusi normal (H0 diterima).
4.2.1.4. Hasil Uji Multikolinearitas
4.2.1.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil pengujian korelasi antarvariabel independen
Hasil uji untuk mendeteksi keberadaan
pada aplikasi Eviews untuk melihat adanya masalah
heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian
atau gejala multikolinearitas, diperoleh tabel sebagai
ini adalah metode informal yaitu dengan melihat grafik
berikut:
plot dari nilai prediksi variabel independen (ZPRED)
dengan residualnya (SRESID). Grafik plot hasil uji
Tabel 6
dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:
Hasil Uji Multikolinearitas

PDRB PGR KSH PDD BDR MSK

PDRB 0.721 0.145 -0.067 0.876 -0.395 0.721

234 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

PGR 1 0.143 -0.340 0.533 -0.307 1

KSH 0.143 1 0.079 0.055 -0.393 0.143 Effects Test Statistic d.f. Prob.

PDD -0.340 0.079 1 0.129 0.055 -0.340 Cross-section F 2.174267 (23,66) 0.0075

BDR 0.533 0.055 0.129 1 -0.346 0.533 Sumber : hasil olah data
MSK -0.307 -0.393 0.055 -0.346 1 -0.307
Dari Tabel 9 di atas diperoleh nilai Prob. Cross Section
Sumber : hasil olah data F sebesar 0,0075 yang lebih kecil dari alpha 0,05,
sehingga kita menolak hipotesis nol (Ho ditolak). Maka,
Berdasarkan Tabel 6 di atas, diperoleh hasil bahwa berdasarkan hasil uji Chow ini, model yang terbaik
seluruh nilai korelasi antarvariabel independen dalam (pemilahan) adalah model dengan metode Fixed Effect.
penelitian ini lebih kecil dari 0,95. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa data dalam penelitian tidak Ketiga, estimasi kemudian dilanjutkan dengan metode
terdapat gejala multikolinearitas. Random Effect. Setalah melakukan analisis melalui
program Eviews diperoleh hasil estimasi Random Effect
4.2.2. Hasil Pengujian Pemilihan Model sebagaimana Tabel 10 berikut :
Tabel 10
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pada Hasil Estimasi Random Effect
analisis regresi data panel terdapat beberapa langkah
dalam pengujian pemilihan model. Berikut hasil Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
pengujian dalam beberapa tahapan tersebut.
C 0.826562 1.778201 0.464831 0.6432

Pertama, hasil estimasi Commont Effect dan Fixed LnPDRB 0.079207 0.079918 0.991105 0.3243
Effect sebagaimana tampak pada Tabel 7 dan Tabel 8 LnPGR -0.041038 0.043608 -0.941064 0.3492
berikut: KSH 0.003266 0.007807 0.418369 0.6767

PDD -0.001843 0.001596 -1.154959 0.2512


Tabel 7
LnBDR -0.048199 0.155283 -0.310395 0.7570
Hasil Estimasi Commont Effect
MSK -0.107676 0.076695 -1.403957 0.1638

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Sumber : hasil olah data
C 0.152202 1.193162 0.127562 0.8988

LnPDRB 0.020066 0.058821 0.341127 0.7338


Keempat, untuk menentukan model yang digunakan
apakah Fixed Effect atau Random Effect dilakukan Uji
LnPGR -0.009646 0.024635 -0.391580 0.6963
Hausman dengan hasil sebagai berikut :
KSH -0.000919 0.004684 -0.196148 0.8449 Tabel 11
PDD -0.000951 0.001089 -0.872766 0.3851 Hasil Uji Chow
LnBDR 0.025215 0.112099 0.224938 0.8225
Chi-Sq.
MSK -0.089778 0.050014 -1.795033 0.0760 Test Summary Chi-Sq. d.f. Prob.
Statistic
Sumber : hasil olah data Cross-section random 6.745640 6 0.3450

Sumber : hasil olah data


Tabel 8
Hasil Estimasi Fixed Effect Dari Tabel 11 di atas diperoleh nilai Prob. Cross-section
random sebesar 0,3450 yang lebih besar dari alpha
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0,05, sehingga kita menerima hipotesis nol (Ho
C -18.99680 15.03596 -1.263424 0.2109 diterima). Maka, berdasarkan hasil uji Hausman ini,
LnPDRB -0.932163 0.270155 -3.450469 0.0010
model yang terbaik (pemilahan) adalah model dengan
metode Fixed Effect.
LnPGR -0.035802 0.024727 -1.447902 0.1524

KSH 0.225837 0.207789 1.086859 0.2811

PDD -0.003528 0.001516 -2.327046 0.0230 4.2.3. Pembahasan


LnBDR 1.006303 0.203171 4.952979 0.0000 Setelah melalui pengujuan normalitas dan asumsi
MSK -0.864909 0.286442 -3.019487 0.0036 klasik serta pemilihan model, maka dapat diperoleh
Sumber : hasil olah data estimasi persamaan regresi data panel dengan
pendekatan Fixed Effect sebagai berikut:
Kedua, hasil uji Chow dengan menggunakan Redundant IGPpit = -18,996 - 0,932PDRB 0,035PGRit + 0,225KSHit
Fixed Effects Tests untuk menentukan model yang 0,003PDDit + 1,006BDRit 0,864MSKit +
digunakan apakah Common Effect atau Fixed Effect
sebagaimana tampak pada Tabel 9 berikut : Berdasarkan persamaan regresi data panel di atas,
dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
Tabel 9 berpengaruh negatif terhadap indeks pertumbuhan
Hasil Uji Chow inklusif. Nilai koefisien variabel pertumbuhan ekonomi

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 235


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

sebesar -0,357, di mana tanda negatif (-) menandakan ini terlihat dari nilai Prob (siginifikansi) hasil analisis
adanya hubungan negatif, yang berarti jika yang bernilai 0.1524 (>0,05).
pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1 persen, maka
indeks pertumbuhan inklusif akan turun sebesar 3,57 Dalam upaya untuk mengurangi tingkat pengangguran,
persen. Hasil ini sejalan dengan apa yang dikemukakan pemerintah kabupaten/kota patut mewaspadai
oleh Ravallion (1996), Son dan Kakwani (2003), terjadinya pergeseran tenaga kerja pada beberapa
Todaro (2006), Bourguignon (2004) dan Mankiew sektor/lapangan usaha.
(2006) bahwa pada negara berkembang seperti
Indonesia, baik secara nasional maupun pada tingkat
derah, pertumbuhan ekonomi terkadang hanya berasal
dari sejumlah golongan masyarakat sehingga manfaat
dari pertumbuhan tidak bersifat inklusif yang pada
akhirnya menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan yang semakin parah (meningkat).

Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada variabel


makro-ekonomi, terutama arus penanaman modal dan
peningkatan ekspor, memang seringkali tidak memiliki
kaitan yang kuat dengan pengentasan penduduk
miskin. Kaitan tersebut menjadi semakin lemah, ketika
arus penanaman modal tersebut lebih banyak Grafik 6. Pertumbuhan Ekonomi
bergerak pada usaha padat modal (misalnya, industri Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan
telekomunikasi) dan sektor-sektor yang memiliki Tahun 2011-2014
elastisitas penyerapan tenaga kerja yang rendah Sumber : BPS (2016), hasil olah data
(misalnya, sektor lembaga keuangan; hotel dan
restoran; listrik, air bersih dan gas). Oleh karena itu, Berdasarkan data pada Grafik 6 di atas, terlihat bahwa
pertumbuhan inklusif (inclusive growth) ataupun pertumbuhan ekonomi pada satu sektor usaha
pertumbuhan berkualitas (the quality of growth) (transportasi, perhotelan dan lainnya) yang menurun
ataupun pertumbuhan yang berpihak kepada kaum diikuti oleh pertumbuhan ekonomi pada sektor
miskin (pro-poor growth), sebagai sebuah terminologi lainnya (pertanian, kehutanan dan lainnya) yang
baru dalam wacana pembangunan dewasa ini, perlu meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang terus
didorong dan diintensifkan di Provinsi Sulawesi menurun pada suatu sektor berdampak pada
Selatan, baik pada tingkatan rencana maupun pada bertambahnya penganguran pada sektor trersebut.
tingkatan implementasi. Konsep ini lebih Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang terus naik
mementingkan dampak ketimbang sekedar angka pada sektor lainnya, justru akan berdampak pada
statistik. pengurangan penganguran karena terserapnya tenaga
kerja.
Hasil penelitian ini juga membuktikan hipotesis
penelitian (dari sisi pengaruh) bahwa pengangguran Peningkatan jumlah pengangguran di kabupaten/kota
akan menjadi penghambat pertumbuhan inklusif. Nilai Provinsi Sulawesi Selatan di satu sektor usaha justru
koefisien regresi variabel pengangguran bertanda diikuti oleh pengurangan pengangguran dan
negatif (-) sebesar -0,035. Hal ini berarti bahwa jika kemiskinan di sektor usaha yang lain karena
tingkat pengangguran meningkat, maka indeks terjadinya pergesaran pendapatan masyarakat
pertumbuhan inklusif menurun. Begitupula sebaliknya, antarsektor usaha tersebut. Perubahan struktur
jika tingkat pengangguran menurun, maka indeks ekonomi pada berbagai sektor usaha yang
pertumbuhan inklusif akan meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan distribusi pendapatan
dijelaskan dari jalur kemiskinan. Secara teori, sektoral tersebut akan mengakibatkan terjadinya
penganguran yang meningkat, akan memicu terjadinya pergeseran daya beli dari pemilik faktor produksi yang
kemiskinan karena banyaknya angkatan kerja yang sektor usahanya mengecil perannya ke pemilik faktor
tidak bekerja, sehingga pendapatan per kapita menjadi produksi yang tengah berkembang. Pengaruh ini
menurun dan menimbulkan kemiskinan. Jika menandakan bahwa di kabupaten/kota di Provinsi
kemiskinan bertambah, pertumbuhan cenderung tidak Sulawesi Selatan telah terjadi pergeseran penyerapan
inklusif, karena kemiskinan dan inklusif adalah dua hal tenaga kerja pada berbagai sektor usaha, yaitu dari
yang saling bertolak belakang. Hal ini juga sektor usaha yang memiliki elastisitas penyerapan
dikonfirmasi dari hasil analisis pada variabel jumlah tenaga kerja yang rendah (misalnya, sektor lembaga
penduduk miskin yang terbukti berpengaruh negatif keuangan, telekomunikasi, hotel dan restoran) ke
terhadap pertumbuhan inklusif. sektor yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga
kerja yang tinggi (misalnya, sektor pertanian,
Meskipun tingkat pengangguran di kabupaten/kota pertambangan, industri pengolahan, dan
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki pengaruh yang perdagangan). Sehingga nampaknya ketika di satu sisi
negatif, namun pengaruh tersebut tidak signifikan. Hal yaitu sektor usaha dengan elastisitas penyerapan

236 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

rendah terdapat peningkatan pengangguran yang justru menurun. Berdasarkan Data Indikator Makro
berakibat pada kemiskinan, di sisi lain yaitu di sektor Sosial Ekonomi Sulawesi Selatan, tercatat bahwa
usaha yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga Angkatan Kerja yaitu penduduk berumur 15 tahun ke
kerja yang tinggi justru mengalami penurunan tingkat atas dimana sebagian besarnya berasal dari lulusan
pengangguran, sehingga mampu menaikkan taraf pendidikan hingga tingkat menengah atas pada tahun
hidup masyarakat di sektor-sektor tersebut yang tiga tahun terakhir relatif bertambah. Namun
berujung pada peningkatan pendapatan (lebih sayangnya peningkatan ini justru diikuti dengan
inklusif). Hal ini dapat dipahami karena sektor usaha peningkatan rasio atau tingkat pengangguran terbuka
di bidang pertanian, pertambangan, industri (Lihat Tabel 12). Artinya, banyak angkatan kerja yang
pengolahan, dan perdagangan masih menjadi telah menempuh pendidikan hingga tingkat
primadona di sebagian besar wilayah kabupaten/kota pendidikan menengah dan telah menjadi angkatan
di Provinsi Sulawesi Selatan yang mampu menyerap kerja, ternyata tidak mampu terserap sebagai tenaga
lebih dari 50% dari jumlah angkatan kerja. kerja di lapangan usaha. Akibatnya, angka tingkat
pengangguran terbuka meningkat. Pengangguran yang
Indeks Kesehatan berpengaruh positif terhadap indeks meningkat tentunya akan menghambat inklusifitas
pertumbuhan inklusif. Artinya, ketika indeks pertumbuhan karena bertambahnya jumlah penduduk
kesehatan pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi yang terancam dengan kemiskinan.
Selatan meningkat, maka indeks pertumbuhan inklusif
juga akan meningkat. Pelayanan kesehatan sebagai Dalam perspektif lainnya, pengaruh negatif ini juga
salah satu bentuk kewajiban pemerintah kepada dapat berarti bahwa jasa atau akses pendidikan yang
masyarakat diimplementasikan oleh Pemerintah memadai belum banyak dirasakan oleh masyarakat
Provinsi Sulawesi Selatan dalam bentuk Program miskin. Permasalahan terkait validasi dan verifikasi
Pelayanan Kesehatan Gratis. Pelayanan Kesehatan data masyarakat miskin masih kerap terjadi sehingga
Gratis yang dicanangkan sejak 1 Juli 2008 oleh masih banyak masyarakat non-miskin yang menerima
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan bantuan pendidikan yang seharusnya hanya ditujukan
Kabupaten/Kota. Sebagai wujud keberpihakan oleh masyarakat miskin. Masfiatun (2014) dalam
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terhadap kajiannya menyebutkan bahwa pada fenomena seperti
pembangunan kesehatan di daerah ini, pemerintah terdapat dugaan bahwa kegiatan jasa tersebut
telah menetapkan alokasi anggaran sektor kesehatan (pendidikan) terjadi fusibility sehingga benefit dari
dalam APBD Provinsi Sulsel yang terus meningkat fasilitas pemerintah tersebut justru lebih banyak
sejak tahun 2012. dinikmati oleh kelompok rumah tangga yang
berpenghasilan tinggi, sehingga pada gilirannya
Tabel 12 memperburuk distribusi pendapatan dan
Jumlah Fasilitas Kesehatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012-2014
Hasil ini tidak sejalan dengan hasil temuan
Fasilitas Banyaknya Fasilitas Kesehatan
Kesehatan di Provinsi Sulawasi Selatan Criswardani (2005), Todaro (2006), Hermanto dan
2011 2012 2013 2014 Dwi (2007). Hal ini dapat dipahami karena objek
Rumah Sakit 86 96 84 88
Puskesmas 423 431 440 446
penelitian-penelitian tersebut mengambil scope yang
Puskesmas
427 421 445 408
lebih luas yaitu nasional. Sementara penelitian ini
Keliling mengambil objek penelitian pada tingkat regional
Klinik/Balai
Kesehatan
0 87 236 143 (kabupaten/kota) yang bisa jadi memiliki karakteristik
Sulawesi Selatan 11354 11539 12136 12141 yang berbeda.
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat (2015)
Tabel 14
Tabel 13 Angka Partisipasi Sekolah, Angkatan Kerja dan
Jumlah Penerima Program Kesehatan Gratis Pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012-2014 (persen) Tahun 2013-2015 (Juta Jiwa)

2012 2013 2014 Unsur 2013 2014 2015


Jaminan Pelayanan Angka Partisipasi
Kesehatan Gratis 45,92 61,75 66,26
Murni Sekolah 53.790 59.100 59.470
Masyarakat Miskin
(SLTA)
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat (2014)
Angkatan Kerja 3.468 3.716 3.706
Temuan menarik dalam penelitian ini adalah bahwa Angkatan Kerja
pendidikan yang diproksi dari angka partisipasi murni yang 0.177 0.189 0.221
sekolah masyarakat pada seluruh jenjang pendidikan Menganggur
dasar dan menengah (SD, SLTP dan SLTA) pada Tingkat
kabupaten/kota berpengaruh negatif terhadap indeks Pengangguran 5.100 5.100 5.950
pertumbuhan inklusif. Artinya, ketika angka partisipasi Terbuka
sekolah meningkat, maka indeks pertumbuhan inklusif Sumber : BPS (2015), data diolah.

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 237


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Selanjutnya, belanja daerah sebagai bentuk peran Pertumbuhan Inklusif (IGP). Dengan pembuktian
alokasi pemerintah dalam pengentasan kemiskinan ini, maka H6 penelitian ini diterima;
memiliki pengaruh yang positif terhadap indeks f. Variabel jumlah penduduk miskin (MSK) memiliki
pertumbuhan inklusif. Artinya, ketika pemerintah pengaruh negatif yang signifikan terhadap
meningkatkan alokasi anggaran pada beberapa sektor variabel Pertumbuhan Inklusif (IGP). Dengan
pembangunan, seperti infrastruktur, pendidikan, sosial pembuktian ini, maka H7 penelitian ini diterima.
dan lainnya, maka indeks pertumbuhan inklusif akan Tabel 16
semakin meningkat. Hal ini dipahami bahwa Hasil Uji Statistik t
pengeluaran atau belanja pemerintah daerah selain
dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan Variable t-Statistic Prob.
terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui C -1.263424 0.2109
LnPDRB -3.450469 0.0010
suatu sistem perlindungan sosial modern yang LnPGR -1.447902 0.1524
meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk KSH 1.086859 0.2811
menghadapi ketidakpastian ekonomi, juga dapat PDD -2.327046 0.0230
LnBDR 4.952979 0.0000
digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator MSK -3.019487 0.0036
pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi Sumber : hasil olah data
kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Hasil ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hasibuan 4.2.4.2. Hasil Uji Statistik F (Secara Simultan).
(2005) dan Alawi (2006).
Tabel 15 Berdasarkan hasil uji F-statistic estimasi model Fixed
Jumlah Belanja Daerah Pemerintah Effect pada Tabel 17 di bawah, diperoleh nilai Prob (F-
Provinsi Sulawesi Selatan statistic) sebesar 0.002 yang lebih kecil dari alpha
Tahun 2011-2014 (Juta Rupiah) 0.05. Hal ini berarti bahwa semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
2011 2012 2013 2014 signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap
Belanja Pegawai 627,707 738,276 791,000 1,020,475
variabel terikat. Dengan pembuktian ini, maka H8
Belanja Bunga 150 50 46,250 16,151
Belanja Hibah 87,495 1,232,931 1,224,982 1,234,945 penelitian ini diterima.
Belanja Bantuan
Sosial
22,099 5,000 2,000 -
Tabel 17
Sumber : DJPK, 2011-2014 Hasil Uji F

4.2.4. Hasil Pengujian Hipotesis F-statistic Prob (F-statistic)


Weighted Statistics
2.343912 0.002218
4.2.4.1. Hasil Uji Statistik t (Secara Parsial). Sumber : hasil olah data

Berdasarkan hasil uji t-statistic estimasi model Fixed Secara ringkas rekapitulasi hasil uji hipotesis
Effect pada Tabel 16 di bawah, diperoleh nilai Prob (t- penelitian dapat digambarkan sebagaimana Tabel 18
statistic) masing-masing variabel bebas yaitu PDRB, berikut :
PGR, KSH, PDD, BDR dan MSK sebesar 0,001 (< 0,05),
0,152(> 0,05), 0,281 ( > 0.05), 0,023 ( <0,50), 0,000 Tabel 18
(< 0,05) dan 0,003 (<0,05) . Hal ini menunjukkan Rekapitulasi Hasil Uji Data Penelitian
bahwa secara parsial :
a. Variabel pertumbuhan ekonomi (PDRB) memiliki Variabel Uji Tanda Signifikansi Hipotesis
pengaruh negatif yang signifikan terhadap LnPDRB - Signifikan Diterima
variabel Pertumbuhan Inklusif (IGP). Dengan - Tidak Ditolak
LnPGR
Signifikan
pembuktian ini, maka H2 penelitian ini diterima;
+ Tidak Ditolak
b. Variabel pengangguran (PGR) memiliki pengaruh KSH
t-statistic Signifikan
negatif yang tidak signifikan terhadap variabel - Tidak Ditolak
PDD
Pertumbuhan Inklusif (IGP). Dengan pembuktian Signifikan
ini, maka H3 penelitian ini ditolak; LnBDR + Signifikan Diterima
MSK - Signifikan Diterima
c. Variabel kesehatan (KSH) memiliki pengaruh Simultan F- + Signifikan Diterima
positif yang tidak signifikan terhadap variabel statistic
Pertumbuhan Inklusif (IGP). Dengan pembuktian Sumber : hasil olah data
ini, maka H4 penelitian ini ditolak;
d. Variabel pendidikan (PDD) memiliki pengaruh
5. KESIMPULAN
negatif yang signifikan terhadap variabel
Pertumbuhan Inklusif (IGP). Dengan pembuktian
ini, maka H5 penelitian ini ditolak; Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan,
e. Variabel belanja daerah (BDR) memiliki pengaruh kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini
positif yang signifikan terhadap variabel adalah :

238 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

1. Fenomena inklusifitas pertumbuhan di Provinsi pengangguran terbukti memiliki pengaruh


Sulawesi Selatan dapat digambarkan sebagai positif terhadap indeks pertumbuhan inklusif;
berikut : c. Kesehatan yang diproksikan oleh nilai Indeks
Kesehatan pada kabupaten/kota terbukti
a. Melalui metode Social Mobility Curve,
pertumbuhan secara total (agrergat) di memiliki pengaruh positif terhadap indeks
Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapai pertumbuhan inklusif;
pertumbuhan inklusif yang sempurna. Nilai d. Pendidikan yang diproksikan oleh partisipasi
Equity Income Index ( ) sebesar 0.59 pada murni sekolah masyarakat pada seluruh
tahun 2011 dan 0.67 pada tahun 2015 jenjang pendidikan dasar dan menengah (SD,
mengindikasikan bahwa pertumbuhan SLTP dan SLTA) pada kabupaten/kota
ekonomi belum banyak berpihak kepada
terbukti memiliki pengaruh negatif dan
masyarakat miskin sebagai pertumbuhan yang
pro-poor. siginifkan terhadap indeks pertumbuhan
inklusif;
b. Melalui metode Poverty-Equivalent Growth e. Belanja Daerah sebagai bentuk peran alokasi
Rate (PEGR), dari keseluruhan periode pemerintah kabupaten/kota terbukti
penelitian, nilai total koefisien pertumbuhan memiliki pengaruh positif dan siginifkan
inklusif untuk Provinsi Sulawesi Selatan tidak terhadap indeks pertumbuhan inklusif;
pernah mencapai tingkat pertumbuhan yang
f. Jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota
inklusif. Artinya, jika dilihat secara umum
(keseluruhan), pertumbuhan ekonomi di menjadi penghambat inklusifitas
Provinsi Sulawesi Selatan belum inklusif. pertumbuhan. Hal ini terlihat dari
Meskipun demikian, jika dilihat berasarkan pengaruhnya yang negatif dan signifikan
capaian tingkat kabupaten/kota, sebagian terhadap indeks pertumbuhan inklusif.
besar kabupaten/kota memiliki koefisien
inklusifitas pertumbuhan terhadap 6. IMPLIKASI KEBIJAKAN
kemiskinan dengan nilai/tanda positif.
Koefisien inklusifitas yang bernilai/bertanda
Implikasi kebijakan yang dapat diusulkan berdasarkan
positif namun lebih kecil dari pertumbuhan
hasil analisis di atas adalah :
ekonomi berarti bahwa penurunan
kemiskinan tetap terjadi seiring dengan
1. Dengan adanya hasil penelitian yang menunjukkan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun
bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi
hasil pertumbuhan tidak didistribusikan
Sulawesi Selatan cenderung berjalan dengan tidak
secara merata dan manfaat pertumbuhan
inklusif, maka hendaknya pemerintah di tingkat
ekonomi tetap diterima oleh penduduk yang
provinsi maupun kabupaten/kota agar lebih fokus
tidak tergolong miskin.
terhadap pemerataan hasil-hasil pembangunan
dan distribusi manfaat dari pertumbuhan tersebut,
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa,
tidak dengan sekedar mengejar pencapaian
koefisien inklusifitas pertumbuhan pada
pertumbuhan setinggi-tingginya. Hal ini dapat
seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
dilakukan dengan membuat program
Selatan dalam menurunkan kemiskinan secara
pembangunan yang langsung ditujukan untuk
umum memiliki nilai yang fluktuatif sepanjang
mengatasi masalah-masalah pertumbuhan yaitu
periode pengamatan. Jumlah kabupaten/kota
kemiskinan dan ketimpangan. Di antara program
yang pertumbuhannya inklusif dalam
yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki
menurunkan kemiskinan jauh lebih sedikit
kualitas pelayanan kesehatan dan alokasi belanja
dibanding kabupaten/kota yang
daerah yang terukur dan tepat sasaran;
pertumbuhannya tidak inklusif. Dengan
2. Pemerintah kabupaten/kota mesti melakukan
kondisi demikian, pertumbuhan ekonomi di
peninjauan dan pengukuran (verifikasi) yang baik
provinsi Sulawesi Selatan dapat dikatakan
terhadap data masyarakat miskin di daerah
tidak inklusif dalam menurunkan kemiskinan.
masing-masing. Hal ini menjadi penting mengingat
banyaknya program pelayanan masyarakat yang
2. Pertumbuhan inklusif di Provinsi Sulawesi Selatan
menjadikan data tersebut sebagai acuan atau basis
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
data, seperti Bantuan Pendidikan Siswa Miskin
a. Pertumbuhan ekonomi yang diproksikan oleh
dan lainnya.
PDRB kabupaten/kota terbukti memiliki
pengaruh negatif dan siginifkan terhadap
indeks pertumbuhan inklusif; DAFTAR PUSTAKA
b. Pengangguran yang diproksikan oleh jumlah
jumlah penduduk usia kerja (15 tahun dan Adams, R. 2004. Economic Growth, Inequality and
Poverty: Estimating the Growth Elasticity of
lebih) yang tidak bekerja dan menjadi

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 239


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Poverty. World Development Vol. 32 No. 12. The Ianchovichina, Elena dan Sussana Lundstrom. 2009.
World Bank. Washington DC. Inclusive Growth Analytics Framework and
Agussalim. (2012). Memaknai Angka Kemiskinan Application. Policy Research Working Paper
Sulawesi Selatan. ________ 4851, The World Bank Economic Policy and
Alawi, N. 2006. Pengaruh Anggaran Belanja Debt DepartmentEconomic Policy Division.
Pembangunan Daerah Terhadap Kemiskinan Klasen, Stephen. 2010. Measuring and Monitoring
Studi Kasus: Kab/Kota di Jawa Tengah tahun Inclusive Growth: Multiple Definitions, Open
2002-2004 Questions, and Some Constructive Proposals. ADB
Ali, Ifzal dan Hyun Hwa Son. 2007. Measuring Inclusive Sustainable Development Working Paper Series.
Growth. Asian Development Review Vol. 24, No. Kuncoro, Mudrajad. 2011. Metode Kuantitatif: Teori
1, pp. 1131. Manila: ADB. dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi.
Anand, Rahul. Saurabh Mishra, and Shanaka J. Peiris. Yogyakarta:UPP STIM YKPN
(2013). Inclusive Growth: Measurement and Mankiw, N.G. 2006. Macroeconomics. Fifth Edition.
Determinant. IMF Working Paper, WP/13/135. Worth Publisher, New York. R. Nurkse, 1953,
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Problems of Capital Formation in Underdeveloped
Bagian Penerbitan STIE YKPN. Countries. Oxford Basis Blackwell.
Asian Development Bank (ADB). 2011. Key Indicators Manurung, J. J. dkk. (2005). Ekonometrika. Cetakan
for Asia and the Pasific 2011: Framework for Pertama. Jakarta: Penerbit Elex Media
Inclusive Growth Indicators, Special Supplement. Computindo.
Manila: ADB. Min Tang. 2008. Inclusive Growth and the New Phase of
Asian Development Bank (ADB). 2010. Key Indicators Poverty Reduction in the Peoples Republic of
for Asia and the Pacific. Asian Development Bank China. Asian Development Review, vol. 25, nos. 1
: Mandaluyong City, Philippines and 2, pp. 8199.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Statistik Indonesia. Myrdal, G. 2000. Obyektivitas Penelitian Sosial. Jakarta:
Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Statistik Sosial dan LP3ES
Ekonomi Rumah Tangga hasil Survei Sosial Octaviani, D. 2001. Inflasi, Pengangguran, dan
Ekonomi Nasional (SUSESNAS)Tahun 2013, Kemiskinan di Indonesia: Analisis Indeks
2014 dan 2015 Forrester Greer & Horbecke. Media Ekonomi, Vol.
Bourguignon, F. 2004. Poverty-Growth-Inequality 7, No. 8, Hal. 100-118.
Triangle, Paper was presented at the Indian Ravallion, M & B. Bidani. 1996. How Robust is Poverty
Council for Research on International Economic Profile?, World Bank Economic Review, Vol 8, pp
Relations, New Delhi, on February 4, 2004. 75-102.
Chriswardani, S. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Rusastra, I W. and Erwidodo. 1998. Growth, equity and
Multidimensional.______ environmental aspect of agricultural development
Damodar, Gujarati and Dawn C. Porter. 2012. Dasar in Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi
dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat. 6(1): 32-41.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Sholihah, Dyah Hapsari Amalina. 2014. Pertumbuhan
2016. Laporan Realisasi Anggaran Belanja Inklusif : Faktor-Faktor yang Memengaruhi dan
Daerah Tahun 2010-2014. Kementerian Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Kelas
Keuangan Republik Indonesia. Menengah di Indonesia. Sekolah Pasca Sarjana :
Ghazali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Institut Pertanian Bogor
Program SPSS, Edisi Ketiga. Semarang: Badan Siregar dan Wahyuniarti. 2007. Pengaruh
Penerbit Universitas Diponegoro. pertumbuhan ekonomi dan faktor lain terhadap
Habito, Cielito F. 2009. Patterns of Inclusive Growth in kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2006
Developing Asia:Insights from an Enhanced Son dan Kakwani. 2003. Pro-poor Growth: Concepts and
Growth-Poverty Elasticity Analysis. Asian Measurement with Country Case Studies. The
Development Bank Institute (ADBI) working Pakistan Development Review, 42: 4 Part 1 pp
paper series No. 145, Tokyo 417-444.
Sukirno. S. 2004. Makroekonomi : Teori Pengantar.
Hasan dan Quibria. 2002. Poverty and Patterns of Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Growth. ERD Working Paper No.18. Economic Suryanarayana, M.H. 2008. Inclusive Growth: What is so
and Research Department. Asian Development exclusive about it?. Indira Gandhi Institute of
Bank. Development Research, Mumbai.
Hasibuan, M. S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Todaro, M. P. 2006. Pembangunan Ekonomi Di Dunia
Manusia, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Ketiga. Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Hermanto dan Dwi. 2007. Dampak Pertumbuhan United Nations (UN). 2015. Economic and Social Survey
Ekonomi terhadap penurunan Jumlah Penduduk of Asia and The Pacific 2015: Making Growth
Miskin. Paper Ekonomi, Jakarta More Inclusive for Sustainable Development.
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Bangkok: United Nations Publication.
2016.http://sipd.bangda.kemendagri.go.id/data
center/index.php?page=indeks_gini

240 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Winarno, W. W. (2007). Analisis Ekonometrika dan


Statistika Dengan Eviews. Yogyakarta: UPP STIM
YPKN Yogyakarta.

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 241


PERTUMBUHAN INKLUSIF DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Azwar

Lampiran 1
Hasil Estimasi Common Effect

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LnPDRB 0.020066 0.058821 0.341127 0.7338


LnPGR -0.009646 0.024635 -0.391580 0.6963
KSH -0.000919 0.004684 -0.196148 0.8449
PDD -0.000951 0.001089 -0.872766 0.3851
LnBDR 0.025215 0.112099 0.224938 0.8225
MSK -0.089778 0.050014 -1.795033 0.0760
C 0.152202 1.193162 0.127562 0.8988
R-squared 0.064581 Mean dependent var 0.135785
Adjusted R-squared 0.001519 S.D. dependent var 0.202135
S.E. of regression 0.196878 Sum squared resid 3.449724
F-statistic 1.024087 Durbin-Watson stat 2.034894
Prob(F-statistic) 0.415007

Hasil Estimasi Fixed Effect

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LnPDRB -0.932163 0.270155 -3.450469 0.0010


LnPGR -0.035802 0.024727 -1.447902 0.1524
KSH 0.225837 0.207789 1.086859 0.2811
PDD -0.003528 0.001516 -2.327046 0.0230
LnBDR 1.006303 0.203171 4.952979 0.0000
MSK -0.864909 0.286442 -3.019487 0.0036
C -18.99680 15.03596 -1.263424 0.2109
R-squared 0.507365 Mean dependent var 0.168378
Adjusted R-squared 0.290904 S.D. dependent var 0.251709
S.E. of regression 0.200610 Sum squared resid 2.656120
F-statistic 2.343912 Durbin-Watson stat 2.428106
Prob(F-statistic) 0.002218

Hasil Estimasi Random Effect

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LnPDRB 0.079207 0.079918 0.991105 0.3243


LnPGR -0.041038 0.043608 -0.941064 0.3492
KSH 0.003266 0.007807 0.418369 0.6767
PDD -0.001843 0.001596 -1.154959 0.2512
LnBDR -0.048199 0.155283 -0.310395 0.7570
MSK -0.107676 0.076695 -1.403957 0.1638
C 0.826562 1.778201 0.464831 0.6432
R-squared 0.093913 Mean dependent var 0.110729
Adjusted R-squared 0.032829 S.D. dependent var 0.204122
S.E. of regression 0.200743 Sum squared resid 3.586517
F-statistic 1.537433 Durbin-Watson stat 2.021616
Prob(F-statistic) 0.175194

242 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


INDEKS SUBJEK
JURNAL BPPK
Volume 9 Nomor 2, 2016

Accrued, 160, 163, 164, 169, 170, 171, 172, 177, 178 kemiskinan, 110, 111, 113, 117, 118, 119, 120, 129, 182,
Agregate Output, 199 199, 200, 201, 204, 205, 207, 208, 209, 211, 212, 216,
analisis, 2 217, 218, 219, 220, 222, 223, 224, 225, 226, 227, 228,
Batas usia pensiun, 160, 163, 171, 172, 178 230, 232, 233, 236, 237, 238, 239, 240
belanja modal, 111, 115, 116, 117, 118, 120, 199, 210, 211, Kepabeanan, 123, 126, 131, 132, 133, 134, 140, 141, 143
212 ketimpangan fiskal, 112
Benefit, 160, 163, 164, 169, 178 keuangan, i
civil servant expenditure, 110 Korupsi, 123, 126, 127, 128, 129, 130, 134, 135, 136, 137,
conditional grants, 146, 148, 149, 150, 154, 156, 158 138, 139, 140, 141, 142, 143
Control belief, 130 legislation approach, 123
Corruption Perception Index, 130 macroeconomics, 181
Cost, 160, 163, 164, 169, 178 moneter, 112, 174, 175, 181, 182, 187, 204
Cukai, 123, 124, 125, 126, 127, 130, 131, 132, 133, 134, negara, i, 6
135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 191, 192 Opini Audit, 160
DAK, 111, 112, 148, 151, 154 organisasi, 2
Dana, 111, 113, 122, 140, 147, 156, 158, 160, 162, 163, otonomi daerah, 110, 111, 112, 115, 120, 146, 150, 152,
164, 167, 169, 170, 175, 178, 179 157
Darwin, ii owned revenue, 110
data, 2, 6 PAD, 110, 111, 113, 114, 115, 118, 119, 120, 146, 147, 148,
data panel, 199 150, 152, 153, 155, 156, 157, 158
DAU, 111, 113, 116, 117, 118, 147, 148, 150 pegawai negeri sipil, 160, 161, 173
daya beli, 174, 175, 182, 183, 236 Pemberantasan korupsi, 123
DBH, 111, 113, 148, 150, 153, 157 Pemeriksaan Pendahuluan, 146
decentralization, 110, 112, 121, 146 pemungutan, 124, 130, 131, 157
desentralisasi fiskal, 110, 112, 113, 114, 146, 152 pengeluaran fungsi pendidikan, 146, 151, 156, 157
DJBC, 124, 125, 127, 131, 133, 134, 136, 137, 138, 139, Pensiun, 160, 161, 162, 163, 164, 167, 169, 170, 171, 172,
143, 144 175, 176, 178, 179
economic, 199 pertumbuhan ekonomi, 113, 114, 119, 129, 130, 174, 175,
Economy, 181 181, 182, 183, 192, 195, 200, 203, 204, 212, 216, 217,
education, 146, 216 218, 219, 220, 221, 222, 223, 224, 225, 226, 227, 228,
ekonomi, i 230, 231, 232, 233, 234, 235, 236, 237, 238, 239, 240
ekspor, 124, 131, 135, 139, 174, 175, 181, 182, 183, 191, Pertumbuhan ekonomi, 119, 181, 192, 195, 196, 200, 223,
192, 193, 194, 195, 196, 201, 204, 209, 236 226, 227, 230, 232, 236, 239
ekstensifikasi pajak, 146, 158 poor society, 110
evaluasi, i Poorness Rate, 199
expenditure assignment, 113, 114 program anti korupsi, 123
fiscal capacity, 110, 111, 114 resistensi, 216
fiscal capacity index, 110 revenue assignment, 113, 114
fiscal transfer, 110, 113 Saham, 110
flypaper effect, 146, 147, 148, 149, 155, 157, 158 sumber daya manusia, 110, 124, 129, 137, 146, 151, 157,
Forecasting, 181, 196 203, 205, 210, 225
Government spending, 199, 200, 209 tingkat harga, 183, 187
Gstar, 181 Transfer ke Daerah, 111, 112
hukum normatif, 123, 126 unconditional grants, 146, 148, 149, 150, 153, 155, 156,
Human Development Index, 199, 203, 205 157
Indonesia, i, 123, 2, 3 Unemployment Rate, 199
Inflation, 181, 196 variabel, 2
Inklusif, 216, 219, 220, 222, 223, 227, 230, 233, 238, 240 variance decomposition, 123
internasional, 2
jasa, 2

Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016 242.1


PETUNJUK BAGI (CALON) PENULIS JURNAL BPPK

1. Sebagai pra-syarat dalam mengirimkan artikel untuk dapat diterbitkan pada Jurnal BPPK, penulis
diwajibkan mengirimkan (calon) artikel Jurnal BPPK yang dilengkapi:
Surat pernyataan orisinalitas karya bermaterai cukup (Rp 6.000,-),
Lembar Identitas Artikel Jurnal BPPK,
Curriculum Vitae.
Format terlampir.

2. Artikel yang diajukan diketik dengan program Microsoft Word atau program pengolah kata sejenis
dan disimpan dalam format docx menggunakan huruf Cambria, ukuran 10 pts, spasi tunggal,
dicetak pada kertas A4 dengan panjang 15 s.d. 30 halaman, dan diserahkan dalam bentuk
hardcopy/cetak sebanyak 1 eksemplar beserta softcopy-nya. Pengiriman Artikel softcop yjuga dapat
dilakukan melalui e-mail ke alamat: jurnalbppk@gmail.com.

3. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian adalah

a. Judul
Penulisan judul tidak lebih dari 14 kata, dicetak dengan huruf kapital, center, Cambria 14.

b. Nama Penulis
Nama Penulis ditulis tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal tempat peneliti melakukan
penelitian.Dalam hal artikel ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis
utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama wajib
mencantumkan alamat korespondensi dan/atau e-mail.

c. Abstrak disertai kata kunci


Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Panjang
masing-masing abstrak tidak lebih dari 150 kata yang disertai dengan 3-5 kata kunci. Abstrak
minimal berisi judul, tujuan, metode dan hasil penelitian.
Penulisan Abstrak yang berbahasa Inggris mengacu pada kaidah penulisan abtrak karya ilmiah
yang berlaku umum secara internasional. Dalam hal penerjemahan abstrak bahasa Indonesia ke
dalam bahasa Inggris, penulis tidak diperkenankan melakukan copy-paste langsung dari
software/aplikasi/web penerjemah bahasa. Untuk keperluan translasi direkomendasikan
menggunakan jasa penerjemah tersumpah. Adapun biaya yang muncul atas penggunaan jasa
tersebut menjadi tanggung jawab penulis artikel.

d. Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan latar belakang riset, rumusan masalah, pernyataan tujuan dan (jika
dipandang perlu) organisasi penulisan artikel.

e. Kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis


Memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan logis untuk
mengembangkan hipotesis atau proporsi riset dan model riset.

f. Metode riset/penelitian
Menguraikan metode seleksi dan pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional
variabel, dan metode analisis data.

g. Hasil dan pembahasan


Menjelaskan analisis data riset dan deskripsi statistik yang diperlukan

242.2 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


h. Kesimpulan
Memuat simpulan hasil riset, temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan
penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf.

i. Implikasi dan keterbatasan


Menjelaskan implikasi temuan dan keterbatasan riset, serta jika perlu saran yang dikemukakan
peneliti untuk riset yang akan datang.

j. Daftar Pustaka
Memuat sumber-sumber pustaka atau referensi yang dikutip di dalam penulisan artikel. Hanya
sumber yang diacu yang dimuat dalam daftar referensi ini. Untuk keseragaman penulisan,
Daftar Pustaka ditulis sesuai dengan format American Psychological Association (APA)

k. Lampiran
Memuat tabel, gambar dan instrumen riset yang digunakan

4. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam PEDOMAN
PENULISAN ARTIKEL ILMIAH JURNAL BPPK atau merujuk pada tata cara yang digunakan dalam
artikel yang telah dimuat. Artikelberbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan dan istilah-istilah yang telah dibakukan oleh Pusat Bahasa.

5. Semua Artikel ditelaah secara anonim oleh Dewan Editor yang ditunjuk oleh Sekretariat Jurnal
BPPK menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan
perbaikan atau revisi artikel atas dasar rekomendasi/saran dari Dewan Editor atau penyunting.
Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan diberitahunkan secara tertulis.

6. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan, penggunaan software/aplikasi komputer


untuk pembuatan artikel atau hal lainnya yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) yang dilakukan oleh penulis, berikut konsekuensi hokum yang mungkin timbul, menjadi
tanggung jawab penuh penulis artikel.

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 242.3


SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
ARTIKEL JURNAL BPPK
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama Penulis Artikel : ................................................................................................................................
NIP/NRM : ................................................................................................................................
Pangkat / Golongan : ................................................................................................................................
Jabatan : ................................................................................................................................
dengan ini menyatakan bahwa artikel yang saya susun dengan judul :

JUDUL ARTIKEL UNTUK JURNAL BPPK


(Huruf Tebal)

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari artikel orang lain.
Artikel ini belum pernah dipublikasikan pada jurnal atau media yang lain dan akan diserahkan kepada
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) untuk digandakan, diperbanyak dan/atau
disebarluaskan. Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk sanki pidana.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan bilamana
diperlukan.

........................, .............................................
Pembuat Pernyataan

Materai
Rp6.000,00

......................................................................
NIP

Catatan:
Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan penulis dan bilamana diperlukan, Softcopy surat pernyataan ini dapat diminta melalui
email: jurnalbppk@gmail.com

242.4 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016


FORMULIR CURRICULUM VITAE PENULIS ARTIKEL JURNAL BPPK

Nama Lengkap :
Tempat/Tgl Lahir :
Jabatan Sekarang :
Unit Kerja :
NIP/NRM/Gol. :
No. Rekeneing : Bank Cabang
NPWP :
Email :
No HP :

Riwayat Pendidikan :
Jenjang Gelar Universitas Tahun
D1
D3
D4/S1
S2
S3

Riwayat Pekerjaan:
Jabatan Unit Kerja/Organisasi Periode

Penghargaan/Award/Acknowledged Reward:

Bidang Keilmuan yang Diminati:

Catatan:
Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan penulis dan bilamana diperlukan, Softcopy Form CV ini dapat diminta melalui
email: jurnalbppk@gmail.com

Jurnal BPPK, Volume 9 Nomor 2, 2016 242.5


LEMBAR IDENTITAS ARTIKEL JURNAL BPPK
Judul Artikel

Beri tanda ( ) pada yang telah disediakan sesuai keadaan yang sebenarnya:

a. Jenis Artikel
Hasil pemikiran pada ______________________________________ (bulan dan tahun)
Hasil penelitian tahun _____________________________________ (bulan dan tahun)

b. Hubungan dengan penelitian lain sebelumnya


Penelitian/Pemikiran baru
Ringkasan/Short version Skripsi karya sendiridengan judul __________________________________________________
_______________________________________________________________________________________________________________________

Ringkasan/Short version Thesis karya sendiri dengan judul ___________________________________________________


_______________________________________________________________________________________________________________________

Kajian atau karya Ilmiah lain karya sendiri karya sendiri yaitu _______________________________________________
dengan judul _______________________________________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________

Lainnya, sebutkan: _________________________________________________________________________________________________

c. Tempat Penulis melakukan Penelitian/Pemikiran pada Artikel ini


Tempat Kerja yaitu ________________________________________________________________________________________________
Sewaktu Pendidikan program_________________________________________________________(nama program studi dan jenjang)
di ___________________________________________________________________________________________ (nama universitas dan negara)

Lainnya, yaitu ______________________________________________________________________________________________________

d. Sumber Pembiayaan dalam melakukan Penelitian/Pemikiran pada Artikel ini


Sendiri
Lainnnya, yaitu: ____________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________________________________________________
Dengan ini saya menyatakan bahwa data yang saya isi pada formulir ini adalah benar adanya dan tanpa rekayasa.
Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan termasuk sangsi pidana.
........................, ....................................................
Penulis Artikel,

.............................................................................

242.6 Jurnal BPPK Volume 9 Nomor 2, 2016

Anda mungkin juga menyukai