Taufiq Widyantoro
NIP 197204041997031001
Penanggungjawab:
Kepala Kanwil DItjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau
Didyk Choiroel
Ketua
Kepala Bidang PPA II
Taufiq Widyantoro
Wakil Ketua:
Haryando Anil
Penulis:
Muhamad Ameer Noor
Didi Setyopurwanto
Kontributor:
Jaruli Simanullang
Mas Nursanto
Seti Gautama Adi Nugroho
“Pemerintah perlu Rasio belanja pembangunan manusia dan rasio belanja pendukung sektor
meningkatkan porsi ekonomi unggulan di Kepri relatif masih rendah dibandingkan rata-rata nasional. Selain
belanja infrastruktur
untuk itu, terjadi penurunan porsi belanja modal sebesar 398 basis poin (YoY) menjadi 21,82%
mempertahankan di tahun 2016. Mengingat semakin ketatnya kompetisi wilayah industri di ASEAN,
daya Tarik investasi”
pemerintah perlu memperbaiki pola alokasi belanjanya di Kepri dengan meningkatkan
porsi belanja modal (infrastruktur) untuk mempertahankan daya tarik investasi.
“Tarif, beban Perkembangan negatif ditunjukkan oleh BLU dan BLUD. Dari sisi BLU, BP
operasional, dan
kualitas layanan Batam sebagai satu-satunya BLU di Kepri mengalami penurunan PNBP di tengah-
RSUD perlu tengah wacana kenaikan UWTO. Di sisi BLUD, RSUD lingkup Kepri mencetak laporan
dievaluasi”
laba/rugi negatif. Untuk menghindari terbebaninya APBD dan tidak tercapainya tujuan
peningkatan layanan BLUD, Pemda perlu mengevaluasi kinerja operasional RSUD baik
dari sisi kesesuaian tarif, beban operasional, dan kualitas layanan.
“PDAM Tirta Kepri Penerusan pinjaman tahun 2016 mengarah pada kebijakan penghapusan utang
sebaiknya
memanfaatkan PDAM Tirta Kepri yang diperkirakan menurunkan Debt to Equity Ratio (DER) dan Debt
momentum to Income (DTI) hingga 38.474 dan 8.000 basis poin. Untuk itu, PDAM sebaiknya segera
penghapusan utang
untuk ekspansi” mencari investor untuk melakukan ekspansi usaha mengingat akses air minum baru
mencapai 72% dari target tahun 2019 sebesar 100%.
“Skema KUR sektoral Penyaluran KUR tahun 2016 masih didominasi oleh sektor perdagangan
dengan kuota perlu
segera diselesaikan” (69,98%). Pemerintah pusat sebaiknya segera menyelesaikan skema KUR sektoral
dengan kuota masing-masing untuk mendorong sektor produktif seperti perikanan,
pertanian, pariwisata, dan industri.
infrastruktur”
pembangunan memanfaatkan fasilitas Pusat Logistik Berikat (PLB), serta koordinasi yang lebih
intensif antara Satker penanggungjawab pembangunan infrastruktur, Badan
Pertanahan Nasional), dan Pemda.
“Optimalisasi 6. Terdapat risiko fiskal Pemda dari volatilitas harga migas dan ketergantungan akan
penerimaan dan
struktur belanja yang dana transfer. Untuk itu, Pemda perlu mengoptimalisasi sektor-sektor penerimaan
produktif akan yang potensial dan mengoptimalkan struktur belanjanya untuk belanja produktif
menciptakan
ketahanan fiskal” yang akan menciptakan sumber penerimaan baru di masa depan.
“Peningkatan 7. Terjadi paradoks antara peningkatan kapasitas fiskal BP Batam (melalui kenaikan
pungutan BP Batam
UWTO) dengan perkembangan industri di Kepri yang lesu. Untuk itu, BP Batam
perlu disertai
assessment yang perlu membuat Regulatory Impact Assessment yang mengakomodir kondisi
komprehensif dan
ekonomi terkini, menaikkan UWTO secara progresif agar tidak menimbulkan
belanja”
perbaikan struktur
economic shock, serta memperbanyak porsi infrastruktur dalam struktur belanjanya
untuk menjamin dampak positif dari peningkatan kapasitas fiskal lebih besar dari
opportunity cost yang ditimbulkan bagi pengusaha.
1.2. TUJUAN
Secara lebih spesifik, tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Kajian
Fiskal Regional antara lain:
1. Mendukung pencapaian tujuan makroekonomi seperti pertumbuhan ekonomi,
penciptaan lapangan kerja, pengendalian inflasi, pengentasan kemiskinan,
pemerataan pendapatan, dan pengelolaan fiskal yang berkesinambungan.
2. Mendukung pencapaian fungsi APBN dan APBD terkait alokasi, distribusi, dan
stabilisasi dengan menyediakan analisis, evaluasi, informasi, dan rekomendasi
untuk penyusunan kebijakan fiskal.
1.4. DATA
Data-data yang digunakan untuk kajian fiskal regional meliputi data
perekonomian, fiskal, dan data lainnya yang relevan. Berdasarkan jenis dan sumbernya,
data tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Data primer dari Kementerian Keuangan dan yang diperoleh secara langsung
melalui wawancara dan pelaksanaan focus group discussion.
2. Data sekunder dari Badan Pusat Statistik, Pemda Lingkup Kepri, Bank Indonesia,
BP Batam, PDAM Tirta Kepri, Bloomberg, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perhubungan, Department of Statistics Malaysia, Statistics
Singapore, World Bank, Kementerian ESDM, Dewan Energi Nasional, Political and
Economic Risk Consultancy, PLN, Dewan Energi Nasional, ASEAN Secreatariat,
U.S. Energy Information Administration, dan Thompson Reuters.
PEREKONOMIAN REGIONAL
Tantangan Potensi
Fiskal Ekonomi
Daerah Regional
Bab I Pendahuluan sebagai acuan pelaksanaan kajian. Bab ini berisi mekanisme
penelitian secara berurutan dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, data yang
digunakan, metode penelitian, dan ditutup dengan sistematika penulisan.
Daerah (RPJMD)”
target Pemerintah Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menargetkan pertumbuhan sebesar 5,70%.
Dihitung dengan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), nilai PDRB Kepri mencapai
Rp.216,58 triliun. Nilai PDRB ADHB tersebut menyumbang 7,77% terhadap PDRB
Pulau Sumatera, sedangkan PDRB Pulau Sumatera sendiri menyumbang 22,03%
terhadap perekonomian Indonesia.
“Perlambatan Kinerja perekonomian Kepri yang kurang baik pada tahun 2016 antara lain
pertumbuhan disebabkan kerentanan Kepri terhadap pengaruh perekonomian global yang baru
ekonomi Kepri
didorong oleh membaik di semester akhir 2016 dan menurunnya iklim investasi di Kepri. Lokasi Kepri
ketergantungan
pada jalur perdagangan internasional mendorong karakteristik sebagian besar industri
terhadap ekonomi
iklim investasi”
global dan penurunan di Kepri menjadi bagian dari supply chain produksi sehingga Kepri lebih rentan terhadap
kondisi perekonomian global dibandingkan Indonesia sendiri. Turunnya iklim investasi
di Kepri antara lain disebabkan oleh tingkat upah yang sempat melonjak hingga 45,51%
di tahun 2013, dualisme otoritas BP Batam dan Pemda, perombakan BP Batam dan
pembentukan KEK Batam yang tertunda, wacana kenaikan tarif Uang Wajib Tahunan
Otorita (UWTO) yang cukup signifikan, serta persaingan penawaran daerah investasi
yang kompetitif dari negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
“Sektor Industri Dilihat dari sisi penawaran, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif di
Pengolahan yang tahun 2016 dengan pertumbuhan tertinggi diraih oleh sektor Perdagangan yang
memiliki porsi
terbesar dalam bertumbuh hingga 9,54% dan pertumbuhan terendah diduduki oleh sektor Industri
perekonomian Kepri Pengolahan (3,36%). Alasan perlambatan pertumbuhan ekonomi Kepri sebagaimana
mencetak
pertumbuhan dikemukakan sebelumnya menjadi penyebab utama rendahnya pertumbuhan sektor
2016”
terlambat di tahun Industri Pengolahan.
Namun demikian, karena porsinya yang besar dalam ekonomi Kepri (37,75%;
PDRB ADHK), sektor Industri Pengolahan tetap menjadi penyumbang tertinggi
pertumbuhan ekonomi. Dari 5,03% pertumbuhan ekonomi yang dicetak Kepri, 129 basis
poin berasal dari pertumbuhan sektor Industri Pengolahan. sektor Pertambangan dan
Penggalian menjadi penyumbang terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 98 basis
poin, didorong oleh perbaikan harga komoditas di pasar dunia pada paruh kedua tahun
2016. Di posisi ketiga, sektor konstruksi yang sempat lesu di awal tahun 2016,
mengalami rebound di pertengahan tahun dan menyumbang 77 poin. Sektor
perdagangan yang porsi ekonominya relatif kecil (7,89%; PDRB ADHK) mencetak rekor
yang mengejutkan dengan turut berkontribusi 72 poin.
Indikasi lesunya sektor Industri Pengolahan di tahun 2016 juga didukung oleh “Sejalan dengan
data penyerapan tenaga kerja sektor Industri Pengolahan Lingkup Kepri dari BPS. rendahnya
pertumbuhan output
Dalam waktu satu tahun, tenaga kerja sektor industri menurun tajam -30,51% dari 207 sektor Industri
Pengolahan, tenaga
ribu menjadi 144 ribu. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat ± 63 ribu tenaga kerja
kerja di sektor
sektor Industri Pengolahan yang kehilangan pekerjaannya pada tahun 2016. Jumlah tersebut mengalami
yang besar tersebut juga merepresentasikan 6,73% dari jumlah angkatan kerja di Kepri signifikan”
penurunan yang
Tabel II-2 Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010
Pertumbuhan Sumber Distribusi
Sumber Penggunaan/Pengeluaran 2016 (C to C) Pertumbuhan 2016
1. Konsumsi Rumah Tangga 6,82% 2,51 40,15%
2. Konsumsi LNPRT -1,88% -0,00 0,24%
3. Konsumsi Pemerintah 4,82% 0,26 6,69%
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 2,44% 0,95 44,30%
5. Perubahan Inventori -38,95% -0,18 0,34%
6. Ekspor Barang dan Jasa Luar Negeri 0,03% 0,02 89,98%
7. Impor Barang dan Jasa Luar Negeri -2,76% 1,93 75,79%
8. Ekspor Barang dan Jasa Antar Wilayah 9,11% 74,00%
-0,47
9. Impor Barang dan Jasa Antar Wilayah 10,07% 79,92%
PDRB 5,03% 5,03 100%
Sumber: BPS Kepri (diolah)
“Berbeda dengan Dilihat dari sumber pertumbuhannya, kontributor utama pertumbuhan ekonomi
kondisi ekonomi Kepri di tahun 2016 adalah konsumsi rumah tangga (251 basis poin), penurunan impor
nasional yang
didominasi oleh luar negeri (193 basis poin), dan pembentukan modal tetap bruto (95 basis poin). Dilihat
konsumsi rumah
dari distribusi (dengan menggabungkan ekspor dan impor menjadi net ekspor),
tangga, ekonomi
Kepri lebih banyak perekonomian Kepri masih didominasi oleh investasi (pembentukan modal tetap bruto)
disumbang dari
investasi” dan konsumi (rumah tangga) dengan porsi masing-masing 44,30% dan 40,15%
walaupun pertumbuhan keduanya mengalami perlambatan.
Perekonomian tahun 2017 diharapkan dapat memasuki fase rebound dengan
dorongan dari sisi konsumsi dan investasi. Dari sisi konsumsi, optimisme konsumen
mulai terlihat dari perkiraan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2017 oleh BPS.
ITK meningkat menjadi 105,24 dari 100,86 pada triwulan sebelumnya. Dari sisi
investasi, apabila pemerintah dapat mempercepat perombakan BP Batam dan
pembentukan KEK Batam, maka gairah investasi di Kepri dapat kembali membaik.
perekonomian”
perekonomian yang sedang lesu. bagi kondisi
Kebijakan ekspansif tersebut
tercermin dalam BI Rate yang
dipangkas hingga 100 poin menjadi
*) Suku Bunga Bank Umum
Sumber: Bank Indonesia 6,50% per Juli 2016. Untuk
mendorong transmisi kebijakan moneter, BI juga memperkenalkan suku bunga acuan
baru, yakni 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7RRR), yang mulai berlaku di bulan agustus.
Sampai dengan akhir tahun 2016, BI kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan
memangkas 50 basis poin BI 7RRR dari 5,25% menjadi 4,75%.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, pihak perbankan juga sudah mulai
menurunkan suku bunga dengan rata-rata penurunan sebesar 77 basis poin sepanjang
tahun 2016 untuk kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi (Bank Umum). Walaupun
tidak sebesar pemangkasan dari BI, penurunan yang terjadi di tengah kenaikan Non
Performing Loans (NPL) dinilai cukup baik.
Pada tahun 2017, konsolidasi kredit macet pada perbankan dan transmisi
kebijakan moneter dari BI semakin menunjukkan hasilnya sehingga dapat membantu
memulihkan pertumbuhan ekonomi.
“Inflasi komponen Dilihat dari kelompok pengeluarannya, inflasi terbesar di Kepri terjadi pada
tembakau yang tinggi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, serta kelompok makanan jadi,
cukai”
didorong kenaikan
minuman, rokok, dan tembakau dengan kenaikan masing-masing 5,09% dan 4,56%.
Pada kelompok pertama, inflasi didorong oleh komponen transportasi yang meningkat
hingga 5,95%. Pada kelompok kedua, inflasi didorong oleh komponen tembakau dan
minuman beralkohol yang melonjak hingga 11,09% akibat kenaikan cukai.
“Phillips Curve Dikaitkan dengan teori ekonom, Gambar II-5 Scatter Plot Hubungan Inflasi dan Tingkat
dengan data Kepri A.W. Phillips, yang menjelaskan Pengangguran Terbuka (Phillips Curve)
mengindikasikan
terjadinya trade-off mengenai hubungan terbalik antara 20%
inflasi dengan
pengangguran”
tingkat pengangguran dan inflasi dalam 15% y = -0,35x + 0,0754
Phillips Curve, data perbandingan 10%
TPT
“Singapura, China, Singapura, China, Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
dan Malaysia dan Malaysia merupakan Rp11.000 Rp3.500
merupakan mitra
dagang terbesar mitra dagang terbesar
Rp10.500 Rp3.000
mencapai 56,78%”
Kepri dengan porsi
Provinsi Kepulauan Riau
Rp10.000 Rp2.500
dengan gabungan porsi
ketiganya mencapai Rp9.500 Rp2.000
56,78% dari total nilai
Rp9.000 Rp1.500
perdagangan di Kepri. Nilai SGD (LHS) MYR (RHS)
CNY (RHS) Linear (SGD (LHS))
tukar rupiah terhadap Linear (MYR (RHS)) Linear (CNY (RHS))
ketiga mata uang dari Sumber: Bank Indonesia (diolah)
negara tersebut cenderung menguat pada tahun 2016, sebagaimana tercermin dari
garis tren linear masing-masing mata uang yang menurun pada grafik dibawah.
“IDR menguat Sepanjang tahun 2016 nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dollar
terhadap SGD, CNY, Singapura (SGD), Ringgit Malaysia (MYR), dan Renminbi China (CNY) terapresiasi
dan MYR sepanjang
2016 masing-masing 4,71%, 6,78% dan 9,37%. Hal tersebut menunjukkan bahwa di tengah-
Tabel II-3 Perkembangan IPM Provinsi Kepulauan Riau Periode Tahun 2010-2015
Indeks Pembangunan Manusia Pertumbuhan
Wilayah
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2014-2015 2010-2015
Kabupaten Bintan 69,87 70,47 71,01 71,31 71,65 71,92 0,38% 2,93%
Kabupaten Karimun 66,40 66,82 67,67 68,52 68,72 69,21 0,71% 4,23%
Kabupaten Natuna 66,29 67,76 68,80 70,06 70,06 70,87 1,16% 6,91%
Kabupaten Lingga 57,36 58,51 59,38 60,13 60,75 61,28 0,87% 6,83%
Kabupaten Kepulauan Anambas 63,03 63,71 64,32 64,86 65,12 65,86 1,14% 4,49%
Kota Batam 76,98 77,82 78,39 78,65 79,13 79,34 0,27% 3,07%
Kota Tanjungpinang 73,76 74,86 75,91 76,70 77,29 77,57 0,36% 5,17%
Provinsi Kepulauan Riau 71,13 71,61 72,36 73,02 73,40 73,75 0,48% 3,68%
Indonesia 66,53 67,09 67,70 68,31 68,90 69,55 0,94% 4,54%
Sumber: BPS Kepri
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terakhir (tahun 2015)
menunjukkan bahwa , terdapat 3 Kabupaten/Kota yang memiliki IPM di bawah Nasional
yakni Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas.
“IPM Kepri menduduki Kepri dengan IPM sebesar 73,75 merupakan Provinsi dengan IPM ke-empat
peringkat 4 Nasional” tertinggi di Indonesia, dua peringkat di atas Riau, induk daerah sebelum pemekaran,
Sep-14
Mar-15
Sep-15
Mar-11
Sep-11
Mar-12
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Mar-16
Sep-16
menurun 14 basis poin
Perkotaan Perdesaan
dibandingkan Maret 2016. Kep.Riau Nasional
Penurunan tersebut menguatkan Sumber: BPS (Pusat & Kepri)
tren HCI-P0 di Kepri yang telah menurun 156 basis poin sejak Maret 2011. Di tingkat
nasional, HCI-P0 mendapat ranking 7 dari 34 provinsi. Bahkan, persentase di Kepri lebih
rendah 486 basis poin dibandingkan angka Nasional (10,70%).
Namun demikian, pencapaian tersebut masih terpaut 31 basis poin dari target
pada RPJMD (5,53%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah harus berkerja
lebih keras untuk dapat mencapai target tahun 2017 (5,28%).
Berdasarkan pembagian wilayahnya, Perdesaan di Kepri terus mengalami
peningkatan persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun di saat persentase
penduduk miskin di Perkotaan terus menurun. Meningkatnya kemiskinan di perdesaan
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan Dana Desa hingga 124,46% di tahun 2016
masih harus dioptimalkan kembali untuk pemberdayaan perekonomian masyarakat.
“Rokok menjadi Dilihat dari komponen penyumbang kemiskinan di Perdesaan, Rokok menjadi
kontributor utama kontributor utama dengan porsi 19,73% terhadap garis kemiskinan. Hal ini bertepatan
garis kemiskinan di
perdesaan” dengan kebijakan peningkatan cukai rokok yang terjadi di tahun 2016. Untuk mencegah
permasalahan lebih lanjut, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan masyarakat, unit-
unit pemerintah terkait harus menggiatkan sosialisasi anti rokok di perdesaaan.
Mar-11
Mar-12
Mar-13
Mar-14
Mar-15
Mar-16
Sep-14
Sep-11
Sep-12
Sep-13
Sep-15
Sep-16
Mar-14
Mar-11
Mar-12
Mar-13
Mar-15
Mar-16
Sep-11
Sep-12
Sep-13
Sep-14
Sep-15
Sep-16
Perkotaan Perdesaan Kep.Riau Nasional
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Dilihat dari Indeks P1 dan P2, kondisi kemiskinan di Kepri juga lebih baik “Kedalaman
dibandingkan nasional. Per September 2016, P1 Kepri sebesar 0,890 saat P1 nasional kemiskinan dan
keparahan
sebesar 1,740, sedangkan P2 Kepri sebesar 0,147 saat P2 nasional sebesar 0,440. kemiskinan di Kepri
Selisih antara P1 Kepri dan P1 Nasional menunjukkan bahwa jarak antara relatif rendah”
pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan di Kepri relatif lebih dekat,
sedangkan selisih P2 menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk
miskin di Kepri relatif lebih tipis. Dengan kondisi tersebut strategi penanggulangan
kemiskinan di Kepri dapat difokuskan pada pemerataan kue ekonomi untuk daerah
miskin karena penduduk miskinnya sendiri sudah hampir keluar dari jurang kemiskinan.
“Tenaga kerja sektor Gambar II-12 Perkembangan Tenaga Kerja Industri Memburuknya TPT di Kepri
industri yang & Informal (dalam ribuan orang) disebabkan oleh buruknya kinerja sektor
merupakan 350
Kontributor utama Industri Informal Industri akibat tingkat upah yang sempat
ekonomi Kepri 300 Expon.(Industri) Expon.(Informal) melonjak 45,51% tahun 2013, dualisme
menurun dan mulai
terserap oleh sektor 250 otoritas BP Batam dan Pemda,
informal”
200 pembentukan KEK Batam yang tertunda,
150 wacana kenaikan UWTO, serta kompetisi
“Target TPT dalam Capaian TPT tahun 2016 Gambar II-13 Scatter Plot Hubungan Pertumbuhan
RPJMD meleset. meleset 119 basis poin dari target Ekonomi dan Tingkat Pengangguran (Okun’s Law)
Pemerintah perlu
meningkatkan 6,50% pada RPJMD. Hal ini terjadi 8%
Δ Perubahan Pertumbuhan
pertumbuhan untuk
bersamaan dengan melambatnya y = -0,5917x + 0,0017
mencapai target TPT 6%
di tahun-tahun pertumbuhan perekonomian Kepri.
berikutnya”
Ekonomi YoY
4%
Arthur Melvin Okun dalam
Okun’s Law atau Okun’s Rule of Thumb 2%
Tabel III-1 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
2014 2015 2016
Uraian
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
A.Pendapatan 7.323,12 7.673,22 9.631,50 7.663,84 9.864,58 7.787,57
Penerimaan Pajak 6.206,10 6.528,07 8.328,22 6.259,21 8.637,51 6.386,29
Penerimaan Negara Bukan
1.084,35 1.114,61 1.067,37 1.278,22 1.171,21 1.376,66
Pajak (PNBP)
Hibah 32,67 30,54 235,91 126,41 55,86 24,62
B.Belanja Negara 12.861,33 11.603,44 12.375,65 11.540,25 14.543,04 13.442,23
Belanja Pemerintah Pusat 4.724,99 4.196,08 6.482,28 5.612,25 6.287,49 5.385,82
Transfer ke Daerah 8.136,34 7.407,36 5.893,37 5.928,00 8.255,55 8.056,41
C.Surplus (Defisit) (A-B) (5.538,21) (3.930,22) (2.744,15) (3.876,41) (4.678,46) (5.654,66)
Sumber: Monev PA dan OM SPAN DJPBN, DJP, dan DJBC Kemenkeu (diolah)
104,78%
perekonomian yang kurang mendukung menjadi
79,75%
90,22%
78,94%
93,25%
92,43%
penyebab utama penurunan tersebut.
2014 - Pendapatan
persentase realisasi tahun 2015 walaupun realisasi anggaran dan
2015 - Pendapatan
2016 - Pendapatan
2014 - Belanja
2015 - Belanja
menurun”
2016 - Belanja
belanja sedikit
lelang proyek di awal tahun 2016 sudah berjalan
baik. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
penghematan anggaran belanja pada semester II
2016 sebagai antisipasi terhadap realisasi
Sumber: Monev PA dan OM SPAN DJPBN, DJP,
pendapatan yang diperkirakan meleset. dan DJBC Kemenkeu (diolah);
dan PBB”
peningkatan PPh,PPN,
2,34% dengan Pajak Penghasilan (PPh) yang meningkat Rp.167,40 miliar menjadi
Tabel III-2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Kepulauan Riau
(dalam miliaran Rupiah)
2014 2015 2016*
Jenis Pendapatan
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %
Pendapatan Pajak Dalam Negeri 5.108,21 5.497,34 107,62 7.860,46 5.900,01 75,06 8.271,14 6.037,90 73,00
Pajak Penghasilan (PPh) 4.304,78 4.652,33 108,07 6.627,69 5.079,42 76,64 6.898,52 5.246,81 76,06
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 748,55 763,41 101,99 1.088,50 710,77 65,30 1.190,41 741,95 62,33
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2,49 29,20 1173,68 28,67 24,41 85,16 23,75 26,40 111,17
Cukai 5,08 5,97 117,42 19,43 22,53 115,94 7,23 11,34 156,87
Pajak Lainnya 47,31 46,43 98,14 96,17 62,88 65,39 151,23 11,39 7,53
Pendapatan Pajak
1.097,89 1.030,73 93,88 467,76 359,21 76,79 366,37 348,39 95,09
Perdagangan Internasional
Bea Masuk 651,83 660,34 101,30 467,72 359,17 76,79 365,80 346,74 94,79
Bea Keluar 446,05 370,39 83,04 0,03 0,03 96,19 0,57 1,65 291,88
Total Penerimaan Perpajakan 6.206,10 6.528,07 105,19% 8.328,22 6.259,21 75,16% 8.637,51 6.386,29 73,94%
Sumber: OM SPAN DJPBN, DJP, dan DJBC Kemenkeu (diolah)
Dilihat dari kinerja perpajakan, tax ratio atau rasio penerimaan perpajakan “Tax Ratio Kepri jauh
pemerintah pusat terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi di bawah rata-rata
nasional karena
Kepulauan Riau memang berada jauh di bawah tax ratio nasional sebesar ±11%. adanya
pemberlakuan Free
Trade Zone”
Rendahnya tax ratio di Provinsi Kepulauan Riau disebabkan oleh pemberian insentif
fiskal berupa pembebasan pajak, khususnya di area Free Trade Zone Batam.
Namun demikian, tax ratio penerimaan perpajakan di Provinsi Kepulauan Riau “Tax Ratio Kepri terus
juga terus mengalami penurunan. Pada tahun 2015 tax ratio penerimaan perpajakan menurun dengan
penurunan tertinggi
turun 47 basis poin dari 3,61% Gambar III-2 Perkembangan Tax to GRDP Ratio Kepri
komponen PPI”
terjadi pada
di tahun 2014. Di tahun 2016, 4%
rasio pajak kembali turun 19
basis poin menjadi 2,95%. 3%
Berdasarkan jenis
pajaknya, Pajak Perdagangan 2%
Internasional (PPI) mengalami
penurunan tax ratio terbesar
1%
selama periode tahun 2014-
2016 (41 basis poin). Hal
0%
tersebut juga sejalan dengan 2014 2015 2016
nominal peneriman PPI yang Total 3,61% 3,14% 2,95%
PPh 2,57% 2,55% 2,42%
anjlok. Pada periode yang
PPN 0,42% 0,36% 0,34%
sama, Pajak Penghasilan (PPh)
PPI 0,57% 0,18% 0,16%
dan Pajak Pertambahan Nilai Sumber: Monev PA DJPBN, DJP, DJBC Kemenkeu dan BPS Kepri (diolah);
“Pertumbuhan PNBP Dilihat dari kinerjanya, rasio PNBP terhadap PDRB mengalami penurunan dari
tidak mampu 0,641% di tahun 2015 menjadi 0,636% di tahun 2016. Penurunan PNBP ratio tersebut
mengejar
pertumbuhan dapat diartikan bahwa peningkatan penerimaan PNBP Kepri belum mampu
ekonomi di Kepri ” mengimbangi kecepatan pertumbuhan ekonomi di Kepri.
Tabel III-3 Perkembangan PNBP Pemerintah Pusat di Kepri Berdasarkan Jenis (dalam miliaran rupiah)
Tahun 2015 Tahun 2016
Jenis PNBP
Realisasi Porsi PNBP Realisasi Porsi PNBP
1.Pendapatan dari Pengelolaan BMN 19,54 1,53% 12,15 0,88%
2.Pendapatan Iuran dan Denda 2,87 0,22% 3,55 0,26%
3.Pendapatan Lain-Lain 10,65 0,83% 49,07 3,56%
PNBP Umum 33,06 2,59% 64,77 4,70%
1.Pertambangan Umum - 0,00% - 0,00%
2.Kehutanan - 0,00% - 0,00%
3.Perikanan - 0,00% - 0,00%
4.Jasa 210,30 16,45% 309,46 22,48%
5.Kejaksaan dan Peradilan 7,38 0,58% 12,07 0,88%
6.Pendidikan 32,41 2,54% 39,67 2,88%
7.Pendapatan Gratifikasi 10,16 0,79% 11,38 0,83%
8.Badan Layanan Umum (BLU) 984,91 77,05% 939,30 68,23%
PNBP Fungsional 1.245,15 97,41% 1.311,89 95,30%
Sumber: OM SPAN DJPBN Kemenkeu (Diolah);
“Pendapatan hibah Penerimaan hibah di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2016 sebesar
tahun 2016 anjlok - Rp.24,62 miliar, anjlok -81,81% dibandingkan tahun 2015. Selisih komponen Hibah
ada pilkada ”
81,81% karena tidak
Langsung Dalam Negeri (HLD) hingga Rp.101,46 miliar menjadi penyebab penurunan
tersebut. Tingginya HLD di tahun 2015 disebabkan oleh adanya hibah untuk
Tabel III-4 Penerimaan Hibah Pemerintah Pusat di Kepri Berdasarkan Sumber (dalam miliaran Rupiah)
2014 2015 2016
Jenis Hibah
Realisasi Porsi Hibah Realisasi Porsi Hibah Realisasi Porsi Hibah
Hibah Luar Negeri (HLN) 1,42 4,64% 2,39 1,89% 2,06 8,37%
Hibah Langsung Dalam
27,70 90,72% 124,02 98,11% 22,56 91,63%
Negeri (HLD)
Hibah Langsung Luar
1,42 4,64% - 0,00% - 0,00%
Negeri (HLL)
Sumber: Monev PA DJPBN Kemenkeu (Diolah);
y = -50,65x - 0,2979
(PNBP) malah bertumbuh di saat
25%
perekonomian mengalami
perlambatan. Sehingga, dapat 5%
y = 2,6946x + 0,0508
disimpulkan bahwa pada lingkup -15%
Kepri, penerimaan pajak relatif sensitif
-35%
terhadap kondisi perekonomian, -1,0% -0,9% -0,8% -0,7% -0,6% -0,5%
sedangkan PNBP relatif resilien Δ Perubahan Pertumbuhan Ekonomi
terhadap kondisi perekonomian. Sumber: BPS Kepri dan Kemenkeu (Diolah)
“Perombakan direksi Alokasi belanja pada 10 pagu K/L terbesar di tahun 2016 mencapai Rp.5,50
diduga mendorong triliun dengan tingkat penyerapan 86,01%. Dari 10 K/L tersebut, alokasi BA 112 (BP
Batam”
lonjakan anggaran BP
Batam) mengalami peningkatan YoY tertinggi baik secara nominal (Rp.533,82 miliar)
maupun secara persentase (42,80%), setelah mengalami perombakan jajaran direksi di
awal tahun. Di sisi lain, BA 022 (Kementerian Perhubungan) dan BA 042 (Kementerian
Ristek dan Dikti) mengalami penurunan YoY terbesar, dengan persentase penurunan
masing-masing -45,84% dan -56,60%. Penurunan di BA 022 disebabkan oleh telah
terselesaikannya beberapa proyek pelabuhan di tahun 2015, sedangkan penurunan di
BA 042 disebabkan oleh terselesaikannya beberapa proyek renovasi sarana dan
prasarana kampus di tahun 2015.
Prioritas utama pemerintah pusat untuk Kepri adalah pada bidang ekonomi “Share fungsi
sebagaimana tercermin dari share pagunya yang terus meningkat dari 45,81% di tahun ekonomi terus
meningkat sejalan
2014, 48,65% di tahun 2015, hingga 53,65% di tahun 2016. Di sisi lain, tren realisasi dengan
fungsi ekonomi masih belum sejalan sebagaimana tercermin dari penurunan pemrioritasan
pemerintah”
penyerapan hingga 398 basis poin di tahun 2016. Namun demikian, hal tersebut terjadi
di tengah-tengah kondisi penghematan anggaran tahun 2016. Fungsi ekonomi memiliki
komponen proyek yang banyak, ketika proyek-proyek belum dilelang sampai dengan
pertengahan tahun 2016 (berpotensi tidak terealisasi), pemerintah menjadikan proyek-
proyek tersebut sebagai sasaran penghematan.
Fungsi Perumahan dan Fasum mengalami penurunan penyerapan terbesar di “Penyerapan fungsi
tahun 2016 (1.546 basis poin). Penyebabnya adalah terdapat beberapa proyek bernilai perumahan dan
fasum anjlok 1.546
signifikan yang belum terselesaikan di akhir tahun 2016 seperti Bendungan Sei Gong basis poin”
yang terlambat dilelang dengan sisa pagu Rp.37,17 miliar, serta proyek sanitasi
anambas yang terkena permasalahan lahan dengan sisa pagu Rp.12,83 miliar.
Fungsi Pariwisata dan Budaya mendapatkan peningkatan alokasi YoY terbesar “Alokasi fungsi
secara persentase (78,18%) walaupun share-nya baru 0,04% dari pagu belanja pariwisata meroket
78,18%”
agregat. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pariwisata dan budaya sudah
mendapat perhatian lebih namun masih kurang terprioritaskan. Untuk merealisasikan
wacana diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi Kepri, diperlukan perhatian lebih
untuk menggali potensi pariwisata dan budaya di wilayah Kepri yang sangat besar.
“Alokasi belanja Alokasi pagu belanja modal mengalami penurunan nominal YoY terbesar
modal dan bantuan (Rp.736,16 miliar), sedangkan belanja bantuan sosial mengalami penurunan
sosial menurun
tajam” persentase YoY tertinggi (-86,34%). Penurunan pagu belanja modal disebabkan oleh
terselesaikannya beberapa proyek infrastruktur di tahun 2015 dan tidak dianggarkan
kembali di tahun 2016. Penurunan pagu belanja bantuan sosial disebabkan oleh
kebijakan baru dimana Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, dan Kementerian
Pendidikan dan Budaya tidak lagi menyalurkan bantuan sosial.
Tabel III-8 Indikator Kapasitas dan Efisiensi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2016
(dalam miliaran Rupiah)
Uraian Provinsi Kepri Nasional
Rasio dana kelolaan belanja non pegawai 0,03 0,04
Rasio belanja modal APBN-APBD 0,85 0,83
Rasio belanja terhadap populasi Rp.3.186.766,19 Rp.5.126.308,36
Rasio belanja pegawai 0,22 0,26
Rasio belanja modal 0,30 0,21
Sumber: Monev PA & OM SPAN DJPBN, DJPK Kemenkeu, BPS Kepri & Pusat, dan Pemda Lingkup Kepri (Diolah)
“Alokasi anggaran Rasio dana kelolaan belanja non pegawai digunakan untuk mengukur beban
DK/TP/UB di Kepri Pemerintah Pusat dalam membiayai belanja non pegawai Pemda. Kecilnya rasio di atas
lebih efisien
dibandingkan rata- menunjukkan bahwa belanja non pegawai yang dikelola Pemda jauh lebih banyak
rata nasional” menggunakan APBD dibandingkan APBN (Kewenangan DK/TP/UB). Rasio di Kepri
(0,03) yang lebih kecil dari rasio tingkat nasional (0,04) juga menunjukkan bahwa
pengalokasian APBN dalam kewenangan DK/TP/UB di Kepri lebih efisien karena
Pemda relatif lebih banyak menggunakan dana APBD.
“Peranan belanja Rasio belanja modal APBN-APBD membandingkan peranan Pemerintah Pusat
modal Pemda
dominan di Kepri”
dan Pemda dalam mengalokasikan belanja modal. Nilai di bawah 1 menunjukkan
bahwa Pemda lebih banyak mengalokasikan belanja modal dibandingkan Pemerintah
kapasitas pemerintah pusat di regional Kepri (Rp.3,2 juta per orang) untuk membiayai dari-rata nasional”
Kepri lebih rendah
layanan publik masih lebih rendah dibandingkan rata-rata kapasitas pemerintah pusat
di tingkat nasional (Rp.5,1 juta per orang).
Rasio belanja pegawai digunakan untuk melihat efisiensi pemerintah pusat “Alokasi belanja
dalam mengalokasikan anggarannya. Semakin kecil rasionya, semakin efisien belanja pegawai di Kepri lebih
pemerintah karena porsi belanja pegawai yang merupakan belanja konsumtif semakin rata-rata nasional”
efisien dibandingkan
sedikit. Perbandingan rasio tersebut menunjukkan bahwa belanja pegawai di Kepri lebih
efisien karena hanya menghabiskan 22% dari total pagu APBN dibandingkan 26% dari
total pagu di tingkat nasional.
Rasio belanja modal digunakan untuk melihat pemanfaatan kapasitas “Alokasi belanja
pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggarannya. Semakin besar rasionya, modal di Kepri lebih
baik dibandingkan
semakin baik pemanfaatan anggaran karena porsi belanja modal yang merupakan rata-rata nasional”
belanja modal semakin besar. Perbandingan rasio tersebut menunjukkan bahwa
belanja modal di Kepri lebih baik karena berporsi hingga 30% dari total pagu APBN
dibandingkan 21% dari total pagu di tingkat nasional.
(infrastruktur)”
adalah jalur ekonomi
regional Kepri, 0,24 di tingkat nasional), disusul oleh belanja pendidikan dan belanja
kesehatan. Hal tersebut juga sejalan administrasi Kabinet Kerja yang mengalihkan
belanja tidak produktif (subsidi) menjadi belanja infrastruktur. Dalam konteks komparatif,
pemrioritasan anggaran pemerintah pusat di regional Kepri untuk kepentingan
pembangunan masih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional, sebagaimana
tercermin dari ketiga rasio belanja pembangunan manusia di Kepri yang lebih kecil.
Tabel III-10 Rasio Belanja Pemerintah Pusat Pendukung Sektor dan Subsektor Ekonomi Unggulan
Kategori Belanja Porsi (%) PDRB (Sektor) Porsi (%) Rasio
Belanja Infrastruktur 20,71 Sektor Konstruksi 17,94 1,155
Belanja Subfungsi Bahan
0,00 Sektor Listrik & Gas 1,14 0,000
Bakar dan Energi
Subsektor logam dasar dan subsektor
Belanja Subfungsi Industri 0,06 Industri elektronik (Sektor Industri 37,33 0,002
Pengolahan)
Belanja Fungsi Pariwisata 0,09 Subsektor Penyediaan Akomodasi 1,09 0,080
Belanja Kemaritiman
6,05 Subsektor Angkutan Laut 1,00 6,074
Bidang Perhubungan Laut
Belanja Kemaritiman
1,01 Subsektor Perikanan 2,36 0,428
Bidang Perikanan
Sumber: Monev PA & OM SPAN DJPBN dan BPS Kepri (Diolah)
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
Kondisi ideal dimana perekonomian dan fiskal saling mendorong satu sama lain ”Eksekusi belanja
tersebut pada kenyataannya tidak selalu terjadi. Pajak yang dikenakan pada yang lambat dan
banyaknya belanja
masyarakat akan menarik uang yang seharusnya beredar dalam perekonomian. konsumtif dapat
menciptakan
Semakin lama pajak tersebut tidak dikeluarkan kembali sebagai belanja pemerintah
opportunity cost yang
manfaatnya”
pada perekonomian, semakin tinggi opportunity cost dari situasi dimana uang tersebut lebih tinggi dari
tetap di tangan masyarakat. Timbulnya opportunity cost juga terjadi pada kondisi
dimana pajak yang ditarik dijadikan belanja pemerintah yang lebih banyak bersifat
konsumtif, alih-alih menjadi stimulus, yang terjadi hanya penundaan dan pergeseran
belanja konsumtif dari masyarakat ke pemerintah. Hal serupa juga berlaku untuk belanja
pemerintah yang dibiayai dari pembiayaan. Berdasarkan nilainya, stimulus yang
disuntikkan ke perekonomian akan bertambah dalam jangka pendek namun, dalam
jangka panjang timbul kewajiban untuk membayar denda dan pokok hutang. Oleh
Tenaga Kerja. Analisis regresi dilakukan dengan menggunakan aplikasi Eviews 8.1 dan
bertujuan untuk melihat pengaruh belanja APBN terhadap indikator ekonomi. Hasil
regresi tersebut menunjukkan bahwa APBN memiliki efek multiplier 23,27 kali terhadap
PDRB Kepri namun tidak berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Pada analisis regresi APBN per Kabupaten/Kota sebagai variabel independen
dan PDRB ADHB per Kabupaten/Kota sebagai variabel dependen, digunakan fixed
effect untuk mengakomodir heteroskedastisitas atau kondisi awal perekonomian setiap
Kabupaten/Kota yang berbeda. Hasil regresi tersebut adalah sebagai berikut.
Gambar III-5 Pengujian Ekonometri Belanja APBN terhadap PDRB Kabupaten/Kota lingkup Kepri
Dependent Variable: PDRB?
Method: Pooled Least Squares
Date: 01/08/16 Time: 13:51
Sample: 2010 2014
Included observations: 5
Cross-sections included: 7
Total pool (balanced) observations: 35
Effects Specification
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
Gambar III-6 Pengujian Ekonometri Belanja APBN terhadap Penyerapan Tenaga Kerja lingkup Kepri
Dependent Variable: PTK?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/22/15 Time: 23:44
Sample: 2012/II 2015/I
Included observations: 6
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 36
White cross-section standard errors & covariance (no d.f. correction)
Effects Specification
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
“Penguatan Alokasi dana perimbangan untuk Kepri pada tahun 2016 mencapai Rp.8,26
desentralisasi triliun, melonjak hingga 40,08% dibandingkan tahun 2015. Lonjakan alokasi tersebut
alokasi transfer ”
mendorong lonjakan
sejalan dengan kebijakan fiskal tahun 2016 untuk meningkatkan derajat desentralisasi
dalam rangka pelaksanaan pembangunan dari pinggiran dan merata. Komponen utama
yang mendorong lonjakan tersebut adalah DAU dengan kenaikan Rp.1,06 triliun dan
DBH dengan kenaikan Rp.618,81 miliar.
Perbaikan harga migas sejak pertengahan tahun 2016, disertai dengan
implementasi skema bagi hasil baru dengan kontraktor migas yang baru, gross split,
diharapkan dapat meningkatkan kembali gairah sektor migas di Kepri mulai tahun 2017.
Meningkatnya kinerja sektor migas akan kembali meningkatkan kontribusi DBH dalam
komposisi dana transfer di Kepri. DBH sendiri berkontribusi 53,18% terhadap dana
3.5.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum
BP Batam yang mulai resmi menerapkan PPK-BLU berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tanggal 4 Februari 2011, merupakan BLU dengan
jenis layanan pengelola kawasan, bersifat non-sruktural/non-eselon, serta bertindak
sebagai regulator kawasan sekaligus sebagai operator.
Terlepas dari signifikansi kenaikan pagu anggaran BP Batam di tahun 2016 ”Nilai asset dan
*Data 2016 per Triwulan III; Sumber: Monev PA DJPBN Kemenkeu dan LK BP Batam (diolah)
ekuitas BP Batam
(42,80% atau Rp.533,81 miliar), nilai ekuitas BP Batam menurun -0,54%. Hal tersebut menurun karena
menunjukkan bahwa depresiasi asset BP Batam masih lebih besar dibandingkan rendahnya realisasi
belanja modal ”
realisasi belanja modalnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, porsi belanja modal BP
Batam memang relatif kecil dibandingkan porsi belanja barangnya. Pagu belanja modal
BP Batam senilai Rp.623,62 miliar atau hanya berporsi 35,01% dari pagu agregat
sedangkan share pagu belanja barang mencapai 64,99%. Ketimpangan tersebut lebih
besar lagi dalam konteks realisasi dimana sampai akhir tahun 2016 realisasi belanja
modal hanya 59,45% sedangkan realisasi belanja barang mencapai 90,41%.
Dalam membiayai pagu belanja BLU-nya yang mencapai Rp.1,46 triliun, BP
memiliki layanan penghasil PNBP BLU yang sangat beragam, yakni:
a. Sembilan pelabuhan laut yang terdiri dari pelabuhan umum, terminal internasional,
terminal domestik dan beberapa pelabuhan khusus.
Tabel III-13 Kemandirian Satker BLU di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
2015 2016
Satuan Kerja
Pagu BLU % Pagu Lain % Pagu BLU % Pagu Lain %
BP Batam 909,05 72,88 338,24 27,12 1.458,86 81,91 322,24 18,09
Sumber: Monev PA DJPBN Kemenkeu (diolah)
“Tingkat kemandiran Dilihat dari alokasi pagu, tingkat kemandirian BP Batam di tahun 2016 meningkat
BP Batam meningkat
903 basis poin”
signifikan (903 basis poin) dari 72,88% menjadi 81,91%. Hal tersebut menjadi sentimen
positif di tengah perombakan jajaran direksi BP Batam dan rencana perombakan
sebagian wilayah Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri. Dengan
kinerja pengelolaan keuangan yang lebih baik, BP Batam diharapkan dapat lebih aktif
menjadi motor perekonomian Kepri di tahun-tahun berikutnya.
“3 satker pendidikan Per akhir tahun 2016 terdapat 5 satker yang berpotensi menerapkan PPK-BLU
dan 2 satker di lingkup Kepri. 3 satker bergerak di bidang layanan pendidikan yang memang secara
pelabuhan di Kepri
berpotensi menjadi proses bisnis sangat memungkinkan dibuat BLU. 2 Satker lainnya bergerak di bidang
BLU”
layanan ekonomi sub-bidang transportasi (pelabuhan) dengan kriteria porsi pagu PNBP
terakhir di atas 40%. Penerapan PPK-BLU pada pelabuhan juga sesuai dengan
Tabel III-14 Satuan Kerja PNBP yang Berpotensi menjadi BLU (dalam miliaran Rupiah)
Pagu 2015 Pagu 2016
Satuan Kerja Layanan Lain- Porsi Lain- Porsi
PNBP PNBP
nya PNBP nya PNBP
Politeknik Negeri Batam Pendidikan 16,21 124,97 11,48% 21,73 45,84 32,16%
Universitas Maritim Raja Ali Haji Pendidikan
14,61 139,05 9,51% 16,30 44,09 26,99%
(UMRAH)
Politeknik Kesehatan Tanjungpinang Pendidikan 3,28 6,36 34,00% 3,02 17,52 14,72%
Kantor Kesyahbandaran dan Ekonomi
12,52 2,56 83,00% 3,18 3,59 46,96%
Otoritas Pelabuhan Pulau Sambu (Transportasi)
Kantor Kesyahbandaran dan Ekonomi
Otoritas Pelabuhan Tanjung Balai (Transportasi) 5,34 50,06 9,65% 6,00 8,35 41,85%
Karimun
Sumber: Monev PA Perbendaharaan (diolah)
Porsi PNBP pada satker potensial dengan layanan pendidikan rata-rata “Hilangnya anggaran
proyek mendorong
meningkat di TA 2016 karena telah selesainya proyek pembangunan fasilitas kampus peningkatan porsi
dari Rupiah Murni di tahun 2015. Hal serupa juga terjadi pada KSOP Tanjung Balai PNBP”
Karimun dimana pagu belanja modal senilai Rp.45,35 miliar di tahun 2015 dihilangkan.
Pada tahun 2016, Pemerintah Pusat memutuskan untuk menghapus utang “Hutang PDAM Tirta
PDAM dalam rangka pencapaian sasaran 100% akses air bersih. PDAM Tirta Kepri Kepri dihapuskan
pada akhir tahun
termasuk salah satu PDAM yang berhasil menyelesaikan persyaratan administratifnya 2016”
sehingga per akhir tahun 2016, kewajiban pembayaran utang PDAM Tirta Kepri telah
dihapuskan dan pada tahun 2017 peresmian penutupan utang akan dilaksanakan.
Untuk mengukur dampak penghapusan utang tersebut terhadap kinerja PDAM,
digunakan dua indikator finansial yakni Debt to Equity Ratio (DER) atau Rasio Utang
Pada Ekuitas dan Debt to Income Ratio (DTI) atau Rasio Pembayaran Utang Pada
Tabel III-16 Simulasi Dampak Penghapusan Utang Terhadap Keuangan PDAM Tirta Kepri
Sebelum Setelah Perubahan
Indikator Finansial
Penghapusan (a) Penghapusan (b) (a-b)
Debt to Equity Ratio (DER) 436,74% <18,00% Berkurang 38.474 basis poin
Debt to Income Ratio (DTI) 81,00% <1,00% Berkurang 8.000 basis poin
Sumber: SLIM DJPBN Kemenkeu dan LK PDAM Tirta Kepri (diolah)
“Kondisi keuangan Hasil analisis finansial dengan menggunakan rasio utang pada ekuitas (DER)
PDAM Tirta Kepri dan rasio pembayaran utang pada pendapatan (DTI) PDAM Tirta Kepri sebelum
sebelum
penghapusan utang penghapusan utang menunjukkan bahwa:
tidak sehat” 1. Nilai DER terakhir sebelum penghapusan mencapai 436,74% sehingga dapat
diartikan bahwa utang PDAM 4 kali lebih besar dari asset bersihnya.
2. Nilai DTI rata-rata sebelum penghapusan mencapai 81,00% sehingga dapat
diartikan bahwa PDAM hanya memiliki sisa 19,00% dari pendapatan untuk dapat
berinvestasi pada peningkatan layanannya.
“Penghapusan utang Hasil simulasi dampak penghapusan utang terhadap keuangan PDAM Tirta
mendorong PDAM
Kepri menunjukkan bahwa:
TIrta Kepri menjadi
layak investasi” 1. Penurunan DER diperkirakan lebih dari 38.474 basis poin sehingga DER menjadi
kurang dari 18,00%. Hal ini membuka peluang bagi PDAM Tirta Kepri guna menarik
minat investor/lembaga pembiayaan untuk melaksanakan pengembangan usaha.
2. Penurunan DTI diperkirakan lebih dari 8.000 basis poin sehingga DTI menjadi
kurang dari 1,00%. Mengacu pada rata-rata pendapatan PDAM Tirta Kepri dalam
3 tahun terakhir, PDAM Tirta Kepri diperkirakan memiliki ekstra Rp.1,65 miliar per
tahun yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas layanannya.
“Kredit program Kredit program merupakan program pemerintah pusat untuk mempermudah
bertujuan akses pembiayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bertujuan
mempermudah
pembiayaan bagi untuk memajukan UMKM dan menciptakan resiliensi perekonomian Indonesia. Saat ini,
UMKM dan
menciptakan
pemerintah telah mengintegrasikan berbagai skema kredit program menjadi Kredit
resiliensi ekonomi” Usaha Rakyat (KUR) dengan sumber pendanaan dari Perbankan. Pemerintah
melakukan intervensi dengan mensubsidi bunga KUR sehingga bunga efektif yang
ditanggung oleh pelaku usaha dapat ditekan hingga 9%.
KUR di Kepri tahun 2016 dengan porsi masing-masing bedasarkan nilai akad adalah penyaluran di Kepri”
mendominasi
rendahnya penyaluran KUR TKI disinyalir karena lokasi yang berdekatan tersebut
malah dimanfaatkan menjadi praktek TKI illegal. TKI illegal tidak terdaftar di instansi
pemerintah sehingga tidak dapat memanfaatkan KUR TKI. Permasalahan TKI illegal ini
memang telah lama menjadi permasalahan di Kepri (Batam Pos, 2017).
Berdasarkan Bank Penyalurnya, penyaluran KUR Mikro didominasi oleh Bank “BRI menjadi
Rakyat Indonesia (BRI) dengan porsi 93,05% dari total KUR Mikro tahun 2016. Pada penyalur utama KUR
Mikro, sedangkan
penyaluran KUR Ritel, Bank Rakyat Indonesia (BNI) dan Bank mandiri mendominasi penyalur utama KUR
dengan porsi masing-masing 51,56% dan 34,48% dari total KUR Ritel tahun 2016. Ritel adalah BNI”
Untuk penyaluran KUR TKI, 76,83% dari total nilai akad KUR TKI disalurkan oleh Bank
Sinarmas, sedangkan sisanya disalurkan oleh BRI. Selain empat Bank tersebut,
penyalur KUR lainnya di Kepri adalah Bank Pembangunan Daerah Riau kepri.
Tabel III-17 Penyaluran KUR di Kepri Berdasarkan Skema dan Bank (dalam miliaran rupiah)
Tahun 2015 Tahun 2016 Perubahan
No. Skema - Bank
Akad Debitur Akad Debitur Akad Debitur
1 Mikro - BRI 40,51 2.487 257,38 14.455 535,36% 481,22%
2 Mikro - Bank Mandiri 6,57 331 18,87 901 187,28% 172,21%
3 Mikro - Lainnya 0,20 7 0,35 19 79,28% 171,43%
4 Ritel - BNI 52,41 194 162,16 627 209,41% 223,20%
5 Ritel - Bank Mandiri 39,70 397 108,46 943 173,19% 137,53%
6 Ritel - Lainnya 11,82 55 43,89 180 271,35% 227,27%
7 TKI - - 0,08 7 n/a n/a
Total 151,20 3.471 591,20 17.132 290,99% 393,58%
Sumber: SIKP DJPBN Kemenkeu (Diolah)
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran KUR di Kepri tahun 2016 “Fesibilitas sektor
perdagangan di mata
didominasi oleh sektor perdagangan dengan share 69,98% dari nilai akad total. Sektor bank penyalur
dengan share terbesar ke-2, 3, dan 4, yakni pertanian, akomodasi dan rumah makan, menjadikannya paling
dominan dalam
serta perikanan hanya mendapat share masing-masing 6,27%, 5,61%, dan 4,36%. penyaluran KUR”
Dikaitkan dengan sektor ekonomi yang ingin dikembangkan oleh pemerintah di Kepri,
yakni perikanan, pariwisata, dan pertanian, penyaluran KUR ini menjadi kurang tepat.
“Penyaluran KUR Dilihat dari wilayah administrasi penyaluran KUR lingkup Provinsi Kepulauan
pada Kab./Kota di Riau di tahun 2016, penyebaran KUR relatif sudah merata apabila dibobot berdasarkan
Kepri relatif merata
dibandingkan dengan jumlah populasi di masing-masing wilayah. Secara nilai akad, Bintan, Karimun, Natuna,
porsi populasi
Lingga, Kepulauan Anambas, Batam dan Tanjungpinang masing-masing mendapatkan
masing-masing”
porsi 10,71% 11,79%, 3,11%, 3,23%, 3,01%, 52,15%, dan 15,99%. Secara jumlah
debitur, share masing-masing Kabupaten/Kota adalah 13,44%, 10,78%, 4,50%, 7,31%,
5,69%, 41,13% dan 17,16%. Sejalan dengan proporsi tersebut, share populasi
Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Kepulauan Riau secara berturut-turut adalah 19,85%,
9,54%, 3,25%, 4,21%, 1,85%, 52,24%, dan 9,07%3
Tabel III-18 Penyaluran KUR di Kepri Berdasarkan Wilayah Kabupaten/Kota
Tahun 2015 Tahun 2016 Perubahan
No. Kabupaten/Kota
Akad Debitur Akad Debitur Akad Debitur
1 Kabupaten Bintan 13,07 504 63,30 2.303 384,35% 356,94%
2 Kabupaten Karimun 19,74 380 69,73 1.846 253,29% 385,79%
3 Kabupaten Natuna 4,83 183 18,40 771 281,18% 321,31%
4 Kabupaten Lingga 4,35 255 19,12 1.252 339,69% 390,98%
5 Kabupaten Kep. Anambas 2,86 169 17,82 974 523,98% 476,33%
6 Kota Batam 79,11 1.313 308,31 7.046 289,71% 436,63%
7 Kota Tanjungpinang 27,25 667 94,51 2.940 246,82% 340,78%
Total 151,20 3.471 591,20 17.132 290,99% 393,58%
Sumber: SIKP DJPBN Kemenkeu (Diolah)
Tabel IV-1 Perkembangan APBD Lingkup Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran rupiah)
2014 2015 2016
Uraian
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
A.PENDAPATAN 11.139,45 10.602,53 10.694,79 7.309,89 11.409,21 10.913,23
PAD 2.232,04 2.563,05 2.670,28 1.681,21 2.812,79 2.614,48
Dana Perimbangan 7.571,91 6.882,11 7.016,19 4.999,74 7.723,24 7.509,69
LLPD yang Sah 1.335,50 1.157,74 1.008,31 405,54 873,17 789,06
B.BELANJA 12.750,14 11.420,30 11.362,78 9.442,47 11.530,21 10.468,32
Belanja Tidak Langsung 5.308,83 4.879,35 4.970,97 4.340,15 5.364,49 5.034,03
Belanja Langsung 7.441,31 6.541,66 7.441,31 5.940,40 6.165,72 5.434,29
C.SURPLUS(DEFISIT) A-B (1.610,69) (818,07) (667,99) (2.132,62) (121,01) 444,91
D.PEMBIAYAAN 1.550,75 597,35 539,65 80,41 9,91 68,92
Penerimaan Pembiayaan 1.667,35 707,46 570,08 106,26 149,57 93,25
Pengeluaran Pembiayaan 116,59 110,07 30,43 25,87 24,45 24,33
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 20 Februari 2017
Sumber: Pemda (diolah)
95,18%
95,65%
89,57%
setelah terus mengalami defisit sebelumnya.
68,35%
90,79%
83,10%
“Penguatan Capaian realisasi pendapatan tahun 2016
desentralisasi fiskal mencapai 95,65%, meningkat 47 basis poin
dan rebound harga
komoditas dibandingkan tahun 2014 dan mulai membaik sejak
2014 - Pendapatan
2015 - Pendapatan
mendorong
2016 - Pendapatan
2014 - Belanja
terkena commodity shock di tahun 2015. Faktor
2015 - Belanja
2016 - Belanja
peningkatan
penerimaan Pemda” yang menjadi pendorong perbaikan tersebut yakni
peningkatan derajat desentralisasi yang
meningkatkan penerimaan transfer dan harga
komoditas yang mulai membaik di paruh kedua Sumber: Pemda (diolah)
tahun 2016. Sejalan dengan perbaikan pendapatan, capaian belanja tahun 2016
meningkat 122 basis poin dibandingkan tahun 2014 walaupun sempat terkena dampak
penundaan DAU menjelang akhir tahun 2016.
Tabel IV-2 Perkembangan Pendapatan Pemda Lingkup Kepri (dalam miliaran rupiah)
2014 2015 2016
Pendapatan %Porsi
Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
Pendapatan Asli Daerah 2.232,04 2.563,05 114,83 2.670,28 1.681,21 62,96 2.812,79 2.614,48 92,95
Pajak Daerah 1.809,29 2.078,15 114,86 2.183,33 1.267,64 58,06 2.215,91 1.863,17 84,08
Retribusi Daerah 109,29 122,22 111,83 120,72 72,72 60,24 126,97 128,87 101,50
HPKD yang Dipisahkan 24,98 27,13 108,59 29,38 29,49 100,39 33,70 27,97 83,00
Lain-Lain PAD yang Sah 288,47 335,49 116,30 311,44 287,96 92,46 436,21 594,46 136,28
Dana Perimbangan 7.571,91 6.882,11 90,89 7.016,19 5.261,44 74,99 7.723,24 7.509,69 97,23
DBH 4.327,17 3.637,42 84,06 3.130,56 2.002,93 63,98 2.294,70 2.301,92 100,31
DAU 2.966,84 2.966,84 100,00 2.793,98 1.779,49 63,69 3.693,52 3.729,47 100,97
DAK 277,9 277,90 100,00 530,61 391,96 73,87 1.193,23 1.112,08 93,20
Dana Penyesuaian 564,43 525,20 93,05 561,04 464,77 82,84 541,78 366,22 67,60
LLPD 1.335,50 1.157,74 86,69 1.008,31 367,53 36,45 873,17 789,06 90,37
Hibah 31,76 26,82 84,46 48,5 28,07 57,87 42,11 3,51 8,32
Transfer Dari Provinsi 476,21 359,16 75,42 720,52 350,58 48,66 694,10 617,40 88,95
Lain-lain 263,11 246,53 93,70 239,29 87,68 36,64 136,96 168,15 122,77
Sumber: DJPK, Pemda di Kepulauan Riau, (diolah),*Rp.21,32 miliar
Tabel IV-3 Indikator Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Pendapatan Daerah Kemandirian Ketergantungan
PAD terhadap PDRB
Per kapita Keuangan Daerah Daerah
Tahun
Pendapatan/Jumlah Pajak+Retribusi/
PAD/PDRB PAD/Pendapatan PAD/Belanja
Penduduk PDRB
2014 Rp5.529.772,12 1,40% 1,20% 24,17% 22,44%
2015 Rp3.704.902,92 0,83% 0,71% 23,00% 17,80%
2016 Rp5.531.288,94 1,21% 0,92% 23,96% 24,98%
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau & Pemda (diolah)
4.2.3. Analisis Sensitivitas Gambar IV-2 Scatter Plot Sensitivitas Penerimaan Pemda
Pendapatan Pemda PAD Dana Perimbangan LLPD
120%
Δ Perubahan Penerimaan
“Pendapatan APBD
y = -368,8x - 2,4449
Berbeda dengan penerimaan
80%
cenderung lebih perpajakan pusat yang cenderung y = -65,292x - 0,0479
resilien dibandingkan 40%
APBN” melambat mengikuti tren
0% y = -138,9x - 0,927
pertumbuhan ekonomi yang juga
melambat, penerimaan Pemda di -40%
Tabel IV-4 Perkembangan Belanja APBD berdasarkan Jenis Urusan (dalam miliaran Rupiah)
2014 2015 2016
Urusan Pemerintahan
Pagu Pagu Pagu Realisasi Porsi Realisasi
Urusan Wajib
1.Pendidikan 2.242,76 1.760,20 1.786,15 92,25% 15,74%
2.Kesehatan 1.219,76 1.091,43 1.107,48 86,64% 9,17%
3.Pekerjaan Umum 1.891,59 1.835,84 1.862,94 89,01% 15,84%
4.Perumahan 149,59 73,63 74,72 91,44% 0,65%
5.Penataan Ruang 53,71 34,90 35,40 94,98% 0,32%
6.Perencanaan Pembangunan 247,97 200,21 203,16 87,21% 1,69%
7.Perhubungan 355,90 380,22 385,80 90,74% 3,34%
8.Lingkungan Hidup 244,15 167,51 169,96 93,66% 1,52%
9.Pertanahan 41,01 28,67 29,06 68,24% 0,19%
10.Kependudukan dan Catatan Sipil 68,50 48,35 49,00 91,93% 0,43%
11.Pemberdayaan Perempuan 48,35 36,40 36,90 95,35% 0,34%
12.Keluarga Berencana & Keluarga Sejahtera 10,48 16,22 16,49 95,15% 0,15%
13.Sosial 118,77 98,03 99,51 93,93% 0,89%
14.Tenaga Kerja 76,08 61,43 62,38 91,98% 0,55%
15.Koperasi dan UKM 64,18 46,20 46,93 95,87% 0,43%
16.Penanaman Modal 54,30 42,47 43,12 89,78% 0,37%
17.Kebudayaan 84,91 38,35 38,86 91,13% 0,34%
18.Pemuda dan Olahraga 118,33 122,51 124,30 93,33% 1,11%
19.Kesatuan Bangsa & Politik Dlm.Negeri 232,43 175,46 178,03 92,74% 1,58%
20.Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum 4.350,29 4.199,02 4.260,87 92,11% 37,49%
21.Ketahanan Pangan 22,08 19,36 19,60 92,53% 0,17%
22.Pemberdayaan Masy. dan Desa 73,34 65,78 66,76 94,28% 0,60%
23.Statistik 2,55 1,68 1,73 94,09% 0,02%
24.Kearsipan 5,90 19,51 19,83 93,57% 0,18%
25.Komunikasi dan Informatika 59,37 64,76 65,72 93,66% 0,59%
26.Perpustakaan 42,47 57,17 58,00 96,22% 0,53%
Urusan Pilihan
1.Pertanian 129,99 118,87 120,61 85,47% 0,98%
2.Kehutanan 30,98 20,14 20,41 78,56% 0,15%
3.Energi dan SD Mineral 120,37 112,92 114,61 81,00% 0,89%
4.Pariwisata 101,19 77,51 78,64 95,51% 0,72%
5.Kelautan dan Perikanan 248,60 209,47 212,62 92,26% 1,87%
6.Perdagangan 55,06 79,25 80,37 81,20% 0,62%
7.Perindustrian 42,00 59,25 60,07 93,63% 0,54%
8.Transmigrasi 0,33 0,08 0,12 93,50% 0,00%
Sumber: Pemda (diolah)
Tabel IV-5 Perkembangan Belanja APBD Berdasarkan Fungsi (dalam miliaran Rupiah)
2014 2015 2016
Fungsi
Pagu Pagu Pagu Realisasi Porsi Realisasi
01 Pelayanan Umum 4.666,08 4.485,18 4.550,98 91,88% 39,94%
02 Ketertiban dan Keamanan 232,43 175,46 177,57 92,75% 1,57%
03 Ekonomi 1.272,88 1.215,43 1.233,73 89,50% 10,55%
04 Lingkungan Hidup 338,87 231,07 234,06 90,81% 2,03%
05 Perumahan dan Fasilitas Umum 2.041,17 1.909,47 1.937,08 89,20% 16,50%
06 Kesehatan 1.230,24 1.107,65 1.124,20 86,72% 9,31%
07 Pariwisata dan Budaya 186,09 115,86 117,61 93,52% 1,05%
08 Pendidikan 2.403,57 1.939,88 1.968,21 92,38% 17,37%
09 Perlindungan Sosial 235,95 182,78 186,79 93,66% 1,67%
Sumber: Pemda (diolah).
mampu mendorong APBD agregat walaupun pagu Belanja Langsung menurun -3,54%. Tidak Langsung”
komponen Belanja
Berdasarkan porsi pagu, belanja Barang & Jasa, Belanja Pegawai, dan Belanja
Modal mendapatkan porsi terbesar dengan porsi masing-masing 33,93%, 30,21%, dan
19,55%. Kebijakan Pemda Kepri masih kurang memprioritaskan belanja modal
sebagaiman terlihat dari porsinya yang masih di bawah belanja konsumtif tersebut.
4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah
“Kepri memiliki 9 Per akhir tahun 2016, terdapat 12 entitas BLUD di lingkup Kepri. Berdasarkan
BLUD di bidang jenis layanannya, 9 BLUD bergerak di bidang kesehatan, 2 di bidang pengelolaan dana
kesehatan dan 3
BLUD di bidang bergulir dan 1 di bidang pelayanan air bersih. Berdasarkan induk Pemerintah
lainnya”
Daerahnya, 7 BLUD merupakan entitas dari Pemkab Bintan, 3 dari Pemkot Batam, 1
dari Pemprov Kepri, dan 1 dari Pemkab Natuna. Profil 12 Satuan Kerja BLUD tersebut
adalah sebagai berikut.
Tabel IV-7 Profil Satuan Kerja BLUD di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran rupiah)
Jenis Layanan/ Nama BLUD Pemerintah Daerah Nilai Aset/Tanggal
Kesehatan
RSUD Provinsi Kepri (Kelas B) Pemprov Kepulauan Riau 266,44 / per 31 Desember 2015
RSUD Embung Fatimah (Kelas B) Pemkot Batam 181,22 / per 31 Desember 2015
RSUD Kabupaten Natuna (Kelas C) Pemkab Natuna 11,73 / per 30 Juni 2016
RSUD Kabupaten Bintan (Kelas D) Pemkab Bintan 2,10 / per 30 Juni 2016
PPK BLUD Puskesmas Kawal Pemkab Bintan 0,30 / per 31 Desember 2015
PPK BLUD Puskesmas Kijang Pemkab Bintan 0,29 / per 31 Desember 2015
PPK BLUD Puskesmas Tanjung Uban Pemkab Bintan 0,49 / per 31 Desember 2015
PPK BLUD Puskesmas Teluk Sasah Pemkab Bintan 0,22 / per 31 Desember 2015
PPK BLUD Puskesmas Teluk Sebong Pemkab Bintan 0,14 / per 31 Desember 2015
Lainnya
PPK BLUD Dana Bergulir Pemkab Bintan 4.337,81 / per 30 Juni 2016
UPT Pengelolaan Dana Bergulir Pemkot Batam 26,50 / per 31 Desember 2015
UPT Pelayanan Air Bersih Pemkot Batam 0,38 / per 31 Desember 2015
Sumber: Pemda (diolah)
“Puskesmas di Kepri Pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mengubah pola
didorong untuk pengelolaan keuangan menjadi lebih fleksibel, sehingga diharapkan pelayanan bagi
menjadi BLUD agar
dapat meningkatkan masyarakat dapat ditingkatkan. Saat ini, puskesmas-puskemas lingkup Kepri lainnya
kualitas layanan”
juga sedang diusahakan untuk dapat menggunakan pola pengelolaan keuangan BLUD.
Tabel IV-8 Perkembangan Pengelolaan Aset Badan Layanan Umum Daerah (dalam miliaran Rupiah)
BLUD 2014 2015 Perubahan (%)
RSUD Provinsi Kepulauan Riau 272,77 266,44 -2,32%
RSUD Embung Fatimah 242,01 181,22 -25,12%
RSUD Kabupaten Natuna 22,11 18,27 -17,39%
RSUD Kabupaten Bintan 11,47 10,53 -8,21%
PPK-BLUD Dana Bergulir 3,88 4,30 11,00%
Sumber: Pemda (diolah)
91,78% merupakan penyertaan modal daerah (PMD) dari Pemprov Kepri pada PDAM
Tirta Kepri dalam bentuk non kas. PMD Non Kas tersebut merupakan bagian dari proses
penghapusan utang PDAM oleh Pemerintah Pusat dengan skema Hibah-PMD.
Tabel IV-12 Keseimbangan Primer APBD di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliar rupiah)
Keseimbangan Primer 2012 2013 2014 2015 2016
Pendapatan – Belanja + Belanja Bunga -1.502,81 -1.120,05 -808,10 -2.131,61 444,91
Sumber: Pemda (diolah)
Tabel IV-13 Analisis Horizontal Realisasi APBD Kepri TA 2016 (dalam miliaran Rupiah)
Kep. Tanjung
Uraian Pemprov Bintan Karimun Natuna Lingga Batam
Anambas pinang
Pendapatan 2456,73 1039,42 1368,98 1207,20 748,50 926,69 2215,68 950,02
PAD 704,92 197,16 600,36 53,41 18,25 31,70 881,27 127,41
Dana Perimbangan 1751,82 725,21 693,51 1086,72 672,14 834,26 1032,12 713,91
LLPD 0,00 117,05 75,10 67,07 58,11 60,73 302,29 108,70
Belanja 2837,90 916,84 1063,61 1073,19 670,07 832,07 2127,25 947,39
Tidak Langsung 1326,46 391,33 601,70 595,16 306,61 433,03 1339,74 440,26
Langsung 1511,44 525,51 461,92 478,04 363,46 399,03 787,51 507,13
Surplus/Defisit -381,17 122,58 305,37 134,01 78,43 94,63 88,43 2,64
Pembiayaan -22,33 16,83 26,68 2,36 2,37 -1,86 44,87 0,00
*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 20 Februari 2017
Sumber: Pemda (diolah)
Pemda dengan pendapatan terbesar Pemprov Kepri dan Pemkot Batam yang
mencapai lebih dari Rp.2 triliun, didukung oleh PAD yang juga tertinggi. Sedangkan
Pemda dengan pendapatan terkecil adalah Pemkab Lingga (Rp.748,5 miliar).
“Alokasi anggaran Sejalan dengan kondisi pendapatan, belanja terbesar direalisasikan oleh
pada Pemda Provinsi, Pemprov Kepri dan Pemkot Batam. Dilihat dari komposisinya, proporsi realisasi belanja
Bintan, Lingga, dan
Tanjungpinang relatif langsung pada Pemda Provinsi, Bintan, Lingga, dan Tanjungpinang lebih besar
lebih produktif” dibandingkan realisasi belanja tidak langsungnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
ke-empat pemda tersebut dapat lebih baik mengatur belanja produktifnya.
Gambar IV-3 Perkembangan Porsi Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD di Kepri
Porsi Pendapatan Porsi Belanja
80% 50%
60% 40%
40% 30%
20%
20% 10%
0% 0%
2012PAD 2013 Dana Perimbangan
2014 2015 LLPD
2016 2012 2013 B.Barang
B.Pegawai 2014 2015
B.Modal 2016
Sumber: Pemda (diolah)
“Respon Pemda Dari sisi pendapatan, kontribusi dana perimbangan terhadap pendapatan
terhadap daerah di Provinsi Kepulauan Riau masih sangat dominan (68,81% per tahun 2016)
pemrioritasan
pembangunan walaupun perkembangan kontribusi PAD (23,96% per tahun 2016) terus meningkat
kurang baik”
infrastruktur masih
(17,27% per tahun 2012). Dari sisi belanja, porsi belanja modal masih kecil (22,59% per
2016) dan dalam tren menurun (26,19% per tahun 2012). Hal tersebut mencerminkan
bahwa respon Pemerintah Daerah terhadap kebijakan pemrioritasan pembangunan
infrastruktur dari pemerintah pusat masih belum baik.
Tabel IV-14 Analisis Vertikal Realisasi Pendapatan APBD 2016 di Provinsi Kepulauan Riau
Uraian Pemprov Bintan Karimun Natuna Lingga Anambas Batam Tjpinang
PAD 28,69% 18,97% 43,85% 4,42% 2,44% 3,42% 39,77% 13,41%
Pajak dan Retribusi 26,11% 15,89% 24,36% 0,80% 1,33% 2,12% 33,46% 7,54%
HPKD dan LLPAD 2,59% 3,08% 19,50% 3,63% 1,10% 1,30% 6,32% 5,87%
Dana Perimbangan 71,31% 69,77% 50,66% 90,02% 89,80% 90,03% 46,58% 75,15%
DBH 21,24% 12,34% 15,10% 46,49% 16,81% 36,78% 13,13% 13,32%
DAU 34,01% 43,28% 28,16% 28,60% 55,13% 37,82% 22,59% 47,34%
DAK 9,01% 14,15% 7,41% 11,25% 8,65% 11,74% 9,04% 13,96%
Dana Penyesuaian 7,06% 0,00% 0,00% 3,68% 9,21% 3,68% 1,82% 0,53%
LLPD 0,00% 11,26% 5,49% 5,56% 7,76% 6,55% 13,64% 11,44%
Hibah 0,00% 0,00% 0,00% 0,29% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Transfer dari Provinsi 0,00% 0,00% 1,75% 5,27% 7,76% 6,55% 13,64% 11,44%
Lain-lain 0,00% 11,26% 3,73% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Sumber: Pemda (diolah)
Selain itu, kebijakan penguatan desentralisasi fiskal (melalui DAU dan DAK) juga
menyebabkan tingginya sumbangan DAU di masing-masing Pemda. Di Pemda Lingga,
DAU bahkan menyumbang lebih dari setengah pendapatan karena kapasitas fiskalnya
yang masih rendah. Untuk komponen DBH, Pemda Natuna dan Kepulauan Anambas
sebagai penghasil migas memiliki porsi DBH yang paling tinggi.
Dari 8 Pemda di Kepri, hanya 4 yang memiliki kontribusi PAD signifikan (di atas “Komposisi PAD pada
15%), yakni Pemda Provinsi, Bintan, Karimun, dan Batam. Tingginya PAD di Karimun 4 pemda sudah dapat
yang baru saja melonjak disumbang oleh aktivitas penambangan pasir dan granit yang dari 15%”
menyumbang lebih
Tabel IV-15 Analisis Vertikal Realisasi Belanja APBD 2016 di Provinsi Kepulauan Riau
Uraian Provinsi Bintan Karimun Natuna Lingga Anambas Batam Tjpinang
Bel.Tidak Langsung 46,74% 42,68% 56,57% 55,46% 45,76% 52,04% 62,98% 46,47%
B.Pegawai 11,38% 48,83% 38,52% 28,07% 37,16% 36,84% 35,63% 52,39%
Subsidi 0,00% 0,00% 0,00% 1,66% 0,00% 0,00% 0,00% 0,10%
Hibah 14,77% 0,80% 0,67% 0,28% 0,57% 0,92% 0,94% 0,17%
Bantuan Sosial 0,48% 0,37% 0,04% 1,31% 1,27% 0,28% 0,18% 0,67%
Bagi Hasil ke Pemda 26,62% 7,27% 4,14% 13,22% 15,25% 9,88% 0,08% 0,18%
B.Tidak Terduga 0,01% 0,04% 0,07% 0,00% 0,00% 0,05% 0,20% 0,02%
Bel.Langsung 53,26% 57,32% 43,43% 44,54% 54,24% 47,96% 37,02% 53,53%
B.Barang & Jasa 36,17% 19,63% 41,27% 34,89% 32,37% 19,47% 38,32% 26,27%
B.Modal 10,57% 23,05% 15,30% 20,56% 13,39% 32,58% 24,66% 20,20%
Sumber: Pemda (diolah)
Belanja Pemda lingkup Kepri masih didominasi oleh belanja konsumtif (Belanja “Pemda perlu
sosialisasi
Pegawai dan Barang). Dari 8 Pemda, baru Anambas yang porsi belanja modalnya
pentingnya
diatas 30%. Untuk itu, perlu disosialisasikan kembali pada pihak Pemda mengenai infrastruktur
“Ten point test Ten point test yang dikembangkan oleh Kenneth W. Brown (1993) merupakan
memberikan salah satu alat analisis terbaik untuk mengukur kesehatan fiskal suatu daerah. Dalam
gambaran yang
komprehesnif ten point test, setiap rasio yang digunakan mengarah pada empat aspek kesehatan
mengenai kesehatan
fiskal daerah”
fiskal yaitu pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang. Untuk memotret
kesehatan keuangan daerah di Kepri, metode ten point test tersebut dimodifikasi untuk
disesuaikan dengan perbedaan standarisasi data dan informasi keuangan daerah yang
terbatas sehingga indikator keuangan yang digunakan hanya 9.
Mengacu pada penggunaan ten point test oleh DJPK, Kementerian Keuangan
(2012), Untuk menilai kesehatan keuangan masing-masing Pemda, setiap Pemda
mendapatkan skor dari masing-masing indikator sehingga terbentuk perbandingan yang
komprehensif. Skor yang diberikan dalam setiap indikator adalah +1, +2, +3, atau +4
untuk masing-masing pemda tergantung dari kuartil yang diraih.
Skor tengah atau skor median dari 8 Pemda lingkup Kepri digunakan sebagai
titik 50%. Nilai yang berada di di bawah persentil ke-25 masuk kuartil pertama. Nilai
antara persentil 25 dan 50 masuk kuartil kedua. Nilai antara persentil 50 dan 75 masuk
kuartil ketiga. Nilai diatas persentil 75 masuk kuartil keempat. Selanjutnya, pemberian
skor tergantung dari sifat masing-masing indikator, apabila semakin tinggi semakin baik
maka kuartil keempat yang mendapatkan nilai maksimal (+4), apabila semakin rendah
semakin baik maka kuartil pertama yang mendapatkan nilai maksimal.
Perlakuan khusus diberikan untuk indikator ke-lima (Kemampuan Membiayai
Belanja Daerah). Kuartil pertama (+1) diberikan untuk pemda yang nilainya di bawah
100%. Pemda dengan nilai diatas 100% dibagi ke dalam 3 kelompok dengan batas
persentil 0-33, 34-66, 67-100.
Hasil pembobotan dan rekapitulasi skor yang mencerminkan kesehatan
keuangan Pemda lingkup Kepri secara komprehensif dapat dilihat di sub bab 4.7.2.10.
Gambar IV-4 Indikator Pendapatan Daerah Per kapita di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 2,51
Ak.Prov/Kab./Kota 5,69
Pemprov.Kep.Riau 1,28
Pemkab.Bintan 6,88
Pemkab.Karimun 6,14
Pemkab.Natuna 16,43
Pemkab.Lingga 8,48
Pemkab.Kep.Anambas 23,23
Pemko.Batam 25,10
Pemko.Tanjungpinang 23,81
Sumber: DJPK Kemenkeu, Pemda, dan BPS Kepri (diolah)
Rasio PAD terhadap pendapatan daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara “Kemandirian
“Ruang fiskal Kepri Rasio ruang fiskal daerah agregat Kepri mencapai 86,42%, jauh lebih tinggi
nasional”
jauh lebih besar dari dibandingkan dengan rasio nasional (47,51%). Artinya, Pemda lingkup Kepri jauh lebih
“Penggalian potensi Rasio agregat di Kepri hanya mencapai 0,999%, jauh lebih rendah dibandingkan
Gambar IV-7 Indikator Peningkatan Pajak dan Retribusi Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 5,038%
Ak.Prov/Kab./Kota 0,999%
Pemprov.Kep.Riau 0,321%
Pemkab.Bintan 1,048%
Pemkab.Karimun 3,464%
Pemkab.Natuna 0,055%
Pemkab.Lingga 0,328%
Pemkab.Kep.Anambas 0,122%
Pemko.Batam 0,612%
Pemko.Tanjungpinang 0,440%
Sumber: DJPK Kemenkeu, Pemda, dan BPS Kepri (diolah)
Rasio agregat Kepri (104,90%) yang berada di atas 100% menunjukkan bahwa “Kapasitas
Kepri sudah mampu mendanai seluruh belanjanya. Dibandingkan dengan rasio pendanaan belanja
nasional (99,95%), Rasio agregat Kepri juga menunjukkan bahwa kemampuannya nasional”
Kepri lebih baik dari
Gambar IV-8 Indikator Kemampuan Mendanai Belanja Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 99,95%
Ak.Prov/Kab./Kota 104,90%
Pemprov.Kep.Riau 85,89%
Pemkab.Bintan 115,21%
Pemkab.Karimun 131,16%
Pemkab.Natuna 112,71%
Pemkab.Lingga 112,06%
Pemkab.Kep.Anambas 111,15%
Pemko.Batam 106,27%
Pemko.Tanjungpinang 100,28%
Sumber: DJPK Kemenkeu dan Pemda (diolah)
Rasio agregat Kepri baru mencapai 18,83%, terpaut hingga 6.000 basis poin “Alokasi belanja
optimal”
dibandingkan rata-rata nasional (24,83%). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemda modal di Kepri kurang
Kepri masih kurang efektif dalam mengalokasikan anggarannya untuk belanja modal.
Dikaitkan dengan kebijakan penguatan desentralisasi dari pemerintah pusat, “Pengalihan fiskal
Hal ini mengindikasikan terjadinya kesalahpahaman dalam menangkap maksud dari dari pusat ke daerah
rendahnya disertai
tingginya dana transfer adalah untuk digunakan pada belanja infrastruktur. alokasi belanja
infrastruktur daerah
Kedepannya, Pemerintah Pusat diharapkan dapat segera menggiatkan sosialisasi akan menghambat
daerah”
maksud dari peningkatan dana tersebut agar struktur pengalokasian anggaran di pembangunan
Pemda dapat segera diperbaiki. Tingginya transfer disertai dengan rendahnya alokasi
belanja infrastruktur di Pemda dapat berakibat fatal terhadap pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi daerah apabila dibiarkan terjadi terus menerus.
“Alokasi belanja Rasio agregat Kepri sebesar 31,44% lebih rendah dibandingkan rasio rata-rata
Gambar IV-10 Indikator Belanja Pegawai Tidak Langsung di Provinsi Kepulauan Riau
Ak.Nasional 33,82%
Ak.Prov/Kab./Kota 31,44%
Pemprov.Kep.Riau 11,38%
Pemkab.Bintan 48,83%
Pemkab.Karimun 38,52%
Pemkab.Natuna 28,07%
Pemkab.Lingga 37,16%
Pemkab.Kep.Anambas 36,84%
Pemko.Batam 35,63%
Pemko.Tanjungpinang 52,39%
Sumber: DJPK dan Pemda (diolah)
“Penggunaan SiLPA di Rasio agregat lingkup Provinsi Kepulauan Riau hanya mencapai 0,91%
Kepri belum optimal” dibandingkan dengan rasio agregat APBD seluruh indonesia (7,89%).Hal tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat optimalisasi di Kepri masih jauh di bawah rata-
rata nasional. Namun demikian, hal tersebut tidak terlepas dari tingginya dana transfer
di tahun 2016 yang menyebabkan SiLPA tidak digunakan.
Kuatnya kapasitas fiskal menyebabkan tidak adanya pengambilan pinjaman “Pelunasan utang
oleh Pemda di lingkup Provinsi Kepulauan Riau. Hal tersebut tercermin dari rasio Pemda di Kepri
terjamin”
masing-masing (0,00%) yang disebabkan oleh tidak adanya pengeluaran untuk
membayar pokok maupun bunga hutang. Rasio yang sangat rendah tersebut dapat
diartikan bahwa kemampuan Pemda lingkup Provinsi Kepulauan Riau untuk membayar
utangnya (apabila dilakukan peminjaman) sangat tinggi.
Gambar IV-12 Indikator Kemampuan Pembayaran Pokok Hutang dan Bunga Daerah di Provinsi Kepulauan
Riau
Ak.Nasional 0,32%
Ak.Prov/Kab./Kota 0,00%
Pemprov.Kep.Riau 0,00%
Pemkab.Bintan 0,00%
Pemkab.Karimun 0,00%
Pemkab.Natuna 0,00%
Pemkab.Lingga 0,00%
Pemkab.Kep.Anambas 0,00%
Pemko.Batam 0,00%
Pemko.Tanjungpinang 0,00%
Sumber: DJPK dan Pemda (diolah)
Tabel IV-16 Rekapitulasi Skor Kesehatan Keuangan Daerah di Provinsi Kepulauan Riau
juga kuat”
perekonomian yang
dengan kondisi Kota Batam yang perekonomiannya paling maju dan menyumbang
hingga ± 60% terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Riau.
“Fiskal bintan Di posisi kedua, Pemda Bintan dan Karimun meraih skor seimbang (28). Pemda
didukung pariwisata, Bintan didukung oleh sektor pariwisata di daerah Lagoy dan Trikora yang berkontribusi
didukung tambang” besar terhadap PAD. Sedangkan, Pemda Karimun didukung oleh optimalisasi
fiskal karimun
pertambangan pasir dan granit yang juga berkontribusi besar terhadap PAD.
“Buruknya Pada dua posisi terakhir, Pemda Lingga dan Provinsi Kepri hanya mampu
interkonektivitas meraih skor masing-masing 21 dan 20. Rendahnya skor Pemda Lingga sejalan dengan
wilayah berdampak
buruk pada kondisi interkonektivitas wilayah di Lingga yang kurang baik dan sumber-sumber
Lingga”
kesehatan fiskal
produksi ekonomi yang belum optimal. Sedangkan rendahnya skor Pemprov Kepri lebih
disebabkan karena faktor teknis perhitungan dimana Provinsi yang komponen
pendapatan, belanja, cakupan wilayah, serta jumlah penduduknya yang berbeda tidak
serta merta dapat dibandingkan dengan kinerja Pemkot/Pemkab.
“Rendahnya Terlepas dari kapasitas fiskalnya yang tinggi, Pemda Natuna dan Kepulauan
kesehatan fiskal Anambas hanya mampu meraih skor masing-masing 22 dan 23. Hal tersebut
Natuna dan Anambas
diakibatkan disebabkan oleh karakteristik kedua Pemda tersebut yang sebagian besar ekonomi dan
migas”
ketergantungan pada
pendapatannya (melalui Dana Bagi Hasil) disumbang dari sektor migas. Sektor migas
sendiri merupakan sektor yang kurang dapat diandalkan dalam jangka panjang karena
adanya risiko volatilitas harga dan deplesi cadangan sumber daya alam.
Tabel V-1 Hasil Analisis Potensi Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2015
MRP Analisis SS-EM Overlay
Sektor/Sub Sektor Ekonomi LQ
RPs rij-rin Eij-E*ij 1234
1.Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,68 0,30 -0,10 -17.730 - - - -
1.a. Perikanan 0,85 1,19 -0,05 831 - + - +
2.Industri Pengolahan 0,98 2,47 -0,11 16.361 - + - +
2.a.Industri Logam Dasar 1,12 7,85 0,07 5.026 + + + +
2.b.Industri Komputer, Barang Elektronik, dan Optik 1,43 10,21 0,13 15.231 + + + +
3.Listrik dan Gas 1,03 1,37 0,64 632 + + + +
4.Konstruksi 1,14 1,96 0,08 7.486 + + + +
5.Transportasi dan Pergudangan 1,10 0,83 0,20 -513 + - + -
5.a.Angkutan Laut 1,31 2,88 0,16 582 + + + +
6.Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,36 0,70 0,31 -814 + - + -
6.a.Penyediaan Akomodasi 1,47 1,80 0,80 450 + + + +
Sumber: BPS Kepri, Analisis Sektor Unggulan Kepulauan Riau Tahun 2016 (disesuaikan dengan fokus pembahasan selanjutnya)
Keterangan tabel:
a. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) RPs adalah rasio pertumbuhan suatu sektor/subsektor di Kepri terhadap terhadap
pertumbuhan sektor/sub sektor yang sama di Indonesia. RPs>1 berarti laju pertumbuhan sektor/subsektor tersebut di Kepri
lebih tinggi dibanding di Indonesia;
b. LQ adalah rasio perbandingan share suatu sektor/subsektor di Kepri dengan share sektor/subsektor yang sama di Indonesia.
LQ>1 berarti konsentrasi sektor/subsektor tersebut di Kepri lebih besar dibanding di Indonesia;
c. (rij-rin) adalah selisih laju pertumbuhan sektor/subsektor yang sama di Kepri dengan di Indonesia;
d. (Eij-Eij*) adalah perubahan nilai PDRB sektor/subsektor tertentu dari periode awal ke periode akhir analisis di Kepri;
e. Jika nilai RPs > 1, maka overlay 1 bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut pertumbuhannya menonjol;
f. Jika nilai LQ > 1, maka overlay 2 bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif;
g. Jika nilai (rij-rin) > 0, maka overlay bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif;
h. Jika nilai (Eij-Eij*) > 0, maka overlay bertanda (+) yang berarti sektor/sub sektor tersebut memiliki spesialisasi.
“Terdapat 2 Sektor, Berdasarkan hasil analisis overlay yang menggabungkan hasil analisis LQ,
dan 4 Subsektor MRP, dan SS-EM, dapat disimpulkan bahwa sektor dan subsektor unggulan yang
unggulan yang
potensial untuk potensial (memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan spesialisasi)
dikembangkan di
Kepri ”
untuk dikembangkan di Provinsi Kepulauan Riau meliputi:
1. Sektor listrik & gas
2. Sektor konstruksi
3. Subsektor industri logam dasar (sektor industri pengolahan)
4. Subsektor industri komputer, barang elektronik, dan optik (sektor industri
pengolahan)
5. sub sektor angkutan laut (Sektor Transportasi dan Pergudangan)
6. subsektor penyediaan akomodasi (Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum)
“Terjadi anomali pada Sementara itu, terdapat anomali pada sub sektor perikanan yang seharusnya
sub sektor perikanan potensial namun pertumbuhannya melambat dan berada di bawah pertumbuhan
yang seharusnya
potensial” nasional. Padahal, 95% wilayah Kepri berupa laut, potensi perikanan di Kepri terbesar
di Indonesia (WPP 711), LQ >1, serta terdapat visi kemaritiman di pusat dan daerah.
Dengan menggunakan analisis SWOT, potret kondisi yang inheren pada “SWOT membantu
Provinsi Kepulauan Riau seperti adanya free trade zone, sumber daya alam yang menggambarkan
kondisi inheren
melimpah, dan wilayah yang terdiri dari kepulauan dapat tergambarkan. Gambaran Kepri”
tersebut digunakan untuk melengkapi analisis kuantitatif pada sub bab sebelumnya
dimana sebagian dari wilayah Provinsi Kepulauan Riau telah ditetapkan sebagai Free
Trade Zone (FTZ). FTZ membawa insentif fiskal berupa pembebasan berbagai macam
pajak sehingga penanaman modal pada sektor industri melimpah.
“Insentif fiskal telah Berdasarkan observasi pertumbuhan populasi kota-kota di dunia (Demographia,
menjadikan batam 2015), Kota Batam memiliki pertumbuhan populasi tercepat di dunia. Pertumbuhan yang
sebagai magnet
urbanisasi” didorong urbanisasi tersebut membuktikan bahwa pemberian insentif fiskal di Kota
Batam cukup berhasil dalam menarik investasi dan menciptakan pusat perekonomian
yang pada akhirnya menjadi magnet urbanisasi.
“Kepri memiliki Hal kedua yang menjadi faktor kekuatan di Provinsi Kepulauan Riau adalah
berbagai kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Sumber daya alam Provinsi Kepulauan Riau
yang melimpah”
sumber daya alam
yang melimpah tersebut diantaranya adalah:
1. Gas Bumi
“Cadangan gas di Berdasarkan data cadangan gas, potensi shale gas, dan sumber Coal Bed
Kepri terbesar se- Methane (CBM) tahun 2012 dari Direktorat Jenderal Migas, Kementerian Energi dan
indonesia dengan
porsi 48,56%” Sumber Daya Mineral, Provinsi Kepulauan Riau, merupakan daerah dengan cadangan
gas bumi terbesar di Indonesia.
Untuk memperjelas komparasi, gambaran berikut dari Bloomberg Businessweek
memperlihatkan perbandingan cadangan gas, shale gas, dan CBM di Indonesia. Pada
gambar tersebut, terlihat bahwa cadangan gas Kepri sebesar 50,94 Trillion of Standard
Cubic Feet (TSCF) atau triliun kaki kubik gas terkonsentrasi di Kabupaten Natuna dan
Kabupaten Kepulauan Anambas. Cadangan gas tersebut mencapai 48,65% atau
hampir setengah dari seluruh cadangan gas di Indonesia sebesar 104,71 TSCF.
Kelimpahan cadangan gas tersebut menunjukkan bahwa Kepri berpotensi mendorong
sektor gas di Indonesia, khususnya apabila harga migas mulai pulih.
2. Perikanan
Kepri memiliki wilayah laut yang mencapai 95% dari luas wilayah keseluruhan
252.601 km2. Wilayah laut yang luas tentu memiliki potensi perikanan yang besaruntuk
dimanfaatkan baik untuk penangkapan, maupun untuk tambak.
Gambar V-3 Potensi Perikanan di Indonesia (dalam ribuan ton/tahun)
WPP 571
WPP 714
KEPRI WPP 717
WPP 716
WPP 573
WPP 572
WPP 715
WPP 712
WPP 718
WPP 713
KEPRI WPP 711
- 250 500 750 1.000
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2014
Pemetaan potensi perikanan di atas memperkuat bukti potensi perikanan di “WPP 711 merupakan
Kepri. Dalam peta tersebut, potensi perikanan dibagi 11 Wilayah Pengelolaan wilayah dengan
potensi ikan tangkap
Perikanan (WPP) tersebut, WPP-711 yang meliputi wilayah Selat Karimata, Laut Natuna terbesar di
Indonesia”
dan Laut Cina Selatan sebagian besar merupakan wilayah Provinsi Kepri. WPP-711
yang besar”
potensi tenaga surya
Indonesia masih sangat
terbatas. Padahal, negara
tropis seperti Indonesia
lebih potensial
dibandingkan negara non
tropis karena sinar Sumber: Ahmad, Salman (2014)
matahari lebih stabil sepanjang tahun. Mengkonfirmasi hal tersebut, Salman Ahmad
(2014) menemukan potensi tenaga surya berada pada titik optimalnya pada 0 sampai
dengan 30 derajat garis khatulistiwa dimana Kepri termasuk didalam wilayah tersebut.
“Potensi wisata Kepri
melebihi Bali”
Selain adanya FTZ dan SDA yang melimpah, Kepri memiliki keindahan alam
yang potensial. Bahkan, menurut Menteri Pariwisata, Arief Yahya, potensi pariwisata
Kepri melebihi Bali karena memiliki banyak pulau yang masih murni dan letaknya yang
sangat dekat dengan negara kaya, Singapura dan Malaysia (Kompas, 2015).
“Kepri penyumbang Modal tersebut telah lama menjadi sumber pendapatan daerah dan pendorong
terbesar ketiga pertumbuhan ekonomi. Cerminan dari besarnya industri pariwisata di Kepri dapat dilihat
wisman di Indonesia”
dari capaian kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) tahun 2016 sebesar 1,92
juta orang, berkontribusi 18,45% terhadap nasional. Kedatangan wisman di Kepri juga
nomor 3 terbesar di Indonesia, setelah Provinsi Bali dan Provinsi DKI Jakarta.
Gambar V-5 Jumlah Wisman di Kepri dan Kontribusi Kabupaten/Kota (dalam ribuan orang)
100% 3.000
14,92% 15,90%
19,31% 20,41% 20,65% 19,73% 19,04% 17,11% 16,26%
75%
2.000
50%
75,86% 74,60%
64,82% 65,54% 66,27% 67,95% 69,00% 71,89% 73,68% 1.000
25%
0% -
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Batam (LHS) Tanjungpinang (LHS) Bintan (LHS)
Karimun (LHS) Kepri (RHS)
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
“Direct flight dari Saat ini, kontribusi pariwisata di Kepri masih didominasi oleh Batam (74,60%).
China diharapkan Dibukanya direct flight dari Wuhan, China ke Tanjungpinang pada akhir tahun 2016
dapat mendorong
kue diharapkan dapat menggenjot kunjungan wisman ke Tanjungpinang dan Bintan pada
pariwisata”
pembagian
tahun-tahun berikutnya. Sedangkan peningkatan sarana penghubung wilayah, yang
Kab.Natuna
Internasional -Pelabuhan Domestik
-Bandara Domestik
-Jalan 92,10 km
Kab.Kep.Anambas
-Pelabuhan Domestik
-Bandara Domestik
Kota Batam -Jalan 45 km
Kab.Karimun -Pelabuhan Internasional
-Pelabuhan Internasional -Bandara Internasional
Daerah
-Bandara Domestik -Jalan 215,81 km
Kalimantan
-Jalan 254 km
Daerah
Kab.Bintan Jawa
-Pelabuhan Domestik
Kota Tanjungpinang -Bandara Internasional
-Pelabuhan Internasional -Jalan 173,48 km
-Bandara Internasional
-Jalan 83,84 km
Kab.Lingga
Daerah -Pelabuhan Domestik
-Bandara Domestik
Sumatera
- - - Penerbangan -----Pelayaran -Jalan 10,89 km
Sumber: BPS Prov.Kepri, Dinas PU Prov.Kepri, Kemenhub, Wonderful Kepri, Pemda, (diolah)
“subsektor industri
Berkaitan dengan karakteristik interkonektivitas itu, sub sektor transportasi laut
angkutan laut masih Kepri bertumbuh lebih baik dibandingkan nasional dengan MRP RPs 1,35, dan sangat
bergantung pada
pasokan impor terkonsentrasi di Kepri dengan LQ 2,88. Namun, sub sektor industri angkutan laut masih
sehingga nilai bergantung pada pasokan impor untuk komponen pembuatan kapal. Hal tersebut
tambahnya kecil”
menjadikan nilai tambah dari sub sektor industri angkutan laut maupun sub sektor
anguktan laut menjadi kecil. Selain itu, kapal produksi Kepri juga menjadi rentan
terhadap fluktuasi harga komponen di luar negeri.
“Kurangnya wilayah Alasan yang sama berlaku untuk kelemahan pada industri barang kebutuhan
darat menghadirkan dasar di Provinsi Kepulauan Riau. Bahan-bahan makanan dan bahan konstruksi banyak
tantangan dalam
produksi agrikultur didatangkan dari provinsi lain atau luar negeri. Kurangnya industri barang kebutuhan
dan bahan bangunan”
dasar juga berkaitan dengan keterbatasan wilayah darat. Kurangnya daratan
menciptakan tantangan dalam membangun daerah yang memproduksi agrikultur atau
bahan bangunan karena pada umumnya membutuhkan lahan yang luas.
Hal tersebut menggambarkan potensi Kepri untuk mengambil bagian dalam “Potensi jasa
industri jasa perkapalan, pelabuhan transshipment, dan rantai produksi manufaktur. perkapalan,
pelabuhan
Namun, saat ini Kepri masih belum dapat mengoptimalkan potensi tersebut, khususnya transshipment belum
untuk jasa perkapalan dan pelabuhan transshipment, sebagaimana tergambar juga dioptimalkan”
Tabel V-2 Perbandingan Kinerja Pelabuhan Transshipment di Jalur
pada perbandingan kinerja
Perdagangan Selat Malaka Tahun 2015
Pelabuhan Negara Throughput pelabuhan ketiga wilayah.
(TEUs)
Kondisi tersebut dapat
Port of Singapore Singapura 30.900.000
Port of Klang Malaysia 11.800.000 diartikan bahwa Kepri masih
Port of Tanjung Pelepas Malaysia 9.200.000 memiliki potensi besar yang
Pelabuhan Batu Ampar Indonesia 200.000
(Batam) dapat dimanfaatkan dari jalur
Sumber: Bank Indonesia & BP Batam (diolah
perdagangan Selat Malaka.
Segitiga SIJORI (Singapura, Johor, Riau; wilayah Riau yang dimaksud adalah
sebagian Wilayah Kepulauan Riau saat ini) dimulai sebagai Segitiga Pertumbuhan
SIJORI pada tahun 1989, dan ditetapkan dengan MoU IMS-GT (Indonesia – Malaysia -
Singapore Growth Triangle) pada 18 Desember 1994 oleh ketiga negara. Sebagai
bagian dari Segitiga SIJORI, Kepri
Tabel V-3 Wilayah Segitiga Sijori/IMS-GT
memiliki ikatan ekonomi dan Wilayah
Wilayah Administrasi Populasi
(km2)
hubungam saling melengkapi dengan
Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia 3.386,43 1.696.080
kedua negara tersebut. Kota Tanjungpinang 144,60 187.359
“Kepri dapat Singapura sebagai salah satu Kota Batam 1.010,88 1.153.860
Kabupaten Bintan 1.318,20 142.300
menampung relokasi negara maju dihadapkan pada Kabupaten Karimun 912,75 212.561
industri padat karya
dari Singapura ” ekonomi biaya tinggi, akibat tingginya Singapura 716,00 5.399.000
Negara Bagian Johor Bahru, Malaysia 1.822,00 1.638.219
upah tenaga kerja dan sewa lahan. Distrik Johor Bahru 1.066,00 1.386.569
Dengan pertimbangan keunggulan Distrik Kulaijaya 757,00 251.650
SIJORI 6.891,00 8.733.299
komparatif, secara logis Johor dan Sumber: BPS, Department of Statistics Malaysia, Statistics Singapore
“UU 4/2009 dan PP Dari sisi regulasi, Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Indonesia lainnya. Hal tersebut menjadi ancaman kedua bagi Kepri, yakni banjirnya
barang-barang impor konsumtif dari luar negeri melalui Kepri.
Ancaman ketiga datang dari status Kepri sebagai bagian dari rantai produksi “Sebagai bagian dari
global supply chain
internasional. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan fluktuasi perekonomian yang Kepri rentan
ekonomi global”
tajam, searah dengan ketidakstabilan pada perekonomian global. Dampak tersebut terhadap gejolak
“Rasio elektrifikasi Urgensi untuk mengembangkan sektor ini juga terlihat dari rasio elektrifikasi
Kepri (peringkat 7 Kepri yang baru mencapai 73,53%, jauh di bawah rasio elektrifikasi nasional (88,30%).
terbawah) beresiko
menurunkan iklim Bahkan, apabila dibandingkan antar Provinsi, Kepri mendapatkan peringkat ke-7
investasi”
terbawah untuk rasio elektrifikasi. Pada satu sisi, hal tersebut menunjukkan bahwa
sektor ini memiliki ruang yang sangat luas untuk berkembang karena masih banyak
permintaan yang belum terpenuhi. Di sisi lain, hal tersebut dapat berakibat negatif
terhadap iklim investasi karena listrik sebagai infrastruktur dasar sangat dibutuhkan.
Kepri”
kebutuhan masyarakatnya. Padahal berdasarkan analisis SWOT, Provinsi Kepulauan bahan bakar energi di
Riau memiliki dua jenis sumber daya alam lokal yang dapat menjadi alternatif.
Alternatif yang pertama adalah gas dimana hampir setengah dari cadangan gas “Dengan cadangan
yang sudah ditemukan di Indonesia berada di di Kabupaten Natuna dan Kabupaten terbanyak di
Indonesia, gas di
Kepulauan Anambas. Selama ini, sebagian besar pemanfaatan gas di Natuna baru Kepri berpotensi
untuk menjadi
alternatif energi”
berupa ekspor. Apabila pemerintah memilih pembangkit listrik tenaga gas untuk
pengembangan berikutnya, Kepri dapat mengurangi ketergantungan akan pasokan
sumber energi dari wilayah lain dan berpotensi untuk meningkatkan efisiensi. Selain itu,
apabila pasokan cadangan sumber energi melimpah, maka perencanaan
pembangunan pembangkit listrik barupun akan lebih fesibel. Tentunya pemerintah
harus terlebih dahulu bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang
mengekstraksi gas untuk dapat memanfaatkan keberlimpahan gas tersebut.
Alternatif kedua adalah pemanfaatan tenaga surya karena lokasi yang “Lokasi di dekat garis
berdekatan dengan garis khatulistiwa. Pemilihan tenaga surya sebagai pembangkit khatulistiwa
memberikan potensi
listrik tentunya jauh lebih baik dibandingkan sumber-sumber energi berbahan dasar fosil pemanfaatan energy
(fossil fuel) dalam konteks berkelanjutan (sustainability). Polusi, dan eksternalitas yang tenaga surya”
ditimbulkan. Selain itu, penggunaan tenaga surya sebagai sumber utama listrik di
Provinsi Kepulauan Riau juga akan membantu pemerintah mencapai target
pengurangan emisi gas efek rumah kaca dan target diversifikasi sumber daya listrik.
Dikaitkan dengan ciri kepulauan, potensi yang lebih besar lagi timbul dari “Tenaga surya yang
kemungkinan efisiensi biaya yang dapat diciptakan dari Pembangkit Listrik Tenaga bisa dibangun off-
grid berpotensi
Surya (PLTS). Dengan kondisi geografis kepulauan yang terpisah lautan satu sama menciptakan efisiensi
di wilayah kepulauan”
lainnya, pembangkit listrik yang memiliki skala ekonomi besar membutuhkan biaya
ekstra untuk pembangunan jaringan penyambung listrik antar pulau. Di sisi lain, PLTS
dapat dibangun secara kecil-kecilan dan tidak perlu tersambung ke jaringan luas,
sehingga PLTS sebagai alternatif akan memotong biaya pembangunan jaringan yang
5.3.2. Sektor Konstruksi Gambar V-12 Nilai Konstruksi Menurut Bidang dan
“Kinerja sektor
Perkembangan Alokasi Infrastruktur (Rp. Triliun)
Kinerja sektor
konstruksi sejalan konstruksi yang unggul di
dengan porsi
komponen PMTB” Provinsi Kepulauan Riau
sejalan dengan porsi
komponen Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB)
yang dominan pada PDRB
Provinsi Kepri dimana porsi
Sumber: Monev PA DJPBN & BPS Provinsi Kepulauan Riau, Statistik
tersebut mencapai 42,36% Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016 (diolah)
di tahun 2016.
investasi ”
kompetisi menarik
ASEAN, pemerintah harus menjaga prioritas pada sektor konstruksi bangunan sipil.
Skema pembiayaan seperti Public-Private Partnership (PPP) dan Pembiayaan
Infrastruktur Non Anggaran (PINA) harus dioptimalkan untuk mempercepat stimulus
tanpa harus menunggu ketersediaan fiskal yang terbatas.
Sub Bab ini, hasil analisis overlay tersebut akan dikaitkan dengan analisis SWOT.
Mengacu pada Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLBI) 2015, cakupan kegiatan
ekonomi pada masing-masing subsektor tersebut adalah:
1. Subsektor industri logam dasar yang meliputi kegiatan pengolahan logam dasar
besi dan baja, logam dasar mulia, dan logam dasar bukan besi lainnya,
2. Subsektor industri komputer, barang elektronik, dan optik meliputi kegiatan
pembuatan computer, perlengkapan computer, peralatan komunikasi, dan barang-
barang elektronik sejenis beserta komponennya.
“Dengan letak di pintu Dikaitkan dengan analisis SWOT, industri logam dasar didukung oleh regulasi
gerbang UU Nomor 4/2009 yang melarang ekspor mineral mentah dan PP 45/2015 yang
perdagangan, Kepri
dapat menjadi pusat memasukkan industri logam dasar sebagai prioritas. Dengan mempertimbangkan
industri logam dasar”
keadaan sumber daya mineral di Indonesia yang berlimpah dan tersebar di seluruh
wilayah Indonesia, serta pemanfaatannya yang selama ini masih dalam ekspor bahan
mentah, letak Kepri di pintu gerbang perdagangan internasional dapat dimanfaatkan
untuk dijadikan pusat industri logam dasar.
“Pemusatan industri Pemusatan industri logam dasar di Kepri yang berada di jalur perdagangan
logam perlu internasional akan mempercepat proses ekspor sehingga biaya logistik dapat ditekan
dukungan tax holiday,
dan/atau dan hasil produksi semakin kompetitif. Pemerintah dapat membantu pembentukan
designasi enclave”
PPP,
pusat industri logam dasar tersebut dengan memberikan fasilitas tax holiday khusus
untuk perusahaan yang bergerak di bidang industri logam dasar. Selain itu, pemerintah
juga dapat merancang PPP untuk membangun kawasan industri khusus. Alternatif
lainnya, rencana pembentukan KEK Batam dengan bentuk enclave dapat dimanfaatkan
untuk mendedikasikan salah satu enclave menjadi pusat industri logam dasar.
industri IT”
untuk pengembangan
dimana industri IT terpusat dalam satu kawasan. Pemusatan tersebut telah berhasil
“Subsektor angkutan
Pada dasarnya, pertumbuhan di subsektor angkutan laut bergantung dari arus
laut bersifat barang dan penumpang antar atau di dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Arus
supporting dan
barang dan penumpang sendiri lebih banyak ditentukan oleh kinerja dari sektor atau
interdependen
dengan sektor lain” sub sektor lainnya sedangkan fungsi dari sub sektor angkutan laut adalah sebagai
pendukung dari sektor atau sub sektor lain tersebut. Sektor atau sub sektor yang sangat
mempengaruhi sub sektor angkutan lautnya diantaranya, namun tidak terbatas pada
sektor industri pengolahan, sektor pariwisata dan penyediaan infrastruktur pelabuhan.
“Biaya logistik untuk Dikaitkan dengan analisis SWOT, Kepri yang bercirikan kepulauan, berada di
tiga Kabupaten/Kota
di Kepri masih tinggi”
jalur perdagangan internasional, memiliki pariwisata yang potensial, dan merupakan
wilayah industri pengolahan seyogyanya memiliki sub sektor angkutan laut yang kuat.
Namun, demikian keterjangkauan biaya logistik di Kepri masih terbatas pada wilayah
empat (Batam, Bintang, Karimun, Tanjungpinang) dari delapan Kabupaten/Kota di
Kepri. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak sekali potensi yang belum digali
dari sub sektor angkutan laut di Provinsi Kepulauan Riau.
“Industri, pariwisata, Akan tetapi, untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pemerintah sebaiknya
infrastruktur berfokus pada hal-hal di luar industri angkutan laut itu sendiri yakni penguatan industri
pelabuhan dan
cabotage mendukung pengolahan, pariwisata, serta pembangunan infrastruktur pelabuhan yang kompetitif.
laut”
subsektor angkutan
Untuk sub sektor angkutan laut sendiri, pemberlakuan kebijakan cabotage yang
mengharuskan pengangkutan jalur laut domestik untuk dikerjakan perusahaan
pelayaran Indonesia sudah cukup membantu pertumbuhannya.
“Wisata bahari dan Sebagaimana telah dibahas pada analisis SWOT, pariwisata di Provinsi
budaya melayu Kepulauan Riau didukung oleh kekayaan dan keindahan alam yang dimiliki seperti
menjadi daya Tarik
pariwisata Kepri” pantai yang indah dan alami di semua kabupaten/kota. Tidak hanya pantai nan elok,
pesona kehidupan bawah laut, keindahan panorama, dan keanekaragaman seni dan
budaya yang didominasi kekayaan budaya leluhur bangsa melayu serta bangunan
peninggalan sejarah juga memiliki daya tarik yang sangat besar.
“Pariwisata Kepri Sejalan dengan pertumbuhan pesat sub sektor penyediaan akomodasi,
bertumbuh, namun kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di Kepri terus meningkat dengan rata-
tidak secepat Bali”
rata peningkatan pada periode tahun 2012-2014 sebesar 5,67%. Sementara itu, pada
periode yang sama, Provinsi Bali sebagai destinasi utama wisman dan benchmark
pariwisata di Indonesia mencatatkan rata-rata peningkatan sebesar 13,02%. Mengingat
utilisasi daerah pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau baru terkonsentrasi di pulau
Batam dan Bintan, dapat disimpulkan bahwa dengan pembangunan infrastruktur dan
Keseimbangan fiskal pemerintah pusat di Kepri dilihat dari selisih cash flow “Porsi defisit
antara realiasi pendapatan dan belanja. Tahun 2016, realisasi penerimaan mencapai cashflow terhadap
realisasi belanja di
Gambar VI-2 Perkembangan Cash Flow Pemerintah Rp.7,79 triliun, sedangkan belanja tahun 2016 meningkat
Pusat di Kepri (dalam triliunan rupiah) 848 basis poin
negara mencapai Rp.13,44 triliun. dibandingkan tahun
13,44
11,60 11,54 Dari nilai tersebut, defisit cash flow sebelumnya menjadi
-42,07%”
15 mencapai Rp.5,65 triliun atau -
7,67 7,66 7,79
42,07% dari total belanja, meningkat
10 5,65
3,93 3,88 848 basis poin dari defisit -33,59% di
5
tahun 2016. Defisit tersebut
0 menjadikan Kepri sebagai penerima
2014 2015 2016
Defisit Penerimaan Pengeluaran cross subsidy dari daerah lain yang
Sumber: OM SPAN & Monev PA DJPBN, DJP, dan DJBC Kemenkeu mengalami surplus cash flow.
(diolah)
“Estimasi apropriasi
Berdasarkan formula di atas, Provinsi Kepulauan Riau diperkirakan
menghasilkan PNBP SDA bagi Pemerintah Pusat pada tahun 2014, 2015, 2016 secara PNBP SDA
menunjukkan bahwa
berturut-turut sebesar Rp.12,53 triliun, Rp.5,45 triliun, dan Rp.4,96 triliun. Dari hasil Kepri tidak defisit
estimasi tersebut, terlihat bahwa sebetulnya Kepri menyumbang cross subsidy sebesar ketika harga migas
tinggi”
Rp.8,60 triliun di tahun 2014, dan Rp.1,58 triliun di tahun 2015. Sedangkan di tahun
2016, Kepri tetap menerima cross subsidy namun dengan jumlah yang jauh lebih kecil,
yakni Rp.694,82 miliar.
Perubahan nilai Surplus/Defisit yang sangat signifikan tersebut menandakan “Pemerintah perlu
bahwa untuk melakukan analisis spasial kontribusi fiskal regional terhadap Pemerintah memperbaiki
pengakuan
Pusat, diperlukan perbaikan pengakuan pendapatan. Selain itu, apabila dikaitkan pula pendapatan regional
untuk analisis
spasial”
dengan PDRB, tax ratio, dan non-tax ratio sebagai alat analisis penerimaan fiskal,
memang seharusnya pengakuan pendapatan pemerintah pusat dialokasikan pada
lokasi output ekonomi yang menjadi objek pajak. Untuk itu, pemerintah pusat sebaiknya
memperbaiki kebijakannya dalam memperhitungkan pengakuan pendapatan regional.
Dilihat dari sensitivitas terhadap harga komoditas, turunnya kontribusi “Fiskal Kepri sensitif
penerimaan fiskal Provinsi Kepulauan Riau secara drastis menandakan bahwa Provinsi terhadap harga
komoditas,
yang memiliki porsi sumber daya alam signifikan dalam komponen fiskalnya sangat pengelolaan
harus lebih pruden”
fiskal
rentan terhadap perubahan harga. Untuk itu, daerah-daerah berkarakteristik seperti itu
harus lebih pruden dalam mengelola fiskalnya. Idealnya, prioritas penggunaan
penerimaan dari sumber daya alam dialokasikan dalam dana abadi untuk
2015 2016
“Penerimaan Penerimaan pemerintah di Kepri meningkat hingga 24,89% dari Rp.14,97 triliun
pemerintah pusat & di tahun 2015 menjadi Rp.18,70 triliun di tahun 2016. Faktor pertama yang menjadi
daerah menguat
didorong oleh dana pendorong peningkatan penerimaan tersebut adalah penguatan desentralisasi fiskal
transfer, PAD, dan
yang mendorong penerimaan dana transfer Pemda hingga Rp.2,51 triliun. Faktor kedua
LLPD
adalah optimalisasi penggalian potensi penerimaan pemda yang meningkatkan PAD
hingga Rp.933,27 miliar dan LLPD hingga Rp.383,52 miliar. Faktor terakhir adalah tax
amnesty yang mendorong penerimaan pajak pemerintah pusat hingga Rp.127,08 miliar.
40,00% 8,00%
20,00% 4,00%
0,00% 0,00%
-20,00% -4,00%
-40,00% -8,00%
2014 2015 2016
Belanja APBN & APBD (LHS) Penerimaan APBN & APBD (LHS)
Gini Ratio (LHS) Penganggur (LHS)
PDRB (RHS) Inflasi (RHS)
IPM (RHS) Orang Miskin (RHS)
“Terdapat hubungan Hubungan yang tidak linear tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
tidak linear antara anggaran yang digunakan oleh pemerintah tidak serta merta meningkatkan
belanja pemerintah
dengan kondisi kesejahteraan masyarakat baik dilihat dari sisi kesenjangan, penciptaan lapangan kerja,
kesejahteraan
masyarakat”
pertumbuhan ekonomi, inflasi, pembangunan manusia, maupun pengentasan
kemiskinan. Ketika penggunaan anggaran meningkat namun dampaknya kurang
dirasakan oleh masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama
terletak pada program dan kegiatan pemerintah di lapangan yang belum efektif. Untuk
itu, pemerintah harus segera mengevaluasi efektifitas setiap program dan kegiatan
mengingat opportunity cost yang ditimbulkan dari permasalahan ini akan terus
terakumulasi dari tahun ke tahun.
“Kebijakan ekspansif Hal ini juga menjadi sangat genting untuk dievaluasi mengingat pemerintah
akan berdampak
buruk bila tidak melaksanakan kebijakan ekspansif dengan berhutang. Ketika beban hutang negara
disertai dengan terus meningkat namun tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan, maka akan
peningkatan
kesejahteraan” muncul resiko dimana suatu saat negara tersebut tidak akan mampu membayar hutang.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
Tabel VI-2 Simulasi Penciptaan Lapangan Kerja dari Pola Procylical vs Countercyclical
Pola Procyclical Pola Countercyclical
Selisih
Periode PTK Tidak PTK PTK Tidak PTK
(d-b)
Akumulatif*(a) Akumulatif*(b) Akumulatif*(c) Akumulatif*(d)
T1 932 932 2.277 2.277 1.345
T2 2.391 3.323 3.131 5.408 2.085
T3 2.838 6.161 3.416 8.824 2.663
T4 3.951 10.112 2.562 11.386 1.274
*Dibulatkan
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
“Percepatan Penyerapan tenaga kerja terserap lebih awal sebagaimana tergambarkan dari
pelaksanaan Penyerapan Tenaga Kerja yang lebih tinggi sebesar 1.345 orang di Triwulan I, 740
anggaran berdampak
positif pada tenaga orang di Triwulan II, dan 578 orang di Triwulan III. Mengingat hasil simulasi tersebut
kerja dan
menciptakan efek
belum mencerminkan efek penciptaan lapangan pekerjaan lanjutan, maka efek
multiplier” percepatan pelaksanaan anggaran pada kenyataannya akan lebih besar. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa optimalisasi penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan oleh
penyerapan anggaran ideal tersebut pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam suatu daerah. Efek tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar VI-6 :Potensi Penerapan Percepatan Pelaksanaan Anggaran terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Lapangan Lebih
Penerapan Masyarakat
pekerjaan Masyarakat banyak
Percepatan cepat PDRB
tercipta cepat meng- transaksi
Pelaksanaan mendapat meningkat
lebih konsumsi dalam
Anggaran penghasilan
cepat setahun
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Kajian Pengaruh Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Regional Provinsi Kepulauan Riau
Hasil sampling data beberapa desa di Kabupaten Bintan dan Kabupaten “Dana desa TA 2016
Karimun menunjukkan bahwa sebagian besar dana desa digunakan untuk prioritas sudah digunakan
untuk belanja yang
Pembangunan Desa. Dikaitkan dengan pelaksanaan dana desa di tahun sebelumnya, lebih produktif”
perkembangan tersebut menunjukkan adanya indikasi positif bahwa dana desa sudah
digunakan untuk belanja yang lebih produktif.
Gambar VI-7 Perkembangan Kondisi
Namun demikian, perkembangan Kemiskinan Desa di Kepri
indikator kemiskinan di desa dalam tren yang
memburuk. Persentase menduduk miskin
meningkat 61 basis poin dari 9,86% di awal
tahun 2014 menjadi 10,47% di akhir tahun
2016. Di saat yang sama, indeks P1 yang
menunjukkan kedalaman kemiskinan juga
meningkat dari -0,61 menjadi 1,23. Artinya, Sumber: BPS Kepri (diolah)
“Pemetaan prioritas Untuk mitigasi permasalahan SDM, Pemerintah Kabupaten dapat memetakan
pembangunan desa desa berdasarkan fokus daerahnya masing-masing (contoh: perikanan, pariwisata,
diperlukan untuk
perekrutan tenaga pertanian, industri). Hasil pemetaan tersebut dapat diusulkan pada Kemendesa PDTT
pendamping yang
lebih tepat”
sehingga untuk perekrutan tenaga pendamping selanjutnya, persyaratan latar belakang
calon pendamping (contoh: sarjana perikanan, sarjana ekonomi, sarjalan pertanian)
dapat benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan desa.
Tabel VI-4 Nilai Foreign Direct Investment (FDI) ke Negara-Negara ASEAN (Jutaan USD)
Negara 2011 2012 2013 2014 2015
Indonesia 19.241,60 19.137,90 18.443,80 21.810,40 16.916,80
Singapura 46.774,30 60.980,30 60.379,60 69.206,20 61.284,80
Thailand 3.861,10 10.699,20 15.936,00 3.720,20 8.027,50
Malaysia 12.000,90 9.400,00 12.297,40 10.875,30 11.289,60
Vietnam 7.519,00 8.368,00 8.900,00 9.200,10 11.800,00
Filipina 1.816,00 2.797,00 3.859,80 5.814,60 5.724,20
Myanmar 2.058,20 1.354,20 2.620,90 946,20 2.824,50
Kamboja 891,70 1.557,10 1.274,90 1.726,50 1.701,00
Brunei Darussalam 1.208,30 864,80 725,50 568,20 171,30
Laos 466,80 294,40 426,70 913,20 1.079,20
Sumber: ASEAN Secretariat
pertumbuhannya, tantangan
tersebut, sebagaimana telah dibahas pula pada faktor ancaman Provinsi Kepulauan
Riau di Sub Bab 5.2 merupakan fenomena yang harus mendapatkan perhatian khusus.
Salah satu imbas dari persaingan tersebut dapat dilihat di Kawasan Industri Lobam di
Bintan. Pada puncaknya, Kawasan Industri Lobam memiliki lebih dari 40 perusahaan
yang memperkerjakan lebih dari 16.000 pekerja. Jumlah tersebut menurun menjadi
kurang dari 10 perusahaan yang memperkerjakan sekitar 7.000 buruh di tahun 2012
karena banyaknya investor yang hengkang (Batam Today, 2013). Kejadian serupa juga
terjadi di Batam, dan didukung dengan data penurunan penyerapan tenaga kerja sektor
industri di tahun 2016 hingga -30,51% (yoy).
“Pemerintah perlu Melihat kondisi genting tersebut, sudah sewajarnya pemerintah segera
segera mengambil
tindakan sebelum mengambil tindakan untuk membalikkan tren negatif yang terjadi. Keterlambatan dalam
potensi Kepri pengambilan tindakan akan mengakibatkan potensi besar Kepri dalam jalur
dicaplok negara
tetangga” perdagangan internasional dan pusat industri direbut oleh negara-negara kompetitor.
Ditambah dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau Asean
Economic Community (AEC) akan segera diberlakukan, kecepatan dalam bertindak
menjadi sangat krusial bagi Kepri dalam menentukan apakah wilayahnya akan menjadi
penyumbang ekspor yang sangat signifikan bagi Indonesia atau malah menjadi pintu
masuk banjirnya barang-barang impor dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara.
“Upah buruh, Pada umumnya, magnet investasi suatu daerah ditentukan oleh ketersediaan
perizinan, dan
infrastruktur, buruh yang kompetitif, perizinan yang mudah dan insentif fiskal. Pada
dualisme otoritas
investasi Kepri”
menurunkan iklim kasus Provinsi Kepulauan Riau, penyebab penurunan performa dalam menarik investor
Tabel VI-5 Perkembangan Alokasi Belanja Infrastruktur Pemerintah Pusat (dalam miliaran rupiah)
Pagu Perubahan
No. Jenis Infrastruktur
2014 2015 2016 2014-2016 (%)
1 Gedung dan Bangunan 204,71 223,23 195,25 -4,62%
2 Jalan dan Jembatan 382,72 386,44 423,31 10,61%
3 Bandar Udara 79,75 318,06 238,11 198,59%
4 Pelabuhan 281,50 435,69 116,12 -58,75%
5 Utilities 49,23 51,44 329,39 569,04%
TOTAL 997,91 1414,86 1302,18 30,49%
Sumber: OM SPAN DJPBN Kemenkeu (diolah)
Dari sisi infrastruktur, Pemerintah Pusat berada pada jalur yang tepat untuk “Peningkatan belanja
meningkatkan daya saing Provinsi Kepulauan Riau dengan peningkatan alokasi belanja infrastruktur di Kepri
infrastruktur dengan kenaikan 30,49% pada periode tahun 2014-2016. Adapun pada positif”
memberikan sinyal
tahun 2016, fokus besar belanja infrastruktur adalah untuk Utilities (Sumber Daya Air
dan Listrik) sebagaimana tercermin dari kenaikan alokasinya yang paling signifikan.
Gambar VI-9 Sebaran Alokasi Belanja Infrastruktur di Provinsi Kepulauan Riau Taun 2016
Kab. Natuna
Rp.145,37 miliar (12,80%)
Kota Batam
Rp.521,84 miliar (45,94%)
Kab. Karimun
Rp.132,75 miliar (11,69%) Kab. Bintan
Rp.169,65 miliar (2,02%)
Kota Tanjungpinang
Kab. Lingga Rp. 95,78 miliar (8,43%)
Rp.52,72 miliar (4,64%)
“Penemuan Shale Oil Awal dari anjloknya harga migas mulai tahun 2015 tersebut disebabkan oleh
dan kebijakan OPEC
untuk menjaga penemuan teknologi pemanfaatan Shale Oil yang selama ini belum bisa dimanfaatkan.
market share Untuk menjaga pangsa pasarnya dari masuknya produk Shale Oil, Organization of the
menyebabkan harga
migas anjlok” Petroleum Exporting Countries (OPEC) memutuskan untuk meningkatkan produksinya
di tahun 2015. Hasilnya, minyak dari OPEC yang biaya produksinya lebih murah dari
Shale Oil menciptakan supply glut di pasar dan menyingkirkan produsen Shale Oil dari
pasar. Namun demikian, turunnya harga minyak tersebut juga telah memberatkan
kondisi fiskal beberapa negara OPEC yang mengandalkan minyak untuk penerimaan
negaranya sehingga pada pertengahan tahun 2016 OPEC memutuskan untuk sepakat
melaksanakan pemotongan produksi.
“Volatilitas harga Dikaitkan dengan
migas menciptakan Gambar VI-12 Pergeseran Struktur Dana Transfer di
resiko fiskal bagi
kesehatan fiskal Pemda,
Kepulauan Riau
Pemda dengan porsi Volatilitas tersebut menciptakan
penerimaan SDA yang
tinggi” resiko fiskal yang tinggi bagi
Pemda yang memiliki porsi
penerimaan dari sumber daya
alam yang besar. Beberapa
Pemda di Kepri sendiri termasuk
ke dalam Pemda yang
mengalami resiko fiskal karena
selama ini memiliki porsi
pendapatan DBH SDA Migas
Sumber: DJPK Kemenkeu (diolah)
yang besar. Dampak dari
Terlepas dari perbaikan harga migas yang berjalan sejak paruh kedua tahun 2016, tidak
munutup kemungkinan bahwa faktor-faktor tersebut akan kembali menggoncang harga
migas ke depannya. Untuk itu, Pemda lingkup Kepri yang mengandalkan penerimaan
transfer perlu memperbaiki struktur fiskalnya untuk memitigasi terjadinya volatilitas
kembali di masa depan.
Gambar VI-13 Rasio Dana Transfer terhadap Penerimaan
Pemda yang memiliki Pemda TA 2016
ketergantungan tinggi
terhadap transfer dapat
dilihat dari rasio penerimaan
dana transfer terhadap total
penerimaan Pemda. Di tahun
anggaran 2016, terdapat 4
Pemda di Kepri yang lebih
dari 80% penerimaannya
berasal dari Dana Transfer
yakni, Pemkot Sumber: DJPK Kemenkeu (diolah)
Tanjungpinang, Pemkab
Natuna, Pemkab Lingga dan Pemkab Kepulauan Anambas. Dari 4 Pemda tersebut, “Hampir seluruh
penerimaan Pemkab
pendapatan Pemkab Natuna, Pemkab Lingga dan Pemkab Kepulauan Anambas Natuna, Anambas,
bahkan hampir seluruhnya berasal dari dana transfer dengan porsi masing-masing Lingga berasal dari
Dana Transfer”
96,58%, 97,56%, dan 95,29%. Tingginya porsi dana transfer pada Pemkab Natuna dan
Pemkab Kepulauan Anambas disebabkan oleh posisinya sebagai penghasil migas di
Kepri, sedangkan tingginya porsi dana transfer di Pemkab Lingga disebabkan oleh
kapasitas fiskalnya yang masih rendah.
Kondisi fiskal yang lebih resilien akan menjamin pembangunan di jangka “Pemda dengan
ketergantungan
panjang. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer secara umumnya, tinggi perlu
dan terhadap migas pada khususnya, Pemda-Pemda dengan tingkat ketergantungan mengoptimalisasikan
yang masih tinggi harus mengoptimalisasikan potensi penerimaan dari sektor lainnya. sektor lainnya”
penerimaan dari
lokasi SKPT”
wisata bahari dan
Batam pada tanggal 12 Agustus 2016, memaparkan bahwa Natuna dan Anambas
telah dicanangkan sebagai salah satu destinasi unggulan wisata bahari. Dari segi
perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mencanangkan Natuna dan
Anambas sebagai Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang akan
mengekspor hasilnya ke negara-negara tetangga.
Gambar VI-14 15 Lokasi Sentra KP Terpadu di Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan
“Pemda harus Untuk mempercepat realisasinya, Pemkab Natuna dan Pemkab Anambas harus
proaktif untuk
mempercepat bersikap proaktif dengan mempersiapkan legalitas lahan, infrastruktur, sarana dan
realisasi wacana dari
Kemenpar dan KKP”
prasarana lainnya, serta ide pengembangan kreatif yang dapat disampaikan ke
Kementerian Pariwisata dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kepri 2. Kepri saat ini banyak mengimpor kebutuhan bahan makanannya karena rendahnya
ketergantungan
bahan makanan”
produksi dari dalam wilayah Kepri sehingga indeks harga makanan di Kepri relatif
lebih mahal dibandingkan rata-rata wilayah Indonesia lainnya. Untuk itu, Pemkab
7.1 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:
1. Dari empat target ekonomi di tahun 2016, hanya inflasi yang berhasil mencapai
target 4±1% dengan realisasi sebesar 3,53%. Sementara untuk target pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,80-6,30% pada RKP dan 5,70% pada RPJMD, realisasi hanya
mencapai 5,03%. Target TPT sebesar 4,80% pada RKP dan 6,20% pada RPJMD,
namun realisasinya mencapai 7,69%. Realisasi tingkat kemiskinan sebesar 5,84%
juga meleset dari target RKP 4,60% dan target RPJMD 5,53%. Menurunnya iklim
investasi menjadi penyebab utama kurang baiknya realisasi indikator ekonomi
sebagaimana tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang masih melambat 98 basis
poin dari 6,01% di tahun 2015. Kondisi tersebut menjadi early warning bagi
pemerintah di Kepri karena di tingkat nasional sendiri pertumbuhan sudah
memasuki fase recovery dari 4,79% di tahun 2015 menjadi 5,02% di tahun 2016.
2. Realisasi penerimaan pemerintah pusat dan daerah di Kepri tahun 2016 mencapai
Rp.18,70 triliun, meningkat 24,89% dibandingkan tahun 2015. Dari sisi pemerintah
pusat, penerimaan mencapai Rp.7,79 triliun, meningkat 1,61% dari tahun 2015,
namun meleset 2.106 basis poin dari target. Dorongan penerimaan dari tax
amnesty (Rp.1,03) triliun belum mampu mendorong agregat penerimaan basis
pajak tergerus perubahan struktur ekonomi. Di sisi Pemda, penerimaan mencapai
Rp.10,91 triliun, melonjak 49,29% dibanding tahun sebelumnya, akibat penguatan
desentralisasi fiskal yang meningkatkan penerimaan transfer hingga Rp.2,51 triliun.
3. Analisis sensitivitas penerimaan pemerintah pusat dan daerah menunjukkan bahwa
penerimaan perpajakan cenderung terpengaruh perlambatan pertumbuhan
ekonomi sedangkan PNBP dan penerimaan Pemda menunjukkan resiliensi
terhadap kondisi tersebut.
7.2 REKOMENDASI
Rekomendasi atas dasar kesimpulan-kesimpulan tersebut di atas meliputi:
1. Melihat deviasi realisasi target ekonomi yang cukup besar, Pemda sebaiknya
mempertimbangkan untuk merevisi target dalam RPJMD agar menjadi lebih realistis
untuk tahun-tahun berikutnya. Mengacu pada Permendagri 54/2010 pasal 282 (2),
penurunan kinerja sektor industri yang merupakan motor utama perekonomian Kepri
dapat menjadi alas an untuk revisi RPJMD.
2. Otoritas perpajakan pemerintah pusat di Kepri harus segera menjaring bisnis-bisnis
baru yang tumbuh untuk mengisi kekosongan dari basis pajak yang tergerus
perubahan struktur ekonomi dalam rangka pencapaian target penerimaan tahun-
tahun berikutnya.
3. Direktorat Jenderal Pajak perlu merasionalisasi target penerimaan pajak lingkup
Kepri di tahun-tahun berikutnya mengingat karakteristik penerimaan pajak yang
sensitive terhadap perumbuhan ekonomi dan masih berlangsungnya fenomena
perlambatan pertumbuhan ekonomi di Kepri.
4. Agar terhindar dari terulangnya penghematan anggaran, pemerintah pusat perlu
merasionalisasi anggaran di tahun-tahun berikutnya agar lebih kredibel.
5. Pemerintah pusat dan daerah perlu memperbaiki struktur belanjanya. Porsi alokasi
terhadap belanja infrastruktur dan fasilitas pendukung investasi lainnya harus
diprioritaskan untuk dapat meningkatkan iklim investasi dan menarik banyak PMA
di tengah era persaingan negara ASEAN saat ini. Tidak tercapainya target RKP dan
RPJMD menunjukkan bahwa hal ini harus segera dilakukan untuk membalikkan tren
perlambatan pertumbuhan dan memperbaiki pencapaian target di tahun berikutnya.
Anugrah, D.F., Anglingkusumo, R., Aji, P., Yusuf, A.A., Horridge, M., Fridayanti, Y., . . .
Rizkia, A.P. 2016. Growth Diagnostic: Strategi Pertumbuhan untuk Mendukung
Reformasi Struktural di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia dan Asian
Development Bank
Ariyanti, F. 19 Februari, 2016. 30% Pabrik di Batam Berencana Pindah ke Vietnam dan
Malaysia. Liputan 6. (http://bisnis.liputan6.com/read/2440668/30-pabrik-di-batam-
berencana-pindah-ke-vietnam-dan-malaysia terakhir diakses tanggal 27 Februari
2017)
Asdhiana, I M. 13 Maret, 2015. Menpar: Potensi Pariwisata Kepri Melebihi Bali. Kompas.
(http://travel.kompas.com/read/2015/03/13/201500127/Menpar.Potensi.Pariwisata.
Kepri.Melebihi.Bali terakhir diakses tanggal 22 Februari 2017)
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Daerah Kota Batam Tahun 2014. Batam: Badan
Pusat Statistik Kota Batam.
--------------. 2015. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2015. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
--------------. 2015. Statistik Daerah Provinsi Bali Tahun 2015. Denpasar: Badan Pusat
Statistik Provinsi Bali.
Bank Indonesia. 2016. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kepulauan
Riau November 2016. Batam: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Kepulauan Riau.
Batam Pos. 25 Januari, 2017. Praktik TKI Ilegal Tak Akan Habis. Batam Pos.
(http://batampos.co.id/2017/01/25/praktik-tki-ilegal-tak-habis/ terakhir diakses
tanggal 16 Februari 2017)
Ball, L., J.T. Jalles, dan P. Loungani. 2014. Do Forecasters Believe in Okun’s Law? An
Assessment of Unemployment and Output Forecasts. IMF Working Papers.
(https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2014/wp1424.pdf terakhir diakses
tanggal 14 Februari 2017).
Broadfoot, C. Robert. 2003. Final Batam Report. Hong Kong: Political and Economic
Risk Consultancy, Ltd.- PERC
Brown, Ken W. 1993. The 10-Point Test of Financial Condition: Toward an Easy-to-Use
Assessment Tool for Smaller Cities. Government Finance Review.
Council for the Development of Cambodia (CDC) Cambodian Investment Board (CIB)
& Cambodian Special Economic Zone Board (CSEZB). 2017. Investment
Incentives. (http://www.cambodiainvestment.gov.kh/investment-scheme/investme
nt-incentives.html terakhir diakses tanggal 2 Maret 2017)
Demographia. 2015. Demographia World Urban Areas 11th Annual Edition: 2015:01.
Belleville: Demographia
Dodo. 27 Agustus, 2013. Kawasan Industri Lobam Terus Alami Kemunduran. Batam
Today. (http://www.batamtoday.com/berita32548-Kawasan-Industri-Lobam-Terus-
Alami-Kemunduran.htmsl terakhir diakses tanggal 28 Februari 2017)
Dung, Nguyen Tan. Mei 2014. Why Foreign Investment in Vietnam is Booming. World
Economic Forum. (https://www.weforum.org/agenda/2014/05/foreign-investment-
booming-vietnam/ terakhir diakses tanggal 2 Maret 2017)
Fajarta, Carlos Roy. 10 Januari, 2017. Optimalkan Layanan, Kemhub dan Pemprov DKI
Bentuk BLU. Berita Satu. (http://www.beritasatu.com/megapolitan/408618-
optimalkan-layanan-kemhub-dan-pemprov-dki-bentuk-blu.html terakhir diakses
tanggal 16 Februari 2017)
Haluan Kepri. 20 Februari, 2016. 30% Perusahaan di Batam Ingin Hengkang. Haluan
Kepri. (http://haluankepri.com/nasional/87899-30-perusahaan-di-batam-ingin-
hengkang.html diakses tanggal 27 Februari 2017)
Hirst, Tomas. Mei 2014. The World’s Most Important Trade Route. World Economic
Forum (https://www.weforum.org/agenda/2014/05/world-most-important-trade-
route/ terakhir diakses tanggal 2 Maret 2017)
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 tentang Tahapan Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Berita Negara RI Tahun 2010, No.
517. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2016. Statistik
Ketenagalistrikan 2015 . Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.
--------------. 2017. Penelitian dan Kajian Pelaksanaan Dana Desa Provinsi Kepulauan
Riau. Tanjungpinang: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Kepulauan Riau.
Koshpasharin, S., dan K. Yasue. 2014. Study on the Development Potential of the
Content Industry in East Asia and the ASEAN Region: SWOT Analysis, ERIA
Research Project Report 2012-13, pp.95-117.Jakarta: ERIA.
Moran, Theodore H. 2016. Attracting Foreign Direct Investment: The Case of Costa Rica,
GeorgetownX, Washington, United States of America. 6 mins.
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kepri. 2015. Laporan Keuangan PDAM Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2014. Tanjungpinang: PDAM Tirta Kepri.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. 2010. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Sebagai Badan Layanan Umum Daerah. Lembaran
Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010, No. 9. Sekretariat Daerah.
Tanjungpinang
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Batu Bara. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 4959. Sekretariat Negara.
Jakarta
The Jakarta Post. 15 Februari, 2017. Govt credit program fails to reach farmers, minister
admits. The Jakarta Post (http://www.thejakartapost.com/news/2017/02/15/govt-
credit-program-fails-to-reach-farmers-minister-admits.html terakhir diakses tanggal
16 Februari 2017)
Tribunnews. 3 November, 2016. Kepala BP Batam Akui Tujuan UWTO untuk Menyetop
Pertumbuhan Rumah Mewah. Tribunnews (http://www.tribunnews.com/nasional
/2016/11/03/kepala-bp-batam-akui-tujuan-uwto-untuk-menyetop-pertumbuhan-
rumah-mewah?page=1 terakhir diakses tanggal 28 Februari 2017)
Winosa, Yosi. 26 November, 2016. Kenaikan Tarif Lahan di Batam Maksimal 150%. Berita
Satu. (http://www.beritasatu.com/makro/401312-kenaikan-tarif-lahan-di-batam-mak
simal-150.html terakhir diakses tanggal 28 Februari 2017)
Badan Layanan Umum (BLU) instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLU memiliki
fleksibilitas pengelolaan keuangan berupa keleluasaan untuk menggunakan langsung
pendapatannya (tanpa harus menyetor ke Rekening Kas Umum Negara/RKUN) dan
menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. (Contoh: BLU Perguruan Tinggi Negeri, BLU Rumah Sakit
Pemerintah, dan BLUD Pengelola Dana Bergulir).
Basis Poin/Basis Point (BPS) adalah unit pengukuran suku bunga dan persentase
lainnya di bidang keuangan. Satu basis poin sama dengan 1/100 dari 1% atau 0,01%,
dan digunakan untuk menunjukkan perubahan persentase.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi
masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan
negara demi keadilan dan keseimbangan (Contoh: minuman beralkohol dan
tembakau).
Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) dana pada ABPN yang dialokasikan untuk
ditransfer kepada pemerintah daerah dengan penggunaan yang sudah ditentukan
sebelumnya dan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan fisik.
(Contoh penggunaan: gedung sekolah, infrastruktur irigasi, energy skala kecil,
prasarana pemerintah daerah, infrastruktur jalan, transportasi perdesaan sarpras
pasar, dan lain sebagainya).
Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK Non Fisik) dana pada ABPN yang
dialokasikan untuk ditransfer kepada pemerintah daerah dengan penggunaan yang
sudah ditentukan sebelumnya dan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan non
fisik. (Contoh penggunaan: bantuan operasional sekolah (BOS), tunjangan profesi guru
PNSD, bantuan operasional kesehatan, dan lain sebagainya)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana transfer yang dialokasikan kepada setiap
Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana
pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan
menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah
Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri
dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).
Dana Insentif Daerah (DID) adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada
daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan
penghargaan atas pencapaian kinerja tertentu
Fossil Fuels adalah bahan bakar (sumber energy) berbahan dasar karbon yang
terbentuk dari proses natural dekomposisi anaerobik organisme yang terkubur dalam
tanah seperti minyak, batu bara, dan gas. Sumber energi ini saat ini mulai ditinggalkan
oleh negara maju karena tidak dapat diperbaharui dan besarnya polusi yang dihasilkan
dapat berdampak buruk terhadap iklim (global warming).
Grace Period dalam ranah keuangan adalah ketentuan masa tenggang dalam suatu
kewajiban pembayaran dimana dalam masa tersebut, kewajiban pembayaran dapat
ditunda tanpa dikenakan penalti.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk
juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang
Inflasi Tahun Kalender adalah perubahan kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang/jasa, atau merosotnya daya beli atau nilai riil uang selama satu tahun kalender
(dari bulan Januari tahun ini sampai dengan bulan ini tahun ini). Ini dihitung dari
persentase perubahan IHK bulan ini tahun ini terhadap IHK bulan Desember tahun lalu.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu skema kredit program yang
sumber dananya berasal dari bank dengan suku bunga rendah yang disubsidi oleh
pemerintah. Secara umum, KUR bertujuan untuk mempercepat pengembangan Sektor
Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK)
Meningkatkan akses pembiayaan UMKMK kepada Lembaga Keuangan.
MRP Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) adalah MRP yang membandingkan
pertumbuhan sektor dalam suatu wilayah yang lebih kecil dengan wilayah yang lebih
besar (contoh: kabupaten dengan provinsi, provinsi dengan negara).
Month on Month (MoM) adalah metode perbandingan dua peristiwa yang diukur
dengan basis bulanan. (Contoh: penerimaan pemerintah pada bulan September 2016
dibandingkan dengan penerimaan pemerintah pada bulan Agustus 2016)
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) dalam
perbankan adalah kredit bermasalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang
berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin NPL diperuntukkan bagi
bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.
Okun’s Law merupakan teori dari Arthur Melvin Okun yang menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan Produk
Domestik Bruto (PDB). Ketika tingkat pengangguran meningkat, maka pertumbuhan
PDB akan menurun, dan begitu pula sebaliknya.
Pagu Anggaran merupakan plafon atau batasan tertinggi belanja yang dialokasikan
pada entitas pemerintah untuk dibelanjakan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)/Property Tax adalah pajak yang dipungut atas
tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi
yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)/Value Added Tax (VAT)/Goods and Services Tax
(GST) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau
jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak
menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah
Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Umum (PNBP Umum) adalah PNBP yang tidak
berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi entitas penerima PNBP. Contoh
PNBP Umum adalah hasil penjualan barang inventaris kantor, hasil penyewaan BMN,
jasa giro, penerimaan kembali uang persekot gaji/tunjangan.
Phillips Curve merupakan model ekonomi dari Alban William Phillips yang
menggambarkan hubungan berkebalikan antara tingkat pengangguran dan tingkat
inflasi. Artinya, ketika tingkat pengangguran menurun, tingkat inflasi meningkat, dan
begitu pula sebaliknya.
PNBP Ratio/Non-Tax Ratio adalah rasio yang membandingkan antara realisasi PNBP
dengan PDB/PDRB pada periode yang sama. Rasio tersebut menjadi indikator
keberhasilan penggalian potensi PNBP.
Private Power Utility (PPU) adalah pembangkit listrik swasta terintegrasi yang
biasanya menyediakan listrik untuk kawasan industri tertentu.
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai tambah dari semua barang dan jasa
(output) yang diproduksi oleh suatu negara pada periode waktu tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah dari semua barang
dan jasa (output) yang diproduksi oleh suatu wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota) pada
periode waktu tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB ADHB) adalah
PDRB yang menghitung nilai barang dan jasanya berdasarkan harga berlaku.
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK)
adalah PDRB yang menghitung nilai barang dan jasanya dengan menggunakan harga
tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya. Dengan kata lain, PDRB ADHK murni
menghitung nilai tambah output tanpa memperhitungkan kenaikan/penurunan harga.
Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB/Kapita) merupakan nilai PDRB
dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. PDRB/Kapita digunakan
sebagai indikator standar hidup penduduk suatu wilayah.
Pusat Logistik Berikat (PLB) adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun
barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam
daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana jangka waktu
tertentu untuk dikeluarkan kembali. PLB diselenggarakan oleh badan hukum yang
melakukan kegiatan penyediaan dan pengelolaan kawasan PLB.
Quarter to Quarter (Q-to-Q) adalah metode perbandingan dua peristiwa yang diukur
dengan basis kuartalan. (Contoh: penerimaan pemerintah pada triwulan III 2016
dibandingkan dengan penerimaan pemerintah pada triwulan II 2016)
Rasio Utang Terhadap Ekuitas/Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang
membandingkan antara utang dan ekuitas (aset bersih) suatu entitas. DER yang tinggi
menunjukkan bahwa entitas tersebut memiliki derajat leverage yang tinggi sehingga
memiliki resiko yang tinggi dan dapat menjadi kurang menarik di mata investor.
Rasio Utang Terhadap Pendapatan/Debt to Income Ratio (DTI) adalah rasio yang
membandingkan antara pembayaran utang dan pendapatan bersih pada suatu
periode. DTI yang tinggi menunjukkan bahwa pembayaran utang menggerus
keuntungan perusahaan sehingga dapat menjadi kurang menarik di mata investor.
Rebound dalam perekonomian adalah fase dimana kondisi yang kurang baik atau
bahkan negatif, mulai berubah menjadi lebih baik. Dalam konteks pertumbuhan
ekonomi, rebound berarti pertumbuhan ekonomi mulai meningkat atau mengalami
percepatan.
Regresi dalam ekonometrika adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan
sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel(-variabel) yang lain
Regresi dalam ekonometrika dengan Fixed Effect adalah metode regresi untuk data
panel dimana karakteristik masing-masing variabel dependen (contoh: variabel
dependen adalah pertumbuhan ekonomi beberapa kabupaten/kota)
Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Retribusi daerah meliputi retribusi izin
mendirikan bangunan (IMB), retribusi parkir, retribusi pelayanan pasar, retribusi
terminal dan sebagainya.
Shale Oil adalah minyak non konvensional yang diproduksi dari serpihan batu yang
mengandung shale oil. Teknologi untuk mengekstraksi minyak dari batuan tersebut
relatif baru ditemukan dan memiliki biaya operasional yang lebih besar dibandingkan
dengan minyak konvensional.
Spesialisasi dalam ekonomi adalah metode produksi dimana suatu negara, daerah,
atau unit produksi memproduksi beberapa jenis barang atau jasa saja untuk
meningkatkan efisiensi pada sistem produksi secara keseluruhan
Tax Ratio adalah rasio yang membandingkan antara realisasi pajak dengan
PDB/PDRB pada periode yang sama. Rasio tersebut menjadi indikator keberhasilan
penggalian potensi pajak.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikasi tentang penduduk usia kerja
yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Kegunaan dari indikator
pengangguran terbuka ini baik dalam satuan unit (orang) maupun persen berguna
sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. TPT dihitung dengan
cara membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.
Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau
desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Untuk pelaksanaanya, diberikan dana
tugas pembantuan dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang
mencakup semua penerimaan dan pengeluaran.
Urusan Bersama (UB) merupakan kegiatan bersama pusat dan daerah yang
dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan bersifat bantuan
langsung ke masyarakat dan biasanya dialokasikan dalam bantuan sosial. Pendanaan
UB berasal dari APBN dan disertai dengan Dana Pendamping dari APBD.
Year on Year (YoY) adalah metode perbandingan dua peristiwa yang diukur dengan
basis tahunan. (Contoh: penerimaan pemerintah pada triwulan III 2016 dibandingkan
dengan penerimaan pemerintah pada triwulan III 2015)