Anda di halaman 1dari 56

ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

SUB TOPIK
1. Aspek hukum dalam praktek kebidanan
2. Hukum, disiplin hukum dan peristilahan hukum
3. Pentingnya landasan hukum dalam praktek profesi
4. Peraturan perundang-undangan yang melandasi tugas,
fungsi dan praktek bidan.

OBJEKTIF PERILAKU SISWA

Setelah membaca akhir perkuliahan, mahasiswa dapat :


1. Menerapkan Aspek hukum dalam praktek kebidanan
2. Menjelaskan tentang Hukum, disiplin hukum dan peristilahan hukum
3. Menjelaskan tentang Pentingnya landasan hukum dalam praktek profesi
4. Menjelaskan tentang Peraturan perundang-undangan yang melandasi
tugas, fungsi dan praktek bidan.

REFERENSI

1. Marimbi, Hanum. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan, Mitra Cendikia
Press; Jogjakarta; 2008.
2. Wahyuningsih HP, Yetty Asmar. Etika Profesi Kebidanan.
Yogyakarta;2005.
3. Guwandi. Etika dan Hukum Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, balai Penerbitan FKUI, 1991
4. Berten k. Etika. Gramedia Pustaka utama, Jakarta : 2001
5. Setiawan dan Maramis. Etika Kedokteran. Airlangga University Press;
Surabaya; 1999.
6. Dep kes. RI, Etika dan kode etik profesi. Jakarta :Dep kes RI; 2002.
7. Jones. R Shirley. Ethics in midwafery. London : Mosby; 2000.
8. Suryani S. Etika kebidanan dan hukum kesehatan : EGC; 2005
9. Taher,tarmizi. Medical etics. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta; 2003.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 1


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

10. Kepmenkes No HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan


penyelenggaraan praktek bidan.
11. Kepmenkes No 369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi
kebidanan
12. Standar Pelayanan Kebidanan
13. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
14. PP No. 32/Tahun 1996 tentang Kesehatan

TINJAUAN TENTANG HUKUM

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 2


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

PENGERTIAN HUKUM
1. Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan
peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi.
2. Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai
manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat
dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas,
mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat.
3. Hukum merupakan peraturan perundang-undangan baik pidana, perdata
maupun administrasi. Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-
undangan yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, jadi
menyangkut penyelenggara pelayanan kesehatan dan penerima pelayanan
kesehatan.
4. Pengertian hukum kesehatan :
Adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan
maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya
kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.
PERBEDAAN ETIK DENGAN HUKUM
1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum dibuat oleh
suatu kekuasaan atau adat.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab
undang-undang / lembaran negara.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik umumnya berupa tuntunan. Sanksi
terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 3


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Bidan (MKEB)


yang dibentuk oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pelanggaran hukum
diselesaikan melalui pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik.
Penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

FUNGSI HUKUM
1. Fungsi pertama, adalah mengabdi kepada ketertiban dan keadilan. Untuk
mewujudkan ketertiban dan keadilan, maka tugas hukum adalah
menciptakan keteraturan dan kepastian hukum, yakni kepastian yang
diciptakan oleh hukum dan kepastian di dalam hukum itu sendiri.
2. fungsi kedua. adalah untuk menciptakan, menegakkan, memelihara dan
mempertahankan keamanan dan ketertiban yang adil. Ini berarti, bahwa
hukum juga berfungsi sebagai sistem mekanisme pengendalian sosial
untuk memelihara stabilitas sosial poitik.
3. fungsi ketiga, hukum juga berfungsi sebagai prasarana pembangunan.
Sebagai prasarana pembangunan, tugas hukum adalah membentuk
peraturan-peraturan hukum yang dapat menyalurkan kegiatan
masyarakat secara tertib teratur dan membagi pendapatan masyarakat
secara merata dan adil.
4. fungsi keempat. fungsi hukum sebagai prasarana pendidikan
5. fungsi kelima adalah fungsi sosial budaya dari hukum.
6. fungsi keenam, yaitu fungsi hukum sebagai prasarana pengabdian
masyarakat (yakni sarana untuk mengabdikan dan meningkatkan
keadaban para warga masyarakat).

Mengartikan istilah sistem hukum, tidak berarti menggabungkan


pengertian sistem dan pengertian hukum secara apa adanya. Istilah sistem
hukum mengandung pengertian yang spesifik dalam ilmu hukum. Mengenai
istilah sistem hukum ini, dapat diartikan dalam dua arti, yakni dalam arti
luas dan dalam artinya yang sempit. Dalam pengertian yang sempit, yang
dimaksud dengan istilah sistem hukum adalah keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum, aturan-aturan hukum tertulis dan tidak tertulis,
STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 4
2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

konsep-konsep hukum serta putusan-putusan hukum yang tersusun dan


saling berkaitan, sehingga mewujudkan satu kesatuan yang relatif utuh.
Istilah sistem hukum dalam arti sempit ini disebut Tata Hukum, yang pada
dasarnya merupakan produk interaksi kesadaran hukum dan proses politik.
Sedangkan dalam artinya yang luas istilah sistem hukum ini disebut
Tatanan Hukum. Oleh karena itu, seluruh penulisan dalam penelitian
disertasi ini jika dipergunakan dalam arti yang sempit, maka akan disebut
dengan istilah sistem (tata) hukum dan jika dipergunakan dalam arti yang
luas, maka akan disebut dengan istilah sistem (tatanan) hukum.

Karakteristik dari asas-asas hukum, yaitu sebagai berikut:


a) Asas hukum adalah aturan-aturan hukum yang berisikan ukuran nilai etis;
b) Asas hukum adalah fundamen dari sistem (tata) hukum, oleh karena dia
adalah pikiran-pikiran dasar dari sistem (tata) hukum;
c) Asas hukum bersifat lebih umum dan juga bersifat terberi dan niscaya
oleh karena ketentuan undang-undang dan keputusan-keputusan hukum
adalah penjabaran dari asas-asas hukum;
d) Asas hukum bersifat sebagai meta kaidah terhadap kaidah hukum.
Beberapa asas hukum berada sebagai dasar dari sistem (tata) hukum,
beberapa lagi dibelakangnya, jadi di luar sistem (tata) hukum itu sendiri,
sungguhpun demikian mempunyai pengaruh terhadap sistem (tata)
hukum tersebut;
e) Asas hukum pada umumnya bersifat dinamis, berkembang mengikuti
kaidah hukumnya.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 5


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

MACAM-MACAM HUKUM
Hukum dapat dibagi dalam beberapa bidang,anatara lain hukum perdata,
hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, hukum
internasional.

a. Hukum Perdata

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara


individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata
disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum
perdata dalam masyarkat adalah jual beli rumah atau kendaraan.

Hukum perdata dapat digolongkan menjadi:

1. Hukum keluarga

2. Hukum harta kekayaan

3. Hukum benda

4. Hukum perikatan

5. Hukum waris

b. Hukum Publik

Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum
dengan pemerintah, atau hukum publik adalah hukum yang mengatur
kepentingan masyarakat.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 6


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

c. Hukum Pidana

Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-


undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang
melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan
dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana,Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang
HAM dan sebagainya.

Dalam hukum pidana dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan
pelanggaran,kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan
dengan undng-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai
agama dan rasa keadilan masyrakat, contohnya mencuri, membunuh,
berzina, memerkosa dsb. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hany
dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helm,tidak menggunakan
sabuk pengaman dalam berkendaraan, dsb.

d. Hukum Acara

Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga
disebuit hukum formil.hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur
bagaimana cara agar hukum (materiil) itu terwujud atau dapat
diiterapkan/dilaksanakan kepda subjek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa
hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan
ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum
perdata maka ada hukum acara perdata .

Hukum acara ini harus dikuasai para prakatisi hukum, polisi, jakasa,
pengacara, hakim. Tegaknya supremasi hukum itu harus dimulai dari
penegak hukum itu sendiri,yang paling utama yaitu adalah bermula dari
pejabat yang paling tinggi yaitu mahkamah agung (MA) harus benar-benar

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 7


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

melaksanakan hukum materiil itu dengan tegas, baru akan terlaksana hukum
yang sebenarnya dikalangan bawahannya.

e. Hukum Internasional

Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antarnegara secara


internasionl,yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas.

1. Dalam arti sempit meliputi: Hukum publik internasional saja

2. Dalam arti luas meliputi: Hukum publik internasional dan hukum perdata
internasional.

PERLINDUNGAN HUKUM DALAM UPAYA KESEHATAN


1.Tujuan Hukum
Pengertian keadilan dapat dibedakan dalam beberapa aspek berikut ini:
a. Keadilan Distributif (Iustitia distributive) adalah keadilan
pimpinan masyarakat untuk memberikan kepada setiap warganya
beban sosial, fungsi-fungsi, balas jasa dan kehormatan secara
proporsional sesuai dengan kontribusi dan jasa masing-masing;
b. Keadilan Komutatif (Iustitia commutativa) adalah keadilan
yang berupa kesenilaian antara prestasi dan kontra-prestasi, antara jasa
dan balas jasa dalam hubungan antar-warga, atau dilihat dari sudut
pemerintah memberikan kepada setiap warga secara sama tanpa
menghiraukan perbedaan-perbedaan keadaan pribadi ataupun jasanya;
c. Keadilan Vindikatif (Iustitia vindicativa) adalah keadilan
dalam memberikan ganjaran (hukuman) sesuai dengan kesalahan yang
bersangkutan;

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 8


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

d. Keadilan Protektif (Iustitia protectiva) adalah keadilan


memberikan perlindungan kepada setiap warga, sehingga tak
seorangpun akan mendapat perlakuan sewenang-wenang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka semakin jelas bahwa tujuan


hukum tiada lain adalah untuk mewujudkan ketertiban, keteraturan,
kedamaian, serta keadilan dengan kata lain, tujuan hukum adalah
pengayoman atau perlindungan. Jadi, secara singkat, tujuan hukum adalah
untuk mengayomi manusia. Tujuan hukum adalah untuk menciptakan
kondisi sosial yang kondusif sedemikian sehingga memungkinkan proses
interaksi sosial berlangsung secara wajar, sehingga setiap manusia
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaannya secara utuh.

2. Pengertian Perlindungan Hukum


Berdasarkan Mukadimah Undang-undang Dasar 1945, bahwa
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan melindungi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, Perikamanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusya-
waratan perwakilan yang berkeadilan sosial, maka terselenggaranya perlin-
dungan hukum untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat
merupakan kewajiban negara.
Perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang diberikan oleh negara
kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan hukum
yang dimilikinya dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum. Hal ini selaras
dengan penyataan Koerniatmanto Soetoprawiro bahwa perlindungan hukum
adalah suatu upaya dari pihak yang berwenang untuk memberikan jaminan
dan kemudahan yang sedemikian rupa sehingga setiap warganegara

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 9


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

ataupun segenap warganegara dapat mengaktualisasikan hak dan kewajiban


mereka secara optimal dengan tenang dan tertib.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas dapat
dirumuskan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian Perlindungan
Hukum, yaitu : Suatu jaminan yang diberikan oleh negara; Kepada semua
pihak; Untuk dapat melaksanakan Hak dan Kepentingan Hukum; sebagai
subyek hukum. Untuk lebih jelasnya unsur-unsur yang dimaksud tersebut
secara singkat dijelaskan sebagai berikut:
- Suatu jaminan yang diberikan oleh negara;
Jaminan tersebut diberikan oleh negara dalam bentuk produk hukum,
yaitu Peraturan Perundang-undangan, Putusan Hakim dan bentuk produk
hukum lainnya.
- Kepada semua pihak;
Semua pihak yang dimaksud disini adalah anggota masyarakat yang
berada dalam wilayah hukum dari produk hukum dimaksud.
- Untuk dapat melaksanakan Hak dan Kepentingan Hukum yang
dimilikinya;
Yang dimaksud dengan Hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu
karena telah ditentukan oleh undang-undang dan peraturan lain.
Pengertian kekuasaan disini diartikan sebagai kewenangan (bevoegd)
untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dan yang dimaksud dengan
Kepentingan Hukum adalah keperluan atau kebutuhan dari Subyek
Hukum (pemegang atau pengemban Hak dan Kewajiban) yang diatur oleh
hukum (hukum disini diartikan sebagai Peraturan Perundang-Undangan).
- Dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum;
Subyek hukum adalah pemegang atau pengemban dari hak-hak dan
kewajiban-kewajiban berdasarkan hukum yang terdiri dari Manusia dan
Badan Hukum dalam kapasitasnya (daya Tampung) sebagai Manusia
(perseorangan atau lebih) dan Badan Hukum dalam mengemban hak dan
kewajiban berdasarkan hukum.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 10


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

3. Perlindungan Hukum bagi Masyarakat dalam Upaya Kesehatan


a. Pengertian
Perlindungan hukum dalam upaya kesehatan tidak semata-mata untuk
keperluan pasien, namun ditujukan untuk semua pelaku dalam upaya
kesehatan. Pembentukan undang-undang didorong oleh baebagai pihak
dengan berbagai motif, antara lain adanya kebutuhan pasien akan
perlindungan hukum, adanya kebutuhan tenaga kesehatan akan
perlindungan hukum, adanya kebutuhan pihak ketiga akan perlindungan
hukum dan adanya kebutuhan akan perlindungan bagi kepentingan umum.
Maka untuk memenuhi perlindungan hukum dalam bidang kesehatan
disusun berbagai perundang-undangan yang dikenal sebagai hukum
kesehatan. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan adalah
produk hukum yang mengatur masalah kesehatan yang berlaku sekarang ini
di Indonesia. Sebelum Undang-undang Kesehatan tersebut, kita telah
mengenal produk hukum yang mendahuluinya. Namun kerena
perkembangan dan tuntutan zaman, perundang-undangn yang dibuat
terdahulu menjadi kurang akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang telah
berubah.

b. Upaya Kesehatan
Menurut konsep organisasi kesehatan dunia, World Healt
Organisation (WHO), kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera dilihat dari
aspek jasmani (lahir) dan aspek rohani (moril) serta sejahtera dilihat dari
aspek ekonomi. Maka berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat
disimpulkan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau swasta serta masyarakat secara terpadu dan saling

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 11


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

mendukung, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta


mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan, guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Upaya kesehatan dapat dipandang sebagai bagian integral dari
sistem kesehatan, yang bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau (affordable)
dan bermutu (quality) untuk terjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.

PENTING LANDASAN HUKUM DALAM PRAKTIK PROFESI

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN

Didalam mendapatkan layanan kesehatan, pasien mempunyai hak dan


kewajiban sebagaimana Surat edaran DirJen Yan Medik No:
YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :

HAK PASIEN

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien:

1.Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang


berlaku di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan
jujur
2.Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan
standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi
3.Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan
4.Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 12


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit


5.Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik
dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
7.Hak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut
peraturan yang berlaku
8.Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yg akan dilakukan thd dirinya.
9.Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
10 Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
. mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
11 Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad dan atau
. masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
12 Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak
. mengganggu ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.
13 Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah
. sakit
14 Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
. terhadap dirinya
16 Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
. terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran)
17 Hak akses /inzage kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam
. medis miliknya

KEWAJIBAN PASIEN

1 Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah


. kesehatannya kepada dokter yang merawat
2 Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan
. perawat dalam pengobatanya.
4 Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
. Berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya
STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 13
2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Kewajiban Bidan terhadap Klien dan Masyarakat dan Petunjuk


Pelaksanaannya
1. Setiap Bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya .
Petunjuk pelaksanaan Kode Etik Bidan Indonesia
a. Bidan harus melakukan tugasnya berdasarkan tugas dan fungsi Bidan yang
telah ditetapkan sesuai dengan prosedur ilmu dan kebijaksanaan yang berlaku
dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab
b. Bidan dalam melaksanakan tugasnya harus memberikan pelayanan yang
optimal kepada siapa saja, dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan,
golongan, bangsa dan agama
c. Bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak akan menceritakan kepada orang
lain dan merahasiakan segala yang berhubungan dengan tugasnya
d. Bidan hanya boleh membuka rahasia pasiennya/kliennya apabila diminta
untuk keperluan kesaksian pengadilan

2. Setiap Bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra Bidan a) Pada
hakekatnya manusia termasuk klien memiliki keutuhan akan intelektual dan
pengakuan yang hakiki baik dari golongan masyarakat, intelektual, menengah,
maupun kelompok masyarakat kurang mampu. Oleh karena itu Bidan harus
menentukan sikap yang manusiawi (sabar, lemah lembut dan ikhlas) memberi
pelayanan.
b) Atas dasar menghargai martabat setiap insan Bidan harus memberikan
pelayanan profesional yang memadai kepada setiap kliennya
3. c) Profesional artinya memberikan pelayanan sesuai dengan bidang ilmu yang
dimiliki dan manusiawi secara penuh tanpa mementingkan diri sendiri tetapi
mendahulukan kepentingan klien serta menghargai sebagaimana Bidan
mengharagai dirinya sendiri
a. Bidan dalam memberikan pelayanan harus menjaga citra Bidan artinya Bidan
sebagai profesi memiliki nilai-nilai pengabdian yang sangat esensial yaitu
bahwa jasa-jasa yang diberikan kpeada kliennya adalah suatu keijakan sosial,
STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 14
2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

dimana masyarakat akan merasakan sangat dirugikan atas


ketidakhadiranBidan.
3. Setiap Bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada
peran, tugas dan tanggung jawab sesuai kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat
Pengabdian dan pelayanan Bidan adalah dorongan hati nurani yang tidak
mendahulukan balas jasa

a) Bidan dalam melaksanakan pelayanan harus sesuai dengan tugas dan


kewajiban yang telah digariskan dalam PER MEN KES :
572/Menkes/Per.IV/1996 antara lain :
1) Memberikan penerangan dan penyuluhan
2) Melaksanakan bimbingan pada teg.kes. lainnya yang lebih rendah
dukun
3) Melayani kasus ibu dan pengawasan keh, persalinan normal, letak
sungsang, episotomi, penjahitan perineum TK I dan II
4) Perawatan nifas dan menyusui termasuk pemberian uterotonika
5) Memberikan pelayanan KB
b) Melayani bayi dan anak prasekolah, pengawasan tumbang, imunisasi
perawatan bayi dan memberikan petunjuk pada ibu tentang makanan yang
benar untuk bayi / balita sesuai usia
c) Mmeberikan obat-obatan dalam bidang kebidanan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi klien
d) Mengadakan konsultasi dengan profesi kesehatan lainnya dalam
kasusnya yang tidak bisa diatasi sendiri yaitu :
1) Kehamilan resiko tinggi dan versi luar digital
2) Pertolongan persalinan sungsang pada primigravida dan cunam
ekstravator vakum pada kepala dasar panggul
3) Pertolongan nifas dengan pemberian antibiotik pada infeksi baik secara
oral maupun suntik

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 15


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

4) Memberikan pertolongan kedaruratan melalui pemberian infus guna


pencegahan syok dan mengatasi perdarahan pasca persalinan
termasuk pengeluaran uri dengan manual
5) Mengatasi kedaruratan eklamsi dan mengatasi infeksi BBL
e) Bidan melaksanakan perannya ditengah kehidupan masyarakat :
Berperan sebagai penggerak PSM dengan menggali, membangkitkan
peran aktif masyarakat
Berperan sebagai motivator yang dapat memotivasi masyarakat untuk
berubah dan berkembang kearah peri akal, peri rasa dan perilaku yang
lebih baik
Berperan aktif sebagai pendidik yang mampu merubah masyarakat
dari tidak tahu menjadi tahu
Berperan sebagai motivator/pembaharu yang membawa hal-hal yang
baru yang dapat merubah keadaan ke arah yang lebih baik.

4. Setiap Bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan


klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat
a) Kepentingan klien adalah diatas kepentingan sendiri maupun kelompok
artinya Bidan harus mampu menilai situasi saat dimana menghadapi
kliennya. Berikan dahulu pelayanan yang dibutuhkan klien dan mereka tidak
boleh ditinggalkan begitu saja
b) Bidan harus menghormati hak klien antara lain :
1) Klien berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai
2) Klien berhak memperoleh perawatan dan pengobatan
3) Klien berhak untuk dirujuk pada institusi/bidang ilmu yang lain sesuai
dengan permasalahannya
4) Klien mempunyai hak untuk menghadapi kematian dengan tenang
c) Bidan menghormati nilai-nilai yang ada di masyarakat artinya :

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 16


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

1) Bidan harus mampu menganalisa nilai-nilai yang ada di masyarakat


dimana ia bertugas
2) Bidan mampu menghargai nilai-nilai masyarakat setempat
3) Bidan mampu beradaptasi dengan nilai-nilai budaya masyarakat
dimana ia berada

5. Setiap Bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan


klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya
a) Bidan sudah siap untuk berangkat ke suatu pertemuan mendadak ada
klien yang datang untuk berkonsultan/partus, tentu kepentingan klien yang
diutamakan sekalipun pertemuan tersebut sangat penting : dengan catatan
usahakan agar mengutus seseorang untuk memberi kabar
b) Bidan sudah siap untuk ke kantor (bekerja), mendadak ada seorang
anggota keluarga meminta bantuan untuk menolong seorang bayi yang
kejang, tentu saja kita utamakan untuk melihat anak yang kejang tersebut
lebih dahulu
c) Bidan sudah merencanakan akan mengambil cuti keluar kota, tetapi
sebelum berangkat pamong meminta untuk memberikan ceramah mengenai
ASI kepada masyarakat, tentu hal ini akan didahulukan, dan seterusnya

6. Setiap Bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam


hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal
a) Bidan harus mengadakan kunjungan rumah/masyarakat memberikan
penyuluhan serta motivasi agar mau membentuk posyandu / PKMD / bagi
yang mempunyai balita / ibu hamil memeriksakan diri di posyandu
b) Bidan dimana saja berada baik di kantor, di puskesmas / di rumah, di
tempat praktek, maupun ditengah-tengah masyarakat lingkungan tempat

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 17


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

tinggal harus selalu memberikan motivasi agar mereka hidup berprilaku


sehat.

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

STANDAR ADALAH :
Ukuran atau para meter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat
kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran yang telah
ditetapkan

KEBIDANAN MERUPAKAN :
Ilmu terapan yang terkait dengan ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu
kesehatan masyarakat, ilmu prilaku dan ilmu sosial budaya.

PRAKTIK KEBIDANAN ADALAH :


Penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada
klien dengan pendekatan manajemen kebidanan.

MANAJEMEN KEBIDANAN ADALAH :


Metode pelayanan kebidanan yang merupakan suatu langkah yang
sistematis, terarah dan terukur dalam pengambilan keputusan dengan
menggunakan langkah :
1. Pengkajian data
2. Inter pretasi data
3. Mengidentifikasi masalah potensial
4. Antisipasi tindakan segera yang bersifatmandiri, kolaborasi, atau rujukan
5. Menentukan rencana tindakan
6. Tindakan atau pelaksanaan
7. Evaluasi

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 18


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

KOMPETENSI BIDAN DIKELOMPOKAN DALAM DUA KATEGORI YAITU :


1. Kompetensi inti/dasar :
Merupakan kompetensi minimal yang mutlak dimiliki oleh bidan
2. Kompetensi tambahan/lanjutan :
Merupakan pengembangan dari pengetahuan dan keterampilan dasar,
untuk mendukung tugas bidan dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi

Menurut sudut pandang pendidikan, Kompetensi adalah perpaduan dari


pengetahuan, keterampilan dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. Sehingga kompetensi bidan meliputi pengetahuan,
keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam
melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung jawab.
Penentuan standar profesi selalu berkaitan erat denga situasi dan kondisi
dari tempat standar profesi itu berlaku.

Sebagai tenaga kesehatan yang professional, maka bidan dalam melakukan


tugasnya wajib memenuhi standar profesi sesuai dengan apa yang
dinyatakan dalam UU No 23/92 Tentang Kesehatan, bahwa tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan menghormati hak pasien.
Sesuai Pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan sebagai berikut : Standar profesi
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan
dengan pasien seperti ; dokter, bidan dan perawat dalam melaksanakan
tugasnya harus menghormati hak pasien.
Menurut Prof. Wila Chandrawil S, bahwa dalam melaksanakan profesinya,
seorang tenaga kesehatan perlu berpegang kepada tiga ukuran umum
yaitu :

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 19


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

1. Kewenangan
2. Kemampuan rata-rata
3. Ketelitian yang umum
Kewenangan bidan diatur dalam KepMenKES No.900 / MenKes /SK/VII/2002
Tentang Registrasi dan Praktik Bidan, disini bidan berwenang untuk
melakukan atau memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaannya. Jadi merupakan dasar yang digunakan oleh bidan dalam
melakukan tugasnya secara otonomi dan mandiri.

DALAM MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN, BIDAN


HARUS :
1. Melaksanakan tugas kewenangan sesuai standar profesi
2. Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukan
3. Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya
4. Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara
optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu atau janin.

Menurut Pasal 1 Ayat 3 UU No.23/92 Tentang Kesehatan, menetapkan apa


yang dimaksud dengan tenaga kesehatan yaitu : Setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan
atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Sedangkan kewenangan adalah kewenangan dari tenaga kesehatan untuk
melaksanakan pekerjaan , yang dikenal dengan kewenangan profesional. Di
Indonesia yang berhak memberi kewenangan seorang tenaga kesehatan
bekerja sesuai dengan profesinya adalah Departemen Kesehatan dalam
bentuk Surat Izin Praktik.
Tanpa kewenangan professional, maka tenaga kesehatan tidak dapat
melakukan pekerjaan sebagai tenaga kesehatan seperti yang dimaksud oleh
UU No.23/92 Tentang Kesehatan. Sesuai KepMenKes No.900/2002 disebutkan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 20


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

bahwa bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur


dalam KepMenKes ini dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran
tertulis sampai pencabutan izin praktik.

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN YANG DITETAPKAN OLEH PIMPINAN


PUSAT IKATAN BIDAN INDONESIA :
A. STANDAR I : METODE ASUHAN
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan
dengan langkah: Pengumpulan data, analisis data, penentuan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi operasional :
1. Ada format manajemen kebidananyang sudah terdaftar pada catatan
medis.
2. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data,
rencana fomat pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan
dan evaluasi

B. STANDAR II : PENGKAJIAN
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan
dianalisis.
Definisi operasional :
1. Ada format pengumpulan data
2. Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi
data :
a. Demografi identitas klien .
b. Riwayat penyakit terdahulu.
c. Riwayat kesehatan reproduksi.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 21


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

d. Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.


e. Analisis data
3. Data dikumpulkan dari :
a. Klien/ pasien, keluarga dan sumber lain.
b. Tenaga kesehatan.
c. Individu dalam lingkungan terdekat
4. Data diperoleh dengan cara:
a. Wawancara
b. Observasi
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan penunjang

C. STANDAR III : DIAGNOSA KEBIDANAN


Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah
dikumpulkan.
Definisi operasional :
1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi
oleh klien atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan
kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
2. Diagnose kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistimatis
mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.

D. STANDAR IV : RENCANA ASUHAN


Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Definisi operasional :
1. Ada format rencana asuhan kebidanan
2. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana
tindakan dan evakuasi.

E. STANDAR V : TINDAKAN

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 22


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan


perkembangan klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evakuasi
keadaan klien.
Definisi operasional :
1. Ada format tindakan kebidanan dan evakuasi
2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evakuasi
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
perkembangan klien
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan
wewenang bidan atau tugas kolaborasi
5. Tindakn kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik
kebidanan, etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman
dan nyaman
6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersdia

F. STANDAR VI : PARTISIPASI KLIEN


Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan
keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan
kesehatan.
Definisi operasional :
1. Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang :
a) Status kesehatan saat ini
b) Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
c) Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan
d) Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
e) Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan
tindakan /kegiatan.

G. STANDAR VII : PENGAWASAN

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 23


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Monitoring /pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus


menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi operasional :
1. Adanya format pengawasan klien
2. Pengawasan dilaksanakn secara terus-menerus sistematis untuk
mengetahui keadaan perkembangan klien
3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah
disediakan

H. STANDAR VIII : EVAKUASI


Evakuasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan
tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evakuasi dari rencana yang
telah dirumuskan.
Definisi operasional :
1. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan klien
sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
3. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan

I. STANDAR IX : DOKUMENTASI
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi
asuhan kebidanan yang diberikan.
Definisi operasional :
1. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen
kebidanan
2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistematis jelas dan ada yang
bertanggung jawab
3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan
kebidanan
STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 24


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

1. STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi,misi, filosofi dan tujuan
pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan
tugas pelayanan yang efektif dan efesien.

Definisi operasional :
a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, dan filosofi
pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, mis, dan filosofi
masing-masing.
b. Ada bagian stuktur organisasi yang menggambarkan garis komando,
fungsi dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan
kebidanan hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pimpinan .
c. Ada uraian tertulis untuk seiap tenaga yang ada pada organisasi yang
disahkan oleh pimpinan
d. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki tenaga
yang memduduki jabatan organisasi yang disahkan oleh pimpinan.

2. STANDAR II : ADMIISTRASI DAN PENGELOLAAN


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan
pelayanan, standar pelayanan, prosedur tetap dan pelaksanaan kegiatan
pengelolaan pelayanan yang kondusif yang memungkinkan terjadinya
praktik pelayanan kebidanan akurat.

Definisi operasional :
a. Ada pedoman penyelenggaraan pengelolaan pelayanan yang
mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang
disahkan oleh pimpinan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 25


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

b. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar


alat, standar ruangan, standar ketenagaan yang telah disahkan oleh
pimpinan
c. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan / tindakan kebidanan
yang disahkan oleh pimpinan
d. Ada rencana/ program kerja setiap institusi pengelolaan yang mengacu
ke institusi induk
e. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur,
dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat
f. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang
menggunakan lahan praktik, program, pengajaran klinik dan penilaian
klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi

3. STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN


Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan sumber
daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.

Definisi operasional :
a. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan
b. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian
c. Ada jadwal dinas yang menggambarkan keampuan tiap-tiap per unit
yang menduduki tanggung jawab yang dimiliki oleh bidan
d. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan
kualifikasi minimal selaku kepala ruangan berhalangan tugas
e. Ada data personil yang bertugas diruangan tersebut

4. STANDAR IV : PASILITAS DAN PERALATAN


Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung tercapainya tujuan
pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi
pelayanan.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 26


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Definisi operasional :
a. Tersedia peralatan sesuai dengan standar dan ada mekanisme
keterlibatan
b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan
kualitas barang
c. Ada apelatihan khusus unuk bidan tentang penggunaan alat tertentu
d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat

5. STANDAR V : KEBIJAKSANAAN DAN PROSEDUR


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam
penyelenggaraan pelayanan kebidanan dan pembinaan personil menuju
pelayanan yang berkualitas.

Definisi operasional :
a. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar
pelayanan yang disahkan pimpinan
b. Ada prosedur personalia : penerimaan pegawai kontrak kerja, hak dan
kewajiban personalia
c. Ada personalia cuti personil, istirahat, sakit dan lain-lain
d. Ada prosedur pembinaan personal

6.STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan
perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Definisi operasional :
a. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara
berkesinambungan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 27


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan / personil baru
dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan
c. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil
pelatihan

7.STANDAR VII : STANDAR ASUHAN


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan manajemen
kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan
pelayanan kepada pasien.
Definisi opersional :
a. Ada standar manajemen kebidanan sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan kebidanan
b. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik
c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien
d. Ada diagnosa kebidanan
e. Ada rencana asuhan kebidanan
f. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan
g. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan
h. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan

8. STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU


Pengelola pelayanan kebidanan mamiliki program dan pelaksanaan dalam
evaluasi dan pengendalian mutu palayanan kebidanan yang dilaksanakan
secara berkesinambungan.

Definisi operasional :
a. Ada program mutu pelatihan dan pengembangan
b. Ada penilaian mutu proses pelatihan
c. Ada penilaian mutu pelatih
d. Ada umpan balik tentang penilaian mutu

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 28


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

e. Ada tindak lanjut dari penilaian mutu

PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PRAKTIK

Peraturan perundang-undangan yang melandasi pelayanan


kesehatan.
Beberapa dasar dalam otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai
berikut
1. Kepmenkes No HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktek bidan.
2. Kepmenkes No 369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi
kebidanan
3. Standar Pelayanan Kebidanan
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
5. PP No. 32/Tahun 1996 tentang Kesehatan
6. UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Bidan merupakan tenaga kerja yang mempunyai peranan dan
kedudukan yang sangat penting dalam pembangunan, sebagai tenaga
kerja, bidan juga berhak memperoleh perlindungan tenaga kerja.
a. Pasal 81 ayat 1 : pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid
merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
bekrja pada hari pertama dan kedua haid
b. Pasal 81 ayat 2 : pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerjasama
c. Pasal 82 ayat 1 : pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh
istirahat 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak, dan 1,5 bulan
sesudah melahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau
bidan
d. Pasal 82 ayat 2 : pekerja atau buruh perempuan yang mengalami
keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan sesuai
dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 29


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

e. Pasal 83 : pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusu


harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu
harus dilakukan selama waktu kerja
f. Pasal 84 : setiap pekerja atau buruh perempuan yang menggunakan hak
waktu istirahatnya, mendapat upah atau gaji penuh

7. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung dan transplantasi


PP TENTANG ABORSI, BAYI TABUNG DAN ADOPSI
1. ABORSI
ABORSI DILIHAT DARI SEGI ETIKA
Dalam mengkaji kata etika kita tidak bisa lepas dari kata moral. Maka di
sini dua hal tersebut akan dibahas satu-persatu, yang mana nantinya
akan terlihat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
a. Etika
Etika berasal dari Bahasa Yunani yang dapat diartikan sebagai
kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adab, akhlak, watak,
perasaan, sikap dan cara berfikir yang berarti adab kebiasaan. Dalam
Bahasa Inggris berarti ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang
baik, tindakan yang tepat yang harus dilakukan oleh manusia sesuai
dengan moral pada umumnya.
Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
K. Bertens (2002) menyatakan bahwa etika berarti sistem nilai,
kumpulan asas atau nilai moral yang dimaksud disini adalah kode etik.
b. Moral
Moral dalam Bahasa Latin berarti kebiasaan, adat. Menurut etimologi
antara etik dan moral adalah sama, sama-sama berarti adat kebiasaan,
walaupun bahasa asalnya berbeda.
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 30


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Pada hakekatnya moral mengindikasikan ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu
komunitas dan moral juga bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam
pikiran (Rahma, 2004)
Moral tidak hanya berhubungan dengan larangan seksual tetapi lebih terkait dengan benar
dan salah dalam kehidupan (Singer dalam Practical Ethich, 1979).
c. Isu Moral
Isu adalah topik yang penting untuk didiskusikan atau dibicarakan.
Ukuran yang penting adalah bahwa masalah tersebut merupakan topic
yang penting sehingga mayoritas individu akan mengeluarkan opini
terhadap masalah tersebut.
Isu moral mencakup hal-hal yang penting mengenai baik - buruk
dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga bisa berupa kejadian yang
luar biasa, misalnya perang atau konflik bersenjata, ATM Kondom dan
lain sebagainya.
d. Konflik Moral
Terkadang kita menganggap sama konflik moral dan dilemma moral,
padahal keduanya berbeda. Konflik moral terjadi karena adanya
perbedaan antara prinsip moral antar individu. Konflik moral
mengakibatkan dilema moral.
Konflik moral terjadi karena kesenjangan antara prinsip moral yang
dianut dengan situasi kenyataan yang dihadapi.
Terdapat 2 tipe konflik moral
Konflik dalam prinsip yang sama
Misalnya prinsip otonomi bidan, otonomi siapa yang diperjuangkan,
bidan atau pasien. Keduanya berkedudukan yang sama sehingga
sering kali mengakibatkan konflik bagi bidan.
Konflik dalam prinsip yang berbeda
Dalam kasus ibu yang tidak mau diepisiotomi, bidan memiliki konflik
antara kewajiban untuk menghargai hak hidup janin sekaligus
menghargai otonomi keinginan ibu.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 31


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

e. Dilema Moral
Banyak kasus yang timbul di masyarakat yang mengakibatkan
permasalahan bagi tenaga medis. Permasalahan tersebut menjadi
dilema dalam tindakan profesi, karena bila tenaga medis melakukan
tindakan yang tidak disetujui oleh klien atau diluar wewenangnya, hal
ini akan mempengaruhi moral dirinya sebagai tenaga medis.
Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus medis yang di bawa ke meja
hijau akibat dilema moral yang mengakibatkan tindakan melanggar
hukum.
f. Aborsi dalam etika
Dalam masyarakat yang kompleks sebagai dampak modernisasi,
terjadi pergeseran moral dan etika ke arah keterpurukan. Untuk
mencegah penurunan moral etik, diperlukan sikap etis yang
menunjukkan bahwa sikap tindakan moral terdiri atas hak dan
kewajiban yang ditentukan dengan peraturan yang bertujuan legalisasi
dari moral dan moralisasi dari hukum legalism and medical ethics.
Suatu contoh konflik moral :
1. Aborsi
2. Bayi tabung
3. Sewa rahim
4. Bank sperma
5. Klonning
Untuk mengatasi konflik moral tersebut, semua pihak harus menyadari
hak dan kewajibannya serta mampu menempatkan diri dalam porsi
yang tepat.
g. Aborsi ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia
Kewajiban umum pasal 7 d Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran berbunyi : Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani, artinya segala
perbuatan dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 32


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

kesehatan dan kebahagian, dengan sendirinya dia harus


mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia, ini berarti
bahwa baik dari segi agama, UU negara, maupun etik kedokteran,
seorang dokter tidak dibolehkan untuk menggugurkan kandungan
(Abortus Provokatus). Abortus hanya dapat dibenarkan hanya sebagai
pengobatan, apabila satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari
bahaya maut atau abortus provokatus therapiuticus, seperti juga
tercantum dalam Undang-undang tentang Kesehatan No.23 tahun
1992. Keputusan untuk melakukan abortus, sekurang-kurangnya 2
dokter, dan persetujuan tertulis dari isteri, suami dan keluarga
terdekat, dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit atau sarana
kesehatan yang memadai.
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang
Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan
untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus
provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang
didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan
Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk
menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Dari
aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam
Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d:
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang
melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan
dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing
RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi
tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari
profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi
adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 33


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

ABORSI DI LIHAT DARI SEGI HUKUM


Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi
selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan
abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun
4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu maka
undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi
dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam
sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap
tindakan abortus.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke
dalam dua golongan yakni :
1. Abortus buatan legal Yaitu pengguguran kandungan yang
dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-
undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius,
karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah
untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu. Abortus atas
indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Abortus buatan illegal Yaitu pengguguran kandungan yang
tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si
ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis,
karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Dalam kenyataan secara hukum ada aborsi yang dapat diterima dan
ada yang tidak dapat diterima. Yang dapat diterima antara lain jika
kehamilan membahayakan jiwa si ibu. Ini berarti, ada aborsi yang secara
hukum boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 34


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Pembedaan antara yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh


dilakukan itulah yang perlu diatur melalui sistem hukum. Artinya,
diperlukan undang-undang yang mengatur aborsi sehingga dapat
menolong perempuan yang mengalami KTD dari bahaya menjadi korban
praktik yang membahayakan kesehatan, bahkan jiwanya. Dalam
undang-undang itu ditetapkan antara lain batasan aborsi, siapa yang
boleh meminta, siapa yang boleh melakukan, di mana boleh dilakukan,
dan bagaimana mengawasinya.
Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya
setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya
abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak.

Legalisasi aborsi bukan hal baru di negara-negara liberal. Jepang,


India, Korea Utara, Taiwan, Inggris, Hungaria, Australia, dan Zambia
merupakan negara yang membolehkan warganya melakukan aborsi
dengan alasan sosial dan kesehatan perempuan. Kuba, Puerto Riko,
Mongolia, Cina, Amerika Utara, Vietnam, sebagian negara di Eropa, dan
Tunisia melegalkan aborsi berdasarkan permintaan. Di Kanada legalisasi
aborsi mulai bergema tahun 1960-an. Di Amerika Serikat, isu aborsi
sudah muncul sejak 1820-an. Sebanyak 50 negara bagian pada 1965
melarang aborsi kecuali dengan alasan tertentu. Aborsi mulai dilegalkan
pada 1973, awalnya oleh 17 negara bagian. Di Belanda, dokter terakhir
di Belanda yang ditahan karena melakukan aborsi terjadi pada 1953.
Parlemen Belanda memiliki undang-undang tentang pengaturan aborsi,
misalnya aborsi diperbolehkan sampai usia kandungan 24 minggu, atau
jika anak yang akan dilahirkan mengalami cacat parah. Di Polandia,
Maret 2005 ratusan perempuan menuntut hak aborsi di pusat Kota
Warsawa. Tujuannya adalah mendesak pemerintah untuk membebaskan
aborsi dan melindungi hak kaum wanita serta homoseksual.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 35


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Terminasi kehamilan hanya dapat dilakukan oleh praktisi medis


yang terregistrasi sesuai yang ditetapkan pada Abortion Act 1967. Jika
syarat itu tidak terpenuhi maka semua terminasi kehamilan dianggap
tidak sah. Abortion Act memerlukan :
1. Dua orang praktisi medis harus menyetujui bahwa :
a. Kehamilan tidak lebih 24 minggu dan bila dilanjutkan akan
mengakibatkan risiko yang lebih besar daripada jika diterminasi,
yang meliputi cedera fisik atau kesehatan mental ibu atau anak
yang dikandungnya; atau
b. Terminasi diperlukan untuk mencegah cedera permanen pada
kesehatan fisik atau mental wanita tersebut; atau
c. Kelanjutan kehamilan akan mengakibatkan risiko yang lebih besar
pada kehidupan wanita hamil dibandingkan jika kehamilan
diterminasi; atau
d. Terdapat risiko substansial bahwa apabila anak dilahirkan akan
menderita ketidaknormalan fisik atau mental sampai kecacatan
yang serius.
2. Dalam menentukan penilaian a atau b dapat berdasarkan keadaan
yang sesungguhnya atau yang dapat diperkirakan pada wanita
tersebut.

Kita lihat di negara Indonesia, dimana dalam undang-undang Nomor 23


Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
PASAL 15: 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi
medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh tenaga

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 36


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan


dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana kesehatan
tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan
sebagai berikut: Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan
dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil
tindakan medis tertentu Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu
kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis
tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat
melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki
keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli
kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan adalah ibu hamil
yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau
keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana
kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk
tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan
antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu
hamil atau janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan
wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. 2.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 37


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Abortus Provocatus Criminalis ( Abortus buatan illegal ) Yaitu


pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan
atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten
serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan
abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur
kriminal atau kejahatan.
Abortus hanya dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila
satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut atau
abortus provokatus therapiuticus, seperti juga tercantum dalam Undang-
undang tentang Kesehatan No.23 tahun 1992. Keputusan untuk
melakukan abortus, sekurang-kurangnya 2 dokter, dan persetujuan
tertulis dari isteri, suami dan keluarga terdekat, dan sebaiknya dilakukan
di rumah sakit atau sarana kesehatan yang memadai.
Sedangkan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)
tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam
kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Beberapa pasal
yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP):
PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat
demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang
tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika
yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 38


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau


mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan
itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2)
Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan
suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-
terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-
terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk
sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan pasal-pasal tersebut
diatas dapat ditarik kesimpulan : 1. Seorang wanita hamil yang sengaja
melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman
empat tahun. 2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap
ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 39


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun 3. Jika
dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun
penjara. 4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus
tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan)
ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek
dapat dicabut. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang
memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi
medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya
dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan
alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis
tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Dengan demikian jelas bagi kita bahwa melakukan abortus buatan
dapat merupakan tindakan kejahatan, tetapi juga bisa merupakan
tindakan ilegal yang dibenarkan undang-undang.

2.INSEMINASI/BAYI TABUNG
Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan
(Bayi Tabung)
g. Jika benihnya berasal dari Suami Istri
a. Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-
vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka
anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus
sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 40


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan


lainnya.
b. Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat
ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum
300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari
pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka
anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki
hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar
hukum ps. 255 KUHPerdata.
c. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami,
maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan
penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps.
42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri
penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya
melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian
semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320
dan 1338 KUHPer.)

b. Jika salah satu benihnya berasal dari donor


a. Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan
tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di
dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke
dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan
memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya
sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes
golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
b. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang
bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 41


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974


dan ps. 250 KUHPer.

c. Jika semua benihnya dari donor


a. Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak
terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam
rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak
yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri
tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat
dalam perkawinan yang sah.
b. Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak
tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis
tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya
anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut
sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.

Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap


kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer
embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan
tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya
anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan
ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai
inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang
sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di
Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer
embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat
dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 42


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

3. ADOPSI

1. Pihak yang dapat mengajukan adopsi

a. Pasangan Suami Istri

Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur


dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat
Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri
Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat
untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus
kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak,
sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini
berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan
organisasi sosial.

b. Orang tua tunggal

1. Staatblaad 1917 No. 129

Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-


orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak
oleh pasangan yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah
terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang
suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 43


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda


tersebut tidak dapat melakukannya.

Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan


untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte
Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri
Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan
mengangkat anak perempuan.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur


tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia
(WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung
dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat
(private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat
dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak
terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single
parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda
memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi
anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk
melakukannya.

3. Tata cara mengadopsi

Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur


tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk
mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan
permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan
Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 44


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan


diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani
oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai
secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak
yang akan diangkat .

4. Pencatatan di kantor Catatan Sipil

Setelah permohonan disetujui Pengadilan, Anda akan menerima


salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak.
Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor
Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte
kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak
tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan
pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.

5. Akibat hukum pengangkatan anak

Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan


waris.

a. Perwalian

Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh


pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak
angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban
orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi
anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan
menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah
orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.

b. Waris
STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 45
2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun


hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris.
Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang
bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk
menentukan pewarisan bagi anak angkat.

- Hukum Adat:

Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak


angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi
keluarga yang parental, Jawa misalnya, pengangkatan
anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak
itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain
mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga
tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda
dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban
hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya
ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak
kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan
kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H,
Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS,
1991).

- Hukum Islam:

Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa


akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-
mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua
angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua
kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari
ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak
Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)
STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 46
2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

- Peraturan Per-Undang-undangan :

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari


pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum
memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai
anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan
menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat
pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan
perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran,
yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.

PERMENKES TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan
yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti
tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar
profesi dan standar operasional prosedur.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 47


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-


undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang
dapat diperoleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru
yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia

BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
1. Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan
2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri
dan/atau praktik mandiri.
3. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.
Pasal 3
1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan
praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau
Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.
Pasal 4
1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.
Pasal 5
1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan
harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan melampirkan:

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 48


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir


b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat praktik.
4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum
dalam Formulir II terlampir
Pasal 6
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi
persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan
asuhan kebidanan
2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran peraturan ini.
3. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan
Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintanh pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 49


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan
pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a
ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan
masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh
delapan) hari.
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 50


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

b. Perawatan tali pusat


c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan

Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan
dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen
aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 51


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam


rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan
pada masa pranikah dan prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu
dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien
dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 52


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah


terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak berlaku.
Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang
memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan
sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memperoleh sertifikat.

Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya
menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan
dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 53


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk


pelaporan kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik
sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau
keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan
standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.

Bab IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PASAL 20
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien
dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Pasal 21
1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat
memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 54


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam


peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d. Pencabutan SIPB selamanya.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
1. SIPB yang dimiliki Bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan
masih tetap berlaku sampai masa SIPB berakhir.
2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam
proses perizinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 55


2011/2012
ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

STIKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 56


2011/2012

Anda mungkin juga menyukai