Anda di halaman 1dari 8

Hengky Pratama

( F1H1 14 048 )

5.3 Kompleks Ofiolit

Istilah Ofiolit ditemukan pertama kali oleh Coleman (1977) untuk


himpunan batuan yang terdiri atas batuan mafik, ultramafic, dan sedimen laut dalam
Kompleks ofiolit di lengan tenggara sulawessi merupakan bagian dari lajur ofiolit
sulawesi timur. Batuan pembentuk lajur ini di dominasi oleh batuan ultra mafik dan
mafik serta sedimen plagik. Batuan ultramafik terdiri atas harzburgit, dunit, werlit,
lerzolit, websterit, serpentinit, dan piroksin (Kundig, 1956; Simanjuntak
dkk.,1993a,b,c ; Rusmana dkk., 1993a, b). Sementara batuan mafik terdiri atas gabro,
basalt, dolerit, mikrogabro, dan amfibolit, sedimen plagiknya tersusun oleh batu
gamping laut dalam dan rijang radiolaria. Radiolaria yang dijumpai di lengan timur
menunjukkan umur senomanian (Hamilton,1979; silver dkk., 1983b; Simanjuntak,
1986). Penunjukkan umur senomanian- Eosen ( Simanjuntak, 1986 ).

Kompleks ofiolit dipisahkan dengan jepingan benua sulawesi tenggara degan


pegunungan tangkelamboke oleh sistem sesar Lawanopo ( gambar 5.2 ) Di sekitar
pulau Labengke ( gambar 5.2 ) Kompleks ini dengan formasi tampakura dipisahkan
oleh sesr naik labengke yang mempunyai kemiringan kecil ke arah timur (silver dkk.,
1983a, b). Di beberapa tempat, kompleks ofiolit ini tersesar naikkan ke atas batuan
malihan dan/ lapisan sedimen tepi benua. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks ini
sebelum dikoyak oleh sesar lawanopo, kompleks ini telah tersesar naikkan keatas
kepingan benua.

Kompleks Ofiolit ini membentuk pegunungan berlereng terjal dan kasar dengan
punggung gunung memanjang dan runcing ( gambar 9.1 ) dalam citra inderaan jauh,
seperti foto udara,citra satelit, dan citra radar, kenampakan ini mudah dibedakan
dengan satuan lain.
Penyebaran Kompleks Ofiolit
Kompleks Ofiolit tersebar luas di Tenggara Sulawesi. Peta geologi, yang
dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang Pusat
Survei Geologi) menunjukkan bahwa penyebaran kompleks ini dapat ditelusuri dari
ujung timur Lengan Timur sampai Lengan Tenggara Sulawesi. Kompleks ini tersebar
luas terutama di utara Sesar Lawanopo. Bagian dari kompleks ini juga dijumpai
secara setempat sepanjang pantai timur Teluk Bone dan bebcrapa pulau di sekitar
Lengan Tenggara Sulawesi, seperti pulau Kabaena, Wowonii, dan Buton.pada pulau-
pulau tersebut umumnya Ofiolit sudah mengalami deformasi kuat dan teralterasi.
Walaupun penyebaran Kompleks Ofiolit hanya secara setempat di Lengan Tenggara
Sulawesi, Ofiolit dijumpai secara luas sebagai kepingan dalam Molasa Sulawesi. Hal
ini menunjukkan bahwa Kompleks Ofiolit sebelum pengendapan Molasa Sulawesi,
melampar luas di Lengan Tenggara ini. Mungkin sewaktu tersesar-naikan ke atas
kepingan benua, kompleks ini hanya mempunyai ketebalan tipis, sehingga sebagian
besar darinya sudah habis tererosi.
Kontak antara Kompleks Ofiolit dengan Kepingan Benua Sulawesi Tenggara selalu
berupa Sesama Zona imbrikasi yang terbentuk karena Ofiolit tersesar-naikkan ke atas
kepingan benua dapat dijumpai mulai dari Lengan Timur sampai ujung Lengan
Tenggara Sulawesi. Di Lengan Timur, Ofiolit tersesar-naikkan ke atas Kepingan
Banggai-Sula. Satuan batuan sedimen termuda yang terlibat dalam zona imbrikasi ini
adalah Formasi Salodik dan Formasi Poh, yang keduanya berumur Eosen miosen
Awal (Surono dkk., 1993; Simandjuntak, 1986; Rusmana dkk., 1993a; Surono, 1989a,
b; 1998 ). Sepanjang pantai timur Lengan Tenggara Sulawesi, dari Teluk Tolo sampai
Tinobu dan Tanjung Laonti; Kompleks Ofiolit tersesar-naikkan miring ke barat ke
atas runtunan batuan sedimen Mesozoikum - Paleogen dari Kepingan Benua Sulawesi
Tenggara. Di Tanjung Laonti, zona imbrikasi miring ke timur dan melibatkan Formasi
Meluhu dan Formasi Laonti serta Formasi Tampakura. Di tanjung ini, singkapan
Kompleks Ofiolit dijumpai terisolasi dan sempit dengan dibatasi sesar naik yang
miring ke arah timur. Kompleks Ofiolit ini ditindih takselaras oleh Molasa Sulawesi.
Namun demikian beberapa tempat kontak di antaranya berupa sesar.
Di Pulau Kabaena, Wowonii dan Buton, Kompleks Ofiolit dijumpai tersesar-naikkan
ke atas batuan sedimen Mesozoikum. Ketiga pulau tersebut dipisahkan dengan
daratan Sulawesi oleh laut yang sempit dan dangkal. Zona imbrikasi menerus sampai
pulau tersebut. Berdasarkan hal tersebut, besar kemungkinan Kompleks Ofiolit, yang
tersingkap mulai ujung timur Lengan Timur sampai ujung selatan Lengan Tenggara
Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, merupakan satu kesatuan.
Litologi
2.2.1. Batuan Mafik- Ultramafik
Pada umumnya batuan mafik-ultramafik di Lengan Tenggara Sulawesi sudah
mengalami pensesaraan dan deformasi kuat. Di beberapa tempat batuan ini
bercampur dengan batuan yang berasal dari kepingan benua membentuk batuan
campur aduk (melange). Batuan mafik - ultramafik di Lengan Tenggara Sulawesi
tersusun oleh peridotit dan piroksenit, serta mikrogabro dan basalt. Peridotit yang
mendominasi batuan mafik - ultramafik di Lengan Tenggara Sulawesi ini, terdiri atas
dunit harzburgit, lersolit, dan piroksinit. Sedangkan mikrogabro dan basalt ditemukan
di beberapa tempat saja. Batuan Ofiolit tersingkap baik di jalan sekitar jembatan
Sungai Laloso, Pohara (Gambar 9.2 ).
2.2.1.1.Dunit
Dunit banyak dijumpai di banyak tempat, terutama di Tanjung Lasolo, Pulau Keramat
dan sepanjang Sungai Lasolo. Kenampakan lapangan dunit umumnya berwarna
kuning kehijauan, coklat kekuningan, dan tersesarkan serta tergerus.
Pengamatan di bawah mikroskop polarisasi menunjukkan tekstur senomorpik
(gambar 9.3).mineral pembentuknya didominasi oleh olivine dan sedikit mineral
ikutan (accessory) piroksin dan garnet. Ukuran Kristal olivine berkisar antara 0,3 dan
5 mm. kink banding sering kali ditemukan pada olivin. Pada umumnya olivin
mempunyai bentuk anhedral dengan sebagian mengalami retakan. Sebagian olivine
teralterasi menjadi serpentinit. Yang teramati sepanjang tepi klristal dan sepanjang
retakan. Proses serpentinisasi. Membentuk struktur yang khas, seperti net,
honeycomb, dan nest. Olivin dan mineral hasil alterasi (seperti serpentinit)
mendominasi (> 95% ) dunit. Piroksen, umumnya merupakan jenis ortopiroksen.
Berbentuk subhedral dengan diameter 0,2 2 mm. sejumlah kecil mineral opaq(tidak
tembus cahaya) ditemukan dalam sebagai inklusi dalam olivin.

Gambar 9.2. singkapan ultrabasa dipinggir jalan pohara, dekat jembatan sungai
Lasolo, Nampak telah mengalami pensesaran kuat
\
Gambar 9.3. Foto mikrograf dunit dari tanjung Lasolo yang memperlihatkan tekstur
senomorfis

2.2.1.2.Harzburgit
Kenampakan dilapangan, harzburgit berwarna coklat terang coklat kekuningan.
perlapisan semu dengan ketebalan 2 9 cm, dijumpai di banyak tempat, seperti
dipulau keramat, pulau bahulu, tanjung Lasolo, dan sepanjang sungai Lasolo.
Pengamatan mikroskopis menunjukan bahwa harzburgit berbentuk xenomorphic
granular. Tekstur poikilitik umum ditemukan. Komposisi mineralnya didominasi oleh
olivin dan ortopiroksen.
Olivin, yang umumnya anhedral subhedral, dan berukuran 0,2 12 mm,
mengandung forsteril (table 9.1, gambar 9.4) dan sebagian teralterasi menjadi sepertin
(umumnya lizardit), yang membentuk struktur honeycomb. Persentase olivine dan
mineral hasil alterasinya berkisar antar 67,9% dan 80,3% dari volume buatan. Inklusi
mineral opaq dalam olivine berjumlah sangat kecil ( < 1% ). Beberapa olivine
mempunyai tepi Kristal yang kabur.
Ortopiroksen adalah mineral kedua terbesar dalam harzburgit , dengan jumlah
berkisar antara 17,1% dan 31%. Mineral ini mempunyai bentuk Kristal anhedral
subhedral. Exsolution lamellae umum ditemukan dalam ortopiroksen. Hipersten, yang
dapat dikenali dibawah mikroskop dan juga dari analisis XRD, adalah jenis mineral
yang umum dijumpai dalam ortopiroksen ini.
2.1.1.3. Lerzolit
Secara megaskopis, lerzolit sulit dibedakan dengan harzburgit. Di bawah mikroskop,
lerzolit bertekstur xenomorphic. Olivin merupakan mineral yang dominan (sekitar
62,3%) dalam batuan ini; sedangkan kandungan ortopiroksen dan klinopiroksen
berturut-turut 18,2% dan 8, 7%. Garnet dan mineral opaq (kromit) hadir dalam batuan
ini dengan jumlah sangat kecil (<I%).
2.2.1.4. Piroksenit
Piroksenit ditemukan di banyak lokasi, seperti Tanjung Laonti, Dusun Matarape,
Tanjung Lasolo, dan Desa Amesiu. Batuan ini secara megaskopis tampak berwama
coklat kehijauan, teralterasi, dan mengandung kristal piroksen berukuran kasar. Di
dekat jembatan Lahumbuti, sebelah timur Desa Amesiu, ukuran kristal piroksen
mencapai 4 cm. Namun demikian, piroksen tersebut sudah terdeFormasi kuat dan
teralterasi lanjut. Magnesit sangat umum dijumpai pada daerah tempat piroksenit
alterasi lanjut.
Kenampakan mikroskopis (Gambar 9.5), piroksenit disusun oleh ortopiroksen (96%)
dan olivine (4%). Piroksenit mempunyai tekstur hipidiomorpis dan poikilitik. Kristal
ortopiroksen umumnya berukuran 5 - 25 mm, namun di beberapa tempat mencapai 4
cm seperti di dekat Amesiu. Bentuk,kristal ortopiroksen umumnya subhedral,
sedangkan olivin anhedral dengan ukuran yang halus (0,2- 0,5 mm). Analisis XRD
menunjukkan bahwa enstatit merupakan mineral yang dominan pada ortopiroksen
(Tabel 9 .1 ). Exsolution lamellae sangat umum dijumpai dan beberapa kristal
ortopiroksen mempunyai struktur kink-band. Menurut Nicolas (1989), kenampakan
seperti itu mengindikasikan bahwa piroksenit telah mengalami deFormasi plastis
(solid state deformation). Hal ini didukung juga oleh bentuk augen dan kristal olivin
secara internal terdeFormasi, yang dijumpai dalam beberapa sayatan tipis.
2.2.1.5. Serpentinit
Ciri khas serpentinit adalah warnanya yang hijau kekuningan - kuning kehijauan,
tertektonikkan derajat tinggi, sehingga menghasilkan cermin sesar. Serpentinit terdiri
atas lizardit dan klinokrisotil, yang keduanya teridentifikasi dari analisis XRD.
Struktur jendela (window) dan hour-glass Deer dkk. (1992) banyak dijumpai dalam
serpentinit (Gambar 9.6).
Gambar 9.5. Foto mikrograf olivin ortopiroksenit dari Tanjung Lasolo,
menunjukkan struktur kink-bend dan exsolusion lamellae pada beberapa mineral yang
mengindikasikan telah mengalami deformasi plastis.

Gambar 9.6. Foto mikrograf serpentinit dari daerah sungai Lasolo

Pada umumnya, serpentinit di Lengan Tenggara Sulawesi terbentuk sepanjang retakan


dan/atau antar kristal dalam batuan ultrabasa (biasanya pada peridotit dan piroksenit)
dan membentuk struktur honeycomb. Hal ini menunjukkan bahwa serpentinit di
Lengan Tenggara diduga berasal dari hasil alterasi peridotit dan piroksenit. Menurut
Deer dkk. (1992), basil alterasi tersebut berupa lizardit yang sangat umun dijumpai
dalam serpentinit di Lengan Tenggara Sulawesi (Tabel 9.1).
2.2.1.6. Mikrogabro dan Basalt
Mikrogabro dan basalt dijumpai sebagai bongkah dalam kompleks batuan campur
aduk (mlange) khususnya sepanjang Sungai Toreo (sebelah selatan-timur Tinobu)
dan Sungai Andomowu (selatan-timur Tinobu). Bongkah itu berukuran dari 0,5 m
sampai beberapa meter. Bongkah-bongkah tersebut dibatasi oleh matriks yang
mengkilap tergeruskan (sheared scaly matrix). Mikrogabro dan basalt telah
terdeFormasikan kuat dan teralterasi.
Mikrogabro berwama coklat - hi tam kecoklatan, dengan tekstur fanerik dan
senomorfik. Basalt berstruktur bantal dijumpai di Sungai Toreo, berukuran 30 - 45
cm, umumnya terdeFormasi dan teralterasi kuat. Rijang berwarna coklat kemerahan
ditemukan di antara bantal dalam basalt tersebut. Kontak antara basalt berstruktur
bantal, mikrogabro, dan basalt adalah sesar.
2.2.2. Formasi Matano
Formasi Matano di Lengan Tenggara Sulawesi, yang diduga sebagai batuan sedimen
laut dalam tersusun oleh batugamping, serpih, dan rijang radiolarian. Batugamping
didominasi oleh jenis mudstone yang berlapis baik dan berwama merah maroon. Pada
rijang banyak ditemukan fosil radiolaria Formasi Matano dipercaya sebagai sedimen
pelagik yang menindih batuan mafik dan ultramafic. Kontak antara Formasi ini
dengan runtunan batuan Kepingan Benua Sulawesi Tenggara selalu berupa sesar.
Formasi Matano mempunyai penyebaran di bagian utara dan secara setempat
sepanjang bagian barat Lengan Tenggara Sulawesi (Gambar 5.2 dan 7.1), dengan
ketebalan diduga tidak lebih dari 100m.
Fosil radiolaria, yang ditemukan melimpah pada rijang, di antaranya adalah Thanarla
conica. Zipodium, Archaeodictyomitra sp., A. apiaria, Psedodictyomitra sp., cf., P
cosmoconica, Acanthocipcus sp., aff., A. multidentatus, Creptocephalic, dan
Cryptoracic masellarisns (Surono dkk., 1994 Simandjuntak dkk., 1993b). Kandungan
fosil radiolaria tersebut menunjukkan umur Valariangian (Kapur Awai) - awal
Cenomanian (Kapur Akhir). Pada batugamping ditemukan Globotruncana sp.,
Ritaliopora sp., dan Heterohelix sp., yang menunjukan umur Formasi Matano adalah
Kapur Akhir (Surono dkk., 1994)
2.5. Umur
Sarnpai saat ini belum pemah ditemukan batuan sedimen pelagik dari Lengan
Tenggara Sulawesi yang dapat menentukan umur Kompleks Ofiolit. Basalt dan
mikrogabro yang ditemukan di lengan ini, umumnya sudah mengalarni alterasi;
sehingga tidak dapat dipakai dalarn penentuan umur mutlak dengan metoda Kl Ar.
Kompleks Ofiolit ini selalu mempunyai kontak sesar dengan kepingan benua,
terrnasuk batuan termuda di Kepingan Sulawesi Tenggara. Batuan terrnuda pada
kepingan benua itu adalah Formasi Tampakura, yang berupa runtunan batuan
karbonat berumur Eosen Oligosen Awal. Hal ini menunjukan bahwa Kompleks
Ofiolit merupakan batuan alhoton. Batuan tertua penutup Kompleks Ofiolit dan
kepingan benua adalah Molasa Sulawesi, yang di Lengan Tenggara Sulawesi berumur
Miosen Awal. Dalam molasa itu, kepingan batuan Ofiolit mendominasi kepingan
konglomerat, terutama pada anggota Konglomerat Formasi Langkowala dan Anggota
Konglomerat Matarape. Dengan posisi stratigrafi seperti itu, maka umur Kompleks
Ofiolit di Lengan Tenggara Sulawesi pasti lebih tua dari Miosen Awal.
Penentuan umur Ofiolit dengan pentarikhan radiolarian dalam sedimen plagik
(Formasi Matano) telah dilakukan di Lengan Timur Sulawesi (kundig, 1956;
Simandjuntak, 1986), dan menghasilkan umur Valanginian atau kapur awal. Akan
tetapi perlu diperhatikan percontoh dianalisa mengalami pengurangan argon karena
alterasi dan/atau akibat pemanasan pada waktu pensesaran-naikkan Ofiolit ke atas
kepingan benua. Hasil pentarikhan Mubroto (1989), 15,6 jtl dan 22,0 jtl. Mungkin
dipengaruhi oleh proses tersebut, karena kepingan Ofiolit melimpah dalm Formasi
Batui dan Formasi Bongkah yang berumur Miosen Tengah Pliosen (Surono, 19889;
b). dengan pengecualian dua hasilnya Mubroto (1988) di atas, Umur Lajur Ofiolit
Sulawesi Timur berkisar antara 93,26 2,27 jtl. Dan 26,1 6,1 jtl atau Kapur Akhir
Oligosen Akhir, dengan mempertimbangkan lokasi pengambilan percontoh dan umur
yang didapat, dapat disimpulkan bahwa secara umum umur Ofiolit tersebut semakin
muda kea rah timur.
Data umur dari basalt, gabbro, dan batuan sedimen pelagic menunjukan bahwa Ofiolit
terbentuk pada Kapur Akhir Eosen; sedangkan umur pengalihtempatannya diduga
pada oligosen. Hal ini ditunjukan oleh umur Mowomba Ophiolite Sole dan Kompleks
Melange Peluru yang berkisar antara 26,1 jtl dan 33,9 jtl (Parkinson, 1990).
Stratigrafi yang telah diuraikan di atas mendukung dugaan ini.

Anda mungkin juga menyukai