Jika diamati lebih dekat, market share industri keuangan syariah di Indonesia
masih sangat rendah. Hal tersebut dapat tergambar dengan rendahnya hegemoni
produk-produk keuangan syariah pada bidangnya masing-masing. Misalnya saja,
pada bidang pendanaan syariah Indonesia memiliki Sukuk yang nampaknya belum
begitu mendominasi market share produk-produk pendanaan, baik pada pasar dalam
negeri maupun internasional.
Jika dirinci lebih detail, untuk penerbitan sukuk korporasi didominasi sektor
infrastruktur sebesar 38,17%, industri keuangan 33,47%, dan properti 8,3%. Sisanya
terbagi di indutri consumer goods, pertambangan, jasa, dan perdagangan. Sedangkan
dari sisi pembeli atau kepemilikan, hingga tahun 2015 sukuk korporasi dimiliki oleh
reksadana 26,06%, asuransi 21,06%, dana pensiun 19,57%, dan perbankan 17,34%.
1
Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin, E-mail: ah4579@gmail.com, No. kontak: 085340549900
Sisanya dimiliki individu, korporasi, sekuritas, dan masyarakat. Lebih lanjut, data
statistik secara spesifik menunjukkan bahwa pihak asing memiliki porsi 4,83% dari
kepemilikan sukuk Indonesia (Otoritas Jasa Keuangan, 2015). Ini mengindikasikan
bahwa mengembangan produk-produk keuangan syariah di Indonesia masih memiliki
jauh dari semangat untuk menjadikan Indonesia sebagai Kiblat Ekonomi Syariah
Dunia.
Gelaran Indonesian Sharia Economic Forum (ISEF) ketiga yang diadakan di kota
Surabaya pada tanggal 25-30 Oktober 2016 lalu menjadi angin segar bagi perkembangan
industri keuangan syariah di Indonesia. Pasalnya, dalam acara tersebut telah diluncurkan tiga
inisiasi di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Ketiga inisiasi tersebut adalah
peluncuran Islamic Financial Market Code of Conduct, model Sukuk linked Waqaf,
serta pembentukan Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi Syariah (Satu Akses) di Jawa
Timur (Bank Indonesia, 2016). Salah satu inisiasi yang paling menyita perhatian
publik dari ketiganya adalah produk Sukuk linked Wakaf. Bersama dengan beberapa
lembaga pemerintahan seperti Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Badan
Wakaf Indonesia (BWI), dan perwakilan BUMN, Bank Indonesia (BI) pada hari
pertama ISEF meluncurkan model inovasi ini sebagai wujud kongkrit keseriusan
untuk memajukan industri keuangan syariah di tanah air (www.gomuslim.co.id).
Data di atas memberikan gambaran bahwa provinsi dengan aset tanah wakaf
terluas adalah provinsi Riau, yaitu seluas 1.183.976.528 m2. Kemudian disusul oleh
provinsi Sulawesi Selatan dan Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu masing-masing
seluas 1.029.030.278 m2 dan 767.869.011,58 m2. Nilai aset tersebut jika dikonversi ke
nilai rupiah dapat mencapai Rp 2.050 Triliun (BWI, 2016). Kendati demikian, potensi
tersebut bukan tanpa tantangan. Dari segi tanah wakaf sendiri nyatanya belum dapat
dimanfaatkan sepenuhnya sebagai underlying asset bagi Sukuk linked Wakaf ini.
Data di atas memparkan bahwa belum semua tanah wakaf di Indonsia telah
tersertifikasi. Untuk menjadikan tanah wakaf sebagai underlying asset bagi sukuk
perlu untuk memenuhi aspek legalisasi, sebab luas tanah wakaf yang tersertifikasi
baru mencapai 65,90% dari total luas keseluruhan (BWI, 2016). Ini membuktikan
bahwa masih sekitar 34,10% tanah wakaf di Indonesia belum dapat dimanfaatkan
sebab terkendala urusan legalisasi
Jika diamati dengan seksama, maka sejatinya sukuk linked wakaf hanya dapat
digunakan sebagai instrumen SBSN, sedangkan swasta tidak dapat menerbitkannya.
Ini dikarenakan tanah wakaf merupakan aset yang ditujukan untuk kepentingan
publik, maka tentu semua aset yang dinyatakan sebagai public goods dikuasai oleh
pemerintah. Lebih lanjut, jika diamati terkait karakteristik pengelolaan aset wakaf,
maka sejatinya underlying asset berupa tanah wakaf meskipun telah dijadikan
penjamin nilai sukuk, tetapi tetap harus dikelola untuk mendatangkan manfaat. Oleh
sebab itu, pemerintah perlu melakukan analisis arah pemanfaatan aset ini, misalnya
untuk mengembangkan sektor pertanian, inftrastruktur pelayanan publik, dan
sebagainya. Sejalan dengan pandangan syariah, Menteri Keuangan Sri Mulyani
memaparkan bahwa sejatinya sukuk tidak memfasilitas pemindahan hak kepemilikan
atas underlying asset, melainkan hanya hak manfaat. Terlebih jika aset yang
digunakan sebagai underlying asset tersebut adalah milik negara. Dengan demikian,
meskipun suatu aset telah dijadikan sebagai underlying asset dari sukuk, maka aset
tersebut tetap dipergunakan sebagaimana mestinya, sebab posisi aset disini adalah
penjamin nilai, bukan produk yang diperjualbelikan (Kementerian Keuangan, 2016).
Dengan demikian, maka pemerintah perlu merumuskan kebijakan khusus yang
mengatur inisiasi baru ini. Pemerintah masih perlu melakukan kajian yang
mendalalam dalam merumuskan kebijakan dan ketentuan yang detail terkait
pemanfaatan produk baru ini mengingat karakter aset wakaf yang tidak terlepas dari
unsur filantropi dan tidak boleh nampak sebagai sesuatu yang dikomersialkan untuk
memperoleh profit pribadi.
Bank Indonesia. 2016. Tiga Inisiasi Awali ISEF 2016. Diakses melalui
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/Pages/Tiga-Inisiasi-Ekonomi-
Syariah-Awali-ISEF-2016.aspx, pada 24 November 2016
Ibid. Bank Indonesia Resmi Luncurkan Sukuk Berbasis Wakaf di Ajang ISEF 2016.
Diolah Go Muslim. Diakses melalui
http://www.gomuslim.co.id/read/news/2016/10/27/1967/bank-indonesia-
resmi-luncurkan-sukuk-berbasis-wakaf-di-ajang-isef-2016.html, pada 24
November 2016
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). 2013. Pasar
Modal Syariah. Diakses melalui www.bapepam.go.id, tanggal 24 November
2016
Badan Wakaf Indonesia (BWI). Data Tanah Wakaf Seluruh Indonesia. Diakses
melalui http://bwi.or.id/index.php/ar/tentang-wakaf/data-wakaf/data-wakaf-
tanah.html, tanggal 24 November 2016
Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Statistik Sukuk per Oktober 2015. Diakses melalui
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUK
Ewiq1JHD38bQAhXLro8KHYJMCmwQFggxMAQ&url=http%3A%2F
%2Fwww.ojk.go.id%2Fid%2Fkanal%2Fsyariah%2Fdata-dan-statistik
%2Fdata-produk-obligasi-syariah%2FDocuments%2FPages%2FStatistik-
Sukuk-Oktober-2015%2FStatistik%2520Sukuk
%2520Oktober.pdf&usg=AFQjCNEi_yXpf_5dxFDLOSZMuBAaD0oRvA
Kementerian Keuangan RI. 2016. Rp 33,4 Triliun untuk Underlying Sukuk Negara.
Diolah Media Indonesia. Diakses melalui
http://www.ww1l.mediaindonesia.com/index.php/news/read/72983/rp33-4-
triliun-untuk-underlying-sukuk-negara/2016-10-20, tanggal 26 November
2016