Anda di halaman 1dari 143

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA REMAJA PRIA DI

INDONESIA

(Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)

Skripsi

Oleh:

Nadra Anniswah

1111101000040

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016
ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
Skripsi, Maret 2016

Nadra Anniswah, NIM: 1111101000040


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
SEKSUAL BERISIKO IMS PADA REMAJA PRIA DI INDONESIA
(Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)

xiv + 100 halaman, 2 tabel, 3 bagan, 2 lampiran

ABSTRAK
Perilaku seksual remaja dapat berisiko pada terjadinya IMS. Remaja pria lebih
berpeluang berperilaku seksual daripada wanita. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS
pada remaja pria di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini adalah menggunakan data
sekunder yaitu SDKI tahun 2012 sehingga desain studi yang digunakan pun
mengikuti SDKI 2012 yaitu cross sectional. Analisis data dilakukan
menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 5%. 14.8% remaja pria di
Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual berisiko IMS. 68.3% remaja pria di
Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang terkait perilaku seksual
yang berisiko IMS. 56.9% remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap
negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. 52.3% remaja pria di Indonesia
tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi. 72.4% remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan
adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. Terdapat
hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, pengaruh
teman sebaya, dan peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan
reproduksi, dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia
tahun 2012. Maka, diharapkan kepada Kemenkes untuk membuat dan memantau
pelaksanaan program perubahan perilaku dengan menyediakan layanan,
meningkatkan pengetahuan, dan sikap remaja terkait kesehatan reproduksi
khususnya perilaku berisiko IMS. Demikian pula halnya dengan Kemendikbud
dan Kemenristekdikti untuk berperan dalam upaya perubahan perilaku,
peningkatan pengetahuan dan sikap remaja.
Kata Kunci: Perilaku seksual, Remaja Pria, faktor yang berhubungan
Daftar Bacaan: 58 (1948-2015)
iii

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE


PUBLIC HEALTH DEPARTEMENT
HEALTH PROMOTION CONCENTRATION
Undergraduate thesis, Maret 2016

Nadra Anniswah, SIN: 1111101000040


Factors Related to Risk Sexual Behavior of STIs of Indonesian Male
Adolescent in 2012 (Analysis of Indonesia Demographic and Health Survey 2012)

xiv + 100 pages, 2 tables, 3 figures, 2 attachments


ABSTRACT
Adolescent sexual behavior may present a risk to the occurrence of STIs. Young
men are more likely than women to behave sexually. This study aims to determine
the factors associated with STI sexual risk behavior in Indonesia male adolescent
in 2012. This research is using secondary data, which is IDHS 2012 so that the
study design is cross sectional. Data analysis was performed using chi square test
with significance level of 5%. The number of sample of this study is 9160 male
adolescent aged 15-24 years. 14.8% Indonesian male adolescents sexual
behavior in 2012 are at risk for STI. 68.3% Indonesian male adolescent have low
knowledge about sexual behaviour wick risky to STI. 56.9% Indonesian male
adolescent have negative attitude regarding sexual behaviour wick risky to STI.
52.3% Indonesian male adolescent considers his school did not act as providers
of reproductive health information.72.4% Indonesian male adolescent did not feel
any peer influence in shaping their sexual behavior. Based on the results of chi
square test is known that there are significant relationship between age, education
level, knowledge, attitude, the peer influences, and the role of schools as
providers of reproductive health information with Indonesian male adolescent
sexual behavior in 2012. There is no a significant relationship between residence
with Indonesian male adolescent sexual behavior in 2012. Thus, it is expected that
the Ministry of Health to create and monitor the implementation of the program
behavior change by providing services, increase knowledge, and attitudes related
to adolescent reproductive health in particular STI risk behaviors. Similarly to
Ministry of Education and Culture and Ministry of Research, Technology and
Higher Education to play a role in efforts to change behavior, increase knowledge
and adolescent attitude.

Keywords: sexual behavior, STI, male adolescent, determinant factors

References: 58 (1948-2015)
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko IMS pada Remaja Pria di
Indonesia. Shalawat serta salam kepada Rasulullah saw. yang senantiasa
menjadi penautan penulis. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir/Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat semester VIII Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikaan rasa terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam proses penyususnan laporan ini, yakni kepada:
1. Orang tua dan keluarga penulis (Bunda Ramadanura, alm. Ayah Fidaus,
Tante Mira, Om Syarif, Oma Nursima, Aliffa, Tsabita, Kamil dan klg
Besar Basyir Maruf), yang senantiasa mendoakan setiap langkah yang
penulis kerjakan serta memberi kasih sayang dan nasihat agar tetap
semangat dalam menjalani kehidupan.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Dosen Pembimbing yang
mendampingi hingga tahap siding proposal dan revisinya, terimakasih
telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan
dan bimbingan selama magang dan penyusunan proposal.
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih
telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan
dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini
vii

6. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku penguji seminar proposal yang
saat ini menjadi Dosen Pembimbing II, terimakasih telah sabar dan
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan dan bimbingan
selama penyusunan laporan skripsi ini
7. Sahabat2 terbaik genk remponkz BONANZA: Wulan SKM, Pewe SKM,
Upit, SKM, Safira Hilwa SKM, mbake Lia dan Falah (soon gonna be)
SKM too; + Fuji SKM, Pipi SKM.
8. Sahabat MATATTA: Riah S. Farm, Taufik, Emen, Maulidah S.T, Pito
(S.Kom soon gonna be), Ichsan S.H, dan seeemuuaanya yang senantiasa
memberi semangat, ngajak hang out dan tempat berbagi dikala jenuh.
Terimakasih atas keceriaan yang kita bagi bersama, serta bully-bullyan
tanda sayang dari kalian.
9. Kak Ida, kak Septi dan kak Ami menyumbangkan ide dan memberikan
banyak masukan pada penulis dalam pembuatan skripsi ini, serta telah
mengijinkan penulis menumpang di lab kakak kakak baik hati.
10. Sahabat seperjuangan, kesmas 2011, khususnya Proms 11 yang senantiasa
saling menyemangati dan mendoakan.
11. Dina Amu SKM dan Kemal SKM, epiders cemerlang yang memberi
banyak masukan dalam tahap analisis data dan penyusunan laporan skripsi
ini. sarah ajeng dan rizal yang bersedia mengoreksi bagian abstract.
12. Keluarga besar PASIFIK, Paduan suara FKIK; keluarga bersar Paduan
Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta; keluarga besar PROMS, HPSA; dan
keluarga besar Komunitas SAHABAT MUDA; yang telah memberi
banyak pembelajaran dan pengalaman berharga, serta senantiasa
menyemangati Penulis dengan keceriaan.
13. Seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
FKIK.
14. Semua sahabat dan teman-teman yang senantiasa memberi bantuan,
semangat dan dorongan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
15. Last but not least: Cikul terimakasih pernah saling menyemangati, tetap
semangat melanjutkan perjuangan menggarap skripsi; kak Secco yang
viii

sering menyemangati penulis dan membantu berbagai hal; pemilik akun


soundcloud rizalindis yang sering menjadi penghibur dengan tembangnya.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih
kurang dari sempurna, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana. Aamiin.

Ciputat, April 2016

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................................... ii

ABSTRACT ......................................................................................................................iii

KATA PENGANTAR .....................................................................................................iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .........................................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xiv

DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xvi

BAB I................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 7

1.3. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 8

1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9

1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11

2.1 Perilaku ............................................................................................................. 13

2.2 Perilaku Seksual ............................................................................................... 17

2.5.1 Perilaku Seksual Berisiko IMS ......................................................................... 21

2.3 Remaja .............................................................................................................. 22

2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja ................... 28

2.4.1 Umur ......................................................................................................... 28

2.4.2 Tempat tinggal .......................................................................................... 29

ix
x

2.4.3 Pendidikan ................................................................................................. 30

2.4.4 Pengetahuan .............................................................................................. 30

2.4.5 Sikap.......................................................................................................... 31

2.4.6 Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi tentang
kesehatan Reproduksi pada Remaja ......................................................... 33

2.4.6.1. Peran orang tua.......................................................................................... 33

2.4.6.2. Peran sekolah ............................................................................................ 35

2.4.6.3. Paparan media ........................................................................................... 35

2.4.7 Pengaruh teman sebaya ............................................................................. 36

2.4.8 Perilaku Pacaran ........................................................................................ 36

2.5 Dampak Perilaku Seksual ................................................................................. 37

2.5.1 Ketagihan .................................................................................................. 37

2.5.2 IMS ............................................................................................................ 38

2.6 Kerangka Teori ................................................................................................. 39

BAB III ........................................................................................................................... 41

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS .................. 41

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 41

3.2 Definisi Operasional ......................................................................................... 42

3.3 Hipotesis ........................................................................................................... 44

BAB IV ........................................................................................................................... 45

METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................... 45

4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 45

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 45

4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 46

4.5 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 49


xi

4.6 Pengolahan Data ............................................................................................... 49

4.7 Analisis Data .................................................................................................... 50

BAB V ............................................................................................................................ 52

HASIL ............................................................................................................................ 52

5.1 Analisis Univariat ............................................................................................. 52

5.2 Analisis Bivariat ............................................................................................... 55

BAB VI ........................................................................................................................... 57

PEMBAHASAN............................................................................................................. 57

6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 57

6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012 ............................. 58

6.3 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012
.......................................................................................................................... 60

6.4 Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa
Tahun 2012 ...................................................................................................... 61

6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 ................. 64

6.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia


Tahun 2012 ...................................................................................................... 66

6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012
.......................................................................................................................... 69

6.8 Hubungan Peran Sekolah dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia
Tahun 2012 ...................................................................................................... 71

6.9 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di
Indonesia Tahun 2012 ...................................................................................... 74

BAB VII ......................................................................................................................... 77

PENUTUP ...................................................................................................................... 77

7.1 Simpulan ........................................................................................................... 77

7.2 Saran ................................................................................................................. 78


xii

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 82


DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52

Tabel 5.2 .............................................................................................................. 525

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Analisis Data .................................................................................... 89

Lampiran 2: Kuesioner SDKI ........................................................................... RP-1

xiv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 5239

Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52

Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52

xv
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome

Depkes : Departemen Kesehatan

HIV : Human Immunodeviciency Virus

IDHS : Indonesia Demographic and Health Survey

IMS : Infeksi Menular Seksual

Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kenudayaan

Kemenkes : Kementerian Kesehatan

Kemenristekdikti : Kementerian Riset, Tekonlogi dan Pendidikan Tinggi

KTD : Kehamilan yang Tidak Diinginkan

RI : Republik Indonesia

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

SKRRI : Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia

STI : Sexually Transmitted Disease

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perilaku seksual berisiko merupakan salah satu amsalah kesehatan

reproduksi pada remaja dewasa ini. Perilaku seksual yang tidak

bertanggung jawab dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Di

antara perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab adalah perilaku

seksual yang dilakukan remaja diluar ikatan pernikahan yang sah.

Berdasarkan data WHO yang melakukan penelitian dibeberapa Negara

berkembang menunjukkan sekitar 40% remaja umur 18 tahun telah

melakukan hubungan seks meskipun tanpa ada ikatan pernikahan. Akibat

dari hubungan seksual, sekitar 12% telah positif terkena Penyakit

Menular Seksual sekitar 27% positif HIV (Mangando et al., 2014)

Menurut LEngle mendseskripsikan perlaku seksual mulai dari

memiliki perasaan tertarik/naksir, pergi berkencan, berduaan di tempat

sepi, ciuman kering, ciuman basah/faench kiss, meraba payudara, meraba

vagina atau penis, melakukan oral seks, dan melakukan penetrasi kelamin

(sexual intercourse) (LEngle et al., 2005). SDKI 2012 membuat

pengelompokan yang lebih general namun kulan lebih sama dengan yang

dibuat oleh LEngle. Bentuk-bentuk perilaku seksual remaja berdasarkan

laporan SDKI 2012 antara lain adalah berpacaran (hampir 100% pernah

berpacaran), berpegangan tangan (79.6% pria dan 71.6% wanita), cium


1
2

bibir (48.1% pria dan 29.3% wanita), meraba/merangsang (29.5% pria

dan 6.2% wanita), penetrasi kelamin (8.3% pria dan 0.9% wanita).

Hubungan seksual adalah bagian dari perilaku seksual. Hal ini jika

dilakukan secara tidak bertanggung jawab, tidak aman, dan bukan dengan

pasangan yang tetap sangat berisiko menimbulkan berbagai masalah

kesehatan. Diantara masalah tersebut adalah pada terjadinya kehamilan

yang tidak diinginkan, penularan IMS, bahkan penularan HIV/AIDS.

Infeksi Menular Seksual menempati peringkat 10 besar alasan

berobat di banyak negara berkembang (Kemenkes, 2011). World Health

Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta

penderita baru Infeksi Menular Seksual (IMS) di negara berkembang

seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara

maju prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara

berkembang prevalensi gonore menempati tempat teratas dari semua

jenis IMS (Arfrianti et al., 2008).

Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Angka

kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti

Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibia. Prevalensi IMS di

Negara berkembng jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Negara

maju. Pada perempuan hamil di Negara berkembang, angka kejadian

gonore 10-15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2-3 kali lebih tinggi, dan

sifilis 10-100 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka

kejadiannya pada Negara maju (Sarwono, 2011).


3

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu pintu masuk

HIV. Total kasus IMS yang ditangani pada tahun 2012 adalah 140.803

kasus dari 430 layanan IMS. Jumlah kasus IMS terbanyak adalah duh

tubuh vagina (klinis) 20.962 dan servicitis/ proctitis (lab) 33.025

(Kemenkes, 2013).

Penularan HIV/AIDS memang bukan hanya melalui hubungan

seksual. Namun hubungan seksual dengan pasangan berbeda jenis

(heteroseksual) merupakan faktor risiko tertinggi pada penularan

HIV/AIDS. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin

berdasarkan Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga September

2014 adalah 55.799 kasus dengan faktor risiko tertinggi heteroseksual

sebesar 34305 kasus (61,48%), yang disusul dengan faktor risiko tak

diketahui sebesar 9536 kasus (17,09%), pengguna narkoba suntik sebesar

8462 kasus (15,17%), transmisi perinatal sebesar 1506 kasus (2,7%),

homo/biseksual sebesar 1366 kasus (2,45%), transfusi darah sebesar 130

kasus (0,23%). (Ditjen PP&PL Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data

tersebut hubungan seksual berbeda jenis (heteroseksual) merupakan

bagian dari perilaku seksual yang menjadi penyumbang terbesar

penularan HIV/AIDS.

Kelompok ini memang didominasi oleh dewasa muda, dan hanya

sebagian kecil di antaranya yang masih berstatus remaja tengah hingga

akhir. Namun, virus HIV membutuhkan waktu 5-10 tahun untuk

terdeteksi pada tubuh penderitanya hingga dinyatakan AIDS positif


4

membutuhkan waktu 5-10 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor

risiko HIV/AIDS sudah tentu terjadi pada saat penderita dalam masa

remaja awal, tengah hingga akhir.

Perilaku seksual dilakukan oleh remaja mengalami peningkatan. Hal

ini berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial

(B2P3KS), Departemen Sosial Republik Indonesia. Peningkatan status

gizi dan usia kematangan seksual semakin cepat, sedangkan remaja

menunda usia pernikahan karena alasan pendidikan dan karir. Pada

situasi ini, remaja membutuhkan saluran untuk memenuhi kebutuhan

seksualnya namun belum dapat terpenuhi sehingga berisiko melakukan

perilaku seksual tanpa ikatan pernikahan (Maryatun, 2008).

Usia kematangan seksual yang meningkat dibuktikan oleh data usia

pertama mimpi basah yang tercatat pada SKRRI 2007 dan 2012. Pada

SKRRI 2007 populasi terbesar menjawab usia pertama mimpi basah

adalah 15 tahun (26%). Pada SDKI 2012 25% remaja menjawab usia

mimpi basah pertama kali adah 14 tahun. Salin itu, pada SKRRI 2007,

kelompok umur remaja awal (15-19) mengalami mimpi basah lebih awal

dibandingkan kelompok umur remaja akhir (20-24) (BPS et al., 2008).

Masa remaja meupakan salah satu fase perkembangan yang harus di

lalui seseorang dalam proses menuju dewasa. Fase ini sering kali disebut

sebagai fase peralihan di mana seseorang sudah bukan lagi kanak-kanak,

namun belum sepenuhnya dapat dianggap dewasa. Kondisi seperti ini


5

menimbulkan kebingungan bagi remaja yang bersangkutan dalam

menghadapi tugas perkembangan yang harus diselesaikannya.

Terdapat beberapa definisi remaja. Diantara definisi tersebut adalah

yang dicanangkan oleh WHO. Menurut WHO, remaja adalah individu

yang sedang mengalami peralihan; dari segi kematangan biologis seksual

sedang berangsur-angsur sedang menunjukkan karakteristik seks yang

sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi kejiwaan, jiwanya

sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; dari segi

ekonomi sosial dia adalah individu yang beralih dari ketergantungan

menjadi relatif bebas (BKKBN, 2008).

Sering kali remaja tidak mendapatkan informasi yang akurat dan

benar tentang kesehatan reproduksi. Hal ini memaksa remaja mencari

akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Majalah, buku, dan film

pornografi dan pornoaksi memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa

mengajarkan tanggung jawab dan risiko yang harus dihadapi, menjadi

acuan utama mereka. Mereka juga mempelajari seks dari internet.

Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini

sudah melakukan hubungan seks di usia dini, yakni 13-15 tahun (Depsos

RI, 2008).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam

teori precede proceed yang dicetuskan oleh Lawrence Green faktor-

faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku dikelompokkan menjadi 3

bagian. Pertama, predisposing factor atau faktor predisposisi merupakan


6

faktor mempermudah terjadinya perlaku dan berasal dari dalam diri

individu (diantaranya seperti pengetahuan, sikap, nilai-nilai, tradisi,

kepercayaan dan lain-lain). Kedua, enabling factor atau faktor

pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu atau

kelompok berperilaku tertentu (diantaranya ketersediaan akses,

pelayanan kesehatan, paparan media/informasi dan lain-lain). Ketiga,

reinforcing factor atau faktor pendorong adalah faktor yang memperkuat

terjadinya perilaku (di antaranya dorongan tokoh masyarakat, keluarga,

teman sebaya, pemerintah, adanya peraturan, penghargaan dan hukuman)

(GreendanKreuter, 2000).

Dalam penelitian yang dilakukan Azinar, diketahui bahwa faktor-

faktor yang secara signifikan mempengaruhi perilaku seksual pada

mahasiswa adalah religiusitas, sikap terhadap seksualitas, akses dan

kontak dengan media informasi, sikap teman dekat serta perilaku seksual

teman dekat. Adapun faktor yang paling dominan mempengaruhi dan

menjadi prediktor perilaku seksual pada mahasiswa adalah perilaku

seksual teman dekat, sikap mereka terhadap seksualitas dan tingkat

religiusitas (Azinar, 2013). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara pengetahuan seksual dan kualitas komunikasi

orang tua-anak dengan perilaku seks bebas (Merita et al., 2013)

Dalam penelitian yang dilakukan padatahun 2011 diketahui bahwa

perilaku berisiko pada remaja di Indonesia berhubungan signifikan

dengan pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status


7

ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua,

dan adanya teman yang berperilaku berisiko. Faktor yang paling dominan

hubungannya adalah jenis kelamin. Remaja laki-laki berpeluang 5 kali

lebih besar untuk melakukan hubungan seksual, jika dibandingkan

dengan remaja perempuan (LestarydanSugiharti, 2011). Selain itu, studi

yang dilaukan pada murid SMU Negeri di kota Padang menunjukkan

bahwa laki-laki mempunyai peluang untuk berperilaku seskual berisiko

berat sebesar 4,41 kali dibandingkan perempuan dengan 95% CI = 2,48 -

8,81 (Nursal, 2007).

Dari 10980 remaja pria (15-24 tahun, belum kawin) SDKI 2012 yang

dapat dianalisis adalah 9144 atau 83,28%. Hal ini menunjukkan bahwa

data ini cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut. Data SDKI merupakan

salah satu survey yang jika ditinjau dari atribut data dan kekhasan data

dapat digunakan untuk penelitian terkait kesehatan reproduksi remaja.

SDKI 2012 adalah hasil survei terbaru yang telah dipublikasikan. Oleh

sebab itu peneliti ingin melakukan penelitian lanjutan dengan

menganalisa data SDKI tahun 2012 terkait faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remja pria di

Indonesia berdasarkan data SDKI 2012.

1.2. Rumusan Masalah


Perilaku seksual merupakan salah satu masalah kesehatan remaja

yang berdampak pada status kesehatan masyarakat. Tingginya kasus

HIV dan IMS di Indonesia sebagai dampak dari perilaku seksual remaja
8

yang berisiko. Hal tersebut hendaknya dapat ditekan dan diturunkan

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu,

peneliti tertarik melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang

berhubungan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di

Indonesia berdasarkan data SDKI 2012.

1.3. Pertanyaan Penelitian


a. Bagaimanakah gambaran perilaku seksual berisiko IMS pada remaja

pria di Indonesia tahun 2012?

b. Bagaimanakah gambaran umur remaja pria di Indonesia tahun 2012?

c. Bagaimanakah gambaran tempat tinggal remaja pria di Indonesia

tahun 2012?

d. Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan remaja pria di Indonesia

tahun 2012?

e. Bagaimanakah gambaran pengetahuan terkait perilaku seksual

berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?

f. Bagaimanakah gambaran sikap remaja Indonesia tahun 2012

terhadap perilaku seksual berisiko IMS?

g. Bagaimanakah gambaran peran sekolah sebagai penyedia informasi

kesehatan reproduksi pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?

h. Bagaimanakah gambaran pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk

perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012?

i. Adakah hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada

remaja pria di Indonesia tahun 2012?\


9

j. Adakah hubungan tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko

IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?

k. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku seksual

berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?

l. Adakah hubungan pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS

pada dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di

Indonesia tahun 2012?

m. Adakah hubungan sikap terhadap perilaku seksual berisiko IMS

dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia

tahun 2012?

n. Adakah hubungan peran sekolah sebagai penyedia informasi

kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada

remaja pria di Indonesia tahun 2012?

o. Adakah hubungan pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk

perilaku seksual dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja

pria di Indonesia tahun 2012?

1.4. Tujuan Penelitian


1.1.1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

1.1.2. Tujuan Khusus


10

a. Diketahuinya gambaran perilaku seksual berisiko IMS pada remaja

pria di Indonesia tahun 2012

b. Diketahuinya gambaran umur remaja pria di Indonesia tahun 2012?

c. Diketahuinya gambaran tempat tinggal remaja pria di Indonesia

tahun 2012?

d. Diketahuinya gambaran tingkat pendidikan remaja pria di

Indonesia tahun 2012?

e. Diketahuinya gambaran pengetahuan terkait perilaku seksual pada

remaja pria di Indonesia tahun 2012

f. Diketahuinya gambaran sikap remaja pria di Indonesia tekait isu

kesehatan reproduksi tahun 2012

g. Diketahuinya gambaran peran sekolah sebagai penyedia informasi

kesehatan reproduksi pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

h. Diketahuinya gambaran pengaruh teman sebaya sebagai

pembentuk perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012

i. Diketahuinya hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko

IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

j. Diketahuinya hubungan tempat tinggal dengan perilaku seksual

berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

k. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku

seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012


11

l. Diketahuinya hubungan pengetahuan terkait perilaku seksual

dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di

Indonesia tahun 2012

m. Diketahuinya hubungan sikap terkait isu kesehatan reproduksi

dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di

Indonesia tahun 2012

n. Diketahuinya hubungan peran sekolah sebagai penyedia informasi

kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada

remaja pria di Indonesia tahun 2012

o. Diketahuinya hubungan pengaruh teman sebaya dengan perilaku

seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia berdasarkan

data SDKI 2012

1.5. Manfaat Penelitian


1.1.3. Manfaat bagi penyelenggara SDKI (BKKBN, Kemenkes, BPS)

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu analisis lanjut

dari data yang sudah dikumpulkan. Selain itu dapat pula menjadi

salah satu bahan evaluasi terkait kualitas data yang ada.

1.1.4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dan

sumber data untuk penelitian selanjutnya.

1.1.5. Manfaat bagi Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

pertimbangan dalam pembuatan kebijakan kesehatan khususnya


12

tingkat nasional. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber

informasi terkait perilaku seksual remaja pria dan faktor-faktor

yang berhubungan dengannya.

1.1.6. Manfaat bagi institusi Pedidikan baik dasar maupun tinggi, serta

Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

informasi terkait keadaan remaja saat ini, khususnya terkait

perilaku seskualnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi agar

dapat menentukan sikap dan membuat kebijakan terkait pembinaan

remaja yang menjadi tanggungjawab masing-masing pihak.

1.2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian (Analisis Data) dilaksanakan pada bulan Desember 2015

Januari 2016 dengan target seluruh propinsi di Indonesia menggunakan

data sekunder SDKI tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan pengetahuan, sikap peran sekolah sebagai penyedia

informasi kesehatan reproduksi dan pengaruh teman sebaya dengan

perilaku seksual remaja pria di Indonesia. Survei ini dilakukan dengan

metode penelitian cross sectional (potong lintang) dengan analisis univat

dan bivariat menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan variabel

independen dengan variabel dependen. Jumlah sampel pada penelitian ini

adalah 9160 remaja pria dari seluruh Indonesia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Tinjauan pustaka ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan

perilaku seksual remaja pria di Indonesia dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui faktor

yang berhubungan dengan perilaku sekual remaja pria di Indonesia antara

lain karakteristik individu seperti usia, tempat tinggal, dan tingkat

pendidikan; predisposing factor seperti pengetahuan seputar kesehatan

reproduksi, sikap terhadap perilaku seksual dan dampak yang

mengikutinya; reinforcing factor seperti pengaruh teman sebaya; serta

enabeling factor seperti paparan informasi terkait perilaku seksual,

dampak dan cara menghindarinya.

2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan aktivitas

organisme (makhluk hidup). Perilaku merupakan semua respon (yang

dapat diamati) terhadap stimulus atau sebuah aksi yang memiliki

frekuensi, durasi dan tujuan yang spesifik, baik yang disadari maupun

yang tidak disadari (GreendanKreuter, 2000). Skiner (1938), seorang

ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

13
14

Dalam Teori perilaku Max Waber, Perilaku memiliki makna

subjektif. Karena setiap perilaku didorong oleh keinginan atau

motivasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Artinya setelah adanya

stimulus yang diterima oleh individu, maka stimulus itu melalui

proses dalam diri individu tersebut seperti adanya pengalaman

terdahulu, persepsi, pemahaman ataupun penafsiran individu yang

kemudian menghasilkan perilaku. Dengan demikian perilaku yang

dimaksud adalah perbuatan manusia yang berarti bagi si pelaku, baik

perbuatan yang terlihat maupun tidak terlihat seperti perenungan,

perencanaan, atau pengambilan keputusan.

Berbeda dengan Teori Weber, Talcot Parson mengatakan bahwa

tindakan manusia tidak mutlak ditentukan oleh individu. Menurut

Parson peran individu tersebut sewaktu-waktu akan atau bisa lenyap

di balik peran-peran yang dilambagakan melalui struktur sosial dan

pola-pola prilaku. Itu artinya menurut Parson, di samping otoritas

individu manusia bertindak sesuai dengan peran apa yang ditentukan

dan ditetapkan oleh kebudayaan setempat bagi pelaku. Perilaku bisa

saja menjadi positif (menguntungkan) dan bisa juga menjadi negatif

(merugikan).

2.1.2 Bentuk Perilaku

Perilaku dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu perilaku

tertutup/terselubung dan perilaku terbuka/nyata (Gunarsa, 1991).


15

a. Perilaku terselubung (Covert Behavior) yang merupakan respon

internal yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung

dapat dilihat seperti berpikir, berniat, merenung.

b. Perilaku nyata (Overt Behavior) yang merupakan perilaku yang

telah ditunjukan dalam tindakan nyata.

2.1.3 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (dalam Sunaryo, 2004) membagi perilaku

dalam 3 domain atau ranah dan memiliki hasil ukur masing-masing.

a. Ranah Kognitif (cognitive domain) yang terukur oleh pengetahuan

(knowledge)

b. Ranah Afektif (affective domain) yang terukur oleh sikap (attitude)

c. Ranah Psikomotor (psychomotor domain) yang terukur oleh

tindakan (practice)

Menurut para ahli, seseorang terutama yang berusia dewasa yang

akan mengadopsi perilaku baru dimulai dari domain kognitif. Subjek

tersebut tahu terlebih dahulu tentang stimulus berupa materi atau

objek yang kemudian memunculkan pengetahuan baru bagi subjek.

Pengetahuan tersebut kemudian menimbulkan respon dalam individu

tersebut berupa sikap yang kemudian diwujudkan dalam perilaku.

2.1.4 Determinan perilaku

Perilaku manusia dipengaruhi oleh resultansi dari berbagai

faktor baik internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku manusia


16

sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

pengetahuan, persepsi, sikap, keyakinan, dan lain-lain. Tetapi pada

kenyataannya sulit diketahui gejala kejiwaan yang menentukan

perilaku seseorang. Jika dikaji lebih dalam maka faktor kejiwaan

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sarana fisik, sosial budaya

masyarakat, pengalaman, keyakinan dan lain sebagainya. Ada

beberapa teori yang mengjelaskan sebab-sebab individu/kelompok

berperilaku, diantaranya teori precede procede (GreendanKreuter,

2000).

2.1.4.1 Teori Precede Proceed (1980)

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

pada teori precede-proceede theory yang digagas oleh Lawrence

Green (1980) dalam bukunya Health Promotion Planning an

Education and Environtmental Approach. Teori ini mencoba

menganalisis perilaku sekelompok individu (masyarakat) dari segi

kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor

perilaku (behavior causes) dan non perilaku (non-behavior causes).

Selanjutnya faktor perilaku dibentuk dari 3 faktor, yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai. Factor predisposisi dapat

diartikan juga sebagai faktor yang bersal dari dalam diri

individu.
17

b. Faktor pemungkin (enabling factors) yang terwujud dalam

tersedianya sumber daya kesehatan, aksesibilitas sumber daya

kesehatan, prioritas dan komitmen untuk kesehatan komunitas/

hukum pemerintah, keterampilan kesehatan.

c. Faktor penguat (reinforcing factors) berupa keluarga, teman

sebaya, guru, pemberi pekerjaan, penyedia layanan kesehatan.

Gambar. 2.1 teori Precede Procede

2.2 Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.bentuk-

bentuk perilaku ini beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik sampai

tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2005).

Perilaku seksual pranikah menurut Sari (2007) adalah segala tingkah laku

yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya melalui


18

perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual yang paling

ringan hingga tahap yang paling berat.

Sekarrini dalam penelitiannya pada tahun 2011 mengkategorikan

perilaku seksual menjadi perilaku seksual berisiko berat dan perilaku

seksual berisiko ringan. Perilaku seksual berisiko ringan mulai dari

mengobrol, nonton film, pegangan tangan, jalan-jalan, pelukan, sampai

cium pipi. Sedangkan perilaku seksual berisiko berat mulai dari ciuman

bibir, ciuman mulut, ciuman leher, meraba daerah erogen, petting, dan

intercourse (Sekarrini, 2012).

Menurut Yuliantini, 2012 perilaku seksual yang sering ditemukan pada

remaja antara lain:

a. Berfantasi, yakni membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas

seksual untuk menimbulkan perasaan erotisme

b. Berpegangan tangan, merupakan bentuk pernyataan afeksi atas

perasaan sayang berupa sentuhan. Aktifitas ini memang tidak terlalu

menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul

keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya

c. Cium kering yakni aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi

(touching), pipi dengan bibir, atau bibir dengan leher (necking)

d. Cium basah, yakni aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir

atau biasa disebut kissing


19

e. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitive rangsang

seksual (erogen) seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, dan

pantat

f. Berpelukan

g. Masturbasi, yakni perilaku merangsang organ kelamin dengan tangan

ataau tanpa melakukan hubungan intim

h. Oral sex yakni memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan

yang dapat terjadi pada kaum heteroseksual maupun homoseksual (gay

dan lesbian)

i. Petting merupakan keseluruhan aktivitas non intercourse (hingga

menempelkan alat kelamin)

j. Sexual intercourse (hubungan seksual) yakni aktivitas memasukkan

alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelalmin perempuan pada kaum

heteroseksual, dan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus

laki-laki pada kaum homoseksual (gay) (Yuliantini, 2012).

perilaku seksual dibedakan kedalam dua jenis yaitu perilaku

seksual berisiko meliputi berciuman bibir, made-out, meraba-raba alat

kelamin (bermasturbasi), menggesek-gesek alat kelamin dan

melakukan hubungan seks (senggama) serta perilaku seksual yang

tidak berisiko meliputi berpacaran, berpegangan tangan, berangkulan,

berpelukan dan berciuman pipi (BanundanSetyorogo, 2013).


20

Menurut Kinsey (1948), perilaku seksual dibagi menjadi 4 tahapan

dimana yang lebih tinggi akan didahului oleh tahapan sebelumnya.

Tahapan tersebut antara lain (Kinsey et al., 1948):

a. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan, sampai

berpelukan.

b. Berciuman (kissing), mulai dari berciuman singkat sampai berciuman

bibir dengan mempermainkan lidah pasangannya (deep kissing).

c. Bercumbuan (petting), menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh

pasangannya dan mengarah pada pembangkitan gairan seksual.

d. Berhubungan kelamin (sexual intercourse), melakukan penetrasi penis

ke dalam vagina

Kinsey juga mengelompokkan tingkatan perilaku seksual menjadi 2

bagian, yakni perilaku seksual ringan dan perilaku seksual berat. Perilaku

seksual dikatakan ringan jika seseorang pernah berpegangan tangan,

berpelukan, sampai berciuman bibir. Perilaku seksual dikatakan berat jika

seseorang pernah melakukan perilaku sekual meraba dada/alat kelamin

pasangan, saling menggesekkan alat kelamin dengan pasangan, oral seks,

dan melakukan hubungan seksual (intercourse) (Kinsey et al., 1948).

LEngle mengelompokkan perilaku seksual menjadi 2 yakni perilaku

seksual ringan dan perilaku seksual berat. Perilaku seksual ringan meliputi

perasaan tertarik, berkencan, berduaan (di tempat sepi), berciuman ringan,

dan berciuman dengan lidah. Sementara perilaku seksual berat meliputi


21

memegang dada, memegang vagina atau penis, melakukan seks oral, dan

berhubungan seksual (penetrasi/sexual intercourse) (LEngle et al., 2005).

2.5.1 Perilaku Seksual Berisiko IMS

Ditjen PPM&PL dalam Buku Saku IMS menjelaskan bahwa IMS

dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman di

antaranya hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom,

hubungan seks lewat dubur tanpa kondom, dan seks oral. Selain itu

IMS dapat pula menular melalui transfusi darah, saling bertukar jarum

suntik atau benda tajam lainnya pada pemakaian obat bius, menindik

kuping atau tato. Penularan IMS dapat juga terjadi dari ibu hamil ke

janin, saat hamil, melahirkan atau melalui ASI saat menyusui

(Kemenkes, 2015).

IMS tidak menular melalui sentuhan kulit, air liur, keringat, dan

udara. Bibit IMS terutama ada dalam cairan kelamin dan darah. IMS

menular teutama bila cairan kelamin atau darah seseorang yang sudah

terkena IMS masuk ke dalam tubuh orang lain (Kemenkes, 2015).

Perilaku yang berisiko terhadap IMS diantaranya adalah behubungan

seksual tanpa menggunakan kondom (Chayati, 2011). Dapat

disimpulkan bahwa perilaku seksual yang berisiko terhadap IMS

adalah berhubungan seksual baik melalui vagina, oral, maupun anus.

Sedangakan perilaku seksual lainnya seperti berpegangan tangan,

berciuman, dan merangsang tidak berisiko terhadap penularan IMS.


22

2.3 Remaja
2.1.5 Definisi Remaja

Muss menjelaskan bahwa remaja dalam arti adolescence (Inggris)

berasal dari kata Latin (adolescere) yang artinya tumbuh ke arah

kematangan. Masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya seseorang

menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya

kematangan seksual (Sarwono, 1994).

Santrock mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan

biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai

ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling berkaitan dengan

perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa

(Santrock, 2003).

Masa awal remaja adalah waktu di mana konflik orang tua dengan

remaja meningkat lebih dari konflik orang tua dengan anak.

Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang melibatkan

pendewasaan remaja dan pendewasaan orang tua, meliputi perubahan

biologis, pubertas, perubahan kognitif termasuk meningkatnya

idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada

kebebasan dan jati diri, dan harapan yang tak tercapai (Santrock,

2003).

Mappiare menguraikan masa remaja dimulai dari usia 13 tahun dan

berakhir pada usia 21 tahun yang dibagi dalam masa remaja awal usia

13 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 tahun sampai 21 tahun


23

(Mappiare, 1982). Soekanto memberikan batasan golongan remaja

putri adalah para gadis berusia 13 tahun sampai 17 tahun, dan bagi

remaja laki-laki berusia 14 tahun sampai 17 tahun.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria remaja

dilihat berdasarkan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling

mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan yang

terlalu awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, WHO menetapkan

batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja. Kehamilan pada usia

tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada usia di atasnya.

WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja

awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 1994).

Dalam SDKI 2012, yang dimaksud remaja adalah usia 15-24 tahun

dan belum menikah. Itu artinya perilaku seksual yang dilakukan oleh

remaja, adalah perilaku seksual yang diluar ikatan pernikahan atau

perilaku seksual.

2.1.6 Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam

proses penyesuaian diri menuju dewasa :

a. Remaja Awal (Early Adolescence)

Seseorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih

terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada


24

tubuhnya sendiri dan dorong-dorongan yang menyertai perubahan-

perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat

tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.

Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan

berkurangnya kendali terhadap ego. Hal ini menyebabkan para

remaja awal sulit dimengerti orang dewasa.

b. Remaja Madya (Middle Adolescence)

Tahap ini berusia 13-15 tahun.Pada tahap ini remaja sangat

membutuhkan kawan-kawan.Ia sangat senang kalau banyak teman

yang menyukainya. Ada kecenderungan Narastic, yaitu mencintai

diri sendiri. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena

ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak perlu,

ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau

meterialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri

dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa

kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan

dari lawan jenis.

c. Remaja Akhir (Late Adolescence)

Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode

dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini:

1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.


25

2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang

lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri

dengan orang lain.

5. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private

self) dan masyarakat umum (the public).

2.1.7 Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst antara lain (Gunarsa

1991):

a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara

lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun

perempuan akan memperoleh peranan sosial

b. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif

c. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya

d. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri

sendiri

e. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan

f. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga

g. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup


26

2.1.8 Perkembangan Seksualitas Remaja

Perkembangan seksualitas remaja meliputi (Potter dan Perry, 2005):

1. Perubahan Fisik

a. Perempuan

1) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling

muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.

2) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara

lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya

rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan

maupun akibat rangsangan.

3) Menarke sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan

tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya

tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi

pertama.

b. Laki-Laki

1) Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan

ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya

rambut pubis, wajah.

2) Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan

mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar

usia 12 14 tahun.

3) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi

nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah


27

dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang

sangat memalukan.

4) Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski

ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi

mereka akan segera menjadi subur.

2. Perubahan Psikologis

a. Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan

asimilasi pengharapan masyarakat

b. Remaja dihadapkan pada pengambilan sebuah keputusan

seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi

yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas

seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual.

c. Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang

didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini

menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun

kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung

melakukan aktivitas seks tanpa kehatihatian.

d. Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi

seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu

pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika

pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka,

walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak


28

ndividu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah

pengalaman demikian.

e. Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai

homoseksual yang jelas akan merasa kebingungan sehingga

membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber

(Bimbingan Konselor, penasihat spiritual, keluarga, maupun

profesional kesehatan mental)

2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja

2.4.1 Umur
Menurut Depkes (2008) umur adalah masa hidup responden dalam

tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun

terakhir (Depkes, 2008). Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Musthofa

dan Winarti pada mahasiswa di Pekalongan, diketahui bahwa terhapat

hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual

(MusthofadanWinarti, 2010). Hasil penelitian Sabon (2003) juga

menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan perilaku berisiko

HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003 (Sabon,

2003). Demikian pula temuan Nursal pada tahun 2007 remaja yang

mengalami usia pubertas dini mempunyai peluang berperilaku seksual

berisiko berat 4,65 kali dibanding responden dengan usia pubertas normal

(95%CI=1,99-10,85) (Nursal, 2007).

Namun berdasarkan studi yang dilakukan Juleha pada tahun yang

sama, diketahui bahwa tidak ada hubungan umur dengan perilaku seksual
29

(Juleha, 2007). Begitu pula hasil temuan pada SMK kesehatan di

Kabupaten Bogor tahun 2011 (Sekarrini, 2012). Pada remaja di Pasir

Gunung Selatan, Depok tahun 2012 (Dewi, 2012), diketahui tidak ada

hubungan antara usia pertama pacaran dengan perilaku seksual.

2.4.2 Tempat tinggal


Tempat tinggal menurut Depkes adalah lokasi rumah sesorang yang

dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008). Untuk

menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan,

digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau

nilainya didasarkan pada tiga variabel yaitu: kepadatan penduduk,

presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Voeten, Egasah, dan

Hebbema di Provinsi Nyanza, Kenya diketahui bahwa perilaku seksual

wanita di pedesaan lebih berisiko dibandingkan di perkotaan. Sedangkan

untuk pria, perilaku seksual sama tinggi untuk daerah pedesaan dan

perkotaan (Voeten et al., 2004). Hasil yang serupa didaatkan oleh Pratiwi

dan Basuki yakni terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan

antara tempat tinggal dengan perilaku seks tidak aman dengan p = 0,000

pada alfa 0,05 yang berarti remaja yang tinggal di desa lebih berisiko

berperilaku seksual tidak aman dibandingkan remaja yang tinggal di kota

(PratiwidanBasuki, 2011). Hasil riset Sabon menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku berisiko

HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003, dimana


30

perilaku berisiko remaja perkotaan lebih tinggi daripada remaja pedesaan

(Sabon, 2003).

2.4.3 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang

secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu

usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam

maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo,

2003).

Berdasarkan hasil studi di Remaja dengan tingkat pendidikan tinggi

kecenderungan berperilaku berisiko lebih besar dibandingkan remaja yang

berpendidikan rendah (Hidayangsih et al., 2011, Depkes, 2008). Demikian

pula hasil penelitian yang dilakukan da remaja di Pasir Gunung Selatan,

Depok tahun 2012. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya

lebih tinggi memiliki peluang lebih besar sebanyak 1,89 kali dibandingkan

remaja dengan pendidikan lebih rendah (Dewi, 2012).

2.4.4 Pengetahuan
Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan merupakan kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam

bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tuliasan yang merupakan stimulasi

dari pertanyaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


31

menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian atau

responden. (Notoatmojo, 2007)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMAN Mandai Maros

tahun 2014, diketahui ada hubungan antara pengetahuan seksual dan/atau

pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual

remaja (Rasmiani et al., 2014). Begitupula dengan studi yang dilakukan di

SMKN 8 Semarang (Solehyanti, 2008) dan Yogyakarta pada tahun 2013

(Andriani, 2013). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Bandar lampung

menyatakan pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku seksual

(Samino, 2012). Demikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan

oleh Anesia dan Notobroto di Situbondo pada tahun 2013

(C.P.danNotobroto, 2013) dan Juleha pada tahun 2007 (Juleha, 2007).

2.4.5 Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur

melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah

terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan

dengannya (Widayatun, 2009). Masri (1972), mengartikan sikap sebagai

kesediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu.

Berkman dan Gilson (1981) mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu

yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap berbagai elemen di luar

dirinya. Allfort (dalam Assael, 1984) mendefinisikan sikap adalah keadaan

siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang

secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau


32

menolak (unfavorable) (Apsari, 2009). Hawkins Dkk (1986)

menyebutkan, sikap adalah pengorganisasian secara ajeg dan bertahan

(enduring) atas motif, keadaan emosional, persepsi dan proses-proses

kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar (Choerunnisa,

2008).

Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai

sesuatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian

diinternalisasikan ke dalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan

berpengaruh pada perilakunya. Kalau apa yang dipersepsikan tersebut

bersifat positif, maka seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan

persepsinya. Sebab ia merasa setuju dengan apa yang diketahuinya.

Namun sebaliknya, kalau ia mempersipkan secara negatif, maka ia

cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam perilakunya.

Tetapi seringkali dalam kehidupan realitasnya, ada banyak faktor lain yang

emperngaruhi seseorang, bukan hanya sikap dan pengetahuan seseorang,

melainkan bisa juga lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan.

Akibatnya perilakunya tidak konsisten dengan pengetahuan dan sikapnya

(AmaliyasaridanPuspitasari, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Andriani pada mahasiswa kebidanan

FIK Universitas Respati Yogyakarta tahun 2013 menunjukkan adanya

hubungan antara skiap dengan perilaku seksual (Andriani, 2013).

Demikian pula halnya denganhasil studi yang dilakukan di Manado pada

tahun yang sama (Mangando et al., 2014). Sementara studi yang dilakukan
33

di Semarang pada tahun yang sama menyatakan bahwa tidak ada hubngan

antara sikap dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014). Begitu pula

hasil studi yang dilakukan pada kelas III SMU Negeri Cirebon tahun 2007,

tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual (Juleha, 2007)

2.4.6 Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi
tentang kesehatan Reproduksi pada Remaja

2.4.6.1. Peran orang tua


Orang tua adalah bagian penting dalam program Kesehatan

Reproduksi Remaja (KRR). Pikiran, pandangan, dukungan dan

keterlibatan mereka akan sangat menentukan kebeerhasilan

program KRR. Banyak program gagal karena tidak mendapatkan

dukungan orang tua remaja. Sebaliknya, terbukti bawa sebuah

program KRR bisa berhasil karena memperoleh dukungan dari

orang tua (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibtan orang

tua secara langsung dalam program akan meningkatkan

keberhasilan program. Keterlibatan langsung ini paling nyata

dalam hal komunikasi terbuka antara anak dan orang tua

mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi.Pengetahuan dan

sikap orang tua mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi

sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap anak/remaja

terhadap masalah tersebut.semakin baik pengetahuan dan semakin

terbuka sikap orang tau, maka semakin besar pula peluang


34

anak/remaja terlindungi dari bahaya atau risiko-risiko kesehatan

reproduksi (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004).

Orang tua perlu dibekali pemahaman KRR yang benar,

sebagai berikut (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004):

a. Proses tumbuh kembang yang dialami remaja, baik secara

fisik, psikologis, maupun emosi,

b. Organ-organ reproduksi beserta fungsinya

c. Pacaran dan pergaulan yang bertanggungjawab

d. Akibat dari hubungan seks yang tidak aman (KTD, aborsi,

IMS, HIV/AIDS)

e. Bagaimana membekali anak dengan keterampilan hidup yang

bisa melindungi mereka dari risiko kesehatan reproduksi

f. Bagaimana berkomunikasi dengan anak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasmiani dkk

di SMAN Mandai Maros tahun 2014, diketahui ada hubungan

antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja (Rasmiani

et al., 2014). Demikian pula hasil penelitian Puspita dkk di

Jeneponto (Puspita et al., 2012). Sementara studi yang dilakukan

oleh Lestari, Fibriana dan Prameswari pada mahasiswa

Universitas Negeri Semarang, menunjukkan behwa peran orang

tua tidak berhubungan dengan perilaku seksual (Lestari et al.,

2014).
35

2.4.6.2. Peran sekolah


Untuk mencegah perilaku seksual remaja yang tidak

terkendali dan berisiko menimbulkan masalah kesehatan

reproduksi pada remaja perlu adanya suatu cara penyampaian

informasi tentang bahaya-bahaya dari sebuah dampak pergaulan

bebas. Untuk mendapatkan informasi tersebut peran sekolah dan

keluarga sangatlah penting dibutuhkan untuk pemberian

informasi. Dari sekolah misal bisa melalui peran Bimbingan

Konseling (BK) atau melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Sayangnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Sabon

menunjukkan bahwa variabel sekolah sebagai sumber informasi

tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku seksual

(Sabon, 2003).

2.4.6.3. Paparan media


Penyebaran media informasi tentang masalah sekual

melalui media cetak atau elektronik yang menyuguhkan gambar

porno, film porno, dan semua hal yang berbau pornografi, dapat

menyebabkan perilaku seksual pada remaja semakin meningkat

(Harmoko, 2007). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lestari,

Fibriana dan Prameswari pada mahasiswa Universitas Negeri

Semarang, diketahui behwa keterpaparan media pornografi

berhubungan dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014).

Namun hasil studi pada siswa kelas III SMUN 9 Cirebon


36

diketahui tidak ada hubungan sumber informasi kesehatan

reproduksi dengan perilaku seksual (Juleha, 2007).

2.4.7 Pengaruh teman sebaya


Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh

remaja lain (Rice, 2005). Sanrtock (2005) menyatakan teman sebaya

berfungsi sebagai tempat bagi remaja berbagi dan sering perubahan

perilaku remaja disebabkan transfer perilaku sesame teman sebaya.

Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan untuk berhubungan

dengan lingkungan social, dimana remaja menyerap norma dan nilai-nilai

yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja

(Santrock, 2005).

Menurut Jones dan Furman (2010), berkeinginan untuk memiliki

teman sebaya atau kelompok merulakan bagian dari proses tumbuh

kembang yang dialami remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan

tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya

merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada

remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam orientasi, nilai-

nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam

kelompok tersebut (StanhopedanLancaster, 2004).

2.4.8 Perilaku Pacaran


Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,

dirasai, ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga

sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan


37

peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat

tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler &

Bukatko, 1985 dalam Syah, 1003).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pacar didefinisikan sebagai

teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan

cinta kasih; kekasih. Sementara berpacaran didefinisikan dengan

bercnintaan; berkasih-kasihan. Berpacaran disamakan maknanya dengan

pacaran.Menurut mulamawitri pacaran adalah hubungan pertemanan

antar lawan jenis yang diwarnai keintiman. Keduanya terlibat dalam

perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar

(Mulamawitri, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Samino di Bandar Lampung tahun

2013 menunjukkan adanya hubungan status pacaran dengan perilaku

seksual (Samino, 2012). Demikian pula dengan penelitian Nurhidayah

dkk pada remaja di Kota Bekasi, terdapat hubungan signifikan antara

memiliki pacar dengan perilaku seks (Nurhidayah et al., 2012).

2.5 Dampak Perilaku Seksual

2.5.1 Ketagihan
Sekarrini mengungkapkan bahwa perilaku seksual yang ringan

seperti berpegangan tangan, berpelukan, cium kering terutama

berciuman bibir dapat menimbulkan rasa ketagihan. Hal ini

membuat remaja yang meakukannya ingin melakukannya


38

berulang-ulang. Seiring meningkatnya frekuensi remaja dalam

berperilaku seksual maka riksiko penularan penyakit juga

meningkat. Ketika remaja mulai berani melakukan perilaku seksual

ringan, ada keenderungan mulai mencoba perilaku seksual yang

lebih berat dan besar risikonya (Sekarrini, 2012).

2.5.2 IMS
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan melalui

hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun anus.

Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri (misalnya sifilis),

jamur, virus (misalnya herpes, HIV), atau parasit (misalnya kutu)

(BKKBN, 2012). Semua orang yang sudah pernah melakukan

hubungan seksual berisiko tertular IMS. Risiko tersebut akan lebih

tinggi pada orang yang melakukan hubungan seksual dengan

berganti-ganti pasangan (multipartner), melakukan hubungan

seksual dengan seseorang yang multipartner, melakukan hubungan

seksual tanpa pengaman (kondom) (BKKBN, 2012).

IMS menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap

serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit

berkepanjangan, kemandulan dan kematian. WHO menyatakan

bahwa pantang dari hubungan seksual (abstinence) dan inisiasi

tertunda perilaku seksual (terutama menghindari seks pranikah)

adalah beberapa komponen utama dari upaya pencegahan IMS bagi

kaum muda. Monogami dan pengurangan jumlah pasangan seksual


39

(be faithful) serta meningkatkan akses dan layanan pencegahan

komprehensif, termasuk pendidikan pencegahan dan penyediaan

kondom (condoms) sangat penting bagi orang-orang muda yang

aktif secara seksual (BKKBN, 2012).

2.6 Kerangka Teori


Berdasarkan ulasan pada tinjauan pustaka, maka dapat dibangun

sebuah kerangka teori seperti berikut ini:

Predisposing factor
1. Faktor demografi (umur,
tempat tinggal, tingkat
pendidikan)
2. Pengetahuan
3. Sikap

Enabling factor
1. Peran sekolah sebagai
penyedia informasi kespro Perilaku
2. Peran masyarakat sebagai seksual
penyedia informasi kespro
3. Paparan media
4. Perilaku pacaran

Reinforcing factor
Pengaruh teman sebaya

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Kerangka teori ini mengadopsi teori Precede Proceede Lawrence

Green (1980). Teori ini dibuat untuk perencanaan dan evaluasi program

kesehatan. Dalam hal ini terdapat kesesuaian antara tujuan teori Precede

Proceede dengan penelitian yang dilakukan. Dari analisis lanjut data SDKI

2012 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual


40

remaja pria di Indonesia diharapkan dapat menjadi bahan perencanaan

untuk penanggulangan masalah perilaku seksual yang berisiko pada

remaja pria di Indonesia.


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep ini dibuat sesuai dengan variabel yang datanya

tersedia dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012.

Variabel tersebut meliputi karakteristik individu, pengetahuan, sikap,

peran sekolah, dan masyarakat sebagai faktor-faktor yang berpengaruh

pada perilaku seksual remaja Indonesia. Variabel paparan media tidak

akan diteliti dalam penelitian ini dikarenakan terlalu banyak data SDKI

2012 yang tidak lengkap (missing data) pada bagian ini. Sedangkan

variabel lainnya tetap diteliti karena jumlah sampel mencukupi dan tidak

terlalu banyak missing data. Kerangka konsep ini dibangun berdasarkan

modifikasi dari teori precede proceed Lawrence Green.


Predisposing factor
1. Faktor demografi (umur,
tempat tinggal, tingkat
pendidikan)
2. Pengetahuan
3. Sikap
Perilaku seksual
Enabling factor remaja pria di
Peran sekolah sebagai penyedia Indonesia tahun
informasi kesehatan reproduksi 2012
Reinforcing factor
Pengaruh Teman Sebaya

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

41
42

3.2 Definisi Operasional


Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel Dependen
0. Berisiko IMS, jika sexual
intercourse
Aktivitas responden yang dilakukan 1. Tidak Berisiko IMS jika,
berdasarkan dorongan hasrat seksual mulai berpacaran dan/atau
Perilaku seksual dari berpacaran, berpegangan tangan, Wawancara Kuesioner nomor berpegangan tangan
1 SDKI 704a-704c, 705 Ordinal
berisiko IMS berciuman, meraba/merangsang organ dan/atau beciuman bibir,
sensitif, hingga sexual intercourse yang dan/atau
berpeluang pada penularan IMS meraba/merangsang
organ sensitif
(Kemenkes, 2015)
Variabel Independen
Masa hidup responden dalam tahun dengan Wawancara Kuesioner nomor 0. Remaja awal (15-19)
2 Umur pembulatan kebawah atau umur pada waktu SDKI 102 1. Remaja akhir (20-24) Ordinal
ulang tahun terakhir (Depkes, 2008)
Lokasi rumah responden yang dibedakan Wawancara 0. Rural, jika pedesaan
3 Tempat tinggal menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, Kuesioner nomor 5 1. Urban, jika perkotaan Ordinal
SDKI
2008) (Depkes, 2008)
Wawancara Kuesioner nomor 0. Rendah, jika tamat <
Tingkat pendidikan formal tertinggi yang
4 Pendidikan SDKI 105 SMA Ordinal
telah dicapai oleh responden (Depkes, 2008)
1. Tinggi, jika tamat SMA
43

Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
Kemampuan responden untuk
mengungkapkan kembali apa yang Kuesioner nomor
Wawancara 0. Kurang, jika jika skor 4
5 Pengetahuan diketahuinya terkait IMS dan perilaku 216B,216C, 602, Ordinal
SDKI 1. Baik, jika skor > 4
seksual yang berisiko pada penularan IMS 604,617, 619,620
(Depkes, 2008)
Tanggapan responden terkait pernyataan Wawancara Kuesioner nomor 0. Negatif jika skor 8 Ordinal
6 Sikap mengenai perilaku seksual yang berisiko SDKI 717a-720e 1. Positif, jika skor > 8
pada penularan IMS
Peran sekolah
sebagai penyedia Kontribusi Sekolah dalam memberikan Wawancara Kuesioner nomor 0. Tidak berperan, jika skor
7 informasi infomasi dan edukasi terkait kesehatan 2 Ordinal
SDKI 403A-403D
kesehatan reprosuksi pada siswa (remaja pria) 1. Berperan jika skor > 2
reproduksi
Dorongan dari teman sebaya yang pernah 0. Berpengaruh jika skor =
Pengaruh Teman melakukan hubungan seksual dalam Wawancara Kuesioner nomor 2
8 Ordinal
sebaya membentuk perilaku seksual responden SDKI 715 dan 716 1. Tidak berpengaruh skor <
dari 2
44

3.3 Hipotesis
Berdasarkanpenelitian terdahulu diketahui hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada

remaja pria di Indonesia tahun 2012

2. Ada hubungan antara tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko IMS

pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual berisiko

IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual berisiko IMS

pada remaja pria di Indonesia tahun 2012

5. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual berisiko IMS pada

remaja pria di Indonesia tahun 2012

6. Ada hubungan antara peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan

reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di

Indonesia tahun 2012

7. Ada hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual

berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan metode cross sectional karena penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran dengan mempelajari dinamika korelasi antara variabel

independen dengan variabel dependen dalam satu waktu. Menurut Murti (2006)

metode cross sectional yaitu mempelajari variabel yang termasuk faktor resiko

dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, tempat tinggal,

pendidikan, pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, sikap terhadap

perilaku seksual beserta dampaknya, pengalaman pacaran, peran orang tua dan

keluarga, peran sekolah dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi.

Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku seksual

remaja pria di Indonesia berdasarkan SDKI 2012.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan penelitian

berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. SDKI 2012

dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan

Kementerian Kesehatan. Pengambilan sampel remaja pria dari seluruh Indonesia

45
46

telah dilakukan pada tahun 2012 dalam rangka pengumpulan data SDKI 2012

dan dianalisis pada bulan September 2015

4.3 Populasi dan Sampel


a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan

diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Murti, 2006).

Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam SDKI 2012

yaitu seluruh remaja pria di Indonesia usia 15-24 tahun dengan total populasi

10980.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau di

ukur. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini mengunakan total

sampling atau sampel jenuh (Murti, 2006). Metode sampling yang digunakan

dalam SDKI 2012 adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah

memilih sejumlah Primary Sampling Unit (PSU) dari kerangka sampel

PSU secara Probability Proportional to Size (PPS). PSU adalah kelompok

blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim

Sensus Penduduk 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus

secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25

rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS,

2013).

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh remaja pria usia 15-24 tahun.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9160 remaja

pria. Jumlah ini diperoleh setelah melalui proses cleaning data atau
47

pembersihan data dalam tahap pengambilan sampel yang diperlukan dalam

penelitian ini. Setelah mendapatkan jumlah sampel, dilakukan perhitungan

kekuatan uji, dimana didapatkan nilai 1 - yang digunakan dalam penelitian

ini sebesar 93.728%

Rumus sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sebagai

berikut:

Dimana

nh: jumlah sampel blok sensus strata-h

mh: jumlah sampel rumah tangga strata h

n: target sampel blok sensus, dan

k: jumlah alokasi dominan

Sedangkan untuk mengukur kekuatan uji digunakan rumus uji hipotesis

beda 2 proporsi sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

Z 1- /2 = derajat kemaknaan (5% = 1,96)

Z 1- = kekuatan uji

P = proporsi rata-rata
48

P1 = proporsi remaja dengan tingkat pengetahuan rendah yang

memiliki perilaku seksual berisiko = 36,4% = 0,364 (Rasmiani et

al., 2014)

P2 = proporsi remaja dengan tingkat pengetahuan tinggi yang

memiliki perilaku seksual berisiko = 38,9% = 0.389 (Hakim,

2013)

DE = desain effect = 2

Bagan 4.1 Penentuan Sampel

Target responden SDKI 2012 remaja Pria usia 15-24


tahun 23000

Remaja priausia 15-24 tahun yang memenuhi syarat


untuk diwawancarai dalam SDKI 2012 diseluruh
Indonesia = 10980 remaja pria

Setelah melalui proses cleaning untuk variabel


dependen jumlah sampel yang diperoleh sebesar 9160
remaja pria

4.4 Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu

menggunakan data sekunder dari data SDKI 2012. Data ini diperoleh dari Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Indonesia.Sebelum

pengambilan data, peneliti melakukan observasi kuesioner SDKI tahun 2012

untuk mengetahui pertanyaan apa saja yang berkaitan dengan perilaku seksual

dan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku seksual.


49

Pengumpulan data SDKI tahun 2012 dilakukan oleh para enumerator

terlatih dengan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

kuesioner untuk memperoleh informasi terkait umur, pendidikan, menanyakan

beberapa pertanyaan terkait perilaku seksual, pengetahuan, sikap, peran orang

tua, sekolah dan pengalaman pacaran responden.

4.5 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SDKI

2012 yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku seksual remaja di

Indonesia. Pertanyaaan-pertanyaan yang menjadi variabel independen dalam

penelitian ini yang meliputi variebel karakteristik individu (umur dari kuesioner

nomor 102 dan 103, tempat tinggal dari kuesioner nomor 5, pendidikan dari

kuesioner nomor 105); pengetahuan (dari kuesioner nomor 216b-216c, 602, 604,

617, 619, 620); sikap (dari kuesioner nomor 717a-717b, 718-720e); peran

sekolah (dari kuesioner nomor 404a-404d), dan peran teman sebaya (dari

kuesioner nomor 715 dan 716). Dalam pelaksanaan SDKI 2012 sudah

memperhatikan validitas dan reabilitas kuesioner penelitian.

4.6 Pengolahan Data


Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan urutan

sebagai berikut:

a. Filter

Yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Terlebih

dahulu peneliti mengidentifikasi pertanyaan kuesioner SDKI 2012 yang

dianggap berkaitan dengan perilaku seksual remaja dan faktor-faktor yang


50

mempengaruhinya sesuai dengan referensi yang telah didapatkan dan

berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.

b. Pembersihan Data (Data Cleaning)

Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari

kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya

dilakukan pegecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan

menilai kelogisan serta konsistensinya, mengetahui variasi data dan untuk

mengetahui adanya data yang missing/hilang.

c. Rescoring

Setelah cleaning data maka dilakukan rescoring atau scoring ulang pada

data yang telah dipilih untuk digunakan dan sudah dijumlahkan menurut

variabel yang ditentukan. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui skor

maksimal suatu variabel untuk selanjutkan akan dikategorisasi dengan cara

recoding.

d. Transformasi Data/Recoding

Setelah dilakukan rescoring, maka dilakukan transformasi data berupa

pengkodean ulang/recoding terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan

peneliti. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sesuai

dengan tujuan penelitian.

4.7 Analisis Data


4.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik data

setiap variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa distribusi

frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel


51

dependen (perilaku seksual remaja) dan variabel independen (umur, tempat

tinggal, pendidikan, pengethuan, sikap, peran orang tua, peran sekolah dalam

memberikan informasi kesehatan reproduksi, dan pengalaman pacaran)

tersebut.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini dengan uji

Chi Square dengan melihat hubungan antara variabel kategorik independent

dan variabel kategorik dependent dengan derajat kepercayaan ()=5%.


BAB V

HASIL

5.1 Analisis Univariat


Tabel 5.1
Gambaran Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Tahun 2012
Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)
Perilaku Seksual
Berisiko IMS 1356 14.8
Tidak Berisiko IMS 7804 85.2
Jumlah 9160 100.0
Umur
Remaja Akhir 4938 53.9
Remaja Awal 4222 46.1
Total 9160 100.0
Tempat Tinggal
Rural 3972 43.4
Urban 5188 56.6
Total 9160 100.0
Pendidikan
Tinggi 5964 65.1
Rendah 3150 34.4
Total 9114 99.5
Missing 46 0.5
Pengetahuan
Kurang 6253 68.3
Baik 2907 31.7
Jumlah 9160 100.0
Sikap
Negatif 5209 56.9
Positif 3951 43.1
Jumlah 9160 100.0
Peran Sekolah
Tidak Berperan 4787 52.3
Berperan 4373 47.7
Jumlah 9160 100.0
Pengaruh Teman
Sebaya
Ada Pengaruh 2525 27.6
Tidak ada Pengaruh 6635 72.4
Jumlah 9160 100.0

52
53

Sebagian besar perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012

tidak berisiko IMS yakni 85.2 %. diketahui bahwa lebih dari separuh

remaja pria di Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden berada pada

kelompok umur remaja akhir (53.9%). Menurut karakteristik tempat

tinggal, lebih dari separuh remaja pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di

daerah perkotaan (urban) yakni sebesar 56.6%. Jika dikelompokkan

berdasarkan karakteristik tingkat pandidikan, sebagian besar remaja pria di

Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel

pendidikan terdapat missing data sebanyak 5%. Sebagian besar (68.3 %)

remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang

terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (56.9 %)

remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku

seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di

Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai

penyedia informasi kesehatan reproduksi. Sebagian besar (72.4%) remaja

pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman

sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya.

Untuk sementara, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja

pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual tidak berisiko IMS,

memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS, dan

tidak menganngap adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan

perilaku seskualnya. Pada variabel pengetahuan dan remaja pria tersebar

hampir seimbang pada pengetahuan baik dan kurang. Pada variabel peran

sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi juga


54

menunjukkan hasil serupa, yakni hampir seimbang antara yan menjawab

berperan dan tidak berperan.


55

5.2 Analisis Bivariat


Berikut tabel 5.2 menampilkan tabel silang hubugan antara variabel independen

dengan variabel dependen.

Tabel 5.2
Hubungan Pengetahuan, Sikap, Peran Sekolah dan Pengruh Teman Sebaya
dengan Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012
Perilaku Seksual Jumlah P value
Tidak
Variabel Berisiko IMS
Berisiko IMS
n % n % n %
Umur
Remaja Akhir 1040 21.1 3898 79.8 4938 100 0.000
Remaja Awal 316 7.5 3906 92.5 4222 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Tempat Tinggal
Rural 584 14.7 3388 85.3 3972 100 0.836
Urban 772 14.9 4416 85.1 5188 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Pendidikan
Tinggi 915 15.3 5049 84.7 5964 100 0.000
Rendah 434 13.8 2716 86.2 3150 100
Missing 46 0.5
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Pengetahuan
Kurang 694 11.1 5559 88.9 6253 100 0.000
Baik 662 22.8 2245 77.2 2907 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Sikap
Negatif 1250 24 3959 76 5209 100 0.000
Positif 106 2.7 3845 97.3 3951 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Peran Sekolah sebagai Penyedia Informasi Kesehatan Reproduksi
Tidak Berperan 670 14 4117 86 4787 100 0.025
Berperan 686 15.7 3687 84.3 4373 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Pengaruh Teman Sebaya
Ada Pengaruh 935 37 1590 63 2525 100 0.000
Tidak ada Pengaruh 421 6.3 6214 93.7 6635 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
56

Variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di

Indonesia tahun 2012 adalah umur (P value 0.00), tingkat pendidikan (P value

0.00), pengetahuan (P value 0.00), sikap (P value 0.00), peran sekolah sebagai

penyedia informasi kesehatan reproduksi (P value 0.025), dan pengaruh teman

sebaya (P value 0.00). Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku seksual

remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah tempat tinggal (P value 0.836).

Remaja pria yang berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak berasal

dari kelompok umur remaja akhir (21.1 %) dari pada remaja awal (7.5 %), lebih

bayak bertempat tinggal di pedesaan/rural (14.7 %) dari pada perkotaan/urban

(14.9 %), dan lebih banyak yang berpendidikan tinggi (15.3 %) dari pada

berpendidikan rendah (13.8 %). Remaja pria yang memiliki pengetahuan kurang

dan berperilaku seksual berisiko IMS (11.1 %) lebih sedikit dari pada remaja

pria yang memiliki pengetahuan baik dan berperilaku seksual berisiko IMS

(22.8 %). Remaja pria yang bersikap negatif (24 %) lebih banyak yang

berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan remaja pria yang bersikap positif

(2.7 %).

Remaja pria yang menganggap sekolahnya berperan sebagai penyedia

informasi kesehatan reproduksi lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko

IMS (15.7%) dibandingkan remaja pria yang menganggap sekolahnya tidak

berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Remaja pria yang

merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku

seksualnya lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (37.0%)

dibandingkan remaja pria yang tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya

sebagai pembentuk perilaku seksualnya (6.3%)


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku seksual remaja pria di Indonesia Tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional atau potong

lintang dimana veriabel dependen dan independen diukur pada waktu bersamaan.

Oleh sebab itu hubungan sebab akibat yang dapat diukur berupa hubungan asosiatif.

Hasil ukur variabel dependen (perilaku seksual) terdiri dari berisiko IMS dan

tidak berisiko IMS. Penelitian ini hanya mengukur perilaku berisiko IMS dan bukan

perilaku berisiko terhadap kesehatan secara umum. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui lebih spesifik risiko kesehatan yang dapat terjadi dari perilaku seksual

tersebut. Jika mengukur risiko kesehatan secara umum maka akan menjadi sangat

umum, tidak fokus dan spesifik. Karena perilaku yang berbeda akan menimbulkan

risiko kesehatan yang berbeda pula. Segala perilaku yang melibatkan interaksi fisik

dengan orang lain pasti memiliki risiko kesehatan, bahkan hanya berdekatan sekali

pun. Misalnya virus atau bakteri yang dapat menular melalui udara. Dalam

penelitian ini hanya difokuskan pada perilaku seksual yang berisiko IMS, yakni

sexual intercourse. Oleh sebab itu pada hasil ukur variabel dependen peneliti hanya

mengkategorikan secara spesifik perilaku berisiko IMS dan tidak berisiko IMS.

57
58

SDKI 2012 menyediakan sebuah buku yang berisikan pedoman wawancara

sebagai panduan untuk para enumerator saat mengumpulkan data di lapangan.

Termasuk panduan untuk wawancara pada responden remaja pria. Pada pedoman

wawancara SDKI 2012 untuk remaja pria tidak disediakan probing atau pertanyaan

untuk mengantisipasi jawaban yang bersifat normatif dari responden terkait

pertanyaan yang sangat sensitif, yakni pertanyaan nomor 704 (pernah berhubungan

seksual). Hal ini bisa saja responden berbohong dan tidak menjawab dengan jujur.

Bahkanpada buku panduan tesebut responden diperolehkan tidak menjawab apabila

tidak berkenan (menolak). Hal ini memang merupakan hak prerogatif responden.

Namun hal ini juga membuka peluang bias pada data, seperti banyaknya missing

data.

6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa remaja yang berperilaku

seksual berisiko IMS sebesar 14.8%, angka ini termasuk besar untuk ukuran remaja

Indonesia. Tidak ada standar khusus untuk toleransi perilaku seksual remaja

menurut WHO. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi Negara tetangga pada

tahun yang sama, Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia yang hanya 8.3% remaja

pernah berhubugan seksual (N et al., 2014). Pada tahun 2015 perilaku seksual

remaja pria di Malaysia hanya mendingkat sebesar 0.6% menjadi 8.9% (Awaluddin

et al., 2015).

Artinya, data Indonesia menunjukkan bahwa 1356 dari 7804 remaja pria di

Indonesia berperilaku berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Hasil ini serupa

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati (2008) pada remaja santri

Pondok Pesantren di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang


59

yang menyatakan bahwa sebesar 13% remaja berperilaku seksual berisiko. Selain

itu, hasil penelitian Pratiwi dan Basuki juga sejalan dengan penelitian ini bahwa

ditemukan sebesar 9.4% remaja berperilaku seksual tak aman. Angka tersebut cukup

besar untuk proporsi perilaku seksual. Seharusnya tindakan ini (perilaku seksual

berisiko, misalnya sexual intercourse) tidak dilakukan oleh remaja, terutama bagi

yang belum menikah dan masih usia sekolah. Tindakan ini hanya boleh dilakukan

pada waktu yang tepat yaitu setelah menikah dan dengan tidak berganti-ganti

pasangan yang tidak sah. Jika tidak, maka berisiko pada penularan IMS.

Berdasarkan literatur yang ada, diketahui bahwa perilaku seksual yang dapat

menularkan IMS adalah behubungan seksual (penetrasi kelamin) tanpa kondom

(Kemenkes, 2015). Namun hal ini tidak berarti bahwa jika berhubungan seksual

dengan memakai kondom sama sekali tidak ada kemungkinan tertular IMS. IMS

dapat menular melalui cairan kelamin yang juga dihasilkan pada saat pra ejakulasi.

Selain itu akurasi kondom sebagai alat pencegah kehamilan tidak 100%. Hal ini

menandakan penularan penyakit juga masih dapat terjadi.

Selain itu, pada kuesioner SDKI untuk remaja pria tidak terdapat pertanyaan

terkait penggunaan alat pelindung diri dari IMS secara spesifik. Pertanyaan yang

ada hanyalah seputar penggunaan alat pencegah kehamilan saat berhubungan

seksual. Alat pencegah kehamilan belum tentu dapat mencegah peularan IMS,

sejauh ini hanya kondom yang dapat berfungsi sebagai pencegah kehamilan dan

penularan IMS sementara alat kontrasepsi lainnya tidak mencegah IMS. Oleh sebab

itu, penelitian ini tidak mengukur variabel perilaku penggunaan kondom sebagai

salah satu kriteria perilaku seksual berisiko IMS.


60

Usia remaja seharusnya dimafaatkan untuk mengembangkan minat dan bakat

pada hal yang positif, bukan terjerumus pada perilaku yang berisiko terhadap

kesehatan. Perilaku demikian dapat menimbulkan ketagihan dan menjadi sarana

penularan penyakit. Jika sudah ketagihan, prestasi menjadi sulit diraih karena fokus

dan konsentrasi terhadap pencapaian prestasi jadi menurun. Berawal dari

kecanduan, jika semakin sering melakukan maka semakin besar peluang terkena

IMS, terutama jika pasangan berganti dan tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD), dalam hal ini kondom (untuk mencegah terjadinya interaksi cairan kelamin

yang dapat berakibat pada penularan IMS).

6.3 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012
Menurut Depkes (2008) umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan

pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun terakhir (Depkes, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari separuh remaja pria di

Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden pada kelompok umur remaja akhir

(53.9%). Kelompok umur remaja akhir lebih banyak yang berperilaku seksual

berisiko IMS (21.1%) dibandingkan dengan kelompok umur remaja awal (7.5%).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi dan Basuki pada tahun 2011 yang

menunjukkan bahwa remaja akhir lebih banyak yang berperilaku seksual tak aman

dibandingkan remaja awal dan remaja tengah (PratiwidanBasuki, 2011). Hal ini juga

sesuai dengan temuan Sabon pada Tesisnya, semakin bertambah umur, semakin

remaja berperilaku berisiko HIV/AIDS (Sabon, 2003). Ini artinya, umur berbanding

lurus dengan potensi berperilaku berisiko.

Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual remaja pria
61

di Indonesia (p value = 0.000). Hal ini sejalan dengan hasil studi pada mahasiswa di

Pekalongan, yakni terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku

seksual (MusthofadanWinarti, 2010). Hasil penelitian Sabon (2003) juga

menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan perilaku berisiko HIV/AIDS

(perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003 (Sabon, 2003).

Secara biologis, kelompok umur remaja akhir perkembangan seksual mulai

matang. Kadar testosterone meningkat, organ seksual mulai berkembang dan

berfungsi (Potter dan Perry, 2005). Situasi ini menyebabkan hasrat seksual remaja

akhir lebih menggebu dibandingkan dengan remaja awal.

Secara psikologis, remaja akhir lebih berani dan percaya diri dibandingkan

remaja awal. Selain itu, ketergantungan pada orang lain juga menurun. Hal ini

cenderung membuat remaja mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dan tidak

terlalu mementingkan pendapat orang lain.

Secara sosial, pada remaja akhir mulai tumbuh dinding yang memisahkan diri

pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2005).

Remaja akhir biasanya merasa punya kebebasan dan mengendornya kontrol

keluarga dan masyakat atas dirinya. Dalam situasi ini, jika remaja tidak memiliki

pertahan diri yang baik akan mudah sekali terjerumus pada pergaulan yang negatif

bahkan perilaku seksual berisiko IMS.

6.4 Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa
Tahun 2012
Tempat tinggal menurut Depkes adalah lokasi rumah sesorang yang dibedakan

menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008). Untuk menentukan suatu

kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator

komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga variabel
62

yaitu: kepadatan penduduk, presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas

umum (BPS, 2007). Menurut karakteristik tempat tinggal, lebih dari separuh remaja

pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di daerah perkotaan (urban) yakni sebesar

56.6%.

Remaja pria di perkotaan dan pedesaan yang berperilaku seksual berisiko IMS

persentasenya hampir sama. Perbedaan proporsi remaja yang berperilaku seksual

berisiko IMS di pedesaan dan perkotaan sangat tipis yaitu hanya 0.2%, namun

proporsi di perkotaan lebih tinggi yakni 14.9%, sedangkan di pedesaan sebesar

14.7%. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Sabon yang menunjukkan bahwa

perilaku berisiko HIV/AIDS remaja perkotaan lebih tinggi daripada remaja

pedesaan (Sabon, 2003).

Peristiwa semacam ini bisa saja dikarenakan karakteristik masyarakat kota yang

lebih permisif terkait perilaku pacaran remaja dan individualisme yang cukup tinggi.

Sikap permisif masyarakat kota berkaitan dengan tingginya individualisme.

Masyarakat cenderung enggan mencampuri urusan orang lain. Di daerah perkotaan,

terlebih kota-kota besar, pemandangan seperti melihat remaja bermesraan

(melakukan perilaku seksual ringan seperti berpegangan tangan, berpelukan dan

berciuman ringan) di tempat umum adalah hal yang lumrah. Memang masih ada

yang mencegah dan memberi peringatan, namun tak sedikit pula yang membiarkan

dengan alasan tidak mau mencampuri urusan orang lain. Selain itu, di kota besar

tersedia sarana seperti caf remang remang, night club, dan diskotik yang

menunjang terjadinya perilaku seks berisiko IMS pada remaja.

Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku
63

seksual remaja pria di Indonesia (p value = 0.836). Hal ini sejalan dengan studi pada

remaja Indonesia, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan sgnifikan

antara tempat tinggal dengan perilaku seksual remaja (Wijaya, 2015). Analisis

lanjur SKRRI 2007 juga menunjukkan hasil serupa, yakni tidak terdapah hubungan

bermakna antara variabel daerah tempat tinggal dengan perilaku berisiko pada

remaja. Dalam hal ini perilaku berisiko pada remaja meliputi perilaku merokok,

konsumsi alkohol, pengunaan narkoba, dan hubungan seksual pranikah

(LestarydanSugiharti, 2011).

Tidak didapatkannya hubungan bermakna antara variabel tempat tinggal dengan

perilaku seksual dapat disebabkan beberapa hal. Boleh jadi karena perbedaan

proporsi remaja pria yang berperlaku seksual berisiko IMS di perkotaan dan

pedesaan sangat tipis, sehingga tidak ditemukan beda proporsi yang signifikan.

Selain itu dapat pula karena pembentukan perilaku dipengaruhi banyak faktor, dan

tidak pernah dipengaruhi oleh faktor tunggal. Diantara faktor yang mempengaruhi

dapat dikelompokkan menjadi faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.

Faktor demografi merupkan salah satu tidak dapat dirubah.

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang cukup luas. Maka itu, tidak dapat

disamaratakan status ekonomi sosial demografinya. Secara umum wilayah di

Indonesia dikelompokkan manjadi rural (pedesaan) dan urban (perkotaan). Dalam

hal ini akan dibahas masing-masing variabel inti menurut disaparias desa dan kota.

Pada umumnya, wilayah pedesaan/rural identik dengan ketertinggalan, sulitnya

pelayanan, minimnya fasilitas dan infrastruktur, namun kekeluargaan pada

masyarakatnya juga cukup tinggi. Sementara di perkotaan identik dengan

individualisme, kemewahan, fasilitas dan infrastruktur yang memadai.


64

Remaja pria dengan pengetahuan terkait perilaku seksual berisikoo IMS kurang

lebih banyak terdapat di pedesaan (76,9%) dibandingkan dengan perkotaan (61.6%).

Hal ini diasumsikan

Remaja pria yang memilki sikap negatif terhadap perilaku seskual berisiko IMS

hampir sama antara di pedesaan dan perkotaan, yakni 57.5% di pedesaan dan 56.4%

di perkotaan. Ini artinya baik di rural maupun urban, lebih banyak remaja pria yang

bersikap negatif terhadap perilaku seksual berisiko. Dalam hal ini bersikap negatif

artinya setuju terhadap perilaku seksual berisiko dan sikap positif artinya tidak

mendukung perilaku seksual berisiko.

Diantara remaja pria Indonesia yang menganggap sekolahnya tidak berperan

sebagai penyedia informasi terkait kesehatan reproduksi, lebih banyak yang

bertempat tinggal di pedesaan (61.5%) daripada di perkotaan (45.2%). Ini artinya

lebih banyak sekolah di pedesaan yang belum memberikan pendidikan kesehatan

reproduksi secara komprehensif pada siswanya dibandingkan di perkotaan.

Remaja pria yang menganggap teman sebaya berpengaruh dalam pembentukan

perilaku seksualnya hampir sama antara di pedasaan dan perkotaan. Diantara

keduanya hanya terpaut selisih 1% dimana di perkotaan lebih tinggi (28%). Ini

artinya, remaja di perkotaan lebih banyak yang merasakan pengaruh teman sebaya

dalam pembentukan perilaku seksualnya.

6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012


Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara

intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri

untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar

sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2003). Jika dikelompokkan


65

berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, sebagian besar remaja pria di

Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel pendidikan

terdapat missing data sebanyak 5%. Remaja pria berpendidikan tinggi lebih banyak

berperilaku seksual berisiko IMS (15.3%) dibandingkan dengan remaja pria

berpendidikan rendah (13.8%).

Hasil studi yang dilakukan di Makassar sejalan dengan penelitian ini, bahwa

Remaja dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kecenderungan berperilaku

berisiko lebih besar dibandingkan remaja yang berpendidikan rendah (Hidayangsih

et al., 2011, Depkes, 2008). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian

pada remaja Indoesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak remaja berpendidikan

rendah yang berperilaku seksual tak aman dibandingkan dengan remaja yang

berpendidikan tinggi dan menengah (PratiwidanBasuki, 2011).

Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku

seksual remaja pria di Indonesia (p value = 0.000). hal ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan pada remaja di Pasir Gunung Selatan, Depok tahun 2012,

sesuai dengan hasil penelitian ini, yakni ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya lebih tinggi

memiliki peluang lebih besar sebanyak 1,89 kali dibandingkan remaja dengan

pendidikan lebih rendah (Dewi, 2012).

Berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja pria, didapatkan bahwa pendidikan

yang tinggi cenderung lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS yaitu

sebesar 15.3%. Menurut (Looze, 2012) pada remaja 12-16 tahun di Belanda, remaja

dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kencenderungan yang lebih
66

besar untuk terjadinya perilaku seksual berisiko dibandingkan dengan remaja yang

memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Dewi (2012) juga mengatakan bahwa

remaja dengan pendidikan tinggi lebih berpeluang berperilaku seksual berisiko 1.89

kali lebih besar disbanding remaja dengan pendidikan rendah (Dewi, 2012).

Remaja dengan pendidikan tinggi bisa saja beranggapan sudah memiliki cukup

pengetahuan tentang resiko yang akan dihadapi, walaupun belum tentu informasi

yang didapatkan selama ini sudah benar. Pendidikan yang tinggi akan menimbulkan

keberanian dan rasa percaya diri yang lebih besar pada diri seseorang untuk

membuat keputusan atas tindakannya. Remaja dengan pendidikan rendah cenderung

memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang kurang terkait risiko yang akan

dihadapi terkait keputusan yan diambilnya dalam berperilaku.

6.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia


Tahun 2012

Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang

untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban

baik lisan, atau tuliasan yang merupakan stimulasi dari pertanyaan. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain terpenting dalam membentuk tindakan seseorang

(overt behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian

atau responden. (Notoatmojo, 2007)

Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa, remaja pria dengan pengetahuan

kurang (68.3%) jauh lebih banyak dibandingkan remaja dengan pengetahuan baik

(31.7%). Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya kurangnya paparan informasi,

atau informasi yang memapari tidak efektif. Menurut laporan SDKI tahun 2012
67

persentase pria belum kawin yang membaca surat kabar atau mendengar radio lebih

rendah dibandingkan SKRRI tahun 2007. Ini merupakan fakta menarik komponen

kesehatan reproduksi remaja (KRR) (BKKBN, 2013). Paparan informasi yang

kurang efektif tidak dapat mempengaruhi pengetahuan remaja. Menurut Surono

(1997), pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya daripada tidak

tahu sama sekali, tapi bukan berarti tidak memiliki pengetahuan adalah tidak

membahayakan. pengetahuan yang setengah-setengah bisa menimbulkan salah

persepsi dan mendorong remaja untuk mencoba-coba (Surono, 1997).

Selain itu, remaja pria dengan pengetahuan baik lebih banyak berperilaku

seksual berisiko IMS dibandingkan dengan remaja pria berpengetahuan kurang.

Idealnya, secara umum, semakin baik pengetahuan seseoarang, maka semakin

rendah kecenderungannya untuk berperilaku berisiko. Statemen tersebut diduking

oleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa responden dengan pengetahuan

rendah 3.16 kali lebih berpeluang melakukan perilaku seksual berisiko

dibandingkan responden dengan pengetahuan tinggi (Andriani, 2013). Namun hal

bertolak belakang dengan hasil penelitian. Asumsinya karena mereka yang

berpengetahuan baik dianggap paham akan resiko dan dampak yang akan timbul

dari perilaku yang mereka miliki. Namun pada kenyataanya, perilaku tidak hanya

dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan ada banyak hal lain yang tidak hanya

berasal dari dalam diri individu tapi juga dari luar misalnya pengaruh lingkungan

sosial dan paparan informasi.

Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.00. Artinya,

terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku seksual


68

remaja pria di Indonesia tahun 2012. Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan

salah satu domain perilaku adalah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan terkait perilaku seksual berisiko

IMS salah satunya yang perlu diintervensi adalah pengetahuan. Informasi tentang

kesehatan reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS, khususnya terkait perilaku seksual

berisiko IMS perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga

mereka akan berpikir dengan cermat sebelum melakukan hubungan seksual

pranikah (Dewi, 2009). Sebagaimana dijelaskan Bandura (1990), perilaku bukan

merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu

proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan,

harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya

untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai

situasi yang sulit (Bandura, 1990). Jadi, tidak bisa hanya mengintervensi salah satu

atau sebagian faktor saja.

Beberapa penelitian yang hasilnya sejalan antara lain penelitian yang dilakukan

pada siswa SMK 4 Jeneponto (Puspita et al., 2012). Selain itu penelitian pada

mahasiswa program DIII Kebidanan Universitas Respati Yogyakarta juga

menunjukkan adanya hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku

seksual remaja (Andriani, 2013). Subekti dalam Tesisnya juga menemukan adanya

hubungan penetahuan PMS dengan perilaku seksual berisiko PMS pada anak

jalanan (Subekti, 2015).

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengarhi perilaku. Beberpa

teori perilaku sepakat dengan pernyatan tersebut, diantaranya adalah model precede
69

proceed Green. Menurut Green, pengetahuan termasuk faktor yang mempredisposisi

perilaku (GreendanKreuter, 2000). Jika seseorang memiliki pengetahuan yang

cukup baik terkait suatu isu, maka individu atau kelompok tersebut memiliki

kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah diketahuinya.

Namun perlu diingat, pengetahuan bukan faktor tunggal yang mempengarui

perilaku. Selalu ada faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku dan dapat pula

berinteraksi denga faktor pengetahuan tersebut.

6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun
2012

Hasil analisis univariat diketahui bahwa 56.9% remaja pria bersikap negatif

terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Artinya lebih dari separuh remaja pria

memiliki permisifitas yang cukup tinggi terkait terhadap perilaku seksual. Temuan

ini cukup mengkhawatirkan. Sikap remaja yang negatif terhadap isu kesehatan

reproduksi atau cenderung persmisif terhadap perilaku seksual. Sikap yang

demikian berpotensi pada perilaku seksual.

Sikap merupakan salah satu domain yang menetukan perilaku (Notoatmodjo,

2010). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, yang tertera pada hasil

bahwa remaja yang bersikap negatif lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS

(24%) dibandingkan remaja yang bersikap positif (2.7%). Berdasarhan hasil analisis

bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti terdapat hubungan signifikan

antara sikap dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012.

Pernyataan Notoatmojo dan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Andriani 2013 di Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Respati Yogyakarta (Andriani, 2013) dan Puspita 2012 di SMKN 4


70

Jeneponto bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku

seksual remaja (Puspita et al., 2012). Hasil penelitian Andriani juga ditemukan

bahwa responden dengan sikap negatif lebih banyak melakukan perilaku seksual

berisiko (54.6%) dibandingkan responden yang bersikap positif (28.1%) (Andriani,

2013). Terdapat kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian andriani (2013)

yakni kesamaan subjek penelitian, yaitu remaja. Selain itu analisis bivariat yang

dilakukan Andriani (2013) juga sama dengan yang peneliti lakukan, yakni

menggunakan uji chi-square. Demikian pula halnya dengan penelitian Puspita et. al.

(2012), responden yang memiliki perilaku seks berat dengan sikap negatif (82,1%)

lebih banyak dari sikap positif (29,1%). Penelitian Puspita et al serupa dengan yang

dilakukan peneliti, dari segi metode sama-sama menggunakan uji chi-square untuk

analisis bivariat dan subjek penelitian juga pada remaja.

Pratiwi dan Basuki pada studinya yang dilakukan tahun 2011 juga menemukan

adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual tak aman

(PratiwidanBasuki, 2011). Hasil studi Hakim 2012 pun menunjukkan hasil serupa,

dimana ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian perilaku seks

berisiko pada remaja tunarungu di SMALB Kota Padang (Hakim, 2012).

Jika memiliki sikap positif terkait suatu isu, seseorang memiliki kecenderungan

berperilaku yang sesuai dengan isu tersebut. Begitupun sebaliknya, jika memiliki

sikap negatif, cukup besar potensi seseorang untuk berperilaku berlawanan dengan

isu tersebut. Jadi tidaklah janggal bila lebih banyak remaja Indonesia yang bersikap

negatif berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak daripada yang bersikap

positif.
71

6.8 Hubungan Peran Sekolah dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia
Tahun 2012

Sekolah merupakan salah satu tempat dimana remaja (yang masih sekolah)

menghabiskan waktu cukup banyak. Sekitar sepertiga waktu dalam sehari (kecuali

hari libur) dihabiskan di sekolah. Oleh sebab itu sekolah dirasa dapat

berperan/memiliki peran cukup penting sebagai penyedia informasi kesehatan

reproduksi bagi remaja. Tidak harus pada jam pelajaran, informasi ini bisa juga

disampaikan melalui kegiatan ekstrakulikuler atupun pelajaran tambahan lainnya.

Sekolah merupakan institusi pendidikan yang resmi, diharapkan sekolah dapat

berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi yang komperhensif bagi

siswa. Hal ini disebabkan karena bersumber dari lembaga sekolah diharapkan

informasinya dapat dipertanggungjawabkan, sehingga siswa tidak mencari informasi

dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dengan cara yang tidak

tepat.

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja pria tidak

merasakan adanya peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi

(52.3%). Diduga hal ini disebabkan oleh tabunya pembicaraan terkait pendidikan

seksual dan kesehatan reproduksi. Sekalipun sudah masuk dalam kurikulum, namun

pelaksanaan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi dirasa belum cukup

efektif dan komperhensif. Remaja yang memiliki rasa penasaran akan mencari

informasi dari berbagai sumber yang kebenarannya belum tentu dapat

dipertangguungjawabkan. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih

berbahaya bagi remaja, karena menantang remaja untuk mencoba-coba dan dapat

menimbulkan kesalahan persepsi (Surono, 1997).


72

Berdasarhan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.025 yang berarti

terdapat hubungan signifikan antara peran sekolah dengan perilaku seksual remaja

pria di Indonesia tahun 2012. Hal ini tidak sejalan dengan Sabon yang dalam

studinya berdasarkan SKRRI 2002-2003 menyatakan berdasarkan analisis

inferensial variabel eksternal, pengaruh variabel sekolah sebagai sumber informasi

HIV/AIDS tidak signifikan. Hal ini diduga karena kesehatan reproduksi (saat itu)

belum dimasukkan dalam kurikulum (Sabon, 2003). Saat ini materi kesehatan

reproduksi sudah mulai dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan. Saat Sabon

(2003) pendidikan kesehatan reproduksi belum masuk kedalam kurikulum. Hal

inilah yang mendasari perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitan yang

dilakukan Sabon pada tahun 2003.

Di sekolah, guru merupakan pihak yang cukup dominan dan memiliki

wewenang. Menurut penelitian Sulistyoningrum (2013) yang dilakukan pada siswa

slow learner SMP Galuh Handayani (Maria Montessori) Surabaya, ada hubungan

antara dukungan sosial (dukungan guru: p = 0.002, r = 0.514) dengan perhitungan

perilaku sehat reproduksi. Penelitian tersebut menunjukkan hubungan positif yang

konsisten antara dukungan guru dan perilaku sehat reproduksi. Sulistyoningrum

menyarankan adanya peningkatan dukungan guru untuk meningkatkan perilaku

sehat reproduksi pada remaja slow learner.

Peran sekolah sebagai menyedia informasi kesehatan reproduksi tak lepas dari

kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Pendidikan kesehatan

reproduksi dianggap cukup berperan dalam peningkatan pengetahuan dan sikap

remaja terkait isu kesehatan reproduksi. Oleh sebab itu, secara tidak langsug

pendidikan kesehatan reproduksi khususnya yang diberikan oleh pihak sekolah


73

berpengaruh pada perilaku seksual remaja. Rompas et. al. (2014) menyatakan

bahwa pendidikan kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat

pengetahuam dan sikap remaja tengatng penyakit menular seksual di SMK Fajar

Bolaang Mongondow Timur (Rompas et al., 2014). Kepada institusi pendidikan

diharapkan memperhatikan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa

agar dapat melindungi siswa dari pengetahuan tidak tepat yang berasal dari sumber

yang tidak bertanggungjawab.

Pada dasarnya pemerintah sudah menyadari pentingnya pemberian pendidikan

kesehatan reproduksi secara komprehensif. Hal ini dibuktikan dengan telah terbitnya

modul pendidikan Kesehatan Reprodukasi untuk Peserta Didik yang terdiri dari 3

seri yakni untuk SD/MI dan Sederajat, SMP/MTs dan Sederajat,SMA/SMK/MA

dan Sederajat. Modul ini dibuat atas kerja sama kementerian Pedidikan,

Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, UNFPA, dan UNESCO pada tahun

2014.

Menurut laporan SDKI 2012 diketahui bahwa sebagian besar anak usia sekolah

(15-19 tahun) masih bersekolah yakni 62% sedangkan 38% sisanya putus sekolah

dengan berbagai alasan. Untuk itu, sekolah merupakan salah satu lembaga yang

memiliki peran penting untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan membentuk

perilaku remaja.

Tidak hanya intitusi pendidikan resmi saja, mengingat ada 38% remaja yang

putus sekolah. Diharapkan berbagai pihak lainnya ikut membantu peningkatan

pengetahuan dan pemahaman remaja putus sekolah ini terkait kesehatan reprouksi,

khususnya pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS. Diantara pihak


74

tersebut adalah masyarakat yang mungkin dapat menyediakan wadah untuk remaja

agar bisa mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif.

6.9 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di
Indonesia Tahun 2012

Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh remaja lain

(Rice, 2005). Sanrtock (2005) menyatakan teman sebaya berfungsi sebagai tempat

bagi remaja berbagi dan sering perubahan perilaku remaja disebabkan transfer

perilaku sesama teman sebaya. Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan

untuk berhubungan dengan lingkungan sosial, dimana remaja menyerap norma dan

nilai-nilai yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja

(Santrock, 2005).

Menurut Jones dan Furman (2010), berkeinginan untuk memiliki teman sebaya

atau kelompok merupakan bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami

remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan

yang sama. Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang

berpengaruh pada remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam

orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku

dalam kelompok tersebut (StanhopedanLancaster, 2004).

Hasil analisis univariat, ditemukan bahwa sebagian besar remaja pria

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh teman sebaya, yakni 72.4%. Pada remaja

yang berperilaku seksual berisiko IMS, 37% menyatakan ada pengaruh teman

sebaya. Sementara hanya 6.3% dari remaja berperilaku seksual berisiko IMS yang

merasakan bahwa teman sebaya tidak berpengaruh.


75

Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti

terdapat hubungan signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual

remaja pria di Indonesia tahun 2012. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Subekti 2015 dalam thesisnya, yakni adanya hubungan peran teman

sebaya degan perilaku berisiko penyakit menular seksual (Subekti, 2015). Demikian

pula halnya dengan studi yang dilakukan Lestari dkk pada tahun 2014 yang

dilakukan pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang, peran teman sebaya

berhubungan dengan perilaku seksual pranikah mahasiswa (Lestari et al., 2014).

Hasil studi Hakim 2012 juga menunjukkan hasil serupa, dimana ada hubungan yang

bermakna antara peran teman sebaya dengan kejadian perilaku seks berisiko pada

remaja tunarungu di SMALB Kota Padang (Hakim, 2012). Sabon dalam studinya

menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya sanagat kuat karena perilaku berisiko

HIV/AIDS remaja yang memiliki teman sebaya berperilaku berisiko HIV/AIDS

lebih tinggi daripada yang tidak memiliki teman sebaya berperilaku berisiko

HIV/AIDS (Sabon, 2003).

Usia remaja biasanya sedang sangat mementingkan eksistensi diri. Remaja akan

berlaku senormal mungkin menurut kelompoknya, atau akan menghadirkan tren

baru yang dianggap keren dan kekinian. Teman sebaya dianggap sebagai faktor

yang cukup kuat mempengaruhi perilaku remaja. Remaja sebisa mungkin akan

mengikuti norma yang berlaku pada kelompok teman sebayanya agar dapat diterima

dan diakui dalam kelompoknya. Oleh sebab itu, remaja cenderung mengikuti

perilaku teman sebayanya. Inilah mengapa variabel pengaruh teman sebaya

berhubungan dengan perilaku seskual remaja. Kepada seluruh remaja, khususnya

remaja pria sebagai subjek penelitian ini, disarankan untuk memilih lingkungan
76

pergaulan teman sebaya yang positif agar tidak terjerumus pada pergaulan yang

salah, dalam hal ini perilaku seksual berisiko.


BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan
a. 14. 8% remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual berisiko

IMS

b. Lebih dari separuh (53.9%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang

menjadi sampel penelitian berasal dari kelompok umur remaja awal

c. Lebih dari separuh (56.6%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang

menjadi sampel penelitian tinggal di daerah perkotaan

d. Sebagian besar (65.1%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang menjadi

sampel penelitian memiliki tingkat pendidikan tinggi

e. Sebagian besar (68.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki

pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang.

f. Lebih dari separuh (56.9%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki

sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS.

g. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012

menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi

kesehatan reproduksi.

h. Sebagian besar (72.4%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak

merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku

seksualnya.

i. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual

remaja pria di Indonesia tahun 2012

77
78

j. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan

perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012

k. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat dengan perilaku seksual

remaja pria di Indonesia tahun 2012

l. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan

reproduksi dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012

m. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual

remaja pria di Indonesia tahun 2012

n. Terdapat hubungan yang signifikan antara peran sekolah sebagai penyedia

informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja pria di

Indonesia tahun 2012

o. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan

perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012

p. Secara umum, faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual

remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah umur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, sikap, peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan

reproduksi, dan pengaruh teman sebaya. Hal ini sesuai dengan teori precede-

proceed (GreendanKreuter, 2000). Ada variabel yang tidak berhubungan

dengan perilaku seskual remaja, yakni variabel tempat tinggal.

7.2 Saran
7.1.1 Untuk Penyelenggara SDKI (BKKBN, Kemenkes, BPS)

Pada penyelenggaraan SDKI selanjutnya diharapkan untuk lebih

memperhatikan dan meminimalisasi human error baik pada

pengumpulan maupun entri data. Pada pengumpulan data hendaknya


79

dipastikan bahwa responden menjawab seleuruh pertanyaan yang ada

pada kuesioner. Pada entri data hendaknya lebih diperhatikan pengisian

untuk pertanyaan loncatan, untuk menjaga kualitas data, menghindari

tingginya missing data.

7.1.2 Untuk Peneliti Selanjutnya

Sebaiknya dilakukan penelitian dengan mengukur nilai OR agar

diketahui berapa besar potensi suatu variabel terhadap perilaku seksual.

Selain itu dapat pula dilakukan penelitan hingga tahap multivariat agar

dapat diketahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi

perilaku seksual berdasarkan data SDKI.

7.1.3 Untuk Kementerian Kesehatan, Kemendibud, dan Kemenristekdikti

Kementerian Kesehatan disarankan untuk melakukan intervensi

pada sasaran dan dengan cara yang tepat berdasarkan hasil penelitian ini

untuk menurunkan proporsi perilaku seksual pada remaja, khususnya

yang berisiko IMS. Misalnya dengan membuat program nasional edukasi

dan promosi kesehatan terkait kesehatan reproduksi untuk remaja, dan

memantau pelaksanaan program sejenis yang sudah dibuat. Hal ini untuk

mengatasi rendahnya pengetahuan remaja pria terkait perilaku seksual

berisiko IMS.

Selain itu, untuk mengatasi rendahnya pengetahuan remaja terkait

perilaku seksual berisiko IMS dan rendahnya peran sekolah yang

dirasakan remaja sebagai penyedia informasi kespro, Kementerian


80

kesehatan sebagai perancang regulasi dan program hendaknya membuat

regulasi dan program intervensi yang dapat mengatasi masalah terkait

perilaku seksual remaja, khususnya yang berisiko IMS tingkat nasional.

Kemendikbud dan Kemenristekdikti misalnya dapat membuat

regulasi dan memantau berlangsungnya pelaksanaan pendidikan

kesehatan reproduksi komprehensif. Hal ini diharapkan dapat mengatasi

permaslahan seputar rendahnya peran institusi pendidikan sebagai

penyedia informasi. Diperlukan adanya evaluasi, lebih baik lagi jika

dapat diberlakukan reward dan punishmen agar pihak pelaksana lebih

bersemangat. Namun yang lebih penting adalah bagaimana

menumbuhkan dan meningatkan kesadaran institusi dan tenaga pendidik

akan pentingnya pemberian pendidikan kesehatan reperoduksi

komprehensif bagi peserta didiknya dan seluruh anak Indonesia.

7.1.4 Untuk Institusi Pendidikan Dasar, Pendidikan Tinggi dan

Masyarakat

Institusi pendidikan disarankan untuk lebih memperhatikan

perencanaan dan memantau pelaksanaan kurikulum pendidikan

kesehatan reproduksi secara komprehensif. Hal ini untuk mengatasi rasa

penasaran siswa seputar kesehatan reproduksi dan menghindarkan

mereka dari sumber informasi dan pengetahuan yang tidak tepat. Selain

itu, disiapkan juga guru sebagai konselor kesehatan reproduksi di luar

kegiatan belajar mengajar, misalnya kegiatan ekstra kulikuler atau

bimbingan konseling. Tahap ini diharapkan dapat mengatasi rendahnya


81

pengetahuan dan membentuk sikap yang lebih positif terkait kesehatan

reprosuksi. Tujuannya agar remaja menghindari perilaku seksual,

khususnya yang berisiko IMS.

Demikian pula halnya dengan institusi pendidikan tinggi,

hendaknya dapat mewadahi mahasiswa dalam mendapatkan informasi

kesehatan reproduksi. Wadah ini dapat berupa unit kegiatan

masahasiswa lembaga kampus yang bergerak di biang kesehtan. Selain

itu diperlukan juga adanya kerja sama dengan LSM atau organisasi yang

bergerak di bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi. Hal ini

lebih ditekankan pada pembentukan sikap yang lebih positif dan

peningkatan peran institusi pendidikan sebagai sumber informasi. Selain

itu juga dapat mengatasi permaslahan terkait peran teman sebaya. Jika

teman sebaya sama memiliki pengetahuan baik dan sikap positif, remaja

dapat terhindar dari perilaku seksual, khususnya yang berisiko IMS

Masyarakat disarankan agar lebih peka dan peduli terhadap

masalah kesehatan reproduksi remaja. Misalnya dengan menyediakan

wadah dan sarana penyediaan informasi kesehatan reproduksi untuk

remaja semacam karang taruna atau yang lainnya. Tentunya dengan cara

dan pendekatan yang tepat untuk remaja agar remaja tertarik

mengikutinya.
DAFTAR PUSTAKA

Amaliyasari, Y. & Puspitasari, N. 2008. Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja di

Sekitar Lokalisasi dan Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal Penelitian Dinas

Sosial, Vol. 7 No. 1.

Andriani, G. 2013. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Seksual Remaja pada

Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Respati Yogyakarta Tahun 2013.

Apsari, I. 2009. Gambaran Konsep Diri pada Remaja Ahir Indigo. Strata 1, Universitas

Indonesia.

Arfrianti, N. A., Harbandinah & P, P. N. 2008. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Niat

Wanita Pekerja Seks (WPS) yang Menderita IMS Berperilaku Seks Aman (Safe

Sex) Dalam Melayani Pelanggan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol. 3

No. 2.

Awaluddin, S. M., Ahmad, N. A., Saleh, N. M., Aris, T., Kasim, N. M., Sapri, N. A. M.

& Rashid, N. R. N. A. 2015. Prevalence of Sexual Activity in older Malaysian

Adolescents and Associated Factors. Journal of Public Health Aspects, 2.

Azinar, M. 2013. Perilaku Seksual Pranikah Berisiko terhadap Kehamilan Tidak

Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 153-160.

Bandura, A. 1990. Perceived Self Efficacy in The Exercise of Control Over AIDS

Infection.

Banun, F. O. S. & Setyorogo, S. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Semester V STIKes X Jakarta

Timur 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 5 No. 1.

82
83

BKKBN 2012. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi Infeksi

Menular Seksual dan HIV/AIDS, Jakarta.

BKKBN 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Kesehatan

Reproduksi Remaja. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,

Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, MEASURE DHS ICF

International.

BPS, B. P. S. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004. Jakarta.

BPS, B. P. S., BKKBN, N. F. P. C. B., KEMENKES, M. O. H. & CALVERTON, M.

U. 2008. Indonesian Young Adult Reproductive Health Survey 2007. Jakarta.

C.P., F. A. & Notobroto, H. B. 2013. Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual

Pranikah Remaja yang Bertunangan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan,

Vol. 2, No. 2.

Chayati, W. H. 2011. Gambaran Perilaku Seksual Waria Penderita Infeksi Menular

Seksual di Kota Semarang Tahun 2011. Semarang: Jurusan Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jendral

Soedirman.

Choerunnisa, I. O. 2008. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Merek

untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Semarang. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.

Depkes, D. K. R. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia

Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dewi, A. P. 2012. Hubungan Karakteristik Remaja, Peran Teman Sebaya, dan Paparan

Pornografi dengan Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Pasir Gunung

Selatan Depok. Strata 2, Universitas Indonesia.


84

Dewi, I. N. C. T. 2009. Pengaruh Personal dan Lingkungan terhadap Perilaku Seksual

Pranikah pada Remaja di SMA Negeri 1 Baturaden dan SMA 1 Purwokerto.

Strata 2, Universitas Diponegoro.

Green, L. W. & Kreuter, M. W. 2000. Health Promotion Planning London, Mayfield

Publishing Company.

Hakim, D. M. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perilaku Seks

Berisiko pada Remaja Tunarungu di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa

(SMALB) Kota Padang Tahun 2012. Padang.

Hidayangsih, P. S., Mubasyiroh, D. H. T. R. & Supanni 2011. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Berisiko Remaja DI Kota Makassar tahun 2009.

Buletin Penelitian Kesehatan, Vol 39, No 2.

Juleha, E. 2007. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja

(Studi pada Kelas III SMU Negeri 9 Cirebon).

Kemenkes 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta:

Kementerian Kesehatan.

Kemenkes 2015. Buku Saku Penjangkau Masyarakat: Alat Kelamin dan Semua yang

Perlu Kita Ketahui tentang Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Ditjen PPM&PL

Diakses dari http

https://drive.google.com/file/d/0B_zrsCXLykV9RzdsVWV0S1JoRnM/view

pada 10 Desember 2015.

Kemenkes, K. K. R. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual

2011, Jakarta, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyaklit dan Penyehatan

Lingkungan.
85

Kinsey, A. C., Pomeroy, W. B. & Martin, C. E. 1948. Sexual Behavior in The Human

Male, Philadelphia, W. B. Saunders.

LENGLE, K. L., Brown, J. D. & Kenneavy, K. 2005. The Mass Media are an

Important Context for Adolescents Sexual Behavior. Journal of Adolescent

Health.

Lestari, I. A., Fibriana, A. I. & Prameswari, G. N. 2014. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa UNNES. Unnes

Journal of Public Health 3.

Lestary, H. & Sugiharti 2011. Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey

Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal

Kesehatan Reproduksi, Vol. 1 No. 3, 136-144.

Looze, E. A. 2012. The Use of The Risky Sex Scale Among Adolecents Receiving

Treatment Services for Substance Use Problem: Factor Structure and Predictive

Validity. Journal of Adolocent Health, 10 (4), 413-417.

Mangando, E. N. S., Lampus, B. S., Siagian, I. E. T., Kandou, G. D., Pandelaki, A. J. &

Kaunang, W. P. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja

Dengan Tindakan Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI Di SMK Negeri 2

Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, II No. 1.

Maryatun 2008. Kajian Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja.

Merita, E. N., Hidayat, T. & Yuliadi, I. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan

Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Perilaku

Seks Bebas pada Remaja Siswa Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.


86

Musthofa, S. B. & Winarti, P. 2010. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah

Mahasiswa di Pekalongan Tahun 2009-2010. Jurnal Kesehatan Reproduksi,

Vol. 1 No. 1.

N, A., SM, A., H, I., R, S. & N, N. A. R. 2014. Sexual Activity among Malaysian

School-Going adolescents: What Are the Risk and Protective Factors? Asia

Pacific Journal Public Health.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta.

Nurhidayah, S., Prestana, N. D. I. & Bayani, I. 2012. Pengasuhan, Peer Group, Self

Efficacy dan Perilaku Seks pada Remaja di Kota Bekasi. Jurnal Soul, Vol. 5 No

2.

Nursal, D. G. A. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual

Murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Pratiwi, N. L. & Basuki, H. 2011. Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Perilaku

Seks Tidak Aman di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 14

No. 4.

Puspita, S. P. M., Iksan, M. & Rahma 2012. Pengetahun, Sikap, Peran Orang Tua,

Perilaku Seks Remaja Siswa SMK Negeri 4 Jeneponto.

Rasmiani, E., Irmayani & Mallo, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Perilaku Seksual Remaja Kelas II di SMA Negeri 8 Mandai - Maros. Jurnal

Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 5 Nomor 1 Tahun 2014.

Rice, F. P. 2005. The Adolescent Development, Relationship, and Culture, USA, Allyn

and Bacon.
87

Rompas, S., Karundeng, M. & Mamonto, S. F. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan

terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular

Seksual di SMK Fajar Bolaang Mongondow Timur. Manado: Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

Sabon, S. S. 2003. Determinan Perilaku Berisiko HIV/AIDS di kalangan remaja tidak

kawin usia 15-24 tahun : Sebuah analisis data sekunder hasil Survey Kesehatan

Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2002-2003. Strata 2, Universitas

Indonesia.

Samino 2012. Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandarlampung 2011. Jurnal

Dunia Kesmas, Volume 1. Nomor 4.

Santrock 2005. Adolecent, New York, The McGraw Hill. Co. Inc.

Sarwono, S. W. 2005. Psikologi Remaja, Jakarta, PT. Raja Grafindo.

Sekarrini, L. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja

di SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Strata 1, Universitas

Indonesia.

Solehyanti, D. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku

Seksual Remaja SMK Negeri 8 Semarang Tahun 2008.

Stanhope, M. & Lancaster, J. 2004. Community and Public Health Nursing, St. Louis,

Mosby-Year Book, Inc.

Subekti, Y. Y. 2015. Pengaruh Jenis Kelamin, Pajanan Media, Peran Teman Sebaya,

Pengetahuan Penyakit Menular Seksual, Kedekatan Keluarga terhadap Perilaku

Berisiko Penyakit Menular Seksual pada Anak Jalanan. Universitas Sebelas

Maret.
88

Surono, A. 1997. Remaja dan Hubungan Seks Pranikah. Artikel Lepas Intisari. Maret

2007 ed.

Voeten, H. A. C. M., EGESAH, O. B. & HABBEMA, J. D. F. 2004. Sexual Behavior is

More Risky in Rural Than in Urban Areas Among Young Women in Nyanza

Province, Kenya. Sexually Trasnmitted Diseases Vol. 31, No. 8 481-487.

Widayatun, T. R. 2009. Ilmu Perilaku, Jakarta, CV Agung Seto.

Wijaya, E. C. 2015. Akses Informasi, Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, dan

Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di Indonesia (Analisis Lanjut Data

SDKI 2012). Undergraduate, Universitas Jember.

Yuliantini, H. 2012. Tingkat Pengetahuan HIV/AIDS dan Sikap Remaja terhadap

Perilaku Seksual Pranikah di SMA "X" di Jakarta Timur. Universitas Indonesia.


89

LAMPIRAN 1
HASIL ANALISIS DATA
8.1 Analisis Univariat
Frequencies
Statistics
Berpegangan Meraba/ Sexual
tangan ciuman merangsang intercourse
N Valid 9160 9160 9160 9160
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Berpegangan tangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 606 6.6 6.6 6.6
Ya 8554 93.4 93.4 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Berciuman
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 3787 41.3 41.3 41.3
Ya 5373 58.7 58.7 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Meraba/merangsang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 5660 61.8 61.8 61.8
1 3500 38.2 38.2 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Sexual Itercourse
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 7804 85.2 85.2 85.2
5 1356 14.8 14.8 100.0
Total 9160 100.0 100.0
90

Frequency Table
Perilaku Seksual Remaja Pria
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Berisiko
1356 14.8 14.8 14.8
IMS
Tidak 7804 85.2 85.2 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Umur
Frequen Valid Cumulative
cy Percent Percent Percent
Valid Remaja
4938 53.9 53.9 53.9
Akhir
Remaja Awal 4222 46.1 46.1 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Tempat Tinggal
Cumulati
Valid ve
Frequency Percent Percent Percent
Valid Rural 3972 43.4 43.4 43.4
Urban 5188 56.6 56.6 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Tingkat Pendidikan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tinggi 5964 65.1 65.4 65.4
Rendah 3150 34.4 34.6 100.0
Total 9114 99.5 100.0
Missing System 46 .5
Total 9160 100.0
Pengetahuan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Kurang 6253 68.3 68.3 68.3
Baik 2907 31.7 31.7 100.0
Total 9160 100.0 100.0
91

Sikap
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Negatif 5209 56.9 56.9 56.9
Positif 3951 43.1 43.1 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Peran Sekolah sebagai penyedia Info Kespro
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak
4787 52.3 52.3 52.3
Berperan
Berperan 4373 47.7 47.7 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Pengaruh Teman Sebaya
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ada Pengaruh 2525 27.6 27.6 27.6
Tidak ada Pengaruh 6635 72.4 72.4 100.0
Total 9160 100.0 100.0
92

8.2 Analisis Bivariat


Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur * Perilaku
9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Seksual
Tempat Tinggal *
9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Perilaku Seksual
Pendidikan * Perilaku
9114 99.5% 46 .5% 9160 100.0%
Seksual
Pengaruh Teman
Sebaya * Perilaku 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Seksual
Peran Sekolah *
9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Perilaku Seksual
Pengetahuan * Perilaku
9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Seksual
Sikap * Perilaku
9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Seksual
Crosstab
Prisek_Kat
Risiko
IMS Tidak Total
Penget_Kat Kurang Count 694 5559 6253
% within
11.1% 88.9% 100.0%
Penget_Kat
Baik Count 662 2245 2907
% within
22.8% 77.2% 100.0%
Penget_Kat
Total Count 1356 7804 9160
% within
14.8% 85.2% 100.0%
Penget_Kat
93

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.144E2a 1 .000
b
Continuity Correction 213.506 1 .000
Likelihood Ratio 202.754 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
214.407 1 .000
Association
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 430.34.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Penget_Kat (Kurang / .423 .377 .476
Baik)
For cohort Prisek_Kat =
.487 .442 .537
Risiko IMS
For cohort Prisek_Kat =
1.151 1.127 1.176
Tidak
N of Valid Cases 9160
94

Sikap_kat * Prisek_Kat
Crosstab
Prisek_Kat
Risiko
IMS Tidak Total
Sikap_kat Negatif Count 1250 3959 5209
% within
24.0% 76.0% 100.0%
Sikap_kat
Positif Count 106 3845 3951
% within
2.7% 97.3% 100.0%
Sikap_kat
Total Count 1356 7804 9160
% within
14.8% 85.2% 100.0%
Sikap_kat
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.093E2a 1 .000
b
Continuity Correction 807.616 1 .000
Likelihood Ratio 964.318 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
809.217 1 .000
Association
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 584.89.
b. Computed only for a 2x2 table
95

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Sikap_kat (Negatif / 11.453 9.347 14.033
Positif)
For cohort Prisek_Kat =
8.945 7.368 10.859
Risiko IMS
For cohort Prisek_Kat =
.781 .768 .794
Tidak
N of Valid Cases 9160
Peran Sekolah * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Berisiko
IMS Tidak Total
Peran Sekolah Tidak Count 670 4117 4787
Berperan % within Peran Sekolah 14.0% 86.0% 100.0%
Berperan Count 686 3687 4373
% within Peran Sekolah 15.7% 84.3% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within Peran Sekolah 14.8% 85.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.181a 1 .023
b
Continuity Correction 5.048 1 .025
Likelihood Ratio 5.176 1 .023
Fisher's Exact Test .023 .012
Linear-by-Linear
5.180 1 .023
Association
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 647.36.
b. Computed only for a 2x2 table
96

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Peran
Sekolah (Tidak .875 .779 .982
Berperan / Berperan)
For cohort Perilaku
.892 .809 .984
Seksual = Berisiko IMS
For cohort Perilaku
1.020 1.003 1.038
Seksual = Tidak
N of Valid Cases 9160
Pengaruh Teman Sebaya * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Berisiko
IMS Tidak Total
Pengaruh Ada Pengaruh Count 935 1590 2525
Teman % within
Sebaya Pengaruh Teman 37.0% 63.0% 100.0%
Sebaya
Tidak ada Count 421 6214 6635
Pengaruh % within
Pengaruh Teman 6.3% 93.7% 100.0%
Sebaya
Total Count 1356 7804 9160
% within
Pengaruh Teman 14.8% 85.2% 100.0%
Sebaya
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.365E3a 1 .000
Continuity Correctionb 1.363E3 1 .000
Likelihood Ratio 1.216E3 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
1.365E3 1 .000
Association
N of Valid Casesb 9160
97

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 373.79.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Pengaruh Teman
8.680 7.640 9.860
Sebaya (Ada Pengaruh /
Tidak ada Pengaruh)
For cohort Perilaku
5.836 5.252 6.485
Seksual = Berisiko IMS
For cohort Perilaku
.672 .652 .693
Seksual = Tidak
N of Valid Cases 9160
Pendidikan * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Berisiko
IMS Tidak Total
Pendidikan Tinggi Count 915 5049 5964
% within
15.3% 84.7% 100.0%
Pendidikan
Rendah Count 434 2716 3150
% within
13.8% 86.2% 100.0%
Pendidikan
Total Count 1349 7765 9114
% within
14.8% 85.2% 100.0%
Pendidikan
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.000a 1 .046
b
Continuity Correction 3.877 1 .049
Likelihood Ratio 4.038 1 .044
Fisher's Exact Test .047 .024
Linear-by-Linear
3.999 1 .046
Association
N of Valid Casesb 9114
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 466.24.
98

Crosstab
Perilaku Seksual
Berisiko
IMS Tidak Total
Pendidikan Tinggi Count 915 5049 5964
% within
15.3% 84.7% 100.0%
Pendidikan
Rendah Count 434 2716 3150
% within
13.8% 86.2% 100.0%
Pendidikan
Total Count 1349 7765 9114
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Pendidikan (Tinggi / 1.134 1.002 1.283
Rendah)
For cohort Perilaku
1.114 1.002 1.238
Seksual = Berisiko IMS
For cohort Perilaku
.982 .965 .999
Seksual = Tidak
N of Valid Cases 9114
Tempat Tinggal * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Berisiko
IMS Tidak Total
Tempat Tinggal Rural Count 584 3388 3972
% within Tempat
14.7% 85.3% 100.0%
Tinggal
Urban Count 772 4416 5188
% within Tempat
14.9% 85.1% 100.0%
Tinggal
Total Count 1356 7804 9160
% within Tempat
14.8% 85.2% 100.0%
Tinggal
99

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .056a 1 .813
b
Continuity Correction .043 1 .836
Likelihood Ratio .056 1 .812
Fisher's Exact Test .835 .418
Linear-by-Linear
.056 1 .813
Association
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 587.99.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tempat
.986 .878 1.108
Tinggal (Rural / Urban)
For cohort Perilaku
.988 .895 1.091
Seksual = Berisiko IMS
For cohort Perilaku
1.002 .985 1.019
Seksual = Tidak
N of Valid Cases 9160
umur * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Berisiko
IMS Tidak Total
umur Remaja Count 1040 3898 4938
Akhir % within
21.1% 78.9% 100.0%
umur
Remaja Awal Count 316 3906 4222
% within
7.5% 92.5% 100.0%
umur
Total Count 1356 7804 9160
% within
14.8% 85.2% 100.0%
umur
100

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.326E2 1 .000
b
Continuity Correction 331.559 1 .000
Likelihood Ratio 351.396 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
332.598 1 .000
Association
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 625.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for umur
(Remaja Akhir / 3.298 2.886 3.769
Remaja Awal)
For cohort Perilaku
2.814 2.498 3.170
Seksual = Berisiko IMS
For cohort Perilaku
.853 .839 .868
Seksual = Tidak
N of Valid Cases 9160
SDKI12-RP

SURVEI DEMOGRAFI DAN KESEHATAN INDONESIA 2012


DAFTAR PERTANYAAN REMAJA PRIA
Rahasia
I. PENGENALAN TEMPAT KODE

1. PROVINSI

2. KABUPATEN/KOTA *)

3. KECAMATAN

4. DESA/KELURAHAN *)

5. DAERAH **) PERKOTAAN -1 PERDESAAN -2

6. NOMOR BLOK SENSUS B


7. NOMOR KODE SAMPEL SDKI12

8. NOMOR URUT RUMAH TANGGA SAMPEL

9. NAMA KEPALA RUMAH TANGGA

10. NAMA RESPONDEN

11. NOMOR URUT RESPONDEN

II. KUNJUNGAN PETUGAS


1 2 3 KUNJUNGAN AKHIR

TANGGAL
TANGGAL
WAWANCARA
BULAN

TAHUN 2 0 1 2
PEWA-
NAMA PEWAWANCARA WANCARA
HASIL KUNJUNGAN
HASIL KUNJUNGAN ***)

KUNJ. BERIKUT TGL


JUMLAH
JAM KUNJUNGAN

***) PILIH SALAH SATU DAN ISIKAN KODE HASIL KUNJUNGAN


1 SELESAI 4 DITOLAK
2 RESP. TIDAK ADA DI RUMAH 5 SELESAI SEBAGIAN 7 LAINNYA
3 DITANGGUHKAN 6 RESPONDEN TDK/KURANG MAMPU MENJAWAB (TULISKAN)

EDITOR LAPANGAN PENGAWAS EDITOR BPS PONSER


NAMA

TANGGAL

*) Coret yang tidak sesuai


**) Lingkari salah satu

RP- 1
PERSETUJUAN ORANG TUA/WALI

(DIBACAKAN KEPADA ORANG TUA/WALI RESPONDEN PRIA YANG BERUMUR 15-24 TAHUN)

Pada survei ini, Kami akan mewawancarai pria belum kawin usia 15-24 tahun secara perorangan. Kami akan menanyakan mengenai
pengetahuan, pendapat dan perilaku mereka dalam kesehatan reproduksi. Informasi ini akan membantu pemerintah dalam perencanaan
program-program pelayanan kesehatan yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan remaja.

Kami sangat mengharapkan izin Bapak/Ibu untuk memperkenankan putra Bapak/Ibu berperan serta dalam survei ini. Wawancara biasanya
berlangsung selama kurang lebih 25 menit. Informasi apapun yang diberikan oleh putra Bapak/Ibu tidak akan diberitahukan kepada orang
lain.

Apakah saya diperbolehkan meminta (NAMA ANAK) untuk diwawancarai secara pribadi? Jika Bapak/Ibu memutuskan untuk melarang putra
Bapak/Ibu untuk diwawancarai, kami akan menghormati keputusan Bapak/Ibu. Sekarang bagaimana keputusan Bapak/Ibu?

ORANG TUA/WALI ORANG TUA/WALI


1 2 SELESAI
RESPONDEN RESPONDEN
SETUJU TIDAK SETUJU

BAGIAN 1

Tanda tangan pewawancara: Tanggal:

RP- 3
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Selamat (pagi, siang, sore, ...). Nama saya .............. Saya adalah petugas dari Badan Pusat Statistik yang sedang melaksanakan survei
dengan cakupan nasional mengenai pria belum kawin usia 15 sampai 24 tahun. Saya ingin bertanya mengenai pengetahuan, pendapat dan
perilaku kesehatan Saudara.

Keterangan ini akan membantu pemerintah untuk merencanakan pelayanan kesehatan, khusus untuk memenuhi kebutuhan orang
muda/remaja. Kami akan sangat menghargai kesertaan Saudara dalam survei ini. Wawancara akan berlangsung sekitar 25 menit.
Keterangan apapun yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain.

Partisipasi Saudara dalam survei ini bersifat sukarela dan Saudara dapat memilih untuk tidak menjawab beberapa atau semua pertanyaan.
Namun, kami berharap Saudara tidak akan menolak untuk diwawancarai karena pandangan dan jawaban Saudara sangat diperlukan.

Apakah ada yang ingin Saudara tanyakan mengenai survei ini? (JAWAB DENGAN JELAS DAN SINGKAT)

Apakah saya boleh mewawancarai Saudara sekarang?

RESPONDEN SETUJU DIWAWANCARAI ..... 1 RESPONDEN TIDAK SETUJU DIWAWANCARAI ... 2 SELESAI

BAGIAN 1

Tanda tangan pewawancara: Tanggal:

RP- 4
BAGIAN 1. LATAR BELAKANG RESPONDEN

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

101 CATAT WAKTU


JAM ....................

MENIT ............ .....

102 Pada bulan apa dan tahun berapa Saudara dilahirkan?


BULAN ..................

TIDAK TAHU BULAN ............ 98

TAHUN .........

TIDAK TAHU TAHUN . . . . . . . . . . . . 9998

103 Berapakah umur Saudara sekarang?


BANDINGKAN DAN PERBAIKI 102 DAN ATAU 103 JIKA TIDAK
SESUAI. JIKA UMUR KURANG DARI 15 TAHUN ATAU LEBIH UMUR DALAM TAHUN .....
DARI 24 TAHUN WAWANCARA SELESAI. PERBAIKI DAFTAR
SDKI12-RT BLOK III KOLOM (7).

104 Apakah Saudara pernah/sedang sekolah? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 110

105 Apakah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah/sedang SD/MI/SEDERAJAT ............. 1


Saudara duduki: sekolah dasar, sekolah menengah pertama, SMP/MTs/SEDERAJAT ........... 2
sekolah menengah atas, akademi atau universitas?
SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIVERSITAS . . . . . . . . . 5

106 Apakah kelas/tingkat tertinggi yang Saudara selesaikan pada


jenjang tersebut? KELAS/TINGKAT . . . . . . . . . . . .
TAHUN PERTAMA = 0 TAMAT = 7
TIDAK TAHU/TT = 8

107 Apakah Saudara masih sekolah? YA ............................ 1 109

TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

108 Mengapa Saudara tidak bersekolah lagi? SUDAH SELESAI/MERASA CUKUP . . . 01


MENGURUS ART LAIN . . . . . . . . . . . 02
DIBUTUHKAN MEMBANTU
USAHA KELUARGA . . . . . . . . . . . 03
TIDAK ADA BIAYA . . . . . . . . . . . . . . . 04
PERLU CARI UANG . . . . . . . . . . . . . . . 05
TIDAK SUKA SEKOLAH (LAGI) . . . . . 06
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. TIDAK LULUS UJIAN . . . . . . . . . . . . . 07
LINGKARI KODE JAWABAN YANG PALING UTAMA. SEKOLAH JAUH (TAK TERJANGKAU) 08
LAINNYA 96
(TULISKAN)

RP- 5
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

109 LIHAT 105:


KODE '1' DILINGKARI KODE '2', '3', '4' ATAU '5'
DILINGKARI 112

110 Sekarang saya mohon Saudara untuk membacakan kalimat ini. TIDAK DAPAT MEMBACA

SAMA SEKALI ............... 1

TUNJUKKAN SALAH SATU KARTU. JIKA RESPONDEN TIDAK BISA MEMBACA SEBAGIAN
DAPAT MEMBACA KALIMAT SECARA LENGKAP, TANYAKAN:
KALIMAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

BISA MEMBACA SELURUH

Dapatkah Saudara membaca sebagian kalimat ini? KALIMAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

BUTA/GANGGUAN PENGLIHATAN . . . 4

111 LIHAT 110:

KODE '2' ATAU '3' KODE '1' ATAU '4'


DILINGKARI DILINGKARI 114

112 Apakah Saudara membaca surat kabar atau majalah paling PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1
sedikit sekali seminggu, jarang atau tidak pernah?
JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 114

113 Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah membaca artikel


di surat kabar/majalah: YA TIDAK

- Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2


- Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang narkoba? NARKOBA ................ 1 2
- Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS ......... 1 2
- Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2

114 Apakah Saudara mendengarkan radio paling sedikit sekali PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1
seminggu, jarang, atau tidak pernah? JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 116

115 Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah mendengar


radio yang menyiarkan: YA TIDAK

- Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2


- Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang narkoba? NARKOBA ................ 1 2
- Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS ......... 1 2
- Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2

RP- 6
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

116 Apakah Saudara menonton televisi paling sedikit sekali PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1
seminggu, jarang, atau tidak pernah? JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 118

117 Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah menonton


televisi yang menyiarkan/menayangkan:
YA TIDAK
- Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2
- Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang narkoba? NARKOBA ................ 1 2
- Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS ......... 1 2
- Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2

118 Selama tujuh hari yang lalu, apakah Saudara melakukan YA ............................ 1 121
kegiatan bekerja paling sedikit satu jam terus menerus?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

119 Meskipun Saudara tidak bekerja dalam tujuh hari yang lalu, YA ............................ 1 121
apakah Saudara mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
tidak bekerja karena cuti, sakit, bepergian, atau alasan lain?

120 Dalam 12 bulan terakhir apakah Saudara pernah bekerja? YA ............................ 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 201

121 Apakah jenis pekerjaan utama Saudara?


PROFESIONAL, TEKNISI . . . . . . . . . . . . 01
(TULIS SELENGKAP MUNGKIN, JANGAN MELINGKARI KODE KEPEMIMPINAN DAN
JAWABAN DAN JANGAN MENGISI KOTAK). KETATALAKSANAAN . . . . . . . . . . . . 02
PEJABAT PELAKSANA
DAN TATA USAHA . . . . . . . . . . . . . . 03
TENAGA USAHA PENJUALAN . . . . . 04
TENAGA USAHA JASA . . . . . . . . . . . . 05
TENAGA USAHA PERTANIAN . . . . . 06
(DIISI BPS) TENAGA PRODUKSI . . . . . . . . . . . . . . 07
LAINNYA 96
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

121A Apakah Saudara bekerja untuk anggota keluarga, orang lain atau PEKERJA KELUARGA ........... 1
mempunyai usaha sendiri? BURUH/KARYAWAN ............. 2
BERUSAHA/MEMPUNYAI USAHA . . . 3

122 Apakah Saudara bekerja sepanjang tahun, musiman, atau SEPANJANG TAHUN . . . . . . . . . . . . . 1
sesekali saja? MUSIMAN ...................... 2
SESEKALI ...................... 3

123 Apakah Saudara dibayar dengan uang atau barang atau tidak UANG ........................ 1
dibayar sama sekali untuk pekerjaan tersebut? UANG DAN BARANG . . . . . . . . . . . . . 2
BARANG ...................... 3
TIDAK DIBAYAR . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

RP- 7
BAGIAN 2. PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN MENGENAI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA

Sekarang saya akan bertanya mengenai perubahan dari anak-anak ke remaja, sistem reproduksi dan hal-hal yang terkait.

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

201 Kalau seorang anak laki-laki mulai menjadi remaja, biasa disebut BADAN MULAI BEROTOT ......... A
akil baliq atau puber, ia mengalami perubahan pada tubuh. SUARA MENJADI BESAR ......... B
Dapatkah Saudara menyebutkan perubahan-perubahan itu?
TUMBUH RAMBUT DI WAJAH,
SEKITAR ALAT KELAMIN, KETIAK,
DADA, KAKI ATAU LENGAN ..... C
Ada lagi? GAIRAH SEKS MENINGKAT ....... D
MIMPI BASAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
TULANG JAKUN MENONJOL . . . . . . . F
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. PUTING SUSU MENGERAS ....... G
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU ........................ Z

202 Kalau seorang anak perempuan mulai menjadi remaja, ia juga TUMBUH RAMBUT DI SEKITAR ALAT
mengalami perubahan pada tubuh. Dapatkah Saudara KELAMIN ATAU KETIAK ....... A
menyebutkan perubahan-perubahan itu?
PAYUDARA MEMBESAR ......... B
PINGGUL MEMBESAR ............ C
Ada lagi? GAIRAH SEKS MENINGKAT ....... D
MULAI HAID .................... E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)
TIDAK TAHU ........................ Z

203 LIHAT 201 DAN 202


TIDAK ADA KODE 'Z' KEDUANYA
YANG DILINGKARI ATAU BERKODE 'Z' 205
SALAH SATU KODE 'Z' DILINGKARI

204 Dari mana Saudara mendapat informasi mengenai perubahan TEMAN ........................ A
pada tubuh dari anak-anak ke remaja? IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
BAPAK ........................ C
Ada lagi? SAUDARA KANDUNG ............ D
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . G
PEMUKA AGAMA ................ H
TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . J
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. BUKU/MAJALAH/SURAT KABAR ... K
INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK ADA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

205 Berapa umur Saudara ketika pertama kali mengalami mimpi BELUM PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . 00 208
basah?

UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .

RP- 8
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

206 Sebelum Saudara mengalami mimpi basah pertama kali, apakah YA ............................ 1
ada seseorang yang berbicara dengan Saudara tentang mimpi
basah?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 208

207 Siapa yang berbicara tentang mimpi basah dengan Saudara? TEMAN ........................ A
IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
BAPAK ........................ C
Ada lagi? SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . . . D
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . G
PEMUKA AGAMA ................ H
LAINNYA X
(TULISKAN)

208 Pada wanita yang sudah haid umumnya, apakah ada masa YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
subur?

Masa subur yang dimaksud di sini ialah antara hari pertama haid TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
dan hari pertama haid berikutnya, dimana ada hari-hari tertentu
seorang wanita mempunyai kesempatan lebih besar dari hari-hari
lain untuk hamil apabila berhubungan seks. TIDAK TAHU ........................ 8 210

209 Apakah hari-hari tersebut menjelang haid, selama haid, segera MENJELANG HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
setelah haid berakhir, atau di tengah antara dua haid?
SELAMA HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
SEGERA SETELAH HAID
BERAKHIR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
DI TENGAH ANTARA DUA HAID . . . . . 4
LAINNYA 6
(TULISKAN)
TIDAK TAHU ........................ 8

210 Apakah seorang wanita dapat hamil hanya dengan sekali YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


melakukan hubungan seksual?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU ........................ 8

211 Apakah Saudara tahu bagaimana cara menghindari kehamilan? TIDAK BERHUBUNGAN SEKS . . . . . . . A
MENGGUNAKAN METODE
JIKA 'TAHU': Bagaimana caranya? KONTRASEPSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? PANTANG BERKALA . . . . . . . . . . . . . . C
SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. MINUM JAMU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU .................... Z

RP- 9
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

Sekarang saya ingin menanyakan tentang keluarga berencana. Ada berbagai macam alat atau cara yang dapat digunakan pasangan untuk
menunda atau mencegah kehamilan.

212 Apakah Saudara pernah mendengar (metode)?

01. Sterilisasi Wanita/Tubektomi/MOW YA .................................. 1


Wanita dapat dioperasi agar tidak mempunyai anak lagi.
TIDAK ............................... 2

02. Sterilisasi Pria/Vasektomi/MOP YA .................................. 1


Pria dapat dioperasi agar tidak mempunyai anak lagi.
TIDAK ............................... 2

03. IUD/AKDR/Spiral YA .................................. 1


Wanita bisa dipasangi spiral dalam rahimnya oleh dokter atau
bidan. TIDAK ............................... 2

04. Suntikan/Injeksi YA .................................. 1


Wanita bisa disuntik oleh dokter atau bidan untuk mencegah
kehamilan selama satu bulan atau lebih. TIDAK ............................... 2

05. Susuk KB/Implan


Wanita dapat diberi dua batang susuk di bawah kulit lengan YA .................................. 1
atas untuk mencegah terjadinya kehamilan selama satu tahun
atau lebih. TIDAK ............................... 2

06. Pil YA .................................. 1

Wanita dapat minum pil setiap hari untuk mencegah kehamilan. TIDAK ............................... 2

07. Kondom/Karet KB YA .................................. 1


Pria dapat memakai sarung dari karet pada alat kelaminnya
selama berhubungan seksual. TIDAK ............................... 2

08. Intravag/Diafragma YA .................................. 1


Wanita bisa meletakkan tisu atau diafragma dalam vagina
sebelum berhubungan seksual. TIDAK ............................... 2

09. Metode Menyusui Alami/Metode Amenorrhea Laktasi


(MAL) YA ............................ 1
Wanita menyusui bayi dengan kondisi : umur bayi kurang
dari 6 bulan, bayi hanya diberi ASI saja, dan ibu belum haid TIDAK .......................... 2
kembali.

10. Pantang Berkala/Kalender YA .................................. 1


Pasangan sengaja tidak berhubungan seksual pada hari-hari
tertentu pada waktu wanita berkemungkinan besar untuk TIDAK ............................... 2
menjadi hamil.

11. Sanggama Terputus YA .................................. 1


Pria dapat mengeluarkan air maninya di luar vagina ketika
berhubungan seksual. TIDAK ............................... 2

12. Kontrasepsi Darurat/Emergency YA .................................. 1


Wanita dapat mencegah kehamilan dengan minum pil khusus
dalam tiga hari setelah berhubungan seks. Biasanya cara ini TIDAK ............................... 2
dipakai hanya dalam situasi terpaksa (darurat).

13. Cara-cara Lain YA .................................. 1


Apakah Saudara pernah mendegar cara atau alat lain yang
dapat dipakai oleh wanita atau pria untuk mencegah
(TULISKAN)
kehamilan atau kelahiran?

(TULISKAN)
TIDAK ............................... 2

RP- 10
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

213 LIHAT 212:


ADA KODE '1' TIDAK ADA KODE '1'
YANG DILINGKARI YANG DILINGKARI 217

214 Sekarang saya akan menanyakan tentang masa yang akan YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


datang, terutama dalam hal pemakaian alat/cara KB.
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Apakah Saudara akan memakai suatu cara KB untuk
menunda kehamilan, suatu ketika nanti? TIDAK TAHU .................... 8 216

215 Menurut pendapat Saudara, pelayanan KB apa yang perlu YA TIDAK


tersedia bagi remaja yang belum menikah?
- Penyuluhan: Kegiatan yang menjelaskan kesehatan PENYULUHAN . . . . . . . . . 1 2
reproduksi dan metode KB?
- Konseling: Konsultasi penggunaan alat/cara KB? KONSELING ......... 1 2
- Penyediaan: Penyediaan/pemasangan dan pelayanan
alat/ cara KB? PENYEDIAAN . . . . . . . . . 1 2

216 Sekarang saya akan membacakan beberapa pernyataan TIDAK


mengenai pendapat Saudara tentang penggunaan kondom. SE- SE- TIDAK
Apakah Saudara setuju atau tidak setuju dengan pernyataan ini: TUJU TUJU TAHU
- Kondom dapat digunakan untuk mencegah kehamilan. CEGAH HAMIL . . . . . 1 2 8

- Kondom dapat mencegah penularan HIV/AIDS dan CEGAH HIV/AIDS


infeksi menular seksual lainnya. DAN IMS ..... 1 2 8

- Kondom dapat dipakai ulang. PAKAI ULANG . . . . . 1 2 8

217 Sekarang saya ingin membicarakan tentang suatu penyakit


yang disebut anemia. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Apakah Saudara pernah mendengar anemia? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 301

218 Menurut Saudara apakah anemia tersebut? HAEMOGLOBIN (Hb) RENDAH . . . . . A


KURANG ZAT BESI . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? KEKURANGAN SEL DARAH MERAH . . C
KURANG DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
KURANG VITAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . E
TEKANAN DARAH RENDAH . . . . . . . F
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

219 Menurut Saudara mengapa seseorang dapat menderita anemia? KURANG MAKAN DAGING, AYAM,
IKAN, HATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
KURANG MAKAN SAYUR-SAYURAN
Ada lagi? DAN BUAH-BUAHAN . . . . . . . . . . . . B
PERDARAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
SEDANG MENDAPAT HAID . . . . . . . . . D
KURANG MAKAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
PENYAKIT MENULAR . . . . . . . . . . . . . . F
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

220 Dapatkan anemia diobati? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 301

221 Bagaimana cara mengobati penderita anemia? MINUM PIL TAMBAH DARAH . . . . . . . A
MINUM PIL ZAT BESI . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? BANYAK MAKAN DAGING, AYAM,
IKAN, HATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
BANYAK MAKAN SAYUR-SAYURAN
DAN BUAH-BUAHAN YANG
MENGANDUNG ZAT BESI . . . . . . . D
LAINNYA X
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. (TULISKAN)
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

RP- 11
BAGIAN 3. PERKAWINAN DAN ANAK
Sekarang saya akan menanyakan pendapat Saudara mengenai perkawinan dan anak.

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

301 Pada umur berapa Saudara merencanakan untuk menikah?


UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .

TIDAK AKAN KAWIN . . . . . . . . . . . . . . 95

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

302 Menurut pendapat Saudara, pada umur berapa seorang


perempuan sebaiknya menikah? UMUR DALAM TAHUN .....

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

303 Menurut pendapat Saudara, pada umur berapa seorang


laki-laki sebaiknya menikah? UMUR DALAM TAHUN .....

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

304 Menurut Saudara apakah pasangan yang akan menikah perlu YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


memeriksakan kesehatannya? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 306

305 Pemeriksaan apa? BADAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A


DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? AIR SENI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
LAINNYA X
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. (TULISKAN)
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

306 Siapakah yang akan menentukan pasangan Saudara ketika SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


Saudara menikah nantinya: Saudara sendiri, orang tua Saudara, ORANG TUA .................... 2
keluarga lainnya, atau bersama?
KELUARGA LAINNYA . . . . . . . . . . . . . . 3
BERSAMA ...................... 4

307 Setelah Saudara menikah nanti, berapakah jumlah anak yang


Saudara inginkan selama hidup? JUMLAH ANAK ............

LAINNYA 96 309
(TULISKAN)

308 Dari jumlah tersebut, berapa anak laki-laki, berapa anak LAKI- PEREM- APA
perempuan dan berapa anak yang diharapkan tanpa LAKI PUAN SAJA
memperhatikan jenis kelamin?
JUMLAH
'APA SAJA' ADALAH JUMLAH ANAK YANG DIINGINKAN
TANPA PREFERENSI JENIS KELAMIN TERTENTU. LAINNYA 999996
(TULISKAN)

309 Menurut pendapat Saudara, siapa yang seharusnya menentukan ISTRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


banyaknya anak suatu pasangan suami-istri: istri, suami, atau SUAMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
berdua ?
BERDUA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
TIDAK TAHU ........................ 8

310 Menurut Saudara pada umur berapa sebaiknya seorang wanita


mempunyai anak pertama kali? UMUR DALAM TAHUN .....

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

RP- 12
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

311 Menurut Saudara pada umur berapa sebaiknya seorang laki-laki


mempunyai anak pertama kali? UMUR DALAM TAHUN .....

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

312 Menurut Saudara berapa sebaiknya jarak antara dua kelahiran?


BULAN ................ 1

TAHUN ................ 2

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . 998

313 Jika seorang wanita hamil, tetapi ia tidak menginginkan MELAHIRKAN DAN DIRAWAT
kandungannya, menurut Saudara apa yang seharusnya ia SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
lakukan: melahirkan dan merawat sendiri bayinya, melahirkan
dan memberikan bayinya kepada orang lain untuk diasuh,
menggugurkan kandungannya, atau terserah kepada wanita itu? MELAHIRKAN DAN DIASUH
ORANG LAIN ..................... 2

MENGGUGURKAN . . . . . . . . . . . . . . . . 3

TERSERAH KEPADA WANITA ITU . . . 4

TIDAK TAHU ........................ 8

314 Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seorang wanita


mungkin mempertimbangkan untuk menggugurkan
kandungannya.

Menurut Saudara apakah seorang wanita berhak menggugurkan TIDAK TIDAK


kandungannya karena: SETUJU SETUJU TAHU

- Kehamilannya membahayakan kesehatan? KESEHATAN . . . . . . 1 2 8

- Kehamilannya mengancam jiwa? JIWA ............ 1 2 8

- Janin cacat tubuh? JANIN CACAT . . . . . 1 2 8

- Hamil akibat pemerkosaan? DIPERKOSA ..... 1 2 8

- Wanita belum menikah? BELUM NIKAH . . . . . 1 2 8

- Pasangan suami-istri tak mampu merawat anak? TIDAK MAMPU ... 1 2 8

- Masih sekolah? MASIH SEKOLAH .. 1 2 8

RP- 13
BAGIAN 4. PERAN KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT DAN MEDIA
Sekarang saya ingin menanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan peran keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai sumber
informasi tentang kesehatan reproduksi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas dan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS,
serta hal lain seperti penggunaan obat-obat terlarang dan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya).

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

401 Saya ingin tahu dengan siapa Saudara membicarakan atau


menanyakan hal-hal mengenai kesehatan reproduksi.
Apakah Saudara pernah membicarakan hal-hal itu dengan: YA TIDAK
- Teman? TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Ibu? IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Bapak? BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Saudara kandung? SAUDARA KANDUNG . . . 1 2
- Keluarga? KELUARGA . . . . . . . . . . . . 1 2
- Guru? GURU . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Petugas kesehatan? PETUGAS KESEHATAN . . 1 2
- Pemuka agama? PEMUKA AGAMA . . . . . . . 1 2

402 Kalau Saudara ingin tahu lebih jauh mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan reproduksi, pada siapa TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
Saudara akan bertanya? IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . D
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
Siapa lagi? GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . G
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. PEMUKA AGAMA . . . . . . . . . . . . . . . . H
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK ADA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

403 LIHAT 104:


KODE '1' DILINGKARI KODE '2' DLINGKARI 406

404. Apakah Saudara pernah diberi 405. Apakah jenjang sekolah Saudara ketika
TOPIK pelajaran di sekolah tentang pertama kali diberi pelajaran di sekolah
(TOPIK)? tentang (TOPIK)?

A. Sistem reproduksi manusia. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV .............. 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

B. Cara mengatur kelahiran. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV .............. 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

C. HIV/AIDS. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV .............. 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

D. Infeksi Menular Seksual lainnya YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV .............. 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

E. NAPZA (Narkotika, Alkohol, YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1


Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV .............. 5
406 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

RP- 14
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

406 Apakah Saudara pernah menghadiri pertemuan masyarakat yang YA .......................... 1


membahas kesehatan reproduksi? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 408

407 Apakah bentuk pertemuan masyarakat yang pernah Saudara


hadiri? KARANG TARUNA . . . . . . . . . . . . . . . . A
PERKUMPULAN AGAMA . . . . . . . . . B
Ada lagi? BINA KELUARGA REMAJA/BKR ... C
PENYULUHAN DARI LSM . . . . . . . . . D
PENYULUHAN PEMERINTAH ..... E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA (_______________________) X
TULISKAN

408 Apakah Saudara pernah mendengar tentang wadah/tempat bagi YA ............................ 1


remaja untuk memperoleh informasi dan konsultasi mengenai
kesehatan reproduksi remaja? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 501

409 Apa nama wadah tersebut?


PIK-KRR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
PKRR/PIKER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
(TULISKAN) YOUTH CENTRE . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
LAINNYA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . X
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. TIDAK INGAT/TIDAK TAHU . . . . . . . . . Z
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.

410 Apakah Saudara mengetahui di mana tempat tersebut? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 501

411 Apakah Saudara pernah mengunjungi tempat tersebut? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 501

412 Pelayanan apa saja yang sudah tersedia di tempat tersebut? INFORMASI KESPRO . . . . . . . . . . . . . . A
KONSELING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? PEMERIKSAAN KESEHATAN . . . . . . . C
PENGOBATAN IMS . . . . . . . . . . . . . . . . D
ALAT/CARA KB ................ E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

413 Selain yang sudah tersedia, pelayanan kesehatan reproduksi apa INFORMASI KESPRO . . . . . . . . . . . . . . A
saja yang Saudara inginkan tersedia di tempat tersebut? KONSELING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
PEMERIKSAAN KESEHATAN . . . . . . . C
PENGOBATAN IMS . . . . . . . . . . . . . . . . D
Ada lagi? ALAT/CARA KB ................ E
LAINNYA X
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. (TULISKAN)
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z

RP- 15
BAGIAN 5. ROKOK, MINUMAN BERALKOHOL DAN OBAT-OBATAN TERLARANG

Sekarang saya akan menanyakan beberapa hal mengenai merokok, minum minuman beralkohol, dan pemakaian obat-obatan
terlarang. Seperti telah saya katakan, Saudara dapat menolak untuk menjawab beberapa atau semua pertanyaan. Meskipun
demikian, saya harap Saudara akan terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini karena pendapat Saudara sangat
penting. Informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk studi ilmiah.

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

501 Apakah Saudara pernah mencoba merokok? YA ............................ 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 506

502 Umur berapa Saudara pertama kali merokok?


UMUR DALAM TAHUN .....

TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

503 Umur berapa Saudara mulai merokok secara teratur?


UMUR DALAM TAHUN .....

HANYA MENCOBA . . . . . . . . . . . . . . . . 94

TIDAK PERNAH TERATUR ....... 95

TIDAK INGAT/TIDAK TAHU ....... 98

504 Apakah saat ini Saudara merokok? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 506

505 Dalam 24 jam terakhir, berapa batang rokok yang Saudara


hisap? BATANG ROKOK .........
JIKA TIDAK MEROKOK, CATAT '00'

506 Apakah Saudara saat ini mengkonsumsi tembakau dengan cara YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


lain? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 508

507 Bagaimana cara Saudara mengkonsumsi tembakau? PIPA/CANGKLONG . . . . . . . . . . . . . . . . A


TEMBAKAU KUNYAH . . . . . . . . . . . . . . B
TEMBAKAU HIRUP .............. C
LINGKARI SEMUA YANG DISEBUTKAN
LAINNYA X
(TULISKAN)

508 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang YA ............................ 1


lain untuk merokok? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

509 Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang YA ............................ 1


lain untuk tidak merokok? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

510 Sekarang saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan YA ............................ 1


mengenai minuman beralkohol seperti arak, tuak, bir, dsb.
Apakah Saudara pernah minum minuman beralkohol?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 514

511 Umur berapa Saudara pertama kali minum minuman beralkohol?


UMUR DALAM TAHUN .....

TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

512 Dalam tiga bulan terakhir, berapa hari Saudara minum minuman
beralkohol? JUMLAH HARI . . . . . . . . . . . . . .

JIKA SETIAP HARI : CATAT 90. TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95

RP- 16
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

513 Apakah Saudara pernah mabuk karena minum minuman YA ............................ 1


beralkohol? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

514 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


lain untuk minum minuman beralkohol? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

515 Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang YA ............................ 1


lain untuk tidak minum minuman beralkohol? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

516 Ada obat-obatan, seperti ganja, putau, shabu-shabu, dsb, yang


bisa dikonsumsi untuk bersenang-senang, atau ngehai, ngeflai, YA ............................ 1
ngeboat , berfantasi.
Apakah Saudara mengetahui seseorang yang mengkonsumsi TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
obat-obatan seperti itu?

517 Apakah Saudara sendiri pernah mencoba mengkonsumsi obat- YA ............................ 1


obatan seperti itu?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 525

518 Bagaimana cara Saudara memakainya ? DIHISAP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A


DIHIRUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? DISUNTIK ...................... C
DIMINUM/DITELAN . . . . . . . . . . . . . . . . D
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)

519 LIHAT 518:


KODE 'A', 'B', 'D' ATAU 'E' KODE 'C'
DILINGKARI DILINGKARI 525

520 Apakah Saudara pernah nyuntik obat-obatan yang bisa berakibat YA ............................ 1
teler, flai, hai, on ?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 525

521 Umur berapa Saudara pertama kali nyuntik obat-obatan


tersebut? UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .

TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

522 Apakah Saudara nyuntik obat-obatan tersebut dalam 12 bulan YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


terakhir? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 524

523 Sesering apakah Saudara nyuntik obat-obatan tersebut? SETIAP HARI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 01


BEBERAPA HARI DALAM SEMINGGU 02
SETIAP MINGGU . . . . . . . . . . . . . . . . 03
KURANG DARI SEKALI SEMINGGU . . 04
SETIAP BULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05
KURANG DARI SEKALI SEBULAN . . 06
LAINNYA 96
(TULISKAN)

524 Apakah Saudara pernah menggunakan alat suntik yang sama YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


secara bergantian? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

525 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang YA ............................ 1


lain untuk menggunakan obat-obatan terlarang? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

526 Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


lain untuk tidak menggunakan obat-obatan terlarang? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

RP- 17
BAGIAN 6. HIV/AIDS

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

601 Sekarang saya ingin membicarakan hal lain. YA ............................ 1


Apakah Saudara pernah mendengar tentang suatu penyakit yang
disebut AIDS? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 616

601A Dari mana Saudara mengetahui tentang HIV/AIDS? RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A


TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
SURAT KABAR/MAJALAH . . . . . . . . . C
Ada sumber lain? SELEBARAN/POSTER . . . . . . . . . . . . D
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . E
PERKUMPULAN KEAGAMAAN . . . . . F
SEKOLAH/GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
PERTEMUAN MASYARAKAT . . . . . . . H
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . I
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TEMPAT KERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . J
INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . K
LAINNYA X
(TULISKAN)

602 Bisakah seseorang mengurangi kemungkinan tertular virus YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


HIV/AIDS dengan membatasi hubungan seks hanya dengan TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
seorang yang tidak mempunyai pasangan lain? TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

603 Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS melalui gigitan YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


nyamuk? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

604 Bisakah seseorang mengurangi kemungkinan tertular virus YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


HIV/AIDS dengan cara memakai kondom setiap melakukan TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
hubungan seks? TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

605 Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS dengan cara makan YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


sepiring dengan orang yang sudah terkena virus HIV/AIDS? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

606 Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS karena diguna-guna YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


atau didukuni atau disantet? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

606A Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS karena menggunakan YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


jarum suntik yang sama secara bergantian? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

607 Apakah mungkin seseorang yang penampilannya tampak sehat YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


ternyata ia telah tertular virus HIV/AIDS? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

608 Apakah virus penyebab AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu YA TIDAK TT
ke anaknya:
- Selama hamil? SELAMA HAMIL . . . . . 1 2 8
- Saat melahirkan? SAAT MELAHIRKAN . . 1 2 8
- Selama menyusui? SELAMA MENYUSUI . .,1 2 8

609 Bagaimana cara mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS? DENGAN MENGENALI FISIK . . . . . . . A
DENGAN MENGENALI PERILAKU
Ada cara lain? ORANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
DENGAN TES DARAH . . . . . . . . . . . . . . C

JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP LAINNYA X


KODE JAWABAN YANG SESUAI. (TULISKAN)
TIDAK TAHU .................... Z

RP- 18
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

610 Apakah Saudara tahu tentang adanya tes HIV/AIDS secara YA ............................ 1
sukarela yang didahului dengan konseling yang dikenal dengan
VCT yaitu Voluntary Counseling and Testing ? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 612

610A Apakah Saudara mengetahui dimana memperoleh pelayanan VCT? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 612

611 Dimana? PEMERINTAH:


RUMAH SAKIT . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
Ada lagi? PUSKESMAS/PUSTU . . . . . . . . . . . . B
KLINIK UMUM . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
JIKA TIDAK DAPAT MENENTUKAN APAKAH RUMAH SAKIT KLINIK KHUSUS VCT . . . . . . . . . . . . D
ATAU KLINIK DIKELOLA OLEH PEMERINTAH ATAU SWASTA, LAINNYA E
TULISKAN NAMANYA. (TULISKAN)
SWASTA:
RUMAH SAKIT . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
KLINIK UMUM . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
KLINIK KHUSUS VCT . . . . . . . . . . . . H
(NAMA TEMPAT) DOKTER PRAKTEK . . . . . . . . . . . . I
BIDAN/PERAWAT . . . . . . . . . . . . . . J
LAINNYA K
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP (TULISKAN)
KODE JAWABAN YANG SESUAI.
LAINNYA X
(TULISKAN)

612 Apakah Saudara akan membeli sayuran segar dari petani atau YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
penjual yang Saudara ketahui terinfeksi HIV/AIDS? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

613 Jika salah satu anggota keluarga tertular virus HIV/AIDS, apakah YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Saudara akan merahasiakannya? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8

614 Jika salah satu anggota keluarga Saudara menderita AIDS, YA ............................ 1
apakah Saudara bersedia merawatnya di rumah Saudara? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8

615 Jika seorang guru wanita diketahui tertular virus HIV/AIDS tapi YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
tidak kelihatan sakit, menurut pendapat Saudara apakah ia TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
sebaiknya diperbolehkan tetap mengajar di sekolah? TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8

616 LIHAT 601:

KODE '1' DILINGKARI KODE '2' DILINGKARI YA ............................ 1

Selain AIDS, apakah Apakah Saudara pernah TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 701


Saudara pernah mendengar infeksi yang dapat
mendengar infeksi lain ditularkan melalui hubungan
yang dapat ditularkan seksual ?
melalui hubungan seksual?

RP- 19
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

617 Infeksi apa yang Saudara ketahui? SIPHILIS/RAJA SINGA . . . . . . . . . . . . . . A


GONORRHEA/KENCING NANAH . . . . . B
Ada lagi? KONDILOMA AKUMINATA . . . . . . . . . C
CHANROID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
CLAMYDIA/KLAMIDIA . . . . . . . . . . . . . . E
KANDIDIASIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. HERPES GENITAL . . . . . . . . . . . . . . . . G
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X

(TULISKAN)

618 Dari manakah Saudara memperoleh informasi tentang infeksi RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A


menular seksual (IMS)? TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
SURAT KABAR/MAJALAH ......... C
Ada lagi? SELEBARAN/POSTER ............ D
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . E
PERKUMPULAN KEAGAMAAN ..... F
SEKOLAH/GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
PERTEMUAN MASYARAKAT . . . . . . . H
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. TEMAN/KELUARGA .............. I
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TEMPAT KERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . J
INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . K
LAINNYA X
(TULISKAN)

619 Jika seorang laki-laki tertular infeksi menular seksual (IMS), NYERI PERUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
apakah gejala-gejalanya? NANAH KELUAR DARI ALAT
KELAMIN (KENCING NANAH) . . . . . B
CAIRAN BAU KELUAR DARI
ALAT KELAMIN ................ C
Ada lagi? RASA NYERI/PANAS PADA
SALURAN KENCING ............ D
KEMERAHAN / RADANG PADA
ALAT KELAMIN ................ E
BENGKAK PADA ALAT KELAMIN ... F
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP LUKA / BISUL PADA ALAT
KODE GEJALA YANG DISEBUT. KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
KUTIL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . H
GATAL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . I
KENCING DARAH ................ J
BERAT BADAN TURUN . . . . . . . . . . . . K
IMPOTEN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L
LAINNYA X
(TULISKAN)

TIDAK BERGEJALA / TAMPAK ..... Y


TIDAK TAHU .................... Z

RP- 20
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

620 Jika seorang perempuan tertular infeksi menular seksual (IMS), NYERI PERUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
apakah gejala-gejalanya? KEPUTIHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
KEPUTIHAN YANG BERBAU . . . . . . . C
RASA NYERI/PANAS PADA
Ada lagi? SALURAN KENCING ............ D
KEMERAHAN / RADANG PADA
ALAT KELAMIN ................ E
BENGKAK PADA ALAT KELAMIN ... F
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP LUKA / BISUL PADA ALAT
KODE GEJALA YANG DISEBUT. KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
KUTIL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . H
GATAL PADA ALAT KELAMIN ..... I
KENCING DARAH ................ J
BERAT BADAN TURUN . . . . . . . . . . . . K
SULIT HAMIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L
LAINNYA X
(TULISKAN)

TIDAK BERGEJALA / TAMPAK ...... Y


TIDAK TAHU ................... Z

RP- 21
BAGIAN 7. PACARAN DAN PERILAKU SEKSUAL

Sekarang saya akan menanyakan beberapa pertanyaan berhubungan dengan seksualitas. Kita Ingin mengetahui apakah orang muda seusia
Saudara aktif secara seksual. Informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk studi ilmiah.

NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

701 Apakah Saudara sekarang mempunyai pacar? YA ............................ 1 703


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

702 Apakah Saudara pernah punya pacar? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 705

703 Berapa umur Saudara ketika pertama kali punya pacar?


UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .

TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

704 Dalam berpacaran, pada saat berduaan dengan pasangan


(pacar yang sekarang ataupun yang sebelumnya), untuk
mengungkapkan rasa kasih sayang atau sekedar mencoba
ataupun ingin tahu, apakah Saudara pernah: YA TIDAK

- Berpegangan tangan atau jemari? PEGANG TANGAN . . . . . . . 1 2


- Berciuman bibir? CIUM BIBIR . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Meraba (diraba)/merangsang (dirangsang) bagian tubuh lain MERANGSANG ......... 1 2
yang sensitif seperti sekitar alat kelamin, payudara, paha dll?

JIKA RESPONDEN MERASA TIDAK NYAMAN DENGAN PERTANYAAN INI, KATAKAN BAHWA PERTANYAAN
INI MEMANG SENSITIF TAPI SANGAT PENTING UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI YANG AKURAT.
YAKINKAN SEKALI LAGI BAHWA KERAHASIAAN INFORMASI INI TERJAMIN.

705 Apakah Saudara pernah melakukan hubungan seksual? YA ............................ 1


TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU .................... 8 715

706 Apa alasan utama Saudara melakukan hubungan seksual untuk TERJADI BEGITU SAJA . . . . . . . . . . . . 01
pertama kalinya? PENASARAN/INGIN TAHU . . . . . . . . . 02
DIPAKSA OLEH PASANGAN . . . . . . . 03
MEMERLUKAN UANG UNTUK
HIDUP/SEKOLAH . . . . . . . . . . . . . . . . 04
INGIN MENIKAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05
JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. IKUTAN TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 06
LAINNYA 96
(TULISKAN)
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

707 Di mana Saudara melakukan hubungan seksual untuk pertama DI RUMAH SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . 01
kalinya? DI RUMAH PASANGAN . . . . . . . . . . . . 02
HOTEL/MOTEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . 03
TEMPAT KOST . . . . . . . . . . . . . . . . . . 04
TEMPAT PELACURAN . . . . . . . . . . . . . . 05
JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. KENDARAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 06
LAINNYA 96
(TULISKAN)
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98

708 Umur berapa Saudara ketika pertama kali melakukan hubungan


seksual? UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .

TIDAK TAHU .................. 98

RP- 22
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

709 Dengan siapa Saudara melakukan hubungan seksual yang TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 01


pertama kali? PACAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 02
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 03
IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 04
PELACUR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05
JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. LAINNYA 96
(TULISKAN)

710 Pada waktu pertama kali melakukan hubungan seksual tersebut, YA ............................ 1
apakah Saudara atau pasangan memakai pencegah
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
kehamilan/alat/cara KB untuk mencegah kehamilan?
TIDAK TAHU/TIDAK INGAT . . . . . . . . . 8 712

711 Pencegah kehamilan/alat/cara KB apa yang Saudara atau KONDOM ...................... A


pasangan Saudara pakai? PIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
DIAFRAGMA/INTRAVAG . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)

712 Kapan Saudara melakukan hubungan seksual terakhir kali?


HARI LALU . . . . . . . . . . . . . . 1

MINGGU LALU . . . . . . . . . . . . 2

BULAN LALU . . . . . . . . . . . . 3

TAHUN LALU . . . . . . . . . . . . 4

713 Saat terakhir kali Saudara melakukan hubungan seksual, apakah YA ............................ 1
Saudara atau pasangan memakai pencegah kehamilan/alat
kontrasepsi/alat KB untuk mencegah kehamilan? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU/TIDAK INGAT . . . . . . . . . 8 715

714 Pencegah kehamilan/alat kontrasepsi/alat KB apa yang Saudara KONDOM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A


atau pasangan Saudara pakai? PIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
DIAFRAGMA/INTRAVAG . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D
PANTANG BERKALA/KALENDER . . . E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN . LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)

715 Apakah Saudara mempunyai teman yang sudah melakukan YA ............................ 1


hubungan seksual sebelum menikah? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU .................... 8 717

716 Karena Saudara mempunyai teman yang sudah melakukan YA ............................ 1


hubungan seksual, apakah Saudara merasakan semacam TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
dorongan atau pengaruh untuk melakukan hubungan seksual?
TIDAK TAHU .................... 8

717 Apakah Saudara setuju atau tidak setuju dengan pernyataan


berikut: YA TDK TT

- Setuju bila seorang pria mempunyai banyak pasangan/pacar LAKI-LAKI


pada waktu bersamaan BANYAK PACAR . . . . . 1 2 8

- Setuju bila seorang wanita mempunyai banyak pasangan/ PEREMPUAN


pacar pada waktu bersamaan BANYAK PACAR . . . . . 1 2 8

RP- 23
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

718 Apakah Saudara setuju jika seorang wanita melakukan hubungan SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
seksual sebelum menikah? TIDAK SETUJU .................. 2
TERGANTUNG .................. 8

719 Apakah Saudara setuju jika seorang pria melakukan hubungan SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
seksual sebelum menikah?
TIDAK SETUJU .................. 2
TERGANTUNG .................. 8

720 Apakah Saudara setuju seseorang melakukan hubungan seksual TIDAK


sebelum menikah, jika: SETUJU SETUJU

- Kedua belah pihak sama-sama senang melakukan hubungan. SUKA-SAMA SUKA ... 1 2
- Keduanya saling mencintai. SALING CINTA . . . . . . . 1 2
- Keduanya merencanakan untuk menikah. AKAN MENIKAH . . . . . . . 1 2
- Wanita sudah dewasa dan sadar terhadap akibat-akibat
yang akan timbul. WANITA DEWASA . . . . . 1 2
- Ingin menunjukkan rasa cinta. TUNJUKKAN CINTA . . . 1 2

721 Apakah Saudara sangat setuju, setuju, atau tidak setuju dengan SANGAT SETUJU ................ 1
pendapat bahwa mempertahankan keperawanan sebelum SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
menikah penting bagi wanita?
TIDAK SETUJU .................. 3

722 Menurut pendapat Saudara apakah laki-laki pada umumnya YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


masih menganggap penting keperawanan bagi wanita? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

723 LIHAT 705:


'TIDAK'/ 'YA'
725
'TIDAK TAHU'

724 Jika Saudara belum pernah melakukan hubungan seksual, YA ............................ 1


apakah Saudara sudah punya niat ingin melakukannya? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TERGANTUNG .................. 8

725 Apakah Saudara pernah menganjurkan teman/orang lain untuk YA ............................ 1


melakukan hubungan seksual sebelum menikah? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

726 Apakah Saudara pernah mengingatkan teman/orang lain untuk YA ............................ 1


tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

727 LIHAT 705:


KODE '1' DILINGKARI KODE '2' ATAU '8' DILINGKARI
734

728 Adakalanya seorang wanita hamil pada waktu sebenarnya ia


tidak ingin hamil. YA ............................ 1
Apakah Saudara pernah punya pasangan yang hamil tetapi
sebenarnya Saudara tidak menginginkan kehamilan tersebut? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 734

729 Berapa kali terjadi kehamilan yang tidak diinginkan tersebut? SEKALI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BEBERAPA KALI ................ 2

RP- 24
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

730 LIHAT 729:

KODE '1' KODE '2'


DILINGKARI DILINGKARI MENERUSKAN KEHAMILAN ....... 1
BERUSAHA MENGGUGURKAN
Ketika kehamilan yang tidak Ketika kehamilan yang KANDUNGAN TETAPI GAGAL ... 2
diinginkan tersebut terjadi, tidak diinginkan tersebut MENGGUGURKAN KANDUNGAN ... 3 732
apa yang Saudara lakukan terjadi, apa yang
KEGUGURAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
terhadap kehamilan itu? Saudara lakukan
terhadap kehamilan yang LAINNYA 6
terakhir? (TULISKAN)
TIDAK TAHU .................... 8 734

731 Apa yang Saudara lakukan dengan bayi tersebut? DIASUH SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
DIASUH ORANG LAIN . . . . . . . . . . . . . . 2
LAINNYA 6
(TULISKAN)
TIDAK TAHU .................... 8

732 LIHAT 730:


KODE '2' ATAU '3' KODE '1'
DILINGKARI DILINGKARI 734

733 Siapa yang membantu Saudara menggugurkan kandungan atau DOKTER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A


berusaha menggugurkan kandungan tersebut? BIDAN/PERAWAT ................ B
DUKUN ........................ C
Ada lagi? APOTEKER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN . SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU .................... Z

734 Tahukah Saudara ada seseorang remaja belum menikah yang YA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Saudara kenal secara pribadi, yang berusaha mencoba
menggugurkan kandungannya atau yang telah menggugurkan
TIDAK. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
kandungannya?

735 Apakah Saudara pernah menganjurkan teman/orang lain untuk YA ............................ 1


menggugurkan kandungannya? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

736 Apakah Saudara pernah mengingatkan teman/orang lain untuk YA ............................ 1


tidak menggugurkan kandungannya?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

737 LIHAT 705:


KODE '1' KODE '2' DAN '3'
DILINGKARI DILINGKARI 745

738 LIHAT 616:


KODE '1' KODE '2'
DILINGKARI DILINGKARI 741

RP- 25
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE

739 Sekarang saya akan menanyakan beberapa pertanyaan YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


mengenai kesehatan Saudara dalam 12 bulan terakhir. Selama TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
12 bulan terakhir, apakah Saudara pernah mendapat penyakit TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
yang ditularkan melalui hubungan seksual?

741 Kadangkala pria mempunyai luka/sakit atau bisul di daerah


alat kelaminnya. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Selama 12 bulan terakhir, apakah Saudara mempunyai luka/ TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
sakit atau bisul di daerah alat kelamin?

742 LIHAT 739,741:

PERNAH MENGALAMI INFEKSI TIDAK PERNAH MENGALAMI


745
(ADA KODE 'YA') INFEKSI ATAU TIDAK TAHU

743 Beberapa waktu lalu Saudara pernah mengalami infeksi YA ............................ 1


(MASALAH DARI 739,740,741), apakah Saudara mencari
nasehat atau pengobatan?
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 745

744 Kemana Saudara pergi? DIOBATI SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . A


PUSKESMAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
RUMAH SAKIT/KLINIK . . . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? DOKTER PRAKTEK . . . . . . . . . . . . . . D
BIDAN PRAKTEK . . . . . . . . . . . . . . . . E
TOKO OBAT/APOTEK . . . . . . . . . . . . . . F
DUKUN / 'ORANG PINTAR' . . . . . . . . . G
TEMAN/SAUDARA . . . . . . . . . . . . . . . . H
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)

745 CATAT WAKTU JAM ....................

MENIT ............ .....

RP- 26
CATATAN PEWAWANCARA

CATATAN PENGAWAS / EDITOR

NAMA PENGAWAS: TANGGAL:

RP- 27

Anda mungkin juga menyukai