Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindroma fragile-X (FRAXA) merupakan penyebab utama penyakit retardasi mental
menurun dan penyebab kedua retardasi mental genetik setelah Sindroma Down (Sultana
M.H Faradz, 2003).
Kelainan yang diturunkan secara terpaut-X (X-linked) ini berbeda dengan penyakit
herediter lain yang diturunkan secara terpaut-X, yang mana pria lebih sering terkena
penyakit sedangkan wanita kebanyakan sebagai pembawa sifat (karier), sindroma fragile-X
ini dapat diderita oleh laki-laki maupun perempuan (Dedeh Supantini Jahja, 2003). Tetapi
secara klinis pada laki-laki simptomnya lebih berat sehingga lebih banyak laki-laki yang
didiagnosis sebagai penderita sindroma fragile-X, sedangkan perempuan hanya sedikit
yang teridentifikasi (Gillberg, 1995).
Insidensi penderita kelainan ini pada tahun 1997 ialah 1/4000 kelahiran pada laki-
laki dan 1/8000 kelahiran pada perempuan (Turner,1997). Namun terjadi peningkatan di
tahun 2003, pada laki-laki meningkat menjadi 1/2000 kelahiran dan pada perempuan
menjadi 1/4000 kelahiran (Sultana M.H Faradz, 2003). Selain itu didapatkan sekitar
2,5% - 6% penderita Autistic Spectrum Disorder (ASD) juga menderita sindroma fragile-X.
Sindroma fragile-X sering dihubungkan dengan gangguan belajar, tampilan fisik
spesifik dan gangguan sistem saraf seperti autisme (Sultana M.H Faradz dan Amallia N.S,
2006). Oleh sebab itu penulis mencoba mengangkat hubungan antara sindroma
fragile-X dengan autisme untuk dibahas lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan fragile x syndrome?
2. Apa etiologi dari fragile x syndrome?
3. Apa saja manifestasi dari fragile x syndrome?
4. Bagaimana penatalaksanaan fragile x syndrome?
5. Bagaimana asuhan keperawatan fragile x syndrome?

1.3 Tujuan Penulisan


Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan
tujuan pembahasan adalah sebagai berikut:

1
1. Mahasiswa mampu mengetahui yang dimaksud dengan fragile x syndrome.
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari fragile x syndrome.
3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi dari fragile x syndrome.
4. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan fragile x syndrome.
5. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan fragile x syndrome.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sindroma fragile X, adalah kelainan genetik yang menyebabkan kecatatan mental


bagi penderitanya. Kelainan genetik terjadi pada urutan trinukleotida CGG pada kromosom
X. Karena mutasi terjadi pada kromosom X, maka retardasi mental lebih banyak diderita
oleh laki-laki.

Sindroma fragile X adalah kelainan genetic yang menyebabkan retardasi mental.


Kelainan ini diturunkan kepada generasi-generasi keturunan berikutnya, karena penyebab
kelainan ini adalah mutasi pada gen FMR 1 pada kromosom X. Karena terdapat pada
kromosom X, pola pewarisan gen tersebut silang, artinya dari bapak ke anaknya
perempuan, dan dari ibu bisa kepada anak laki-laki maupun permpuan.

2
Sindroma fragile X, merupakan suatu kelainan yang disebabkan tubuh tidak dapat
menghasilkan protein FMRP (fragile X mental retardation rotein) didalam selnya.
Kebutuhan protein tersebut hanya dihasilkan oleh sel tertentu dan pada waktu yang tertentu
juga. Penyandang sindroma fragile X mempunyai gen FMR 1(fragile x mental retardation
1) yang rusak karena mutasi. Mutasi menyebabkan gen FMR 1 tidak berfungsi, sehingga
protein FMRP tidak dihasilkan. Ketiadaan protein yang spesifik tersebut merupakan
penyebab kecacatan mental yang disebut sindroma fragile X.

2.2 Manifetasi Klinis


Anak-anak dan orang dewasa dengan sindroma ini bisa memiliki gangguan fisik,
intelektual, dan perilaku.Penampakan fisik seringkali kurang jelas, yaitu berupa
perkembangan yang terlambat, telinga yang besar dan menonjol, dagu dan dahi yang
menonjol, dan testis yang besar pada anak laki-laki (paling jelas terlihat saat pubertas).
Selain itu, bisa juga ditemukan adanya kelenturan sendi yang abnormal dan penyakit
jantung (prolapskatup mitral).
Anak-anak bisa memiliki gangguan intelektual ringan sampai sedang. Bisa terjad
iautisme, termasuk pengulangan kata-kata dan perilaku, menghindari kontakmata, dan
kecemasan dalam bersosialisasi. Penderita wanita bisa mengalami menopause pada
pertengahan usia 30-an.

3
3 Etiologi

Sindrom Fragile X terjadi karena adanya perluasan dari sebuah daerah triplet
nukleotida berulang di gen Fragile X mental retardation 1 (FMR 1) yang ditemukan pada
kromosom X sehingga menimbulkan bagian yang rapuh. Daerah Triplet nukleotida yang
berulang pada FMR1 terdiri dari sitosin-guanin-guanin (CGG) yang sekuensnya berulang
lagi dan lagi. Dalam bentuk umumnya gen FMR1 mengandung 5 sampai 50 pengulangan
basa-basa CGG, namun dalam Fragile X syndrome pengulangan ini dapat terjadi hingga
ratusan bahkan ribuan kali (ebehart & Warren,1996) Sehingga poroduct FMR1 yaitu
Fragile X Mental Retardation protein (FMRP) tidak diproduksi, protein ini berlimpah pada
neuron hippocampus dan otak besar pada orang-orang normal (orang-orang yang tidak
mengalami kelainan). Bukti terbaru menyebutkan kemungkinan gen ini memainkan
peranan yang penting dalam regulasi sintesis protein dalam respon aktivitas sinaptik
(Feng,et all 1997). FMRP kemungkinan memiliki fungsi yang berbeda pada bagian lain
dari perkembangan otak (C. Feinstein, 1997).

Kategori Pengulangan CGG pada gen FMR1 adalah:

1. Normal

4
5.45GG yang berulang
2. Intermediate atau grey zone
45 54 CGG yang berulang, sering ditemukan (1 dari 50)
Tidak memiliki resiko untuk memiliki anak dengan fragile x syndrome, namun
pada generasi generasi dibawahnya akan memungkinkan terjadinya premutasi.

1. Premutasi
55-200 CGG yang berulang
Pria Dengan Premutasi
Kebanyakan laki-laki dengan premutasi tidak terpengaruh oleh sindrom fragile X.
Namun, ada laporan langka laki-laki dengan premutations yang memiliki manifestasi
ringan, termasuk karakteristik fisik, kognitif, dan perilaku.
Fragile X syndrome-terkait tremor / ataksia (FXTAS), kondisi neurologis baru ini
diidentifikasi, mempengaruhi laki-laki di atas usia 50 yang membawa premutation.
FXTAS adalah gangguan neurodegenerative progresif yang ditandai dengan tremor
intensi, ataksia serebelar, Parkinsonisme, dan neuropati perifer. Studi Otak MRI dari
individu yang terkena ditandai dengan hyperintensities dari peduncles cerebellar
tengah (Hagerman et al., 2001).
Wanita Dengan Premutations
Wanita dengan premutations biasanya tidak terpengaruh secara intelektual dan
fisik. Wanita dengan premutations mungkin memiliki peningkatan insiden depresi,
kecemasan sosial, dan rasa malu(Franke et al.,1998; Johnston et al., 2001). Lebih
umum, perempuan dengan premutations berada pada peningkatan risiko untuk
menderita disfungsi ovarium serta menopause dini, disertai dengan penurunan
kepadatan tulang .
2. Mutasi penuh
Lebih dari 200 CGG yang berulang
1 dari 4000 individu yang menderita
Pria dengan mutasi penuh
Pria dengan mutasi penuh mungkin menunjukkan karakteristik wajah yang khas
termasuk besar dan / atau menonjol telinga, wajah panjang, dahi menonjol,
prognatisme mandibula, strabismus, palatum melengkung tinggi dengan sumbing
langit-langit sesekali, dan macrocephaly. Karakteristik wajah sering berkembang dari

5
waktu ke waktu, terutama dahi menonjol dan dagu. Abnormalitiesconsist Genital dari
macroorchism (testis lebih dari 25 ml size) pada laki-laki pascapubertas. Fenotip
kognitif ditandai dengan fitur spektrum termasuk keterlambatan perkembangan pada
anak, retardasi mental dari yang ringan sampai yang berat, level IQ, dan
ketidakmampuan belajar.
Wanita dengan mutasi penuh
Secara umum, wanita dengan mutasi penuh memiliki fitur lebih ringan
dibandingkan laki-laki dengan mutasi penuh tetapi mereka juga menunjukkan kisaran
yang sama, perilaku, wajah. Lebih dari 50% dari wanita dengan mutasi penuh
memiliki beberapa karakteristik ciri-ciri fisik yang terkait dengan sindrom fragile X.
Gangguan intelektual lebih ringan pada wanita dibandingkan pada laki-laki yang
terkena. Fungsi kognitif dapat berkisar dari kecerdasan normal untuk gangguan
belajar,dan keterbelakangan mental. Studi menunjukkan bahwa sekitar 53-71% dari
wanita dengan mutasi penuh memiliki IQ di kisaran batas atau retardasi mental.
Perempuan dengan mutasi penuh yang memiliki IQ yang normal mungkin memiliki
kesulitan belajar atau masalah emosional termasuk kecemasan sosial, sifat bisu
selektif, rasa malu, kontak mata yang buruk, hiperaktif, dan perilakuimpulsif.

2.3 Patofisiologi
Secara sitogenetik, pada sindroma Fragile X didapatkan kerapuhan/fragile pada
band Xq27.3 yang tampak sebagai patahan di ujung lengan panjang kromosom X.
Lokasi ini dikenal dengan simbol gen FRAXA (Fragile XA) yang merupakan gen
tunggal yang dikenal sebagai gen Fragile X Mental Retardation-1 (FMR 1). Pada
sindrom Fragile X terjadi perluasan jumlah trinukleotida CGG repeat (Siswandari,
2005).
Pewarisan X rapuh (X Fragile) berbeda dengan pola pewarisan gen tunggal
biasanya. Tiga hal yang membedakan dalam pengelompokkan variasi DNA yang ada
pada lokus X rapuh (normal, premutasi, dan somatik). Dalam keadaan normal
fragmen terdiri dari 2.800 trinukleotida terulang tanpa kelainan fenotipe disebut
dengan pengidap premutasi. Ini biasanya terdiri atas peningkatan 50-600 pasangan
basa. Bila diwariskan, premutasi ini tidak stabil dan dapat mengembang melewati
beberapa generasi, berangsur-angsur ukurannya meningkat bila dipindahkan oleh
wanita tetapi sama jika dipindahkan oleh laki-laki. Karena mutasi dipindahkan oleh

6
wanita dan ukurannya bertambah, yang dapat mencapai ukuran yang secara klinis
bermakna dan menyebabkan fenotip sindrom X rapuh khas dengan retradasi mental
(Richard, Robert, dan Ann, 1999).
Sindrom X-rapuh berhubungan dengan ekspansi alele. Ekspansi alele merupakan
suatu perubahan (peningkatan atau pengurangan) ukuran tangkaian DNA tertentu.
Ekspansi dimulai sebagai sedikit peningkatan jumlah pada salinan dari trinukleotida
berulang. Jumlah ulangan dapat tidak stabil dan dapat mengembangkan berbagai
ukuran pada berbagai sel dan jaringan. Jumlah ulangan dapat meningkatkan
ukurannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan ukuran segmen
DNA antar generasi atau dalan jaringan berarti bahwa tipe mutasi ini berbeda dengan
mutasi klasik dimana perubahan pada rangkaian DNA biasanya terjadi sekali dan
kemudian diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Beberapa gangguan yang
dikaitkan dengan ekaspansi alele adalah sindrom X rapuh, distrofi myotonik (DM)
dan penyakit Huntington (PH) (Richard, Robert, dan Ann, 1999).
Karena fragile syndrome diteruskan melalui kromosom X, maka pria mewarisi
penyakit ini dari ibunya, bila hanya satu dari dua kromosom X pada wanita rusak
karena Fragile X syndrome, maka wanita tersebut mungkin atau juga tidak mungkin
mengalami retradasi mental, tetapi ia mungkin menjadi pembawa yang dapat
meneruskan gangguan itu kepada anak-anaknya. Salah satu penelitian meneliti empat
generasi dari keluarga dimana nenek moyang mereka menjadi pembawa penyakit ini.
Diantara 40 orang dari tiga generasi berikutnya, 7 pria menderita Fragile X
syndrome, 6 wanita menjadi pembawa Fragile X syndrome dan meneruskan
gangguan ini kepada anak-anak mereka. 9 wanita lain adalah pembawa yang
potensial tetapi belum melahirkan anak dengan sindrom ini. Beberapa dari para
wanita yang menjadi pembawa ini sekurang-kurang menderita retradasi ringan
(Yustinus, 2006).

2.4 Penatalaksanaan Fragile X Syndrom


Sampai saat ini tidak ada terapi spesifik untuk sindroma fragile X. (Gillberg, 1995).
Individu dengan fragile X perlu menjalani pemeriksaan perkembangan dan membutuhkan
stimulasi untuk memperbaiki tingkat perkembangan yang dapat dicapainya.
(Swaiman,1999).

7
Beberapa peneliti pernah menggunakan stimulan untuk mengatasi hiperaktivitas
berlebihan dan dilaporkan memberikan hasil yang baik. (Gillberg, 1995).
Asam folat dosis tinggi (0,51,5mg/kg/b.p.d) digunakan oleh banyak peneliti, tetapi
mekanisme kerja atau dimana peranannya belum diketahui secara pasti. (Gillberg, 1995)
Dasar digunakannya asam folat adalah karena untuk melihat adanya lokasi fragile-X pada
media kultur harus ditambahkan antagonis asam folat. (Fenichel, 1997). Penelitian yang
telah dilakukan belum pernah melaporkan adanya perbaikan IQ, tetapi dikata-kan bahwa
terapi ini telah terbukti memperbaiki perilaku. Tampaknya asam folat mempudapat
memperbaiki kemampuan untuk berkonsentrasi dan mung-kin mengurangi keadaan
hiperkinetik. Beberapa laporan menyebutkan dugaan adanya efek menguntungkan dari
asam folat terhadap gejala autistik, terutama bila diberikan pada usia prasekolah, tetapi
pada beberapa kasus, bila diberikan setelah pubertas tidak ada efeknya atau malah
mempunyai sedikit efek negatif. (Gillberg,1995).
Laki-laki dengan sindroma fragile X memerlukan bantu-an khusus di sekolahnya,
bekerja dengan pengawasan khusus dan biasanya jarang dapat hidup mandiri. Wanita
yang terkena biasanya mempunyai kesulitan belajar yang lebih ringan.
Semua keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan sindroma ini harus men-
jalani konseling genetik. Diagnosis molekular dianjurkan dilakukan terhadap semua
anggota keluarga derajat satu. Malah pada saat ini diagnosis molekular prenatalpun telah
dapat dilakukan. (Gillberg, 1995; Swaiman, 1999).
Education option Di New South Wales, Australia, dibuat suatu program konseling
diagnosis dan ge-netika untuk sindroma fragile X. Selama periode 10 tahun, ternyata
program ini berhasil menurunkan prevalensinya dari 2,5 menjadi 0,5 penderita laki-laki
per 10.000 kelahiran. (Turner, 1997).

2.5 Penyembuhan
a. Sampai saat ini belum ada obat untuk fragile x syndrome, yang ada hanya
beberapa carauntuk
b. Therapeutic option

Speech and language therapist : Untuk memperbaiki pengucapan kata dan kalimat,
memelankan berbicara, danmenggunakan bahasa dengan lebih efektif.

8
Occupation therapist : Untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dan kondisi-
kondisi untuk mencocokankebutuhan personal dan kemampuannya.

Physical therapist : Membuat aktivitas dan latihan untuk membangun motor


control dan memperbaiki posturserta keseimbangan.

Behavioral therapist : Untuk mengidentifikasi kenapa anak berperilaku negative dan


mencari cara untukmencegah keadaan sulit dan mengajarkan anak untuk mengatasi
kesulitan.

c. Medis

Perbaikan gen dengan terapi gen (FMR1)

Pemberian obat sebagai protein pengganti (FMRP)

2.6 Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan post natal dengan


menggunakan pemeriksaan DNA, biasanya dilakukan pada anak-anak yang sudah
memasuki usia sekolah dan juga pada anak-anak penderita autism.

1. Pemeriksaan fisik
Keabnormalitas penderita dapat dijumpai pada tinggi badan, berat badan dan lingkar
kepala (OFC). Pada wajah dan telinga, dijumpai wajah panjang, telinga menonjol atau
membersar, dan sebagaianya. Untuk mengetahui apakah seorang anak menderita fragil X
sindrom dapat dilihat dari tanda-tanda fisik yang terjadi pada si penderita.Tingkat reterdasi
mental pada sindrom fragil X disini dapat diukur dengan menggunakan metoda Weschler
yang merupakan standar international untuk mengukur IQ.
2. Analisis kromosom
Kelainan kromosom X pada sindrom ini merupakan kelainan struktural. Deteksi adanya
kerapuhan kromosom X dapat dilakukan dengan media rendah folat atau penggunaan
inhibitor folat pada kultur sel. Analisis kromosom dengan teknik fragile site kurang
dianjurkan untuk diagnosis sindroma fragile X , karena sesitifitasnya rendah jika

9
dibandingkan dengan analisis DNA. Teknik analisis kromosom hanya untuk skreening, tapi
analisis kromosom tetap direkomendasika untuk dilakukan jika analisis molekuler sulit
diperoleh.
3. Analisis molekuler
Diagnosis molekuler pada sindrom ini dilakukan dengan menggunakan 2 metoda:
a. Polimerase Chain Reaction (PCR)
PCR dapat mendeteksi mutasi fraglie X secara cepat dan cukup sensitif oada individu
normal dan premutasi.
b. Southern Blot
Metoda ini untuk mendeteksi sindrom fragil X menggunakan probe StB12.3 yang
memakai 2 enzim retriksi.

Enzim EcoRI, akan memotong untaian DNA dan menghasilkan band 5,2 kb.
Enzim EagI, akan memotong DNA tanpa metilasi didaerah CpG dan mneghasilkan
band 2,8 k.
Penderita sinrom fragile X umunya mempunyai band 5,9-9 kb. Keunggulan Southern blot
dibandingkan dengan PCR adalah dapat mendeteksi individu dengan mutasi penuh dan
status metilasi dari regio CpG. Kedua metoda ini dapat mendeeksi perpenjangan pengulang
CGG yang terjadi pada sindrom fragil X.

2.7 Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan
yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi
sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan
dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan
dan bekerja.

Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif ( pola, proses pikir ), Lambatnya
ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal melewati tahap perkembangan yang utama,
Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil

10
dari ukuran normal ), lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal ( lebih sering tonus
otot lemah ), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit kromosom ( Trisomi 21
( Sindrom Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom ( distrofi otot Duchene ),
neurofibromatosis ( tipe 1), Gangguan metabolisme sejak lahir ( Fenilketonuria ), Abrupsio
plasenta, Diabetes maternal, Kelahiran premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis
dan perdarahan intracranial, Cedera kepala, Infeksi, Gangguan degenerative.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa atau
penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari ibu tersebut.

Pemeriksaan fisik
Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus
Mata : Mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
Hidung : Jembatan/punggung hidung mendatar, cuping melengkung ke atas, dll
Mulut : Bentuk V terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
Telinga : Keduanya letak rendah; dll
Muka : Panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
Leher : Pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
Tangan : Jari pendek dan tegap, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
Dada & Abdomen : Terdapat beberapa putting, buncit, dll
Genitalia : Mikropenis, testis tidak turun, dll
Kaki : Jarikaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing
diujungnya, lebar, besar, gemuk

A. Analisa data
N Data Etiologi Masalah
o

11
1 Ds :
1. Keluarga pasien mengatakan Adanya perubahan Perubahan proses
bahwa anaknya mengalami fisiologis pada anak. berfikir.
keterlambatan dalam berfikir,
2. Ketidakmampuan untuk
berbicara secara normal.
Do :
1. Kapala anak terlihat lebih
besar atau lebih kecil

2 Ds :
1. Keluarga pasien mengatakan Terjadinya penurunan Kerusakan mobilitas
anaknya tidak mampu kekuatan/tahanan pada fisik.
berinteraksi dengan baik. anak.
Do :
1. tonus otot abnormal.

B. Kemungkinan Dx yang muncul


1. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis pada anak.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan/tahanan.
C. Rencana Asuhan KeperAwatan (Nurse Care Planing / NCP)
No. Diagnosa Tujuan kriteria hasil Intervensi rasional
keperawatan
1 Perubahan Agar proses Mempertahanka Mandiri
- kaji rentang - Rentang perhatian/kemampuan untuk
proses berfikir berfiki kognitif n atau
berkonsentrasi mungkin memendek
perhatian,
berhubungan dapat teratasi. melakukan secara tajam yang menyebabkan dan m
kebingungan, dan potensi terjadinya asientas yang
dengan adanya kembali
mempengaruhi proses fikir pasien.
catat tingkat
perubahan orientasi mental - menurunkan resiko terjadinya
ansitasnya. peningkatan emosianal pada anak.
fisiologis pada dan realisasi
anak. biasanya.
asientas dapat mengakibatkan
kehilangan control dan
-Kurangi stimulus meningkatkan kepanikan.
Dukungan dapat
yang merangsang,
memberikan ketenangan yang

12
kritik yang menurunkan asientas dan resiko
terjadinya trauma
negative,
argumentasi, dan
konfrontasi.
-Hindari
meninggalkan
pasien sendirian
ketika mengalami
agitasi, gelisah,
atau berontak.

2. Perubahan Keluarga Keluarga Berikan informasi Agar keluarga dapat


proses menerima membuat pada keluarga mengidentifikasi sasaran realistis
keluarga kondisi keputusan yang karena keluarga untuk perawatan anak di masa yang
berhubungan anaknya. realistis dapat mencurigai akan datang.
dengn berdasarkan adanya masalah
mempunyai kebutuhan dan dan mungkin
anak yang kemampuan memerlukan
menderita mereka. dukungan.
retaldasi
mental
2. Anggota
keluarga
2. Berikan 2. Keluarga mendapat informasi
menunjukan
informasi pada anaknya.
penerimaan
keluarga tentang
terhadap anak.
kondisi anak untuk
dijadikan bahan
rujukan keluarga di
kemudian hari.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindroma fragile X, merupakan suatu kelainan yang disebabkan tubuh tidak dapat
menghasilkan protein FMRP (fragile X mental retardation rotein) didalam selnya.
Kebutuhan protein tersebut hanya dihasilkan oleh sel tertentu dan pada waktu yang
tertentu juga. Penyandang sindroma fragile X mempunyai gen FMR 1(fragile x mental
retardation 1) yang rusak karena mutasi. Mutasi menyebabkan gen FMR 1 tidak
berfungsi, sehingga protein FMRP tidak dihasilkan. Ketiadaan protein yang spesifik
tersebut merupakan penyebab kecacatan mental yang disebut sindroma fragile X.

3.2 Saran

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca untuk menambah wawasan kita tentang fragile x sindroma.

14
DAFTAR PUSTAKA

Corwin J, elizabeth. 2009. Buku saku patofisiology, ed.3. jakarta : EGC


Corwin, Elizabeth J. 2009. BUKU SAKU PATOFISIOLOGI EDISI 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Firth HV,Jane AH : Oxford desk reference clinical genetc, Oxford:Oxford University
Press;2005
Fu YH, Kuhl DPA, Pizzuti A, Pieretti M,Sutcliffe JS. Variation of the CGG repeat at
Fragile X site result in genetics instability: Resolution of the sherman paradox.
Robinson R. Tara, (2005). Genetics For Dumnies. Wiley Publishing. Inc. USA
Setiowati Tetty, Furqonita Deswati Ty. 2007. Biologi interaktif. Jakarta : Azkapress.
Suryo.(2003). Genetika Manusia.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Wong,Dona.L, dkk .2009. Buku ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Volume 1.
Jakarta :EGC

Behrman, R.E. Kliegman, R.M. Arvin, A.M (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol
1. Jakarta: EGC.

Siswandari, W. (2005). Nilai Diagnostik Pemeriksaan Imunositokimia Limfosit


Sediaan Apus Darah Tepi Dibandingkan Analisis Kromosom Pada Penderita Dengan
Dugaan Sindroma Fragile X (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro).

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.

Gillberg C. 1995. Clinical Child Neuro-psychiatry. Cambridge University Press.


Halaman 203- 208.

15
Swaiman K. F., Ashwal S. 1999. Pediatric Neurology. Principles & Practice. 3 rd
edition. Mosby, Inc. Halaman 370 372

Fenichel G. M. 1997. Clinical Pediatric Neurology. A Signs and Symptoms


Approach. 3 rd edition. W.B. Saunders Company. Philadel-phia, London, Toronto.
Halaman 120-122.

16

Anda mungkin juga menyukai