PENDAHULUAN
Produk industri dirancang untuk melakukan fungsi atau tugas tertentu dalam
memenuhi kebutuhan pengguna. Seorang pengguna (user) produk industri
memiliki harapan bahwa produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya.
Pengguna juga berharap produk tersebut berfungsi tanpa ada kerusakan dalam
jangka waktu tertentu atau memiliki keandalan (reliabilitas). Keandalan suatu
produk rakitan atau mesin misal pada pembangkit listrik, pabrik industri kimia,
mesin transtportasi, dan sebagainya memiliki komponen-komponen yang
kompleks. Komponen kompleks tersebut sangat tergantung pada keandalan
komponen-komponen individu penyusunnya, sehingga keandalan komponen
pada jangka waktu tertentu menjadi suatu jaminan keandalan mesin atau pabrik
tersebut [1].
Keandalan yang diperoleh berbanding lurus dengan tingkat kualitas
komponen atau produk. Kualitas komponen maupun produk bergantung pada
banyak faktor seperti desain, jenis bahan mentah yang digunakan, dan teknik
pembuatannya. Kualitas terkait dengan keberadaan cacat dan ketidaksempurnaan
di dalam suatu komponen atau produk yang dapat mengurangi kinerja. Usaha
mendapatkan informasi tentang cacat penting dilakukan untuk mencapai tingkat
kualitas komponen atau produk yang meningkat atau dapat diterima. Usaha
tersebut dilakukan melalui suatu pengamatan untuk mendeteksi, mengevaluasi,
dan meminimalkan cacat tersebu. Peningkatan kualitas komponen atau produk
dapat meningkatkan keandalan dan keamanan mesin, peralatan, bahkan pabrik,
sehingga membawa keuntungan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan suatu
metode untuk mengetahui adanya cacat dalam suatu produk atau komponen
industri tanpa mempengaruhi kinerja komponen tersebut [1].
Uji tak rusak atau Non-destructive Test (NDT) merupakan suatu teknik yang
berbasis pada prinsip fisika terapan. NDT digunakan untuk mengetahui
1
karakteristik material, komponen, atau sistem tanpa merusak atau mengganggu
kegunaannya. NDT juga digunakan untuk mendeteksi dan memprediksi
ketidakteraturan atau cacat yang membahayakan pada material tersebut [1].
Filosofi NDT adalah untuk menjamin tingkat kepercayaan yang maksimum
terhadap produk. Penjaminan diberikan berdasarkan hasil pengujian komponen-
komponen penyusun produk oleh personel yang berwenang, sehingga diperlukan
standar yang harus dipenuhi oleh hasil pengujian tersebut [2]. Teknik uji tak
merusak atau Non-destructive test (NDT) banyak digunakan pada pengujian dan
analisis struktur sambungan pengelasan (welded structures) terutama ada aplikasi-
aplikasi yang sangat kritis. Apabila pada aplikasi tersebut terdapat kerusakan
sambungan maka dapat menyebabkan terjadinya bencana besar, misal pada
aplikasi bejana tekan, bagian penyangga beban stuktur, dan pada pembangkit
tenaga nuklir Liao and Tang [3].
Teknik radiografi digunakan sebagai salah satu metode pada NDT untuk
menguji dan mendeteksi cacat pengelasan logam, atau cacat dalam bahan. Teknik
radiografi mampu memberikan informasi pola cacat pengelasan sebagai akibat
dari perlakuan material dengan lebih jelas dibandingkan dengan metode NDT lain
seperti liquid penetrant, magnetic, maupun ultrasonic [4]. Teknik ini
memanfaatkan radiasi jenis foton berdaya tembus tinggi, baik berupa sinar gamma
yang dipancarkan radioisotop maupun sinar-X dari pesawat. Benda yang diuji
dengan radiografi akan menyerap radiasi yang berbeda karena adanya perbedaan
ketebalan atau terdapat cacat. Apabila radiasi yang diteruskan keluar dari bahan
ditangkap oleh film fotografi, maka perbedaan intensitas radiasi akan
menimbulkan tingkat intensitas kehitaman yang berbeda dalam film, sehingga
cacat dalam bahan yang diperiksa akan tampak dalam film [5]. Pada sambungan
pengelasan, kerusakan yang terjadi dapat memunculkan cacat pengelasan (weld
defect).
Analisis dari film radiografi dilakukan untuk mengetahui penampakan cacat
las atau material uji. Kegiatan tersebut dinamakan interpretasi film radiografi.
Interpretasi film melakukan identifikasi jenis-jenis diskontinuitas yang tidak
memenuhi standar atau kode yang diterapkan dan memastikan bahwa teknik yang
2
layak telah digunakan selama penyinaran. Mengidentifikasi diskontinuias pada
film hasil radiografi melibatkan tiga langkah dasar yaitu : deteksi, interpretasi, dan
evaluasi. Deteksi diskontinuitas adalah menentukan apakah film radiografi
terdapat cacat atau tidak, serta menentukan posisi cacat jika terdapat cacat.
Interpretasi atau identifikasi adalah menganalisis cacat pengelasan dengan
menentukan jenis cacat pengelasan. Evaluasi adalah tahapan untuk menilai apakah
jenis cacat yang terjadi dapat diterima berdasarkan standar penerimaan (standar of
acceptance). Semua langkah tersebut memerlukan kemampuan mata untuk
memisahkan pola spasial dalam sebuah citra (visual acuity) bagi petugas
radiografi. Pada penelitian ini hanya memfokuskan pada citra film radiografi yang
memiliki cacat untuk dilakukan interpretasi atau identifikasi, sedangkan citra film
radiografi tanpa cacat pengelasan tidak menjadi obyek penelitian.
Interpretasi film radiografi oleh manusia dengan pengamatan langsung
berpotensi memunculkan hasil analisis yang bersifat subyektif, tidak konsisten,
dan bias. Hal ini terjadi karena kemampuan seseorang untuk mendeteksi cacat
dipengaruhi kondisi penerangan ruang pengamatan, dan tingkat pemahaman
terhadap pola atau ciri-ciri cacat dalam citra. Penyebab lain adalah keahlian
interpretasi film seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman di lapangan dan
dari literatur standar cacat radiografi. Contoh hasil yang tidak konsisten dan bias
pada interpretasi adalah ketika operator mendeteksi dan menginterpretasikan jenis
cacat porosity dan wormhole. Kedua cacat tersebut memiliki perbedaan sangat
kecil, sehingga faktor lingkungan dan pengalaman dapat menyebabkan perbedaan
interpretasi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan sistem pendeteksian
otomatis untuk mengurangi biaya tenaga manusia dan meningkatkan obyektifitas
serta konsistensi pendeteksian [6].
Sistem pendeteksi dan identifikasi cacat pengelasan dapat dikembangkan
menggunakan teknologi visi komputer. Komputer dirancang untuk menghasilkan
informasi dari citra radiografi untuk melakukan berbagai teknik pengolahan citra
dan pengenalan pola cacat pengelasan. Terdapat tiga tahapan utama dalam
melakukan analisis cacat pengelasan citra radiografi yaitu pertama tahap
3
pengolahan awal citra dan segmentasi cacat las, kedua adalah tahap ekstraksi ciri
cacat las, dan ketiga adalah tahap klasifikasi jenis cacat las.
Pengolahan awal citra radiografi dilakukan karena sifat film radiografi yang
memiliki kontras sangat rendah, serta adanya derau akibat proses pencucian film
maupun proses akuisisi citra. Dengan demikian teknik pengolahan awal banyak
banyak algoritme peredaman derau dan peningkatan kontras. Berbagai teknik
untuk peredaman derau berbasis penapisan banyak dilakukan pada penelitian
sebelumnya seperti penapis median [7-9], penapis Log-Gabor [10], penapis
homomorphic [11], penapis Gaussian, dan penapis Wiener [12-14]. Berbagai
teknik tersebut terbukti dapat mereduksi derau citra radiografi.
Berbagai teknik peningkatan kontras yang telah banyak dilakukan pada
penelitian sebelumnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama
peningkatan kontras berbasis modifikasi histrogram menggunakan ekualisasi
histogram [7, 9, 15, 16], dan kedua peningkatan kontras yang berbasis fungsi
transformasi intensitas [8, 12, 13, 17]. Teknik peningkatan kontras ini juga
terbukti dapat memperbaiki kontras citra radiografi.
Tahap segmentasi merupakan bagian penting pada tahap pertama sistem
identifikasi cacat pengelasan. Segmentasi merupakan proses mendeteksi dan
melokalisasi area obyek cacat pengelasan dengan area obyek lain pada citra film
radiografi. Area citra film radiografi secara utuh terdiri dari area material dasar,
area pengelasan, obyek cacat pengelasan, dan area obyek lain. Banyaknya area
tersebut menyebabkan teknik segmentasi sulit dilakukan menggunkan citra film
radiografi yang utuh. Berbagai penelitian sebelumnya cenderung mengabaikan
area obyek lain pada proses segmentasinya melalui pemotongan citra maupun
penentuan Region of Interest (ROI) secara manual [11, 12, 14, 18-25].
Berbagai teknik segmentasi telah banyak digunakan untuk memisahkan
obyek cacat pengelasan. Teknik pengambangan (thresholding) [8], teknik deteksi
tepi, teknik region grow, dan teknik watershed memiliki keunggulan dalam hal
algoritma yang sederhana sehingga ringan dalam komputasi, namun teknik ini
tidak dapat memisahkan obyek cacat pengelasan menggunakan citra film
radiografi yang utuh [26].
4
Teknik klasifikasi juga telah digunakan dalam segmentasi cacat pengelasan,
baik itu teknik klasifikasi terbimbing maupun tak terbimbing. Meskipun teknik
klasifikasi terbimbing seperti Multi-layer Perceptron (MLP) [14, 27], neuro fuzzy
[20], Back propagation, jaringan RBF, dan Learning Vector Quantization (LVQ)
mampu mendeteksi dengan cepat, namun metode ini membutuhkan waktu untuk
pelatihan sistem yang lebih lama dan memiliki kendali proses yang komplek [21].
Penggunaan teknik klasifikasi tak terbimbing seperti fuzzy c means lebih fleksibel
karena tidak tergantung pada data pelatihan, namun teknik ini perlu
dikombinasikan dengan teknik lain untuk meningkatkan pendeteksian atau
segmentasi, misal kombinasi fuzzy-c-means (FCM) dengan teknik inverse surface
thresholding [25].
Dengan demikian, berbagai teknik segmentasi yang telah dikembangkan
belum dapat digunakan untuk citra film radiografi yang utuh. Selain hal itu,
penggunaan teknik segmentasi seperti pengambangan maupun klasifikasi
memerlukan kombinasi dengan teknik lain untuk dapat digunakan dalam
segmentasi.
Pada sistem identifikasi cacat pengelasan, ekstraksi ciri merupakan tahapan
untuk mendapatkan deskripsi dari obyek citra hasil segmentasi, sedangkan
klasifikasi bertujuan untuk mengelompokkan ciri kedalam kelas cacat tertentu.
Metode ekstraksi ciri berbasis pada pengukuran bentuk atau geometri cacat
pengelasan telah banyak digunakan pada penelitian sebelumnya [2, 7, 12, 17, 28-
31]. Metode lainnya seperti pengukuran posisi dan jarak piksel [9, 32-34] serta
pemanfaatan koefisien transformasi [35, 36] juga telah digunakan. Meskipun
metode-metode tersebut memberikan hasil yang bagus pada tahap klasifikasi,
namun pendeskripsian obyek cacat dengan metode ini memiliki ketergantungan
dan dipengaruhi oleh hasil segmentasi bentuk cacat. Metode eksraksi ciri ini
berpotensi menghasilkan nilai-nilai ciri yang hampir sama antara dua cacat yang
berbeda apabila segmentasi cacat menghasilkan bentuk yang serupa. Hal ini
berpotensi memunculkan kesalahan identifikasi dan mengurangi akurasi
klasifikasi.
5
Tekstur citra merupakan suatu karakteristik citra yang tidak tergantung pada
bentuk cacat pengelasan. Tekstur citra memiliki potensi untuk digunakan sebagai
deskripsi yang membedakan beberapa jenis cacat pengelasan radiografi. Cacat
pengelasan radiografi terjadi sebagai akibat dari prosedur pengelasan yang tidak
sesuai, sehingga memunculkan cavities atau gas yang terperangkap di dalam las.
Proses ini mempengaruhi tektur citra film radiografi dan menghasilkan
karakteristik yang berbeda, sehingga jenis cacat pengelasan dapat diidentifikasi
menggunakan karakteristik tekstur ini. Beberapa metode yang memanfaatkan
deskripsi tekstur citra untuk identifikasi cacat pengelasan yaitu menggunakan nilai
entropi, nilai moment, dan energi dari matrik ko-okurensi skala keabuan (GLCM)
[37, 38]. Ciri tekstur masih belum banyak digunakan pada ekstraksi ciri cacat
pengelasan, sehingga perlu dilakukan penerapannya pada identifikasi jenis cacat
pengelasan. Teknik-teknik ekstraksi ciri tekstur lain yang berbasis nilai statistik
histogram juga belum diaplikasikan sebagai pendeskripsi cacat pengelasan.
Dengan demikian perlu dilakukan pengujian dan pembuktian bahwa berbagai
teknik ekstraksi ciri tektur dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi
klasifikasi.
Meskipun berbagai teknik klasifikasi telah banyak digunakan dapat
menghasilkan unjuk kerja yang baik, namun sulit dilakukan perbandingan kinerja
antara teknik klasifikasi tersebut. Proses identifikasi dan klasifikasi jenis cacat
pengelasan sangat komplek dan tergantung pada aplikasi dan data yang
digunakan, misal menurut Perner, et al. [21], dalam beberapa kriteria
perbandingan, teknik pohon keputusan lebih baik dibanding dengan teknik JST,
sebaliknya JST lebih baik dari PK dalam kriteria lainnya. Demikian halnya dalam
penelitian lainnya memiliki hasil yang berbeda tergantung pada data citra , metode
dan aplikasinya, misal JST MLP lebih baik daripada fuzzy-k-Nearest Neighbor
(fuzzy-k-NN) [2], sistem pakar fuzzy lebih baik dari fuzzy-k-NN dan JST [28],
algoritma Support Vector Machine (SVM) lebih baik daripada fuzzy-neural
network [29], SVM memiliki eror klasifikasi paling rendah dibandingkan dengan
k-means, linear discriminant, k-nearest neighbor, dan JST umpan maju [37].
6
Dengan demikian sulit diketahui mana teknik klasifikasi yang paling baik untuk
identifikasi jenis cacat pengelasan.
Jenis cacat pengelasan secara konvensional ditentukan dari hasil interpretasi
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh operator sebelumnya.
Identifikasi tidak mungkin menghasilkan suatu keputusan jenis cacat pengelasan
yang tidak atau belum diketahui dan dialami oleh operator. Dengan kata lain, jenis
cacat pengelasan hasil interpretasi adalah jenis cacat pengelasan yang memiliki
kemungkinan (probabilitas) paling tinggi dari seluruh jenis cacat pengelasan yang
diketahui operator.
Sifat probabilitas atau stokastik ini dapat digunakan sebagai pendekatan
dalam menentukan jenis pengklasifikasi, yaitu pengklasifikasi yang dibangun dari
argumen stokastik yang berasal dari sifat statistik ciri atau fitur cacat pengelasan.
Pengklasifikasi akan mengelompokkan pola cacat dari berbagai pola cacat yang
memiliki probabilitas paling tinggi. Jenis klasifikasi yang menggunakan
pendekatan seperti ini adalah pengklasifikasi Bayes. Pengklasifikasi ini
merupakan suatu teknik untuk memprediksi berdasarkan probabilitas sederhana
menggunakan teori Bayes. Dengan demikian penerapan pengklasifikasi Bayes
pada identifikasi jenis cacat pengelasan perlu dilakukan, untuk mengetahui kinerja
klasifikasi tersebut. Akurasi menjadi suatu parameter kinerja pengklasifikasi
untuk membandingkan pengklasifikasi Bayes dengan klasifikasi yang pernah
digunakan pada penelitian sebelumnya seperti MLP, k nearest neighbor (KNN),
fuzzy-k-NN, dan SVM kelas jamak.
7
kombinasi sebagai pengolahan awal untuk meningkatkan segmentasi cacat
pengelasan.
3. Ekstraksi ciri cacat pengelasan berbasis pengukuran geometris memiliki
ketergantungan pada hasil segmentasi bentuk yang berpotensi mengurangi
akurasi klasifikasi.
4. Belum dilakukannya klasifikasi jenis cacat pengelasan menggunakan
pendekatan stokastik. Interpretasi jenis cacat oleh operator radiografi
merupakan pendekatan stokastik, sehingga klasifikasi dengan pendekatan
yang sesuai dimungkinkan dapat menghasilkan akurasi klasifikasi yang tinggi.
Beberapa penelitian dengan topik pengolahan citra digital film radiografi dan
analisis cacat pengelasan film radiografi telah dilakukan dengan tahapan yang di
mulai dari pengolahan awal (pre processing) dan segmentasi cacat pengelasan,
hingga ekstraksi ciri dan klasifikasi jenis cacat pengelasan. Uraian pada subbab
berikut ini menjelaskan berbagai penelitian pada tiap tahapan tersebut.
8
dilakukan pada penelitian oleh [7], [8], dan [9], sedangkan teknik penapis lainnya
yang telah digunakan adalah penapis Log-Gabor [10], penapis homomorphic [11],
dan penapis Gaussian dan Wiener [12-14]. Berbagai teknik peredaman derau
tersebut telah terbukti mampu mengurangi derau citra film radiografi, sehingga
sebagian metode tersebut akan digunakan pada tahap pengolahan awal.
9
a b
c d
e f
g h
i j
Gambar 1.1. Berbagai citra asli film radiografi yang digunakan dalam berbagai
penelitian untuk segmentasi cacat pengelasan.
Citra film radiografi yang utuh merupakan citra yang dihasilkan dari proses
inspeksi pengelasan menggunakan radiografi. Citra ini memiliki bagian yang
lengkap sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2 yaitu terdapat area base
material, area pengelasan, area obyek cacat pengelasan, serta area-area lainnya.
Hal ini mengakibatkan metode segmentasi pada penelitian sebelumnya sulit untuk
memisahkan obyek cacat pengelasan dengan obyek atau area lainnya yang lebih
banyak. Dengan demikian metode segmentasi yang ada sejauh ini tidak dapat
digunakan untuk segmentasi cacat pengelasan dari citra film radiografi yang utuh.
10
Gambar 1.2. Citra film radiografi yang utuh dari hasil inspeksi pengelasan pipa
di industri.
11
tahapan yaitu estimasi area pengelasan dan segmentasi obyek cacat pengelasan.
Estimasi area pengelasan dikembangkan dengan estimasi area pengelasan berbasis
pendekatan pencocokan kurva Gaussian (Gaussian curve fitting). Sedangkan
segmentasi obyek cacat pengelasan dikembangkan berbasis FCM dan disertai
pengembangan teknik lain untuk meningkatkan hasil segmentasi FCM tersebut.
12
JST MLP menghasilkan akurasi klasifikasi 92,39%, sedangkan fuzzy-k-NN
sebesar 91.57%. Alghalandis and Alamdari [9] juga menggunakan JST MLP yang
dikombinasikan dengan logika biner untuk meningkatkan akurasi dan reliabilitas
pengenalan. Zahran, et al. [36] membuktikan bahwa hasil klasifikasi dipengaruhi
oleh ekstraksi ciri. Pada penelitiannya, probabilitas klasifikasi MLP meningkat
mencapai 98% dengan menggunakan ekstraksi ciri koefisien cepstral.
Teknik JST Radial Basis Function (RBF) dan Learning Vector Quantization
(LVQ) juga digunakan serta menghasilkan kesimpulan bahwa JST RBF lebih
efisien dibandingkan LVQ [40]. Demikian pula teknik JST propagasi balik dan
umpan maju digunakan untuk menklasifikasi dari 13 ciri geometris, edge chain
code, dan geometric invariant moment mampu menghasilkan akurasi identifikasi
mencapai 93,71% [30].
Teknik klasifikasi dengan Adaptif Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS)
diterapkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zapata, et al. [17] dengan
menggunakan 12 ciri geometris dan ciri orientasi cacat. Metode ini dibandingkan
dengan metode JST dan memberikan hasil bahwa metode ANFIS memiliki
akurasi klasifikasi sebesar 82,6% sedangkan JST hanya 78,9%.
Teknik klasifikasi terbimbing selain jaringan syaraf tiruan adalah Support
Vector Machine (SVM) yang telah digunakan untuk klasifikasi dan identifikasi
dari 8 ciri yang diekstraksi mampu menghasilkan akurasi klasifikasi sebesar
83,3% [29], sedangkan klasifikasi SVM dari 6 ciri menghasilkan tingkat
keberhasilan 85% [32]. Pengklasifikasi dengan SVM ditingkatkan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Wang, et al. [37] dengan menggunakan 16 ciri
tektur dan morfologi menghasilkan klasifikasi yang memiliki unjuk kerja
klasifikasi sebesar 92.51% serta lebih baik jika dibandingkan dengan metode k-
means, JST umpan maju, dan disrkiminan linier.
Beberapa penelitian identifikasi jenis cacat pengelasan menggunakan teknik
klasifikasi tak terbimbing juga telah dilakukan antara lain memanfaatkan
algoritma sistem pakar. Liao [28] pada penelitiannya menggunakan sistem pakar
fuzzy yang dimodifikasi pada tahap akusisi pengetahuannya menggunaan
algoritma genetik standar. Metode ini dibandingkan dengan metode JST MLP dan
13
berdasarkan pengujian metode bootstrap disimpulkan bahwa metode sistem pakar
fuzzy memiliki unjuk kerja yang lebih baik dari fuzzy-k-NN dan MLP yang
berbasis klasifikasi terbimbing.
Teknik klasifikasi jenis cacat pengelasan dengan sistem pakar dilakukan juga
oleh Shafeek, et al. [23], namun pada penelitian ini hanya menggunakan 3 faktor
utama cacat yaitu bentuk, orientasi, dan lokasi cacat, sehingga jumlah ciri yang
digunakan belum mencukupi untuk mendeskripsikan variasi jenias cacat
pengelasan. Selain hal tersebut, pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian
unjuk kerja klasifikasi, sehingga tidak diketahui tingkat unjuk kerja sistem pakar
dalam mengklasifikasikan jenis cacat pengelasan.
Sejauh ini teknik klasifikasi berbasis optimalisasi fungsi klasifikasi telah
banyak diterapkan. Hasil Meskipun berbagai teknik klasifikasi tersebut
menghasilkan kinerja yang baik pada beberapa aplikasi, namun tingkat
keberhasilan klasifikasi tidak mutlak dipengaruhi oleh algoritma klasifikasi,
namun juga dipengaruhi oleh kualitas ciri yang digunakan sebagaimana
dibuktikan oleh da Silva, et al. [34].
Penelitian ini, akan mengambil salah satu metode klasifikasi terbimbing
yang berbasis pada teori Bayes, yaitu pengklasifikasi Bayes. Pengklasifikasi ini
belum pernah digunakan untuk identifikasi jenis cacat pada penelitian
sebelumnya. Sebagaimana diuraikan dalam latar belakang, pengklasifikasi Bayes
menggunakan pendekatan stokastik yang sesuai dengan pendekatan interpretasi
konvensional oleh operator radiografi. Pengklasifikasi Bayes memiliki
transparansi yang tinggi, sehingga analisis klasifikasi dapat ditelusuri selama
menggunakan distribusi yang sederhana.
Penggunaan pengklasifikasi Bayes pada penelitian ini akan memberikan
kontribusi dalam hal hasil akurasi klasifikasi jenis cacat pengelasan. Uji
komparasi akan dilakukan untuk mengetahui perbandingan akurasi klasifikasi
Bayes terhadap metode klasifikasi terbimbing lainnya yang pernah digunakan
seperti JST-MLP, K-Nearest Neigborhood (kNN), fuzzy k-Nearest Neigborhood
(fuzzy kNN), dan metode SVM kelas jamak.
14
Berbagai penelitian yang disebutkan diatas, akurasi merupakan parameter
kinerja yang menjadi isu dan fokus penelitian. Waktu komputasi juga penting
sebagai parameter kinerja klasifikasi, namun dalam penelitian ini bukan
difokuskan pada parameter waktu komputasi. Sehingga pengujian waktu
komputasi tidak dilakukan dan bukan menjadi fokus parameter kinerja klasifikasi
pada penelitian ini.
Berdasaran uraian di atas, maka aspek keaslian penelitian ini terdapat tiga
aspek yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.
15
dapat menjadi solusi dari permasalahan segmentasi cacat pengelasan. Penggunaan
metode pencocokan kurva Gaussian, fuzzy-c-means (FCM), pengurangan citra,
penajaman Laplacian, dan dekomposisi-rekonstruksi gelombang singkat
merupakan langkah-langkah yang belum diterapkan pada segmentasi cacat
pengelasan.
Aspek keaslian kedua adalah penerapan ciri tekstur statistik histogram
(HST), GLCM dan GIM. Penggunaan ciri tekstur ini belum diterapkan secara
komprehensif untuk ekstraksi ciri cacat pengelasan. Kemudian aspek keaslian
ketiga adalah penerapan teknik klasifikasi berbasis pendekatan stokastik yaitu
klasifikasi Bayes. Penerapan klasifikasi Bayes untuk identifikasi jenis cacat belum
pernah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Gambar 1.3 menggambarkan kontribusi penelitiian dalam hal segmentasi.
Citra masukan untuk segmentasi pada penelitian ini menggunakan citra film
radiografi yang utuh. Hal ini berbeda dengan data masukan segmentasi yang
digunakan pada berbagai penelitian sebelumnya. Kontribusi penelitian pada
metode segmentasi antara lain:
1. Penggunaan pencocokan kurva Gaussian sebagai estimasi area
pengelasan. Teknik ini dapat meningkatkan hasil estimasi area
pengelasan menggunakan pengambangan Otsu.
2. Peningkatan segmentasi berbasis FCM dengan menerapkan teknik
subtraksi citra, penajaman Laplacian, dan dekomposisi-rekonstruksi
gelombang singkat.
Gambar 1.4 menggambarkan kontribusi penelitian dalam ekstraksi ciri dan
klasifikasi jenis cacat pengelasan. Beberapa kontribusi yang diberikan antara lain:
1. Ciri tekstur diperoleh menggunakan nilai statistik histogram citra atau
histogram statistical texture (HST).
2. Klasifikasi jenis cacat pengelasan menggunakan pendekatan stokastik
yaitu klasifikasi Bayes. Pendekatan klasifikasi ini yang sesuai dengan
pendekatan interpretasi konvensional oleh operator radiografi.
16
Gambar 1.3. Ilustrasi kontribusi penelitian dalam hal segmentasi pada cacat las
17
Gambar 1.4. Ilustrasi kontribusi penelitian pada tahap pengenalan pola
18
1.5. Tujuan Penelitian
19