Anda di halaman 1dari 4

Histopatologi Kulit

Pendahuluan

Pemeriksaan histopatologi kulit dibutuhkan sebagai pemeriksaan penunjang untuk


menjawab berbagai pertanyaan, seperti: Apakah diagnosisnya? Bagaimanakah
proses patologinya? Apakah tepi telah bebas lesi? Apakah penyakit telah
mengalami perbaikan atau menyembuh setelah pengobatan? Pertanyaan-
pertanyaan ini akan menentukan kapan, dimana, dan bagaimana potongan jaringan
kulit harus diambil. Potongan jaringan kulit harus diambil. Potongan jaringan kulit
harus adekuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut agar didapatkan
jawaban yang memuaskan.

Ketepatan pengambilan potongan jaringan kulit hingga dibaca oleh seorang


spesialis dermatopatologi merupakan suatu rangkaian yang amat penting. Proses ini
dimulai dengan:

1. Pemilihan jenis potongan jaringan kulit satu atau lebih,


2. Pengambilan potongan jaringan kulit dengan metode yang paling tepat,
3. Penanganan spesimen dengan hati-hati,
4. Fiksasi jaringan dan proses persiapan spesimen histopatologik yang baik.
5. Diagnosis histopatologi yang tepat.

Proses penentuan diagnosis akhir memiliki beberapa langkah, yaitu diagnosis


secara mikroskopik terlebih dahulu, kemudian diskusikan data-data klinis
disesuaikan dengan gambaran histopatologis beserta diagnosis bandingnya, setelah
itu didapatkan diagnosis akhir. Kadang kala dibutuhkan konsultasi dengan beberapa
spesialis dermatopatologi dan klinisi untuk menentukan diagnosis akhir.

Pemilihan lokasi pengambilan potongan jaringan kulit

Pada umumnya, penyakit kulit inflamasi disertai rasa gatal sehingga kelainan kulit
sering telah digaruk dan meninggalkan erosi, ekskoriasi, atau ulkus, bahkan kadang
dengan infeksi sekunder. Pemilihan potongan jaringan kulit sebaiknya dari lesi kulit
yang masih utuh, tanpa kelainan sekunder. Lebih baik memilih papul atau plak
dibandingkan makula, bila ada pustul seperti pada psoriasis pustulosa, pustul dapat
diambil sebagai potongan jaringan, tetapi jangan mengambil kelainan
impetigenisata. Lebih baik memilih kelainan yang full developed dibandingkan lesi
yang baru atau involusi. Bila tidak tampak kelainan secara khas secara klinis, tetapi
kulit ditandai dengan bekas garukan, maka potongan jaringan kulit masih tetap
dapat diambil. Dalam keadaan ini, pembacaan histopatologik dipakai untuk
menyingkirkan kelainan yang spesifik dan kadang untuk menemukan kelainan
primer dari penyakit Grover, dermatitis herpetiformis dan skabies.

Pada penyakit vesikobulosa, potongan jaringan kulit paling baik diambil dari lesi
yang baru dan mengikutsertakan tepi atau perbatasan vesikel dengan kulit
sekitarnya. Hal ini juga penting untuk pemeriksaan imunofloresensi. Pada dermatitis
herpetiformis, pemfigoid bulosa, herpes gestasionis, dan eritema multiforme,
sebaiknya mengambil potongan jaringan dari papul yang edematosa, bukan vesikel.
Bila mengambil sediaan dari vesikel lama, maka sulit menyimpulkan diagnosis
secara histologik karena telah terjadi reepitelisasi di bawah celah subepidermal.

Bila kelainan klinis berupa ulkus, maka pengambilan jaringan di sekitar ulkus dapat
memberikan informasi secara histologik. Penyertaan kulit normal pada biopsi
biasanya diperlukan pada kelainan pigmentasi, misalnya vitiligo, melasma, dan lain-
lain.

Cara pengambilan potongan jaringan dan pewarnaan

Teknik biopsi yang terbaik untuk penyakit inflamasi adalah dengan biospi plong
(punch). Ukuran 3-4mm merupakan ukuran terkecil yang masih dapat dievaluasi
dengan baik secara histologik. Bila kelainan kulit terletak di dermis bagian dalam
atau subkutis, maka bedah pisau merupakan pilihan. Pada penyakit dengan lesi
yang beraneka ragam atau jumlahnya banyak, sebaiknya biopsi dilakukan lebih dari
satu. Potongan jaringan sedapat-dapatnya berbentuk elips dan disertakan jaringan
subkutis. Bila biopsi dilakukan dengan plong, kulit harus diregangkan dengan ibu
jari dan jari telunjuk tegak lurus dengan garis kulit, agar setelah dilepas bekas plong
berbentuk elips. Bila mengambil jenis lesi vesikel sebaiknya tidak menggunakan
plong karena dapat memotong tepi vesikel sehingga atap vesikel terlepas. Bahan
untuk pemeriksaan imunofluoresen diambil dari pinggir lesi (perilesi).

Jaringan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam larutan fiksasi, misalnya


formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-sel mati, tetapi
struktur sel.jaringan tidak rusak. Selanjutnya, bahan ini dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan pengolahan dan pemeriksaan. Pewarnaan rutin yang biasa
digunakan ialah hematoksilin-eosin (HE). Ada pula yang menganjurkan pewarnaan
orsein dan Giemsa di samping HE sebagai pewarnaan rutin. Volume cairan fiksasi
sebaiknya tidak kurang dari 20 kali volume jaringan. Agar cairan fiksasi dapat
masuk ke jaringan dengan baik, hendaknya tebal jaringan kira-kira cm. kalau
terlalu tebal, dibelah lebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi.

Perubahan histopatologik

a. Epidermis

Hiperkeratosis ialah penebalan stratum korneum. Bila inti-inti sel masih


terlihat pada penebalan stratum korneum disebut parakeratosis, sedangkan
bila tidak lagi terlihat inti disebut ortokeratosis. Ada tiga macam
ortokeratosis, yaitu padat (kompak), seperti anyaman keranjang (basket
woven) dan berlapis (lamelar)

Hipergranulosis ialah penebalan stratum granulosum.


Hiperplasia ialah epidermis yang menjadi lebih tebal oleh karena jumlah sel
bertambah.

Akantosis ialah penebalan stratum spinosum.

Hipoplasia ialah epidermis yang menipis oleh karena jumlah sel berkurang.

Hipotrofi ialah penipisan epidermis karena sel-sel mengecil dan berkurang,


biasanya disertai rete ridges yang mendatar.

Spongiosis ialah penimbunan cairan di antara sel-sel epidermis sehingga


celah di antara sel bertambah renggang.

Degenerasi balon ialah edema di dalam sel epidermis sehingga sel menjadi
besar dan bulat; juga disebut degenerasi retikuler.

Eksositosis ialah sel-sel radang yang masuk ke dalam epidermis, dapat pula
sel darah merah.

Akantolisis ialah hilangnya daya kohesi antar sel-sel epidermis sehingga


menyebabkan terbentuk celah, vesikel atau bula di dalam epidermis.

Sel diskeratotik ialah sel epidermis yang mengalami keratinisasi lebih awal,
sitoplasma eosinofilik dengan inti kecil, kadang-kadang tidak tampak lagi.

Nekrosis ialah kematian sel atau jaringan setempat pada organisme yang
masih hidup.

Degenerasi hidropik stratum basale ialah rongga-rongga di bawah atau


di atas membrana basalis yang dapat bergabung dan terisi serum, sehingga
lambat laun dapat merusak susunan stratum basale yang mula-mula teratur
seperti pagar menjadi tidak teratur. Demikian pula pigmen melanin yang
terdapat dalam sel basal dapat jatuh ke dalam dermis bagian atas dan
ditangkap oleh melanofag.

Celah ialah sebuah ruangan tanpa cairan di epidermis.

b. Dermis

Dermis terdiri atas dermis pars papilaris dan dermis pars retikularis.
Perubahan-perubahan yang terjadi dapat mengenai jaringan ikat atau berupa
sebukan sel radang, juga penimbunan cairan dalam jaringan (edema). Papil
yang memanjang melampaui batas permukaan kulit disebut papilomatosis;
pada keadaan tertentu papil dapat menghilang atau mendatar.

Fibrosis ialah jumlah kolagen bertambah, susunan berubah dan fibroblas


bertambah banyak.
Sklerosis ialah jumlah kolagen bertambah, susunan berubah, tampak lebih
homogen dan eosinofilik seperti degenerasi hialin dengan jumlah fibroblas
yang berkurang.

Pada proses peradangan berbagai sel dapat ditemukan dalam dermis,


misalnya neutrofil, limfosit, sel plasma, histiosit, dan eosinofil. Sel-sel
tersebut dapat tersebar di dalam dermis di antara serabut kolagen atau
tersusun di sekitar pembuluh darah (perivaskular). Dapat pula tersusun di
dermis bagian atas sejajar dengan epidermis sehingga menyerupai pita (band
like), disebut likenoid, atau mengelompok membentuk bulatan dengan batas
tegar seperti bola kecil, disebut nodular. Bila masuk dalam dinding pembuluh
darah menyebabkan peradangan pembuluh darah (vaskulitis).

Granuloma ialah histiosit yang tersusun berkelompok.

Jaringan granulasi ialah penyembuhan luka yang terdiri atas jaringan


edematosa, proliferasi pembuluh darah, dan sel radang campuran.

c. Jaringan Subkutis

Banyak penyakit kulit yang kelainannya lebih menonjol di jaringan subkutis,


misalnya eritema nodosum, skleroderma, dan jamur profunda. Kelainan dapat
berupa peradangan, proses degeneratif, nekrosis jaringan, atau vaskulitis.

Hasil pemeriksaan histopatologik tidak selalu spesifik untuk setiap penyakit,


bahkan sering pula beberapa penyakit kulit yang berbeda, memberi
gambaran histopatologi yang mirip. Oleh karena itu data klinis yang lengkap
sangat membantu menentukan kesimpulan pemeriksaan histopatologik.
Berbagai kelainan histopatologik serta sel radang dapat dilihat pada gambar.

Anda mungkin juga menyukai