Anda di halaman 1dari 5

HEPATIC ENCEPHALOPATHY :

DEFINISI:
Hepatic(portal-systemic) encephalopathy adalah suatu sindrome neuropsikiatri yang
kompleks yang ditandai dengan gangguan-gangguan kesadaran dan behaviour(ttingkah
laku), perubahan personaliti, fluctuating neurologic signs, asterixis atau flapping
tremor, dan perubahan electroencephalographic yang nyata. Encephalopathy dapat akut
dan reversible atau chronic dan progresif. Pada kasus berat , dapat terjadi coma
ireversibel dan kematian. Episode-episode akut dapat ber-ulang dengan frekuensi yang
bervariasi.

PATOGENESIS:
Penyebab hepatic encephalopathy yang spesifik tidak diketahui. Faktor-faktor yang
paling penting pada patogenesis adalah terjadi severe heptocellular dysfunction
dan/atau intrahepatic dan extrahepatic shunting dari darah vena portal kedalam
sirkulasi sistemis, sehingga sebagian besar hepar di-by pass. Akibat dari proses ini ,
berbagai substansi toksik yang diabsorbsi dari usus TIDAK didetoksifikasi oleh hepar
dan mengakibatkan abnormalitas metabolik pada central nervous system.
Ammonia merupakan substansi yang paling sering dipersalahkan sebagai penyebab
patogensis dari encephalopathy. Banyak, tetap tidak semua , pasien-pasien dengan
hepatic encephalopathy mempunyai kadar amonia darah yang meningkat, perbaikan dari
encephalopathy sering diikuti dengan penurunan kadar amonia darah. Zat-zat lain dan
metabolit yang mungkin menunjang terjadinya encephalopathy ini antara lain:
mercaptan (turunan dari metabolisme methionine di usus), fatty acid rantai pendek, dan
phenol. Berbagai observasi menunjukkan bahwa konsentrasi yang berlebihan dari
gamma-aminobutyic acid (GABA), suatu inhibitory neurotransmitter, di CNS sangat
penting dalam menyebabkan penurunan kesadaran pada hepatic encephalopathy.
Peningkatan CNS GABA dapat menunjukkan kegagalan dari hepar mengekstrak
precursor amino acid dengan efisien.. False neurochemical transmitters (mis,
octopamine), sebagian berasal dari perubahan kadar plasma aromatic dan rantai cabang
asam amino, dapat juga memegang peranan. Peningkatan permeabilitas blood brain
barrier terhadap beberapa substansi ini dapat menambah faktor-faktor yang terlibat
dalam patogenesis hepatic encephalopathy.
Pada pasien-pasien yang meskipun cirrhosis hepatis stabil, sering terjadi hepatic
encephalopathy setelah suatu precipitating event yang diketahui (identifiable) (lihat
tabel 254-3). Mungkin predisposing factor yang paling sering adalah gastrointestinal
bleeding, dimana akan mengakibatkan produksi amonia dan substansi-sunstansi
netrogenous lainnya yang kemudian diserap. Serupa dengan itu, peningkatan diet
protein dapat mem-presipitasi encephalopathy sebagai akibat dari peningkatan
produksi nitrogenous substances oleh bakteri-bakteri colon. Gangguan elektrolit,
khususnya alkalosis hipokalemia akibat sekunder dari pemakaian diuretika yang
overzealous (?), vigorous paracentesis, atau muntah-muntah, dapat mem-presipitasi
hepatic encephalopathy. Alkalosis sistemik mengakibatkan peningkatan relatif jumlah
non-ionic ammonia (NH3) terhadap ion ammonium (NH4+). Hanya nonionic (uncharge)

1
ammonia yang dapat langsung melintasi blood brain barrier dan ber-akumulasi di CNS.
Hipokalemia juga secara langsung men-stimulasi produksi amonia ginjal. Hipoksia,
akibat pemakaian obat-obat yang menekan CNS yang tidak bijak (misal, barbiturate,
benzodiazepines), dan infeksi akut dapat memicuatau meningkatkan hepatic ence-
phalopathy, meskipun mekanismenya belum jelas. Precipitating factors lain yang
potensial antara lain: superimposed acute viral hepatitis,alcoholis hepatitis,
extrahepatic bile duct obstruction, surgery, dan komplikasi-komplikasi medis yang
terjadi bersamaan lainnya.

GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSA :


Hepatic encephalopathy mempunya manifestasi yang bervariasi, dan abnormalitas
neurologis apapun, seperti local deficits, dapat dijumpai. Pada pasien-pasien dengan
acute encephalopathy, neurologic deficits dapat reversibel komplit setelah koreksi
underlying factors dan/atau perbaikan fungsi hepar, tetapi pada pasien-pasien dengan
chronis encephalopathy deficits tersebut dapat irreversible dan progressive. Edeme
cerebri sering dijumpai dan memberi tunjangan pada gambaran klinik dan mortalitas
keseluruhan pada pasien-pasien baik akut maupun kronik encephalopathy.
Diagnosa hepatic encephalopathy harus diperkirakan bilamana dijumpai 4 major
factors seperti:
1. Adanya penyakit-penyakit hepatocellular baik akut maupun kronis dan/atau
adanya collateral-shunt ekstensive portal-sistemis ( shunt ini dapat spontan,
seperti akibat sekunder dari portal hypertension, atau akibat surgical created
misalnya portacaval anastomosis);
2. Adanya gangguan kesadaran (awareness) dan mental (mentation) yang mana
dapat berkembang dari forgetfullnes(mudah lupa) dan confusion sampai
stupor dan akhirnya coma;
3. Adanya shifting combinations dari neurolologic signs seperti, asteristix,
rigidity, hypereflexia, extensor plantar signs, dan jarang-jarang , kejang-kejang;
4. Adanya suatu pola pada EEG yang karakteristik(tetapi nonspesifik), yang
simetris, high voltage, slow-wave (2-5 per-detik).

Asteristix (liver flap,flapping tremor) merupakan nonrhythmic asymmetric lapse in


voluntary sustained position of extremitues, head, and trunk. Keadaan ini tampak terbaik
bilamana pasien meng-ekstensikan lengan(arm) dan dorsiflexikan tangan (hand).
Dikarenakan penggambaran asterix tergantung pada sustained voluntary muscle
contraction maka keadaan ini tidak akan dijumpai pada pasien yang coma. Asterixis
adalah nonspesifik dan juga dijumpai pada gangguan personality dan mood, confusion,
deteriration in self-care and hand writing, dan daytime somnolence merupakan
gambaran klinis tambahan dari encephalopathy. fetor hepaticus, merupakan suatu bau
(musty odor)yang unik pada nafas dan urine dipercayai diakibatkan oleh mercaptans,
dapat dijumpai pada pasien berbagai stadium hepatic encephalopathy. Beberapa pasien
mengalami spastic paraparesis atau chronic progressive hepatocerebral degene-
ration, keadaan yang terakhir ini(chronic hepatocerebral degeneration) merupakan
variant klinis dari hepatic encephalopathy yang ditandai dengan penurunan fungsi
intelektuil, tremor, cerebllar ataxia, choreoathetosis, dan psychiatric symptoms.

2
Gradasi atau klasifikasi stadium-stadium hepatic encephalopathy sering
membantu mengikuti perjalanan penyakit dan menilai responsenya terhadap pengobatan.
Salah satu klasifikasi yang sangat berguna tampak pada tabel 254-4.
Diagnosa hepatic encephalopathy biasanya merupakan satu exclusion (diagnosa
per exclusionum ?). Tidak dijumpai diagnostik abnormalitas test fungsi hepar, meskipun
peningkatan serum amonia pada keadaan klinis, sangat suggestif untuk diagnosa.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal tidak membantu, dan CT-scan otak tidak
menunjukkan abnormalitas yang khas. Sejumlah keadaan, khususnya penyakit-penyakit
yang ada hubungannya dengan acute and chronic alcoholism, dapat memberi gambaran
yang sangat mirip dengan gambaran klinis hepatic encephalopathy. Keadaan ini termasuk
acute alcohol intoxication,sedative overdose, delirium tremens, Wernickes
encephalopathy dan Korsakoffs psychosis . Hematoma subdural, meningitis, dan
hipoglikemia atau encephalopathy metabolik lain juga harus dipertimbangkan, khususnya
pada pasien-pasien dengan alcoholic cirrhosis. Pada pasien muda usia dengan penyakit
hepar dan abnormalitas neurologis, Wilsons disease harus disingkirkan .

PENGOBATAN:
Pengenalan yang dini dan pengobatan yang segera dari hepatic encephalopathy sangatlah
penting. Pasien-pasien dengan hepatic encepahlopathy yang berat dan akut (stadium IV)
membutuhkan tidakan-tindak suportif seperti umumnya pasien coma. Pengobatan
spesifik dari hepatic encephalopathy ditujukan pada :
1. Eliminasi atau pengobatan faktor-faktor pencetus (precipitating factors) dan,
2. Penurunan kadar amonia darah (dan toksin-toksin klainnya) dengan mengurangi
penyerapan protein dan nitrogenous products dari intestinum.

Pada keadaan perdarahan akut gastrointestinal, darah dari usus harus segera dikosongkan
dengan enema dan laksative untuk mengurangi beban nitrogen. Protein harus dihindarkan
dari diet. Absorpsi amonia dapat dikurangi dengan pemberian laktulosa, suatu
nonabsorpbable disacharide yangbekerja sebagai osmotic laxative. Metabolisme dari
laktulosa oleh colonic bacteria dapat juga mengakibatkan peningkatan keasaman yang
memberi efek baik terhadap pengubahan amonia menjadi ion amonium yang tidak
diabsorbsi. Selain itu laktulosa dapat mengurangi produksi amonia melalui efek
langsungnya pada metabolisme bakteri. Sirup laktulosa dapat diberikan dengan dosis 30-
50 mL setiap jam sampai terjadi diare; setelah itu dosis disesuaikan (biasanya 15-30 mL,
tiga-kali sehari) sehingga pasien mengalami buang air besar lunak (soft) 2 sampai 4 kali
sehari. Produksi amonia intestinal oleh bakteri dapat juga diturunkan dengan pemberian
antibiotika oral neomycin, dengan dosis 0,5 sampai 1,0 g setiap 6 jam. Meskipun kurang
sekali diserap , neomycin dapat mencapai konsentrasi didarah yang cukup untuk
mengakibatkan renal toxicity. pemakaian obat-obatan seperti levodopa, bromocriptine,
keto-analogue of essential amino acids(ketosteril dll), dan pemberian formula asam
amino intravena yang kaya asam amino berantai pada pengobatan hepatic encephalopathy
acute masih belum terbukti bermanfaat. Hemoperfusion guna membuang substansi
toksik dan terapi yang diarahkan langsung pada edema otak yang terjadi bersamaan pada
kut encephalopathy juga tidak terbukti bermanfaat.
Encephalopathy kronis, mungkin dapat dikontrol dengan efektif dengan
pemberian laktulosa. Management pasien-pasien dengan encephalopathy kronis harus

3
termasuk: pembatasan diet protein, kadang-kadang dibawah 40 gram/hari,
dikombinasikan dengan dosis rendah laktulosa atau neomycin. Nephrotoxicity atau
ototoxicity membatasi pemakaian neomycine yang berkepanjangan. Terdapat dugaan
bahwa pemakaian protein nabati lebih baik daripada protein hewani.

TABEL 254-3 COMMON PRECIPITANTS of HEPATIC ENCEPHALOPATHY:

I. Increased nitrogen load:


a. Gastrointestinal bleeding
b. Excess dietary protein
c. Azotemia
d. Constipation

II. Electrolyte imbalance


a. Hypokalemia
b. Alkalosis
c. Hypoxia
d. Hypovolemia

III. Drugs:
a. Narcotics, traquilizers, sedatives
b. Diuretics

IV. Miscellaneous:
a. Infection
b. Surgery
c. Superimposed acute liver disease
d. Progressive liver diasease.

TABEL 254 4. CLINICAL STAGES of HEPATIC ENCEPHALOPATHY.

Stage Mental status Asterixis EEG

I Euphria or depression, mild con- +/- Usually normal


fusion, slurred speech,disordered
sleep.

II Lethargy, moderate confusion + Abnormal

III. Marked confusion, incoherent-


speech, sleeping but arousable + Abnormal

IV Coma; initally responsive to


noxious stimuli later unresponsive - Abnormal

4
OTHER SEQUELE OF CIRRHOSIS:

COAGULOPATHY:

Pasien-pasien dengan cirrhosis sering menunjukkan berbagai macam abnormalitas fungsi


pembekuan darah baik cellular dan humoral. Thrombocytopenia dapat diakibatkan
karena hypersplenism. Pada pasien-pasien alkoholik, mungkin dijumpai penekanan
langsung sumsum tulang oleh alkohol. Berkurangnya sintesa protein dapat
mengakibatkan berkurangnya produksi fibrinogen(faktor I), prothrombin (Faktor II),
dan faktor V, VII, IX, dan X. Penurunan dari kadar semua faktor kecuali faktor V dapat
diperburuk dengan adanya malaborbsi fat soluble co-factor vitamin Kyang terjadi
bersamaan, akibat kolestasis . Laporan baru-baru ini menyatakan terjadinya kadar Faktor
VIII yang normal setelah suatu transplantasi hati pada pasien-pasien classical
hemophilia mungkin sebagai akibat produksinya oleh komponen non hepatocellular dari
organ donor.

note: faktor 1,2,5,7,9,10

Anda mungkin juga menyukai