TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kejang
A. Definisi
merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan
aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan
kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di
seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.1
menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi didalam susunan saraf pusat, karena terlalu
banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai normal eksibilitas susunan saraf
B. Epidemiologi
Angka risiko terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4% dengan puncak
kejadian pada awal kehidupan (neonatus) dan gangguan neurologi seperti tumor
dan stroke. Hampir 30% kejang dialami oleh kelompok anak-anak. Kejang terjadi
3-5% pada anak usia <5 tahun yang mengalami demam. Kejang juga gejala dari
epilepsi, menurut WHO epilepsi adakan penyakit tidak menular kronis dengan
3
4
C. Etiologi
Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah penelitian 55
pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan intensif care unit
diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh gangguan metabolisme
disebabkan oleh penggunaan obat antiaritmia atau antibiotik. Penyebab lain yang
Idiopatik
Cryptogenic
Trauma serebral
otak
Faktor genetik
Asidosis hipoksia
D. Patofisiologi
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan
5
butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis melepaskan
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls. Dalam keadaan istirahat, membran
neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi.
Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion Ca dan Na dari
membran dan melepaskan muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.
Lepasnya muatan listrik dengan jumlah besar neuron secara sinkron merupakan
dasar suatu serangan kejang. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa
beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi
ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar tempat epileptic. Selain itu juga sistem-
sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak
yang penting untuk fungsi otak. Patomekanisme kejang bisa dilihat dalam
gambar 1. 11
E. Klasifikasi
1. Kejang Fokal :
6
2. Kejang umum :
spasme)
mioklonik)
F. Terapi
Untuk terapi serangan akut kejang, baik kejang demam, epilepsi ataupun
kejang akibat etiologi yang lain bisa dilihat pada tabel 1.13
7
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas
cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan
interstisial. Distribusi elektrolit pada cairan intrasel dan ekstrasel dapat dilihat
partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut
kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut
A. Hiponatremia
Hiponatremia adalah keadaan dimana kadar serum natrium <135 mEq/L dan
hiponatremia berat <125mEq/L. Etiologi dari hiponatremia ini antara lain, deplesi
9
volume sirkulasi pada kasus CHF, sirosis hepatis, diare; gangguan hormon ADH
oxcarbamazepin, eslicarbamazepin).6
memiliki onset yang cepat, seperti kejang umum tonik klonik pada kadar natrium
<115 mEq/L. Pada penelitian retrospektif, 70% penyebab kejang tanpa demam
fokal. Selain itu gejala pada hiponatremia antara lain mual muntah, nyeri kepala,
letargi, edem paru, koma, pusing, gangguan keseimbangan dan kram otot.6,15
akibat keadaan tersebut. Setelah diterapi dengan hipertonik salin, serum natrium
delta, juga beberapa gelombang seperti trifasik, high-voltage, dan sentral high-
Kategori hiponatremia dibagi menjadi tiga sesuai status cairan dalam tubuh,
klinis gangguan dan kategori hiponatremia. Pada semua pasien, jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi (ABC) harus dikelola pada awalnya. Pasien yang
natrium serum kurang dari 120 mEq/L. Cairan hipertonik (3%, 513 mEq/L) dapat
central pontine myelinolysis (CPM). CPM terjadi beberapa hari setelah koreksi
quadriparesis flasid atau spastik, dan disfungsi bulbar. Untuk menghindari CPM,
natrium serum tidak boleh dikoreksi lebih cepat dari 0,5 mEq/L/jam dengan target
volume. Diuretik loop dapat diberikan bersamaan dengan saline hipertonik untuk
B. Hipernatremia
plasma. Etiologi dari hipernatremia ini antara lain; kelebihan kehilangan cairan
natrium pada pemberian cairan hipertonik, perpindahan air keluar sel (post
>180 mEq/L meningkatkan mortalitas, kejadian ini lebih sering dijumpai pada
orang dewasa dibanding anak. Pada infant, kejang karena hipernatremia jarang
ICH dan SAH, dapat memprovokasi kejang. Pemberian cairan salin yang terlalu
cepat juga meningkatkan risiko kejang pada koreksi hipernatremia, karena <40%
bahwa koreksi cepat hipernatremia meningkatkan mortalitas akut, ada sedikit data
durasi yang kronis, natrium serum harus dikoreksi tidak lebih cepat dari 0,5
edema serebral. Pasien dengan DI sentral harus diteruskan dengan terapi biasa
kombinasi diuretik tiazid dan restriksi natrium. Penggantian cairan oral harus
C. Hipokalsemia
Kalsium plasma dan intraseluler diatur secara ketat karena kalsium plasma
penyerapan usus, resorpsi ginjal dan ekskresi, dan mobilisasi kalsium internal
tubuh dari tulang. PTH dilepaskan sebagai respons terhadap penurunan kalsium
sekunder. Ini menyebabkan resorpsi renal aktif dari kalsium dan merangsang
resorpsi tulang oleh aktivitas osteoklastik. PTH dan sinar matahari juga
PTH.16
Kadar kalsium serum normal berkisar 8,5-10,5 mg/dL; namun, hanya 40%
hingga 50% serum kalsium yang terionisasi, atau aktif secara fisiologis. (Kisaran
normal kalsium terionisasi adalah 2,1–2,6 mEq/L [1,0– 1,3 mmol/L]). Sebagian
citrat, laktat) dan protein serum (terutama albumin). Meskipun kadar kalsium
terionisasi tetap tidak berubah, rasio kalsium serum terikat dan kalsium serum
terionisasi dapat berubah dengan penurunan status albumin. Kalsium serum yang
albumin.16
tanda neuromuskular perifer. Tetani laten yang ditimbulkan oleh tanda Chvostek
(spasme otot-otot gerakan wajah ketika menekan saraf wajah) dan tanda
Trousseau (spasme karpal setelah inflasi tekanan darah hingga 20 mmHg di atas
CHF, dan henti jantung dapat terjadi akibat penurunan kontraktilitas miokard.6
serum, kalsium terionisasi, dan fosfat dan EKG. EKG dapat menunjukkan interval
tinggi untuk hipokalsemia harus segera diobati. Pasien simtomatik harus diterapi
dengan unsur kalsium 100 hingga 300 mg IV dalam kondisi yang dipantau.9
(kalsium glukonas 10% = 9,3 mg unsur kalsium /mL dan kalsium klorida 10% =
27,2 mg unsur kalsium /mL). Kalsium paling baik diberikan melalui vena sentral
karena bersifat sklerosis, pemberian selama 10-20 menit dengan kecepatan 0.5
mg/kgBB/jam. 16
diganti sebelum asidosis dikoreksi karena kalsium dan hidrogen bersaing untuk
yang cepat pada kalsium terionisasi dan henti jantung. Pasien penggunadigoksin
produk kalsium total dikalikan dengan serum fosfat naik di atas 64 hingga 70
mg/dL.16
D. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia adalah keadaan dimana kadar serum kalsium dalam plasma >
spesifik, dan keparahan gejala bergantung pada fungsi dari tingkat kalsium serum
yang dapat berujung pada gagal ginjal oligurik. Anoreksia, muntah, konstipasi,
ileus, dan nyeri perut adalah gejala GI yang tidak spesifik. Hiperkalsemia dan
penurunan volume yang kronis menyebabkan pasien mengalami batu ginjal dan
tampak normal karena peningkatan tonus otot polos pembuluh arteri. Perubahan
toksisitas digoksin.16
Pasien dengan hiperkalsemia berat atau dengan dehidrasi signifikan harus segera
18
dipertimbangkan.16
Diuresis
E. Hipomagnesia
serum. Kisaran normal dari serum magnesium adalah 1,8-3 mg/dL. Karena
magnesium terkait dengan fungsi, regulasi, dan homeostasis dari elektrolit lain,
hipomagnesemia.16
19
hipereksitasi SSP, aritmia, kejang (tonik-klonik, sering pada neonatus dan dewasa
Pasien dengan seropositif HIV akan mengalami kejang akut dan epilepsi
pasien dengan HIV seropositif dan kejang akan lebih baik untuk dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal dan kadar magnesium. Pada penelitian India Barat, 3%
anak yang berusia 6-8 tahun mengalami kejang dan demam serta ditemukan
hipomagnesia. 17
Terapi hipomagnesia yang ringan (0.8-1.6 meq/L) bisa melalui terapi oral
kadar <0.8 mEq/L dan terjadi kejang bisa diberikan 1-2 gram MgSO4 secara
bolus selama 5 menit, lalu dilanjutkan infus 1-2 gram selama beberapa jam. Pada
pasien dengan insufisiensi renal, dosis harus diturunkan. Selama terapi, kadar
pemberian MgSO4 4-6 gram loading dose dengan 100 ml RL selama 15 menit,
kemudian dilanjutkan dengan infus 1-2 gram per jam selama 24 jam. 6
20
F. Hipokalemia
adalah 140 hingga 155 mEq/L. Hanya 2% dari kalium tubuh adalah ekstraseluler,
dan dijaga oleh pompa Na+, K+-ATPase. Perubahan rasio ini telah menghasilkan
efek pada jaringan, yaitu otot dan saraf. Tidak seperti gangguan elektolit yang
melalui kulit (berkeringat dan luka bakar) dan gastrointestinal (GI). Muntah juga
kelelahan, nyeri otot, dan palpitasi. Hipokalemia dapat mempengaruhi otot polos
dan depresi segmen ST, gelombang T yang datar atau terbalik, dan gelombang U
yang menonjol.16,18
adalah keadaan darurat medis. Hipokalemia juga harus ditangani secara agresif
pada pasien yang menggunakan digoksin dan pada pasien dengan angina atau
infark miokard. Kalium harus diberikan melalui pembuluh darah besar, karena
Tatalaksana untuk pasien dengan defisit kalium hingga 2,5 mEq/L adalah
20-40 mEq KCL secara oral. Bagi mereka dengan kadar kalium kurang dari 2,5
mEq/L atau kurang dari 3 mEq/L dan dalam penggunaan digoksin, tatalaksananya
adalah 20 mEq KCL/jam IV. Jika seorang pasien asidosis dan hipokalemik,
G. Hiperkalemia
(kalium> 6,0-6,5 mEq/L) dan akhirnya pelebaran QRS. Hampir semua gangguan
dan bundle branch block. Tatalaksana hiperkalemia bisa dilihat pada tabel 5. 16
Kejang demam merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Sekitar 2-
5% anak mengalami kejang saat demam pada usia anak <5 tahun. Mekanisme
ambang batas kejang dan genetik. Gangguan elektrolit dapat menyebabkan kejang
demam . Rendahnya kadar natrium dapat menyebabkan kejang. Selain itu kadar
kalium yang rendah ataupun tinggi dapat menyebabkan kejang, walaupun sangat
23
jarang, karena gangguan kalium lebih banyak terjadi pada cardiovaskular dan
neuromuskular.20
kejang demam didapatkan hasil dari 150 anak usia 6 – 60 bulan, dibagi menjadi
tiga grup. Grup A 50 anak dengan kejang demam, grup B 50 anak dengan demam
tanpa kejang dan grup C 50 anak sehat. Hasil penelitian berupa kadar natrium dan
kalium secara signifikan rendah pada kasus kejang demam dibandingkan kontrol
Tabel 6. Perbandingan elektrolit pada pasien kejang demam dengan demam tanpa
Kejang
Tabel 7. Perbandingan elektrolit pada pasien kejang demam dengan pasien sehat
1. Hiponatremia
Akut (<24 jam ), hiponatremia berat (< 120 mEq/L simptomatik), (< 110 mEq/L),
• Gejala membaik
• Koreksi lambat
Contoh kasus, anak, 8 tahun, dengan kadar Na pasien = 105 mEq/L, Nilai
Jika memakai NaCl 3 % = 270 mEq : 3% NaCl (517 mEq/L) = 0.52 liter NaCl
Jika memakai NaCl 0.9 % = 270 mEq : 0.9 % NaCl (155 mEq/L) = 1.74 liter
NaCl 0.9 % dibutuhkan. Waktu diperlukan 15 : 0.5 mEq = 30 jam (kecepatan 0.5
2. Hipernatremia
Contoh kasus, anak usia 8 tahun, BB 30 kg, dengan kadar Na 158 mEq/L. Koreksi
dengan menggunakan D5 ½ NS
= - 4.26 mEq / L
3. Hipokalemia
Bila kadar K <2.5 mEq/ L (dengan atau tanpa gejala) berikan KCl 7.46% iv,
maksimal 40 mEq/L
KCl dapat dilarutkan dalam NaCl 0.9%, D5% atau D10%. Pemberian kalium
Contoh kasus, anak usia 8 tahun BB 30 kg, kadar K 2.5 mEq, berapa koreksinya?
= 18 mEq
4. Hiperkalemia
Bila kadar K 6-7 mEq/L : Natrium bikarbonat 7.5% dosis 3 mEq / kg iv atau 1
Bila kadar K > 7 mEq/L : Ca glukonas 10% dosis 0.1-0.5 ml/kgBB iv dengan
kecepatan 2 ml/menit
5. Hipomagnesia
Magnesium sulfat 25-50 mg/kgBB dosis iv, dilarutkan dalam NaCl 0.9% 100 cc,
6. Hipokalsemia
10% (100 mg/ml) dengan NaCl 0.9% 100 cc, pemberian selama 10-20 menit