Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejang

A. Definisi

Kejang merupakan gejala yang bersifat sementara dan mendadak yang

merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan

aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan

kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di

seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.1

Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran nilai normal yang

menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi didalam susunan saraf pusat, karena terlalu

banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai normal eksibilitas susunan saraf

pusat maka ada banyak penyebab yang dapat menimbulkan kejang.2

B. Epidemiologi

Angka risiko terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4% dengan puncak

kejadian pada awal kehidupan (neonatus) dan gangguan neurologi seperti tumor

dan stroke. Hampir 30% kejang dialami oleh kelompok anak-anak. Kejang terjadi

3-5% pada anak usia <5 tahun yang mengalami demam. Kejang juga gejala dari

epilepsi, menurut WHO epilepsi adakan penyakit tidak menular kronis dengan

angka prevalensi 50 juta penderita di dunia. 5 juta penderita pertahunnya

terdiagnosis epilepsi. Angka insidensi epilepsi tinggi pada negara berkembang

sebesar 139 / 100.000 dbanding negara maju 49 / 100.000 orang.7,8,9

3
4

C. Etiologi

Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah penelitian 55

pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan intensif care unit

diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh gangguan metabolisme

akut seperti hiponatremia, dan delapan orang pasien diperoleh kejangya

disebabkan oleh penggunaan obat antiaritmia atau antibiotik. Penyebab lain yang

mendasari timbulnya kejang antara lain :10

 Idiopatik

 Cryptogenic

 Trauma serebral

 Space Occupaying Lesions : a. Tumor otak b. Malformasi arteri vena (AVM)

c. Hematoma subdural d. Neurofibromatosis

 Infeksi Cerebral : a. Bakteri atau virus meningitis, b. Radang otak, c. Abses

otak

 Kejang demam atipikal

 Faktor genetik

 Gangguan pembuluh darah serebral

 Asidosis hipoksia

D. Patofisiologi

Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang

memudahkan depolarisasi muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif

terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan

hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan
5

listrik. Neurotransmitterr eksitasi yaitu glutamate, aspartat, norepinefrin dan

asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino

butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis melepaskan

muatan listrik dan terjadi transmisi impuls. Dalam keadaan istirahat, membran

neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi.

Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel

akan melepaskan muatan listrik.11

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah

fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion Ca dan Na dari

ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi

membran dan melepaskan muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.

Lepasnya muatan listrik dengan jumlah besar neuron secara sinkron merupakan

dasar suatu serangan kejang. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa

beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi

ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar tempat epileptic. Selain itu juga sistem-

sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak

terus-menerus melepaskan muatan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu

serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat

yang penting untuk fungsi otak. Patomekanisme kejang bisa dilihat dalam

gambar 1. 11

E. Klasifikasi

Klasifikasi kejang berdasarkan ILAE 2017 antara lain :12

1. Kejang Fokal :
6

 Kejang fokal tanpa gangguan kesadaran

 Kejang fokal dengan gangguan kesadaran

 Kejang fokal dengan gangguan motorik (automatisasi, atonik, klonik,

epileptik spasme, hiperkinetik, mioklonik, tonik)

 Kejang fokal tanpa gangguan motorik (otonomik, gangguan kognisi,

perilaku, emosi dan gangguan sensoris)

 Kejang fokal yang menjadi umum

2. Kejang umum :

 Kejang umum dengan gangguan motorik (tonik-klonik, klonik, tonik,

mioklonik, mioklonik-tonik-klonik, mioklonik-atonik, atonik, epilepsi

spasme)

 Kejang umum tanpa gangguan motorik (tipikal, atipikal, mioklonik, eyelid

mioklonik)

3. Kejang yang tidak tergolongkan :

 Motorik (tonik-klonik, epilepsi spasme)

 Non-motorik (gangguan perilaku)

F. Terapi

Untuk terapi serangan akut kejang, baik kejang demam, epilepsi ataupun

kejang akibat etiologi yang lain bisa dilihat pada tabel 1.13
7

Gambar 1. Patomekanisme kejang

Tabel 1. Terapi kejang


8

2.2 Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas

cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan

interstisial. Distribusi elektrolit pada cairan intrasel dan ekstrasel dapat dilihat

pada gambar 2.14

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi

partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut

kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut

sebagai elektronetralitas. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan

dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat

menyebabkan banyak gangguan.14

A. Hiponatremia

Hiponatremia adalah keadaan dimana kadar serum natrium <135 mEq/L dan

hiponatremia berat <125mEq/L. Etiologi dari hiponatremia ini antara lain, deplesi
9

volume sirkulasi pada kasus CHF, sirosis hepatis, diare; gangguan hormon ADH

pada insufisiensi adrenal, hipotiroidisme, kehamilan, pembedahan; polidipsi serta

obat-obatan (diuretik tiazid, desmopresin, manitol, sorbitol, carbamazepin,

oxcarbamazepin, eslicarbamazepin).6

Manifestasi klinis pada hiponatremia berpengaruh terhadap sistem saraf

pusat, keadaan ini menyebabkan edema serebri sehingga mencetuskan gejala

peningkatan TIK seperti penurunan kesadaran, kejang. Hiponatremia yang berat

memiliki onset yang cepat, seperti kejang umum tonik klonik pada kadar natrium

<115 mEq/L. Pada penelitian retrospektif, 70% penyebab kejang tanpa demam

pada infant < 6 bulan adalah hiponatremia. Penelitian observasional mengatakan

keadaan hiponatermia berat juga menyebabkan epilepsi dan defisit neurologis

fokal. Selain itu gejala pada hiponatremia antara lain mual muntah, nyeri kepala,

letargi, edem paru, koma, pusing, gangguan keseimbangan dan kram otot.6,15

Anak, khususnya infant dilaporkan pada penelitian retrospektif 130 infant

dengan hiponatremia (<135 mEq/L) berhubungan dengan infeksi RSV

(respiratory syncytial virus) penyebab bronkiolitis, dan 4% nya mengalami kejang

akibat keadaan tersebut. Setelah diterapi dengan hipertonik salin, serum natrium

kembali normal dalam 48 jam.6

Hiponatremia menghasilkan perlambatan yang nonspesifik terhadap

gelombang EEG. Hiponatremia yang berat menimbulkan aktivitas gelombang

delta, juga beberapa gelombang seperti trifasik, high-voltage, dan sentral high-

voltage 6-Hz sehingga menimbulkan gelombang delta paroksismal. Hiponatremia


10

akibat polidipsia mempresipitasi aktivitas epilepsi pada area frontal sinistra

sehingga menimbulkan status epileptikus.6,15

Kategori hiponatremia dibagi menjadi tiga sesuai status cairan dalam tubuh,

yakni hipovolemia hiponatremia, euvolemia hiponatremia dan hipervolemia

hiponatremia (tabel 2). Tatalaksana hiponatremia tergantung pada keparahan

klinis gangguan dan kategori hiponatremia. Pada semua pasien, jalan napas,

pernapasan, dan sirkulasi (ABC) harus dikelola pada awalnya. Pasien yang

mengalami syok hipovolemik harus diberi volume resusitasi dengan normal

saline. Pada pasien dengan insufisiensi adrenal (misalnya hiponatremia,

hiperkalemia, dan dehidrasi), bolus steroid harus diberikan. Hiponatremia

asimptomatik ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan. 16

Tabel 2. Kategori Hiponatremia


Status volume Mekanisme Kadar natrium di Pengobatan
urin
Hiponatremia Renal : Kelebihan >20 mEq/L Salin isotonik
hipovolemik penggunaan diuretik, asidosis
tubular ginjal, nefritis,
insufisiensi adrenal, alkalosis
metabolik < 10 mEq/L
Extrarenal : muntah, diare,
luka bakar, pankreatitis,
asites, trauma, obstruksi usus,
infeksi sistemik
Hiponatremia Kelebihan ADH : SIADH, >20 mEq/L Restriksi air
euvolemik obat-obatan
Defisiensi glukokortikoid
Hipotiroidisme
Hiponatremia Edema : gagal jantung < 10 mEq/L Natrium dan
hipevolemik kongestif, gagal hati, sindrom restriksi air
nefrotik
Gagal ginjal akut atau kronik >20 mEq/L Natrium dan
restriksi air, dialisis

Terapi yang lebih agresif harus dipertimbangkan pada hiponatremia yang

sangat simtomatik: gangguan kesadaran, koma, dan kejang, bersamaan dengan


11

natrium serum kurang dari 120 mEq/L. Cairan hipertonik (3%, 513 mEq/L) dapat

memperbaiki hiponatremia dengan cepat, tetapi penggunaannya kontroversial

karena koreksi cepat hiponatremia dapat menyebabkan volume berlebihan dan

central pontine myelinolysis (CPM). CPM terjadi beberapa hari setelah koreksi

cepat episode hiponatremia berat. Gejalanya meliputi gangguan kesadaran,

quadriparesis flasid atau spastik, dan disfungsi bulbar. Untuk menghindari CPM,

natrium serum tidak boleh dikoreksi lebih cepat dari 0,5 mEq/L/jam dengan target

consent//rasi natrium 120 mEq/L.1 Gambar 3 menunjukkan metode untuk

menghitung volume saline hipertonik yang akan diinfuskan.16

Wanita dengan berat badan 50 kg, dan kadar Na 105 mEq/L


(kecepatan koreksi 2 mEq/jam atau 0.5 mEq/jam)

Volume larutan sodium = (0.6 x BB) (target Na – kadar Na )


513 mEq/L

= (0.6x50) (107-105 mEq/L)


513 mEq/L

= 117 ml/ jam

Gambar 3. Perhitungan volume saline hipertonik untuk koreksi hiponatremia

Pasien yang menerima saline hipertonik harus dimasukkan ke unit

perawatan intensif (ICU). Perhatian harus diambil untuk mencegah kelebihan

volume. Diuretik loop dapat diberikan bersamaan dengan saline hipertonik untuk

meningkatkan kehilangan cairan bebas.16


12

B. Hipernatremia

Hipernatremia adalah keadaan dimana serum natrium >145 mEq/L dalam

plasma. Etiologi dari hipernatremia ini antara lain; kelebihan kehilangan cairan

(infant, lansia, diare, diabetes insipidus sentral nefrogenik, manitol), kelebihan

natrium pada pemberian cairan hipertonik, perpindahan air keluar sel (post

convulsi, latihan fisik berlebih). Hipernatremia dikategorikan menjadi tiga sesuai

status hidrasinya (tabel 3). 6,16

Tabel 3. Kategori Hipernatremia


Status volume Mekanisme Pengobatan
Hipernatremia Renal : diuretik osmotik Salin hipotonik
hipovolemik Extrarenal : keringat berlebih,
diare
Hipernatremia Renal : DI nefrogenik, gagal Pergantian cairan
euvolemik ginjal aku dan kronik,
hiperkalsemia, hipokalemia, DI
sentral, anemia sikle sel, obat-
obatan
Hipodipsi
Hipernatremia Iatrogenik Diuretik dan
hipevolemik Hipoaldosteronisme primer pergantian cairan
Sindrom cushing
Gagal ginjal akut

Hiponatremia sering menyebabkan kejang atau status epileptikus,

hipernatremia adalah keadaan yang terjadi setelah aktivitas kejang tersebut

(khususnya kejang umum tonik-klonik). Gejala klinis hipernatremia lainnya yaitu

penurunan kesadaran, iritabilitas, defisit neurologis, spasme otot, demam, mual

dan muntah. Selama kejang, glikogen intraseluler memetabolisme asam laktat.

Peningkatan osmolalitas seluler, air bergerak ke luar sel sehingga menyebabkan

hipernatremia. Beberapa menit kemudian terjadi dehidrasi sel otak. Akut

hipernatremia hiperosmolar akan menyebabkan ensefalopati. Kronik

hipernatremia ditandai dengan gejala neurologis yang minimal. Kadar natrium


13

>180 mEq/L meningkatkan mortalitas, kejadian ini lebih sering dijumpai pada

orang dewasa dibanding anak. Pada infant, kejang karena hipernatremia jarang

terjadi, kecuali pada keadaan rehidrasi yang berlebih. 16,19

Hipernatremia dapat menyebabkan ruptur vena serebral, sehingga terjadi

ICH dan SAH, dapat memprovokasi kejang. Pemberian cairan salin yang terlalu

cepat juga meningkatkan risiko kejang pada koreksi hipernatremia, karena <40%

pasien hipernatremia berat diberikan cairan hipotonik.6

Seperti biasa, prioritas tatalaksana adalah ABC. Normal saline harus

digunakan untuk menstabilkan pasien dalam syok hipotensi. Sementara diketahui

bahwa koreksi cepat hipernatremia meningkatkan mortalitas akut, ada sedikit data

pada metode pengobatan yang optimal.1 Hipernatremia akut harus dikoreksi

dengan hati-hati selama minimal 48 jam, dengan peningkatan maksimum natrium

serum 2 mEq/L/jam.1 Dalam kasus-kasus hipernatremia yang tidak diketahui atau

durasi yang kronis, natrium serum harus dikoreksi tidak lebih cepat dari 0,5

hingga 0,7 mEq/L/jam.6 Koreksi yang lebih cepat dapat menyebabkan

kemerosotan, kemungkinan karena infus saline berdifusi sepanjang gradien

osmotik ke dalam sel-sel otak yang mengandung osmol idiogenik, menyebabkan

edema serebral. Pasien dengan DI sentral harus diteruskan dengan terapi biasa

(biasanya desmopressin acetate). DI nefrogenik biasanya diobati dengan

kombinasi diuretik tiazid dan restriksi natrium. Penggantian cairan oral harus

cukup untuk mengobati hipernatremia euvolemik.16


14

C. Hipokalsemia

Kalsium plasma dan intraseluler diatur secara ketat karena kalsium plasma

dan intraseluler memediasi fungsi vital seperti kontraktilitas otot, neurotransmisi,

dan sekresi hormon. Mayoritas (99%) kalsium tubuh dikomplekskan menjadi

hidroksiapatit dalam tulang, berfungsi sebagai reservoir dinamis kalsium yang

tersedia. Konsumsi kalsium diserap secara aktif dan pasif di saluran

gastrointestinal. Sekitar 90% kalsium plasma disaring melalui ginjal dan

direabsropsi secara pasif.16

Kadar kalsium plasma diatur oleh 3 mekanisme hormonal: vitamin D,

hormon paratiroid (PTH), dan kalsitonin. Hormon-hormon ini mempengaruhi

penyerapan usus, resorpsi ginjal dan ekskresi, dan mobilisasi kalsium internal

tubuh dari tulang. PTH dilepaskan sebagai respons terhadap penurunan kalsium

sekunder. Ini menyebabkan resorpsi renal aktif dari kalsium dan merangsang

resorpsi tulang oleh aktivitas osteoklastik. PTH dan sinar matahari juga

memediasi hidroksilasi vitamin D menjadi bentuk aktifnya, 1,25-dihidroksi-

cholecalciferol (1,25-DHCC), di ginjal dan hati. Vitamin D aktif meningkatkan

penyerapan kalsium. Kalsitonin dilepaskan ketika kalsium serum naik; itu

menyebabkan pengendapan kalsium ke dalam tulang dan menekan pelepasan

PTH.16

Kadar kalsium serum normal berkisar 8,5-10,5 mg/dL; namun, hanya 40%

hingga 50% serum kalsium yang terionisasi, atau aktif secara fisiologis. (Kisaran

normal kalsium terionisasi adalah 2,1–2,6 mEq/L [1,0– 1,3 mmol/L]). Sebagian

besar kalsium plasma dikomplekskan dengan serum anion (fosfat, bikarbonat,


15

citrat, laktat) dan protein serum (terutama albumin). Meskipun kadar kalsium

terionisasi tetap tidak berubah, rasio kalsium serum terikat dan kalsium serum

terionisasi dapat berubah dengan penurunan status albumin. Kalsium serum yang

terkoreksi (dalam mg/dL) menggunakan tingkat albumin serum dapat dihitung

dengan rumus berikut:

Kalsium serum yang terkoreksi (mg/dL) =


(kalsium serum [mg/dL]  0,8)  (4  albumin serum [g/dL])

Status asam-basa mempengaruhi rasio kalsium serum yang terikat dan

terionisasi. Asidosis menurun dan alkalosis meningkatkan pengikatan kalsium ke

albumin.16

Hipokalsemia adalah keadaan dimana kadar serum kalsium plasma <2

mEq/L. Etiologi dari hipokalsemia antara lain : hiperparatiroidisme (post operasi

tiroidektomi, paratiroidektomi, idiopati, hiperparatiroid sekunder), obat-obatan

(bifosfonat, kalsitonin), defisiensi vitamin D (malnutrisi). 6

Manifestasi klinis dari hipokalsemia bermacam-macam. Di IGD, pasien

biasanya akan memiliki tanda-tanda dan gejala neuromuskular dan

kardiovaskular. Berkurangnya kalsium serum menyebabkan hipereksitabilitas

neuromuskular. Parestesi, kelemahan, kram, fasikulasi, dan tetani adalah beberapa

tanda neuromuskular perifer. Tetani laten yang ditimbulkan oleh tanda Chvostek

(spasme otot-otot gerakan wajah ketika menekan saraf wajah) dan tanda

Trousseau (spasme karpal setelah inflasi tekanan darah hingga 20 mmHg di atas

tekanan darah sistolik selama 3 menit) adalah tanda-tanda hipokalsemia.


16

Manifestasi SSP dari hipokalsemia termasuk depresi, kebingungan, dan kejang.

Gejala kejiwaan termasuk depresi, psikosis, dan demensia. Bradikardia, hipotensi,

CHF, dan henti jantung dapat terjadi akibat penurunan kontraktilitas miokard.6

Penilaian awal harus mencakup pengukuran elektrolit serum, kalsium

serum, kalsium terionisasi, dan fosfat dan EKG. EKG dapat menunjukkan interval

QT yang memanjang, meskipun perubahan tidak spesifik Gambaran EEG keadaan

hipokalsemia ditemukan peningkatan aktivitas pada gelombang theta dan delta.6

Pasien asimtomatik dapat diobati dengan suplementasi kalsium oral.

Presentasi yang parah (kejang, disritmia, hipotensi) dengan kecurigaan klinis

tinggi untuk hipokalsemia harus segera diobati. Pasien simtomatik harus diterapi

dengan unsur kalsium 100 hingga 300 mg IV dalam kondisi yang dipantau.9

(kalsium glukonas 10% = 9,3 mg unsur kalsium /mL dan kalsium klorida 10% =

27,2 mg unsur kalsium /mL). Kalsium paling baik diberikan melalui vena sentral

karena bersifat sklerosis, pemberian selama 10-20 menit dengan kecepatan 0.5

mg/kgBB/jam. 16

Ketika mengobati hipokalsemia, serum magnesium harus diperiksa dan

dikoreksi jika rendah, karena hipomagnesemia dapat menyebabkan hipokalsemia

refrakter. Ketika asidosis metabolik menyertai hipokalsemia, kalsium harus

diganti sebelum asidosis dikoreksi karena kalsium dan hidrogen bersaing untuk

tempat pengikatan protein dan peningkatan pH dapat mengakibatkan penurunan

yang cepat pada kalsium terionisasi dan henti jantung. Pasien penggunadigoksin

harus dipantau dengan hati-hati karena kalsium dapat memperburuk toksisitas

digoksin. Pada hiperfosfatemia, kalsifikasi jaringan lunak dapat terjadi ketika


17

produk kalsium total dikalikan dengan serum fosfat naik di atas 64 hingga 70

mg/dL.16

D. Hiperkalsemia

Hiperkalsemia adalah keadaan dimana kadar serum kalsium dalam plasma >

2.5 mmol/L. Etiologi dari hiperkalsemia adalah maligansi, obat-obatan (diuretik,

intoksikasi vit D, litium) dan hiperparatiroidisme primer. Manifestasi klinis tidak

spesifik, dan keparahan gejala bergantung pada fungsi dari tingkat kalsium serum

dan kecepatan kenaikan kalsium serum. Hiperkalsemia menurunkan konduksi

saraf dan menyebabkan depresi SSP. Gejala termasuk kelelahan, kelemahan,

kebingungan, kelesuan, poliuria, aritmia, stupor dan koma. Hiperkalsemia

menghambat reabsorpsi cairan dan elektrolit ginjal dan menyebabkan dehidrasi,

yang dapat berujung pada gagal ginjal oligurik. Anoreksia, muntah, konstipasi,

ileus, dan nyeri perut adalah gejala GI yang tidak spesifik. Hiperkalsemia dan

penurunan volume yang kronis menyebabkan pasien mengalami batu ginjal dan

nefritis interstisial yang diinduksi oleh kalsium.6

Sistem kardiovaskular dipengaruhi pada banyak tingkatan. Meskipun

hiperkalsemia biasanya dikaitkan dengan hipovolemia, tekanan darah dapat

tampak normal karena peningkatan tonus otot polos pembuluh arteri. Perubahan

EKG tidak konsisten tetapi dapat menyebabkan pemendekan interval QT,

perpanjangan interval PR, dan pelebaran QRS. Hiperkalsemia memperparah

toksisitas digoksin.16

Empat langkah dalam tatalaksana hiperkalsemia ditunjukkan pada Tabel 4

Pasien dengan hiperkalsemia berat atau dengan dehidrasi signifikan harus segera
18

diobati. Glukokortikoid untuk mengobati insufisiensi adrenal harus

dipertimbangkan.16

Tabel 4. Manajemen hiperkalsemia

Perbaikan cairan intravaskular

Cairan isotonik untuk resusitasi (kadar kalsium


akan turun menjadi 1.6-2.4 mg/dl)

Eliminasi kalsium di renal

Diuresis

Penggunaan loop diuretik

Mereduksi aktivitas osteoklas

Mitramisin dan kalsitonin

E. Hipomagnesia

Magnesium adalah kofaktor kunci dalam banyak proses enzimatik dan

merupakan kofaktor wajib untuk adenosine trifosfat (ATP). Setengah dari

magnesium tubuh berada dalam tulang, sementara hanya 1% sampai 2% dalam

serum. Kisaran normal dari serum magnesium adalah 1,8-3 mg/dL. Karena

magnesium terkait dengan fungsi, regulasi, dan homeostasis dari elektrolit lain,

hipomagnesemia dapat menyebabkan gangguan elektrolit refrakter terhadap

pengobatan standar, khususnya, hipokalemia dan hipokalsemia.16

Magnesium diserap di usus dan biasanya dikonservasi oleh ginjal. Dalam

keadaan defisiensi, reabsorpsi magnesium ditingkatkan di ginjal dibawah

pengaruh PTH. Sementara eksresi ginjal magnesium melindungi terhadap

hipermagnesemia, konservasi ginjal terbatas dan tidak dapat melindungi terhadap

hipomagnesemia.16
19

Hipomagnesia adalah keadaan dimana kadar magnesium <1.6 mEq/L,

magnesium <0.8 mEq/L tergolong hipomagnesia berat. Etiologi hipomagnesia

antara lain : diare, penggunaan laksatif berlebih, dan obat-obatan (diuretik,

siklosporin, aminoglikosida). Magnesium berfungsi untuk menjaga stabilitas

membran sel dan berekasi dengan reseptor aspartat glutamat, sehingga

mengaktivasi depolarisasi neuron. Hipomagnesia bermanifestasi sering pada kadar

<1.2 mEq/L, gejala yang muncul antara lain iritabilitas neuromuskular,

hipereksitasi SSP, aritmia, kejang (tonik-klonik, sering pada neonatus dan dewasa

dengan kadar Mg <1 mEq/L), tremor, kelemahan, fasikulasi otot.6,17

Pasien dengan seropositif HIV akan mengalami kejang akut dan epilepsi

karena hipomagnesium, meskipun mekanisme ini belum pasti dijelaskan. Jadi,

pasien dengan HIV seropositif dan kejang akan lebih baik untuk dilakukan

pemeriksaan fungsi ginjal dan kadar magnesium. Pada penelitian India Barat, 3%

anak yang berusia 6-8 tahun mengalami kejang dan demam serta ditemukan

hipomagnesia. 17

Terapi hipomagnesia yang ringan (0.8-1.6 meq/L) bisa melalui terapi oral

dengan magnesium glukonat 500 mg dosis terbagi. Hipomagnesia berat dengan

kadar <0.8 mEq/L dan terjadi kejang bisa diberikan 1-2 gram MgSO4 secara

bolus selama 5 menit, lalu dilanjutkan infus 1-2 gram selama beberapa jam. Pada

pasien dengan insufisiensi renal, dosis harus diturunkan. Selama terapi, kadar

magnesium dan kalium harus dimonitor. Pada wanita eklampsia/preeklampsia,

pemberian MgSO4 4-6 gram loading dose dengan 100 ml RL selama 15 menit,

kemudian dilanjutkan dengan infus 1-2 gram per jam selama 24 jam. 6
20

F. Hipokalemia

Kalium adalah kation intraseluler utama. Konsentrasi kalium CIS normal

adalah 140 hingga 155 mEq/L. Hanya 2% dari kalium tubuh adalah ekstraseluler,

dengan konsentrasi ekstraseluler kalium mulai 3,5-5,5 mEq/L. Rasio besar

intraseluler ke ekstraseluler kalium adalah penentu utama potensial membran sel

dan dijaga oleh pompa Na+, K+-ATPase. Perubahan rasio ini telah menghasilkan

efek pada jaringan, yaitu otot dan saraf. Tidak seperti gangguan elektolit yang

lainnya, kelainan hipokalemia dan hiperkalemia jarang menyebabkan gejala pada

SSP, dan jarang terjadi kejang. Perpindahan kalium ke ekstraseluler lebih

mempengaruhi kerja cardiovaskular dan neuromuskular sistem. 16

Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium plasma kurang dari 3,5

mEq/L. Pada hipokalemia, membran sel hiper-polarisasi sekunder akibat

peningkatan rasio intra-seluler terhadap kalium ekstraseluler, menyebabkan

penurunan rangsangan membran dan penundaan konduksi potensi aksi.16

Etiologi hipokalemia antara lain : penggunaan diuretik, asidosis tubulus

ginjal (RTA), obat nefrotoksik, dan defisiensi magnesium. Hiperaldosteronisme

dan sindrom Cushing dapat menyebabkan penurunan kalium karena peningkatan

aksi aldosteron pada ginjal. Peningkatan kehilangan kalium ekstrarenal adalah

melalui kulit (berkeringat dan luka bakar) dan gastrointestinal (GI). Muntah juga

berkontribusi terhadap hipokalemia dengan menyebabkan alkalosis.16

Pada hipokalemia berat, gejala biasanya tidak spesifik seperti kelemahan,

kelelahan, nyeri otot, dan palpitasi. Hipokalemia dapat mempengaruhi otot polos

usus, menyebabkan ileus. Jarang menyebakan perubahan status mental.


21

Manifestasi hipokalemia yang paling serius adalah disritmia jantung dan

rhabdomyolysis. Kontraksi prematur atrial dan ventrikular dan takikardia

supraventrikular. Hipokalemia berat dapat menyebabkan perubahan klasik pola

elektrokardiografi (EKG), termasuk gelombang T mendatar, adanya gelombang U

dan depresi segmen ST, gelombang T yang datar atau terbalik, dan gelombang U

yang menonjol.16,18

Tatalaksana diawali dengan ABC, memperbaiki defisit kalium, dan

mengatasi gangguan yang mendasarinya. Hipokalemia dengan disritmia ventrikel

adalah keadaan darurat medis. Hipokalemia juga harus ditangani secara agresif

pada pasien yang menggunakan digoksin dan pada pasien dengan angina atau

infark miokard. Kalium harus diberikan melalui pembuluh darah besar, karena

sifatnya yang membakar dan sklerosis.16

Tatalaksana untuk pasien dengan defisit kalium hingga 2,5 mEq/L adalah

20-40 mEq KCL secara oral. Bagi mereka dengan kadar kalium kurang dari 2,5

mEq/L atau kurang dari 3 mEq/L dan dalam penggunaan digoksin, tatalaksananya

adalah 20 mEq KCL/jam IV. Jika seorang pasien asidosis dan hipokalemik,

disarankan untuk mengganti dulu kalium sebelum mengobati asidosis karena

pengobatan asidosis akan memperparah hipokalemia. Hipokalemia refrakter

terhadap pengobatan bisa menjadi sekunder akibat hipomagnesemia konkuren.16

G. Hiperkalemia

Hiperkalemia didefinisikan sebagai kalium plasma lebih besar dari 5,5

mEq/L. Ini adalah gangguan elektrolit yang paling mematikan. Manifestasi

pertama dari hiperkalemia mungkin merupakan aritmia jantung yang mengancam


22

nyawa. Gejala neuromuskular hiperkalemia termasuk parestesi dan kelemahan.

Keterlibatan sensorik minimal, dan SSP seharusnya tidak terpengaruh. 16

Perubahan EKG klasik hiperkalemia adalah gelombang tinggi, memuncak

(kalium, 5,5-6 mEq/L) diikuti oleh perpanjangan PR dan hilangnya gelombang P

(kalium> 6,0-6,5 mEq/L) dan akhirnya pelebaran QRS. Hampir semua gangguan

konduksi dapat terjadi dalam kondisi hiperkalemia, terutama AV nodal, fascicular,

dan bundle branch block. Tatalaksana hiperkalemia bisa dilihat pada tabel 5. 16

Tabel 5. Tatalaksana Hiperkalemia


Mekanisme Agen Dosis Onset Durasi
Stabilisasi Kalsium Klorida 5-10 ml iv bolus < 5 menit 30-60 menit
membran 10%
Distribusi kalium Natrium 50 mEq iv 5-10 menit 1-2 jam
ke dalam sel Bikarbonat 8.4%
Insulin dan 10-20 U insulin 30 menit 4-6 jam
glukosa regular dengan
50 gram glukosa
Albuterol 0.5 ml 20% 30 menit 2 jam
larutan nebulizer
Meningkatkan Keyeksilat 25-50 g dalam 1-2 jam 4-6 jam
ekskresi 70% larutan
sorbitol
Diuretik/ 40-80 mg iv
furosemid
Dialisis

H. Pengaruh elektrolit sebagai patogenesis kejang demam

Kejang demam merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Sekitar 2-

5% anak mengalami kejang saat demam pada usia anak <5 tahun. Mekanisme

kejang demam memiliki etiologi yang multifaktorial, seperti rendahnya nilai

ambang batas kejang dan genetik. Gangguan elektrolit dapat menyebabkan kejang

demam . Rendahnya kadar natrium dapat menyebabkan kejang. Selain itu kadar

kalium yang rendah ataupun tinggi dapat menyebabkan kejang, walaupun sangat
23

jarang, karena gangguan kalium lebih banyak terjadi pada cardiovaskular dan

neuromuskular.20

Penelitian Hawas et al, tentang pengaruh elektrolit sebagai patomekanisme

kejang demam didapatkan hasil dari 150 anak usia 6 – 60 bulan, dibagi menjadi

tiga grup. Grup A 50 anak dengan kejang demam, grup B 50 anak dengan demam

tanpa kejang dan grup C 50 anak sehat. Hasil penelitian berupa kadar natrium dan

kalium secara signifikan rendah pada kasus kejang demam dibandingkan kontrol

(tabel 6 dan 7).20

Tabel 6. Perbandingan elektrolit pada pasien kejang demam dengan demam tanpa
Kejang

Variabel Grup n Rata± SD p


Kalium (mol/l) Kejang demam simpel 50 4.23 ± 0.42 <0.05*
Demam tanpa kejang 4.64 ± 0.77
Natrium (mol/l) Kejang demam simpel 50 137.21 ± 3.44 <0.05*
Demam tanpa kejang 138 ± 3.99
Kalsium (mol/l) Kejang demam simpel 50 1.09 ± 0.12 0.656
Demam tanpa kejang 1.08 ± 0.12
p<0.05, perbedaan signifikan

Tabel 7. Perbandingan elektrolit pada pasien kejang demam dengan pasien sehat

Variabel Grup n Rata± SD p


Kalium (mol/l) Kejang demam simpel 50 4.23 ± 0.42 <0.05*
Sehat 4.59 ± 0.84
Natrium (mol/l) Kejang demam simpel 50 137.21 ± 3.44 <0.05*
Sehat 139.02 ± 3.36
Kalsium (mol/l) Kejang demam simpel 50 1.09 ± 0.12 0.229
Sehat 1.12 ± 0.11
p<0.05, perbedaan signifikan
24

I. Koreksi Gangguan Elektrolit 21,22

1. Hiponatremia

Defisit Na = TBW (kg) x [ Target Na – kadar Na ]

• Kapan koreksi cepat?

Akut (<24 jam ), hiponatremia berat (< 120 mEq/L simptomatik), (< 110 mEq/L),

Mencegah edema otak atau memperbaiki edema otak

• Koreksi cepat dengan 3% NS, 1-2 mEq/L/jam sampai:

• Gejala membaik

• Selama 2-3 jam atau Na serum mencapai 120 mEq/L

• Koreksi lambat

– 0.5 mEq/L/jam dengan 0.9% NS , restriksi cairan,

– Lama koreksi 24 jam < 10-12 mEq/L/hari untuk mencegah myelinolysis

Contoh kasus, anak, 8 tahun, dengan kadar Na pasien = 105 mEq/L, Nilai

target 120 meq/L, BB 30 kg.

Defisit Na total = Na defisit X BB X 60% = (120-105) X 0,6 X 30 = 270 mEq/L.

Jika memakai NaCl 3 % = 270 mEq : 3% NaCl (517 mEq/L) = 0.52 liter NaCl

3% dibutuhkan. Waktu diperlukan 15 : 1 mEq = 15 jam (kecepatan 1 mEq/jam)

0.52 L NaCl 3 % diberikan 15 jam = 35 ml/jam

Jika memakai NaCl 0.9 % = 270 mEq : 0.9 % NaCl (155 mEq/L) = 1.74 liter

NaCl 0.9 % dibutuhkan. Waktu diperlukan 15 : 0.5 mEq = 30 jam (kecepatan 0.5

mEq/jam). 1.74 L NaCl 0.9 % diberikan 30 jam = 58 ml/jam


25

2. Hipernatremia

Perubahan Na serum = Na infus – Na serum


TBW + 1

D5 ½ NS kadar Natrium 77 mEq, D5 ¼ NS kadar Natrium 38.5 mEq

Contoh kasus, anak usia 8 tahun, BB 30 kg, dengan kadar Na 158 mEq/L. Koreksi

dengan menggunakan D5 ½ NS

= 77 mEq – 158 mEq


(0.6x 30) + 1

= - 4.26 mEq / L

Kecepatan penurunan Natrium 12 mEq / hari

Koreksi cairan 12 mEq : 4.26 mEq = 2.8 L / hari

3. Hipokalemia

Bila kadar K <2.5 mEq/ L (dengan atau tanpa gejala) berikan KCl 7.46% iv,

maksimal 40 mEq/L

Bila kadar K 2.5-3.5 mEq/L berikan Kcl 75 mg/kgbb/hari po terbagi 3 dosis

KCl 7.46 % = 1 flash = 25 ml = 25 mEq

KSR mengandung Kcl, 600 mg/tablet

KCl dapat dilarutkan dalam NaCl 0.9%, D5% atau D10%. Pemberian kalium

intravena tidak boleh melebihi 40 mEq/L. Konsentrasi maksimum penggunaan iv

central 20 mEq/ 50 ml, sedangkan perifer 10 mEq/ 50 ml.

Rumus : (4.5 mEq – kadar K) x 0.3 x BB

Contoh kasus, anak usia 8 tahun BB 30 kg, kadar K 2.5 mEq, berapa koreksinya?

= (4.5 -2.5) x 0.3 x 30


26

= 18 mEq

Pemberian KCl 7.46% 18 ml dilarutkan dalam NaCl 0.9% 500 ml

4. Hiperkalemia

Bila kadar K< 6 mEq/L : kayeksalat 1 gr/kgBB po dilarutkan dalam 2 ml/kgBB

larutan sorbitol 70%

Bila kadar K 6-7 mEq/L : Natrium bikarbonat 7.5% dosis 3 mEq / kg iv atau 1

unit insulin /5 gram glukosa

Bila kadar K > 7 mEq/L : Ca glukonas 10% dosis 0.1-0.5 ml/kgBB iv dengan

kecepatan 2 ml/menit

5. Hipomagnesia

Magnesium sulfat 25-50 mg/kgBB dosis iv, dilarutkan dalam NaCl 0.9% 100 cc,

dihabiskan dalam 10-20 menit

6. Hipokalsemia

Calsium glukonas 50-100 mg/kgBB berikan dengan melarutkan Ca glukonas

10% (100 mg/ml) dengan NaCl 0.9% 100 cc, pemberian selama 10-20 menit

melalui vena sentral

Anda mungkin juga menyukai