Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH

HUMAN CAPITAL MANAGEMENT


Prof. Dr. Mansyur Ramly
Dr. Hamidah

PENERAPAN HUMAN CAPITAL MANAGEMENT


DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Oleh:
Suyono Thamrin
No.reg. 7647130436

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


KOSENTRASI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA
2015
PENERAPAN HUMAN CAPITAL MANAGEMENT DALAM DUNIA
PENDIDIKAN
SUYONO THAMRIN
Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta
Email: suyono.thamrin@gmail.com

Abstrak

Pengembangan sumber daya manusia dalam sektor pendidikan merupakan


salah satu isu strategis yang sedang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Pengembangan sumber daya manusia dipandang sebagai kunci utama untuk
mengembangkan mutu pendidikan. Kualitas sumber daya manusia yang ada dan
dimiliki oleh Dinas Pendidikan relatif sudah lebih baik walaupun masih perlu terus
untuk ditingkatkan. Walaupun jika dihitung rasio kebutuhan tenaga pendidik maupun
pegawai yang dibutuhkan baik untuk S1, S2, maupun S3 masih kurang. Tenaga
pengajar di lingkungan Dinas Pendidikan belum dianggap sebagai Aset atau Human
Capital, dalam hal ini, masih dianggap sebagai beban atau biaya, sehingga untuk
melakukan penambahan dan pengembangan kualitasnya masih belum mendapat
prioritas utama. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan, sampai
saat ini hampir memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam aturan yang
berlaku.

Kata kunci: Human Capital Management, Pendidikan

Pendahuluan
Di era globalisasi, pengaruh human capital sebagai intangible asset
telah memainkan peranan yang sangat penting. Bahkan sumber daya
manusia sesuai dengan paradigma baru praktek manajemen perusahaan saat
ini, tidak lagi hanya sebagai faktor produksi melainkan sudah dianggap
sebagai aset yang sangat berharga bagi kelangsungan perusahaan. Terdapat
dua kekuatan utama mengapa human capital menjadi pusat perhatian utama
di komunitas bisnis. Pertama, kompetisi dalam lingkungan bisnis adalah
akibat dari globalisasi perdagangan dan perkembangan beberapa sektor
kunci seperti telekomunikasi, transportasi, dan jasa-jasa keuangan. Kedua,
perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat terutama setelah

1
kemunculan internet. Kedua perkembangan ini secara dramatis telah
merubah struktur bisnis dan mendorong intangible asset memegang peran
yang kian penting bagi perusahaan (Wheaterly, 2003).
Seiring dengan hal tersebut maka, perusahaan semakin banyak
tergantung pada intangible asset. Adanya pergeseran ini tercermin dalam
studi Brooking Institution di Amerika Serikat yang meneliti 500 perusahaan
dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Pada 1982, tangible asset
merepresentasikan 62% nilai pasar perusahaan, turun menjadi 38% pada
1992. Studi terakhir yang dilakukan pada 2002 menunjukkan angka
penurunan yang semakin besar menjadi 15%, sementara 85% merupakan
intangible asset yang menentukan nilai pasar perusahaan.
Sebuah perusahaan akan menghasilkan kinerja yang berbeda jika
dikelola oleh orang yang berbeda, artinya SDM yang berbeda dalam
mengelola aset perusahaan yang sama akan menghasilkan nilai tambah yang
berbeda. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sebuah perusahaan akan
menghasilkan kinerja yang berbeda jika dikelola oleh orang yang berbeda
atau dengan kata lain bahwa tangible aset yang dimiliki perusahaan bersifat
sangat memiliki hubungan ketergantungan terhadap intangible asset dalam
hal ini human capital yang menghasilkan intellectual capital-berkaitan dengan
knowledge and knowing capability of a social collectivity, sebagai suatu
organisasi, komunitas intelektual, atau praktek profesional yang dapat
mengelola dan menciptakan nilai bagi suatu perusahaan (Nahapiet dan
Ghosal, 2003).
Sistem dan praktik-praktik investasi sumber daya manusia diyakini
merupakan sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan karena sistem
tersebut sukar ditiru oleh perusahaan lain atau dibeli begitu saja di pasar.
Perilaku investasi sumber daya manusia memberikan dukungan pada
argumen bahwa investasi pada sumber daya manusia merupakan sumber
keunggulan bersaing yang potensial. Sistem yang memberlakukan investasi

2
pada manusia dapat berpengaruh secara signifikan pada sumber daya dan
individu di dalam perusahaan sehingga dapat menjadi salah satu faktor
penting pencapaian keunggulan bersaing (Barney, 1995). Keunggulan SDM
dibanding faktor produksi lainnya dalam strategi bersaing suatu perusahaan
antara lain meliputi: kemampuan inovasi dan entrepreneurship, kualitas yang
unik, keahlian yang khusus, pelayanan yang berbeda dan kemampuan
produktivitas yang dapat dikembangkan sesuai kebutuhan (Mathis dan
Jackson, 1984).
Pengembangan sumber daya manusia dalam sektor pendidikan
merupakan salah satu isu strategis yang sedang mendapatkan perhatian
serius dari pemerintah. Pengembangan sumber daya manusia dipandang
sebagai kunci utama untuk mengembangkan mutu pendidikan. Pola
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor pendidikan dewasa ini
mengembangkan prinsip pengembangan (developing) daripada mengontrol
(controlling). Melalui pengembangan sumber daya manusia tersebut, maka
upaya percepatan (akselerasi) pembangunan pendidikan lebih
memungkinkan untuk diwujudkan.
Dinas Pendidikan sebagai barometer pendidikan pada suatu wilayah
berperan penting menghasilkan output-output pendidikan sehingga dituntut
untuk terus meningkatkan sumber daya insani yang harus mampu merespon
perkembangan dunia saat ini. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
untuk menganalisis tentang penerapan Human Capital Management (HCM)
dalam dunia pendidikan, dalam hal ini pada Dinas Pendidikan.

Human Capital Management (HCM)


Menurut Schermerhon (2005), human capital diartikan sebagai nilai
ekonomi dari SDM yang terkait dengan kemampuan, pengetahuan, ide-ide,
inovasi, energi dan komitmennya. Human capital merupakan kombinasi dari
pengetahuan, keterampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk

3
menjalankan tugasnya, sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk
mencapai tujuan. Pembentukan nilai tambah yang dikontribusikan oleh
human capital dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya akan memberikan
sustainable revenue di masa mendatang bagi suatu organisasi (Malhotra dan
Bontis dalam Rachmawati dan Wulani, 2004).
Menurut Stewart (1998) dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003)
mengatakan bahwa human capital merupakan lifeblood dalam modal
intelektual, sumber dari innovation dan improvement, tetapi komponen ini
sulit untuk diukur. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif
perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut dan
akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang
dimiliki oleh karyawannya.
Fitz-Enz (2000) mendeskripsikan human capital sebagai kombinasi
dari tiga faktor, yaitu: 1) karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan,
misalnya intelegensi, energi, sikap positif, keandalan, dan komitmen, 2)
kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu kecerdasan, imajinasi, kreativitas
dan bakat, dan 3) motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu
semangat tim dan orientasi tujuan.
Davemport (1999) mendeskripsikan human capital terdiri atas empat
hal: kemampuan, perilaku, usaha, dan waktu, yang dimiliki dan dikendalikan
sendiri oleh karyawan. Chen dan Lin (2003) menyatakan bahwa pengeluaran
perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya manusia harus
dipandang sebagai investasi dalam human capital. Oleh karena itu, program
training yang bertujuan untuk menambah value karyawan di masa depan
harus dianggap sebagai investasi.
Menurut Jac Fitz (2009) bahwa Sumberdaya Manusia tidak lagi
dipandang sebagai salah satu faktor biaya (cost), akan tetapi Sumberdaya
Manusia telah dipandang sebagai investasi jangka panjang (asset) yang akan

4
memberikan nilai tambah bagi organisasi/perusahaan tersebut. Keberhasilan
Human Capital dapat diukur; 1) Sampai sejauh mana hubungan antara target
organisasi yang terdiri dari strategi finansial, customer dan lain-lain terhadap
Sumberdaya Manusia (SDM), 2) Sampai sejauh mana pelayanan terhadap
peningkatan kualitas, inovasi, dan produktivitas, dan 3) Bagaimana
perencanaan organisasi serta perhatian manajemen terhadap pembangunan
Sumberdaya Manusia (SDM).
Kemudian Jac Fitz Enz (2009) mendeskripsikan human capital
sebagai kombinasi dari tiga faktor; a) Karakter, sifat yang dibawa ke
pekerjaan, contohnya: intelejensia, energi, sikap positif, keandalan, dan
komitmen; b) Kemampuan seseorang untuk belajar, contohnya: kecerdasan,
imajinasi, kreativitas, dan bakat; c) Motivasi untuk berbagi informasi dan
pengetahuan ,contohnya: semangat tim, dan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Backer (1993) dikatakan bahwa Human capital adalah sejauh
mana orang tersebut dapat meramu dan mengkombinasikan antara ilmu
pengetahuan, kompetensi dan aplikasi secara terus menerus untuk mencapai
tujuan organisasi. Selain itu diperlukan apresiasi dan perhatian terhadap
investasi para orang tua terhadap anak, tentang Sejauh mana pengaruh
biaya (cost) pendidikan yang telah dikeluarkan oleh para orang tua untuk
pendidikan modal insani (human capital) kepada anak, dan sejauh mana
anak tersebut memberikan pengaruh dan kontribusi nilai tambah terhadap
keluarga, organisasi tempat bekerja, masyarakat dan masa depan si anak
tersebut. Kenyataan saat ini adalah seseorang yang memiliki pendidikan dan
keahlian akan lebih cepat berkembang dan lebih diterima dalam organisasi
daripada orang yang kurang berpendidikan dan tidak punya keahlian.
Demikian juga negara, negara yang mempunyai SDM berpendidikan dan
memiliki keahlian, akan lebih maju daripada negara yang kurang mempunyai
sumberdaya manusia berpendidikan dan keahlian. Menurut Hall (2007)
bahwa human capital adalah suatu proses pemberdayaan SDM agar

5
terciptanya Sumberdaya Manusia yang mempunyai keunggulan kompetitif,
berkelanjutan (sustainable) dan secara terus menerus.
Untuk menciptakan Sumberdaya manusia yang berkeunggulan, harus
melalui 3 pendekatan yakni; a) Manajemen harus dapat menjelaskan proses
Human Capital yang berkaitan dengan tujuan organisasi; b) Manajemen
harus mampu membuat dan menjelaskan ukuran dan disiplin dalam proses
mencapai tujuan; c) Menjadikan pengalaman organisasi sebagai bahan
rujukan dalam membuat keputusan Human Capital yang dinamis dan
progresif.
Keluaran (outcomes) dari Human Capital strategy adalah sebagai
berikut; a) Peningkatan Human Capital strategy. Untuk mengetahui sejauh
mana human capital memberikan kontribusi kepada peningkatan sistem
kinerja untuk perencanaan; b) Keputusan human capital yang lebih baik dan
progresif. Apakah pemimpin lintas organisasi membuat suatu keputusan
human capital yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Ingham (2007) pentingnya sebuah pengukuran yang
dilakukan secara sistematis dalam proses human capital yang bertujuan
dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian nilai; a) Bagaimana
membangun komunikasi untuk menjelaskan tentang keterkaitan antara
kinerja keuangan dengan Human Capital Management; b) Membuat sistem
pelaporan yang sistematis yang akan digunakan sebagai acuan untuk
mengambil kebijakan Human Capital Management.
Menurut Baron & Amstrong (2008) mengatakan pentingnya sebuah
pengukuran human capital adalah untuk mencapai nilai tambah yang
berkelanjutan. Berikut adalah gambar proses Human Capital Management

6
Sumber : Baron & Armstrong (2008) dan Ingham (2007)

Gambar 1.
The Process of HCM
Taking measurements
Gambar di atas menjelaskan proses Human Capital Management yang
menekankan pada pengukuran, baik Baron ataupun John Ingham
menyatakan bahwa pengukuran (measurement) dalam Human Capital
Management merupakan faktor kunci untuk menciptakan nilai tambah.
Contoh lain terhadap aplikasi matrik Human Capital Management yang
diterapkan oleh The Royal Bank of Scotland (RBS) Group dengan indikator
kinerja bisnis adalah sebagai berikut:

7
Sumber: Ingham (2007), Baron & Armstrong (2008)

Gambar 2.
The Royal Bank of Scotlands Human Capital Model

Huselid, et.al. (2005) menegaskan tentang pentingnya aplikasi pengukuran


yang disebut Work Force Scorecard dan merupakan kunci penciptaan nilai
yang berhubungan erat antara Balanced Scorecard dan HR Scorecard.
Workforce scorecard memiliki 4 dimensi, yakni; a) Kesuksesan tenaga kerja
(Workforce success), b) Kepemimpinan dan perilaku tenaga kerja (leadership
and workforce Behaviors), c) Kompetensi Tenaga kerja (Workforce
Competencies), dan d) Pola pikir tenaga kerja dan budaya (workforce mind-
set and culture).
Dengan demikian, dari telaah teoritis tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa modal insani (human capital) adalah kombinasi dari

8
berbagai pengetahuan, keahlian, kecerdasan, motivasi untuk belajar,
kreativitas, inovasi, dan pengalaman yang melekat pada diri seseorang
dalam mewujudkan tujuan organisasi. Sementara Manajemen Modal Insani
(Human Capital Management) adalah hal yang menyangkut sistem atau
metode untuk mengukur, menganalisis, dan membuat laporan sebagai bahan
rujukan untuk pengambilan keputusan strategik manajemen Sumberdaya
manusia dan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing/kompetitif
secara terus menerus.

Human Resource Management (HRM) Vs Human Capital Management


(HCM)

Human Resource Management (HRM)/ Manajemen Sumber Daya


Manusia (MSDM) menurut Dessler (2006) adalah kebijakan dan praktek
menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi
manajemen dalam proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan
kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan, keamanan dan masalah keadilan. Sedangkan menurut pendapat
Ivancevich (2007) bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia yang secara
khusus diisi dengan program yang bersangkutan dengan orang karyawan
yang dilakukan dalam fungsi organisasi yang paling efektif memfasilitasi
penggunaan orang (karyawan) untuk mencapai tujuan organisasi dan
individu.
Human Capital Management (HCM) menurut Chatzkel (2004) adalah
merupakan upaya untuk mengelola dan mengembangkan kemampuan
manusia untuk mencapai tingkat signifikan yang lebih tinggi secara
kinerjanya. Sedangkan menurut Kearns (2005) bahwa Human Capital

9
Management adalah menciptakan nilai melalui orang dan merupakan filosofi
pembangunan manusia.
Sehingga dari penjelasan pengertian tersebut diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa persamaan dari Human Resource Management (HRM)
dengan Human Capital Management (HCM) adalah Human Resource
Management dan Human Capital Management sama-sama untuk mengatur
semua aspek dari manusia/karyawan sebuah perusahaan dengan
mengunakan fungsi-fungsi manajemen. HCM & HRM sistem menyediakan
berbagai fungsi dan kemampuan untuk mengelola SDM busines proses
otomatis, dan memberikan satu sumber informasi bagi karyawan.
Kontemporer HCM & HRM sistem penutup pegawai administrasi, kerja
management, rekrutmen, talent management, pelatihan dan pengembangan,
manfaat, kompensasi & payroll, waktu & kehadiran, biaya manajemen,
manajemen kinerja, kesehatan & keselamatan, dan lainnya yang
berhubungan dengan proses bisnis.
Perbedaan Human Resource Management (HRM) dengan Human
Capital Management (HCM) adalah sebagai berikut; 1) Perbedaan dari segi
paradigma yaitu HCM memandang SDM (Sumber Daya Manusia) sebagai
sumber kunci organisasi, sementara HRM mamandang SDM hanya sebagai
sumber daya pendukung. 2) HCM menfokuskan diri dalam langkah-langkah
strategis untuk memaksimalkan talenta guna menciptakan nilai (creating
value) untuk dapat mengarahkan dan mengakselerasi strategi bisnis
sedangkan HRM berfokus pada pada menambah nilai (add value) dengan
memastikan bahwa pengelolaan SDM mendukung pelaksanaan strategi
bisnis. 3) Dari segi pengukuran efektivitas kontrubisi SDM terhadap
pencapaian organisasi. HCM memandang penting sekali diketahui tingkat
efektivitas pengelolaan human capital dalam pencapaian organisasi.
Mengingat dari hasil pengukuran ini akan ditentukan arah strategi HCM
organisasi. Karenanya pengembangan measurement tools dalam HCM

10
menjadi penting. Bila dibandingkan dengan HRM, pengukuran kontrubisi
tersebut diatas sebenarnya sudah ada tetapi tidak sekuat di HCM. (Rebuska
Magazine, 2008)
Sedangkan menurut Andrew Mayo, Professor of Human Capital
Management dari Middlesex University, memberikan gambaran perbedaan
antara Human Resources Management (HRM) dengan Human Capital
Management (HCM) adalah berbeda pada penekanan dari The value of
people and what they produce (Nilai manusia dan apa yang mereka
hasilkan) dibandingkan dengan fokus dari Fungsi Human Resources itu
sendiri. Fokus HCM Menilai dampak dari praktek People Management dan
kontribusinya pada ukuran garis batas terendah dari performa kinerjanya.
(www.cipd.co.uk) Lain lagi menurut Kearns bahwa HCM adalah menciptakan
Nilai seseorang dan tidak merupakan overhead, sedangkan di HRM dimana
orang-orang diangap signifikan sebagai biaya dan harus dikelola. (Kearns,
2005)
Dari beberapa difinisi dari para ahli tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan Human Resource Management (HRM)
dengan Human Capital Management (HCM) adalah HCM memandang SDM
sebagai sumber kunci organisasi, dan orang dengan mengunakan strategi
dengan alat ukur untuk menciptakan nilai (creating value) sehingga dapat
mengarahkan dan mengakselerasi strategi bisnis dan tidak mengangap
manusia sebagai biaya sedangkan HCM memandang SDM sebagai sebagai
sumber pendukung dari suatu organisasi dan orang dianggap sebagai biaya
dan harus dikelola dengan strategi beserta alat ukur yang sudah ada
sebelumnya.

Pengukuran Human Capital


Pengukuran human capital bukan dimaksudkan untuk menentukan
nilai instrisik SDM, melainkan dampak perilaku SDM atas proses-proses

11
organisasional. Pengukuran ini penting dilakukan untuk mengetahui
efektivitas strategi yang dijalankan perusahaan terhadap seberapa besar
kontribusi karyawan terhadap peningkatan kinerja. Di samping itu,
pengukuran SDM merupakan suatu manajemen kinerja yang sangat penting
dan alat untuk melakukan perbaikan. Menurut Fitz-Enz (2000), bila tidak
melakukan pengukuran SDM, maka, perusahaan tersebut tidak akan dapat;
1) Mengkomunikasikan harapan kinerja yang spesifik, 2) Mengetahui apa
yang sesungguhnya terjadi dalam organisasi, 3) Mengidentifikasi gapkinerja
yang harus dianalisis dan dieliminasi, 4) Memberikan umpan balik dengan
membandingkan kinerja terhadap standar, 5) Mengetahui kinerja yang harus
diberi reward, dan 6) Mendukung keputusan berkaitan dengan alokasi
sumber daya, proyeksi, dan jadwal.
Dalam lingkungan bisnis yang semakin maju, maka, perusahaan
semakin banyak tergantung pada intangible asset. Adanya pergeseran ini
tercermin dalam studi Brooking Instutution di Amerika Serikat yang meneliti
500 perusahaan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (Wealtherly, 2003:71).
Pada 1982, tangible assetmerepresentasikan 62% nilai pasar perusahaan,
turun menjadi 38% pada 1992. Studi terakhir yang dilakukan pada 2002
menunjukkan angka penurunan yang semakin besar menjadi 15%,
sementara 85% merupakan intangible asset yang menentukan nilai pasar
perusahaan.
Wealtherly (2003:92) mengatakan terdapat dua kekuatan utama
mengapa pengukuran human capital menjadi pusat perhatian utama di
komunitas bisnis. Pertama, kompetisi dalam lingkungan bisnis adalah akibat
dari globalisasi perdagangan dan perkembangan beberapa sektor kunci
seperti telekomunikasi, transportasi, dan jasa-jasa keuangan. Kedua,
perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat terutama setelah
kemunculan internet. Kedua perkembangan ini secara dramatis telah

12
merubah struktur bisnis dan mendorong intangibles assetmemegang peran
yang kian penting bagi perusahaan.
Aplikasi Human Capital Management
Proses Human Capital Management merupakan serangkaian aktivitas,
measurement, reporting, evaluation, and action dan memungkinkan
organisasi untuk mengoptimalkan produktivitas sumber daya manusianya
melalui pengukuran, melaporkan, menganalisa, mengevaluasi dan
melakukan aplikasi kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi (Baron &
Amstrong, 2007). Untuk meningkat kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki organisasi Dinas Pendidikan, perlu dilakukan upaya peningkatan
kapasitas Sumberdaya manusia, melalui pendidikan lanjutan dan pelatihan-
pelatihan serta penulisan di jurnal-jurnal dan dengan proses Human Capital
Management.

Sumber: Baron & Armstrong (2008)


Gambar 3.

13
The Process of HCM

Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut;


1. Pengukuran (Measurement)
a. Secara kualitas sudah berapa banyak pegawai dan tenaga pengajar di
tingkat SD, SMP, SMLA, SMK, dan Perguruan Tinggi yang
berpendidikan Strata-3 dan Strata-2 dan bagaimana Suku Dinas
Pendidikan memberikan penghargaan kepada para pegawai maupun
tenaga pengajar sampai dengan saat ini.
b. Secara kuantitas, berapa jumlah pegawai dan tenaga pengajar di
Dinas Pendidikan dan seberapa besar rasio antara pegawai dan
tenaga pengajar dengan jumlah siswa dari jenjang SD, SMP, SMA,
SMK, PT di wilayah Dinas Pendidikan.
c. Sudah berapa jumlah lulusan dari Perguruan Tinggi di Dinas
Pendidikan yang telah memperoleh pekerjaan dan memberikan
kontribusi bagi pembangunan.
d. Seberapa banyak buku-buku literatur yang dimiliki perpustakaan, baik
perpustakaan di SD, SMP, SMA, SMK dan Perguruan Tinggi di Dinas
Pendidikan, sebagai penunjang program belajar mengajar.
e. Berapa banyak jumlah Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
yang dilakukan setiap tahunnya, sebagai bagian dari pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, baik yang dilaksanakan secara mandiri,
maupun yang bekerjasama dengan pihak lain.
f. Seberapa banyak tenaga pengajarnya yang menulis di jurnal-jurnal
setiap tahunnya baik di Jenjang SD, SMP, SMA, SMK, maupun
Perguruan Tinggi.
2. Membuat Laporan (Reporting)
a. Setiap semester tenaga pengajar diwajibkan memberikan Pengajaran
Minimal 24 Jam di Tingkat SD, SMP, SMA, SMK dan di Perguruan

14
Tinggi member perkuliahan minimum 6 sks, sebagai persyaratan
laporan dari kinerjanya.
b. Setiap semester tenaga pengajar yang ada di lembaga-lembaga
Sekolah baik di tingkat SD, SMP, SMA, SMK diharuskan melakukan
Pelaporan kepada Dinas Dikdas Kecamatan kemudian disampaikan
ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan bagi Perguruan
Tinggi diminta laporan hasil penelitian atau membuat tulisan dijurnal,
sebagai bagian dari laporan kinerjanya.
c. Setiap semester tenaga pengajar di Perguruan Tinggi diwajibkan untuk
membuat rancangan pengabdian, dan melaksanakan pengabdian
tersebut kepada masyarakat.
3. Menganalisa (Analysis)
Pimpinan Dinas Pendidikan, beserta para Pembina Pendidikan
(Pengawas) dari Tingkat SD, SMP, SMA, SMK melakukan analisa atas
kinerja yang dilakukan tenaga pengajarnya, untuk mengetahui tingkat
perkembangan kualitas dari tenaga pengajar tersebut Melalui Penilaian
Kinerja Guru dan Kepala sekolah serta Pengawas dari setiap Jenjang.
4. Melakukan evaluasi (Evaluation)
Berdasarkan hasil dari evaluasi atas kinerja pegawai dan tenaga pengajar
di Dinas Pendidikan tersebut ditemukan beberapa hal penting:
a. Rasio kebutuhan tenaga pendidik maupun pegawai yang dibutuhkan
baik untuk S1, S2, maupun S3.
b. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di Dinas Pendidikan saat ini,
sudah memenuhi syarat yang layak untuk memenuhi standar minimal
yang diharuskan bagi idealnya suatu Organisasi sekolah ataupun
perguruan tinggi, Jumlah buku yang ada diperpustakaan, ruang kelas
atau ruang kuliah, sarana Informasi teknologi (it).
c. Jumlah penelitian yang dilaksanakan oleh tenaga pengajar baik di
tingkat SD, SMP, SMA, SMK maupun di perguruan tinggi saat ini,

15
Nuansa akademis dan tingkat persaingan di lingkungan Dinas
Pendidikan saat ini.
Manfaat dan Kegunaan Peningkatan Kualitas Pegawai dan Tenaga
Pengajar sebagai Upaya Mewujudkan Human Capital
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki saat
ini, perlu di dorong agar setiap pegawai dan tenaga pengajar yang dimiliki,
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, terutama yang saat
ini masih berpendidikan strata-1, sebagai syarat minimal untuk menjadi
tenaga pengajar di tingkat strata-1 dan bagi yang sudah berpendidikan strata-
2, diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan ke jenjang strata-
3. Upaya yang dilakukan ini akan sangat bermanfaat dalam pengembangan
sumber daya manusia, dalam upaya menjadikan sumber daya tersebut
sebagai Modal Insani (Human Capital) atau sebagai aset yang berharga bagi
lembaga.
Perlu diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan penelitian baik di
jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, SMK, maupun Perguruan Tinggi, dengan
lebih banyak menyediakan/menganggarkan dalam anggaran belanja Dinas
Pendidikan dan untuk membiayai penelitian yang dilakukan tenaga pengajar,
tentunya melalui seleksi dari setiap proposal usulan penelitian tersebut.
Selain itu juga diberikan banyak kesempatan untuk mengikuti berbagai
workshop atau pelatihan, yang berkaitan dengan pengembangan
kemampuan untuk melakukan penelitian tersebut, agar mampu bersaing
secara eksternal. Upaya ini akan bermanfaat untuk menjadikan kualitas
sumber daya manusia yang dimiliki terus meningkat dan terwujudnya capaian
konsep Modal Insani yang diinginkan.
Pengembangan sarana dan prasarana, juga harus mendapat
perhatian secara seksama, terutama fasilitas perpustakaan, ruang kelas dan
perkuliahan, jumlah buku yang dimiliki, sarana informasi teknologi (it) dan
sarana pendukung lainnya.

16
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan sebagai berikut;
a. Kualitas sumber daya manusia yang ada dan dimiliki oleh Dinas
Pendidikan saat ini relatif sudah lebih baik walaupun masih perlu terus
untuk ditingkatkan. Walaupun jika dihitung rasio kebutuhan tenaga
pendidik maupun pegawai yang dibutuhkan baik untuk S1, S2, maupun
S3 masih kurang.
b. Tenaga pengajar di lingkungan Dinas Pendidikan belum dianggap sebagai
Aset atau Human Capital, dalam hal ini, masih dianggap sebagai beban
atau biaya, sehingga untuk melakukan penambahan dan pengembangan
kualitasnya masih belum mendapat prioritas utama.
c. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan, sampai saat
ini hampir memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam aturan yang
berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Barney, B, 1995. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage.


Journal of Management 17

Baron, A. dan M. Armstrong. 2008. Human Capital Achieving added Value


Trough People. London: Kogan Page.

Becker, G.S. 1993. HUMAN CAPITAL: A Theoretical and Empirical Analysis, with
Special Reference to Education. Chicago: The University Of Chicago
Press.

17
Chatzkel, JL. 2004. Human Capital: The rules of engagement are changing.
Lifelong Learning in Europe.
CIPD UK. HR Consultant, Human Capital Panel Report, 2006,
www.cipd.co.uk

Dessler, Garry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.


Indeks.

Hall, Radlet W. 2008. The New Human Capital Strategy, Improving the Value
of Your Most Important Investment, Year after Year. New York:
AMACOM.

Huselid, M.A., Becker, B.E. & Beatyy, R.W. 2005. The Workfoce Scorecard
Managing Human Capital to Execute Strategy. Boston: Harvard
Business School Press.

Ingham, J. 2007. Strategic Human Capital Management, Creating Value


Through People. MA: Eslevier

Ivancevich, John M. 2007. Human Resource Management. New Jersey:


McGraw Hill.

Jac Fitz-Enz. 2009. The ROI Of Human Capital, Measuring the Economic
Value of Employee Performance. USA: Amacom American
Management Association

Kearns, P. 2005. Human Capital Management, Reed Business Information,


Sutton, Surrey

Mathis, Robert L., dan Jakson, John H, 1984. Human Resource


Management. South Western: Thomson Learning

Nahapiet, J dan Ghoshal, S. 2003. Social Capital, Intellectual Capital and


The Organizational Advantage. Academy of Management Review.

Rebuska Magazine, An Important Message for Our Church Organization


Part II, 2 Mei 2008.

Schultz, Theodore W., 1961. Investment in Human Capital. American


Economic Review, 36 (3): 12

18
19

Anda mungkin juga menyukai