Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, hutan merupakan vegetasi alami utama dan salah satu sumber daya
alam yang sangat penting. Menurut UU No. 5 tahun 1967, hutan didefinisikan sebagai
suatu lapangan bertumbuhnya pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan
hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai
hutan. Jenis kayu yang terdiri dari 4.000 jenis merupakan komoditi hutan terbesar di
Indonesia.
Menurut jurnal yang berjudul Analisis Tataniaga dan Pasar Kayu Sengon di
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah (2009), adapun beberapa
tanaman berkayu yang dikembangkan di hutan rakyat adalah seperti kayu sengon (Albasia
sp.), kayu putih (Melaleuca leucadendron), sungkai (Peronema canescens), akasia (Acacia
sp.), jati putih (Gmelina arborea) dan lain-lain. Pada hutan rakyat ini dilakukan penanaman
dengan mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang
biasa dikenal dengan istilah agroforestri.
Kebutuhan akan kayu yang semakin meningkat menyebabkan komoditas ini sangat
mungkin untuk dikembangkan lebih jauh menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) di
dalam Budidaya Sengon Unggul (Falcataria moluccana) Untuk Pengembangan Hutan
Rakyat (2014). Oleh karena itu dibutuhkan tanaman kayu-kayuan yang siklusnya pendek,
sehingga dapat mencukupi kebutuhan kayu tersebut. Tanaman sengon atau yang memiliki
bahasa latin Paraserianthes falcataria atau nama latin lainnya dari sengon adalah
Falcataria moluccana, Albizia moluccana, Albizia falcata dan Albizia falcataria
merupakan salah satu tanaman kayu yang sesuai dengan kriteria tersebut karena sesuai
dengan kondisi iklim dan tanah, memiliki daur yang pendek (5 - 8 tahun), dapat ditanam
secara tumpang sari, dan sengon sudah memiliki pasar yang jelas.
Sengon juga dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari yang berdrainase
buruk hingga baik dan mulai dari tanah miskin hara sampai yang banyak mengandung
unsur hara. Kecamatan Mojotengah memiliki luas areal lahan yang ditanami sengon
(Albasia sp.) seluas 503,40 ha pada tahun 2014 yang meningkat dari tahun 2013 yang
berjumlah 483,62 ha menurut Kecamatan Mojotengah Dalam Angka Tahun 2015 (2015).
Hal ini seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang memiliki usaha sektor jasa yaitu

1
sebagai tukang kayu. Menurut Kecamatan Mojotengah Dalam Angka Tahun 2015 (2015),
Kecamatan Mojotengah memiliki 817 orang penduduknya yang bekerja sebagai tukang
kayu/batu pada tahun 2014. Kemudian meningkat pada tahun 2015 sebesar 37 orang
menjadi berjumlah 854 orang penduduknya yang bekerja sebagai tukang kayu/batu
berdasarkan Kecamatan Mojotengah Dalam Angka Tahun 2016 (2016).

Peta 1. Peta luas lahan dan jumlah produksi tanaman albasia di daerah penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas maka, kami sebagai peneliti ingin mengetahui


bagaimana pola rantai nilai komoditas kayu sengon di Desa Gunturmadu, Desa Pungangan,
dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian yang berjudul rantai nilai kayu sengon (Albasia sp.) di Desa
Gunturmadu, Desa Pungangan, dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan Mojotengah,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah adalah mengetahui pola rantai nilai komoditas kayu
sengon di Desa Gunturmadu, Desa Pungangan, dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan
Mojotengah, Jawa Tengah.

2
1.3 Pertanyaan Masalah
Siapa saja pelaku rantai nilai komoditas kayu sengon (Albasia sp.) di Desa Gunturmadu,
Desa Pungangan, dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah?
Dimana lokasi kegiatan setiap pelaku rantai nilai komoditas kayu sengon (Albasia sp.) di
Desa Gunturmadu, Desa Pungangan, dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?
Mengapa pola rantai nilai komoditas katu sengon (Albasia sp.) tersebut terbentuk di
Desa Gunturmadu, Desa Pungangan, dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?

1.4 Batasan Penelitian


Penelitian ini dibatasi oleh dua variabel yaitu lokasi penelitian dan pelaku rantai
nilai kayu sengon (Albasia sp.). Lokasi penelitian dibatasi di tiga desa Desa Gunturmadu,
Desa Pungangan, dan Desa Larangan Kulon, Kecamatan Mojotengah, Jawa Tengah. Pelaku
rantai nilai kayu sengon (Albasia sp.) dibatasi hanya dari petani hingga pengepul atau depo
kayu sengon (Albasia sp.) karena sebagian besar industri pengolahan kayu sengon (Albasia
sp.) berada di luar wilayah penelitian kami.

3
BAB II
METODOLOGI

2.1 Pengumpulan Data


2.1.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder
Sebelum pengumpulan data lapangan, perlu pengumpulan data-data yang
menunjang untuk kelapangan. Pengumpulan data sebelum di lapangan dapat berupa
pengumpulan data dari instansi terkait maupun studi literatur. Data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah:
Data topografi Kabupaten Wonosobo dengan format .shp, skala 1:25000 (Inageoportal,
2013) untuk membuat peta kemiringan lereng dan peta wilayah ketinggian.
Citra tutupan lahan Kabupaten Wonosobo dengan format (.ecw) (sumber: Here.com)
untuk membuat peta penggunaan tanah.
Peta kesesuaian tanaman sengon (dengan melakukan overlay peta ketinggian,
kemiringan lereng, dan penggunaan tanah).
Syarat tumbuh tanaman sengon.

2.1.2 Metode Pengumpulan Data Primer


Pengumpulan data saat dilapangan dilakukan dengan cara observasi, wawancara
mendalam dengan panduan wawancara yang telah dibuat, participate mapping atau mental
map oleh informan, dan dokumentasi hasil lapang.
Perlengkapan yang dibutuhkan untuk penelitian adalah alat tulis seperti bulpen dan
kertas, peta kesesuaian tanaman kayu sengon, dan citra tutupan lahan. Peralatan yang
dibutuhkan untuk penelitian adalah panduan wawamcara, kamera, alat perekam suara,
aplikasi GPS seperti PDF Maps
Proses penyeleksian informan adalah dengan menyusun kriteria informan sesuai
dengan tema penelitian kami. Kriteria informan sebagai berikut:
Merupakan tokoh masyarakat setempat yang mengetahui informasi mengenai kayu
sengon maupun seseorang yang berprofesi di bidang perkebunan kayu sengon.
Berumur sekitar 25-40 tahun.
Sudah tinggal disana minimal 5 tahun.
Dapat memahami bahasa Indonesia.

4
Berdasarakan penyeleksian menggunakan kriteria informan ini, maka pemilihan
informan untuk di wawancarai adalah dengan menggunakan metode purposive sampling
dilakukan dengan kriteria responden yang telah dibuat sesuai dengan tujuan penelitian.
Adapun pedoman wawancara yang akan kami gunakan di lapangan untuk mengumpulkan
data adalah sebagai berikut,
Identitas informan.
Durasi tinggal di daerah penelitian.
Pengetahuan tentang tanaman sengon (Albasia sp.).
Lokasi tanam tanaman sengon (Albasia sp.).
Sejarah pembudidayaan tanaman sengon (Albasia sp.).
Alasan menanam tanaman sengon (Albasia sp.).
Pelaku rantai nilai kayu sengon (Albasia sp.).
Harga jual kayu sengon (Albasia sp.).
Perbedaan harga jual kayu sengon (Albasia sp.).
Manfaat tanaman sengon (Albasia sp.) bagi informan.
Pola tanam tanaman sengon (Albasia sp.).
Pola distribusi tanaman sengon (Albasia sp.).

2.2 Pengolahan Data


2.2.1 Metode Pengolahan Data Sekunder
Data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian akan diolah. Khususnya untuk
pembuatan peta kesesuaian tanaman sengon.
Data topografi Kabupaten Wonosobo dengan format .shp, skala 1:25000 (Inageoportal,
2013) untuk membuat peta kemiringan lereng dan peta wilayah ketinggian.
Citra tutupan lahan Kabupaten Wonosobo dengan format (.ecw) (sumber: Here.com)
untuk membuat peta penggunaan tanah.
Peta kesesuaian tanaman sengon (dengan melakukan overlay peta ketinggian,
kemiringan lereng, dan penggunaan tanah).
Syarat tumbuh tanaman sengon.

5
Peta 2. Peta wilayah ketinggian daerah penelitian.

Peta 3. Peta kemiringan lereng daerah penelitian.

6
Peta 4. Peta wilayah kesesuaian tanaman sengon di daerah penelitian.

2.2.2 Metode Pengolahan Data Primer


Data primer yang dikumpulkan akan berupa rekaman wawancara, dokumentasi
kegiatan, dan mental map informan. Rekaman wawancara akan diubah menjadi verbatim
dan hasilnya akan dikategorisasi sesuai dengan identifikasi yang ditentukan untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dokumentasi kegiatan akan dibentuk menjadi
sebuah dokumentasi perjalanan selama kuliah lapang berlangsung. Sementara itu mental
map informan akan dijadikan sebagai patokan untuk deliniasi wilayah tanam sengon.
Pengolahan data dilakukan dengan mengkategorikan data kualitatif. Tahapan yang
dilakukan adalah, (1) membuat verbatim hasil wawancara dengan informan; (2) mencari
kata kunci; (3) mengkategorikan data verbatim sesuai dengan pedoman wawancara; (4)
melakukan analisis data.

2.3 Analisis Data


Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif. Analisis dekriptif kualitatif yaitu penelitian yang memberi gambaran secara
cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi

7
(Koentjaraningrat, 1993). Berdasarkan informasi dan deskripsi yang didapatkan dilapangan
kemudian juga akan dibentuk peta deliniasi wilayah tanam tanaman sengon.

2.4 Kendala Pengumpulan Data dan Solusinya


Dalam pengumpulan data di lapangan, peneliti mengalami kendala terjadinya
perbedaan pemahaman antara peneliti dan informan terkait penamaan kayu sengon dan
kayu albasia, serta terdapatnya kesalah fahaman informasi antara peneliti dan informan.
Informan mempercayai bahwa tanaman sengon dengan tanaman albasia berbeda.
Sedangkan menurut literatur, tanaman sengon memiliki nama latin salah satunya Albasia
sp. Kayu sengon dengan nama latin Albasia sp. yang merupakan sengon laut memiliki
sebutan lokal yaitu kayu albasia, sedangkan yang dimaksud dengan kayu sengon menurut
pemahaman warga lokal adalah kayu sengon solomon yang nama latin Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen. Perbedaanya bisa terlihat dari daunnya seperti yang tergambar pada
gambar 1 dibawah ini.

(a) (b)
Gambar 1. Perbedaan pemahaman jenis kayu sengon (a) kayu sengon (b) kayu albasia (Albasia sp.)
(sumber: Ghesa Meilinda)

Contoh kesalahan informasi lainnya yaitu ketika Informan 1 dalam hal ini adalah
Kepala Desa Gunturmadu menyampaikan kepada informan lainnya bahwa maksud
kedatangan peneliti ke Desa Gunturmadu adalah untuk memberikan solusi atas penyakit
yang diidap oleh tanaman sengon di Gunturmadu. Namun, maksud kedatangan peneliti ke
Desa Gunturmadu adalah untuk mengetahui bagaimana pola rantai nilai yang terbentuk dari
industri kayu sengon (Albasia sp.) di Desa Gunturmadu. Penyakit yang dimaksud kan oleh

8
informan adalah jamur karat tumor atau gall rust yang didalamnya membuat rongga pada
bagian batang tempatnya melekat.
Menurut Anggreni I dan Lelana (2011), Penyebab penyakit karat tumor pada
sengon ialah jenis fungi Uromycladium tepperianum (Sacc.) McAlpine. Jenis fungi karat
umumnya masuk dalam divisi Basidiomycotina, kelas Urediniomycetes, ordo Uredinales,
famili Pileolariaceae. Seperti patogen karat yang lain maka Uromycladium juga bersifat
parasit obligat yang hanya dapat hidup apabila memarasit jaringan hidup.

Gambar 2. Penyakit kayu sengon (Albasia sp.). (sumber:Anggreni I dan Lelana (2011).

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Harga jual kayu di daerah penelitian didasarkan pada diameter kayu sebagai acuan
dalam penentuan harga. Harga jual kayu didapatkan melalui wawancara mendalam dengan
informan menggunakan panduan wawancara serta informan tersebut sebelumnya sudah
dapat dipastikan memenuhi kreteria informan dalam penelitian ini.

Gambar 3. Wawancara mendalam dengan informan. (sumber: Ghesa Meilinda).

Harga ini juga dipengaruhi oleh aksesbilitas yang secara langsung akan
mempengaruhi panjang pendeknya rantai nilai kayu sengon (Albasia sp.) yang terbentuk.
Terdapat pembagian klasifikasi diameter kayu yaitu 10-14 cm, 15-19 cm, 20-29 cm, dan >
30 cm. Sehingga terdapatnya perbedaan harga jual kayu albasia di daerah penelitian seperti
pada tabel 1.

Tabel 1. Harga jual kayu albasia (Albasia sp.)

Diameter Kayu Desa Larangan Kulon Desa Pungangan Desa Gunturmadu


10-14 cm 650.000 600.000 680.000
15-19 cm 750.000 700.000 780.000
20-29 cm 850.000 800.000 880.000
>30 cm - 950.000 980.000

Rantai nilai yang terbentuk pada tiap desa di daerah penelitian dipengaruhi oleh
aksesbilitas pada tiap desa tersebut. Pada desa dengan aksesbilitas yang baik yaitu
terdapatnya jalan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut kayu sengon (Albasia sp.)

10
memiliki rantai yang lebih pendek. Desa dengan akses yang baik akan memiliki harga jual
kayu tiap klasifikasi diameternya akan rendah dibandingkan desa dengan akses yang
kurang baik seperti yang terilustrasikan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kaitan bentuk rantai nilai kayu albasia (Albasia sp.) dengan harga kayu per diameter dan kondisi
jalan di daerah penelitian.
Desa Rantai Suplai Diameter Harga kayu Kondisi jalan
(cm) (Rp)
Larangan Petani Depo 10-14 650.000 Berbatu, jalan sempit, curam,
Kulon 15-19 750.000 rusak sebagian
20-29 850.000
Pungangan Petani Pedagang 10-14 600.000 Aspal, terjal dan curam, tidak
Depo 15-19 700.000 rusak
20-29 800.000
> 30 950.000
Gunturmadu Petani Pedagang 10-14 680.000 Berbatu, terjal dan curam,
Depo 15-19 780.000 sebagian besar rusak
20-29 880.000
> 30 980.000

Berbedaan harga kayu albasia di setiap desa di pengaruhi kondisi jaringan jalan.
Kayu Albasia pada desa Guntur Madu relatif lebih mahal karena jalan yang berbatu
terjal,curam dan sebagian wilayah yang rusak. Sedangkan pada Desa Pungangan dan
Larangan Kulon relatif lebih murah karena kondisi jalan yang memungkinkan mobil
pengangkut kayu Albasia melakukan mobilitas.

Tabel 3. Rantai nilai dikaitkan dengan jarak, jenis jalan, harga fasilitas, dan suplai di daerah penelitian.
Desa Panjang Harga Jarak Jalan Harga fasilitas untuk Suplai
Rantai kayu membawa kayu
Larangan Kulon Pendek Sedang Sedang Batu Mahal Sedikit
Pungangan Sedang Murah Dekat Aspal Murah Sedang
Gunturmadu panjang Mahal Jauh Batu Mahal Banyak

Rantai suplai kayu albasia yang terbentuk pada daerah penelitian terbagi menjadi 2
tipe yaitu tipe pertama dengan alur dimulai dari petani yang akan menyuplai kayunya ke
depo melalui pedagang. Dan tipe kedua adalah alur dimana petani yang menyuplai kayunya
ke depo tanpa melalui pedagang, seperti yang diilustrasikan pada gambar 2 berikut.

11
Gambar 4. Rantai suplai kayu albasia (Albasia sp.)

Sedangkan pada rantai uang kayu albasia pada gambar 3 di daerah penelitian akan
berbanding terbalik dengan rantai suplai. Rantai uang kayu albasia bermula dari depo yang
akan memberikan uang hasil pembelian kayunya kepada pedangang yang kemudian dari
pedagang akan dibayarkan ke petani. Dalam proses tersebut terdapat proses pertambahan
nilai jual kayu albasia seperti yang diilustrasikan pada gambar 4, gambar 5, gambar 6.

Gambar 5. Rantai uang kayu albasia (Albasia sp.)

Perbedaan harga jual kayu albasia pada tiap diameternya didasarkan pada panjang
pendeknya rantai yang terbentuk. Semakin pendeknya rantai yang terbentuk, maka fungsi
depo dalam hal ini akan memiliki peran ganda yaitu sebagai penentu harga seperti
negosiasi harga jual kayu albasia tiap diameter pada petani kayu albasia serta penebang
kayu albasia. Dan rantai uang yang terbentuk akan semakin pendek secara langsung
mempengaruhi harga jual kayu itu sendiri yang relatif murah.
Terdapat perbedaan pada pola rantai kayu di Desa Larangan Kulon, dibandingkan
dengan Desa Pungangan dan Gunturmadu. Hal ini di karenakan Desa Larangan kulon
mempunyai lebar jalan desa yang sempit, sehingga pengepul kayu albasia tidak dapat
meletakan kayu-kayu potong di sisi jalan. Hal ini berdampak pada rantai suplai kayu yang
terbentuk dan dampaknya adalah terdapat perbedaan harga jual tiap diameternya pada Desa
Pungangan dengan Desa Larangan Kulon dan Desa Gunturmadu. Desa Pungangan seperti
yang diilustrasikan pada gambar 5 terdapat 2 pola rantai suplai kayu yaitu pola pertama
yaitu suplai kayu dari petani hingga ke depo melalui pedagang serta pola yang kedua
adalah suplai kayu dari petani hingga depo tanpa melalui pedagang.

12
Gambar 6. Pola rantai kayu (Albasia sp.) (atas) dan uang (bawah) di Desa Larangan Kulon. Garis tebal
menunjukkan arah pergerakan, garis putus-putus menunjukkan peran pelaku rantai nilai.

Sama halnya dengan Desa Gunturmadu, namun kedua pola tersebut di Desa
Gunturmadu terbentuk secara situasional. Pada saat permintaan akan suplai kayu oleh depo
yang normal akan melalui pola tipe pertama yaitu petani melalui pedagang kemudian ke
depo. Namun pada saat permintaan meningkat dan tidak diiringi dengan suplai dari
pedagang yang meningkat pula maka depo akan cenderung melalui pola kedua yaitu depo
langsung mendatangi petani untuk melakukan transaksi yang sebelumnya dilakukan oleh
pedagang seperti yang diilustrasikan pada gambar 6.

Gambar 7. Pola rantai kayu (Albasia sp.) (atas) dan uang (bawah) di Desa Pungangan. Garis tebal
menunjukkan arah pergerakan, garis putus-putus menunjukkan peran pelaku rantai nilai.

13
Gambar 8. Pola rantai kayu (Albasia sp.) (atas) dan uang (bawah) di Desa Gunturmadu. Garis tebal
menunjukkan arah pergerakan, garis putus-putus menunjukkan peran pelaku rantai nilai.

Informan kami menggambarkan lahan yang ditanami tanaman albasia (Albasia sp.)
diatas peta kesesuaian tanaman albasia (peta 2) yang telah kami buat berdasarkan syarat
tumbuh tanaman albasia (Albasia sp.) dan akan menghasilkan peta 3 dibawah ini.

Gambar 9. Penggambaran lokasi tanam tanaman albasia menurut informan (sumber: Giri Bayu Aji).

14
Peta 5. Peta perbandingan mental map informan dengan kesesuaian albasia. (sumber: hasil lapang).

3.2 Pembahasan
Pada daerah penelitian yaitu Desa Larangan Kulon, Desa Pungangan, Desa
Gunturmadu, Kecamatan Mojotengah, proses pendistribusian kayu sengon dari lokasi
tanam hingga industri pengolahan kayu sengon (Albasia sp.) terdapat 2 jenis
pendistribusian yang dikaitkan dengan aksesbilitasnya. Pada peta 5, menunjukan bahwa
tidak seluruhnya daerah penelitian kami memiliki aksesbilitas dalam hal ini adalah jaringan
jalan.
Desa Pungangan memiliki akses yang paling baik diantara desa-desa lainnya di
daerah penelitian. Di Desa Pungangan memiliki jalan yang luas dan kondisi jalan yang
telah di aspal. Hal tersebut berbeda dengan Desa Gunturmadu yang memiliki jalan yang
terjal dan berbatu. Dan untuk Desa Larangan Kulon memiliki jalan yang berbatu namun
tidak terlalu terjal seperti di Desa Gunturmadu.

15
Peta 6. Peta aksesbilitas komoditas albasia daerah penelitian

Gambar 10. Kondisi jalan di Desa Pungangan (sumber: Ghesa Meilinda)

16
Gambar 11. Kondisi jalan di Desa Gunturmadu (sumber: Ghesa Meilinda)

Pendistribusian dengan jenis pertama yaitu dengan akses baik dengan terdapatnya
jalan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut kayu sengon (Albasia sp.) dan jenis kedua
pendistribusian dengan akses kurang baik. Distribusi jenis pertama dikaitkan dengan akses
baik melalui beberapa tahap yaitu dimulai pada lokasi tanam kayu albasia yang memiliki
akses jalan dapat dilalui kendaraan pengangkut kayu albasia. Kemudian kayu akan
dipotong dan diletakkan di lokasi yang sudah ditentukan. Penentuan lokasi peletakkan kayu
albasia telah difahami oleh pedagang dan depo. Masing-masing pedagang dan depo
memiliki lokasi peletakkan masing-masing yang persebarannya mendekati tempat
pedagang bermukim yang memiliki akses jalan dapat dilalui kendaraan pengangkut kayu
albasia.

Gambar 12. Pola distribusi kayu albasia (Albasia sp.) dengan akses baik (sumber: Ghesa Meilinda)

17
Pada jenis kedua dengan akses kurang baik, pendistribusian dilakukan melalui
beberapa tahap seperti yang diilustrasikan pada gambar 7. Berdasarkan hasil wawancara
dengan Kepala Desa Pungangan yang sekaligus merupakan petani kayu sengon, Kalau
disini kan sering ada kayu yang ditebang, daripada pake biaya upah angkut dari kebun
yang engga ada jalannya jadi orang disini biasanya kayunya di hanyutkan aja lewat
sungai itu. (menunjuk ke sungai diluar). Di larung, di hanyutkan di sungai. Nah sampai
disini di stop, dan ditata di pinggir jalan. Jadi dimuat truk disini soalnya jalannya paling
luas didepan sini (menunjuk ke depan kantor desa).
Mulai dari lokasi tanam kayu sengon yang jauh dari akses jalan, sehingga membuat
petani melakukan koordinasi dengan penebang kayu dan penggotong kayu hingga
mendekati akses selain jalan dalam hal ini adalah sungai. Kayu akan dihanyutkan hingga
menuju lokasi dengan akses jalan terdekat. Pada lokasi dengan akses jalan terdekat
tersebut, kayu yang dihanyutkan akan diangkat dan diletakkan di badan jalan. Kayu-kayu
tersebut kemudian akan diambil oleh depo dengan menggunakan kendaraan seperti
kendaraan bak terbuka. Distribusi jenis kedua dengan akses kurang baik terdapat di Desa
Pungangan. Namun tidak seluruh proses pendistribusian di Desa Pungangan dilakukan
dengan proses jenis kedua ini, hanya pada lokasi tanam yang tidak memiliki akses jalan
saja.

Gambar 13. Pola distribusi kayu albasia (Albasia sp.) dengan akses kurang baik

Dalam hal pengolahan kayu hanya dapat dilakukan di luar daerah penelitian kami,
seperti penuturan dari salah satu informan kami yang merupakan adik Pak Nadirin bahwa
pabrik kayu paling banyak wonosobo,temanggung (Verbatim 1). Sehingga hasil dari

18
panen kayu tersebut selain dijual, sebagian akan digunakan untuk kebutuhan pribadi
menurut penuturan salah satu informan kami, Pak Nadirin yaitu kalo di sini kalo kayu
albasia kan disamping masuk pabrik kebanyakan yang besar-besar untuk bangunan.

Gambar 14. Salah satu contoh pemanfaatan kayu albasia oleh warga lokal (sumber: Ghesa Meilinda).

19
BAB IV
KESIMPULAN

Terdapat perbedaan rantai nilai yang terbentuk dari kayu albasia (Albasia sp.) pada
tiap desa di daerah penelitian. Rantai nilai komoditas kayu sengon (Albasia sp.) yang
terbentuk terdiri dari petani dan depo untuk daerah dengan aksesbilitas yang baik,
sedangkan untuk daerah dengan aksesbilitas yang kurang baik maka rantai nilai yang
terbentuk adalah petani, pedagang, dan depo. Daerah dengan akses yang baik, seluruh
kegiatan pelaku rantai nilai kayu sengon dilakukan di lokasi tanam.
Alur rantai nilai mempengaruhi harga kayu albasia (Albasia sp.) di setiap desa. Hal
tersebut tercermin dari makin panjangnya rantai nilai maka makin mahal harga jual
kayunya, sebaliknya, semakin pendek rantai nilainya maka semakin murah harga kayunya.
Berdasarkan hal tersebut terdapat korelasi antara aksesibilitas terhadap harga kayu albasia,
dimana semakin baik aksesbilitas di suatu daerah, maka semakin rendah harga jual kayu
albasia (Albasia sp.) di suatu daerah tersebut. Hal tersebut juga berkolerasi langsung
dengan semakin pendek rantai nilainya di daerah penelitian dengan aksesbilitas yang baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I., dan Lelana, N.E. 2011. Penyakit Karat Tumor Pada Sengon. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. (2012). Kecamatan Mojotengah Dalam Angka
2012. Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Wonosobo.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. (2015). Kecamatan Mojotengah Dalam Angka
2015. Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Wonosobo.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo. (2016). Kecamatan Mojotengah Dalam Angka
2016. Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Wonosobo.

Baskorowati, L., (2014). Budidaya Sengon Unggul (Falcataria moluccana) Untuk


Pengembangan Hutan Rakyat. Jakarta: IPB Press.

Hakim, I., Indartatik, dan Suryandari, E.Y., (2009). Analisis Tataniaga dan Pasar Kayu
Sengon di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 6 (2): 99 - 115.

Hidayat, J., (2002). Informasi Singkat Benih Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen. No 23,
Juni 2002. Jakarta: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

Koentjaraningrat. (1993). Metode-Metode Penelitian Masyarakat Edisi Ketiga. Jakarta:


Gramedia.

Republik Indonesia. (1967). Undang Undang No. 5 tahun 1967 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kehutanan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.

21
LAMPIRAN

1. Verbatim Depo Larangan Kulon


Giri : Eee... mohon maaf ya pak kalo direkam ya. Itu pak. Mungkin saya jelasin lagi
maksudnya apa aja. Jadi kita Pak dari universitas Indonesia pak lagi ngadakan penelitian
tentang kayu sengon, cuma pengen tau aja dari segi petaninya sama dari segi penebasnya
sama dari segi depo. Bapak kan sebagai depo.
Pak Nadirin : Depo ya ya
Giri : Terus kita mau wawancara sedikit si pak
Pak Nadirin : Gapapa, mungkin barangkali ada sedikit yang tau, ya mungkin bisa
Giri : Iya iya bener
Pak Nadirin : Kalo keseluruhan tau kan ga mungkin, mungkin sedikit kan ada yang tau
Giri : Mohon maaf pak sebelumnya, nama lengkap bapak siapa ya?
Pak Nadirin : Nadirin
Giri : Nadirin?
Pak Nadirin : iya
Giri : Sekarang ini pekerjaannya apa ya pak selain
Adik pak Nadirin : Pekerjaanya nganggur (sedikit tertawa)
Pak Nadirin : Sekarang dirumah, soalnya lagi lesu
Giri : Tapi kalo lagi nebas-nebas gitu, panen tiap bulan apa pak kira-kira
Pak Nadirin : Biasanya tu kalo payu tu gak,gak kenal musim
Giri : Gak kenal musim ya, oalah
Giri : Terus pak, udah tinggal di sena ini berapa lama kira-kira pak?
Pak Nadirin : Sejak lahir, asli penduduk sini
Giri : sejak lahir, ooo sejak lahir. Terus tiba-tiba jadi panen kayu sengon tu awalnya gimana
pak ceritanya?
Adik pak Nadirin : ya awalnya-awalnya coba-coba
Pak Nadirin : ya sebagian besar umumnya petani disini kan yang digedong kan kayu
sengon, albasia(dengan sedikit tekanan). Sengon albasia, kalo disini kan kayu sengon
berarti ada sengon laut, ada albasia
Giri : oo ada 2 ya?
Pak Nadirin : haah, tapi yang dominan kan albasia
Adik pak Nadirin : kalo sengon kan Bahasa Jakarta

22
Pak Nadirin : mungkin kalo Bahasa internasional atau Bahasa kampong sini kan albasia,
kalbi albasia
Giri : ada berapa jenis pak sengonnya?
Pak Nadirin : sengon ada 2
Dodo : bedanya apa ya pak, yang membedakan dari 2 sengon itu?
Pak Nadirin : soalnya sengon, kalo kalo di namakan sengon itu jarang sekali, ya tumbuh
disini tumbuh tapi aa apa aa peminatnya tu jarang sifatnya kurang bagus. Termasuk kayu
keras
Adik pak Nadirin : gak masuk pabrik
Dodo : kalo untuk di daerah larangankulon ini jenis kayu sengonnya yang?
Pak Nadirin : albasia
Dodo : lokasi dari penanaman kayu sengon itu dari sawah milik petaninya itu sendiri atau
milik yang lain
Pak Nadirin : kebanyakan milik petaninya sendiri
Giri : milik petani sendiri ya pak
Dodo : ga ada kayak hutan rakyat gitu pak?
Pak Nadirin : hutan rakyat ga ada. Hutan, termasuk hutan lindung juga ga ada sebenernya.
Termasuk masih, masih punya hutan. Mungkin kalo daerah mojotengah ke atas sana,
daerah dieng mungkin, tapi bukan kayu albasia
Giri : oo bukan
Pak Nadirin : termasuk udah kayu hutan. ada kayu pinus, kayu.. kalo disini albasia
Giri : kalo disini emang tempat yang cocok buat penanaman albasia dimana ya pak
Adik pak Nadirin : ya seperti ini ni (menunjuk tebing)
Giri : oo ditebing- tebing gitu, tegalan
Pak Nadirin : kalo di sawah kan, anu mas ya memang bagus, tapi kan aa lihat dari segi apa
manfaatnya kan masih manfaat untuk padi kalo di sawah. Heeh kalo di sawah masih
banyak manfaat untuk padi. Jadi kalo disini, kayu albasia kebanyakan di tegalan
Giri : itu ga mengganggu produktivitas padinya pak?
Pak Nadirin : oo ndak, tapi kalo di sawah ganggu
Giri : di sawah ganggu
Pak Nadirin : heeh di sawah ganggu, karena apa sinar mataharinya ga, ga apa
Giri : o iya karena tinggi tinggi ya
Pak Nadirin : karna tinggi

23
Dodo : disini kan bapak sebagai depo, tadikan bapak menerima hasil dari petani, aa itu
kira-kira bapak nerimanya dari daerah mana aja
Pak Nadirin : ya pokoknya daerah wonosobo juga, kebanyakan dari wonosobo. Malah dah
pernah sampe beli dari apa lampung juga
Giri : lampung? Wahh (terkejut)
Pak Nadirin : lampung masuk wonosobo, soalnya wonosobo memang,memang apa untuk
penggrajian untuk pabrik banyak
Adik pak Nadirin : pabrik kayu paling banyak wonosobo,temanggung
Pak Nadirin : jadi kayu dari lampung kebanyakan masuk ke jawa
Adik pak Nadirin : dari bogor, banten banyak
Giri : terus nanti bapak ngalirin lagi ke pabrik pak ya, apa diolah?
Pak Nadirin : engga
Adik pak Nadirin : diolah,di sumir dulu, di gergaji dulu nanti masuk ke pabrik
Pak Nadirin : kalo di sini kalo kayu albasia kan disamping masuk pabrik kebanyakan yang
besar-besar untuk bangunan
Giri : bangunan disini
Pak Nadirin : rumah, kalo disinia kebanyakan bangunan rumah ini kan pake kayu albasia
Giri : ada ini ga si pak, perbedaan harga belinya, misalnya petani yang jual disini kenapa,
petani yang dari sana
Pak Nadirin : ya jelas beda
Adik pak Nadirin : ya wong mau di ambil untung hehehe
Giri : iya si pasti. Soalnya emang cepet pak ya, kayu sengon itu
Pak Nadirin : iya cepet
Giri : bisa dipanen?
Pak Nadirin : kalo disini 10-12 tahun udah bisa. Tapi untuk lok
Giri : untuk apa?
Pak Nadirin : untuk lok
Giri : apa itu maksudnya?
Pak Nadirin : ya untuk masuk pabrik, kalo untuk bangunan kaya gini masih kurang kuat,
biasanya untuk bangunan rumah ya umurnya sampe 20-25 yang segini-gini. Tapi kalo
masuk pabrik ya segini udah masuk 10 cm ya?
Adik pak Nadirin : palik kecciil ya pabrik itu mulai diameter 10
Pak Nadirin : mulai diameter 10 udah bisa masuk pabrik

24
Adik pak Nadirin : tapi yang diameter 10-19 itu masuknya masuk itu sumir, tapi yang besar
masuknya itu super buat kayu lapis
Giri : aa masyarakat sini rata-ratabeli jadi atau dari petani ke depo pak jual
Pak Nadirin : kalo masyarakat sini kebanyakan menjual. Kalo petani menjual, jual ke
pengepul, depo
Giri : oo ada lagi pak bukan depo
Pak Nadirin : ndak, kan dari desa-desa kan ada dari petani dibrong dikit-dikit pengepul
terus jual lagi ke depo terus depo jual lagi pabrik
Giri : berarti petani yang udah ngumpulin bisa jadi pengepul pak ya?
Pak Nadirin : iya bisa, tapi kan pengepul sifatnya kecil-kecilan, kalo udah agak besar
sedikit kan depo
Giri : kalo yang jauh pernah ngirim kemana pak kayu yang udah diolah
Adik pak Nadirin : paling jauh
Pak Nadirin : Banyumas
Adik pak Nadirin : Tangerang
Giri : Tangerang? Ohh deket rumah saya dong pak
Adik pak Nadirin : heeh deket rumah kamu?
Giri : iya
Adik pak Nadirin : (tertawa)
Pak Nadirin : Tangerangnya mana?
Giri : saya di ciputat si pak, mungkin bapak ke pabriknya kali ya
Adik pak Nadirin : tapi kalo ke Tangerang, kayunya kayu keras
Dodo : kalo untuk asal mulanya kayu sengon di daerah ini gimana si pak apa emang dari
awalnya disini hutan sengon atau warga disini pertama membudidayakan sengon kemudian
sekarang jadi ada pohon-pohon sengon
Pak Nadirin : begini mas, kalo sengon biasanya tidak semerta-merta ditanam, biasanya
tumbuh sendiri. Tapi kalo albasia disamping tumbuh sendiri banyak memang ditanam
Adik pak Nadirin : kayu sengon seperti it utu mas (menunjuk pohon sengon), jelek itu
kayunya
Pak Nadirin : nah itu yang dinamakan kayu sengon, kalo albasia
Giri : yang mirip-mirip gitu ya pak
Pak Nadirin : haah mirip-mirip putih, daunnya ya bisa untuk makan ternak, tapi kalo
sengon laut itu untuk ternak ga mau
Dodo : jadi pohon sengon itu bisa buat tumpeng sari ga pak?

25
Pak Nadirin : pohon sengon buat tumpang sari ya bisa juga
Dodo : biasanya dibuat tumpang sari nanem apa?
Pak Nadirin : itu biasanya kan tumbuhnya di lereng-lereng itu loh, gak gak semerta merta
langsung ditanam itu ndak. Yang ditanam masyarakat kan albasia itu
Giri : aa mungkin pak kadusnya ni pak, tau ga si pak nanem kayu sengon itu?
Pak Nadirin : alasan masyarakat nanem kayu sengon itu ya memang disamping untuk
kebutuhan gapangannya orang jawa bilang untuk celengan, untuk bangunan rumah
alasannya begitu, disamping itu ya intinya mau dijual ya bisa. Sangat apa eee... cepet,
tumbuhnya cepet eee... perkembangannya cepet dijual gampang
Giri : itu harga jualnya ga berkurang pak?
Pak Nadirin ; sering, turun ya paling kalo pas lagi medun
Giri : naik terus pak?
Pak Nadirin : ya kebanyakan seperti bahan bangunan kan kebanyakan naik terus
Adik pak Nadirin : turun paling kisaran pabrik stoknya masih banyak biasanya turun
Pak Nadirin : itu kan permainan, permainan pabrik
Giri : jadi investasi masyarakat ya pak
Pak Nadirin : heeh
Adik pak Nadirin : kalo dolar turun biasanya harganya turun juga. Kayu itu harganya ikut
dolar
Pak Nadirin : kalo petani ya tetp masih rupiah
Dodo : untuk di wilayah sini untuk kayu sengon ada nilai adatnya ga si pak?
Pak Nadirin : nilai bagaimana?
Dodo : kayu sengon itu berhubungan sama nilai adat atau tidak
Pak Nadirin : oo ndak, ndak
Dodo : jadi hanya untuk ekonomi?
Pak Nadirin : ekonomi, biasanya apa nilai adat apa itu di bali hehe. Nek disini ndak.
Memang untuk kebutuhan
Dodo : tapi kebutuhan disini, kayu sengon sebagai kebutuhan utama atau..
Pak Nadirin : ya utama, utama. Disamping untuk ya ini kebutuhan utama kan untuk
bangunan
Giri : maksudnya ada pekerjaan lain ga pak selain jadi petani sengon?
Pak Nadirin : oh ya masih, kalo masalah kayu itu pekerjaan sampingan, pekerjaan utama
orang sini ya petani sawah padi, pokok
Pak Nadirin : itu peta mana mas?

26
Dodo dan giri : peta daerah sini pak
Dodo : ini larangankulon nah kita sekarang ada disini (menunjuk di peta)
Giri : nah kita ingin tau di wilayah mana aja kayu sengon ditanamnya terus kenapa dia
nanamnya disitu
Pak Nadirin : heeh alasannya apa kan?
Giri : iya alasannya apa
Pak Nadirin : biasanya kalo nanem di tegalan ya produktifnya ya kayu sengon. Kalo di
sawah kan tetep ganggu tumbuhan lainnya. Ya seperti palawija,sayur mayur, padi
Dodo : harga jual dari depo itu kira-kira berapa ya pak,range nya?
Adik pak Nadirin : kayu sengon harganya ada tiga macam
Giri : itu per apa si pak?
Adik pak Nadirin : per diameter atau perkubik , diameter mulai 10-14, 15-19, 20-24. Kalo
harganya ya variasi. Harga mulai 10-14 kalo harga sekarang itu sekitar 650 terus 15-19 750
terus 20-24 850-950 tapi kalo jual pabrik. Kalo nerima dari petani si sekitar 600-700
perkubik
Giri : ini maksudnya 10-14 kualitasnya apa gimana
Pak Nadirin : ndak,diameter
Adik pak Nadirin : diameter bulet 10, diameter 10-14 yang harganya segitu
Pak Nadirin : panjangnya rata-rata 130 cm
Giri : ini dari diameter ini ada yang mempengaruhi kualitasnya ga si pak?
Pak Nadirin : ada
Giri : Makin tebel maik bagus ya pak?
Pak Nadirin : enggak, maksudnya kan kualitas dari segi kayunya sendiri. Kadang ada
pokol. Pokol itu seperti ranting, terus cacat, cacat apa cacat batang seperti aa bahasa sini ya
gerap, jamur.
Giri : nah iya pak itu yang mau saya tanyain tadi si bapak itu juga nanya, kenapa si itu mas
rat-rata yang kecil udah ditumbuh jamur. Gara-gara apa?
Pak Nadirin : itu boleh dikatakan kalo dari ilmu kehutanan itu virus mas
Giri : virus?
Pak Nadirin : virus, jelas virus. Soalnya aa sekali tanam belum ada setahun ya udah ada
tumor
Giri : iya katanya segini-gini (perkiraan menggunakan tangan)
Pak Nadirin : nah itu namanya apa ya, saya udah pernah.karet uru apa ya Jadi sangat susah
pengendaliannya. Obatnya juga susah, tapi khusus daerah sini daerah wonosobo. Yang apa

27
penyakitnya bondol itu daerah wonosobo doang. Yang khusus dari banjar apa daerah
banyumas kesana udah ga penyakit itu tapi ular
Giri : ular?
Pak Nadirin : ulat, ulat bulu. Disini ulat bulu ndak. Di sini penyakitnya ya itu bahasanya
bendol, tumor. Masalahnya bisa segini mas(kepalan tangan). Kalo disesek nanti tumbuh
lagi
Giri : kalo rantingnya ditebang pak misalnya diranting?
Pak Nadirin : heeh numbuh lagi
Giri : di ranting yang lain?
Pak Nadirin : hee, nularnya cepet sekali. Kebanyakan mati. Ya kalo ga mati ya tetep cacat
sampai besar ya cepet cacat
Adik pak Nadirin : paling sulit ya penyakit itu
Pak Nadirin : gerot gerot itu kana da apanya, aa ada binatangnya. Kalo gerot makan apa
kulit kayu itu loh. Tapi bendot lebih di dalem kayu. Kalo udah dikerok habisin ya itu udah
hilang. Tapi bendol tu sangat susah. Kemarin udah demo sama kehutanan di daerah mudal
ya memang-memang susah
Adik pak Nadirin : soalnya virus mas
Dodo : untuk pembawaan kayu sengon itu sendiri misalkan dari petani ke depo itu?
Pak Nadirin : angkutan
Dodo : angkutan dari petaninya apa deponya?
Pak Nadirin : angkutan dari petani
Dodo : habis itu dari depo ke pabrik?
Pak Nadirin : aa angkutan depo, aa bisa pabrik ambil sendiri bisa depo angkutan pabrik.
Kalo dari petani, petani sendiri yang ngangkut ke depo
Giri : kesini berarti pak ya?
Pak Nadirin : iya
Giri : berarti dia udah motong-motong disana
Pak Nadirin : motong-motong kan di lokasi. Masih ada tenaga langsir
Giri : o iya pak katanya penebas itu datangnya dari depo pak, disuruh depo ya?
Pak Nadirin : apanya?
Giri : yang motong, bukan petaninya
Pak Nadirin : yang nebas petaninya, yang penebasnya itu. Petani biasanya menjual, yang
punya lahan menjual ya apa adanya. Yang nebang ya penebas, bukan petani
Dodo : jadi disini tugas khususnya dari depo itu apa ya pak

28
Pak Nadirin : tugasnya biasanya mengepul sama ya nerima lah hasil dari penebas. Berarti
penebas kan sendiri. Kadang ya depo sering menebas, tapi kebanyakan ya petani menebas.
Tapi tugas dari depo ya itu pengepul sama..
Giri : sama ke pabrik
Pak Nadirin : ke pabrik setelah jadi penggraian kalo yang kecil-kecil. Kalo ukuran yang
besar langsung masuk pabrik
Dodo : untuk persebaran kayu sengon yang masuk ke depo ini dilarangankulon darimana
aja?
Pak Nadirin : untuk daerah di larangkulon dia lingkup ini mas wilayah. Kadang ada yang
dari watu malang, kecamatan watu malang. Kalo larangan luas wilayah cuma berapa hektar
ya, 90 sekian hektar ya. Tapi luas tegalan cuma ga banyak, masih banyak sawah. Jadi
penerimaan depo disini ya mungkin kebanyak dari luar desa
Giri : berarti gada larangan dari luar desa bisa masuk?
Pak Nadirin : oh ndak ada
Giri : luar desa ga boleh masuk
Pak Nadirin : oh masuk bisa, bebas kalo petani punya bebas, jual kemana bebas. Tinggal
persaingan harga gitulah
Giri : petani larangankulon juga jual keluar boleh
Pak Nadirin: boleh, beli dimana-mana boleh (tertawa)
Pak Nadirin : sebagai contoh lah, ini ambil dari lampung darimana bisa
Giri : barang kali disini lagi mahal harganya ya, ngambil diluar
Pak Nadirin : heem masih standar harganya si
Adik pak Nadirin : kalo disini kan bahan bakunya kalokurang lah jelas kurang khusus
wonosobo, nek kualitas kayu paling bagus
Pak Nadirin : sama daerah sampean aja masih kurang, masih bagus sini

2. Verbatim Petani 1 Larangan Kulon


P: Mohon maaf nih mbah..di rekam yaa, jadi, kita mau neliti kayu nih mbah
M: Kayu albasia ya.?
P: Iyaadari petaninyaa..
M: Mohon maaf mbah kalo boleh tau namanya siapa..
T: Mbah jenenge sampean..
M: Saprudin
M: sebangsa saya..nih, banyak petani, sebangsa saya, petani albasia

29
P: oh..iyaa, dari kapan mba, petaninya, dari kapan mbah nanemnya.?
T: jenenge mulai jadi tani kapan? Mulai nani mbah?
M: Dulu..umur berapa dulu ya, puluhan tahun HAHAHAHA, pas cilik,orang tua saya ya
tani, mbah saya juga tani dulu,mbah ,buyut,bapak
P: Tani semua?
M: Tani semuaaa
P: berarti pekerjaan utamanya ya nani mbah? Nani opo toh mba?sawah atau apa?
M: ya sawah, ya tegalan
P: oh sawah dan tegalan juga.
M: Ngingun sapi bareng kiye,dulu panjeng bedol-bedol remek (bahasa jawa)
T: Ternak sapi,,kambing gitu loh mas
Do: Mbah,pohon sengon itu opo sih mbah? Kayu sengon?
M: Sengon ?besia seng..
T: nah,kalo di jakarta kan namnya sengon,kalo disini namanya albasial mas
M: Disini gak laku sengonn..albasiaseng laku
P: kenopo toh mbah ora laku sengon ne?
M: sengon ndakk baik disini.. peol-peol kayunya
T: gini loh mas.kalo disini beda jenis sengon dan albasia, albasia memang lebih mahal jadi
pada nanemnya albasia
P: Mbah lahan sengon nya dimana.. eh albasianya?
M: nadak tau saya lahane sengon dimana papannya
T: (berbicara bahasa jawakepada mbah)
M: Disini 3 lokasi,disana 2
P: oh disini 3,disana 2 .berarti punya 5 ya?
M: sekarang sudah saya berikan anak-anak,saya sudah tidak punya aapa apa.
P: anaknya lagi disawah mbah?
T: engga ,,disini anaknya yang satu lagi ngojek yang satu disawah dan ke BIPA,yang
satunya kerja dipasar.
P: Ooohhh..
T: intinya kan ini kayu sengon tetep di tanem,bukan buat kebutuhan tapi buat jangka
panjang
P:itu yang tanahnya dikasih sudah hak milik mbah sendiri?
M: yoo sudah saya mberikan semua,sama anake
T: maksudnya punya mbah ini tapi sudah diberikan semua ke anak-anaknya

30
P: maksudnya udah lahan pribadi kan?
T: Yaa lahan pribadi,,punya mbah ini
M:saya tauu..sebenarnya bahasa melayu tapi asale,ajeng mune kaneku ewek(bahasa jawa)
T:saya sebenarnya tau..bahsa indonesia,namun pengucapannya ga bisa mas
M: soalnyaa..dulu sekolah sd ndak tamat
Do: Luas sawah yang mbah punya berapa ya kira-kira?
T: (berbicara bahasa jawa)
M: menjelaskan luas tanah dalam bahas jawa
T: Ada yang 1000 lebih, ada yang 1500,ada yang seribu kurang mungkin 900an mungkin
lah
P: mbah alasan nanem kayu tuh opo toh?
M: Orang tani itu yang penting nanem ee,mau opo toh dari duluu,tradisi ne dari dulu begitu
dimana saja orang tani ya itu pekerjaanya, dimana saja ya dunia..
T: buat investasi juga mas bisa
P: kalo yang ngejual kayu sengonnya siapa tuh mbah? Mbah sendiri?
M: yaa saya yang jual,saya yang beli..kalo ada pembeli pembeli ne dateng
T: engga maksudnya, kalo ada kayu mbah nya jual ada yang belii.. terus kalo ada yang
nawarin mbahnya beli.
M: pokoknya orang tani dimana saja diseluruh dunia,kalo punya lahan ya di garap,punya
anak ya diberikan anak
Do:Kalo yang nebas kayu albasia,mbah juga?
T: Mbah, (kemudia bicara bahasa jawa)
M: ndak biasane berapa hektar punya ya di beli mau apa
T: gini mas jadi kalo satu lahan punya albasia,mahoni,trus pohon lain yaaa di beli
Do: nah kalo maanfaat abasia apa ya mbah
T: (berbicara bahasa jawa)
M: Nah, manfaatne go bel bangunan ya apik, go gawe ya barangne apik
T: nah kayunya buat bangunan ya bagus.buat barang ya bagus..
T : mas kalo di tinggal bentar ga papa ya mas,saya mau jemput, santai ga mas?
P; ohiya,makasih mass, gapapa santai aja mas,
(Translator pergi meninggalkan kami)
P: kalo harga kayunya itu berapan ya mbah?
M: orang niku,kayune 15 jutaa,umpama orang 2 gak nyatek batange 50an juta
P:dari sini bisanya dijualnya dimana?

31
M: disini saja jual mah..yang beli dari mana-mana yang beline orang mana saja
tauu,umpama saya punya kayu,orang mana saja tau saya punya kayu
P: berarti engga disetor ke depo?
M: ya pembeli yang setor di depo,bakul bakul kayu itu yang setor di depo.
Do: kalo kayu albasia disini ada nilai adatnya ga ya mbah?
M: spesial? Istimewanya?
T: mungkin itu mas,kalo yang dikatakan mbahnya albasia tuh kuat,bibitnya banyak yang
jual
Do: Mungkinn..gitu aja sih mbah sekian wawancaranya

3. Verbatim Petani 2 Larangan Kulon


G: ohiya mas yang tadi mohon maaf nih mas namanya lupa
I: saya? Bapaak saat..
D: pekerjaan nya nih mas utamane opo?
I: ya saya utamanya ngojek sih mas,kalo udah sore ya main ke sawah,bantu orang tua di
sawah,kalo ada waktu luang saya sering bantu
G: Kalo albasia itu nunggu panennya berap lama sih mas? Panennya?
I: Panentnya itu..hga sempet nganu sih mas, ga sempet diukur sama waktuan,kalo sekarang
sih mas semenjak muncul penyakit itu sebelum membesar ya di jual
D: Jadi panennya itu pas hampir mati atau lagi butuh biaya sih mas?
I: ya itu kalo udah kena tumor itu,itu udah ga lama lagi sih,kalo enggak daunnya kering, ya
matii mas.kan itu masuk ke kayunya mas
D: mas tinggal disini sejak lahir mas?
I:iya
D: itu sering bantu di sawah sejak kapan ya mas?
I: ya saya,kalo sampe sekarang masih tetep bantu sih mas,kan sering kecil di ajak bantu ke
sawah ke kebun sama ayah, ya sampe sekarang kalo ada waktu luang ya masih sih mas
D: menurut mas sendiri kayu albasia itu apa sih mas?
I: yaa.kayu albasia kalo, emmm maksudnya apa mas?
D: hmm maksudnya kaya kayu albasia tuh seperti apa? Apa berbeda dari kayu yang lainnya
gitu mas
I: ohh,gini khususnya di wonosobo,mungkin kalo albasia cocokan di daerah sini mas dan
juga kan lakunya kayu sama yang lain lebih tinggi,dan kebanyakan lakunya banyak yang
pabrik pabrik yang nerima nya kayu itu.

32
G: kalo yang lokasi yang bagus itu untuk penanaman kayu sengon itu dimana ya mas?
I: yang saya punya?
D: emm lokasi yang paling bagus untuk lokasi albasia
I: mungkin ini mas di sepanjang jalan ini,kan cocoknya ya albasia yang di tempat kadar
airnya sedikit ya mas, kalo yang kesana kan masa debit airnya masih banya.. jadi yang
kadar airnya kering
D: oh jadi yang kadar airnya yang kering
D: kalo kepemilikan lahan albasianya itu udah kepemilikan mas sendiri udah di bagi-bagi
gitu mas? Atau yang punya orang tua itu apa emang punya orang tua mas sendiri?
I: ya kalo kepemilikan lahan kan itu udah di bagi-bagi sama anak-anaknya,ya cuman pada
sibuk semua sih mas ya gimana, jadi ya ayahnya aja yang masih ngurus, tapi itu udah di
hibahkan sama anak-anaknya
G: ohhh gitu mas
I: kalo di desa kan memang adatnya seperti itu mas, sebisa mungkin jangan dijual
D: untuk alasan masyarakat di desa ii menanam albasia itu apa ya mas?
I: disinikan gini mas rata-rata itu menanamnya padi,kalo menanam kayu albasia itu
nunggu,lahan tanaman yang menghasilkan gitu loh mas
D: oh jadi untuk selingan tanaman padi gitu mas?
I: iya selingan,yang di utamakan itu padi mas
D:ohhh begitu mas
I: iya kalo lahan yang ga bisa dialirin air itu kan kering tuh lahannya mas,jadi bisa di
tanamin albasia atau singkong gitu mas
D: pohon albasianya itu bisa di tumpang sari ga mas? Biasanya ditumpang sari sama apa?
I: ohh bisa mas,singkong,jagung,pisang kadang-kadang
D: untuk harga jualnya sendiri mas,kalo petani itu matokin harganya sendiri ga sih mas?
I:oh kalo itu.. gini mas,jadi petani itu jualkan dari pohonnya tuh,kalo pohonnya segitu kan
ga bisa diukur dari timbangan atau apalah, biasanya dikira-kira aja mas,umpamanya 2
jutaa,opo kalo pengepulkan jualnya kibikan mas, apa di kibik-kibik gitu yaa, kalo dia
tergantung diameter sih mas
D: oh jadi tergantung diameter ya? Kalo dari kualitasnya mas berpengaruh ga terhadap
harga pohonnya?
I : Ya pengaruh sih mas,kalo udah diameternya lebih dari 30cm atau berapa tuh masuknya
udah super ya super
D: ohhitu super

33
I: kalo yang masih segini-gini tuh (menunjuk perbandingan) itu masuknya look jadi itu di
gerajian,seperti ini oh mas contohnya ( menunjuk perbandungan) Ini kak kayu albasia..eh
bukan ini kayu jmitri ini dikirim ke pabrik-pabrik toh mas ini paling kira-kira diameternya
5x12 lah kayanya..iya ukuran segitu lah kecil-kecil
D: panjang ya mas
I: endakkk..paling ukurannya ya segitu 5x12 lah mas palingan cuma
D: manfaat khusus kayu albasia mas untuk di desa ini
I: ya gini mas, tabungannya megang mas
D: tabungangan
I: nah sama mau buat rumah mas dari kayu ini,kalo punya pohon albasia kan tinggal
motong,kalo saya mau bikin rumah tinggal ngongkosin yang ngergaji aja kan, yaa kalo
punya sendiri
D: Ohhh kalo ga punya itu beli kayu,beli apa
I: iya kalo ga punya kan beli ini beli tu
D: kalo kayu albasia ini punya nilai adatnya ga mas disni?
I: ya itu intinya buat tabungan lah mas
G; berarti ga ada ya mas?
I: ya kalo orang sini kan kalo mau hajatan,mau kawinan kalo punya tabungan kayu kan bisa
langsung tebang lah gitu
D: ooo itu seperti tabungan tapi misalnya lagi butuh terus di tebang pasti ada yang beli
mas?
I: oooo PASTI adaa PASTI adaa..sekarang sy punya saya telfon yang mau beli, pasti
langsung mau beli
D:Mas,aktivitas dari petani albasia disini hanya untuk menanam? Apa ada tugas lain itu
seperti menebas/memotong gitu mas
I: ya kalo petani itu ya menanam mas,merawatnya,kalo menebas kan bukan tanggung
jawab saya
D: kalo dalam penanaman kayu albasia ini asal mulanya gimana sih mas, apa dia numbuh
sendiri atau di budidayain gitu
I: ya kalo yang budidayakan ada mas,tapi kalo dari buah yang jatuh dari pohonnya gitu
juga ada mas.
G: oooo jadi albasia ada buahnya mas.
I: ohh ada mas, seperti biji apa itu, biji pete,itu terbang bijinya bisa jatuh di tanah terus
tumbuh, nah seperti itu.

34
4. Verbatim di Desa Pungangan
Ghesa: Assalamualaikum bapak, dan ibu. Saya Ghesa, rekan saya Nadya dari Departemen
Geografi dan yang ini namanya Henry dari University of Sydney, Australia. Kami ingin
mewawancarai bapak terkait dengan kayu sengon atau albasia dari pohonnya hingga
sampai siap jual. Mohon maaf pak, nama bapak sebelumnya siapa, dan pekerjaan bapak
apa ya pak? Hehehe maaf pak sebelumnya.
Kades: Saya Rahmadi, saya kades sementara disini. Di Desa Pungangan selagi nunggu
pemilihan ulang soalnya ada kekosongan kursi pemerintahan. Ohiya ini, mau neliti dari
ladangnya sampe ke tempat pengepulnya, kan seperti itu?
Ghesa: iya betul seperti itu bapak.
Sekertaris desa: harus menyaksikan pada waktu penebangan?
Ghesa: Enggak bu.
Kades: Oh enggak.
Ghesa: sebelumnya apakah bapak memiliki tanaman albasia juga pak?
Kades: iya punya.
Ghesa: Jadi misalkan bapak punya pohon, terus bapak jual ke pengepul itu berapa? Jadi
kami ingin mengetahui juga perbedaan harganya pak.
Kades: harganya berkaitan sama kayunya
Ghesa: jadi kita ingin tau juga pak alasan kenapa petani kayu sengon itu menjual kayunya,
terus berapa harga dia jual kayunya ke pengepul begitu pak.
Nadya: lebih ke ekonominya pak.
Kades: kalau alasan jual itu, tergantung pemilik pohonnya. Kadang dijual karena biaya
anak sekolah, hajatan, sunatan.
Sekertaris desa: yang kedua itu kalau penyakitan jadi yang tadinya belum layak jual,
jadinya tetap dijual kalau memang kena penyakit. Itu kalau albasia. Atau.. kalau ada
angin kencang itu.. bisa patah.
Nadya: bisa patah.
Sekertaris desa: jadi itu enggak bisa dirawat sampe besar (terdengar suara motor
melintas).
Kades: jadi penelitiannya cuma penjualan aja? Tidak sampe penyakitnya?
Ghesa: betul pak, mohon maaf tidak pak. (suara motor melintas)
Kades: terus kapan mau ke lapangannya?
Nadya: kalau bisa sih hari ini pak

35
Kades: nah kalau begitu.. saya harus menghubungi depo? Atau penjual kayu atau
bagaimana rencana kamu?
Nadya: hmm paling kami nanti minta. Ini aja pak. Apa namanya. Arahan ke
depo.
Kades: Oh kedepo saja.
Nadya: He eh pak, kalau disini ada deponya pak?
Kades: kalau depo tidak ada. Sudah lain desa.
Ghesa: tapi ga ada pengolahnya ya pak? Atau disini cuma nanem aja?
Kades: disini ga ada. Iya cuma nanem aja. Biasanya depo itu ada yang ngolah dan ada
yang ga, cuman jual gelondongan itu aja ada.. yang ngolah juga ada.. neng gondang sing
ngolah ada gak sih? (bertanya pada sekertaris desa).
Sekertaris Desa: nggih, niko sing pasar niko sing mbeji.
Kades: mbeji pundi? Oh pengkolan nggih?
Sekertaris Desa: nggih nggih.
Nadya: itu mungkin apa pak namanya. Hmm.. petaninya
Kades: (batuk-batuk). Hmm. Petaninya?
Nadya: iya petaninya. Kita apa namanya eemm.. cara kerjanya wawancara.
Sekertaris Desa: Oh mau ngewawancarai petaninya?
Ghesa: iya betul ibu. Mohon maaf ibu sebelumnya dengan ibu siapa dan pekerjaanya apa
ya bu ehehe? Tapi misalnya ibu punya pohonnya, ibu poto ibu tebang sendiri apa nyuruh
orang bu?
Kades: kalau ibu ini (menunjuk ke sekertaris desa) punya.. punya pohon.
Sekertaris Desa: Saya puji, saya sekertaris desa disini. iya saya nyuruh orang biasanya.
Ada orangnya biasanya, soalnya saya gapunya alatnya. Opo jenenge pak?...
Kades: sinso. (chainsaw)
Sekertaris Desa: nggih sinso. Gergaji sinsonya gapunya
Ghesa: itu ibu biasanya kalau ke yang motong itu.. ibu upahin doang apa kayunya dijual ke
yang motong bu?
Sekertaris desa: kalau di dikelola untuk sendiri berarti kita kehilangan memberikan
upah.
Ghesa: he eh betul ibu.
Sekertaris Desa: tapi kalau dijual, diupahin untuk motong-motong gitu untuk ngangkut
sampe ke mobil
Ghesa:

36
Sekertaris Desa: kan pertama kalau mau dijual dipotong, terus setelah dipotong mau
ukuran berapa diangkut ke mobil dibawa ke depo.
Ghesa: tapi ibu yang motong sebelum ada nego harga atau kayu ibu sebelumnya udah
dibeli sama depo?
Sekertaris Desa: ya nanti setelah dipotong nanti diukur berapa rate yang didapat.
Berapa jadi berapa rate gitu oleh depo.
Ghesa: oh jadi dianter ke depo dulu baru diukur atau pas ngukur itu ada depo di lokasi
nanemnya?
Sekertaris Desa: di tempat itu. Dimobil itu sudah diukur. Di sket.
Ghesa: itu biasanya berapa bu ukurannya dan sketnya?
Sekertaris Desa: tinggal berapa besar kecilnya diameter kayunya.
Ghesa: jadi ga ada standar klasifikasinya bu?
Kades: kalau yang kecil kan lebih murah. Tergantung ukuran. 20 ke atas sampai.. 35
atau berapa itu tertinggi tapi tergantung bulatannya. Makin besar harganya udah beda lagi.
Ghesa: oh dimeternya.
Kades: kan dipisah pisah.
Ghesa: biasanya kalau dijual berapa bu?
Kades: ga mesti, kalau lagi pasar rame naik. Pas pasar sepi turun.
Ghesa: ooohh.. hmm.
Kades: gamesti soalnya.
Ghesa: tapi yang ngasih harga biasanya siapa pak?
Kades: selalu ada informasi dari depo, dari pusat. Kalau di Kecamatan Sepuran itu di
jurusan Purworejo skalanya udah internasional. Kan itu ada yang dari petani dan pengepul.
Misalnya saya mau jual berapa nih terus diperkirakan berapa harganya gitu. Itu sering ada
yang seperti itu. Ada yang petani langsung matok harga juga ada. Tapi kebanyakan
sekarang yang dari pengepul yang kasih harga. Kalau disini kan sering ada kayu yang
ditebang, daripada pake biaya upah angkut dari kebun yang engga ada jalannya jadi orang
disini biasanya kayunya di hanyutkan aja lewat sungai itu. (menunjuk ke sungai diluar). Di
larung, di hanyutkan di sungai. Nah sampai disini di stop, dan ditata di pinggir jalan. Jadi
dimuat truk disini soalnya jalannya paling luas didepan sini (menunjuk ke depan kantor
desa). Jadi laporan jenengan ini dilaporkan ke kabupaten atau ke dosen saja?
Nadya: hmm setelah ini kayaknya ke dosen saja pak.
Sekertaris Desa: yang temennya ini (menunjuk ke Henry) sudah bisa bahasa Indonesia?
Henry: Ya sudah bisa sedikit.

37
Nadya: kalau bapak tau ga batas-batas hutan albasia?
Sekertaris Desa: ga ada yang khusus albasia. Jadi campur. Disini tuh ada sengon sama
albasia. Sengon sendiri, albasia sendiri. Albasia itu yang banyak penyakitnya, sengon tuh
enggak.
Ghesa: tapi menurut ibu, perbedaan sengon sama albasia sendiri itu apa?
Sekertaris Desa: bedanya dari daun, kayunya, sama fungsinya. Kalau albasia cepat besar
tapi itu kalau sekarang sudah itu.. penyakit. Kalau sengon itu perkembangannya lamban
tapi kayunya lebih keras.
Ghesa: ohh tapi warnanya kayu sama ibu antara kayu sengon sama albasia?
Sekertaris Desa: lain.
Kades: kalau sengon itu galihnya coklat. Daunnya coklat, albasia daunnya hijau tapi
kayunya putih. Oh iya mba nya semester berapa mba?
Ghesa dan Nadya: kami 5 pak.
Kades: oh 5, saya juga punya tetangga dari UI tapi saya lupa namanya.
Ghesa: oh iya pak. Mohon maaf mau tanya pak, kalau disini mayoritas nanemnya albasia
atau sengon?
Kades: albasia. Soalnya kalau sengon tumbuhnya lama. Terus kalau menurut kalian, ada
rujukan tentang apa bedanya sengon sama albasia ga?
Ghesa: oh iya pak, setau kami. Yang pernah kami pribadi baca dari penelitian orang di IPB
Bogor kalau albasia itu salah satu jenis spesies dari sengon atau bisa dibilang nama
ilmiahnya sengon pak.
Kades: jadi yang dimaksud mba itu yang menjadi sasaran itu albasia?
Ghesa: iya betul albasia.
Kades: berarti satu pohon dua nama itu?
Ghesa: jadi sengon itu punya nama-nama latin sesuai sama jenisnya pak. Kalau dia sengon
laut itu Albasia sp. pak.
Kades: ohh tau ga bedanya apa?
Ghesa: tau pak, jadi seperti yang dijelasin ibu tadi batangnya putih, daunnya kecil-kecil
seperti putri malu kalau orang umum nyebutnya terus daunnya hijau untuk albasia pak.
Kades: seperti yang itu ga pohonnya? (menunjuk ke lokasi tanam dekat dengan kantor
desa).
Ghesa: nah iya betul seperti yang disana.
Kades: nah itu kan albasia. Kalau menurut jenengan kan sengon.
Ghesa: nah betul pak

38
Kades: hahaha iya betul hanya beda penyebutan nama aja.
Nadya: kalau disini untuk wilayah tanam ada wilayah tertentu engga pak?
Kades: nah kalau yang diatas sini (menunjuk ke lokasi tanam yang letaknya lebih tinggi
dari kantor desa) albasia semua. Ada sengon juga tapi cuma dikit.
Ghesa: oh seperti itu pak.
Kades: oh iya saya baru ingat. Ukuran kayunya itu ada 10 15 itu 600, 15 19 itu 700, 20 29
itu 800, terus sama 30 up
Ghesa: atas?
Kades: iya, harganya biasanya 950.
Ghesa: untuk lokasi tanamnya dimana saja pak?
Kades: nanemnya kan dikebun, di atas saluran air depan kantor ini yang kearah atas. Tapi
kalau yang saluran kebawah ini sawah.
Ghesa: oh iya pak.
Kades: mari diminum (menawarkan minuman), disini adanya seperti ini. Beda sama
Jakarta adanya burger. Disini adanya ketela. hahahaa
Ghesa: hahaha iya pak terima kasih banyak pak. Maternuwun sanget.
Nadya: oh iya pak jadi ini ada apa.. namanya.. citra dari Desa Pungangan pak, nih kan jadi
yang Pungangan yang sebelah sini (menunjuk ke citra).
Kades: yang ini? (menunjuk ke citra yang ditunjukan oleh Nadya)
Nadya: heeh kan yang Pungangan sebelah sini
Kades: ini sawah. Terus ini yang dibawah saluran.
Nadya: oh ini yang dibawah saluran. Oh berarti yang daerah sini (menunjuk ke citra) tidak
ada?
Kades: sini (menunjuk ke citra yang ditunjuk Nadya) ada tapi ga banyak jadi sebagian aja.
Ini banyaknya persawahan. Nah ini yang ijo ini (menujuk citra) berarti perkebunan.
Nadya: Perkebunan itu isinya albasia sama sengon semua atau ada yang lain ?
Kades: ada, sama dimitri. Dimitri itu yang daunnya gini (memeragakan gerakan bentuk
daun yang melengkung).
Ghesa: kalau jati ada enggak pak?
Kades: kalau jati atau babon itu ada tapi engga banyak.
Nadya: berarti albasia sama sengon itu ada disekitar sini ya pak?
Kades: ya sekitar sini yang hijau ini loh. Nah yang ini tuh batas wilayah?
Ghesa: itu jalan pak mohon maaf.
Kades: oh iya jalan.

39
Ghesa: mohon maaf pak boleh tolong digambarkan wilayah tanam albasianya pak.
Kades: oh iya enggak apa-apa dicoret-coret?
Ghesa: iya tidak apa-apa pak. Silahkan pak.
Nadya: kalau albasia cuma ditanem albasia tok atau ditanem yang lain?
Kades: kalau masih kecil bisa ditanem dengan yang lain. Nah tapi kalau udah besar enggak
bisa soalnya ngalangin yang bawah. Kalau masih kecil gapapa.
Ghesa: ohh seperti itu pak.
Kades: istilahnya tanaman apa itu tumpang sari. Tapi kalau udah gak kena sinar, udah
mati. Tapi kalau disini abis dipanen, beli bibit lagi.
Ghesa: kalau beli bibit itu berapa harganya biasanya pak?
Kades: tergantung tinggi bibitnya. Berapa centi. Ada yang seikat itu isi 5 berarti satu
batang harganya 15ribu.
Ghesa: berarti untung ya pak kalau jual kayu sengon?
Kades: ya untung. Tapi harus nunggu minimal itu segini (memperagakan tinggi tanaman
dengan tangannya). Dan biasa dari pemerintah dikasih bibit sih.
Ghesa: oh dikasih.
Kades: iya biasanya modelnya polybag itu.
Ghesa: berarti disini cuma tanam aja ya?
Kades: iya. Sementara disini ga ada yang jual bibit sama pengolahannya.
Nadya: ada tanaman lain enggak pak selain tanaman kayu yang ditanam disini?
Kades: ada kemarin dari pemerintah agroforestry ngasih bibit sama penyuluhan tentang
durian sama manggis. Nah kalau itu mungkin cocok dengan suhu di sini.
Ghesa: jadi kalau untuk kayu albasia sendiri, tugasnya pengepul itu sebenernya apa pak?
Terus apa bedanya sama depo?
Kades: nanti hasil kayu itu kalau tanamannya siap panen, depo atau pengepul itu datang ke
kebun kita, terus nego harga sama ngukur. Nah pengepul nanti motong kayu kita terus
dibawa ke tempatnya. Pengepul itu biasanya motong gelondongan kayu yang dibeli sama
kita tadi di tempat pengolahannya jadi kayu-kayu yang biasa kita liat itu. Nanti .. depo
atau pengepul nyetor kayunya ke mana saja. Terserah pengepulnya.
Nadya: jadi sini itu kalau kayu albasia semuanya di setor ke Gondang?
Kades: iya betul tapi ga semua. Soalnya terserah anda mau setor kemana. Biasanya punya
langganan depo sendiri-sendiri.
Nadya: Gondang itu masuk kecamatan mana?
Kades: Watumalang. Tadi enggak lewat sana toh?

40
Nadya: he eh lewat pak.
Kades: pas pasar tadi itu loh, naik sedikit ketemu sekolah udah beda kecamatan. Nih yang
ini loh (menunjuk lokasi di citra).
Ghesa: kalau disini kayu itu sebagai tanaman yang jadi unggulan hm maksudnya
tanaman yang merupakan selingan atau tanaman yang ditanam terus pak?
Kades: jadi disini tanaman kayu albasia itu hanya sebagai selingan saja mba. Mayoritas
disini jadi petani. Soalnya padi panennya cepet cuma berapa bulan aja.. tapi kan kalau
kayu bertahun-tahun harus nunggu. Jadi kayunya selingan mba..
Ghesa: ohh, tapi ada selingan lain tidak pak selain tanaman kayu-kayuan?
Kades: oh itu. Ada dari pemerintah ada penyuluhan tentang salak itu loh lagi
digalakkan penanaman salak disini. Jadi semenjak albasia banyak penyakit kan disini
petani merasa rugi, jadi dengan adanya penyuluhan salak itu. Hmm.. petani jadi merasa
ada alternatip. Hasilnya lebih cepat terus itu menjanjikan kalau salak.
Nadya: kalau kayu penebangnya selalu dari desa sini atau enggak pak?
Kades: Oh ndak mesti dari sini. Tergantung depo nya.
Ghesa: tapi biasanya ngupahin pemotongnya berapa pak kalau mau dipakai sendiri
hasilnya?
Kades: Ndak mesti mbak, jadi biasanya satu hari itu tenaganya 150 ribu satu orang yang
nebang.
Asisten desa: Kalau yang membawa yang udah di potong dibawa dari penanaman sampe
tempat buat ngelarung. Nah nanti di bawah ada yang ngangkut lagi. Masing-masing dikasih
50 ribuan lah.
Ghesa: oh nanti diangkut sampe mobil?
Kades: iya betul.
Ghesa: jadi di lading itu ada orangnya yang membawa kayunya sampe dilarung. Terus
nanti dibawa pake mobil pak nah itu mobil seperti truk siapa yang punya pak?
Asisten desa: nah itu dibawa kan terus dilarungin, sebelumnya udah nego harga sama
depo. Jadi itu mobilnya depo jemput kayunya nanti.
Kades: jadi gini loh mbak.. di kebun itu selain buat nanem tanaman kayunya, jadi tempat
nego depo sama petaninya mbak.
Ghesa: Oh seperti itu. Jadi turun langsung. Kalau bapak mohon maaf, sendiri punya
tanaman albasia juga pak? Oh iya sebelumnya maaf nama bapak siapa?
Asisten desa: saya Ahmadi. punya saya. Nanti saya tunjukin.
Kades: nah nanti bisa ditunjukin sama bapak ini. Oh iya mba e kesini naik mobil atau apa?

41
Nadya: kami naik angkot pak. Nyarter hehe. Oh iya pak disini ada data-data kepemilikan
tanaman kayu di kebun itu sendiri pak?
Kades: kalau disini sebenernya ada, tapi yang nyimpen datanya lagi keluar. Nah itu
biasanya ada berapa luasnya, siapa aja yang punya, ekonominya gimana. Ini kamu
(menunjuk ke Henry) sudah berapa tahun disini?
Henry: eehmmm emm pat. Bulan, empat bulan. Eehmm.. saya ee.
Mahasiswa di universitas Sydney..
Kades: empat bulan. Oh Sydney.. Australi. hahaha
Henry: apa.eeee makanan tradisional wonosobo?
Kades: di wonosobo itu mie oblok. Nah kalau yang berkaitan sama carica itu oleh-oleh.
Terus kacang dieng.
Henry: Oh.
Kades: yasudah jarene mau kelapangan monggo biar dianter bapak ini (menunjuk ke
asisten desa). Tapi nanti balik kesini lagi ya mbak
Ghesa: iya siap pak
(kami pun berjalan menuju lokasi tanam kayu albasia diantarkan asisten Desa Pungangan).
Asisten desa: nah ini mbak (menunjuk ke pohon albasia di kebun campuran yang
letaknya tidak jauh dari kantor desa) ini itu albasia. Nah yang itu (menunjuk ke pohon di
sebelahnya) itu namanya sengon.
Nadya: kalau lokasi tanam yang punya bapaknya yang mana?
Asisten desa: nah kalau saya yang ini mba (sambil berjalan menuju lokasi tanam bapaknya
yang jaraknya hanya 5 meter dari lokasi pertama). Sebelah sini punya saya, yang disitu
punya sodara saya. Nah yang itu lagi punya ibu nya yang di kantor desa tadi. Nah! Itu
mbak! Liat deh ada orang naik motor itu. Dia bawa bibit kayu albasia tuh harganya 3
ribuan
Ghesa: Oh seperti itu itu jauh ya pak dari sini?
Asisten desa: deket sih 10 km dari sini kayaknya.
Nadya: kalau pohon yang besar sekali itu apa pak?
Asisten desa: itu sengon mbak. Bisa jadi setinggi itu kalau sengon. Kalau albasia susah.
(sambil berjalan kembali menuju ke kantor desa). Nah yang bisa diliat cuma yang itu mbak.
Yang lokasi tanem lainnya itu jauh dari sini terus jalannya nanjak ga ada jalan bagus kayak
gini mbak
Nadya: mohon maaf pak tadi umur bapak berapa ya?

42
Asisten desa: saya 70 tahun mbak sudah tua hahaha. Nah! Sudah balik lagi kita. Nah
ini (menunjuk saluran air di depan kantor desa) sungai ini buat ngalirin yang kayak
dijelasin pak kades. Nah nanti kayunya ditaruh sini. Orang-orang udah punya tempatnya
masing-masing. Jadi mereka tau ini punya siapa terus deponya siapa yang ambil.
Nadya: menarik ya pak (kemudian kami tiba di kantor desa kembali).
Kades: sudah mbak liat kebunnya?
Ghesa: Terima kasih pak.. sudah.. oh iya pak, mohon maaf ini ada sedikit kenang-
kenangan dari kami (memberikan souvenir pada pak kades), terima kasih banyak
informasinya sama jalan jalannya pak, ibu.
Kades: Wah! Ini buat saya juga toh? Terima kasih banyak loh mbak! Semoga informasinya
bermanfaat mbak. Senang bisa membantu.. hehehe.
Asisten desa: Terima kasih mbak gausah repot-repot hehe.
Sekertaris desa: Terima kasih loh mbak e.. jangan kapok ya mbak kesini.
Ghesa: kami ibu yang seharusnya berterima kasih. Yaudah bu kami pamit.
Ghesa dan Nadya: Wassalamuaikum pak, bu kami permisi. Terima kasih banyak pak
sekali lagi.
Kades: Ya walaikumsalam mbak, hati-hati dijalan. Nanti keluarnya lewat situ lagi aja
mbak e.
Ghesa: siap pak, terima kasih. Kami permisi pak.

43

Anda mungkin juga menyukai