Abstrak
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan lokal yang diterapkan masyarakat Desa
Sambori dalam pemanfaatan tumbuhan yang digunakan sebagai bahan banguan. Kerajian dan rumah
adat. Penelitian dilaksanakan di Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima NTB pada bulan
Januari sampai Februari 2016. Metode penelitian ini ialah metode deskripsi etnografis melalui
wawancara dan studi literarur. Pemilihan informan menggunakan teknik snowball dengan karakterirtik
utama responden ialah merupakan tokoh masyarakat dan tokoh adat Sambori sebanyak 30 orang.
Analisis data dilakukan dengan analisis deskripsi etnografis. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah
tanaman yang dipakai untuk Kerajinan ialah 3 jenis tumbuhan yang terdiri dari jenis tumbuhan
Pandanus sp , Borassus flabellifer dan Gigantochloa atter. Tumbuhan yang digunakan untuk bahan
bangunan terdiri 5 jenis yaitu Cocos nucifera, Swietenia mahagoni, Paraserianthes falcataria,
Artocarpus heterophyllus Lam dan Tectona grandis. Tumbuhan yang dimanfaatkan untuk rumah adat
sebanyak 14 jenis kayu bangunan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah Uma Lengge dan 3 jenis
tali temali yang berasal dari serat pohon yang ada di sekitar desa Sambori. Jenis kayu tersebut adalah
bambu (Arundinaria japonica ), cuma/duwet (Sycygium cumini), rondu/kapuk randu (Ceiba pentandra),
jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), kandaru/akasia (Acacia mangium), sengon
(Parasarienthes falcataria), alang-alang (Imperata cylindrical), nangka (Artocarpus heterophyllus),
mpipi/beringin (Ficus benjamina), lobo/sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), mahoni (Swietenia
mahagoni), supa/meranti (Shorea leprosula) dan pinang (Pentace spp.). Sedangkan tali yang digunakan
adalah dari rotan, serat pohon kalimone dan bulunao (ijuk).
1. PENDAHULUAN
Masyarakat desa Sambori merupakan masyarakat yang hidup di bukit dan lereng Gunung Lambitu
Kabupaten Bima Nusa tenggara Barat. Mereka memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan mengambil hasil hutan, bercocok tanam di lahan pertanian,
beternak serta berladang di pegunungan. Masyarakat Sambori juga merupakan masyarakat yang memiliki
ciri khas yang berbeda dengan masyarakat Bima pada umumnya karena masyarakat Sambori yang hidup
di atas pegunungan memiliki bahasa dan budaya yang sebagian berbeda (Alan, 2013). Bagi masyarakat
Sambori rumah merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan keluarga. Dalam falsafah
masyarakat Bima lama (Sambori dan Donggo) bahwa orang yang baik berasal dari keturunan yang baik,
mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tangguh
yang lincah. Dari ungkapan diatas jelaslah rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima NTB pada bulan Januari
sampai Februari 2016. Penelitian ini ialah suatu studi etnografis yang berfokus pada interaksi manusia
dengan ekologi yang ada di sekitarnya. Pengambilan data dengan menggunakan metode wawancara
deskripsi etnografis dengan pemilihan informan menggunakan teknik snowball (bola salju) (Singarimbun,
2010). Jumlah Responden yang diwawancarai sebanyak 30 orang (25 laki-laki, 5 perempuan) dengan
karakteristik utama responden ialah orang yang menjadi tokoh masyarakat, tokoh adat dan aparat Desa
Sambori yang mengetahui budaya masyarakat Sambori. Analisis data dilakukan dengan analisis
etnografis sesuai dengan pendapat Spradley, 1997, dengan tahapan analisa data mengikuti sifat umum
dalam tahapan penelitian kualitatif menurut Usman dan Akbar (2006) sebagai berikut yaitu Mereduksi
data, Penyajian data dan Penarikan kesimpulan. Identifikasi tumbuhan menggunakan Atlas Tumbuhan
Indonesia Jilid 6 (Dalimartha, 2009).
Lokasi Penelitian
Desa Sambori berada di dataran tinggi sekitar ±1120 mdpl yang berada di bukit serta lereng
gunung Lambitu. Luas Desa Sambori kurang lebih 1.802 Ha atau sekitar 33,58 % dari luas wilayah
kecamatan Lambitu. Sekitar 1.260 Ha adalah lahan Sawah dan tegalan. 500 Ha lebih merupakan kawasan
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 257
pemukiman dan lainya. Kawasan perkebunan dan kawasan lindung seluas 736 Ha. Suhu udara di
Sambori rata-rata antara 20 hingga 25 ˚C. Secara garis besar desa Sambori terbagi atas tiga Dusun, yaitu
dusun Lambitu, dusun Lengge 1 dan dusun Lengge 2, yang terdiri dari 4 RW dan 10 RT. Jumlah
penduduk Desa Sambori adalah sebanyak 2.016 jiwa yang bermukim di tiga dusun yaitu dusun Lengge 1,
Lengge 2.
Desa
Sambori
Gambar 1. Nusa Tenggara Barat
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari presentase tanaman pada gambar 2 di atas, diperoleh hasil bahwa tumbuhan yang paling
banyak dimanfaatkan untuk bahan pembuatan rumah di Desa Sambori adalah tumbuhan jati sebesar 37 %.
Hal ini dikarenakan sebagai bahan pembuatan rumah tumbuhan jati mempunyai banyak fumgsi, antara
lain sebagai bahan pembuatan diinding, tiang, pintu, dan jendela. Ini sesuai juga dengan pendapat
Kartikawati (2004) bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus antara lain
tumbuhan yang umum digunakan sengon (Paraserienthes falcataria), dan jati (Tectona grandis).
Di daerah Sambori, bahan-bahan untuk pembuatan rumah tersebut dapat diperoleh langsung dari
hutan. Selain dari hutan, pohon-pohon tersebut dilestarikan langsung oleh masyarakat Sambori sehingga
dapat dimanfaatkan lagi untuk beberapa tahun kedepan. Dalam proses pengambilanya, pohon-pohon yang
akan dijadikan sebagai bahan pembuatan rumah dipilih terlebih dahulu pohon-pohon yang memiliki
kualitas yang baik untuk dijadikan bahan bangunan. Seteleh pohon sudah ditentukan, selanjutnya
langsung ditebang menggunakan kapak. Setelah itu pohon tersebut langsung dipotong sesuai dengan
ukuran yang dibutuhkan. Bahan-bahan tersebut siap digunakan untuk pembuatan rumah seperti pada
gambar 3 di bawah ini.
Gambar 4. Tumbuhan Pandan untuk Bahan Kerajinan Gambar 5. Kerajinan Masyarakat Sambori
Pada masyarakat Desa Sambori, kerajinan tangan sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka.
Baisanya, kerajinan tangan tersebut terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer), daun Pandan
(Pandanus tertorius) seperti pada gambar 3 dan bamboo (Gigantochloa atter). Kerajinan tangan tersebut
berupa tikar, saduku/kula (tempat nasi), tas, dompet dan kerajinan lainya. Kerajinan-karajinan tersebut
biasanya dijual dan dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, seperti tikar yang digunakan untuk alas
tempat duduk apabila ada tamu yang datang untuk berkunjung, Saduku yang digunakan untuk minyimpan
nasi serta berbagai aksesoris lainya. Biasanya, bahan-bahan untuk pembuatan kerajinan tersebut dapat
diperoleh dari hutan ataupun dibudidayakan langsung di pekarangan rumah. Tanaman yang digunakan
sebagai bahan baku kerajinan oleh masyarakat Sambori merupakan tanaman yang juga dipakai oleh
daerah lainnya, hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Widjaja et al., (1989) bahwa, tumbuhan anyaman
yang biasa digunakan dalam kerajinan anyaman di Indonesia yaitu, bambu (Bambusa sp.), aren (Arenga
pinnata), gebang (Corypha clata), kelapa (Cocos nucifera), nipa (Nypa fruticans), palas biru (Licuala
valida), rotan (Daemonorops sp.), serdang (Livistona rotundifolia), pandan (Pandanus sp.), purun
(Eleocharisacutangula), lingi (Cyperus elatus), eceng gondok (Eichormia crassipes). Berdasarkan
penelitian Purwanto dan Walujo (1992) terhadap Suku Dani diketahui bahwa masyarakat Suku Dani di
Uma Lengge (Gambar 7) merupakan rumah adat tradisional yang dibuat oleh nenek moyang suku
Bima (Mbojo) sejak sebelum jaman kerajaan. Bangunan tersebut tersebar di wilayah Sambori Wawo dan
Donggo. Khusus di Donggo terutama di Padende dan Mbawa terdapat Uma Lengge yang disebut Uma
Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut runcing dan lebih runcing dari pada Uma Lengge,
atapnya mencapai hingga ke dinding rumah. Di Kecamatan Lambitu Uma Lengge dapat ditemukan di
Desa Sambori dan sekitarnya seperti Kuta, Teta dan Kaboro. Secara umum struktur Uma Lengge
berbentuk kerucut hingga 5-7 m, bertiang empat dari kayu-kayu pilihan, beratap lang-alang yang
4. KESIMPULAN
Saran
Pengetahuan masyarakat Sambori dalam pemanfaatan tumbuhan memiliki nilai-nilai yang baik terutama
dalam hal pemanfaatannya yang mengandung nilai konservasi.
Oleh karena pengetahuan terhadap pemanfaatan tumbuhan serta ciri khas serta keuniakan alam dan
budaya masyarakat Sambori yang berpotensi untuk dijadikan atau dikelola menjadi kawasan wisata
sehingga disarankan atau direkomendasikan untuk dilakukan penelitian mengenai kajian pengembangan
ecotourism dan etnotourism Desa Sambori sehingga akan terwujud pengelolaan yang bernilai lingkungan
dan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Alan. 2013. Sambori. Persada. Mataram, 1-25
[2] Ardiansyah S. 2008. Kajian Interaksi Masyarakat dengan Hasil Hutan Non-Kayu (Studi Kasus di
KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Propinsi Jawa Timur). [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
[3] Awang. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta, 2-36.
[4] Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya, Jakarta, 11-81.
[5] Gagandeep, Dhanalakshmi S, Mendiz E, Rao AR, Kale RK, 2003, Chemopreventive effects of
Cuminum cyminum in chemically induced forestomach and uterine cervix tumors in murine
model systems, Nutr Cancer;47(2):171-80.
[6] Hilmanto, R. (2009). Etnoekologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung, 4-53.
[7] Kartikawati, S. M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakaat Dayak
Meratus dikawasan Hutan Penggunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai tengah. Tesis
pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan).
[8] Permana, E., Nasution, I.P dan Gunawijaya, J. 2011. Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana
Pada Masyarakat Baduy. Jurnal Makara (15) 1, 67-76.
[9] Savithramma, P. Yugandhar, M. Linga Rao. 2013. Documentation of Ethnobotanical Knowledge
of Ethnic Groups From Kurnool District, Andhra Pradesh, India. The Journal of Ethnobiology
and Traditional Medicine. Photon 118, 295-305.
[10] Sardani. 2013. Fungsi Upacara Pamali Manggodo Dalam Sistem Pertanian Masyarakat
Sambori. (Tidak diterbitkan). Skripsi.
[11] Singarimbun, M dan Effendi. 2010. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Yogyakarta, 12-17.
[12] Spradley, J. P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.