Anda di halaman 1dari 16

Etnobotani Peralatan Rumah Tangga Suku Anak Dalam

di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Etnobiologi


yang diampu oleh Dr. Jumari, S.Si, M.Si dan Dra. Murningsih, M.Si

Oleh:

Iffah Hikmatul Azizy (24020115120028)

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

April, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Etnobotani Peralatan Rumah Tangga Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit
Dua Belas, Jambi”.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Etnobiologi di Universitas Diponegoro.

Dalam penulisan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Jumari, S.Si, M.Si dan Ibu Dra. Murningsih, M.Si selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Etnobiologi.

2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Etnobiologi.

3. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.

4. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan Makalah “Etnobotani


Peralatan Rumah Tangga Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Dua
Belas, Jambi”, yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan


makalah ini baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semarang, 02 April 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2

1.4 Manfaat ...................................................................................................... 2

BAB III. PEMBAHASAN .................................................................................... 3

2.1 Sejarah Suku Anak Dalam ......................................................................... 3

2.2 Pemanfaatan Tumbuhan pada Masyarakat SAD ........................................ 4

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan Oleh SAD dalam Membuat Peralatan Rumah


Tangga ....................................................................................................... 5

2.4 Pewarisan Pengetahuan SAD Mengenai Pembuatan Peralatan Rumah


Tangga ....................................................................................................... 8

2.5 Upaya Pelestarian Hutan dengan Kearifan Lokal ....................................... 9

BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu kelompok masyarakat


pedalaman hutan Jambi yang memiliki kemampuan dan kemandirian dalam
membuat peralatan rumah tangga. Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD)
merupakan salah satu kawasan konservasi alam yang memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang tinggi. Bagi Suku Anak Dalam (SAD), TNBD
juga menjadi wilayah untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan berbagai
jenis flora dan fauna (meramu dan berburu) yang ada di kawasan tersebut
(BKSDA Jambi 2009). Masyarakat SAD memiliki kearifan lokal yang cukup
tinggi dalam mengelola dan melestarikan hasil hutan (Sasmita 2009). Berbagai
jenis tumbuhan dimanfaatkan oleh SAD untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
salah satunya adalah pemanfaatan tumbuhan untuk membuat peralatan rumah
tangga. Sebagian besar masyarakat SAD di Jambi memiliki kemampuan untuk
menghasilkan kerajinan tersebut.

Menurut Saudagar (2005), SAD menggunakan beraneka ragam


peralatan tradisional, terutama peralatan rumah tangga, termasuk pada saat
nomaden (berpindah tempat) ke pemukiman baru. Berdasarkan observasi
prapenelitian ditemukan beberapa jenis produk peralatan rumah tangga SAD
antara lain ambung, tikar, nyiru, sumpit dan catu. Semua produk tersebut
dihasilkan dari sumberdaya hutan yang ada di Kawasan TNBD seperti rotan,
bambu, pandan dan beberapa jenis pohon. Sebelumnya, Setyowati (2003)
melaporkan terdapat 11 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan SAD untuk bahan
pembuatan peralatan rumah tangga yang berasal dari famili Pandanaceae,
Bambusaceae dan Dipterocarpaceae. Seiring perkembangan teknologi,
pembukaan lahan hutan berskala besar menyebabkan tumbuhan penghasil
bahan baku peralatan rumah tangga semakin langka, sehingga SAD mulai
jarang membuat peralatan tersebut dan mempengaruhi tradisi SAD untuk
mengganti peralatan tradisional dengan peralatan modern.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana sejarah Suku Anak Dalam (SAD) ?


1.2.2 Apa saja tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat SAD?
1.2.3 Bagaimana cara SAD dalam memanfaatkan tumbuhan yang digunakan
sebagai peralatan rumah tangga?
1.2.4 Bagaimana pewarisan pengetahuan SAD mengenai pembuatan peralatan
rumah tangga?
1.2.5 Bagaimana upaya pelestarian hutan denga kearifan lokal yang di miliki
SAD?

1.3 Tujuan

1.3.1 Menjelaskan sejarah Suku Anak Dalam (SAD).


1.3.2 Menjelaskan tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat SAD.
1.3.3 Menjelaskan cara SAD dalam memanfaatkan tumbuhan yang dihunakan
sebagai peralatan rumah tangga.
1.3.4 Menjelaskan pewarisan pengetahuan SAD mengenai pembuatan peralatan
rumah tangga.
1.3.5 Menjelaskan upaya pelestarian hutan denga kearifan lokal yang di miliki
SAD.

1.4 Manfaat

1.4.1 Mengetahui sejarah Suku Anak Dalam (SAD).


1.4.2 Mengetahui tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat SAD.
1.4.3 Mengetahui cara SAD dalam memanfaatkan tumbuhan yang dihunakan
sebagai peralatan rumah tangga.
1.4.4 Mengetahui pewarisan pengetahuan SAD mengenai pembuatan peralatan
rumah tangga.
1.4.5 Mengetahui upaya pelestarian hutan denga kearifan lokal yang di miliki
SAD.

2
BAB III. PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Suku Anak Dalam

Sejarah Suku Anak Dalam atau SAD masih penuh misteri, bahkan
hingga kini tak ada yang bisa memastikan asal usul mereka. Hanya beberapa
teori, dan cerita dari mulut ke mulut para keturunan yang bisa menguak sedikit
sejarah mereka. Sejarah lisan Orang Rimba selalu diturunkan para leluhur.
Tengganai Ngembar (80), pemangku adat sekaligus warga tertua SAD yang
tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, mendapat dua versi
cerita mengenai sejarah Orang Rimba dari para terdahulu. Ia memperkirakan
dua versi ini punya keterkaitan. Leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat
yang meninggalkan keluarga dan lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam,
TNBD. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Sedangkan versi kedua,
penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang
bermigrasi mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. Diperkirakan
karena kondisi keamanan tidak kondusif atau pasokan pangan tidak memadai
di Pagaruyung, mereka pun menetap di hutan itu.

Penyebutan Orang Rimba pertama kali dipublikasikan oleh Muntholib


Soetomo tahun 1995 dalam desertasinya yang berjudul ‘Orang Rimbo: Kajian
Struktural-Fungsional Masyarakat terasing di Makekal, Propinsi Jambi’.
Penyebutan Orang Rimba dengan berakhiran huruf ‘o’ pada disertasi tersebut
dipertentangkan oleh beberapa antropolog meski tidak ada perbedaan makna,
tetapi akhiran ‘o’ pada sebutan Orang Rimbo merupakan dialek Melayu Jambi
dan Minang. Sementara fakta yang sebenarnya adalah Orang Rimba tanpa
akhiran ‘o’ (Aritonang). Ada tiga keturunan dalam Suku Anak dalam, antara
lain:

1. Keturunan dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah


Kabupaten Batanghari.
2. Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo
sebagian Mersam (Batanghari).

3
3. Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten
Sarolangun Bangko.

2.2 Pemanfaatan Tumbuhan pada Masyarakat SAD

Tumbuhan yang digunakan dan dimanfaatkan oleh suku SAD yaitu


dari famili Arecaceae, Pandanaceae, Bambusaceae dan Dipterocarpaceae.
Jenis-jenis dalam famili ini memiliki sifat batang yang mudah dianyam dan
kuat sehingga bisa dimanfaatkan untuk membuat peralatan rumah tangga,
seperti nyiru dan ambung. Seperti rotan yang memiliki morfologi batang
seperti fiber (berserat) yang lentur dan tidak mudah patah.

Tabel 1: Jenis Tumbuhan yang digunakan SAA daam membuat Peralatan Rumah Tangga
(Mairida, 2014).

4
Rotan merupakan jenis tumbuhan suku Arecaceae yang memanjat dan
merambat, serta memiliki duri di setiap ruas. Masyarakat Suku Anak Dalam
(SAD) bermukim di dalam hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)
memanfaatkan rotan sebagai bahan kerajinan, obat, makanan tambahan,
pewarna kerajinan, ritual, pengawet, tali temali dan sumber penghasilan.
TNBD merupakan kawasan pelestarian hutan berkaitan kearifan lokal SAD.
Terdapat 22 jenis rotan dimanfaatkan masyarakat SAD yaitu Calamus ornatus
(Blume), C. caesius (Blume), C. flabellatus (Becc.), C. manan (Miq.), C.
trachycoleus (Becc.), C. diepenhorstii (Miq.), C. csipionum (Lour.), C.
hispidulus (Becc.), C. javensis (Blume), C. retrophyllus (Becc.), C. cf. Ciliaris
(Blume), C. zonatus (Becc.), C. axilliaris (Becc.), Calamus sp. 1, Calamus sp.
2, Daemonorops geniculata (Griff.) Mart., D. draco (Willd.) Blume, D.
brachytachys (Furt.), D. verticiliaris (Griff.) Mart., Korthalsia echinometra
(Becc.) dan K. Rosrata (Blume). Jenis yang mendominasi zona pemanfaatan
adalah D. geniculata (INP=21,49%). Pertumbuhan rotan didukung oleh
keberadaan inang sebagai penunjang. Jenis D. draco sangat berguna bagi
masyarakat SAD karena getah buahnya digunakan untuk pewarna kerajinan,
obat sakit kepala, demam, diare dan luka, sehingga jenis tersebut memiliki ICS
berkategori tinggi (60). Selanjutnya untuk pelestarian rotan, masyarakat SAD
menetapkan dua kebijakan adat yaitu kebijakan pemanfaatan rotan dan
pengelolaan habitat rotan.

Bagian tumbuhan yang digunakan untuk membuat peralatan rumah


tangga oleh SAD adalah batang, daun, getah dan kulit. Bagian yang paling
dominan digunakan adalah batang.

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan Oleh SAD dalam Membuat Peralatan Rumah


Tangga

Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) merupakan salah satu


kawasan konservasi alam yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang
tinggi. Bagi Suku Anak Dalam (SAD), TNBD juga menjadi wilayah untuk
mencari nafkah dengan memanfaatkan berbagai jenis flora dan fauna (meramu

5
dan berburu) yang ada di kawasan tersebut (BKSDA, 2009). Masyarakat SAD
membuat peralatan rumah tangga dengan cara memotong, mengikis, menoreh,
memukul, mengukir, melubangi, dan menyanyam. Namun, cara yang paling
dominan dan sering dilakukan dalam membuat peralatan rumah tangga yaitu
dengan menganyam.

Masyarakat SAD memiliki kearifan lokal yang cukup tinggi dalam


mengelola dan memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, salah satunya adalah pemanfaatan tumbuhan untuk
membuat peralatan rumah tangga yang diambil dari Taman Nasional Bukit Dua
Belas (TNBD) . SAD menggunakan beraneka ragam peralatan tradisional,
terutama peralatan rumah tangga, termasuk pada saat nomaden (berpindah
tempat) ke pemukiman baru. Menurut Marida, dkk (2014) sebagian besar
masyarakat SAD di Jambi memiliki kemampuan untuk menghasilkan kerajinan
tersebut, diantaranya adalah:

1. Ambung, merupakan salah peralatan rumah tangga yang memiliki bentuk


seperti bakul dengan permukaan atas bulat seperti lingkaran dan memiliki
ciri khas berupa anyaman yang rapat, dengan menggunakan pewarna alami.
2. Blebayon merupakan alat yang digunakan oleh masyarakat SAD untuk
penerangan (lampu) di waktu malam hari. Ciri khasnya adalah bahan
bakarnya berasal dari getah yang disebut damar yang dimasukkan ke bagian
dalam blebayon.
3. Buluh digunakan oleh SAD sebagai tempat mengambil air. Bentuknya bulat
seperti tabung dan bagian atasnya terdapat lubang yang berfungsi untuk
masuknya air.
4. Catu merupakan alat yang fungsinya menyerupai sendok. Catu digunakan
oleh SAD untuk mengaduk, menyendok nasi, gulai dan lauk. Ciri khas dari
peralatan ini adalah adanya ukiran di bagian ujung pegangan atau
tangkainya.
5.Cangkai merupakan peralatan yang digunakan oleh SAD untuk memasak
atau dikenal dengan sebutan tungku. Peralatan ini kayubercabang yang
berguna untuk meletakkan atau menggantungkan periuk masak di atas api.

6
Penggunaan cangkai hanya dilakukan dengan cara menancapkannya ke
tanah.
6. Kopu merupakan bahan yang digunakan sebagai sabun saat mandi.
7.Losung dan hanton. Losung digunakan sebagai wadah untuk meletakkan padi
dan Hanton yang digunakan sebagai penumbuk.
8. Nyiru merupakan peralatan rumah tangga yang digunakan oleh SAD untuk
menampi.
9. Sengkelat merupakan alat tradisional yang dibuat oleh SAD yang
digunakan untuk mencuci (cebok) setelah buang air besar (BAB). Sengkelat
dibuat dengan memanfaatkan beberapa jenis kayu yang memiliki lendir dan
tidak menimbulkan biang gatal.
10. Sumpit merupakan salah satu hasil karya masyarakat SAD yang digunakan
sebagai tempat penyimpanan tembakau dan sirih. dompet. Sumpit memiliki
beberapa variasi yaitu sumpit besar, sumpit sedang dan sumpit kecil.
11. Tikar merupakan peralatan yang digunakan oleh SAD sebagai alas untuk
duduk, tidur atau sembahyang. Tikar yang digunakan adalah berbentuk
persegi panjang dengan ukuran panjang sekitar 170 cm dan lebar sekitar 86
cm. Ciri khas tikar yang dibuat oleh SAD yaitu anyaman tikar yang lebih
halus dan rapat yang berbeda dengan tikar yang dibuat oleh masyarakat luar
(orang terang).

7
2.4 Pewarisan Pengetahuan SAD Mengenai Pembuatan Peralatan Rumah
Tangga

Pengetahuan mengenai pembuatan peralatan rumah tangga ini secara


turun-temurun diajarkan dari generasi ke generasi berikutnya melalui perantara
orang tua, saudara dan pengrajin. Sumber pengetahuan yang paling banyak
diperoleh yaitu dari orang tua (50%). Pengetahuan masyarakat lokal berasal
dari penuturan orang tua, tukar pikiran warga, dan pengalaman. Pengetahuan
local lahir dari pengalaman yang dipertahankan secara turun temurun. Proses
pewarisan pengetahuan menggunakan dua teknik pewarisan yang dilakukan
dengan cara diceritakan dan diajak bekerja. Teknik pewarisan pengetahuan
yang dominan dilakukan SAD adalah anak diajak bekerja yang dimulai dari
proses penyadapan, pengolahan, dan penggunaan getah tumbuhan

Presentase sumber pengetahuan pembuatan alat rumah


tangga masyarakat SAD (Mairida dkk, 2014)

17%

50%
33%

Orang Tua Pengrajin Saudara

Purwanto (2003) mengungkapkan sumber pengetahuan masyarakat


lokal berasal dari penuturan orang tua, tukar pikiran antar anggota masyarakat
dan pengalaman sendiri. Putra et al. (2012) menambahkan, transfer ilmu
pengetahuan juga dipengaruhi oleh kebiasaan interaksi dan komunikasi dalam
kehidupan masyarakat SAD. Pengetahuan lokal juga lahir dari pengalaman
pribadi yang tetap dipertahankan secara turun temurun. Pewarisan
pengetahuan mengenai pemanfaatan rotan, masyarakat SAD menetapkan
hukum adat mewajibkan orang tua mengajak anak remaja bekerja memenuhi
kebutuhan hidup. Orang tua berhak memaksa anak ikut bekerja, jika anak tidak

8
mau maka dipukul dan tidak dibolehkan makan. Paksaan bekerja diterapkan
orang tua kepada anak merupakan proses secara langsung mendidik dan
melatih anak mendapatkan pengetahuan dan keterampilan bekerja, serta
menimbulkan kebiasaan anak rajin berusaha memenuhi kebutuhan hidup.
Pengetahuan juga berasal dari penuturan orang tua, tukar pikiran antar anggota
masyarakat dan pengalaman sendiri.

2.5 Upaya Pelestarian Hutan dengan Kearifan Lokal

Agar adat istiadat yang berupa kearifan terhadap alam ini tidak punah,
maka pentingnya pelestarian nilai-nilai luhur ini perlu ditananamkan dan
disosialisasikan kepada generasi penerus melalui proses pendidikan sains dalam
konteks budaya. Kegiatan masyarakat adat terutama yang dilakukan oleh
masyarakat Suku Anak Dalam terhadap pengelolaan lahannya merupakan salah
satu ciri adanya keselarasan dalam kehidupan antara manusia dengan alam
lingkungan sekitanya. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar,
terutama dijadikan sebagai sumber belajar biologi dalam pelestarian
lingkungan.

Seperti contoh pengambilan rotan dalam jumlah banyak untuk dijual,


termasuk getah Jernang yang terus diburu, menyebabkan beberapa spesies rotan
mengalami penipisan, terutama jenis-jenis unggulan dalam dunia perdagangan
seperti C. manan, C. caesiusius, D. didymophylla, D. sabut dan D. draco. Jenis-
jenis tersebut semakin sulit ditemukan di alam. Pengambilan rotan dalam
jumlah besar serta untuk kepentingan komersial pada saat ini tidak lagi
diizinkan (Andhika, 2015). Saat ini SAD belum melakukan upaya pelestarian
rotan secara khusus, seperti penanaman rotan di kawasan kebun atau
pembibitan di halaman rumah. SAD berpendapat bahwa penggunaan rotan
sebagai bahan anyaman lebih mendukung kelestarian rotan karena
penggunaannya yang tidak terlalu banyak, jika dibandingkan dengan
penggunaan rotan sebagai bahan baku mebel yang membutuhkan rotan dalam
jumlah besar. Sebenarnya budidaya rotan dapat dilakukan dalam skala besar
atau skala perusahaan maupun dalam skala terbatas seperti skala kebun atau

9
skala desa. Masyarakat SAD menerapkan hukum adat dalam pelestarian
tumbuhan penghasil getah, yaitu proses penyadapan rotan jernang
(Daemonorops draco) dan para (Hevea bransiliensis). Pelanggaran akan diberi
sanksi sesuai dengan permintaan Temenggung seperti dikenakan denda 100
helai kain. Menurut Saudagar (2005), sanksi juga berupa pengasingan dari
kelompoknya.

Strategi konservasi Calamus sp.2, C. ornatus, C. caesius D. geniculata


dan K. echinometra yaitu dengan mempertahankan habitat dan meningkatkan
intensitas pemanfaatan, karena jenis tersebut memiliki INP tinggi dan ICS
rendah. C. flabellatus, C. manan, C. javensis, C. scipionum dan D. draco perlu
strategi konservasi dengan mempertahankan habitat dan intensitas
pemanfaatan, karena INP dan ICS mereka tinggi. Sedangkan C. axillaris dan
D. vericiliarias perlu dilakukan budidaya dan mempertahankan intensitas
pemanfaatan karena INP dan ICS-nya rendah.

Masyarakat Anak Dalam tidak bisa terpisahkan dengan hutan. Hutan


adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Anak Dalam. Hutan adalah tempat
masyarakat Anak Dalam berinteraksi dengan alam, saling memberi, saling
memelihara, dan menghidupi. Hutan juga menjadi sumber norma-norma, nilai-
nilai, dan pandangan hidup mereka. Dalam menjaga hutan beserta
kelestariannya dan menjauhkan dari perambahan masyarakat Anak Dalam
menciptakan hompongan di sekitar area hutan. Hompongan adalah lahan yang
bentuknya memanjang dan ditanami karet dan tanaman lainnya.

Masyarakat Anak Dalam menciptakan hompongan sebagai batas TNBD


selain itu sebagai upaya agar Masyarakat luar Anak Dalam tidak diperbolehkan
membuka hutan melewati hompongan. Hompongan yang berbentuk pagar
untuk memisahkan wilayah masyarakat Anak Dalam dengan pendatang. Atas
inisiatif menjaga dan menyelamatkan hutan, masyarakat Anak Dalam mendapat
penghargaan dari Yayasan Kehati tahun 2000 dan memperoleh Kalpataru di
tahun 2006 dari Pemerintah.

10
Masyarakat Anak Dalam menciptakan hompongan sejak tahun 1999.
Konsep Hompongan lahir dari inisiatif masyarakat Anak Dalam. Latar belakang
masyarakat Anak Dalam menciptakan hompongan adalah cara untuk
mempertahankan hutan, yang semakin hari semakin habis karena kepentingan
ekonomi.

Awal mula ide hompongan ada, banyak masyarakat Anak Dalam yang
menolak karena tidak sesuai hukum adat setempat. Tanaman yang ditanam pada
hompongan adalah karet. Awal mula penanaman tersebut ditentang oleh
masyarakat setempat karena melanggar hukum adat. Akan tetapi seiring
perkembangan hal tersebut diperbolehkan. Hompongan yang ada sekarang pada
masyarakat Anak Dalam berjumlah 4 sampai dengan 20 hektar.

11
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu kelompok masyarakat


pedalaman hutan Jambi yang memiliki kemampuan dan kemandirian dalam
membuat peralatan rumah tangga yang memanfaatkan berbagai tumbuahan di
Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD). Masyarakat SAD membuat
peralatan rumah tangga dengan cara memotong, mengikis, menoreh, memukul,
mengukir, melubangi, dan menyanyam. Cara pembuatan yang paling dominan
dilakukan dengan cara menganyam. Bahan dasar dari berbagai peralatan rumah
tangga yang dibuat SAD adalah berbagai jenis tumbuhan yang diperoleh dari
hutan di sekitarnya. Famili yang dominan dimanfaatkan adalah Arecaceae (lima
spesies). Peralatan yang umumnya dibuat berupaAmbung, Blebayon, Catu,
Tikat, Supit dan lainnya. Pengetahuan yang terkait dengan perlatan rumah
tangga tersebut diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu SAD. Cara
mereka melestarikan hutan yaitu membuat keatifan lokal berupa hompongan
yaitu lahan yang bentuknya memanjang dan ditanami karet dan tanaman
lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Andhika, R.R; Hariyati, B; Saudagar, S. 2015. Etnobotani Penghasil Getah oleh
Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Kabupaten
Sarolangun, Jambi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Vol. 20 (1): 33-
38.

BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). 2009. Potensi Flora Taman
Nasional Bukit Dua Belas. Jambi (ID): Balai Konservasi Sumber Daya
Alam.

Marida, D; Hariyati, B; Saudagar, S. 2014. Kajian Etnobotani Peralatan Rumah


Tangga Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Dua Belas Kabupaten
Sarolangun, Jambi. Jurnal Biospesies. Vol 7 (2): 68-75.

Purwanto Y. 2003. Metode Penelitian Etnobotani. Lab. Etnobotani. Bogor (ID):


Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI.

Putra R A, Wiryono, Apriyanto E. 2012. Studi etnobotani suku Serawai di


Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. JPPSAL. 1(3):
217-224.

Sasmita K. 2009. Etnoekologi perladaangan orang rimba di Taman Nasional Bukit


Dua Belas, Jambi. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Saudagar F. 2005. Data Base Komunitas Adat Terpencil (KAT) Di Provinsi Jambi.
Jambi: FKIP Universitas Jambi.

Setyowati FM, 2003. Hubungan Keterikatan Masyarakat Kubu Dengan Sumber


Daya Tumbuh-Tumbuhan Di Cagar Biosfer Bukit Duabelas, Jambi. Jurnal
Biodiversitas. Vol 4(1): 47-54.

13

Anda mungkin juga menyukai