MAKALAH
Oleh:
DEPARTEMEN BIOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
April, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Etnobotani Peralatan Rumah Tangga Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit
Dua Belas, Jambi”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Etnobiologi di Universitas Diponegoro.
1. Bapak Dr. Jumari, S.Si, M.Si dan Ibu Dra. Murningsih, M.Si selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Etnobiologi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB III. PEMBAHASAN
Sejarah Suku Anak Dalam atau SAD masih penuh misteri, bahkan
hingga kini tak ada yang bisa memastikan asal usul mereka. Hanya beberapa
teori, dan cerita dari mulut ke mulut para keturunan yang bisa menguak sedikit
sejarah mereka. Sejarah lisan Orang Rimba selalu diturunkan para leluhur.
Tengganai Ngembar (80), pemangku adat sekaligus warga tertua SAD yang
tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, mendapat dua versi
cerita mengenai sejarah Orang Rimba dari para terdahulu. Ia memperkirakan
dua versi ini punya keterkaitan. Leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat
yang meninggalkan keluarga dan lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam,
TNBD. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Sedangkan versi kedua,
penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang
bermigrasi mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. Diperkirakan
karena kondisi keamanan tidak kondusif atau pasokan pangan tidak memadai
di Pagaruyung, mereka pun menetap di hutan itu.
3
3. Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten
Sarolangun Bangko.
Tabel 1: Jenis Tumbuhan yang digunakan SAA daam membuat Peralatan Rumah Tangga
(Mairida, 2014).
4
Rotan merupakan jenis tumbuhan suku Arecaceae yang memanjat dan
merambat, serta memiliki duri di setiap ruas. Masyarakat Suku Anak Dalam
(SAD) bermukim di dalam hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)
memanfaatkan rotan sebagai bahan kerajinan, obat, makanan tambahan,
pewarna kerajinan, ritual, pengawet, tali temali dan sumber penghasilan.
TNBD merupakan kawasan pelestarian hutan berkaitan kearifan lokal SAD.
Terdapat 22 jenis rotan dimanfaatkan masyarakat SAD yaitu Calamus ornatus
(Blume), C. caesius (Blume), C. flabellatus (Becc.), C. manan (Miq.), C.
trachycoleus (Becc.), C. diepenhorstii (Miq.), C. csipionum (Lour.), C.
hispidulus (Becc.), C. javensis (Blume), C. retrophyllus (Becc.), C. cf. Ciliaris
(Blume), C. zonatus (Becc.), C. axilliaris (Becc.), Calamus sp. 1, Calamus sp.
2, Daemonorops geniculata (Griff.) Mart., D. draco (Willd.) Blume, D.
brachytachys (Furt.), D. verticiliaris (Griff.) Mart., Korthalsia echinometra
(Becc.) dan K. Rosrata (Blume). Jenis yang mendominasi zona pemanfaatan
adalah D. geniculata (INP=21,49%). Pertumbuhan rotan didukung oleh
keberadaan inang sebagai penunjang. Jenis D. draco sangat berguna bagi
masyarakat SAD karena getah buahnya digunakan untuk pewarna kerajinan,
obat sakit kepala, demam, diare dan luka, sehingga jenis tersebut memiliki ICS
berkategori tinggi (60). Selanjutnya untuk pelestarian rotan, masyarakat SAD
menetapkan dua kebijakan adat yaitu kebijakan pemanfaatan rotan dan
pengelolaan habitat rotan.
5
dan berburu) yang ada di kawasan tersebut (BKSDA, 2009). Masyarakat SAD
membuat peralatan rumah tangga dengan cara memotong, mengikis, menoreh,
memukul, mengukir, melubangi, dan menyanyam. Namun, cara yang paling
dominan dan sering dilakukan dalam membuat peralatan rumah tangga yaitu
dengan menganyam.
6
Penggunaan cangkai hanya dilakukan dengan cara menancapkannya ke
tanah.
6. Kopu merupakan bahan yang digunakan sebagai sabun saat mandi.
7.Losung dan hanton. Losung digunakan sebagai wadah untuk meletakkan padi
dan Hanton yang digunakan sebagai penumbuk.
8. Nyiru merupakan peralatan rumah tangga yang digunakan oleh SAD untuk
menampi.
9. Sengkelat merupakan alat tradisional yang dibuat oleh SAD yang
digunakan untuk mencuci (cebok) setelah buang air besar (BAB). Sengkelat
dibuat dengan memanfaatkan beberapa jenis kayu yang memiliki lendir dan
tidak menimbulkan biang gatal.
10. Sumpit merupakan salah satu hasil karya masyarakat SAD yang digunakan
sebagai tempat penyimpanan tembakau dan sirih. dompet. Sumpit memiliki
beberapa variasi yaitu sumpit besar, sumpit sedang dan sumpit kecil.
11. Tikar merupakan peralatan yang digunakan oleh SAD sebagai alas untuk
duduk, tidur atau sembahyang. Tikar yang digunakan adalah berbentuk
persegi panjang dengan ukuran panjang sekitar 170 cm dan lebar sekitar 86
cm. Ciri khas tikar yang dibuat oleh SAD yaitu anyaman tikar yang lebih
halus dan rapat yang berbeda dengan tikar yang dibuat oleh masyarakat luar
(orang terang).
7
2.4 Pewarisan Pengetahuan SAD Mengenai Pembuatan Peralatan Rumah
Tangga
17%
50%
33%
8
mau maka dipukul dan tidak dibolehkan makan. Paksaan bekerja diterapkan
orang tua kepada anak merupakan proses secara langsung mendidik dan
melatih anak mendapatkan pengetahuan dan keterampilan bekerja, serta
menimbulkan kebiasaan anak rajin berusaha memenuhi kebutuhan hidup.
Pengetahuan juga berasal dari penuturan orang tua, tukar pikiran antar anggota
masyarakat dan pengalaman sendiri.
Agar adat istiadat yang berupa kearifan terhadap alam ini tidak punah,
maka pentingnya pelestarian nilai-nilai luhur ini perlu ditananamkan dan
disosialisasikan kepada generasi penerus melalui proses pendidikan sains dalam
konteks budaya. Kegiatan masyarakat adat terutama yang dilakukan oleh
masyarakat Suku Anak Dalam terhadap pengelolaan lahannya merupakan salah
satu ciri adanya keselarasan dalam kehidupan antara manusia dengan alam
lingkungan sekitanya. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar,
terutama dijadikan sebagai sumber belajar biologi dalam pelestarian
lingkungan.
9
skala desa. Masyarakat SAD menerapkan hukum adat dalam pelestarian
tumbuhan penghasil getah, yaitu proses penyadapan rotan jernang
(Daemonorops draco) dan para (Hevea bransiliensis). Pelanggaran akan diberi
sanksi sesuai dengan permintaan Temenggung seperti dikenakan denda 100
helai kain. Menurut Saudagar (2005), sanksi juga berupa pengasingan dari
kelompoknya.
10
Masyarakat Anak Dalam menciptakan hompongan sejak tahun 1999.
Konsep Hompongan lahir dari inisiatif masyarakat Anak Dalam. Latar belakang
masyarakat Anak Dalam menciptakan hompongan adalah cara untuk
mempertahankan hutan, yang semakin hari semakin habis karena kepentingan
ekonomi.
Awal mula ide hompongan ada, banyak masyarakat Anak Dalam yang
menolak karena tidak sesuai hukum adat setempat. Tanaman yang ditanam pada
hompongan adalah karet. Awal mula penanaman tersebut ditentang oleh
masyarakat setempat karena melanggar hukum adat. Akan tetapi seiring
perkembangan hal tersebut diperbolehkan. Hompongan yang ada sekarang pada
masyarakat Anak Dalam berjumlah 4 sampai dengan 20 hektar.
11
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Andhika, R.R; Hariyati, B; Saudagar, S. 2015. Etnobotani Penghasil Getah oleh
Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Kabupaten
Sarolangun, Jambi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Vol. 20 (1): 33-
38.
BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). 2009. Potensi Flora Taman
Nasional Bukit Dua Belas. Jambi (ID): Balai Konservasi Sumber Daya
Alam.
Saudagar F. 2005. Data Base Komunitas Adat Terpencil (KAT) Di Provinsi Jambi.
Jambi: FKIP Universitas Jambi.
13