Anda di halaman 1dari 13

Adat Istiadat - Bw

DAN POHON BW DI KEPULAUAN NIAS

P. Johannes M. Hmmerle, OFMCap.


April 2017
1

Adat Istadat - Bw
dan Pohon Bw di Kepulauan Nias 1

R
upanya perlu suatu pernyataan terbuka perihal istilah Bw, karena pada
umumnya istilah Bw disamakan dengan uang atau mas kawin. Begitu pula
pada rapat LBN Kota Gunungsitoli pada bulan Maret 2017 yang saya hadiri.

Mana yang duluan ada?


Pohon Berua atau desa-desa Tuhemberua, desa Berua dan Kecamatan
Tuhemberua?
Apa yang ada duluan, pohon Baruz, pohon Faebu, pohon Sinarikhi, pohon
Afoa, pohon Akhe, pohon Buasi dll. atau desa-desa dengan nama pohon-
pohon itu?
Apa yang ada duluan, Gae Adu atau desa Sogaeadu?
Apa yang ada duluan, pohon Fsi atau desa Hiliwsi dan desa Brwsi?
Apa yang ada duluan, pohon Bw atau desa Hilimbw?
Apa yang ada duluan, pohon Bw atau istiadat yang kita sebut Bw?

1 Oleh: P. Johannes M. Hmmerle OFMCap. Penulis adalah pendiri Museum Pusaka Nias dan Yayasan
Pusaka Nias. Sekarang (2017) sebagai Ketua Yayasan Pusaka Nias, tinggal di Gunungsitoli. Artikel ini
ditulis dalam Oktaf Paskah 21 April 2017.
Bw dan Tla Geu Bw
2

Dua Foto dari pohon Bw


Semoga kita sepakat: yang duluan ada ialah pohon-pohon itu, dan banyak
pohon lain lagi yang namanya kemudian dijadikan nama desa. Dan yang
menyangkut Bw, nama itu dipakai juga sebagai istilah adat istiadat kita di
Pulau Nias. Saya sendiri hanya dua kali melihat pohon Bw. Pertama kalinya
di perjalanan dari desa Onohondr, Kecamatan Fanayama, menuju Gua Omo
Zilewe. Di wilayah Maniaml, Kab. Nias Selatan, diberitahukan sama saya,
bahwa dulu di atas pohon Bw selalu ditemukan sarang Rajawali (anw).
Buah-buah dari pohon Bw itu sangat diminati oleh burung.
Kedua kalinya kulihat pohon Bw itu di pulau Hibala, Kepulauan Batu.
Disana biasanya warga mempergunakan pohon Bw untuk membuat perahu.
Di pulau Hibala, saya sempat memfoto pohon itu. Marilah melihat foto pohon
Bw yang menjulang tinggi, berdiri kokoh, seperti terlihat pada pokok
akarnya. Perlu beberapa orang untuk mengelilingi pohon itu. Saya mendengar
dari seorang teman bahwa dia masih melihat satu pohon Bw di dekat pulau
Onolimbu.

Pohon raksasa Bw yang kokoh dan gagah di pulau Hibala, Kepulauan Batu. Foto: P.
Johannes M. Hmmerle, OFMCap., 1 Oktober 2006.

Bw dan Tla Geu Bw


3

Pohon Bw yang berdiri kokoh dan gagah di pulau Hibala, Kepulauan Batu. Rupanya
karena kekokohan dan kegagahan performa pohon ini maka menjadi simbol adat istiadat di
pulau Nias. Foto: P. Johannes M. Hmmerle, OFMCap., 1 Oktober 2006.

Bw dan Tla Geu Bw


4

Rupanya pohon itu dulu tersebar di seluruh Pulau Nias. Saya mendengar
bahwa masih ada satu pohon Bw dekat desa Hilizamurug. Mudah-
mudahan di wilayah-wilayah lain masih ditemukan jenis pohon itu. Tetapi di
Kecamatna Llwau rupanya hanya hidup namanya dalam ingatan dan dalam
nama dua desa: Desa Tuhow dan Desa Daodao Tuhow. Ceritanya begini.
Dulu terdapat disitu pohon-pohon Bw. Kayunya sangat keras, bermutu dan
berminyak. Karena jenis pohon itu raksasa, dan karena perkakas orang dulu
hanya kapak, maka orang memasang sejenis pagan sekeliling pohon itu,
supaya dalam ketinggian kurang lebih 3 m, dimana diameter batang pohon itu
tidak begitu besar lagi, lebih ringan dapat dipotong batangnya. Tunggul pohon
yang besar itu setinggi 3 m dibiarkan dan disebut Tuho w. Mereka tidak
mengatakan Tuho Bw atau Tuho Mbw, melainkan Tuho w. Kemudian
itu menjadi nama desa. Setelah lama tidak ada lagi pohon Bw, masyarakat
setempat masih mencari Tuho w itu, karena kayunya begitu bermutu
sehingga dipakai diantaranya untuk membuat tangkai rokok (pipa) untuk
tembakau, karena tidak gampang terbakar.

Manifestasi
Seharusnya kita menanam dan melestarikan beberapa pohon Bw di
Pulau Nias. Sebaiknya di setiap kecamatan berdiri satu bohon Bw. Kenapa?
Saya menyatakan disini, bahwa para leluhur kita kagum melihat performa
pohon Bw ini. Dan nama pohon ini mereka pilih sebagai nama desa dan
terutama sebagai istilah buat adat istiadat kita di pulau Nias. Para leluhur kita
memandang pohon ini sebagai lambang atau simbol bagi adat-istiadat.
Kebaikan adat dan filosofi adat tergambarkan dalam pertumbuhan pohon
Bw.

Celakalah ! (Alai ndraug!)


Kenapa celakalah, mengapa? Pohon Bw, simbol bagi adat istiadat
kita, sudah mau punah. Dan pada abad ke-20 kita sudah ganti symbol ini.
Sekarang pohon itu tidak dikenali lagi dan simbol bw kita di pulau Nias
sudah diganti dengan uang (kefe). Bw disamakan dengan kefe atau mas
kawin. Pertanyaan saya: Apakah anda ingin supaya uang menjadi lambang bagi
adat istiadat kita?

Bw dan Tla Geu Bw


5

Perkembangan
Entah 10 keturunan yang lalu, uang belum dikenal di Nias. Padi belum
dikenali, karet juga belum ada. Hiasan emas hanya dimilikki oleh beberapa
bangsawan. Apa yang dimilikki masyarakat, ialah babi. Dan para narasumber
di Gomo menceritakan, suatu perkawinan sudah bisa jadi dengan satu ekor
babi saja, asal ada faomasi (kasih).
Di antara tahun 1903 dan 1908, sewaktu Controleur Schrder, yang diberi
gelar Silauma, bertugas di Nias, uang perak Belanda dimasukkan di pulau
Nias, uang perak yang disebut Rigi (25 gr), Fir (10 gr), Suku (5 gr), Tali (2,5 gr)
dan Hua Kete (1,25 gr). Kemudian lagi Bego, uang tembaga yang harganya
kecil.
Seiring dengan masuknya uang di bumi pulau Nias, disana sini juga mulai
masuk kerakusan. Akibatnya arti dari kata Bw yang sesungguhnya berubah
menjadi uang [kefe].
Dulu ada juga nama orang, u.p. Fagmbw, dalam arti ikutsertakanlah
Bw. Apakah itu berarti: ikutsertakanlah uang? Atau: ikutsertakanlah adat
istiadat yang baik dan luhur? Dalam arti kedua, seorang yang bernama
Fagmbw dapat kita pandang sebagai orang yang o-bw. Dan kata ini
tidak berarti seorang yang berduit, melainkan seorang yang berbudi luhur,
murah hati dan suka memberi.
Tentang karet sering dikatakan: amohua kefe. Apakah benar juga, bahwa
bw kita di Nias amohua kefe?

Proses sampai terdapat adat istiadat atau bw


Dimana sejumlah orang hidup bersama, selalu terdapat peristiwa-
peristiwa yang harus ditanggapi bersama, entah peristiwa sedih atau peristiwa
gembira. Untuk setiap peristiwa dicari solusi yang baik. Nah, kalau sudah
sekian kali suatu peristiwa diatur dengan cara yang sama dan memuaskan,
akhirnya proses disebut adat atau adat istiadat, dalam bahasa Nias bw.
Adat itu kemudian mengatur seluruh hidup masyarakat dalam satu desa
atau dalam satu rumpun (ba zi sambua moama). Tetapi adat itu tidak boleh
menjadi beban. Adat itu harus terbuka untuk perkembangan zaman dan selalu
harus menguntungkan hidup masyarakat. Adat itu harus menunjang kebaikan
dan perkembangan karakter masyarakat.
Karena adat mengurus segala seluk-beluk hidup masyarakat, maka adat
istiadat mencakup banyak hal. Fokus utama adat-istiadat ialah adat

Bw dan Tla Geu Bw


6

perkawinan (bw ba wangowalu). Dan intisari dari adat-istiadat perkawinan


ialah kasih, bw faomasi. Dan inti dari adat ini sudah berbeda jauh dari bw
kefe.

Keadilan yang benar dan kebenaran batin


Santo Augustinus, uskup di Afrika Utara (354 430) menulis dalam
bukunya yang berjudul Confessiones,2 bab 7, tentang keadilan yang benar dan
kebenaran batin, bahwa Perintah Allah disesuaikan dengan zaman-zaman.
Keadilan yang benar memutuskan segala sesuatu sesuai dengan hukum yang
benar, yakni hukum satu-satunya yang berasal dari Allah yang Mahakuasa.
Menurut St. Agustinus, hukum itu dan adat istiadat di setiap suku atau bangsa
dan di segala zaman terwujud secara berbeda sesuai dengan negara masing-
masing dan sesuai dengan perkembangan zaman. Tetapi hukum ilahi itu
sendiri selalu eksis (eksisten) di dalam hati manusia dalam wujud yang sama.
Hukum ilahi itu bukan berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dan tidak
berubah pada waktu yang berbeda.
Sesuai dengan hukum ilahi itu, yang tertera di dalam hati manusia, harus
diwujudkan adat-istiadat oleh setiap kaum dan suku sesuai dengan zaman dan
tempat yang berbeda-beda.
Kant, seorang filsuf Jerman yang termasyhur, pernah berkata: Ada dua
hal yang saya sangat kagumi, ialah cakrawala penuh bintang-bintang di
sebelah atasku dan hukum moral di dalam diriku.

Siraha Afasi dan Kasih Kristiani


Yang dicita-citakan dan diidamkan dalam adat istiadat Nias pada zaman
dulu ialah cintakasih dari pihak menantu terhadap pihak mertuanya yang tak
pernah berakhir. Dan cintakasih itu dibalas juga oleh pihak mertua. Tetapi
bukti kasih dalam bentuk materi dari pihak menantu terhadap mertuanya
selalu dominan. Kasih itu disebut dalam bahasa Nias bw faomasi. Kasih itu
dilambangkan dalam gambar benang kapas (Afasi).

2 Augustinus. Bekenntnisse. 1961 Frankfurt a.M. & Hamburg. Penerbit Fischer Bcherei KG. Hlm 43-44
Bab 7 Gottes Gesetz den Zeiten angepasst.
Bw dan Tla Geu Bw
7

Tali Kasih
Dalam buku nabi Yesaya kita membaca bahwa Tuhan Allah berkata:
"Dengan tali kasih Aku telah menarik dikau." Gambaran ini sangat tepat untuk
perkawinan di Nias. Pada saat perkawinan dua orang muda di Nias dimulai
dengan adanya satu tali kasih, yang mengikatkan mereka dengan kuat pada
pihak mertua. Bw Faomasi dilambangkan di Nias dalam pekerjaan
memintal atau mogazi afasi. Bewew afasi menjadi lambang untuk bw
faomasi. Afasi yang putih, bersih dan lunak dipintal menjadi satu benang yang
panjang, yang tidak putus, yang bersambung terus tanpa akhir (ombuyu,
nifatohu-tohu man, l aetu). Setiap waktu boleh disambung. Begitulah kasih
dari menantu terhadap mertuanya tak pernah putus dan berlangsung terus,
dapat dilanjutkan setiap waktu, dan sambungannya halus, tidak nampak.

Lagara
Lagara adalah nama tumbuhan jalar yang memanjat dan melilit pohon.
Batangnya agak keras. Lagara berlawanan dengan tali kasih. Leluhur Nias
mengatakan, bahwa adat istiadat kita atau Bw tidak seperti Lagara, yang
diartikan kasar dan keras, melainkan seperti Afasi. Lagara ditemukan dalam
hutan rimba, sejenis wewe, jika ujungnya dipotong dengan parang, maka tidak
dapat disambung lagi. Panjangnya sekian saja, selesai. Hubungan kasih antara
manusia cepat putus (aetu). Tidak ada kesinambungan.

Siraha Afasi
Karena tenunan kapas (bewew afasi) telah menjadi lambang untuk adat
perkawinan, maka niat yang baik untuk melangsungkan perkawinan penuh
rasa hormat dan kasih diperagakan dengan memakai Siraha Afasi. Calon suami
memasuki rumah mertuanya tidak seperti biasa melalui tangga rumah di
depan pintu, melainkan sebelumnya dia sudah menyediakan satu batang kayu
yang bercabang dari pohon kapas (afasi). Kayu yang bercabang itu disandarkan
pada tangga rumah, kemudian dengan menginjak cabang afasi itu dia
memasuki rumah mertuanya. Inilah pernyataan bahwa ia bersedia untuk
mengikuti dan menjalankan Bw yang dilambangkan dalam bewew afasi itu.

Bw dan Tla Geu Bw


8

Labb ba Ziraha
Satu tanda lain lagi dilakukan untuk menguatkan niat hati itu. Sepotong
kayu afasi yang kecil dan bercabang dua diambil dan diikat pada patung Adu
Zatua sebagai pemberitahuan kepada para leluhur dan untuk memohon berkat
mereka. Satu ikatan yang kuat pula.

Niha sotd, Niha sobw


Salah satu kata kunci untuk Nias ialah niha (manusia). Karena itu
kepulauan yang terbesar di sebelah Barat Sumatra itu disebut Tan Niha,
Tanah yang merupakan kediaman manusia.
Kata kunci lain adalah td, secara harafiah artinya jantung. Tetapi arti
dalam bahasa Indonesia ialah hati. Idaman kita ialah seorang manusia (niha)
yang hidup sungguh manusiawi yang terwujud atau bersumber dari hatinya
yang baik. Contoh: Seorang laki-laki oleh orangtuanya diberi nama: Skhihati,
Skhiatul, Binahati, Sarotd, Oddg, Sobadd dll. Intinya merawat hati
agar berperilaku baik dan manusiawi. Manusia seperti itu dapat juga disebut
obw.

Kaitan dengan Agama Kristen


Tujuan dasar dari Bw sangat dekat dengan Kasih Kristiani, seperti
dilukiskan oleh Santo Paulus dalam suratnya yang ke-2 kepada jemaat di
Korintus, bab 13: Kasih tak pernah berhenti dan tidak dapat dipadamkan.
Tetapi kasih itu harus dilindungi dari kerakusan manusia, harus dilestarikan,
harus dimurnikan, harus diilhami oleh Terang Kristus. Kasih Kristus ini
akhirnya merupakan ukuran dan pedoman bagi kita untuk kasih yang sejati.
Kasih itu tidak menuntut, tidak memaksa, tidak mencari keuntungan
pribadi, tidak bertengkar, tidak main silat dengan kata. Kasih itu tidak onekhe
dan tidak mosfu, tidak menipu, tidak membohongi, tidak mencelakai. Kasih
itu tidak menjadikan mempelai pria seperti orang itu di perjalanan antara
Yerikho dan Yerusalem yang dirampok, dipukuli dan dibiarkan setengah mati.
Hukum Emas Dalam Perjanjian Baru Agama Kristen
Apa yang kamu ingin orang lain buat kepadamu, buatlah kepada mereka
pula. Kalau kita melaksanakan itu, bw tidak amohua kefe, melainkan
amohua cinta kasih Kristus.

Bw dan Tla Geu Bw


9

Penjelasan tentang Bw di beberapa Kamus

1. H. Sundermann, Missionar zu Llwua, Nias. Niassisch Deutsches


Wrterbuch.
1905 Moers. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Sundermann menyebut 6 arti dari bw. Dalam kurung penterjemahan
dari penulis:
1.Sitte (adat istiadat), 2. Benehmen (tingkah laku), 3. Brautpreis (mas
kawin), 4. Strafe (hukuman), 5. Geldstrafe (denda), 6. Geschenk
(hadiah).
Lagi disebutnya kata bwu: eine Holzsorte (sejenis pohon).
Untuk kata sifat obw/mobw Sundermann menulis:
freigebig, nobel (murah hati, luhur budi, mulia).

2. B. Mendrfa, Ama Wohada. 1983/1984. Kamus Bahasa Nias Indonesia.


Serie B
Ama Wohada menyebut 4 arti dari bw:
1. budi, 2. jujuran, 3. hukum, hadat, 4. Jenis kayu.
Ditambahkan lagi 3 sambungan kata:
Bw fna hadat dahulu,
Bw ndra ama hadat kakek-kakek,
Bw si skhi hadat yang baik
Dalam kamusnya ditemukan lagi kata obw dalam arti pemurah
Dan kata obw sibai dalam arti sangat pemurah.

3. B. Mendrfa, Ama Wohada. 1982. Pepatah Nias dan Artinya.. Serie A


Pepatah nomor 404 Bw wanema bw - Budi penerima budi
Menerima budi harus dengan budi, hadat dengan hadat,
seharusnya musti seimbang.

4. Apolonius Lase. Kamus Li Niha, Nias Indonesia. 2011, Jakarta.


Penerbit Buku Kompas.
Dalam kamus ini sama sekali tidak muncul kata bw dan obw.

Bw dan Tla Geu Bw


10

Warga di Pulau Hibala membuat perahu dari Pohon. Foto: P. Johannes M. Hmmerle, OFMCap., 1
Oktober 2006.

Bw dan Tla Geu Bw


11

Salah satu perkakas untuk membuat perahu dari pohon di Kepulauan Batu

Perahu dari pohon Bw di Pulau Hibala. Foto: P. Johannes M. Hmmerle, OFMCap.,


1 Oktober 2006.

Bw dan Tla Geu Bw


12

Bw dan Tla Geu Bw

Anda mungkin juga menyukai