Anda di halaman 1dari 13

OGOH-OGOH BLITAR

Tugas matakuliah Filsafat Ilmu

Dosen pengampu:

Dr. Suyoto, S.Kar., M.Hum.

Oleh:

Nama: Mujib Choirul Huda

NIM: 18111134

JURUSAN KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA
2018
Larar Belakang

Desa Semen merupakan salah satu desa di kecamatan Gandusari


Kabupaten Blitar. Masyarakat Desa Semen terdiri dari tiga agama yakni
Islam, Hindu, dan Kristen. Desa Semen mempunyai kegiatan yang
melibatkan seluruh masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama,
salah satunya adalah tradisi ogoh-ogoh. Tradisi ogoh-ogoh di Desa Semen
merupakan tradisi yang berbeda dengan tradisi ogoh-ogoh di daerah lainnya.
Ogoh-ogoh yang merupakan salah satu serangkaian kegiatan Nyepi, tidak
hanya melibatkan umat Hindu, akan tetapi umat Islam dan Kristen di Desa
Semen juga terlibat dalam pelaksanaan tradisi ogoh-ogoh.

Penelitian tentang tradisi ogoh-ogoh ini ditujukan untuk memenuhi


tugas semester matakuliah filsafat ilmu yang di ampu oleh Bapak Dr. Suyoto,
S.Kar., M.Hum. Dilakukan dengan cara wawancara yaitu narasumber yang
dapat memberikan informasi dan jawaban yang jelas dari pertanyaan
penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian tradisi ogoh-ogoh di Desa
Semen adalah teori ontologi, epistimologi dan aksiologi.

Hasil dari penelitian ini adalah diketahui tata cara penyelenggaraan tradisi
ogoh-ogoh di Desa Semen yang diawali dengan upacara Ogoh-ogoh yang
dibuat oleh umat Hindu diarak oleh pemuda Hindu, Islam, dan Kristen
mengelilingi Desa Semen yang pada akhirnya ogoh-ogoh dibakar saat
matahari tenggelam. Pembakaran ogoh-ogoh tersebut merupakan simbol dari
keburukan yang diwujudkan dalam bentuk patung raksasa dan mempunyai
rupa yang seram mempunyai makna yakni menghilangkan segala keburukan
sebelum Umat Hindu melakukan ibadah Nyepi, Tradisi ogoh-ogoh juga
merupakan suatu bentuk usaha pemerintahan Blitar guna mempromosikan
Desa Semen yang mempunyai julukan Kampung Wisata Ekologis dengan
bermacam-macam kebudayaan dan keindahan alam.
Pembahasan I

Ogoh-ogoh

Wawancara (Suwarno, 2 Januari 2019)

Enek e Ogoh-ogoh nek Blitar iki mergo di enengke karo bupati Heri Nugroho. 
Sakdurunge, bupati Heri Nugroho weruh kabudayan neng bali seng jenenge Ogoh-
ogoh.  Banjur Heri Nugroho penasaran marang kabudayan Ogoh-ogoh kok meriah
men.  Terus di terapke neng masyarakat hindu seng ono neng blitar.  Mestine
Bupati Nugroho takon neng panggonan ritualan kui.  Kanggene ritual kui
sadurunge pergantian tahun baru saka iki.  Lek umat hindu ngenekne nyepi.  Koyo
ndeingi kui pas tahun baru tanggal 1 januari.  Seng malem tahun barune ngenekne
penyepian coro umat hindu, lha sakdurunge ngenekne penyepian kui,  ngenekne
ritual Ogoh-ogoh. Dadi ritual Ogoh-ogoh kui di enekne pas wektu ndeinginane
tahun baru.  Urutane ritual Ogoh-ogoh, ritual penyepian lan rioyo tahun saka.
Intine Ogoh-ogoh kui nyisihne barang bekokolo seng arepe di nggeni ritualan
umat hindu kui ojo ganggu gawe wong ngenekne ritualan nyepi yo kui topo broto,
lek coro umat muslim arepe poso.  Posone umat hindu kui lek nglakoni pas arepe
tahun baru kui, poso pati geni sedino sewengi, sakdurunge poso pati geni kui
ngenekne ritual Ogoh-ogoh kui simbolis utowo perlambang nanging tenan.
Kui maeng kae neng ngendi daerah seng ono umate hindu lingkup daerah kui
mau di enekne Ogoh-ogoh.  Ogoh-ogoh kui mau di wenehi pengurip-urip lan di
sentralne neng ngendi  nggene lek ngumpulne.  Lek kene neng alon-alon kutho. Di
kumpulne nganggo toto upocoro lan di sajeni.  Patung Ogoh-ogoh kui mau di
wenehi pengurip-urip sesimbulan lan diwenehi panganan supoyo ojo ganggu wong
topo broto nyepi sak suwene tahun baru iki.
Banjur Ogoh-ogoh kui mau di ubengke neng ndalan lan di tabuhi.  Tabuhane
ora entok nggawe alat musik modern.  Kudu nggawe alat musik alami utowo
tradisional koyo kentongan lan jedor.  Ogoh-ogoh kui mau di obahne bareng-bareng
lan di arak tumuju nggon lapangan. Sakwuse tekan lapangan Ogoh-ogoh kui mau di
obong supoyo pengurip-urip seng neng njero Ogoh-ogoh iso nyingkrih soko
panggonan seng di gawe kajatan topo broto / nyepi.
Nalikane arepe di obong, Ogoh-ogoh kui mau di lumpukne dadi sak nggon di
wenehi pengurip-urip lan di sajeni, seng menehi pendetane umat hindu.  Supoyo
ngamanke daerah seng ngenekne pertapan.  Dadi upomo ngenekne Ogoh-ogoh nek
lingkup blitar, yo lingkup Blitar kui seng di amanke soko beko kolo kui maeng kae.

Terjemah
Adanya Ogoh-ogoh di Blitar duadakan oleh Bapak Hery Nugroho
ketika menjadi Bupati Blitar.  Sebelumnya Bupati Nugroho mengetahui
kebudayaan di Bali yang bernama Ogoh-ogoh.  Kemudian Bapak Heri
Nugroho penasaran terhadap kebudayaan Ogoh-ogoh yang sangat meriah. 
Lalu di terapkan kepada masyarakat hindu yang ada di Blitar.  Pastinya
Bapak Heri Nugroho bertanya di tempat ritualan tersebut.  Ritualan tersebut
di gunakan pada saat pergantian tahun baru saka.  Bahwa umat hindu
mengadakan upacara nyepi.  Seperti tahun baru kemarin pada tanggal 1
januari yang pada malam tahun barunya umat hindu mengadakan
penyepian.  Sebelum mengadakan penyepian tersebut, mengadakan ritual
Ogoh-ogoh.  Jadi, ritual Ogoh-ogoh itu di adakan pada waktu 2 hari sebelum
tahun baru saka.  Urutannya adalah ritual Ogoh-ogoh, ritual penyepian,
kemudian tahun baru saka.
Pada intinya Ogoh-ogoh mengandung maksud menghilangkan dan
menjauhkan gangguan dan malapetaka pada wilayah tertentu yang akan di
gunakan umat hindu untuk melakukan ritual penyepian atau bertapa diri.
Kalau umat islam, pada waktu akan melakukan puasa.  Puasanya umat
hindu dilakukan pada waktu akan menjelang tahun baru saka, puasa pati
geni sehari semalam, sebelum puasa tersrbut umat hindu melakukan upacara
Ogoh-ogoh tersebut sebagai simbolis atau perlambang tetapi beneran.
Upacara ini dilakukan di lingkup daerah yang di daerah tersebut ada
umat hindu nya.  Ogoh-ogoh tersebut di beri penghidupan didalamnya dan
di sentralkan di tempat yang di sediakan, biasanya di pusat kota.  Di
kumpulkan di satu tempat dengan tata upacara dan di beri sesaji.  Patung
ogoh-ogoh tersebut diberi penghidupan berupa sesimbulan raksasa yang
berwatak angkara murka dan diberi makan supaya tidak mengganggu
orang-orang umat hindu yang melakukan pertapa penyepian pada waktu
tahun baru tersebut.
Kemudian Ogoh-ogoh tersebut di kirabkan di jalan dengan iringan
tabuhan.  Iringan tabuhan tidak boleh menggunakan alat musik modern. 
Harus menggunakan alat musik alami atau tradisional seperti kentongan dan
jedor. Ogoh-ogoh tersebut digerakkan bersama-sama dan di kirabkan menuju
lapangan untuk pembakaran.
Ketika akan di bakar, Ogoh-ogoh tersebut dikumpulkan di satu
tempat untuk di beri penghidupan dan diberi sesaji oleh pendeta umat
hindu.  Supaya mengamankan daerah yang ditempati untuk melakukan
orang-orang umat hindu melakukan pertapa. Jadi, semisal mengadakan
Ogoh-ogoh di lingkup blitar, ya lingkup Blitar tersebut yang dimohonkan
mala petaka / ke-angkara murkaan tersebut.
Pembahasan II

Ontologi
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang
menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu
Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhuta) alam semesta dan
waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan
patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar
dan menakutkan; biasanya dalam wujud Raksasa.
Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam
wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Neraka,
seperti : naga, gajah. Bahkan dalam perkembangannya, ada yang dibuat
menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau
tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik
atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar
Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.

Epistimologi

Upacara ini dilakukan di lingkup daerah yang di daerah tersebut ada


umat hindu nya.  Ogoh-ogoh tersebut di beri penghidupan didalamnya dan
di sentralkan di tempat yang di sediakan, biasanya di pusat kota.  Di
kumpulkan di satu tempat dengan tata upacara dan di beri sesaji.  Patung
ogoh-ogoh tersebut diberi penghidupan berupa sesimbulan raksasa yang
berwatak angkara murka dan diberi makan supaya tidak mengganggu
orang-orang umat hindu yang melakukan pertapa penyepian pada waktu
tahun baru tersebut.
Kemudian Ogoh-ogoh tersebut di kirabkan di jalan dengan iringan
tabuhan.  Iringan tabuhan tidak boleh menggunakan alat musik modern. 
Harus menggunakan alat musik alami atau tradisional seperti kentongan dan
jedor. Ogoh-ogoh tersebut digerakkan bersama-sama dan di kirabkan menuju
lapangan untuk pembakaran.
Ketika akan di bakar, Ogoh-ogoh tersebut dikumpulkan di satu
tempat untuk di beri penghidupan dan diberi sesaji oleh pendeta umat
hindu.  Supaya mengamankan daerah yang ditempati untuk melakukan
orang-orang umat hindu melakukan pertapa. Jadi, semisal mengadakan
Ogoh-ogoh di lingkup blitar, ya lingkup Blitar tersebut yang dimohonkan
mala petaka / ke-angkara murkaan tersebut.

Berikut adalah dokumen pada waktu berlangsungnya upacara:

1. Ogoh-ogoh diberi penghidupan oleh pendeta

Dokumen Pak Agung 28 Maret 2017


2. Ogoh-ogoh di kirabkan

Dokumen Pak Agung 28 Maret 2017

3. Pembakaran Ogoh-ogoh

Dokumen Pak Agung 28 Maret 2017

Aksiologi

Tradisi upacara Ogoh-ogoh mempunyai makna bagi masyarakat


Kabupaten Blitar, yakni sebagai pengusir keburukan serta roh jahat yang ada
di sekitar Kabupaten Blitar. Pada intinya Ogoh-ogoh mengandung maksud
menghilangkan dan menjauhkan gangguan dan malapetaka pada wilayah
tertentu yang akan di gunakan umat hindu untuk melakukan ritual
penyepian atau bertapa diri. Selain itu, ogoh-ogoh juga dapat menjadi suatu
media pariwisata guna mempromosikan Kabupaten Blitar sebagai Desa yang
baik pada masayarakat luas. Ogoh-ogoh menjadi suatu daya tarik bagi
masyarakat luar serta Kabupaten Blitar semakin diakui sebagai “Kota
Proklamator” yang mampu menjadi Desa percontohan toleransi antar umat
beragama di Indonesia.
Kesimpulan

Tradisi upacara ogoh-ogoh memiliki lima tahapan, tahapan tersebut


terdiri dari upacara Melasti, Tawur Kesanga, pawai ogoh-ogoh, Catur Brata
Penyepian serta Ngembak Geni. Lima tahapan tersebut mempunyai tema
besar sebagai serangkaian peringatan Nyepi dengan tema besar yakni
“Menjadikan Catur Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan
Berbangsa dan Bernegara Demi Keutuhan NKRI”.

Upacara Melasti adalah tahapan pertama yang dilaksanakan oleh


umat Hindu. Upacara Melasti diadakan di Pura Agung Jagat Kirana
Surabaya dengan diikuti oleh seluruh umat Hindu disekitar Blitar, adapun
daerah yang hadir diantaranya adalah dari Kecamatan Gandusari, Selopuro,
Wlingi dan Kesamben. Upacara Melasti mempunyai arti pembersihan
benda-benda pusaka yang ada dalam Pura agar bersih dan suci sebelum
umat Hindu melakukan ibadah Nyepi.

Tahapan kedua adalah Upacara Tawur Kesanga yang dilaksanakan


satu hari sebelum ibadah Nyepi. Upacara Tawur Kesanga diawali dengan
pembacaan doa oleh mangku dengan saji-sajian yang sudah disediakan oleh
pihak Pura, dilanjutkan dengan sembahyang tilem yang diikuti oleh umat
Hindu yang ada di Kabupaten Blitar. Tawur Kesanga merupakan suatu
upacara yang bermakna penyeimbangan alam semesta, yakni antara buana
alit (manusia)dan buana agung (alam semesta).

Pawai ogoh-ogoh adalah tahapan ketiga yang dilaksanakan setelah


umat Hindu selesai melaksanakan upacara Tawur Kesanga. Ogoh-ogoh yang
dibuat sejak bulan Januari 2017 diarak pada saat sore hari pada tanggal 28
maret 2017 dengan dibuka oleh Buparti Heri Nugroho. Ogoh-ogoh diarak
mengelilingi Sekitar pusat kota kemudian dibakar pada sore hari,
pembakaran tersebut mempunyai makna menghilangkan roh jahat yang ada
di Kabupaten Blitar sebelum umat Hindu melakukan ibadah Nyepi.

Tahapan keempat adalah Catur Brata Penyepian yang lebih dikenal


dengan ibadah Nyepi yang mempunyai arti tidak boleh melakukan empat
hal. Empat hal tersebut adalah amati geni (tidak menyalakan api), amati
lelungan (tidak berpergian), amati lelangenan (tidak bersenang-senang), dan
amati karya (tidak bekerja). Umat Hindu melakukan ibadah Catur Brata
Penyepian dimulai dari matahari terbit pada tanggal satu bulan saka sampai
matahari terbit pada tanggal dua saka.

Tahapan kelima adalah Ngembak Geniyang memiliki arti menjemput


api. Umat Hindu yang sudah selesai melaksanakan ibadah Nyepi
diperbolehkan kembali melaksanakan segala aktifitas yang sebelumnya tidak
boleh dilakukan pada saat umat Hindu melakukan ibadah Nyepi. Langkah
pada tahapan Ngembak Geni diawali dengan sembahyang yang
dilaksanakan bersama-sama di Pura terdekat daerahnya dan dilanjutkan
dengan berkunjung ke sanak keluarga.

Tradisi upacara Ogoh-ogoh mempunyai makna bagi masyarakat


Kabupaten Blitar, yakni sebagai pengusir keburukan serta roh jahat yang ada
di sekitar Kabupaten Blitar. Selain itu, ogoh-ogoh juga dapat menjadi suatu
media pariwisata guna mempromosikan Kabupaten Blitar sebagai Desa yang
baik pada masayarakat luas. Ogoh-ogoh menjadi suatu daya tarik bagi
masyarakat luar serta Kabupaten Blitar semakin diakui sebagai “Kota
Proklamator” yang mampu menjadi Desa percontohan toleransi antar umat
beragama di Indonesia.
Kepustakaan

Suwarno(95), Tokoh Agama Hindu, Semen, Gandusari, Blitar

Anda mungkin juga menyukai