Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Antropologi mempunyai banyak makna dan pengertian. Menurut David Hunter, Antropologi
adalah ilmu yang lahir dari sebuah keingintahuan yang tidak terbatas mengenai umat manusia.
Sementara Koentjaraningrat menyatakan bahwa Antropologi ialah sebuah ilmu yang mempelajari
umat manusia pada umumnya dengan mempelajari sebuah keanekaragaman warna, bentuk fisik dan
masyarakatnya serta kebudayaan yang sudah dihasilkan. Banyak pernyataan yang telah dikemukakan
para ahli namun sebenarnya, apakah pengertian sebenarnya dari antropologi?
Banyak orang berpikir bahwa para ahli Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik pada
peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa kehidupan masa lalu untuk
mendapatkan pecahan guci-guci tua, peralatan –peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi
arti dari apa yang ditemukannya itu. Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori
Evolusi dan mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan
perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan yang sangat keras terhadap
penciptaan manusia dari sudut agama kemudian melindungi bahkan melarang anak-anak mereka dari
Antroplogi dan doktrin-doktrinnya. Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau
Antropologi itu bekerja atau meneliti orang-orang yang aneh dan eksotis yang tinggal di daerah-
daerah yang jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat
umum adalah asing.
Semua pandangan umum akan antropologi ini ada benarnya, namun semua poin-poin itu
hanyalah bagian-bagian kecil dari arti antropologi yang sebenarnya. Antropologi secara umum ialah
salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
Antropologi muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri adat istiadat,
fisik, budaya yang sangat berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan
pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal yang dalam arti kesatuan masyarakat yang
tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tapi pada sosiologi lebih menitik
beratkan/fokus pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi berasal dari bahasa yunani, yaitu anthropos yang berarti manusia atau orang
sedangkan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial, antropologi memiliki dua sisi holistik dimana ia meneliti manusia pada tiap
waktu dan dimensikemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan
antropologi dari disiplin ilmukemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan
budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi
sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Pada makalah ini, kami ingin memaparkan hasil analisa kami dari kegiatan Study Excurse kami
di desa Upfaon dan Supun agar kami dapat melihat hubungannya dengan antropologi dan kami dapat
melihat sudah sejauh mana perubahan yang terjadi di desa yang masih memegang kuat adat istiadat
tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami mengidentifikasikan beberapa masalah yang akan
dijadikan bahan penelitian selanjutnya
 Banyaknya hal yang berubah di desa tersebut akibat perkembangan zaman
 Sedikitnya pengetahuan tentang arsitektur vernakuler
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk arsitektur rumah adat di desa itu?
2. Apakah adat istiadat di tempat itu berubah karena perkembangan zaman?
3. Upacara atau ritual apa saja yang masih ada di desa itu?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. TUJUAN
1. Mengidentifikasi tata nilai budaya yang terkandung pada arsitektur Dawan
2. Mengetahui norma budaya dan adat istiadat desa tersebut.
B. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Memperdalam pengetahuan tentang Arsitektur Vernakuler di Dawan, khususnya di Desa
Upfaon dan memperdalam pengetahuan tentang norma budaya di Desa Upfaon
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat mendapatkan pengetahuan baru akan Arsitektur Vernakuler.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Rumah Adat Naenonok


Rumah Adat Naenonok adalah salah satu rumah adat di Desa Upfaon. Nama Naenonok sendiri
diambil dari bahasa sekitar Naenon yang berarti kepala atau yang mengurus dan mengatasi masakah.
Rumah adat Naenonok adalah salah satu rumah induk di kawasan Upfaon. Menurut tradisi nenek
moyang, jika ada yang ingin kawin. Bekerja, berkebun, panen mereka harus mempersembahkan
korban seperti sapi, babi, jagung, ayam dan sayuran lainnya.

Gambar di atas adalah gambar tungku di mana para warga akan memasak nasi dan daging dari
hewan yang telah mereka bunuh untuk ritual. Setelah di masak, makanan tersebut akan di makan
ramai-ramai di dalam rumah adat tersebut.
Di dalam Rumah Adat Naenonok juga terdapat beberapa tulang yang di gantung di kerangka-
kerangka atap rumah. Semua tulang yang di gantung adalah tulang babi. Maksud dari digantungnya
tulang-tulang ini adalah agar diketahui sudah berapa banyak babi yang sudah di bunuh tahun
sebelumnya untuk ritual, biasanya untuk ritual pergantian atap.
Di dalam rumah adat tersebut juga terdapat sebuah tempat duduk. Tempat duduk itu biasanya
digunakan oleh ketua adat dan tua-tua adat.

Di dalam rumah adat tersebut juga terdapat beberapa alat masak yang digunakan untuk memasak
kurban yang sudah di bunuh.
Kayu-kayu yang dignakan untuk membangun rumah adat ini adalah kayu-layu yang tidak mudah
patah atau kayu-kayu yang kuat seperti Pole, Mahoni, dan Jati.

Gambar di atas adalah gambar altar dalam rumah adat. Kedua tiamg/altar itu sejajar satu sama
lain karena jika tidak kelihatannya akan miring, namun menurut adat hanya laki-laki saja yang boleh
mengikatkan tali pada altar tersebut. Tali yang digunakan adalah tali Nao yang di ambil dari hutan
tidak boleh tali yang lain. Alasan kenapa laki-laki yang harus mengikatnya adalah karena laki-laki
lebih banyak bekerja sementara perempuan hanya bertugas untuk mendampingi. Di atas altar juga
diletakkan beberapa harta dari nenek moyang, seperti uang-uang perak dan kalung Muti dan juga
gelang-gelang zaman dulu.

Di atas adalah gambar dari tiang-tiang yang berada di pintu masuk rumah adat. Ukiran-ukiran
yang berada di tiang tersebut ada dengan tujuan untuk membedakan rumah adat dan rumah biasa.
Tiang yang dari kiri adalah tiang yang melambangkan tiang laki-laki. Tiang laki-laki lebih tinggi dari
tiang perempuan. Hal ini dikarenakan martabat laki-laki yang lebih tinggi ketimbang perempuan.
Haunasi adalah tempat di mana hewan kurban di bunuh sebelum dimasukkan di rumah adat untuk
dipersembahkan saat ritual.
2.2. Upacara-Upacara Adat di Upfaon
I. Upacara Adat di Musim Panen
Saat musim panen, Desa Upfaon mempunyai tradisi untuk tidak memakan langsung hasil
panen yang sudah diambil. Menurut tradisi nenek moyang mereka, tanaman hasil panen
tersebut haruslah di bawa masuk ke rumah adat kemudian dipersembahkan dan
diletakkan di atas altar untuk didoakan. Tradisi ini dilakuan karena menurut kepercayaan
adat, jika rituan ini tak dilakukan, pada saat hasil panen tersebut di makan, mereka yang
memakannya akan terkena penyakit atau musibah
II. Upacara Kelahiran Anak
Masyarakat di Desa Upfaon mempunyai satu ritual atau upacara saat seorang anak
dilahirkan ke dunia. Saat seorang bayi lahir di desa itu, saat umurnya mencapai satu
tahun, sang ayah haris memotong rambut anak itu untuk menghindari mereka dari hal-hal
buruk yang mungkin bisa terjadi di masa yang akan daang.
III. Upacara Kematian
Di Desa Upfaon upacara kematian diadakan selama tiga hari.
a. Pada hari pertama, mayat di bawa pulang ke rumah duka, mayat harus diikat terlebih
dahulu kaki dan tangannya dengan benang, lalu keluarga akan membunuh babi.
Tujuannya agar mereka dapat makan bersama sebelum dia (yang telah meninggal) pergi.
b. Pada hari kedia, mereka akan membuat api unggun dan menjaga api itu agar tetap
menyala hingga pagi hari.
c. Hari ketiga adalah hari penguburan. Anak laki-laki yang paling tua di keluarga harus
memakai pakaian adat dan kalewang untuk mengelilingi peti mati itu. Tujuan ritual
tersebut adalah untuk menentukan ahli waris/penerus
2.3. Mata Pencaharian
Para warga desa mempunyai beberapa mata pencaharian yang mereka lakukan selain bertani dan
beternak, salah satu mata pencaharian tersebut adalah menenun dan merajut. Proses menenun ini
memerlukan waktu yang cukup lama karena pertama-tama benang harus diwarnai terlebih dahulu
dengan Daun Taung. Daun tersebut harus di rendam selama satu malam, lalu paginya di remas lalu
campur dengan kapur dan benang lalu di remas lagi agar benang menjadi berwarna hitam.
(Gambar 1.1. Daun Tarum)

(Gambar 1.2. Tenun Ikat)

Motif hitam putih dari kain pada gambar di atas ditenun dengan menggunakan benang yang di
remas dengan Daun Tarum sehingga menghasilkan warna yang demikian.
Selain menenun, pekerjaan lain yang dilakukan adalah menganyam. Biasanya barang yang
dianyam adalah Nyiru.
(Gambar 1.3. Nyiru)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Arsitektur dan Norma Budaya Dawan, maka diambil kesimpulan:
1. Arsitektur pada Rumah Adat Naenonok tidak mengalami banyak perubahan. Mereka masih tetap
mempertahankan model rumah adat yang sama dan tetap menggunakan bahan yang sama setiap
kali mereka mengganti atap/dinding/bagian lain dari rumah adat tersebut
2. Para warga Desa Upfaon dan Supun tetap mempertahankan adat istiadat mereka. Mereka tidak
menolak modernisasi tetapi tetap mempertahankan adat isitiadat yang sudah diturunkan turun-
temurun dari nenek moyang mereka
3.2. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka saran yang bisa kami berikan adalah, sebaiknya rumah-
rumah adat di Desa Upfaon tetap dilestarikan dan sebisa mungkin tidak dipengaruhi oleh modernisasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jeraman, Pilipus (2017) : “Antropologi Arsitektur Vernakular”, Modul Kuliah Jurusan Teknik
Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
2. Kelompok 27, Kelompok kerja studi excurse 2017. ATONI/DAWAN (STUDI KASUS :
RUMAH ADAT SUKU NAICEA DI DESA UTFAON KECAMATAN BIBOKI SELATAN
KABUPATEN TTU). Teknik Arsitektur Universitas Katolik Widya Mandira Kupang–NTT

Ujian
Teng
MAKALAH IDENTIFIKASI MASALAH TERHADAP TATA NILAI BUDAYA
YANG TERKANDUNG PADA ARSITEKTUR DAWAN

Dosen:

Ir. Pilipus Jeraman, MT.

Kelompok 2

Efrat Joyce Rata – 22116004

Gianti Maria Angela Paridy Man – 22116005

Jeffrey Lainama – 22116006

Anda mungkin juga menyukai