Anda di halaman 1dari 9

PERHIASAN PADA SUKU KOMBAI, BOVEN DIGOEL

(Jewelery of Kombai Tribe, Boven Digoel)

Sonya M. Kawer
Balai Arkeologi Jayapura
balar_jpr@yahoo.co.id

ABSTRACT
Tribal jewelry Kombai also know their traditions and culture. This tradition
has been introduced by their ancestors in ancient times. This paper to learn about
the form and function of accessories or jewelry Kombai Tribe. The method of data
collection is done with literature, field surveys, and analysis using Ethnoarchaeology
approach. In the form of jewelry is jewelry Kombai tribal head or crown of the head,
nose ornaments, decorations arm, necklaces, body decoration, penis sheath for
men, skirts for women tassel, and ornate legs. All these accessories are made or
derived from the nature around them stay.

Keywords: jewelery, Kombai tribe, function

ABSTRAK
Suku Kombai juga mengenal perhiasan dalam tradisi dan kebudayaan mereka.
Tradisi ini sudah diperkenalkan oleh nenek moyang mereka pada zaman dahulu.
Tulisan ini untuk mengetahui mengenai bentuk asesoris atau dan fungsi perhiasan
Suku Kombai. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, survei
lapangan, dan analisis menggunakan pendekatan etnoarkeologi. Bentuk perhiasan
pada suku Kombai yaitu perhiasan kepala atau mahkota kepala, hiasan hidung,
hiasan lengan tangan, kalung, hiasan badan, koteka untuk laki-laki, rok rumbai-
rumbai untuk perempuan, dan hiasan kaki. Semua asesoris ini terbuat atau berasal
dari alam sekitar mereka tinggal.

Kata kunci: perhiasan, Suku Kombai, fungsi

Tanggal masuk : 17 September 2014


Tanggal diterima : 3 November 2014

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014 169


PENDAHULUAN dilampaui, manusia menginjak suatu
masa kehidupan yang disebut masa
Sisa-sisa kehidupan prasejarah bercocok tanam. Masa ini amat penting
menunjukan kemampuan manusia dalam sejarah perkembangan dan
yang terbatas dalam memanfaatkan peradaban masyarakat karena pada
bahan-bahan yang disediakan oleh masa ini beberapa penemuan baru
alam sekitarnya. Alat-alat keperluan berupa penguasaan sumber-sumber
hidup dibuat dari kayu, batu, dan alam bertambah cepat(Soejono dan
tulang dengan pembuatan yang Leirissa, 2007:203).
sederhana, sekedar memenuhi tujuan Salah satu kebutuhan manusia
penggunaannya. Teknologi pada selain memanfaatkan alam sebagai
tingkat permulaan mengutamakan kehidupan sehari-hari, alam juga
segi praktis, sesuai dengan tujuan dimanfaat sebagai suatu hal yang
penggunaannya saja, yang makin dapat dilihat menarik dan memiliki
lama makin meningkat kearah nilai tersendiri. Contoh pada kulit
penyempurnaan bentuk perkakas- kayu melinjo yang dapat dibuat noken
perkakas keperluan hidup. Pada taraf bahkan asesoris pada tubuh manusia.
peningkatan ini, yang bukti-buktinya Manik-manik hutan dan beberapa
terutama ditemukan di Eropa, tampak jenis-jenis tumbuhan yang dapat di
kecenderungan ke arah pengutaraan fungsikan sebagai hiasan pada tubuh
rasa keindahan dan rasa keterikatan manusia.
pada peristiwa-peristiwa alam. Kondisi Bersumber dari pemikiran
ini menjadi landasan dari beberapa manusia yang cerdas dan dibantu
segi kehidupan rohani manusia, yaitu dengan tangannya yang dapat
seni dan kepercayaan. (Soejono dan memegang sesuatu dengan erat,
Leirissa, 2007:39). manusia dapat membuat dan
Keadaan alam yang melatar mempergunakan alat. Dengan alat-
belakangi kehidupan manusia pada alat ciptaannya itulah manusia dapat
masa prasejarah ditandai oleh membuat dan mempergunakan alat
beberapa peristiwa yang amat besar serta dapat lebih mampu mencukupi
pengaruhnya terhadapat kehidupan kebutuhannya. Misalnya pada pakaian
manusia. Alam menyediakan segala sampai pada asesoris yang dimilikinya
kebutuhan untuk hidup. Untuk yang terbuat dari alam.
menjaga kelangsungan hidup. Istilah perhiasan dalam kamus
Manusia mempunyai kelebihan dari bahasa Indonesia adalah sesuatu
segala jenis hewan lainnya dalam hal yang dipakai untuk menghiasi diri. Oleh
memiliki akal yang lebih berkembang. sebab itu suku-suku di Papua lebih
Perkembangan akal-budi manusia khusus pada suku Kombai juga memiliki
yang tercermin dari hasil budaya perhiasan yang dipakai menghias diri
yang diciptakan itu amat dipengaruhi dan memiliki nilai tersendiri dalam
oleh lingkungan alam sekitarnya adat-istiadat dan kebudayaannya.
(Notosusanto, 1993:2). Di Papua masih terlihat tanda-tanda
Tradisi prasejarah di Indonesia bertahannya tradisi prasejarah sampai
masih berlangsung hingga saat ini. jauh memasuki masa sejarah, bahkan
Sumber-sumber etnografi melukiskan hingga masa kini. Sumber-sumber
kehidupan beberapa suku yang masih etnografi melukiskan kehidupan
terdapat unsur-unsur prasejarah berupa beberapa suku menunjukan masih
aspek kehidupan sosial ekonomi dan terdapatnya unsur-unsur prasejarah
kepercayaan (Soejono dan Leirissa, yang mengendap di dalam kehidupan
2007:433). Setelah cara hidup masyarakat. Beberapa unsur
berburu dan mengumpulkan makanan

170 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014


tersebut mengendap dalam beberapa atau perhiasan yang digunakan dalam
aspek kehidupan sosial ekonomi, adat istiadat. Berdasarkan pada latar
kepercayaan, dan seni. Ciri-ciri belakang tersebut di atas, terdapat
fisiografi daerah Papua memiliki beberapa permasalahan yang dapat
sistem mata pencaharian hidup dan diuraikan mengenai bentuk dan
pola beradapetasi penduduk terhadap fungsi asesoris pada suku Kombai.
lingkungan alamnya berbeda-beda Metode yang digunakan dalam
antara satu atau beberapa golongan penelitian ini dengan pengumpulan
etnik dengan golongan etnik lainnya data dengan cara: studi kepustakaan,
berdasarkan berbedaan lingkungan untuk menjaring informasi tertulis dari
ekologi yang menjadi tempat tinggal buku-buku, artikel, maupun laporan
mereka. Selain itu perkembangan yang berkaitan dengan penelitian
struktur sosial masyarakat juga turut sebagai bahan referensi. Survei,
ditentukan oleh proses-proses adaptasi dengan cara melakukan pengamatan
oleh lingkungan alamnya. Atau dengan langsung di lapangan dengan format
perkataan lain faktor lingkungan alam pengambilan data, baik yang bersifat
turut menentukan sistem-sistem verbal (pencatatan dan pengukuran),
teknologi dan organisasi sosial dari maupun piktorial (pemotretan dan
masyarakat yang digunakan untuk penggambaran). Wawancara juga
beradaptasi bagi lingkungan alamnya dilakukan secara selektif pada tokoh
(Mansoben, 1995:34) adat untuk menampung informasi
Fokus tulisan ini adalah tradisi tentang bentuk perhiasan yang dimiliki
prasejarah pada suku Kombai di mengetahui fungsi perhiasan yang
Distrik Bomakia, Boven Digoel. Suku masih disimpan atau dimiliki oleh
Kombai memiliki warisan asesoris penduduk setempat.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014 171


Bentuk Perhiasan Suku Kombai hasil karya manusia.
Wujud tanpa keyataan tidak
Kebudayaan Suku Kombai telah memiliki arti namun berdasarkan
ada sejak nenek moyang mereka pengalaman hidup konkrit akan memiliki
hingga sekarang, yang dijadikan arti mendalam sebagaimana pada
sebagai sebuah identitas diri. Menurut suku kombai yang memiliki sebuah
Koentjaraningrat telah mengartikan identitas budaya yang masih dijaga
kebudayaan sebagai seluruh gagasan dan dimanfaatkan hingga sekarang.
dan karya manusia, yang harus Oleh sebab itu suku Kombai dikenal
dibiasakannya dengan belajar beserta sebagai salah satu suku yang masih
keseluruhan dari hasil budi dan memiliki asesoris atau perhiasan yang
karyanya itu. Wujud kebudayaan dalam dipakai dalam tradisi budaya mereka
Koentjaraningrat terdapat 3 wujud yang mulai dari, berperang, perkawinan, dan
serupa yaitu: sebagai suatu kompleks alat tukar. Semua perhiasan ini terbuat
dari ide, gagasan, nilai-nilai, norma- atau memanfaatkan alam sekitar.
norma, peraturan dan sebagainya, Dari hasil penelitian ini ditemukan
wujud kebudayaan sebagai suatu beberapa perhiasan yang dipakai oleh
kompleks aktivitas kelakuan berpola laki-laki dan perempuan. Berikut ini
dari manusia dalam masyarakat, wujud merupakan tabel dari bentuk perhiasan
kebudayaan sebagai benda-benda yang dipakai oleh suku Kombai.
Tabel 1. Bentuk hiasan pada laki-laki
No Bentuk hiasan Bahan Fungsi
1 Makota kepala jenis pertama Kulit kus-kus pohon + kulit kerang diikat di atas alis / testa
(firafhuo) cowries, (rakhi) + manik-manik rumbut
2 Makota kepala jenis kedua Tali rotan + pucuk daun sagu + manik- topi
(Mimina) manik rumput (wame)
3 Hiasan hidung (yani) Batu + kulit kerang Batu yang diasah ukuran hidung
dan kerang yang dipotong
ukuran sedang dipasang di
tengah-tengah antara lubang
hidung
4 Hiasan lengan tangan (Rafe) Kulit pohon nibung Kulit nibung dianyam bulat
ukuran tangan
5 Kalung (Wuhu) Gigi babi (aimba) + kulit pohon melinjo Gigi babi diikat pada anyaman
(li) tali pintalan melinjo dan
digunakan pada bagian leher
6 Hiasan badan (Ranggaleho) Gigi anjing (manggi) + kulit pohon Gigi anjing diikat pada pintalan
melinjo (li) kulit melinjo. Disilang pada
bagian badan
7 Koteka (Umo) Moncong burung taong-taong (Riambo) Dipakai pada bagian alat
dan kulit labu kelamin lelaki
8 Gelang kaki (dofi) Kulit pohon nibung Kulit nibung dianyam bulat
ukuran pergelangan kaki
Sumber: Balai Arkeologi Jayapura, 2014

172 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014


Tabel 2. Bentuk hiasan pada perempuan
No Bentuk hiasan Bahan Fungsi
1 Makota kepala 1 Manik-manik rumput Diikat di atas alis/ testa
(amyamoho)
2 Makota kepala jenis kedua Pucuk pohon sagu Dianyam dan ikat di atas kepala
(amyamoho)
3 Hiasan hidung (yani) Batu Batu yang diasah ukuran hidung
dipasang di tengah-tengah antara
lubang hidung
4 Hiasan lengan tangan Kulit pohon nibung hutan Kulit nibung dianyam bulat ukuran
(Rafe) tangangan
5 Kalung (aerali) Gigi babi + kulit pohon melinjo Gigi babi diikat pada anyaman tali
pintalan melinjo dan digunakan pada
bagian leher
6 Hiasan badan (Ranggaleho) Gigi anjing + kulit pohon melinjo Gigi anjing diikat pada pintalan kulit
melinjo, disilang pada bagian badan
7 Rumbai-rumbai atau rok Pucuk daun sagu Dipintal dan dibuat berbentuk rok
(Fiyo) rumbai-rumbai
8 Bra atau pakian dalam Kulit pohon melinjo Kulit pohon melinjo di pintal dan di
(Ranggali) anyam berbentuk pakian dalam
Sumber: Balai Arkeologi Jayapura, 2014

Gambar 1. Suku Kombai (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)

Bahan dari fauna Bahan kulit kerang


Perhiasan yang berasal dari Terdapat beberapa benda budaya
fauna yaitu gigi seri babi yang dilubangi dari bahan kulit kerang yang dijadikan
bagian pangkalnya untuk dijadikan sebagai mata uang, mas kawin,
perhiasan kalung, taring babi dan kuku perhiasan, alat serut dan penutup
burung elang yang digunakan sebagai alat kelamin laki-laki. Ada lima jenis
hiasan hidung, gigi anjing yang bagian kerang yang digunakan yaitu untuk
pengkalnya dilubangi untuk dijadikan mata uang, mas kawin dan perhiasan
perhiasan. Bagian lain dari binatang dari cangkang kerang kelas cypraea
yang juga digunakan adalah paruh erosaria moneta, kelas pectinidae
atas burung taon-taon yang dijadikan serratovola tricarinatus, kelas volutidae
sebagai alat penutup kelamin laki-laki. melo-melo, dan kelas fasciolariidae
Awetan burung cendrawasih maupun saginafusus pricei, dan alat serut dari
kulit binatang kuskus dijadikan hiasan cangkang moluska air tawar kelas
kepala. mytilidae modiolus proclivis iredale

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014 173


Gambar 2. Asesoris dari bahan binatang (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)

serta penutup kelamin laki-laki dari Bahan dari tumbuhan


cangkang moluska kelas fasciolariidae
saginafusus pricei. Diketahui ada Bahan yang diambil dari daun
lima jenis cangkang moluska yang pucuk pohon sagu yang dikeringkan
digunakan tersebut yang jenis kemudian dipintal untuk membuat rok
merupakan kerang laut rumbai-rumbai, hiasan kepala bagi
perempuan dan laki-laki, daun sagu
dianyam untuk pembuatan gelang,
anyaman dari pintalan serat kulit
pohon kayu melinjo untuk pembuatan
selempang, bra, tali pengikat mata
uang, pembuatan noken. Biji buah
rumput manik-manik sebagai
perhiasan badan. Kulit kayu ifi untuk
menempel kulit kerang sebagai hiasan
kepala, anayaman pelepah nibun
untuk dijadikan gelang tangan dan
tali dari rotan serta labu holim untuk
pembuatan koteka.

Gambar 3. Asesoris dari bahan kerang


(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)

174 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014


Gambar 4. Asesoris dari bahan tumbuhan (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)

Perhiasan yang dipakai pada laki- hiasan lengan tangan dan kaki yang
laki dan perempuan suku Kombai mulai dipintal. Tali rotan merupakan salah
dari kepala hingga kaki melambangkan satu tumbuhan yang hidup liar di
ciri khas masyarakat Kombai sebagai dalam hutan bersama-sama tumbuhan
suku yang hidup memanfaatkan alam lainnya, fungsi dari tali rotan ini
sekitar sebagai salah satu pendukung adalah sebagai alat pengikat atau
budayanya. Karena bahan-bahan penyambung suatu benda yang akan
pembuatan asesoris mudah diperoleh digunakan seperti membuat anyaman
di sekitar lingkungan mereka tinggal. perhiasan kepala laki-laki.
Mulai dari mendapatkan pohon sagu, Manik-manik rumput merupakan
karena di daerah Kombai merupakan jenis tubuhan yang ditanam oleh
daerah rawa sehingga pohon sagu masyarakat suku Kombai. Manik-
yang ditanam dapat tumbuh subur manik ini berfungsi sebagai hiasan
dengan baik, sehingga ujung pucuk kalung maupun hiasan kepala yang
pohon sagu dapat difungsikan sebagai lebih mempercantik bentuknya. Mulut
asesoris yang dapat digunakan. Kulit burung taong-taong dapat diperoleh
pohon melinjo, merupakan salah dengan cara berburu, burung ini hidup
satu tumbuhan yang ditanam dan disekitar daerah ini, karena bentuk
juga tumbuh liar dalam hutan, pohon dari mulut burung ini dapat berfungsi
melinjo ini memiliki kulit pohon yang sebagai alat penutup kelamin laki-laki.
kuat sehingga seratnya dapat dipintal Labu (lagenaria siceraria) jenis
dan diproses menjadi alat kantong, labu ini adalah labu yang berwarna
pakaian dan sebuah pintalan ikatan putih dan panjang. Labu ini ditanam
yang dipakai pada benda lain. dan diproses sehingga berbentuk yang
Pohon nibung merupakan salah dinamakan koteka yang digunakan oleh
satu pohon yang juga hidup menyebar kaum laki-laki. Gigi anjing merupakan
dalam daerah ini, batang pohon ini salah satu hiasan yang dipakain pada
hingga kulit pohon berfungsi sebagai bandan untuk mendapatkan gigi anjing

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014 175


suku kombai memiliki hewan peliharaan sebab itu budaya Kombai harus tetap
anjing yang selain hewan pemburu dijaga dan kembangkan sebagai salah
juga giginya dapat difungsi sebagai satu aset warisan budaya bagi anak
hiasan asesoris yang digunakan dalam cucu, generasi selanjutnya.
budaya mereka.
Gigi babi adalah salah satu PENUTUP
perhiasan yang digunakan pada
leher, untuk mendapatkan gigi babi Keadaan alam yang menjadi
suku Kombai sering berburu karena latar belakang kehidupan manusia
wilayah ini memiliki hutan yang luas pada masa prasejarah ditandai oleh
sehingga tidak menutupi kemungkinan beberapa peristiwa yang amat besar
untuk banyak terdapat hewan ini. Kulit pengaruhnya terhadapat kehidupan
kus-kus, untuk memperoleh kulit kus- manusia. Alam menyediakan segala
kus mereka dapat berburu sama hal kebutuhan untuk hidup. Untuk
pada binatang babi yang dilakukan menjaga kelangsungan hidup.
dengan berburu dan kulit dari kus-kus Manusia mempunyai kelebihan dari
dikeringkan dan digunakan pada bagian segala jenis hewan lainnya dalam hal
kepala dari laki-laki. dan batu yang memiliki akal yang lebih berkembang.
diasah dan digunakan pada hiasan Perkembangan akal-budi manusia
hidung semua itu mudah diperoleh di yang tercermin dari hasil budaya yang
sekitar alam mereka tinggal. diciptakan itu amat dipengaruhi oleh
Sedangkan kulit kerang couries lingkungan alam sekitarnya.
atau disebut rakhi adalah peninggalan Berdasarkan pembahasan di atas
nenek moyang mereka yang diperoleh bahwa suku Kombai yang berada di
dari hasil barter atau tukar menukar Distrik Bomakia memiliki budaya yang
pada zaman dahulu dengan orang menarik mulai dari tradisi hidup hingga
dari daerah luar atau pantai. Karena seni. Dalam kehidupan suku Kombai
kerang-kerang ini tidak terdapat di juga memiliki asesoris atau perhiasan
daerah pegunungan atau daerah suku yang digunakan setiap hari atau pada
Kombai sendiri. Untuk itu nilai kerang acara-acara adat. Adapun perhiasan-
pada suku Kombai memiliki arti dan perhiasan tersebut adalah makota
nilai tersendiri. kepala, hiasan hidung, hiasan lengan
Berdasarkan uraian di atas, maka tangan, kalung, hiasan badan, koteka
jelaslah bahwa cara hidup berburu dan (untuk laki-laki), rok rumbai-rumbai
mengumpulkan makanan berangsur- (untuk perempuan) dan hiasan kaki.
angsur ditinggalkan. Masyarakat mulai Perhiasan ini semua terbuat dari bahan
menunjukan tanda-tanda menetap di alam. Mereka bukan saja memanfaat
suatu tempat serta mengembangkan hasil alam sebagai bahan makanan
penghidupan baru berupa kegiatan namun hasil alam juga dimanfaatkan
bercocok tanam sederhana dan sebagai bahan asesoris yang
memelihara hewan. memperindah diri mereka sebagai jati
Asesoris tradisional ini dipakai diri suku Kombai. Suku Kombai dikenal
dalam kehidupan sehari-hari mulai sebagai salah satu suku yang masih
dari aktifitas berburu, meramu, memiliki asesoris atau perhiasan yang
mencari ikan, dan religi. Namun dipakai dalam tradisi budaya mereka
pada zaman sekarang mereka hanya mulai dari, berperang, perkawinan, dan
gunakan untuk upacara-upacara adat, alat tukar. Semua perhiasan ini terbuat
penyambutan, dan festival budaya. atau memanfaatkan alam sekitar.
Perhiasan-perhiasan ini masih
diwariskan hingga sekarang. Oleh

176 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014


DAFTAR PUSTAKA

Flassy, Don A. L. 2003. Refleksi Seni Rupa di Tanah Papua. Jakarta: Balai Pustaka.
Mansoben, Jhoszua Robert. 1995. Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta:
LIPI-RUL.
Poesponegoro, M. D. dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Prasetyo, Bambang. 2004. Religi pada Masyarakat Prasejarah di Indonesia. Proyek
Penelitian dan Pengembangan Arkeologi.
Redaksi. 2000. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional.
Soelaeman, M. Munandar. 2000. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika Aditama.
Soejono, R. P. dan R. Z. Leirissa. 2007. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 2 November – 2014 177

Anda mungkin juga menyukai