Anda di halaman 1dari 12

KANDAI

Volume 10 No. 2, November 2014 Halaman 153-164

PENGUNGKAPAN BUDAYA SUKU ANAK DALAM


MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU
(The Expression of Anak Dalam Tribe’s Culture
Through Vocabulary of Kubu Language)

Ermitati
Kantor Bahasa Provinsi Jambi
Jalan Arif Rahman Hakim 101, Telanaipura, Jambi
Pos-el: ermiwandi@yahoo.com
(Diterima 5 April 2014; Revisi 15 Oktober 2014; Disetujui 22 Oktober 2014)

Abstract
Language and culture are the two aspects of human life that can not be
separated because the language is a means to express the culture of a nation.
That led to the vocabulary of a language encode various speakers activities,
among others, social activities, arts, and cultures. This paper answers the
questions: (a) How is cultural reality of Anak Dalam tribe encoded in the
linguistic data of Kubu language? (b) What vocabularies of Kubu language that
can encode Anak Dalam tribe’s culture, with living in Bukit Dua Belas, the
province of Jambi? The data of this paper were collected through interviews
using techniques of recording, baiting, and noting. The data were analyzed with
the Kramsch theory (2000), which states that the language expresses cultural
realities of speakers of a language. The article finds that three classifications of
vocabularies Kubu language encode Anak Dalam Tribe’s culture, namely: (a)
traditional vocabularies (b ) making food vocabularies, (c) amulet vocabularies,
and (d) local wisdom. Besides, Anak Dalam Tribe’s culture encoded the
vocabularies of Kubu langguage, namely, basale, melangun, manumbai,
meremu, betilik, beburu, and objects worn as amulets.
Keywords: culture, Anak Dalam Tribe, encode, vocabulary, Kubu language

Abstrak
Bahasa dan budaya merupakan dua aspek kehidupan manusia yang tidak
dapat dipisahkan karena bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan
budaya suatu bangsa. Hal itu menyebabkan kosakata suatu bahasa
menyandikan berbagai kegiatan penuturnya, antara lain, kegiatan sosial, seni,
dan budaya. Tulisan ini menjawab pertanyaan: (a) Bagaimana realitas budaya
Suku Anak Dalam yang tersandi dalam data linguistik bahasa Kubu? (b)
Kosakata apa saja yang dapat menyandikan budaya Suku Anak Dalam yang
tinggal di Bukit Dua Belas, pedalaman Provinsi Jambi? Data tulisan ini
dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan teknik perekaman,
pemancingan, dan pencatatan. Data dianalisis dengan teori Kramsch (2000),
yang menyatakan bahwa bahasa mengungkapkan realitas budaya penutur suatu
bahasa. Tulisan ini menemukan tiga klasifikasi kosakata yang menyandikan
budaya Suku Anak Dalam, yakni (a) kosakata tradisi (b) kosakata pengambilan
makanan, (c) kosakata azimat, dan (d) kearifan lokal. Di samping itu, budaya

153
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

Suku Anak Dalam yang tersandi dalam kosakata bahasa Kubu, antara lain,
basale, melangun, menumbai, meremu, betilik, berburu, dan penggunaan benda-
benda yang berkaitan dengan azimat.
Kata-katakunci: budaya, Suku Anak Dalam, tersandi, kosakata, bahasa Kubu

PENDAHULUAN akivitas sosial dan aktivitas budaya


yang sesuai dengan kepercayaan
Bahasa dan budaya merupakan animisme yang mereka miliki.
dua aspek kehidupan manusia yang Sementara itu, masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan karena bahasa memiliki keyakinan terhadap suatu
merupakan sarana untuk agama, misalnya, agama Islam,
mengekspresikan budaya suatu bangsa. Kristen, Protesten, Buddha, Hindu,
Hal itu menyebabkan setiap unsur dll., juga akan melakukan aktivitas
bahasa mengandung muatan budaya sosial dan aktivitas budaya yang sesuai
penuturnya, termasuk budaya yang dengan agama yang mereka yakini.
berkaitan dengan sifat, perilaku, nilai Selain itu, aktivitas sosial dan aktivitas
moral, dan etika. Sumarsono dan budaya yang dihasilkan oleh suatu
Partana (2002:20) menyebutkan masyarakat juga berkaitan dengan
bahwa bahasa sering dianggap sebagai keadaan tempat tinggal mereka. Hal
produk sosial atau produk budaya, itu dapat kita lihat bahwa masyarakat
yang mewadahi aspirasi sosial, yang hidup dan tinggal di dekat
kegiatan, perilaku masyarakat, dan pantai, tentu sebagian besar berprofesi
penyingkapan budaya dan teknologi sebagai nelayan. Sebaliknya,
yang diciptakan oleh masyarakat masyarakat yang hidup dan tinggal di
pemakai suatu bahasa. Bahasa bisa daerah pergunungan, tentu saja,
dianggap sebagai “cermin sebagian besar akan berprofesi sebagai
zamannya”.Artinya, bahasa di dalam petani. Hal itu menyebabkan kosakata
suatu masa tertentu mewadahi apa yang terdapat dalam suatu bahasa
yang terjadi dalam masyarakat. menggambarkan aktivitas sosial dan
Kosakata dan ungkapan suatu aktivitas budaya yang dilakukan oleh
bahasa menyandikan budaya penutur suatu bahasa dalam kehidupan
penuturnya. Hal itu terjadi karena sehari-hari.
kosakata suatu bahasa menyandikan Suku Anak Dalam merupakan
pengetahuan dunia yang dimiliki oleh salah satu suku terasing yang ada di
penuturnya. Pengetahuan dunia yang nusantara. Mereka tinggal di dalam
dimiliki oleh penutur suatu bahasa hutan, di pedalaman Provinsi
dapat berupa aktivitas sosial dan Jambi.Suku Anak Dalam hidup sangat
aktivitas budaya yang dilakukan oleh sederhana dan sangat bergantung pada
masyarakat dalam kegiatan sehari-hari. alam.Mereka belum memakai pakaian
Aktivitas sosial dan aktivitas budaya seperti yang dipakai oleh masyarakat
suatu masyarakat itu ditentukan oleh modern. Kaum laki-laki Suku Anak
kepecayaan dan lingkungan tempat Dalam memakai kancut, yaknikain
tinggal yang mereka miliki. Misalnya, panjang yang lilitandari pinggang ke
masyarakat yang memiliki selangkangan untuk menutupi
kepercayaan animisme, yakni kemaluan laki-laki. Sementara itu,
‘kepercayaan kepada roh yang kaum perempuan Suku Anak Dalam
mendiami semua benda (pohon batu, yang belum menikah menggunakan
gunung, dll.)’, akan melakukan kain sarung yang dililitkan pada

154
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

tubuh sebatas dada dan kaum bahasa Kubu. Selain itu, tulisan ini
perempuan Suku Anak Dalam yang juga membuat deskripsi tentang
sudah menikah menggunakan kain kosakata bahasa Kubu yang
sarung yang dililitkan pada tubuh menyandikan budaya Suku Anak
sebatas pinggul. Dalam.
SukuAnak Dalam memiliki
kepercayaan dinamisme dan animisme. LANDASAN TEORI
Kepercayaan dinamisme adalah
keyakinan bahwa segala sesuatu Beeman (2012:531)
mempunyai tenaga atau kekuatan yang menyebutkan bahwa antropolinguistik
dapat mempengaruhi keberhasilan atau memandang bahasa melalui budaya
kegagalan manusia dalam dan melalui perilaku masyarakat,
mempertahankan yakni bagaimana bahasa digunakan
hidup,sedangkankepercayaan dalam kegiatan sosial dan kegiatan
animisme adalah kepercayaan kepada budaya tertentu. Definisi
roh yang mendiami semua benda antropolinguistik tersebut mengacu
(pohon batu, gunung, dsb.). Suku Anak pada hubungan antara bahasa dan
Dalam memuja roh nenek moyang dan budaya. Sementara itu, Sapir-Worf
memiliki banyak dewa yang mereka (dalam Beeman, 2012:533)menyatakan
anggap Tuhan. Mereka termasuk bahwa hubungan antara bahasa dan
masyarakat yang masih primitif budaya merupakan hubungan
danmemahami hutan sebagai tempat koordinatif. Pernyataan tersebut
yang cocok dengan cara hidup mereka. dikenal sebagai relativitas bahasa, yang
Suku Anak Dalam, yang memiliki terkenal dengan sebutan
keparcayaan dinamisme dan animisme, hipotesisSapir-Worf (Sapir-Worf
bertindak dan berperilaku dalam Hypothesis). Sementara itu, Storey
kehidupan mereka sehari-hari, struktur (2003) menyebutkan bahwa bahasa
sosial, hukum adat, dan mitos yang merupakanalat dan media untuk
mereka miliki, sesuai dengan memunculkan arti atau makna
keyakinan mereka. Hal itu (meaning). Dalam pandangan mereka,
menyebabkan budaya Suku Anak melakukan penelitian budaya berarti
Dalam berbeda dari budaya mengeksplorasi bagaimana makna
masyarakat Jambi pada umumnya. Hal diproduksi secara simbolik di dalam
inilah yang membuat penulis tertarik bahasa sebagai sebuah sistem tanda
untuk mengungkap budaya Suku Anak (signifying system). Kajian
Dalam yang tersandi dalam kosakata antropolinguistik juga dipahami
bahasa Kubu.Masalah yang akan sebagai pengkajian bahasa untuk
diungkap dalam tulisan ini ada dua, melihat hubungan antara bahasa dan
yakni (a) bagaimana realitas budaya budaya. Wawasan tentang hubungan
Suku Anak Dalam yang tersandi antara bahasa dan budaya
dalam data linguistik bahasa Kubu? dikemukakan oleh Kramsch (2000:3)
(b) Kosakata apa saja yang seperti berikut ini:
menyandikan budaya Suku Anak (a) Bahasa mengungkapkan
Dalam tersebut? Sehubungan dengan realitas budaya.Berarti,
masalah tersebut, tulisan ini bertujuan kosakata yang dituturkan oleh
untuk membuat deskripsi tentang seorang pembicara
realitas budaya Suku Anak Dalam berhubungan dengan
yang tersandi dalam data linguistik pengalaman seseorang tentang

155
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

dunia. Kosakata tersebut bahasa Kubu. Analisis data tulisan ini


mengungkapkan fakta, ide, dan menggunakan teori Kramsch, yang
peristiwa yang berhubungan menyatakan bahwa bahasa
dengan pengetahuan dunia mengungkapkan, menggambarkan, dan
yang dimiliki oleh penutur menyandikan realitas budaya
suatu bahasa. Selain itu, penuturnya. Teori Kramsch tersebut
kosakata suatu bahasa juga akan dikaitkan dengan hipotesis Sapir-
merefleksikan sikap dan Worf yang menyatakan bahwa bahasa
kepercayaan penuturnya. memengaruhi cara pandang manusia
(b) Bahasa menambah realitas terhadap dunia.
budaya.Berarti, anggota Sementara itu, Kecskes
masyarakat atau kelompok (2008:388) menyebutkan bahwa
sosial tidak hanya perilaku dinamis cara berbicara
mengekspresikan pengalaman manusia mengimplikasikan proses
mereka dengan bahasa, tetapi timbal balik antara bahasa (pesan) dan
mereka juga menciptakan konteks situasional aktual. Pesan, yang
pengalaman melalui bahasa. tersandi dalam konteks masa lalu,dapat
Mereka memaknai media yang digunakan untuk menciptakan makna
digunakan untuk dalam konteks masa kini. Oleh sebab
berkomunikasi dengan yang itu, pesan tidak pernah bebas konteks.
lain, misalnya telepon, e-mail, Kosakata atau butir leksikal
grafik, dan bagan. merupakan tempat penyimpanan
(c) Bahasa menyandikan realitas konteks masa lalu sehingga tak ada
budaya.Berarti, bahasa makna yang bebas konteks. Hal itu
merupakan sistem tanda merupakan keteraturan yang selalu
yang mempunyai nilai berulangpada acuan konteks masa lalu.
budaya. Penutur suatu bahasa Teori model makna dinamis
mengidentifikasikan diri tersebut memadukan pendekatan
mereka sendiri dan orang kontekstual eksternal dan pendekatan
lain melalui penggunaan kontekstual internal pada konteks dan
bahasa. mempertimbangkan proses komunikasi
sebagai proses yang terstruktur.
Teori Kramsch (2000:3) tersebut Pendekatan inidapat kita hubungkan
semakin mengukuhkan peran bahasa dengan pemahaman Sciabarra
dalam mengungkapkan budaya penutur (2002:381) tentang dialektika konteks.
suatu bahasa. Setiap bahasa Menurut Sciabarra, dialektika
menyandikan kenyataan budaya merupakan seni menjaga konteks
penutur suatu bahasa dalam bentuk karena kita harus memahami konteks
leksikal. Dengan kata lain, setiap setiap objek melalui teknik abstraksi
budaya menentukan kategorisasi dan integrasi. Dengan memahami
kenyataan. Fakta linguistik suatu objek dari sudut pandang yang
bahasa dapat dijadikan alat untuk berbeda, seseorang memiliki
menentukan budaya suatu etnis. Untuk pemahaman yang lebih komprehensif
menganalisis data linguistik yang terhadap suatu objek.
mengungkapan hubungan antara Teori model makna dinamis
bahasa dan budaya, tulisan ini memfokuskan pembahasan kaidah
menggunakan pendekatan antropologi- kontekstual dalam konstruksi makna.
linguistik yang didasarkan pada data Kecskes (2008:390) menyatakan

156
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

bahwa bahasa itu bermakna, dan kita situasional. Pengalaman masa lalu
perlu membedakan antara nilai makna yang mereka miliki bersama
unit leksikal dan makna situasional. melengkapi konteks situsional
Proses tafsiran makna situasional sebenarnya. Sementara itu,
meliputi proses membongkar konteks Gurtavenco (2014: 139) menyebutkan
pribadi, yang diungkapkan dalam nilai bahwa teori model makna dinamis
makna unit leksikal, proses yang diusulkan oleh Kecskes (2008)
membangun konteks pribadi dan ditandai oleh tingginya relevansi dan
konteks situasional aktual peserta tutur kegunaan teori tersebut dalam
yang saling memengaruhi. Nilai makna komunikasi antarbudaya. Kecskes
kata menyandikan konteks merumuskan bahwa makna adalah
pengalaman masa lalu,yang berperan hasil dari interaksi antara konteks
sebagai kaidah dalam konteks pribadi pembicarayang tersandi dalam
situasional dalam kaidah konstruksi satuan leksikal, kemudian digabungkan
makna. Pengetahuan dunia yang pengetahuan spesifik individu yang
dimiliki oleh penutur suatu bahasa dirumuskan dalam ucapan-ucapan dan
tersandi dan termutakhirkan secara disesuaikan dengan konteks pribadi
dialektikal dan relasional dalam kawan bicara dalam konteks
kosakata suatubahasa.Konteks situasional yang sebenarnya
situasionalaktual yang melatari sebuah sebagaimana yang dipahami oleh
katadilihat melalui konteks masa lalu. kawan bicara.
Menurut pendekatan ini, budaya Selanjutnya, Kecskes (2013:205)
masyarakat yang alami merupakan menyebutkan bahwa konteks
hasil penggabungan pengalaman masa merepresentasikan dua sisi
lalu dan pengalaman masa kini. pengetahuan, yakni konteks masa lalu
Pengalaman masa lalu terungkap dan konteks situasional aktual, yang
dalam nilai makna kosakata atau butir tidak dapat dipisahkan. Konteks
leksikal yang menyebabkan situasional aktual dilihat melalui
penggunaan tuturan oleh peserta tutur konteks masa lalu dan kombinasi ini
dan pengalaman saat ini tergambar menimbulkan tempat ketiga. Menurut
dalam konteks situasi aktual dalam pandangan ini, makna adalah hasil dari
komunikasi percakapan. Makna secara hubungan timbal balik pengalaman
formal terungkap dalam konteks masa lalu dan pengalaman masa kini.
interaksional linguistikyang tercipta Dengan demikian, ciri utama dari
secara spontan dan merupakan hasil aliran dinamis ini bentuk yang
dari pengaruh interaksi timbal balik memperlihatkan hubungan timbal balik
antara penggambaran konteks pribadi yang muncul antara kontruksi dan
dalam bahasa peserta tutur dan interaksi.
penginterpretasian konteks situasi saat
ini oleh peserta tutur. METODE PENELITIAN
Teori model makna dinamis yang
dikemukakan oleh Kecskes tersebut Penelitian ini menggunakan
didukung pula oleh Clark (2009). metode penelitian kualitatif, yang
Clark menyebutkan bahwa antara bertujuan untuk menentukan kaidah-
pembicara dan kawan bicara memiliki kaidah yang mengatur tentang
kesamaan informasi tentang klasifikasi kosakata bahasa Kubu yang
pengetahuan dunia dan nilai-nilai menyandikan budaya Suku Anak
bersama tentang keyakinan konteks Dalam. Klasifikasi kosakata bahasa

157
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

Kubu tersebut didasarkan pada unsur menyandikan budaya Suku Anak


konseptual spesifik kebudayaan yang Dalam.
tersandi dalam kosakata bahasa Kubu. Teknik pencatatan digunakan
Selain itu, kosakata bahasa Kubu juga oleh peneliti untuk mencatat data yang
mengungkapkan realitas budaya Suku diperoleh dari informan. Di samping
Anak Dalam, berarti kosakata bahasa itu, teknik pencatatan juga digunakan
Kubu yang dituturkan oleh Suku Anak untuk keperluan pengecekan kesahihan
Dalam berhubungan dengan data yang diperoleh dan mencatat
pengatahuan dunia yang mereka informasi tambahan yang dibutuhkan
miliki.Jadi, kosakata bahasa Kubu oleh peneliti.
tersebut mengungkapkan fakta dan Dalam pemilahan data penelitian,
peristiwa yang berhubungan dengan peneliti menggunakan teknik iden-
pengetahuan dunia yang dimiliki oleh tifikasi. Dengan teknik identifikasi,
Suku Anak Dalam. Selain itu, kosakata data berupa kosakata budaya bahasa
bahasa Kubu juga merefleksikan sikap Kubu diklasifikasi berdasarkan
dan kepercayaan Suku Anak kosakata yang menyandikan budaya
Dalam.Untuk mencapai tujuan itu, Suku Anak Dalam yang betalian
penelitian ini dilakukan dalam tiga dengan tradisi, pemenuhan kebutuhan
tahap, yakni (a) tahap pengumpulan pangan, benda-benda yang digunakan
data, (b) tahap penganalisisan data, dan sebagai azimat, dan kosakata budaya
(c) tahap penyajian hasil analisis. yang berkaitan dengan kearifan lokal.
Pada tahap pengumpulan data, Selanjutnya, data penelitian ini
digunakan metode observasi dengan dianalisis menggunakan teori Kramsch
teknik wawancara, perekaman, dan (2000), yang menyatakan bahwa
teknik pencatatan. Teknik wawancara bahasa mengungkapkan dan
yang digunakan dalam penelitian ini menyandikan realitas budaya penutur
adalah wawancara terstruktur. Teknik suatu bahasa dan Teori Model Makna
wawancara terstruktur itu digunakan Dinamis Kecskes (2008), yang
agar peneliti dapat menjaring data menyatakan bahwa budaya alami
sesuai dengan data yang dibutuhkan, masyarakat merupakan hasil
yakni data berupa kosakata bahasa penggabungan pengalaman masa lalu
Kubudan budaya Suku Anak Dalam. dan pengalaman saat ini. Pengalaman
Dengan menggunakan wawancara masa lalu terungkap dalam nilai makna
terstruktur tersebut, peneliti kosakata atau butir leksikal suatu
menggiring informan untuk bahasa.
menyebutkan kosakata yang
menyandikan budaya Suku Anak PEMBAHASAN
Dalam sesuai dengan data yang
dibutuhkan oleh peneliti. Kosakata budaya merupakan
Teknik perekaman digunakan salah satu kategorisasi leksikal, yang
untuk merekam data berupa digunakan oleh penutur suatu
wawancara yang dilakukan oleh bahasauntuk mengungkapkan berbagai
peneliti dan informan ketika kegiatan yang mereka lakukan dalam
melakukan penjaringan data. kehidupan sehari-hari. Hal itu
Kemudian, hasil rekaman itu berkaitan dengan kegiatan yang
ditranskripsi secara ortografis sesuai berhubungan dengan tradisi, seni,
dengan sasaran penelitian, yakni pemenuhan kebutuhan pangan, dan
kosakata bahasa Kubu yang sebagainya. Suku Anak Dalam,

158
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

sebagai salah satu suku terasing di tersebut terwujud dalam kehidupan


nusantara, hidup secara nomaden atau mereka sehari-hari. Suku Anak Dalam
hidup berpindah.Suku Anak Dalam percaya bahwa jika ada anggota
memiliki sistem kepercayaan keluarga mereka menderita suatu
politeisme, mereka mempercayai penyakit, mereka percaya bahwa para
banyak dewa. Ada dewa yang baik dewa, roh, serta mahluk haluslah yang
adapula dewa yang jahat. Selain mengganggu manusia. Oleh sebab itu,
kepercayaan terhadap dewa, mereka untuk mengobati orang sakit mereka
juga percaya adanya roh nenek akan melakukan tradisi pengobatan.
moyang yang selalu ada disekitar Tradisi pengobatan Suku Anak
mereka. Mereka percaya bahwa alam Dalam bertujuan untuk membersihkan
semesta menyimpan banyak roh yang atau mengusir roh jahat yang
melindungi manusia. Jika ingin bersemayam dalam tubuh orang sakit.
selamat, manusia harus menghormati Dalam bahasa Kubu, tradisi
roh dan tidak merusak alam, seperti pengobatan itu disebut basale.
hutan, sungai, dan bumi. Kekayaan Basaledilakukan dengan cara
alam bisa dijadikan sumber mata membaringkan orang yang sakit pada
pencarian untuk memenuhi kebutuhan sebuah balai, yang mereka sebut
hidup. Hingga saat ini, Suku Anak angkat semang. Suku Anak Dalam
Dalam masih mempertahankan percaya bahwa roh nenek moyang
beberapa etika khusus. Oleh sebab itu, mereka bersemayam di balai angkat
budaya Suku Anak Dalam sangat semang. Dalam melakukan tradisi
berbeda dari budaya masyarakat Jambi basale, dukun basale (malim) harus
pada umumnya. memakai pakaian serba putih.
Dalam artikel ini, kosakata yang Selanjutnya, dukun basale
menyandikan budaya Suku Anak menyanyikan mantra yang diiringi
Dalam akan diklasifikasai menjadi 4 bunyi redab. Redab merupakan alat
bagian, yakni (a) kosata tradisi (b) musik pukul, yang dimainkan dengan
pemenuhan kebutuhan pangan, (c) cara ditabuh. Redab ditabuh oleh
benda-benda azimat, dan (d) kosakata Malim Pembantu yang berjumlah
yang bertalian dengan kearifan lokal . ganjil. Redab terbuat dari bahan kulit
Keempat klasifikasi kosakata budaya kambing. Alat ini digunakan untuk
tersebut akan dipaparkan pada subseksi mengiringi tarian dan mantra dukun
berikut. sale. Suara redab diyakini oleh Suku
Anak Dalam akan memanggil roh-roh
Kosakata Tradisi leluhur.
Suku Anak Dalam percaya
Suku Anak Dalam memiliki bahwa alat musikredab bukan sekadar
tradisi yang sangat unik karena tradisi alat musik, tetapi digunakan juga
tersebut dilakukan sesuai dengan sebagai alat komunikasi antara dukun
keyakinan yang mereka miliki, yakni sale dan para dewa. Penabuhan redab
kepercayaan animisme. Tradisi yang dilakukan agar para dewa menerima
ada dalam budaya Suku Anak Dalam, doa yang dibacakan oleh malim. Hal
antara lain basale, manumbai, itu dapat membantu penyembuhan
danmelangun. Suku Anak Dalam orang yang sakit. Sambil menyanyikan
memiliki kepercayaan animisme dan mantra dan menari, dukun basale
memuja roh nenek moyang. mengelilingi orang sakit tersebut dan
Kepercayaan Suku Anak Dalam meneteskan air jampi-jampi ke mata

159
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

orang sakit. Air jampi-jampi diteteskan mantra untuk melakukan puji-pujian


ke mata orang sakit dengan cara terhadap lebah. Sambil membakar
mencelupkan ujung kain putih, yang kemenyan, juagan mengasapi lebah
disebutpera, ke dalam mangkuk yang dengan membakar tunon—kulit kayu
berisi air jampi-jampi. Biasanya, dalam dan sabut yang dibentuk memanjang—
proses pengobatan, malim akan agarlebah pindah ke pohon lain. Hal itu
mengalami kerasukan roh nenek dilakukan agar juagan tidak disengat
moyang. oleh lebah. Kemudian, madu yang
Di samping itu, dalam bahasa berhasil diambil oleh juagan akan
Kubu juga terdapat kata yang diturunkan dengan menggunakan
menyandikan tradisi Suku Anak sangkorot, yakni tali terbuat dari rotan
Dalam, yakni melangun.Melangun yang digunakan oleh suku anak dalam
merupakan tradisiSuku Anak Dalam untuk menurunkan madu dari pohon
yang berkaitan dengan tradisi menjauhi sialang.
tempat tinggal semula untuk Tradisi pengambilan madu, yang
menghilangkan rasa sedih akibat disebut manumbai olehSuku Anak
ditinggal mati oleh sanak saudara Dalam, menyandikan budaya Suku
mereka. Tradisi melangun diawali Anak Dalam, yang bertalian dengan
dengan meratap dan menghempaskan keyakinan mereka terhadap dewa atau
badan ke tanah selama sepekan. Hal itu roh nenek moyang. Hal itu terungkap
dilakukan karena Suku Anak Dalam dalam proses pengambilan madu,
berharap nyawa yang telah hilang akan yakni adanya pembacaan mantra dan
kembali ke tubuh jenazah. Sebelum pembakaran kemenyan dalam proses
melakukan melangun, jenazah ditutup pengambilan madu. Pembacaan mantra
dengan kain dan di baringkan di merupakan budaya puji-pujian
pasoron. Pasoron adalah pondok terhadap dewa dan pembakaran
berukuran 2x2 yang beratap daundan kemenyan merupakan budaya yang
digunakan untuk membaringkan orang berkaitan dengan pemanggilan roh
yang sudah meninggal. Suku Anak nenek moyang melalui asap
Dalam tidak mau mengubur jenazah kemenyan.
karena mereka percaya bahwa orang Jadi, kata basale, melangun,
yang telah meninggal bisa hidup dan manumbai merupakan kosakata
kembali. Tradisi melangun inilah yang bahasa Kubu yang menyandikan
menyebabkan Suku Anak Dalam tidak budaya Suku Anak Dalam, yang
bisa hidup menetap pada suatu tempat. berkaitan dengan tradisi. Ketiga tradisi
Mereka melakukan melangun selama Suku Anak Dalam itu menggambarkan
beberapa tahun. Setelah rasa sedih budaya Suku Anak Dalam yang masih
hilang, mereka kembali ke tempat primitif. Keprimitifan Suku Anak
semula. Dalam juga tercermin pada
Di samping itu, Suku Anak kepercayaan yang mereka anut, yakni
Dalam juga memiliki tradisi yang kepercayaan animisme. Hal itu
berkaitan dengan pengambilan madu. menyebabkan tradisi yang dimiliki
Tradisi pengambilan madu itu mereka oleh Suku Anak Dalam selalu
sebut dengan manumbai. Tradisi berkaitan dengan pemujaan terhadap
manumbai adalah tradisi pengambilan dewa dengan cara pembacaan mantra
madu, dengan cara juagan—orang dan pembakaran kemenyan.
yang memanjat pohon sialang untuk
mengambil madu—membacakan

160
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

Kosakata Pengambilan Makanan kebutuhan pangan berupa protein.


Betilik adalah menangkap ikan di
Manurung (2007) menyebutkan sungai dengan cara memilih dan
bahwa Suku Anak Dalam membidik ikan secara diam-diam,
menganggap hutan adalah tempat kemudian menangkap ikan yang
hidup dan rumah mereka sejak dulu. dibutuhkan dengan menggunakan
Itulah sebabnya, mereka tidak mau tombak. Hal itu dilakukan oleh Suku
menetap dan mencari nafkah di luar Anak Dalam agar ikan yang didapat
hutan karena tidak sesuai dengan cara sesuai dengan kebutuhan. Suku Anak
hidup mereka. Suku Anak Dalam Dalam tidak mau menggunakan jala
mendapat warisan dari leluhur mereka untuk menangkap ikan karena jala
berupa pengetahuan tentang akan membawa semua ikan yang
pengelolaan hutan yang sesuai dengan terjaring, termasuk ikan yang kecil-
pandangan mereka. Dalam pandangan kecil. Hal itu akan merusak ekosistem.
mereka, dunia adalah arena kehidupan Menurut filosofi hidup Suku Anak
yang harus dijaga keberadaannya Dalam, mereka hanya boleh
karena sudah dititahkan oleh dewa. menangkap hewan (ikan, babi, rusa,
Budaya Suku Anak Dalam yang atau labi-labi) sesuai dengan
berkaitan dengan cara mereka kebutuhan. Mereka tidak akan
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melakukan penangkapan hewan secara
tersandi dalam kosakata bahasa Kubu. berlebihan untuk ’investasi’ bahan
Kosakata yang berkaitan hal tersebut, makanan.
antara lain, meremu, betilik, dan Selain menggunakan tombak,
beburu. Meremuadalah mengambil Suku Anak Dalam juga menangkap
buah-buahan, daun-daunan, atau umbi- ikan dengan menggunakan tuba yang
umbian yang terdapat di hutan, untuk berasal dari getah kulit pohon berisil.
dijadikan bahan makanan oleh Suku Suku Anak Dalam menangkap ikan
Anak Dalam. Pada kata meremu ketika musim kemarau dengan
tersandi budaya Suku Anak Dalam menggunakan tuba getah berisil. Kulit
tentang cara mereka memenuhi pohon berisildiikat dan dipukul-
kebutuhan hidup. Pada kata pukulkan ke air sungai agar getahnya
meremutersebut terungkap bahwa keluar. Ikan yang sudah kena tuba akan
Suku Anak Dalam tidak menanam keluar kepermukaan karena getah
bibit buah-buahan, umbi-umbian, atau pohon berisil menyababkan mata ikan
sayur-sayuran yang mereka butuhkan menjadi rabun. Kemudian, mereka
sebagai bahan makanan, tetapi mereka memilih ikan yang mereka butuhkan.
hanya mencari bahan makanan yang Ikan yang kena tuba getah berisil tidak
tumbuh di hutan. Oleh sebab itu, dalam akan mati.
bahasa Kubu tidak ditemukan kosakata Di samping itu, dalam bahasa
yang mengandung konsep panen atau Kubu juga terdapat kata beburu, yang
memanen karena Suku Anak Dalam menyandikan budaya Suku Anak
tidak menanam bahan makanan yang Dalam tentang pemenuhan kebutuhan
mereka butuhkan. pangan. Beburu adalah menangkap
Kata betilik merupakan salah hewan di hutan (babi, rusa, biawak,
satu kosakata bahasa Kubu yang dll.) dengan menggunakan tombak.
menyandikan budaya Suku Anak Sebagaimana telah dijelaskan
Dalam. Kata betilik mengambarkan sebelumnya, Suku Anak Dalam
cara Suku Anak Dalam memenuhi menangkap binatang yang ada di

161
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

hutan sesuai dengan kebutuhan dan dibungkus dengan kulit kayu atau
mereka. kain putih. Azimat tersebut dijadikan
kalung. Azimat tersebut digunakan
Kosakata Penangkal Bala oleh Suku Anak Dalam untuk
menangkal marabahaya dan menolak
Kosakata bahasa Kubu juga roh-roh jahat yang bersemayam di
menyandikan budaya Suku Anak dalam jantung manusia.
Dalam, yang berkaitan dengan Kosakata bahasa Kubu yang
keyakinan mereka terhadap kekuatan berkaitan dengan penangkal bala,
suatu benda untuk menangkal bala. seperti amal. bebesel, taruh nikmat,
Kosakata penangkal bala atau azimat dan giginyaru menyandikan budaya
tersebut adalah amal. bebesel, taruh Suku Anak Dalam yang menganut
nikmat, dan giginyaru. Keempat kata kepercayaan animisme, yakni
itu berkaitan dengan benda yang dapat kepercayaan terhadap roh yang
digunakan oleh Suku Anak Dalam mendiami semua benda (pohon, batu,
sebagai azimat, yakni ‘benda yang gunung, sungai, dan sebagainya). Hal
dianggap memiliki kesaktian dan dapat itu tampak jelas dalam aktivitas
melindungi pemiliknya, digunakan kebudayaan Suku Anak Dalam. Hal
sebagai penangkal penyakit dan itu tercermin dalam kehidupan Suku
sebagainya’. Amal adalah benda Anak Dalam sehari-hari. Budaya Suku
terbuat dari kain yang digunakan untuk Anak Dalam merupakan budaya yang
membungkus tujuh batang rokok, tujuh sangat primitif sehingga budaya Suku
buah pinang, tujuh lembar daun sirih, Anak Dalam tersebut menjadi unik
dan sebuah bunga puar. Amal karena jauh berbeda dari budaya
digunakan oleh seorang dukun untuk masyarakat Jambi pada umumnya.
menakut-nakuti roh jahat. Sementara
itu, bebesel merupakan azimat terbuat Budaya Kearifan Lokal
dari sepotong ranting kayu atau
benda-benda lain yang mengandung Suku Anak Dalam memiliki
unsur logam dan batu, yang digunakan filosofi hidup beratap cikai,
oleh Suku Anak Dalam untuk berdinding benir, bertikar gambut,
melindungi diri, mengobati diri, dan berayam kuo, berkambing kijang,
menolak bala dari berbagai macam berkerbau tuno. Filosofi hidup Suku
penyakit. Bebesel diyakini oleh Suku Anak Dalam itu dapat diterjemahkan
Anak Dalam memiliki kekuatan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
tertentu. Selanjutnya, taruh nikmat beratap daun, berdinding pepohonan,
adalah minyak pelet yang digunakan berlantai tanah, berayam kuau
oleh Suku Anak Dalam, terbuat dari (burung hutan), berkambing kijang,
sperma gajah dicampur dengan dan berkerbau rusa. Filosofi hidup
minyak kelapa hijau, kemenyan Suku Anak Dalam itu dapat diartikan
putih, dan getah gaharu. Ramuan itu bahwa Suku Anak Dalam membangun
dimasak di tengah jalan setapak rumah beratap daun dan berdinding
yang bersimpang tiga. Kemudian, pepohonan. Mereka tidak boleh
ramuan itu dijampi-jampi oleh seorang berternak karena mereka telah
dukun atau malim. Giginyaru memiliki burung kuau sebagai
merupakan azimat berbentuk batu pengganti ayam, kijang sebagai
cincin yang berwarna kecoklatan atau pengganti kambing, dan rusa sebagai
tali pusat bayi yang telah dikeringkan pengganti kerbau. Di samping itu,

162
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

Suku Anak Dalam juga memiliki bibit setubung tidak boleh dilalui oleh
keyakinan bahwa membunuh atau Suku Anak Dalam karena lokasi itu
memotong hewan peliharaan itu dikeramatkan layaknya pekuburan.
haram. Mereka berpandangan bahwa Lokasi yang ditumbuhi pohon
perbuatan beternak hewan dan setubung dan pohon tenggeris, bahkan
kemudian memotong hewan peliharaan pohon-pohon lain yang ada dilokasi itu
yang sudah gemuk merupakan pun tidak boleh ditebang. Jika ditinjau
perbuatan yang sangat kejam. dari segi pelestarian alam, hal ini
Suku Anak Dalam memenuhi sangat baik. Setiap kelahiran bayi
kebutuhan pangan dengan cara berarti ada satu pohon yang turut
meremu, beburu, dan betilik. Di dalam tumbuh. Budaya Suku Anak Dalam
cara hidup ini terkandung kearifan tersebut merupakan bagian dari
lokal bahwa dalam beburu, meremu, kearifan lokal mereka dalam usaha
dan betilik mereka akan mengambil menjaga hutan agar tidak rusak.
bahan makanan dan membunuh hewan Selain itu, Suku Anak Dalam
sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini juga memiliki budaya yang bernilai
menunjukkan bahwa perilaku Suku kearifan lokal, yang berkaitan dengan
Anak Dalam memiliki nilai kearifan, kesehatan, yakni cemenggo dan
yakni manusia tidak boleh rakus dan besesandingon. Cemenggo dan
harus menjaga ekosistem agar tidak besesandingon adalah budaya Suku
merusak lingkungan. Sebagaimana Anak Dalam yang berkaitan dengan
dapat kita lihat, saat ini kerakusan larangan seseorang yang sedang sakit
manusia, misalnya penebangan hutan mendekati orang lain agar penyakit
untuk perkebunan sawit dan tanaman yang dia derita tidak menular kepada
industri lainnya, telah menyebabkan orang tersebut.
rusaknya ekosistem dan lingkungan.
Di samping itu, Suku Anak PENUTUP
Dalam juga memiliki budaya yang
mengandung nilai kearifan lokal, yakni Berdasarkan analisis yang telah
budaya Suku Anak Dalam yang dilakukan pada bagian pembahasan,
berkaitan dengan pohon setubung dan penulis menyimpulkan bahwa budaya
pohon tenggeris. Suku Anak Dalam Suku Anak Dalam tersandi dalam
memiliki hukum adat dan kepercayaan kosakata bahasa Kubu, antara lain,
yang melarang menebang jenis pohon budaya yang berkaitan dengan tradisi,
tertentu, yakni pohon kempas atau pengambilan makanan, penangkal bala,
tenggeris (Coompassia excelsa) dan dan kearifan lokal. Budaya Suku Anak
pohon setubung. Kulit pohon tenggeris Dalam yang berkaitan dengan tradisi
digunakan oleh Suku Anak Dalam tersandi dalam kata basale, melangun,
untuk mengolesi ubun-ubun dan tali dan manumbai. Sementara itu, budaya
pusat bayi yang baru lahir agar ubun- yang bertalian dengan cara
ubun bayi cepat keras dan tali pusat memperolah makanan tersandi dalam
bayi cepat kering dan tanggal. kata meramu, betilik, dan berburu.
Sementara itu, tali pusat dan ari-ari Selanjutnya, budaya Suku Anak Dalam
(plasenta) bayi dikubur bersama yang berhubungan dengan penangkal
dengan bibit pahon setubung karena bala adalah kata amal, bebesel, dan
Suku Anak Dalam meyakini jiwa anak giginyaru. Budaya Suku Anak Dalam
mereka hidup dalam pohon setubung. yang berkaitan dengan kearifan lokal
Lokasi tempat mengubur ari-ari dan tersandi dalam kata tenggeris,

163
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

setubung, cemenggo, dan 40(3): 385-


besesandingon. 406.www.elsevier.com.
Budaya Suku Anak Dalam yang Diakses 21 Maret 2013.
tersandi dalam kosakata bahasa Kubu Kecskes, Istvan. 2013. Intercultural
tersebut menggambarkan kehidupan Pragmatics. New York:
Suku Anak Dalam yang masih prmitif. Oxford University
Keprimitifan Suku Anak Dalam Press.
tercermin pada kepercayaan yang Kramsch, Claire. 2000. Social
mereka anut, yakni kepercayaan Discursive
animisme. Hal itu menyebabkan Constructions of Self in
hampir semua aktivitas budaya Suku L2 Learning.Dalam J.
Anak Dalam menggunakan Lantolf (Ed.).
pembacaan mantera dan pembakaran Sociocultural Theory
kemenyan karena mereka melakukan and Second Language
pemujaan terhadap dewa-dewa. Learning:133-154. New
York: Oxford
DAFTAR PUSTAKA UniversityPress.
Manurung, Butet. 2013. Sokola
Beeman, William O. 2012. Philosophy Rimba.Yogyakarta:
of Linguistics. Insist Press.
Amsterdam: Elsevier B. Sciabarra, Chris Matthew. 2002.
V. Reply to Roderick
Clark, Lynn. 2009.Variation, Change, Long: Dialectical
and The Usage-based Libertarianism: All
Approach. Scotland: Benefits, No
University of Hazards.The Journal of
Edinburgh. Ayn Rand Studies3(2):
Gurtavenco, Simona. 2014. Philology 381-399. Pennsylvania:
and Cultural Studies. Pennsylvania State
Bulletin of The University Press
Transilvania Series IV Storey, John. 2003. Inventing Popular
7(1): 137-142. Brasov: Culture. Oxford:
Transilvania University Blackwell.
Press. Sumarsono dan Paina Partana. 2002.
Kecskes, Istvan. 2008. Dueling Sosiolinguistk.
Context: A Dynamic Yogyakarta:Sabda dan
Model of Meaning. Pustaka Pelajar.
Journal of Pragmatics

164

Anda mungkin juga menyukai