Ermitati
Kantor Bahasa Provinsi Jambi
Jalan Arif Rahman Hakim 101, Telanaipura, Jambi
Pos-el: ermiwandi@yahoo.com
(Diterima 5 April 2014; Revisi 15 Oktober 2014; Disetujui 22 Oktober 2014)
Abstract
Language and culture are the two aspects of human life that can not be
separated because the language is a means to express the culture of a nation.
That led to the vocabulary of a language encode various speakers activities,
among others, social activities, arts, and cultures. This paper answers the
questions: (a) How is cultural reality of Anak Dalam tribe encoded in the
linguistic data of Kubu language? (b) What vocabularies of Kubu language that
can encode Anak Dalam tribe’s culture, with living in Bukit Dua Belas, the
province of Jambi? The data of this paper were collected through interviews
using techniques of recording, baiting, and noting. The data were analyzed with
the Kramsch theory (2000), which states that the language expresses cultural
realities of speakers of a language. The article finds that three classifications of
vocabularies Kubu language encode Anak Dalam Tribe’s culture, namely: (a)
traditional vocabularies (b ) making food vocabularies, (c) amulet vocabularies,
and (d) local wisdom. Besides, Anak Dalam Tribe’s culture encoded the
vocabularies of Kubu langguage, namely, basale, melangun, manumbai,
meremu, betilik, beburu, and objects worn as amulets.
Keywords: culture, Anak Dalam Tribe, encode, vocabulary, Kubu language
Abstrak
Bahasa dan budaya merupakan dua aspek kehidupan manusia yang tidak
dapat dipisahkan karena bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan
budaya suatu bangsa. Hal itu menyebabkan kosakata suatu bahasa
menyandikan berbagai kegiatan penuturnya, antara lain, kegiatan sosial, seni,
dan budaya. Tulisan ini menjawab pertanyaan: (a) Bagaimana realitas budaya
Suku Anak Dalam yang tersandi dalam data linguistik bahasa Kubu? (b)
Kosakata apa saja yang dapat menyandikan budaya Suku Anak Dalam yang
tinggal di Bukit Dua Belas, pedalaman Provinsi Jambi? Data tulisan ini
dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan teknik perekaman,
pemancingan, dan pencatatan. Data dianalisis dengan teori Kramsch (2000),
yang menyatakan bahwa bahasa mengungkapkan realitas budaya penutur suatu
bahasa. Tulisan ini menemukan tiga klasifikasi kosakata yang menyandikan
budaya Suku Anak Dalam, yakni (a) kosakata tradisi (b) kosakata pengambilan
makanan, (c) kosakata azimat, dan (d) kearifan lokal. Di samping itu, budaya
153
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164
Suku Anak Dalam yang tersandi dalam kosakata bahasa Kubu, antara lain,
basale, melangun, menumbai, meremu, betilik, berburu, dan penggunaan benda-
benda yang berkaitan dengan azimat.
Kata-katakunci: budaya, Suku Anak Dalam, tersandi, kosakata, bahasa Kubu
154
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…
tubuh sebatas dada dan kaum bahasa Kubu. Selain itu, tulisan ini
perempuan Suku Anak Dalam yang juga membuat deskripsi tentang
sudah menikah menggunakan kain kosakata bahasa Kubu yang
sarung yang dililitkan pada tubuh menyandikan budaya Suku Anak
sebatas pinggul. Dalam.
SukuAnak Dalam memiliki
kepercayaan dinamisme dan animisme. LANDASAN TEORI
Kepercayaan dinamisme adalah
keyakinan bahwa segala sesuatu Beeman (2012:531)
mempunyai tenaga atau kekuatan yang menyebutkan bahwa antropolinguistik
dapat mempengaruhi keberhasilan atau memandang bahasa melalui budaya
kegagalan manusia dalam dan melalui perilaku masyarakat,
mempertahankan yakni bagaimana bahasa digunakan
hidup,sedangkankepercayaan dalam kegiatan sosial dan kegiatan
animisme adalah kepercayaan kepada budaya tertentu. Definisi
roh yang mendiami semua benda antropolinguistik tersebut mengacu
(pohon batu, gunung, dsb.). Suku Anak pada hubungan antara bahasa dan
Dalam memuja roh nenek moyang dan budaya. Sementara itu, Sapir-Worf
memiliki banyak dewa yang mereka (dalam Beeman, 2012:533)menyatakan
anggap Tuhan. Mereka termasuk bahwa hubungan antara bahasa dan
masyarakat yang masih primitif budaya merupakan hubungan
danmemahami hutan sebagai tempat koordinatif. Pernyataan tersebut
yang cocok dengan cara hidup mereka. dikenal sebagai relativitas bahasa, yang
Suku Anak Dalam, yang memiliki terkenal dengan sebutan
keparcayaan dinamisme dan animisme, hipotesisSapir-Worf (Sapir-Worf
bertindak dan berperilaku dalam Hypothesis). Sementara itu, Storey
kehidupan mereka sehari-hari, struktur (2003) menyebutkan bahwa bahasa
sosial, hukum adat, dan mitos yang merupakanalat dan media untuk
mereka miliki, sesuai dengan memunculkan arti atau makna
keyakinan mereka. Hal itu (meaning). Dalam pandangan mereka,
menyebabkan budaya Suku Anak melakukan penelitian budaya berarti
Dalam berbeda dari budaya mengeksplorasi bagaimana makna
masyarakat Jambi pada umumnya. Hal diproduksi secara simbolik di dalam
inilah yang membuat penulis tertarik bahasa sebagai sebuah sistem tanda
untuk mengungkap budaya Suku Anak (signifying system). Kajian
Dalam yang tersandi dalam kosakata antropolinguistik juga dipahami
bahasa Kubu.Masalah yang akan sebagai pengkajian bahasa untuk
diungkap dalam tulisan ini ada dua, melihat hubungan antara bahasa dan
yakni (a) bagaimana realitas budaya budaya. Wawasan tentang hubungan
Suku Anak Dalam yang tersandi antara bahasa dan budaya
dalam data linguistik bahasa Kubu? dikemukakan oleh Kramsch (2000:3)
(b) Kosakata apa saja yang seperti berikut ini:
menyandikan budaya Suku Anak (a) Bahasa mengungkapkan
Dalam tersebut? Sehubungan dengan realitas budaya.Berarti,
masalah tersebut, tulisan ini bertujuan kosakata yang dituturkan oleh
untuk membuat deskripsi tentang seorang pembicara
realitas budaya Suku Anak Dalam berhubungan dengan
yang tersandi dalam data linguistik pengalaman seseorang tentang
155
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164
156
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…
bahwa bahasa itu bermakna, dan kita situasional. Pengalaman masa lalu
perlu membedakan antara nilai makna yang mereka miliki bersama
unit leksikal dan makna situasional. melengkapi konteks situsional
Proses tafsiran makna situasional sebenarnya. Sementara itu,
meliputi proses membongkar konteks Gurtavenco (2014: 139) menyebutkan
pribadi, yang diungkapkan dalam nilai bahwa teori model makna dinamis
makna unit leksikal, proses yang diusulkan oleh Kecskes (2008)
membangun konteks pribadi dan ditandai oleh tingginya relevansi dan
konteks situasional aktual peserta tutur kegunaan teori tersebut dalam
yang saling memengaruhi. Nilai makna komunikasi antarbudaya. Kecskes
kata menyandikan konteks merumuskan bahwa makna adalah
pengalaman masa lalu,yang berperan hasil dari interaksi antara konteks
sebagai kaidah dalam konteks pribadi pembicarayang tersandi dalam
situasional dalam kaidah konstruksi satuan leksikal, kemudian digabungkan
makna. Pengetahuan dunia yang pengetahuan spesifik individu yang
dimiliki oleh penutur suatu bahasa dirumuskan dalam ucapan-ucapan dan
tersandi dan termutakhirkan secara disesuaikan dengan konteks pribadi
dialektikal dan relasional dalam kawan bicara dalam konteks
kosakata suatubahasa.Konteks situasional yang sebenarnya
situasionalaktual yang melatari sebuah sebagaimana yang dipahami oleh
katadilihat melalui konteks masa lalu. kawan bicara.
Menurut pendekatan ini, budaya Selanjutnya, Kecskes (2013:205)
masyarakat yang alami merupakan menyebutkan bahwa konteks
hasil penggabungan pengalaman masa merepresentasikan dua sisi
lalu dan pengalaman masa kini. pengetahuan, yakni konteks masa lalu
Pengalaman masa lalu terungkap dan konteks situasional aktual, yang
dalam nilai makna kosakata atau butir tidak dapat dipisahkan. Konteks
leksikal yang menyebabkan situasional aktual dilihat melalui
penggunaan tuturan oleh peserta tutur konteks masa lalu dan kombinasi ini
dan pengalaman saat ini tergambar menimbulkan tempat ketiga. Menurut
dalam konteks situasi aktual dalam pandangan ini, makna adalah hasil dari
komunikasi percakapan. Makna secara hubungan timbal balik pengalaman
formal terungkap dalam konteks masa lalu dan pengalaman masa kini.
interaksional linguistikyang tercipta Dengan demikian, ciri utama dari
secara spontan dan merupakan hasil aliran dinamis ini bentuk yang
dari pengaruh interaksi timbal balik memperlihatkan hubungan timbal balik
antara penggambaran konteks pribadi yang muncul antara kontruksi dan
dalam bahasa peserta tutur dan interaksi.
penginterpretasian konteks situasi saat
ini oleh peserta tutur. METODE PENELITIAN
Teori model makna dinamis yang
dikemukakan oleh Kecskes tersebut Penelitian ini menggunakan
didukung pula oleh Clark (2009). metode penelitian kualitatif, yang
Clark menyebutkan bahwa antara bertujuan untuk menentukan kaidah-
pembicara dan kawan bicara memiliki kaidah yang mengatur tentang
kesamaan informasi tentang klasifikasi kosakata bahasa Kubu yang
pengetahuan dunia dan nilai-nilai menyandikan budaya Suku Anak
bersama tentang keyakinan konteks Dalam. Klasifikasi kosakata bahasa
157
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164
158
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…
159
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164
160
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…
161
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164
hutan sesuai dengan kebutuhan dan dibungkus dengan kulit kayu atau
mereka. kain putih. Azimat tersebut dijadikan
kalung. Azimat tersebut digunakan
Kosakata Penangkal Bala oleh Suku Anak Dalam untuk
menangkal marabahaya dan menolak
Kosakata bahasa Kubu juga roh-roh jahat yang bersemayam di
menyandikan budaya Suku Anak dalam jantung manusia.
Dalam, yang berkaitan dengan Kosakata bahasa Kubu yang
keyakinan mereka terhadap kekuatan berkaitan dengan penangkal bala,
suatu benda untuk menangkal bala. seperti amal. bebesel, taruh nikmat,
Kosakata penangkal bala atau azimat dan giginyaru menyandikan budaya
tersebut adalah amal. bebesel, taruh Suku Anak Dalam yang menganut
nikmat, dan giginyaru. Keempat kata kepercayaan animisme, yakni
itu berkaitan dengan benda yang dapat kepercayaan terhadap roh yang
digunakan oleh Suku Anak Dalam mendiami semua benda (pohon, batu,
sebagai azimat, yakni ‘benda yang gunung, sungai, dan sebagainya). Hal
dianggap memiliki kesaktian dan dapat itu tampak jelas dalam aktivitas
melindungi pemiliknya, digunakan kebudayaan Suku Anak Dalam. Hal
sebagai penangkal penyakit dan itu tercermin dalam kehidupan Suku
sebagainya’. Amal adalah benda Anak Dalam sehari-hari. Budaya Suku
terbuat dari kain yang digunakan untuk Anak Dalam merupakan budaya yang
membungkus tujuh batang rokok, tujuh sangat primitif sehingga budaya Suku
buah pinang, tujuh lembar daun sirih, Anak Dalam tersebut menjadi unik
dan sebuah bunga puar. Amal karena jauh berbeda dari budaya
digunakan oleh seorang dukun untuk masyarakat Jambi pada umumnya.
menakut-nakuti roh jahat. Sementara
itu, bebesel merupakan azimat terbuat Budaya Kearifan Lokal
dari sepotong ranting kayu atau
benda-benda lain yang mengandung Suku Anak Dalam memiliki
unsur logam dan batu, yang digunakan filosofi hidup beratap cikai,
oleh Suku Anak Dalam untuk berdinding benir, bertikar gambut,
melindungi diri, mengobati diri, dan berayam kuo, berkambing kijang,
menolak bala dari berbagai macam berkerbau tuno. Filosofi hidup Suku
penyakit. Bebesel diyakini oleh Suku Anak Dalam itu dapat diterjemahkan
Anak Dalam memiliki kekuatan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
tertentu. Selanjutnya, taruh nikmat beratap daun, berdinding pepohonan,
adalah minyak pelet yang digunakan berlantai tanah, berayam kuau
oleh Suku Anak Dalam, terbuat dari (burung hutan), berkambing kijang,
sperma gajah dicampur dengan dan berkerbau rusa. Filosofi hidup
minyak kelapa hijau, kemenyan Suku Anak Dalam itu dapat diartikan
putih, dan getah gaharu. Ramuan itu bahwa Suku Anak Dalam membangun
dimasak di tengah jalan setapak rumah beratap daun dan berdinding
yang bersimpang tiga. Kemudian, pepohonan. Mereka tidak boleh
ramuan itu dijampi-jampi oleh seorang berternak karena mereka telah
dukun atau malim. Giginyaru memiliki burung kuau sebagai
merupakan azimat berbentuk batu pengganti ayam, kijang sebagai
cincin yang berwarna kecoklatan atau pengganti kambing, dan rusa sebagai
tali pusat bayi yang telah dikeringkan pengganti kerbau. Di samping itu,
162
Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…
Suku Anak Dalam juga memiliki bibit setubung tidak boleh dilalui oleh
keyakinan bahwa membunuh atau Suku Anak Dalam karena lokasi itu
memotong hewan peliharaan itu dikeramatkan layaknya pekuburan.
haram. Mereka berpandangan bahwa Lokasi yang ditumbuhi pohon
perbuatan beternak hewan dan setubung dan pohon tenggeris, bahkan
kemudian memotong hewan peliharaan pohon-pohon lain yang ada dilokasi itu
yang sudah gemuk merupakan pun tidak boleh ditebang. Jika ditinjau
perbuatan yang sangat kejam. dari segi pelestarian alam, hal ini
Suku Anak Dalam memenuhi sangat baik. Setiap kelahiran bayi
kebutuhan pangan dengan cara berarti ada satu pohon yang turut
meremu, beburu, dan betilik. Di dalam tumbuh. Budaya Suku Anak Dalam
cara hidup ini terkandung kearifan tersebut merupakan bagian dari
lokal bahwa dalam beburu, meremu, kearifan lokal mereka dalam usaha
dan betilik mereka akan mengambil menjaga hutan agar tidak rusak.
bahan makanan dan membunuh hewan Selain itu, Suku Anak Dalam
sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini juga memiliki budaya yang bernilai
menunjukkan bahwa perilaku Suku kearifan lokal, yang berkaitan dengan
Anak Dalam memiliki nilai kearifan, kesehatan, yakni cemenggo dan
yakni manusia tidak boleh rakus dan besesandingon. Cemenggo dan
harus menjaga ekosistem agar tidak besesandingon adalah budaya Suku
merusak lingkungan. Sebagaimana Anak Dalam yang berkaitan dengan
dapat kita lihat, saat ini kerakusan larangan seseorang yang sedang sakit
manusia, misalnya penebangan hutan mendekati orang lain agar penyakit
untuk perkebunan sawit dan tanaman yang dia derita tidak menular kepada
industri lainnya, telah menyebabkan orang tersebut.
rusaknya ekosistem dan lingkungan.
Di samping itu, Suku Anak PENUTUP
Dalam juga memiliki budaya yang
mengandung nilai kearifan lokal, yakni Berdasarkan analisis yang telah
budaya Suku Anak Dalam yang dilakukan pada bagian pembahasan,
berkaitan dengan pohon setubung dan penulis menyimpulkan bahwa budaya
pohon tenggeris. Suku Anak Dalam Suku Anak Dalam tersandi dalam
memiliki hukum adat dan kepercayaan kosakata bahasa Kubu, antara lain,
yang melarang menebang jenis pohon budaya yang berkaitan dengan tradisi,
tertentu, yakni pohon kempas atau pengambilan makanan, penangkal bala,
tenggeris (Coompassia excelsa) dan dan kearifan lokal. Budaya Suku Anak
pohon setubung. Kulit pohon tenggeris Dalam yang berkaitan dengan tradisi
digunakan oleh Suku Anak Dalam tersandi dalam kata basale, melangun,
untuk mengolesi ubun-ubun dan tali dan manumbai. Sementara itu, budaya
pusat bayi yang baru lahir agar ubun- yang bertalian dengan cara
ubun bayi cepat keras dan tali pusat memperolah makanan tersandi dalam
bayi cepat kering dan tanggal. kata meramu, betilik, dan berburu.
Sementara itu, tali pusat dan ari-ari Selanjutnya, budaya Suku Anak Dalam
(plasenta) bayi dikubur bersama yang berhubungan dengan penangkal
dengan bibit pahon setubung karena bala adalah kata amal, bebesel, dan
Suku Anak Dalam meyakini jiwa anak giginyaru. Budaya Suku Anak Dalam
mereka hidup dalam pohon setubung. yang berkaitan dengan kearifan lokal
Lokasi tempat mengubur ari-ari dan tersandi dalam kata tenggeris,
163
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164
164