27 (3) (2019) :
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka/article/view/
________________ ___________________________________________________________________
Kapata merupakan nyanyian adat yang dilantunkan menggunakan
History Articles bahasa Alune dalam acara adat Panas Bongso. Adapun tujuan
penelitian ialah mendeskripsikan nilai budaya dan unsur puitika
Received: dalam Kapata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan
xxxx 2019 pendekatan etnografi. Pengumpulan data menggunakan teknik
observasi, wawancara petunjuk umum dan secara terbuka, perekaman,
Accepted: serta dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan tahapan, yakni
verifikasi & klasifikasi, menafsirkan data serta menarik kesimpulan
xxxx 2019 dari analisis data penelitian. Hasil penelitian berupa nilai-nilai budaya
yakni hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia
Published: serta manusia dengan alam sedangkan struktur puitika dapat
menghasilkan bunyi aliterasi, asonansi, rima, irama (metrum dan
April 2019 ritme), efoni dan kakafoni. Simpulan dari penelitian ini yakni Kapata
bongso sebagai warisan kekayaan nilai-nilai budaya masyarakat
________________ Tamilouw, Hutumuri, dan Siri Sori serta Kapata sebagai nyanyian
puitis karena mengandung bunyi-bunyi yang indah yang dirangkai
Keywords: etnopuitika, sedemikian rupa sehingga ketika dinyanyikan sungguh menyentuh
kapata, panas bongso. hati setiap orang yang mendengarnya. manfaat penelitian memberikan
kontribusi besar bagi ilmu sastra lisan dan mengenal kearifan lokal
1
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
DOI
https://doi.org/10.15294/sel
oka.v7i3.
alamat korespondensi: p-ISSN 2301-6744
E-mail: yenslykesaulia@gmail.com
2
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
membantu. Hubungan gandong terjadi yang berupa lisan atau pun tulisan,
karena beberapa adik-kakak yang ketika diungkapkan secara lisan maka
sekandung merantau atau memilih tempat termasuk dalam bentuk tradisi lisan
tinggalnya masing-masing dan (Pudentia, 2015). Sama halnya juga
membentuk suatu negeri atau desa dengan sastra lisan merupakan semua
sehingga untuk tetap mempererat kembali wacana lisan, termasuk teks tulisanyang
hubungan tersebut itu maka dilisankan atau dibacakan/dipentaskan
dilaksanakanlah suatu upacara adat yaitu (Latupapua dkk, 2012).
adat panas gandong/bongso. Adapun Penelitian ini bertujuan
dalam penelitian ini difokuskan pada mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang
hubungan kekerabatan antara negeri- terdapat dalam Kapata serta struktur
negeri yang memiliki hubungan sedarah puitikanya sehingga teori yang digunakan
yakni Negeri Tamilouw, Hutumuri dan sebagai pisau analisis adalah teori
Siri Sori. Ketiga negeri ini dapat disebut etnopuitika.
memiliki hubungan gandong tetapi lebih Etnopuitika berasal dari kata ethnic
tepat lagi menggunakan istilah bongso dan poetics. Ethnic yang merupakan
atau panas bongso bukan panas gandong bagian dari ethnology yang bermakna
meskipun termasuk dalam hubungan etnik atau kesukuan, suku bangsa, ilmu
gandong tetapi karena masyarakat ketiga bangsa-bangsa sedangkan Poetics
negeri ini ketika saling bertemu selalu bermakna puitik atau poetical yang
menyapa dengan sapaan “bongso’ maka bermakna puitis, jadi etnik berhubungan
sebagai ciri khas, sebutan budaya panas dengan budaya, rakyat, adat, nasional, ras,
bongso tersebut lebih pantas digunakan. dan tradisi sedangkan puisi atau puitika
Dalam acara adat tersebut berkenaan dengan lirik dan sajak (Rafiek,
dilantunkan Kapata-kapata atau 2010). Puisi, puitis atau puitik merujuk
nyanyian-nyanyian adat yang berbahasa kepada hal-hal yang imajinatif, anggun,
Alune. Kapata merupakan nyanyian dan menunjukkan perasaan mendalam.
tradisi (Pemerintah Provinsi Maluku, Selain itu, empat komponen yang
2004). Kapata merupakan bagian dari mendasari etnopuitika yaitu adanya
sastra lisan. Selain itu, Kapata juga kelompok masyarakat, teks lisan, pencipta
termasuk dalam bentuk tradisi lisan. atau penikmat serta unsur bahasa dan seni
Tradisi lisan adalah aktivitas budaya sebagai media verbalnya. Oleh sebab itu,
3
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
Kapata sangat cocok jika dikaji dengan Hutumuri dan Siri Sori karena ketiga
menggunakan teori etnopuitika karena negeri ini memiliki adat yang begitu
proses melantunkan Kapata sudah kental atau sakral saat adat panas
termasuk dalam semua unsur atau bongso itu berlangsung. Teknik
komponen dari etnopuitika itu sendiri. pengumpulan data meliputi teknik
Untuk menganalisis nilai budaya sebagai observasi, wawancara dan teknik
bagian dari unsur etno, maka dipakailah dokumentasi untuk memperoleh data isi
konsep kearifan lokal oleh Jim Ife Kapata lewat buku syair Kapata.
sedangkan struktur puitika memakai Analisis data dilakukan
konsep Roman Jakobson yang bersumber dilakukan dengan teknik analisis
dari fungsi puitis yang dikembangkan deskriptif yaitu suatu teknik yang
dengan menonjolkan aspek fonologis yang mendeskripsikan makna dari setiap
dipadukan dengan kesastraan yang data-data yang sehingga menimbulkan
meliputi bunyi aliterasi, asonansi, rima, kejelasan dan mudah dipahami oleh
irama, efoni dan kakafoni sebagai bagian pembaca maupun peneliti (Supratno,
dari struktur Kapata dengan melihat dari 2010 dalam Oktaviani, 2014).
aspek bunyi. Adapun tahapan analisis data
sebagai berikut (1) mentranskripsi data
METODE dari bentuk lisan ke dalam bentuk tulisan
kemudian menerjemahkan data nyanyian
Dalam penelitian ini, peneliti
dari bahasa Alune ke dalam bahasa
menggunakan rancangan penelitian
Indonesia; (2) verifikasi dan klasifikasi
kualitatif yang bersifat deskriptif sesuai
yaitu data yang sudah diperoleh dari
dengan pendekatan etnografi
teknik wawancara dan dokumentasi,
(Endraswara, 2006). Pendekatan
perekaman serta catatan lapangan,
etnografi digunakan karena mampu
kemudian dipilah dan dipilih sesuai fokus
menguraikan dan mendeskripsikan
atau tujuan penelitian; (3)
secara lengkap kelompok masyarakat
analisis/menafsirkan data menggunakan
dengan kebudayaannya dan peneliti
kajian etnopuitika sebagai pisau
turut ambil bagian secara langsung
analisisnya yaitu kajian etno pada nilai-
dalam kegiatan atau aktivitas mereka
nilai budaya menggunakan teori kearifan
agar data mudah diperoleh. Adapun
lokal Jim Ife dan teori puitika Roman
tempat penelitian di Negeri Tamilouw,
4
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
Jakobson pada struktur puitika Kapata. lokal sebagai bentuk perilaku positif dari
Setelah proses analisis data selesai maka dalam diri manusia yang bersumber dari
penarikan kesimpulan sebagai tahap akhir. nilai-nilai agama, adat-istiadat, norma-
norma sosial, petuah atau ajaran nenek
Hasil dan Pembahasan moyang dan budaya setempat (Sutarto,
2014). Nilai-nilai yang terkandung dalam
Nilai budaya pada umunya berfungsi
Kapata perlu diangkat kembali agar
sebagai pedoman hidup bagi manusia
generasi muda ingat akan identitas budaya
dalam bermasyarakat. Nilai budaya
bangsa sebagai bentuk pelestarian seni
merupakan nilai lokal yang merupakan
serta tradisi kearifan budaya lokal (Sidik,
salah satu dimensi budaya yang
2018).
disampaikan oleh Jim Ife bahwa kearifan
5
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
6
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
batu tersebut. kemudian Inu Lete pencipta langit dan bumi). Dengan
menghunus parangnya dan diirisnya ketiga demikian, sebuah kepercayaan masyarakat
jari mereka dan tetesan darah ditampung tiga negeri terhadap Hatumari sebagai
di mangkuk tadi dan mereka meminumnya tempat dimulainya kekuatan hubungan
satu berikut yang lain dan Inu Wissa tiga bersaudara. Maka nilai budaya ini
selalu diapit oleh kedua kakaknya, setelah terus diajarkan bagi semua generasi muda
itu barulah mereka mengucapkan sumpah untuk terus mencintai dan saling
dan janji yang disaksikan oleh Upu Ha menyayangi.
Kahuresi (Allah yang mereka sembah,
7
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
Nilai ini tergambar dalam larik-larik Pata Lima dan diantaranya sembilan itu
Suat Kapata yang dinyatakan dalam ada tiga adik kakak yaitu Temanole,
bentuk penghormatan kepada Tamilouw, Simanole dan Silaloy serta ayah mereka
Hutumuri dan Siri Sori sebagai tiga negeri yaitu Amalesi Supuhalatain. Ada juga
bongso. Selain itu, penghormatan juga hormat bagi semua rakyat tiga negeri
ditujukan kepada kelompok sembilan bahkan ketika acara panas gandong
(Pata Siwa) karena tiga negeri bongso dilaksanakan di Hutumuri maka rasa
tersebut merupakan bagian dari kelompok hormat atau salam raja negeri Hutumuri
Pata Siwa. Kelompok sembilan ini kepada raja Siri Sori dan Tamilouw.
ditandai dengan ada sembilan Kapitan
perang dalam peperangan Pata Siwa dan
8
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
dalam sebuah persekutuan. frasa satu rasa mengajarkan untuk hidup dalam kasih
dapat diartikan sebagai sama-sama sayang (manis-manis) serta lembut
merasakan apa yag dirasakan orang lain. terhadap yang lain dan ketika dalam meja
Keadaan batin seseorang yang memiliki makan, segala makanan yang merupakan
kepekaan dalam dirinya dalam berempati berkat Tuhan telah tersedia dengan
terhadap orang lain. Budaya ini menjadi demikian duduk makan bersama dengan
nilai yang begitu akrab dalam kehidupan makanan yang sama itu berarti satu rasa
masyarakat tiga negeri bongso. Dalam dalam persekutuan.
larik Kapata Pasawari Meja di atas,
Viala 1982, dalam Indrawati, 2012).
Unsur Puitika dalam Kapata Panas Asonansi adalah bunyi vokal yang
Bongso mengalami perulangan yang dapat
Aliterasi , Asonansi dan Rima menimbulkan efek kemerduan bunyi
Aliterasi merupakan pengulangan (Laelasari, 2006). Rima adalah bunyi yang
bunyi konsonan yang sama dalam satu berselang/berulang, baik di dalam larik
baris puisi, bisa pada awal kata, tengah puisi maupun pada akhir larik-larik puisi
atau posisi di akhir kata. (Schmit dan (Aminuddin, 2013).
Suat Kapata
Sopo Mositoa Amalatu Sopo, (a) Hormat kepada Tamilouw, hormat
Sopo Mulana Siwalana Sopo (a) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat
Sopo Siwa Samasuru Amalatu Sopo, (a) Hormat kepada Hutumuri, hormat,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (a) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat.
Sopo Louhata Amalatu Sopo, (a) Hormat kepada Sirisori hormat,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (a) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat.
Sopo aman telu Hote Banggoi , (a) Hormat tiga saudara, Hote Banggoi tempat peperangan
o
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (b) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat.
Sopo Hatumari (b) Hormat kepada Hatumari tempat minum darah o,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (b) Hormat, selamat tinggal kelompok
Sembilan, hormat.
Timi o waya timi heri o, (a) Turun kembali, Turun tinggalkan diasendiri o,
Timi heri o tena waya timi heri o.(a) Turun tinggalkan tempat asal, kembali turun tinggalkan
dia
Yori maso mele maso mele mele o, (a) Matahari amper tenggelam, matahari amper
tengggelam o,
Lapi-lapi koni maso mele mele o. (a) Riang-riang memberikan suaranya
tanda hari amper malam o.
Sioh, sioh, sioh Laha kona e, (a) Sedih bercampur sedih, sambutan penuh kasih sayang e
9
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
Laha kona mele manuale Sawa o. (b) Sambutan penuh kasih sayang, terapung di bawah arus
lautan,
Hasa-hasa, hasa maro e, (a) Panggayo dekat-dekat, turun naik gelombang e,
Hasa tanjung Ouw, labuang Ananas o. (b) Panggayo dekat tanjong Ouw, labuang Ananas o.
Data dalam Suat Kapata di atas, karena pada akhir setiap larik tidak
dapat kita lihat aliterasi pada setiap larik memberi tekanan pada bunyi vokal (vokal
adalah bunyi /s/, /p/, /m/, /t/, /l/,/n/, yang diapit oleh konsonan) dan
/h/,/r/,ng/ tetapi bunyi aliterasi yang sedangkan rima feminim terdapat pada
paling dominan ialah bunyi /s/, /m/, dan bait keempat, larik 2 dan 3 yang suku
/l/. Sedangkan bunyi asonansinya antara katanya yang mengandung e-muet (kona e
lain bunyi /a/, /o/, /i/, /e/, dan /i/ dan - maro e). Rima berdasarkan susunan, bait
dalam setiap larik yang paling dominan kesatu berpola a-a-a-a-a-a atau rima
ialah bunyi /a/,/o/, dan /i/. merata, bait kedua berpola a-b-b-b atau
Pada data Suat Kapata tersebut, rima rima berangkai, bait ketiga berpola a-a-a-
berdasarkan sifat, ada rima maskulin dan a, bait keempat berpola a-b-a-b atau rima
feminim. Tetapi, secara keseluruhan Suat berselang.
Kapata tidak terdapat rima maskulin
- - - - - - - - ̷ - - - 1 2 3 4 5 1 234 1 2
Sopo Mositoa / Amalatu / Sopo, - - -- - - - - - - ̷ - - -
1 2 3 456 1 23 4 1 2 Sopo Siwa Samasuru / Amalatu/ Sopo,
- - ̷ - - ̷ - ̷ - - - 1 2 34 5678 1 23 4 1
Sopo Mulana / Siwalana/ Sopo (2x) - - ̷ - - ̷ - ̷ - - -
10
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
11
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
dikatakan bahwa Suat Kapata ini dapat kita lihat dalam larik Sopo
merupakan nyanyian yang memiliki Mulana Siwalana Sopo, Timi o waya
bunyi kakafoni karena secara jelas timi heri o, Laha kona mele manuale
perpaduan bunyi-bunyi konsonan sawa o sebagai bentuk ungkapan
tersebut tergambar dalam bait pertama perpisahan.
sampai keempat yang penuh kesedihan
atau kehilangan sesuatu atau pun
mengenang peristiwa yang lampau. Hal .
12
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
13
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
14
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)
15