Anda di halaman 1dari 15

Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

27 (3) (2019) :

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka/article/view/

Kapata Panas Bongso Negeri Tamilouw, Hutumuri, dan Sirisori


Provinsi Maluku (Kajian Etnopuitika)

Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3

¹23Universitas Negeri Surabaya, Indonesia

Info Artikel Abstrak

________________ ___________________________________________________________________
Kapata merupakan nyanyian adat yang dilantunkan menggunakan
History Articles bahasa Alune dalam acara adat Panas Bongso. Adapun tujuan
penelitian ialah mendeskripsikan nilai budaya dan unsur puitika
Received: dalam Kapata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan
xxxx 2019 pendekatan etnografi. Pengumpulan data menggunakan teknik
observasi, wawancara petunjuk umum dan secara terbuka, perekaman,
Accepted: serta dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan tahapan, yakni
verifikasi & klasifikasi, menafsirkan data serta menarik kesimpulan
xxxx 2019 dari analisis data penelitian. Hasil penelitian berupa nilai-nilai budaya
yakni hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia
Published: serta manusia dengan alam sedangkan struktur puitika dapat
menghasilkan bunyi aliterasi, asonansi, rima, irama (metrum dan
April 2019 ritme), efoni dan kakafoni. Simpulan dari penelitian ini yakni Kapata
bongso sebagai warisan kekayaan nilai-nilai budaya masyarakat
________________ Tamilouw, Hutumuri, dan Siri Sori serta Kapata sebagai nyanyian
puitis karena mengandung bunyi-bunyi yang indah yang dirangkai
Keywords: etnopuitika, sedemikian rupa sehingga ketika dinyanyikan sungguh menyentuh
kapata, panas bongso. hati setiap orang yang mendengarnya. manfaat penelitian memberikan
kontribusi besar bagi ilmu sastra lisan dan mengenal kearifan lokal

1
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

____________________ budaya di Maluku.

DOI

https://doi.org/10.15294/sel
oka.v7i3.

© 2019 Universitas Negeri Semarang


alamat korespondensi: p-ISSN 2301-6744

Jalan DR. Kayadoe, Kelurahan Kudamati, Nusaniwe


e-ISSN 2502-4493

Kota Ambon, Maluku, 97116

E-mail: yenslykesaulia@gmail.com

PENDAHULUAN Budaya pela gandong merupakan


kebanggaan masyarakat Maluku hingga
Kebudayaan Indonesia berakar dari
sekarang. Kata Pela berarti suatu
kebudayaan etnik (lokal) yang memiliki
hubungan persaudaraan antar beberapa
keragaman sebagai penanda identitas
negeri baik itu berasal dari satu pulau atau
budaya dan merupakan suatu kehebatan
berlainan dan memiliki agama yang
dalam mempertahankan budaya tiap-tiap
berbeda. Sebab justru perbedaan itu telah
daerah di zaman milenial ini (Brata,
melebur dan diikat dalam sebuah konsep
2016). Kebudayaan lokal merupakan
janji dan sumpah sebagai “orang
bagian dari kebudayaan nasional yang
basudara (orang bersaudara)”, (Rahallo,
harus dipertahankan keberadaannya. Salah
2009). Kata gandong/bongso diartikan
satunya adalah kebudayaan pela
sebagai “adik”. Hubungan pela terjadi
gandong/bongso yang berada di Provinsi
karena suatu peristiwa yang melibatkan
Maluku.
beberapa negeri atau desa untuk saling

2
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

membantu. Hubungan gandong terjadi yang berupa lisan atau pun tulisan,
karena beberapa adik-kakak yang ketika diungkapkan secara lisan maka
sekandung merantau atau memilih tempat termasuk dalam bentuk tradisi lisan
tinggalnya masing-masing dan (Pudentia, 2015). Sama halnya juga
membentuk suatu negeri atau desa dengan sastra lisan merupakan semua
sehingga untuk tetap mempererat kembali wacana lisan, termasuk teks tulisanyang
hubungan tersebut itu maka dilisankan atau dibacakan/dipentaskan
dilaksanakanlah suatu upacara adat yaitu (Latupapua dkk, 2012).
adat panas gandong/bongso. Adapun Penelitian ini bertujuan
dalam penelitian ini difokuskan pada mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang
hubungan kekerabatan antara negeri- terdapat dalam Kapata serta struktur
negeri yang memiliki hubungan sedarah puitikanya sehingga teori yang digunakan
yakni Negeri Tamilouw, Hutumuri dan sebagai pisau analisis adalah teori
Siri Sori. Ketiga negeri ini dapat disebut etnopuitika.
memiliki hubungan gandong tetapi lebih Etnopuitika berasal dari kata ethnic
tepat lagi menggunakan istilah bongso dan poetics. Ethnic yang merupakan
atau panas bongso bukan panas gandong bagian dari ethnology yang bermakna
meskipun termasuk dalam hubungan etnik atau kesukuan, suku bangsa, ilmu
gandong tetapi karena masyarakat ketiga bangsa-bangsa sedangkan Poetics
negeri ini ketika saling bertemu selalu bermakna puitik atau poetical yang
menyapa dengan sapaan “bongso’ maka bermakna puitis, jadi etnik berhubungan
sebagai ciri khas, sebutan budaya panas dengan budaya, rakyat, adat, nasional, ras,
bongso tersebut lebih pantas digunakan. dan tradisi sedangkan puisi atau puitika
Dalam acara adat tersebut berkenaan dengan lirik dan sajak (Rafiek,
dilantunkan Kapata-kapata atau 2010). Puisi, puitis atau puitik merujuk
nyanyian-nyanyian adat yang berbahasa kepada hal-hal yang imajinatif, anggun,
Alune. Kapata merupakan nyanyian dan menunjukkan perasaan mendalam.
tradisi (Pemerintah Provinsi Maluku, Selain itu, empat komponen yang
2004). Kapata merupakan bagian dari mendasari etnopuitika yaitu adanya
sastra lisan. Selain itu, Kapata juga kelompok masyarakat, teks lisan, pencipta
termasuk dalam bentuk tradisi lisan. atau penikmat serta unsur bahasa dan seni
Tradisi lisan adalah aktivitas budaya sebagai media verbalnya. Oleh sebab itu,

3
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Kapata sangat cocok jika dikaji dengan Hutumuri dan Siri Sori karena ketiga
menggunakan teori etnopuitika karena negeri ini memiliki adat yang begitu
proses melantunkan Kapata sudah kental atau sakral saat adat panas
termasuk dalam semua unsur atau bongso itu berlangsung. Teknik
komponen dari etnopuitika itu sendiri. pengumpulan data meliputi teknik
Untuk menganalisis nilai budaya sebagai observasi, wawancara dan teknik
bagian dari unsur etno, maka dipakailah dokumentasi untuk memperoleh data isi
konsep kearifan lokal oleh Jim Ife Kapata lewat buku syair Kapata.
sedangkan struktur puitika memakai Analisis data dilakukan
konsep Roman Jakobson yang bersumber dilakukan dengan teknik analisis
dari fungsi puitis yang dikembangkan deskriptif yaitu suatu teknik yang
dengan menonjolkan aspek fonologis yang mendeskripsikan makna dari setiap
dipadukan dengan kesastraan yang data-data yang sehingga menimbulkan
meliputi bunyi aliterasi, asonansi, rima, kejelasan dan mudah dipahami oleh
irama, efoni dan kakafoni sebagai bagian pembaca maupun peneliti (Supratno,
dari struktur Kapata dengan melihat dari 2010 dalam Oktaviani, 2014).
aspek bunyi. Adapun tahapan analisis data
sebagai berikut (1) mentranskripsi data
METODE dari bentuk lisan ke dalam bentuk tulisan
kemudian menerjemahkan data nyanyian
Dalam penelitian ini, peneliti
dari bahasa Alune ke dalam bahasa
menggunakan rancangan penelitian
Indonesia; (2) verifikasi dan klasifikasi
kualitatif yang bersifat deskriptif sesuai
yaitu data yang sudah diperoleh dari
dengan pendekatan etnografi
teknik wawancara dan dokumentasi,
(Endraswara, 2006). Pendekatan
perekaman serta catatan lapangan,
etnografi digunakan karena mampu
kemudian dipilah dan dipilih sesuai fokus
menguraikan dan mendeskripsikan
atau tujuan penelitian; (3)
secara lengkap kelompok masyarakat
analisis/menafsirkan data menggunakan
dengan kebudayaannya dan peneliti
kajian etnopuitika sebagai pisau
turut ambil bagian secara langsung
analisisnya yaitu kajian etno pada nilai-
dalam kegiatan atau aktivitas mereka
nilai budaya menggunakan teori kearifan
agar data mudah diperoleh. Adapun
lokal Jim Ife dan teori puitika Roman
tempat penelitian di Negeri Tamilouw,

4
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Jakobson pada struktur puitika Kapata. lokal sebagai bentuk perilaku positif dari
Setelah proses analisis data selesai maka dalam diri manusia yang bersumber dari
penarikan kesimpulan sebagai tahap akhir. nilai-nilai agama, adat-istiadat, norma-
norma sosial, petuah atau ajaran nenek
Hasil dan Pembahasan moyang dan budaya setempat (Sutarto,
2014). Nilai-nilai yang terkandung dalam
Nilai budaya pada umunya berfungsi
Kapata perlu diangkat kembali agar
sebagai pedoman hidup bagi manusia
generasi muda ingat akan identitas budaya
dalam bermasyarakat. Nilai budaya
bangsa sebagai bentuk pelestarian seni
merupakan nilai lokal yang merupakan
serta tradisi kearifan budaya lokal (Sidik,
salah satu dimensi budaya yang
2018).
disampaikan oleh Jim Ife bahwa kearifan

Hubungan Manusia dengan Tuhan


1. Nilai Religius dengan Tuhan sebagai yang Maha Kuasa.
Nilai religius merupakan nilai Nilai ini mengakar dalam batin setiap
kepercayaan manusia dan hubungannya orang yang percaya kepada Tuhan.
Barakate Ami ooo Lounusa-nusa o Berkati katong ooo negeri tua-
negeri o
Barakate Kahuresi o Lounusa Minta berkat dari Tuhan yang
di Sorga.
Barakate Ami ooo Lounusa-nusa o Berkati katong ooo negeri tua-
negeri o
Barakate Kahuresi o Lounusa Minta berkat dari Tuhan yang
di Sorga.
Hal ini dapat kita lihat dalam syair ada dalam rencana dan kuasa Tuhan oleh
Kapata Suat Berkat yang berisi sebab itu, apapun yang dikerjakan selalu
permintaan atau permohonan kepada memohon berkat dari Tuhan (Upu Ha
Tuhan yang Maha Kuasa untuk memberi Kahuresi) agar segala sesuatu dapat
berkat bagi negeri tua atau Lounusa berjalan dengan lancar dan berhasil serta
bahkan juga bagi masyarakat tiga negeri bisa menjaga keutuhan hubungan
bongso yaitu Tamilouw, Hutumuri dan persaudaraan masyarakat tiga negeri
Siri Sori. Masyarakat tiga negeri bongso bongso.
percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi

Hubungan Manusia dengan Alam


Menghormati Tempat Bersejarah

5
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Nilai budaya dalam hubungan yang dulu telah terjadi peristiwa-


manusia dengan alam selalu menjadi peristiwa penting.
sebuah kepercayaan masyarakat dalam
sikap menghormati serta selalu
mengingat tempat-tempat bersejarah
Sopo aman telu Hote Banggoi Hormat tiga saudara, Hote Banggoi
tempat peperangan o
Pada larik kapata tersebut dan ini merupakan suatu kehebatan bagi
menjelaskan peristiwa peperangan tiga bersaudara sehingga peristiwa ini
kelompok atau pasukan Siwalima yang sebagai sesuatu yang baik untuk
dipimpin oleh tiga bersaudara yaitu dibanggakan masyarakat tiga negeri
Temanole, Simanole dan Silaloi terhadap bongso dan perlu diketahui oleh generasi
pasukan Portugis dan tentunya muda bahwa jangan mudah terpancing
kemenangan berpihak pada tiga tetapi harus bersatu bila ingin memperoleh
bersaudara tersebut meskipun bangsa kemerdekaan atau kemenangan.
Portugis menggunakan siasat liciknya,

Sopo Hatumari tempat minum darah o, Hormat kepada Hatumari tempat


minum darah o,
Lirik dalam Suat Kapata tersebut itu sebagaimana Ibu sayang kepada yang
mengacu pada tempat bersejarah yaitu bungsu demikian satu harus sayang
Hatumari, tempat minum darah. Hatumari kepada yang lain dan bagi kita tidak ada
adalah sebuah batu besar di tepi pantai satu yang lebih besar dari yang lain.”
negeri Tamilouw, tempat peristiwa ikrar Kemudian, jari kelingking ketiga saudara
sumpah dan janji yang dilaksanakan oleh itu dibelah, lalu Inu Lete membuka
ketiga bersaudara yakni Temanole, lopanya (tas) dan mengeluarkan
Simanole dan Silaloi dengan penggalan akar beringin yang diambilnya
melaksanakan sebuah ritual dengan yaitu dari gunung batu Hatumeten sebagai
Temanole/Inu Wissa mengeluarkan pertanda bahwa peristiwa itu mereka
mangkuk pemberian Ibunya dari dalam laksanakan di bawah naungan Baileu
lopa/tas kemudian dibelanya tulang daun (rumah adat Maluku). Penggalan beringin
seribu dan diikatkan jari kelingking tangan itu diletakan di celah batu besar, dan
kiri masing-masing sambil berkata ”jari buktinya masih ada sampai sekarang
kelingking adalah jari yang bungsu, sebab dengan tumbuhnya pohon beringin di atas

6
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

batu tersebut. kemudian Inu Lete pencipta langit dan bumi). Dengan
menghunus parangnya dan diirisnya ketiga demikian, sebuah kepercayaan masyarakat
jari mereka dan tetesan darah ditampung tiga negeri terhadap Hatumari sebagai
di mangkuk tadi dan mereka meminumnya tempat dimulainya kekuatan hubungan
satu berikut yang lain dan Inu Wissa tiga bersaudara. Maka nilai budaya ini
selalu diapit oleh kedua kakaknya, setelah terus diajarkan bagi semua generasi muda
itu barulah mereka mengucapkan sumpah untuk terus mencintai dan saling
dan janji yang disaksikan oleh Upu Ha menyayangi.
Kahuresi (Allah yang mereka sembah,

Memanfaatkan Pengetahuan Tentang Kode alam adalah mengetahui dan


Alam memanfaatkan kode-kode alam tentang
Nilai budaya yang tentu punya sesuatu yang bisa kita maknai.
hubungan baik antara manusia dengan
Yori maso mele maso mele mele o, Matahari amper tenggelam,
lapi-lapi koni maso mele mele o Riang-riang memberikan suaranya tanda hari
hampir malam
Hasa-hasa, hasa maro e, Panggayo dekat-dekat, turun naik gelombang
Hasa tanjung Ouw, labuang Ananas o. Panggayo dekat tanjong Ouw,
labuang Ananas o. (2x)
Nilai budaya yang terkandung pun itu ketika berada di lautan
dalam larik-larik Kapata di atas adalah menggunakan perahu, bila ada gelombang
suatu pengetahuan masyarakat tentang yang kuat dan untuk mengantisipasi agar
kode-kode alam sehingga manusia bisa tidak tenggelam atau tidak merasakan
menyatu dengan alam melalui kode-kode gelombang yang kuat maka diharuskan
tersebut. Masyarakat tiga negeri gandong untuk panggayo hasa-hasa (mendayung
yakni Tamilouw, Hutumuri dan Siri Sori dekat-dekat) ke tepi pantai karena daerah
bahkan secara umum masyarakat Maluku tepian pantai gelombangnya kecil.
selalu percaya bahwa ketika tanda hari Budaya ini menjadi sebuah nilai yang
sudah hampir malam (matahari terbenam) dipegang masyarakat tiga negeri gandong
ditandai dengan bunyi riang-riang yaitu dan masyarakat Maluku pada umumnya.
bunyi suara binatang kecil-kecil yang Memanfaatkan semua pengetahuan
suka beterbangan pada saat hari akan mereka tentang alam sebagai sebuah nilai
gelap. Kemudian para nelayan atau siapa budaya yang diwariskan turun-temurun.

7
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Hubungan Manusia dengan Manusia yang hakiki dan merupakan bentuk


Menghormati Sesama Manusia perilaku dan sikap seseorang terhadap
Nilai budaya menghormati orang lain atau kelompok manusia lain.
sesama manusia merupakan kewajban
Sopo Mositoa Amalotu Sopo, Hormat kepada Tamilouw, hormat
Sopo Mulana Siwalana sopo Hormat, selamat tinggal kelompok
Sembilan,
Sopo Siwa Samasuru Amalatoe sopo, Hormat kepada Hutumuri, hormat,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. Hormat, selamat tinggal kelompok
Sembilan,
Sopo Louhata Amalatu Sopo, Hormat kepada Sirisori hormat,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. Hormat, selamat tinggal kelompok
Sembilan,

Nilai ini tergambar dalam larik-larik Pata Lima dan diantaranya sembilan itu
Suat Kapata yang dinyatakan dalam ada tiga adik kakak yaitu Temanole,
bentuk penghormatan kepada Tamilouw, Simanole dan Silaloy serta ayah mereka
Hutumuri dan Siri Sori sebagai tiga negeri yaitu Amalesi Supuhalatain. Ada juga
bongso. Selain itu, penghormatan juga hormat bagi semua rakyat tiga negeri
ditujukan kepada kelompok sembilan bahkan ketika acara panas gandong
(Pata Siwa) karena tiga negeri bongso dilaksanakan di Hutumuri maka rasa
tersebut merupakan bagian dari kelompok hormat atau salam raja negeri Hutumuri
Pata Siwa. Kelompok sembilan ini kepada raja Siri Sori dan Tamilouw.
ditandai dengan ada sembilan Kapitan
perang dalam peperangan Pata Siwa dan

Satu Rasa dalam Persekutuan


Hidup bersama dalam bingkai merasakan kebersamaan yang hakiki tanpa
persaudaraan tentu memiliki nilai-nilai yang memandang perbedaan dalam sebuah
baik antar manusia yakni nilai satu rasa. persekutuan khususnya persekutuan
Makna satu rasa sendiri memiliki hubungan masyaakat tiga negeri bongso.
yang erat bahwa dalam kesatuan, kita bisa
Tani tini tani lombo-lombo e Hidup manis-manis, hidup lombo-lombo
Kalambou yunang merusak benteng nea o. Dalam persatuan dan kesatuan, kita
makan dari timbunan-timbunan yang
ada meja ini.
Sebagai orang bersaudara di Maluku yaitu Tamilouw, Hutumuri dan Siri Sori
khususnya masyarakat tiga negeri bongso tentu memiliki nilai budaya satu rasa

8
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

dalam sebuah persekutuan. frasa satu rasa mengajarkan untuk hidup dalam kasih
dapat diartikan sebagai sama-sama sayang (manis-manis) serta lembut
merasakan apa yag dirasakan orang lain. terhadap yang lain dan ketika dalam meja
Keadaan batin seseorang yang memiliki makan, segala makanan yang merupakan
kepekaan dalam dirinya dalam berempati berkat Tuhan telah tersedia dengan
terhadap orang lain. Budaya ini menjadi demikian duduk makan bersama dengan
nilai yang begitu akrab dalam kehidupan makanan yang sama itu berarti satu rasa
masyarakat tiga negeri bongso. Dalam dalam persekutuan.
larik Kapata Pasawari Meja di atas,
Viala 1982, dalam Indrawati, 2012).
Unsur Puitika dalam Kapata Panas Asonansi adalah bunyi vokal yang
Bongso mengalami perulangan yang dapat
Aliterasi , Asonansi dan Rima menimbulkan efek kemerduan bunyi
Aliterasi merupakan pengulangan (Laelasari, 2006). Rima adalah bunyi yang
bunyi konsonan yang sama dalam satu berselang/berulang, baik di dalam larik
baris puisi, bisa pada awal kata, tengah puisi maupun pada akhir larik-larik puisi
atau posisi di akhir kata. (Schmit dan (Aminuddin, 2013).

Suat Kapata
Sopo Mositoa Amalatu Sopo, (a) Hormat kepada Tamilouw, hormat
Sopo Mulana Siwalana Sopo (a) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat
Sopo Siwa Samasuru Amalatu Sopo, (a) Hormat kepada Hutumuri, hormat,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (a) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat.
Sopo Louhata Amalatu Sopo, (a) Hormat kepada Sirisori hormat,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (a) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat.

Sopo aman telu Hote Banggoi , (a) Hormat tiga saudara, Hote Banggoi tempat peperangan
o
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (b) Hormat, selamat tinggal kelompok Sembilan, hormat.
Sopo Hatumari (b) Hormat kepada Hatumari tempat minum darah o,
Sopo Mulana Siwalana Sopo. (b) Hormat, selamat tinggal kelompok
Sembilan, hormat.

Timi o waya timi heri o, (a) Turun kembali, Turun tinggalkan diasendiri o,
Timi heri o tena waya timi heri o.(a) Turun tinggalkan tempat asal, kembali turun tinggalkan
dia
Yori maso mele maso mele mele o, (a) Matahari amper tenggelam, matahari amper
tengggelam o,
Lapi-lapi koni maso mele mele o. (a) Riang-riang memberikan suaranya
tanda hari amper malam o.

Sioh, sioh, sioh Laha kona e, (a) Sedih bercampur sedih, sambutan penuh kasih sayang e

9
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Laha kona mele manuale Sawa o. (b) Sambutan penuh kasih sayang, terapung di bawah arus
lautan,
Hasa-hasa, hasa maro e, (a) Panggayo dekat-dekat, turun naik gelombang e,
Hasa tanjung Ouw, labuang Ananas o. (b) Panggayo dekat tanjong Ouw, labuang Ananas o.

Data dalam Suat Kapata di atas, karena pada akhir setiap larik tidak
dapat kita lihat aliterasi pada setiap larik memberi tekanan pada bunyi vokal (vokal
adalah bunyi /s/, /p/, /m/, /t/, /l/,/n/, yang diapit oleh konsonan) dan
/h/,/r/,ng/ tetapi bunyi aliterasi yang sedangkan rima feminim terdapat pada
paling dominan ialah bunyi /s/, /m/, dan bait keempat, larik 2 dan 3 yang suku
/l/. Sedangkan bunyi asonansinya antara katanya yang mengandung e-muet (kona e
lain bunyi /a/, /o/, /i/, /e/, dan /i/ dan - maro e). Rima berdasarkan susunan, bait
dalam setiap larik yang paling dominan kesatu berpola a-a-a-a-a-a atau rima
ialah bunyi /a/,/o/, dan /i/. merata, bait kedua berpola a-b-b-b atau
Pada data Suat Kapata tersebut, rima rima berangkai, bait ketiga berpola a-a-a-
berdasarkan sifat, ada rima maskulin dan a, bait keempat berpola a-b-a-b atau rima
feminim. Tetapi, secara keseluruhan Suat berselang.
Kapata tidak terdapat rima maskulin

Irama (Metrum & Ritme)


Irama dalam bahasa adalah satu suku kata satu ketukan, jadi bila
bunyi suara yang didasarkan pada nada tidak tepat memenggal setiap kata,
dan tekanan serta, panjang pendek maka akan
ucapan bunyi bahasa yang diucapkan berubah tafsir. Ritme adalah
dengan teratur. Irama ada dua macam, irama yang disebabkan pertentangan
yaitu metrum dan ritme. Metrum adalah atau pergantian bunyi tinggi rendah
irama yang tetap, artinya pergantiannya secara teratur, tetapi tidak merupakan
sudah tetap menurut pola tertentu. jumlah suku kata yang tetap, melainkan
Metrum dalam puisi atau nyanyian hanya menjadi gema dendang sukma
sangat menentukan pembacaan yang penyairnya (Pradopo, 2000).
dipanggungkan atau dinyanyikan, setiap

- - - - - - - - ̷ - - - 1 2 3 4 5 1 234 1 2
Sopo Mositoa / Amalatu / Sopo, - - -- - - - - - - ̷ - - -
1 2 3 456 1 23 4 1 2 Sopo Siwa Samasuru / Amalatu/ Sopo,
- - ̷ - - ̷ - ̷ - - - 1 2 34 5678 1 23 4 1
Sopo Mulana / Siwalana/ Sopo (2x) - - ̷ - - ̷ - ̷ - - -

10
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Sopo Mulana / Siwalana / Sopo. (2x) Timi o / waya timi / heri o,


1 2 3 4 5 1 234 1 2 1 2 3 1 2 34 1 2 3
- - - -- - - - ̷ - - - - - -- - ̷ - ̷ - ̷ - ̷ - -
Sopo Louhata / Amalatu / Sopo, Timi heri o tena / waya timi / heri o.
1 2 3 45 6 1 2 3 4 1 2 (2x)
- - ̷ - - ̷ - ̷ - - - 1 2 34 567 1 2 3 4 12 3
Sopo Mulana / Siwalana / Sopo. (2x) - - - - -- ̷ - ̷ ̷ - - -
1 2 3 4 5 1 234 1 2 Yori maso mele / maso mele / mele o,
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3
- - -- - - - - ̷ - - - - - - - ̷ - ̷ ̷ - - -
Sopo aman telu Hote / Banggoi , Lapi-lapi koni / maso mele / mele o.
1 2 34 56 7 8 1 2 (2x)
- - ̷ - - ̷ - ̷ - - - 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3
Sopo Mulana / Siwalana / Sopo. (2x)
1 2 3 4 5 1 2 34 1 2 - - -- ̷ ̷ - - ̷ - -
- - - - - - - - - - ̷ - Sioh, sioh, / sioh Laha kona e,
- 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7
Sopo Hatumari / tempat minum/ darah - - - - - - ̷ - -- - - -
o, Laha kona mele / manuale Sawa o. (2x)
1 2 34 5 6 1 2 34 1 2 3 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
- - - - ̷ - ̷ - -
Hasa-hasa, / hasa maro e,
- - ̷ - - ̷ - ̷ - - - 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Sopo Mulana / Siwalana Sopo. (2x) - - - - -- ̷ - - ̷ - - -
1 2 3 4 5 12 34 1 2 Hasa tanjong Ouw /, labuang Ananas o.
1 2 3 4 56 12 3 45 6 7
- - - ̷ - - - ̷ - -

Metrum dan ritme dalam Kapata panas bongso


yang disajikan dalam tabel di bawah ini.

cenderung banyak pada bait pertama


Efoni dan Kakafoni dan kedua karena ada bentuk
Bunyi efoni merupakan penghormatan (Sopo) kepada Mositoa
perpaduan bunyi yang sangat merdu Amalatu, Siwa Sama Suru Amalatu,
sedangkan bunyi kakafoni adalah Louhata Amalatu, aman telu Hote
sebaliknya dan kakafoni memperkuat Banggoi, dan Hatumari tempat minum
suasana yang tidak menyenangkan darah o. Tetapi, ada juga bunyi
(Itaristanti, 2014). Dalam Suat Kapata, konsonan yang dominan ialah bunyi
dari 17 larik dalam empat bait tersebut, /s/, /t/, /m/, /l/, /n/, /h/, yang merupakan
terdapat vokal atau bunyi /o/, /a/, konsonan tak bersuara (tak bergetar
/i/ , /e/, tetapi bunyi /o/ dan /a/ yang pada saat diucapkan) sehingga dapat

11
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

dikatakan bahwa Suat Kapata ini dapat kita lihat dalam larik Sopo
merupakan nyanyian yang memiliki Mulana Siwalana Sopo, Timi o waya
bunyi kakafoni karena secara jelas timi heri o, Laha kona mele manuale
perpaduan bunyi-bunyi konsonan sawa o sebagai bentuk ungkapan
tersebut tergambar dalam bait pertama perpisahan.
sampai keempat yang penuh kesedihan
atau kehilangan sesuatu atau pun
mengenang peristiwa yang lampau. Hal .

12
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Bait Larik Jumlah Suku


metrum Suku Ritme kata
kata
1 3 6/4/2 Suara la,
2 3 5/4/2 meninggi mu,
I 3 3 8/4/2 ( ̷ ) si,
4 3 5/4/2
5 3 6/4/2
6 3 5/4/2
Total 18 71
1 2 8/2 Suara bang,
II 2 3 5/4/2 meninggi mu, si,
3 3 6/4/3 ( ̷ ) la, da
4 3 5/4/2
Total 11 45
1 3 3/4/3 Suara wa,
III 2 3 7/4/3 meninggi he, te,
3 3 6/4/3 ( ̷ ) ti, ma,
4 3 6/4/3 me
Total 12 50
1 2 4/7 Suara si, oh,
IV 2 2 6/6 meninggi ko,
3 2 4/5 ( ̷ ) ma,
4 2 6/7 ha,
ma,
la,
ana
Total 8 45

13
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

dalam bingkai hubungan pela gandong.


Simpulan Unsur puitika menggambarkan
kemerduan bunyi Kapata pada saat
Berdasarkan hasil penelitian,
dilantunkan dengan kolaborasi atau
dapat disimpulkan bahwa masyarakat
memadukan bunyi-bunyi aliterasi dan
tiga negeri bongso yakni Tamilouw,
asonansi sehingga iramanya begitu
Hutumuri dan Siri Sori memiliki
syahdu dan lembut, apalagi diiringi alat
kekuatan yang kuat dalam bingkai
musik tifa. Kapata memiliki metrum
persaudaraan. Kapata kaya akan nilai-
yang sangat banyak sehingga
nilai budaya sebagai warisan
dinyanyikan lebih lembut serta terdapat
masyarakat tiga negeri bongso
bunyi efoni dan kakafoni yang turut
diantaranya nilai religius sebagai
mewarnai ungkapan hati lewat syair-
hubungan dengan Tuhan, tergambar
syair yang dipadukan dengan irama dari
dalam larik-larik Kapata yang ditandai
Kapata tersebut.
dengan kata sopo untuk menghormati
DAFTAR RUJUKAN
Tuhan sebagai pencipta langit dan
Aminudin. (2011). Semantik:
bumi, selain itu juga permohonan berkat
Pengantar Studi tentang Makna.
dari Tuhan atas segala sesuuatu yang
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
dikerjakan. Kepercayaan kepada Tuhan
Brata, Ida Bagus. (2016). Kearifan
sudah ada sejak dari nenek moyang
Budaya Lokal Perekat Identitas
dulu. Selain itu, mereka sangat
Bangsa. FKIP. Universitas
mensakralkan tempat-tempat bersejarah
Mahasaraswati, Denpasar. Jurnal
yang menjadi ikon masyarakat tiga
Bakti Saraswati Vol 1, 05 No. 01,
negeri bongso. Nilai budaya yang
Maret 2016.
paling bersejarah juga adalah hubungan
https://ojs.unmas.ac.id/index.php/
manusia dengan manusia sebagai
Bakti/article/view
bentuk solidaritas hidup orang basudara
Indrawati, Setri Wulan. (2012). Kajian
(bersaudara) dan sapaan ‘bongso’ selalu
Struktural dan Semiotika Pada
dipakai dalam menyapa satu dengan
Puisi “Encore A Toi” Karya
yang lain tanpa memandang siapa yang
Viktor Hugo. Skripsi. Jurusan
lebih tua atau muda. Inilah ciri khas
masyarakat Maluku yang terbentuk

14
Yensly Kesaulia¹, Udjang Pairin2 & Kamidjan3
Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 27 (3) (2019)

Pendidikan Bahasa Perancis, Rafiek, M. (2010). Teori Sastra


FBS. Universitas Yogyakarta. ( Kajian Teori dan Prattik).
Latupapua, dkk. (2012). Kapata: Bandung: PT. Rafika Aditama.
Sastra Lisan di Maluku Tengah. Sidik, Hadaci. (2018). Komposisi
Ambon: Balai Pengkajian Nilai Musik “Pik-Pik-Numpang-
Budaya Provinsi Maluku dan Tiduk” (Interpretasi dari sebuah
Maluku Utara. kesenian Tradisi Lisan di Desa
Oktaviani, Ursula Dwi. (2014). Pulau Temang, Kabupaten Tebo,
Mantra Upacara Ngabati’ Pada Provinsi Jambi. Jurnal Poetika
Upacara Pertanian Suku Dayak Volume 14 No. 2, September
Kanatyn Di Dusun Pakbus Desa 2018.
Banying Kecamatan Sengah http://jurnalpuitika.fib.unand.ac.i
Temila Kabupaten Landak d/index.php/jurnalpuitika/article/
Kalimantan Barat (Kajian view/85
Etnopuitika). Program Studi Sutarto, Dendi. (2014). Artikel :
Pendidikan Bahasa dan Sastra Kearifan Budaya Lokal dalam
Program Pascasarjana UNESA. Pengamatan Tradisi Malewang
Tesis tidak dipublikasikan. di Tengah Masyarakat
Pemerintah Provinsi Maluku, Dinas Modernisasi di Sungai Keruh
Pendidikan & Kebudayaan. Musi Banyuasin Sumatra
(2004). Kapata, Nyanyian Selatan. FISIP. Universitas Riau
Tradisi di Maluku. Taman Kepulauan Batam.
Budaya. Rahallo, Roubrenda N. (2009). Kultur
Pradopo, Rachmat Djoko. (2000). damai berbasis Tradisi Pela
Pengkajian Puisi. Yogyakarta. Dalam Perspektif psikologi
Gadjah Mada University Press. Sosial. Jurnal Psikologi, Volume
Pudentia, MPSS. (2015). Metodologi 36, No. 2, Desember 2009.
Kajian Tradisi Lisan (Edisi https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/articl
Revisi). Jakarta: Penerbit e/view
Yayasan Obor Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai