Nengah Arnawa
FPBS IKIP PGRI Bali
Jalan Seroja, Denpasar, Bali, Indonesia
Telepon (0361) 431434, Faksimile (0361) 431434
Pos-el: nengah.arnawa65@gmail.com
Naskah diterima: 4 Februari 2016; Direvisi: 20 April 2016; Disetujui: 10 Juni 2016
Abstrak
Fokus penelitian ini adalah pergeseran kosakata bahasa Bali pada ranah pertanian dan
dampaknya terhadap pelestarian budaya darma pamacul ‘kewajiban petani’. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh kondisi empirik bahwa telah terjadi perubahan tatacara petani dalam
pengolahan lahan. Perubahan tersebut berdampak pada pergeseran kosakata yang berimplikasi
pada perubahan budaya. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk memetakan pergeseran
kosakata bahasa Bali ranah pertanian dan kaitannya dengan dinamika budaya lokal. Untuk
mencapai tujuan tersebut, penelitian ini berpijak pada teori linguistik kebudayaan dan
makrosemantik. Penelitian ini dirancang dalam desain kualitatif. Data dikumpulkan melalui
metode cakap dengan para petani subak basah dan kering di Kabupaten Tabanan dan Buleleng.
Informan diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur. Berdasarkan prosedur
penelitian tersebut terungkap bahwa telah terjadi pergeseran kosakata dan budaya pertanian
pada aspek: peralatan, budaya dan ikatan sosial, proses pengolahan lahan, perawatan tanaman
dan penanganan hasil panen. Pergeseran kosakata ranah pertanian tersebut berdampak pada
kegagalan anak-anak petani memahami metafora yang sering digunakan dalam wacana
berbahasa Bali.
Abstract
The research focus was shifting of Balinese language vocabulary in the domain of agriculture
and its impact on cultural preservation of dharma pamacul ‘the obligation of farmers’.
This research was underlined by an empirical condition that there has been a change in
the procedure of farmers in land processing. Such changes have an impact on vocabulary
shift which leaded in an implication for the culture change. In particular, this study aimed
at mapping the shift in Balinese lenguage vocabulary of agriculture domain and its relation
to the dynamics of the local culture. To achieve these objectives, this study was undertaken
based on the theory of anthropological linguistics and macrosemantics. This study was
designed in a qualitative design. Data were collected through interviews method with
farmers of subak sawah and abian in Tabanan and Buleleng. Informants were classified by
sex and age group. Based on the research procedure, it revealed that there has been a shift
in vocabulary and cultural aspects of agriculture in: equipment, cultural and societies, the
process of land processing, plant maintenance and handling of crops. Vocabulary shift in the
agricultural sphere resulted in the failure of children of farmers to understand the metaphor
ini ditengarai sebagai penyebab menghilangnya pemaknaan kata seperti ini, oleh Frawley (1992,
kosakata bahasa Bali ranah pertanian. Untuk hlm. 17) disebut meaning as culture. Telaah
memetakan masalah pergeseran kosakata bahasa makna budaya merupakan penjabaran dari teori
Bali tersebut penelitian ini dilakukan. Pemetaan makrosemantik yang mengeksplikasi makna
pergeseran kosakata ranah pertanian diharapkan berdasarkan konteks budaya suatu masyarakat.
berimplikasi pada strategi perencanaan Dalam perspektif ini, kepudaran sebuah kata
pembinaan dan pengembangan bahasa Bali. dapat dimaknai pudarnya unit budaya tertentu.
Penelitian ini berpijak pada teori linguistik Jika kosakata bahasa Bali ranah pertanian
kebudayaan dan makro-semantik. Secara banyak yang tidak digunakan lagi, hal ini
konsepsional, linguistik kebudayaan dapat membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran
dimaknai sebagai relasi bahasa dengan unsur- budaya agraris di Bali.
unsur budaya. Koentjaraningrat (1996, hlm.
80) mengemukakan bahwa ada tujuh unsur METODE
kebudayaan secara universal, yaitu: bahasa, Penelitian ini didesain dalam penelitian
sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem kualitatif untuk mengungkap dan memamahi
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata fenomena pergeseran kosakata bahasa Bali
pencaharian, sistem religi dan kesenian. ranah pertanian (Strauss dan Corbin, 2003, hlm.
Mengacu unsur kebudayaan tersebut, konsep 5). Data penelitian diambil dari dua subak basah
linguistik kebudayaan dapat divisualkan seperti (subak sawah) dan dua subak kering (subak
berikut ini. abian) di Kabupaten Buleleng dan Tabanan.
Data dikumpulkan dengan metode cakap
Sistem pengetahuan dengan penerapan teknik pancing (Mashun,
Organisasi sosial Simbol
Sistem peralatan linguistik 2005, hlm. 95). Instrumen penelitian berupa
Sistem matapencaharian daftar kosakata ranah pertanian sebanyak 70
Religi
Kesenian buah yang bersumber dari dharma pamaculan
(Gautama, 2005). Instrumen penelitian itu
Bagan 1 tersebut menggambarkan mencakup unsur ritual (10 buah), peralatan (30
bahwa semua unsur universal kebudayaan buah), organisasi (10 buah), cara pengolahan
diabstraksikan dengan simbol linguistik lahan (10 buah), dan cara pengolahan hasil
berupa kata, frase, klausa, kalimat, maupun (10 buah). Informan penelitian ini berjumlah
wacana. Simbol-simbol linguistik tersebut 40 orang yang terdiri dari 10 orang informan
hanya dapat dipahami dalam bingkai budaya perempuan dewasa; 10 orang pria dewasa, 10
yang bersangkutan (Wierzbicka, 1996, hlm. orang remaja perempuan remaja, dan 10 orang
4). Pelibatan budaya agraris untuk memaknai remaja pria. Data yang terkumpul dianalisis
simbol linguistik dalam bahasa Bali diharapkan dengan teknik padan ekstralingual (Mashun,
dapat memetakan pergeseran kosakata yang 2005, hlm. 120).
terjadi karena kata bukanlah semata-mata
sebagai satuan fonem dan morfem; tetapi HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai penyimpan budaya. Itulah sebabnya Dengan metode simak atau wawancara melalui
makna sebuah kata harus diinterpretasi dalam teknik pancing diperoleh data seperti berikut
bingkai budaya yang melatarinya. Cara ini.
Tabel 1 Pemahaman Arti Kosakata Ranah pria dewasa secara aktif menggunakan 44,29%;
Pertanian Petani perempuan dewasa menggunakan
Dipahami Responden 37,14%; kelompok remaja pria menggunakan
Jum-
No. Unsur Dewasa Remaja 7,14%, dan kelompok remaja putri menggunakan
lah
L P L P
8,57%. Penurunan penggunaan kosakata ranah
1. Ritual 10 10 10 2 3
2. Peralatan 30 21 17 6 8 pertanian dipicu oleh adanya alih teknologi
3. Organisasi 10 8 6 1 - sehingga kegiatan-kegiatan pertanian menjadi
4. Pengolahan lahan 10 10 10 4 2 berubah.
5. Pengolahan hasil 10 8 10 - 2 Data yang tertera pada tabel 1 dan 2
Jumlah 70 57 43 13 15 menunjukkan telah terjadi pergeseran kosakata
dan istilah pertanian dalam bahasa Bali.
Data yang tertera pada tabel 1 menunjukkan Pergeseran atau lebih tepat ‘hilangnya’ sejumlah
bahwa ada perbedaan cukup mencolok pada kosakata pertanian dalam bahasa Bali tidaklah
pemahaman arti kosakata ranah pertanian oleh terjadi secara tiba-tiba, tetapi menyusut
petani usia dewasa dengan putra-putri petani. dalam beberapa dekade. Kehilangan kosakata
Petani usia dewasa pria dapat memahami pertanian bukan semata-mata persoalan
81,43%; Petani usia dewasa perempuan dapat lingustik, tetapi terkait dengan pergeseran
memahami 61,43%; Kelompok remaja pria budaya dalam pertanian.
dapat memahami 18,57%; Kelompok remaja Perubahan budaya merupakan suatu
putri dapat memahami 21,43%. Data ini keniscayaan karena di dalamnya terdapat
memberi gambaran nyata bahwa pemahaman proses-proses sosial yang merupakan elemen
arti kosakata ranah pertanian masih bertahan mayor kebudayaan. Proses-proses sosial itu
pada penutur bahasa Bali usia dewasa. Secara berlangsung secara dinamik melalui interaksi
linguistis, pemahaman kata diukur dari dua sisi, antarindividu ataupun kelompok. Interaksi
yaitu mengerti arti kata tersebut (semantis) dan merupakan faktor kunci pada semua kehidupan
dapat menggunakannya (prgamatis). Berikut kelompok yang menata hubungan sosiokultural.
ini disajikan data tentang penggunaan kosakata Perubahan budaya direpresentasikan melalui
ranah pertanian. perubahan penggunaan kosakata yang
mengakibatkan peristiwa perubahan semantik
Ta b e l 2 P e n g g u n a a n K o s a k a t a R a n a h secara diakronis. Proses-proses sosial ini pun
Pertanian telah merasuki sektor pertanian di Bali yang
Pemahaman Arti
mengakibatkan adanya pergeseran budaya
No. Unsur Jumlah Dewasa Remaja
L P L P
tani.
1. Ritual 10 8 8 2 3 Pergeseran budaya pertanian dapat diamati
2. Peralatan 30 10 7 - 2 pada beberapa bidang. Pertama, pada sistem
3. Organisasi 10 2 2 - - peralatan. Pada pertanian tradisional Bali
4. Pengolahan lahan 10 7 5 3 1 dikenal sejumlah peralatan yang diungkapkan
5. Pengolahan hasil 10 4 4 - -
dengan kosakata bahasa Bali, seperti lampit,
Jumlah 70 31 26 5 6
gabag, kaun lampit, pemelasahan, slawu,
telusuk, serampang, tambah, tulud, cakar, kiskis,
Data yang tertera pada tabel 2 membuktikan
penampadan, caluk, ketungan, lesung, lumpian,
bahwa tidak semua kosakata ranah pertanian
sok, bodag, sampan, lu, anggapan, penaptapan,
yang secara semantis dapat dipahami, aktif
ngiu, tempeh, dan lain-lain. Perkembangan
digunakan dalam kehidupan para petani. Petani
ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga
digunakan lagi. Ini membuktikan bahwa laku, dan komunikasi linguistis (Duranti, 1997,
pergeseran kosakata, khususnya dalam ranah hlm. 23). Kebudayaan tidak dibawa sejak lahir
pertanian terus berlangsung. Hilangnya satu tetapi manusia memiliki kemampuan untuk
istilah menimbulkan efek beruntun, yakni memperolehnya. Berdasarkan konsep ini, bahasa
hilangnya kata lain yang terkait; misalnya, merupakan salah satu unsur kebudayaan karena
ketika tenggala digantikan dengan traktor maka pemerolehannya melalui proses belajar, baik
kata yang terkait dengan sampi ‘sapi’, seperti secara informal, formal, maupun nonformal.
sampi usuan tunggir, sampi bang, sampi cula Sebagai unsur kebudayaan, penggunaan
menjadi jarang digunakan. Demikian pula kata bahasa terikat pada norma dan nilai berbahasa.
yang terkait dengan tenggala, seperti singkal, Dalam bahasa Bali, norma dan nilai bahasa itu
kejen, tetehan, belahan, ngirihang, pun ikut tertuang melalui dua aspek utama, yakni kaidah
jarang digunakan. gramatikal dan kaidah sosial. Kaidah gramatikal
Para pakar mendefinisikan budaya secara dikenal dengan istilah titibasa Bali dan kaidah
berbeda-beda. Dari perbedaan-perbedaan sosial dikenal dengan anggah-ungguhing basa.
tersebut, terdapat ciri universal. Berdasarkan Warga subak menggunakan dua kaidah ini
keuniversalannya, kebudayaan dapat dalam paruman sehingga keberadaan bahasa
didefinisikan sebagai semua hasil dari karya, Bali menjadi urgen. Penggunaan bahasa Bali
rasa, dan cipta masyarakat (Soemardjan, bukan semata-mata alat komunikasi, tetapi
1964, hlm. 113). Kata karya pada definisi juga merupakan cermin identitas sosial. Secara
kebudayaan tersebut berkaitan dengan material sosiolinguistik varian-varian bahasa Bali dapat
culture ‘budaya kebendaan’ yang dapat berupa dijadikan identitas sosial sebagai alat pemisah
teknologi, termasuk teknologi pertanian. Semua dan pemersatu (Sumarsono, 2004. hlm. 145).
peralatan pertanian, dari yang tradisional hingga Kelompok tani yang merupakan anggota
modern, seperti : ngiu, tempeh, sampan, sok, warga subak seharusnya mengidentifikasi
bodag, singkal, tetehan, labak, gabag, traktor, diri dengan penguasaan leksikon yang terkait
selip, dan lalin-lain termasuk material culture dengan ranah pertanian, yang di Bali dikenal
tersebut. Kata rasa mengandung pengertian dengan dharma pamaculan. Kecermatan
perasaan manusia yang tertuang menjadi penggunaan kosakata pertanian mencerminkan
norma dan nilai masyarakat. Norma dan nilai pemahaman konseptual tentang dharma
ini sebagai instrumen untuk mengatur masalah pamaculan tersebut.
kemasyarakatan yang lebih luas. Dalam Fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi.
konteks persubakan, norma dan nilai banyak Pandangan ini sudah sangat jamak dikenal
tertuang dalam awig-awig subak, seperti: masyarakat; tetapi hanya sedikit orang yang
saya, kesinoman, magebagan, danda, laba dan berpikir bahwa bahasa merupakan alat utama
lain-lain. Kata cipta mengandung pengertian untuk mencatat dan meneruskan kebudayaan.
kemampuan mental, kemampuan berpikir Interelasi ini dapat dilihat dari perubahan
yang menghasilkan pengetahuan, cita-cita, dan bahasa sebagai representasi perubahan budaya.
harapan, seperti kertamasa, gadon merupakan Artinya, dinamika budaya akan tercermin
pola tanam untuk memotong siklus hama dan melalui dinamika bahasa. Bahasa sebagai
penyakit. simbol linguistis akan diinterpretasi dalam
Pakar lain menegaskan bahwa kebudayan bingkai budaya universal dan unik. Setiap
itu bukanlah bersifat natural (alamiah), tetapi simbol linguistis dimaknai sebagai gramatikal-
dipelajari, diwariskan melalui interaksi tingkah gramatikal budaya (cultural grammars) yang
Simpen, W. (2010). Basita Parihasa. Denpasar: Tinggen, I N. (1995). Aneka Rupa Paribasa
Upada Sastra. Bali. Singaraja : Rhika Dewata.
Soemardjan, S. (1964). Setangkai Bunga Wierzbicka, A. (1996). “Cultural scripts:
Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit a new approach to study of cross
Fakultas Ekonomi Universitas culture communication”. Dalam Anna
Indonesia. Wierzbicka (Conventor), Cross-Culture
Strauss, A. dan Juliet C. (2003). Dasar-Dasar Communication, hlm. 1—10. Australia:
Penelitian Kualitatif. (Shodiq, M. & Australian National University.
Muttaqiem, I., penerjemah). Yogyakarta: Wiguna, I W. A. A. dkk. (2015). Jasa Lingkungan
Pustaka Pelajar. Budaya Sistem Subak di Bali. Denpasar:
Sumarsono. (2004). Filsafat Bahasa. Jakarta: Yayasan Somya Pertiwi Bali dan Fauna &
Grasindo. Filora International United Kingdom.