Anda di halaman 1dari 8

PERGESERAN KOSAKATA BAHASA BALI RANAH PERTANIAN:

STUDI LINGUISTIK KEBUDAYAAN

SHIFT OF BALINESE LANGUAGE VOCABULARY OF AGRICULTURE:


A STUDY ON ANTROPHOLOGICAL LINGUISTICS

Nengah Arnawa
FPBS IKIP PGRI Bali
Jalan Seroja, Denpasar, Bali, Indonesia
Telepon (0361) 431434, Faksimile (0361) 431434
Pos-el: nengah.arnawa65@gmail.com

Naskah diterima: 4 Februari 2016; Direvisi: 20 April 2016; Disetujui: 10 Juni 2016

Abstrak
Fokus penelitian ini adalah pergeseran kosakata bahasa Bali pada ranah pertanian dan
dampaknya terhadap pelestarian budaya darma pamacul ‘kewajiban petani’. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh kondisi empirik bahwa telah terjadi perubahan tatacara petani dalam
pengolahan lahan. Perubahan tersebut berdampak pada pergeseran kosakata yang berimplikasi
pada perubahan budaya. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk memetakan pergeseran
kosakata bahasa Bali ranah pertanian dan kaitannya dengan dinamika budaya lokal. Untuk
mencapai tujuan tersebut, penelitian ini berpijak pada teori linguistik kebudayaan dan
makrosemantik. Penelitian ini dirancang dalam desain kualitatif. Data dikumpulkan melalui
metode cakap dengan para petani subak basah dan kering di Kabupaten Tabanan dan Buleleng.
Informan diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur. Berdasarkan prosedur
penelitian tersebut terungkap bahwa telah terjadi pergeseran kosakata dan budaya pertanian
pada aspek: peralatan, budaya dan ikatan sosial, proses pengolahan lahan, perawatan tanaman
dan penanganan hasil panen. Pergeseran kosakata ranah pertanian tersebut berdampak pada
kegagalan anak-anak petani memahami metafora yang sering digunakan dalam wacana
berbahasa Bali.

Kata kunci: kosakata, darma pamacul, linguistik kebudayaan, makrosemantik

Abstract
The research focus was shifting of Balinese language vocabulary in the domain of agriculture
and its impact on cultural preservation of dharma pamacul ‘the obligation of farmers’.
This research was underlined by an empirical condition that there has been a change in
the procedure of farmers in land processing. Such changes have an impact on vocabulary
shift which leaded in an implication for the culture change. In particular, this study aimed
at mapping the shift in Balinese lenguage vocabulary of agriculture domain and its relation
to the dynamics of the local culture. To achieve these objectives, this study was undertaken
based on the theory of anthropological linguistics and macrosemantics. This study was
designed in a qualitative design. Data were collected through interviews method with
farmers of subak sawah and abian in Tabanan and Buleleng. Informants were classified by
sex and age group. Based on the research procedure, it revealed that there has been a shift
in vocabulary and cultural aspects of agriculture in: equipment, cultural and societies, the
process of land processing, plant maintenance and handling of crops. Vocabulary shift in the
agricultural sphere resulted in the failure of children of farmers to understand the metaphor

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 103


Pergeseran Kosakata Bahasa Bali Ranah Pertanian... (Nengah Arnawa) Halaman 103 — 110

that is often used in the Balinese language discourse.

Keywords: vocabulary, darma pamacul, cultural linguistic, macro semantic

PENDAHULUAN demografi, penutur bahasa Bali didominasi oleh


Pemerintah telah menetapkan Bali sebagai usia lanjut. Jumlah penutur pada kelompok
salah satu tujuan wisata budaya. Budaya Bali usia dewasa (produktif) semakin menyusut dan
adalah budaya agraris. Dengan demikian, secara jumlah penutur pada kelompok usia remaja dan
logika, pariwisata budaya yang dimaksud anak-anak lebih kecil lagi. Kecilnya jumlah
adalah budaya agraris dalam arti luas. Ada penutur bahasa Bali pada usia remaja dan anak-
banyak bukti yang mengukuhkan kebenaran anak menimbulkan kekhawatiran beberapa
logika itu, antara lain tercermin dalam nama- pihak akan kepunahan bahasa Bali.
nama kesenian, seperti: tari Gopala, tari Subak merupakan organisasi petani Bali
Okokan, sampi grumbungan, makepung, dan yang eksistensinya telah diakui UNESCO
lain-lain. Selain dalam bidang seni, representasi sebagai warisan budaya dunia (Wiguna, dkk,
budaya agraris juga tercermin dalam sistem 2015, hlm. 1). Subak diharapkan sebagai
peralatan, seperti procot, beruk, sibuh, sampan, sokoguru pelestarian budaya agraris di Bali.
sok, bodag, ngiu, tempeh, dan lain-lain. Semua Subak diharapkan sebagai tempat bersosialisasi
produk budaya tersebut diabstraksikan ke dalam para petani untuk memaknai kehidupan
kosakata bahasa Bali. dan tradisi. Dalam hal bersosialisasi inilah
Penyusutan lahan pertanian untuk bahasa Bali mengambil peran yang sangat
kepentingan pembangunan infrastruktur, penting sebagai pengungkap budaya agraris.
pusat kegiatan ekonomi, serta permukiman Hal inilah yang menyebabkan dalam bahasa
mengakibatkan penurunan minat generasi Bali terdapat berbagai kata yang berkolokasi
muda Bali untuk menekuni profesi sebagai dengan pertanian. Kosakata ranah pertanian
petani karena penghasilannya dinilai kurang ini sering digunakan untuk mengungkapkan
mencukupi kebutuhan hidup layak (Wiguna, kearifan lokal dalam berbagai bentuk paribasa,
dkk. 2015, hlm. 3). Kenyataan itu berdampak seperti: Batisne meling padi; Bangkiangne
pada aspek kultural, yakni hilangnya sejumlah acekel gonda layu; Munyine buka beruk
kosakata pada ranah pertanian. Kehilangan silemang; Gamongan dadi jae; Buka pitik
kosakata ranah pertanian merupakan indikasi kelangan pengina; Macarang uga, Angkabin
bahwa telah terjadi pergeseran budaya agraris barong sumi; Ngajahin bebek nglangi; Gelem
tersebut karena selalu ada hubungan relasional kacang nagih tungguhin; Mabatun buluan;
antara bahasa dengan budaya sebagai sistem Buka jagunge gedenan ati; Makalung sampi,
tanda (Duranti, 1997, hlm. 33). dan lain-lain (Simpen, 2010; Tinggen, 1995).
Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa Berbagai bentuk paribasa Bali yang didominasi
daerah yang memiliki tradisi kesastraan dan kosakata ranah pertanian ini masih diajarkan di
keaksaraan yang panjang. Namun demikian semua jenis dan jenjang sekolah di Bali. Karena
eksistensinya kini semakin ‘tertanam’ karena referensi kosakata tersebut jarang ditemukan
data statistik nasional menunjukkan terjadi akibat pergeseran budaya agraris, tidak mudah
penurunan penutur aktif setiap tahun (Alwi dan bagi siswa untuk mengerti arti paribasa-
Sugondo, 2003, hlm. 6). Jika dikaitkan dengan paribasa tersebut. Pergeseran budaya agraris

104 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 103 — 110 (Nengah Arnawa) Shift of Balinese Language Vocabulary of Agriculture...

ini ditengarai sebagai penyebab menghilangnya pemaknaan kata seperti ini, oleh Frawley (1992,
kosakata bahasa Bali ranah pertanian. Untuk hlm. 17) disebut meaning as culture. Telaah
memetakan masalah pergeseran kosakata bahasa makna budaya merupakan penjabaran dari teori
Bali tersebut penelitian ini dilakukan. Pemetaan makrosemantik yang mengeksplikasi makna
pergeseran kosakata ranah pertanian diharapkan berdasarkan konteks budaya suatu masyarakat.
berimplikasi pada strategi perencanaan Dalam perspektif ini, kepudaran sebuah kata
pembinaan dan pengembangan bahasa Bali. dapat dimaknai pudarnya unit budaya tertentu.
Penelitian ini berpijak pada teori linguistik Jika kosakata bahasa Bali ranah pertanian
kebudayaan dan makro-semantik. Secara banyak yang tidak digunakan lagi, hal ini
konsepsional, linguistik kebudayaan dapat membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran
dimaknai sebagai relasi bahasa dengan unsur- budaya agraris di Bali.
unsur budaya. Koentjaraningrat (1996, hlm.
80) mengemukakan bahwa ada tujuh unsur METODE
kebudayaan secara universal, yaitu: bahasa, Penelitian ini didesain dalam penelitian
sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem kualitatif untuk mengungkap dan memamahi
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata fenomena pergeseran kosakata bahasa Bali
pencaharian, sistem religi dan kesenian. ranah pertanian (Strauss dan Corbin, 2003, hlm.
Mengacu unsur kebudayaan tersebut, konsep 5). Data penelitian diambil dari dua subak basah
linguistik kebudayaan dapat divisualkan seperti (subak sawah) dan dua subak kering (subak
berikut ini. abian) di Kabupaten Buleleng dan Tabanan.
Data dikumpulkan dengan metode cakap
Sistem pengetahuan dengan penerapan teknik pancing (Mashun,
Organisasi sosial Simbol
Sistem peralatan linguistik 2005, hlm. 95). Instrumen penelitian berupa
Sistem matapencaharian daftar kosakata ranah pertanian sebanyak 70
Religi
Kesenian buah yang bersumber dari dharma pamaculan
(Gautama, 2005). Instrumen penelitian itu
Bagan 1 tersebut menggambarkan mencakup unsur ritual (10 buah), peralatan (30
bahwa semua unsur universal kebudayaan buah), organisasi (10 buah), cara pengolahan
diabstraksikan dengan simbol linguistik lahan (10 buah), dan cara pengolahan hasil
berupa kata, frase, klausa, kalimat, maupun (10 buah). Informan penelitian ini berjumlah
wacana. Simbol-simbol linguistik tersebut 40 orang yang terdiri dari 10 orang informan
hanya dapat dipahami dalam bingkai budaya perempuan dewasa; 10 orang pria dewasa, 10
yang bersangkutan (Wierzbicka, 1996, hlm. orang remaja perempuan remaja, dan 10 orang
4). Pelibatan budaya agraris untuk memaknai remaja pria. Data yang terkumpul dianalisis
simbol linguistik dalam bahasa Bali diharapkan dengan teknik padan ekstralingual (Mashun,
dapat memetakan pergeseran kosakata yang 2005, hlm. 120).
terjadi karena kata bukanlah semata-mata
sebagai satuan fonem dan morfem; tetapi HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai penyimpan budaya. Itulah sebabnya Dengan metode simak atau wawancara melalui
makna sebuah kata harus diinterpretasi dalam teknik pancing diperoleh data seperti berikut
bingkai budaya yang melatarinya. Cara ini.

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 105


Pergeseran Kosakata Bahasa Bali Ranah Pertanian... (Nengah Arnawa) Halaman 103 — 110

Tabel 1 Pemahaman Arti Kosakata Ranah pria dewasa secara aktif menggunakan 44,29%;
Pertanian Petani perempuan dewasa menggunakan
Dipahami Responden 37,14%; kelompok remaja pria menggunakan
Jum-
No. Unsur Dewasa Remaja 7,14%, dan kelompok remaja putri menggunakan
lah
L P L P
8,57%. Penurunan penggunaan kosakata ranah
1. Ritual 10 10 10 2 3
2. Peralatan 30 21 17 6 8 pertanian dipicu oleh adanya alih teknologi
3. Organisasi 10 8 6 1 - sehingga kegiatan-kegiatan pertanian menjadi
4. Pengolahan lahan 10 10 10 4 2 berubah.
5. Pengolahan hasil 10 8 10 - 2 Data yang tertera pada tabel 1 dan 2
Jumlah 70 57 43 13 15 menunjukkan telah terjadi pergeseran kosakata
dan istilah pertanian dalam bahasa Bali.
Data yang tertera pada tabel 1 menunjukkan Pergeseran atau lebih tepat ‘hilangnya’ sejumlah
bahwa ada perbedaan cukup mencolok pada kosakata pertanian dalam bahasa Bali tidaklah
pemahaman arti kosakata ranah pertanian oleh terjadi secara tiba-tiba, tetapi menyusut
petani usia dewasa dengan putra-putri petani. dalam beberapa dekade. Kehilangan kosakata
Petani usia dewasa pria dapat memahami pertanian bukan semata-mata persoalan
81,43%; Petani usia dewasa perempuan dapat lingustik, tetapi terkait dengan pergeseran
memahami 61,43%; Kelompok remaja pria budaya dalam pertanian.
dapat memahami 18,57%; Kelompok remaja Perubahan budaya merupakan suatu
putri dapat memahami 21,43%. Data ini keniscayaan karena di dalamnya terdapat
memberi gambaran nyata bahwa pemahaman proses-proses sosial yang merupakan elemen
arti kosakata ranah pertanian masih bertahan mayor kebudayaan. Proses-proses sosial itu
pada penutur bahasa Bali usia dewasa. Secara berlangsung secara dinamik melalui interaksi
linguistis, pemahaman kata diukur dari dua sisi, antarindividu ataupun kelompok. Interaksi
yaitu mengerti arti kata tersebut (semantis) dan merupakan faktor kunci pada semua kehidupan
dapat menggunakannya (prgamatis). Berikut kelompok yang menata hubungan sosiokultural.
ini disajikan data tentang penggunaan kosakata Perubahan budaya direpresentasikan melalui
ranah pertanian. perubahan penggunaan kosakata yang
mengakibatkan peristiwa perubahan semantik
Ta b e l 2 P e n g g u n a a n K o s a k a t a R a n a h secara diakronis. Proses-proses sosial ini pun
Pertanian telah merasuki sektor pertanian di Bali yang
Pemahaman Arti
mengakibatkan adanya pergeseran budaya
No. Unsur Jumlah Dewasa Remaja
L P L P
tani.
1. Ritual 10 8 8 2 3 Pergeseran budaya pertanian dapat diamati
2. Peralatan 30 10 7 - 2 pada beberapa bidang. Pertama, pada sistem
3. Organisasi 10 2 2 - - peralatan. Pada pertanian tradisional Bali
4. Pengolahan lahan 10 7 5 3 1 dikenal sejumlah peralatan yang diungkapkan
5. Pengolahan hasil 10 4 4 - -
dengan kosakata bahasa Bali, seperti lampit,
Jumlah 70 31 26 5 6
gabag, kaun lampit, pemelasahan, slawu,
telusuk, serampang, tambah, tulud, cakar, kiskis,
Data yang tertera pada tabel 2 membuktikan
penampadan, caluk, ketungan, lesung, lumpian,
bahwa tidak semua kosakata ranah pertanian
sok, bodag, sampan, lu, anggapan, penaptapan,
yang secara semantis dapat dipahami, aktif
ngiu, tempeh, dan lain-lain. Perkembangan
digunakan dalam kehidupan para petani. Petani
ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga

106 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 103 — 110 (Nengah Arnawa) Shift of Balinese Language Vocabulary of Agriculture...

merupakan unsur kebudayaan telah membawa Ketiga, pergeseran proses pengolahan


perubahan pada sistem peralatan pertanian. lahan, perawatan tanaman, dan penanganan
Secara ekonomis, sentuhan teknologi pertanian hasil panen. Dalam pertanian tradisional
membawa kontribusi positif, namun secara dikenal beberapa istilah yang terkait dengan
kultural mengakibatkan lenyapnya sejumlah pengolahan lahan, seperti matekap, ngirihang,
kosakata bahasa Bali yang berkolokasi dengan makal, malik, nglampit, nulud kini hanya ada
alat-alat pertanian dan digantikan dengan satu terminologi penggantinya yaitu nraktor.
kosakata serapan dari bahasa lain. Munculnya Dalam hal perawatan tanaman dikenal istilah
kata serapan, seperti traktor, selip, karung, majukut, ngiskis, nyahjahin. Ketiga kata ini
tabela ternyata telah menggeser penggunaan hilang karena petani telah menggunakan
kosakata, seperti tenggala, singkal, kejen, uga, herbisida. Istilah-istilah yang berkait dengan
sambilan, sambed, kunali, bodag, sok, sampan, penanganan hasil panen, seperti numpuk, nebuk,
dan lain-lain. Munculnya peralatan seperti nyugsug, nyeksek, ngidang, napinin, nyilirang,
gelas, kenceng (mug) menggeser penggunaan nyeruh, nglesung semakin jarang bahkan sangat
kata bungbung, procot, dan beruk; Bahkan kata susah ditemukan karena telah digantikan dengan
cikar atau kedebeg pun hilang diganti dengan kata selip ‘penyosohan’. Perubahan pola tanam
truk dan pickup. yang semakin tidak teratur, menghilangkan kata
Kedua, pergeseran budaya agraris terjadi kertamasa dan gadon, setidak-tidaknya, tidak
pada ikatan sosial. Pada kelompok tani jelas batas kertamasa dan gadon tersebut.
tradisional terdapat kelompok-kelompok sosial Keempat, pergeseran ritual dalam pertanian,
yang sering disebut sekeha, seperti sekeha seperti ngrasakin, negtegin, ngidam-idam,
manyi, sekeha makajang, sekeha gebug, sekeha ngusaba, mantenin (padi di lumbung) semakin
ngarit (kedele), sekeha semal, dan lain-lain. jarang terdengar, bahkan generasi muda sudah
Pada masa kini, sekeha-sekeha tersebut sudah tidak mengenal kata itu. Upacara yang masih
hampir punah. Hilangnya kelompok sosial sering dilakukan adalah nangluk merana.
‘sekeha’ tersebut diikuti oleh hilangnya tata Pergeseran ini terjadi karena lahan pertanian
nilai yang ada di dalamnya, seperti nyelebung, semakin menyempit akibat alih fungsi lahan,
kebakatan, ngayahang, dan nyadokang. Selain bahkan ada beberapa Pura Ulun Suwi sudah
ikatan dalam bentuk sekeha, dalam sistem sosial yang tidak punya pangempon karena subaknya
pertanian juga ada ikatan nonformal seperti telah hilang. Upacara mantenin padi di lumbung
masebahu, ngadas, dan ngajakang. Sebahu semakin jarang ditemui karena kebanyakan
bermakna kesepakatan dua belah pihak untuk petani menjual hasil panennya kepada pengijon
mengerjakan lahan pertanian secara bersama- sehingga padinya tidak sempat naik ke lumbung,
sama. Ikatan sosial sebahu terjadi karena pihak bahkan mungkin banyak petani yang kini tidak
pertama dan kedua sama-sama memiliki satu memiliki lumbung padi.
ekor sapi sehingga tidak bisa mengerjakan Pergeseran kosakata pertanian tidak
lahannya secara sendiri-sendiri; ngadas hanya terjadi pada dekade ini. Pergeseran
adalah ikatan bagi hasil ternak antara pemodal kosakata pertanian pun telah terjadi pada
dengan pemeliharanya; sedangkan ngajakang masa Bali kuna. Contoh terminologi yang
bermakna gotong-royong membantu menggarap berkaitan dengan lahan, seperti mmal, huma,
lahan orang lain. Ikatan sosial masebahu dan parlak, dan pagagan sudah bergeser. Kata
ngajakang kini telah betul-betul hilang dari mmal dan huma (sekarang menjadi mel ‘tegal
peradaban pertanian. Yang masih bertahan dan uma ‘sawah’) masih sering digunakan,
secara terbatas adalah istilah ngadas. tetapi kata parlak dan pagagan sudah tidak

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 107


Pergeseran Kosakata Bahasa Bali Ranah Pertanian... (Nengah Arnawa) Halaman 103 — 110

digunakan lagi. Ini membuktikan bahwa laku, dan komunikasi linguistis (Duranti, 1997,
pergeseran kosakata, khususnya dalam ranah hlm. 23). Kebudayaan tidak dibawa sejak lahir
pertanian terus berlangsung. Hilangnya satu tetapi manusia memiliki kemampuan untuk
istilah menimbulkan efek beruntun, yakni memperolehnya. Berdasarkan konsep ini, bahasa
hilangnya kata lain yang terkait; misalnya, merupakan salah satu unsur kebudayaan karena
ketika tenggala digantikan dengan traktor maka pemerolehannya melalui proses belajar, baik
kata yang terkait dengan sampi ‘sapi’, seperti secara informal, formal, maupun nonformal.
sampi usuan tunggir, sampi bang, sampi cula Sebagai unsur kebudayaan, penggunaan
menjadi jarang digunakan. Demikian pula kata bahasa terikat pada norma dan nilai berbahasa.
yang terkait dengan tenggala, seperti singkal, Dalam bahasa Bali, norma dan nilai bahasa itu
kejen, tetehan, belahan, ngirihang, pun ikut tertuang melalui dua aspek utama, yakni kaidah
jarang digunakan. gramatikal dan kaidah sosial. Kaidah gramatikal
Para pakar mendefinisikan budaya secara dikenal dengan istilah titibasa Bali dan kaidah
berbeda-beda. Dari perbedaan-perbedaan sosial dikenal dengan anggah-ungguhing basa.
tersebut, terdapat ciri universal. Berdasarkan Warga subak menggunakan dua kaidah ini
keuniversalannya, kebudayaan dapat dalam paruman sehingga keberadaan bahasa
didefinisikan sebagai semua hasil dari karya, Bali menjadi urgen. Penggunaan bahasa Bali
rasa, dan cipta masyarakat (Soemardjan, bukan semata-mata alat komunikasi, tetapi
1964, hlm. 113). Kata karya pada definisi juga merupakan cermin identitas sosial. Secara
kebudayaan tersebut berkaitan dengan material sosiolinguistik varian-varian bahasa Bali dapat
culture ‘budaya kebendaan’ yang dapat berupa dijadikan identitas sosial sebagai alat pemisah
teknologi, termasuk teknologi pertanian. Semua dan pemersatu (Sumarsono, 2004. hlm. 145).
peralatan pertanian, dari yang tradisional hingga Kelompok tani yang merupakan anggota
modern, seperti : ngiu, tempeh, sampan, sok, warga subak seharusnya mengidentifikasi
bodag, singkal, tetehan, labak, gabag, traktor, diri dengan penguasaan leksikon yang terkait
selip, dan lalin-lain termasuk material culture dengan ranah pertanian, yang di Bali dikenal
tersebut. Kata rasa mengandung pengertian dengan dharma pamaculan. Kecermatan
perasaan manusia yang tertuang menjadi penggunaan kosakata pertanian mencerminkan
norma dan nilai masyarakat. Norma dan nilai pemahaman konseptual tentang dharma
ini sebagai instrumen untuk mengatur masalah pamaculan tersebut.
kemasyarakatan yang lebih luas. Dalam Fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi.
konteks persubakan, norma dan nilai banyak Pandangan ini sudah sangat jamak dikenal
tertuang dalam awig-awig subak, seperti: masyarakat; tetapi hanya sedikit orang yang
saya, kesinoman, magebagan, danda, laba dan berpikir bahwa bahasa merupakan alat utama
lain-lain. Kata cipta mengandung pengertian untuk mencatat dan meneruskan kebudayaan.
kemampuan mental, kemampuan berpikir Interelasi ini dapat dilihat dari perubahan
yang menghasilkan pengetahuan, cita-cita, dan bahasa sebagai representasi perubahan budaya.
harapan, seperti kertamasa, gadon merupakan Artinya, dinamika budaya akan tercermin
pola tanam untuk memotong siklus hama dan melalui dinamika bahasa. Bahasa sebagai
penyakit. simbol linguistis akan diinterpretasi dalam
Pakar lain menegaskan bahwa kebudayan bingkai budaya universal dan unik. Setiap
itu bukanlah bersifat natural (alamiah), tetapi simbol linguistis dimaknai sebagai gramatikal-
dipelajari, diwariskan melalui interaksi tingkah gramatikal budaya (cultural grammars) yang

108 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 103 — 110 (Nengah Arnawa) Shift of Balinese Language Vocabulary of Agriculture...

merupakan pengejawantahan proposisi dan merupakan budaya.


prosedur budaya.
Seperti halnya bahasa yang dikenal dengan SIMPULAN
sistem tanda (Saussure, 1988, hlm. 145), Budaya dan bahasa memiliki interelasi yang
budaya pun merupakan sistem tanda yang sangat tinggi. Bahasa menjadi salah satu
ditelaah melalui kajian semiotik budaya. unsur budaya; dan bahasa menjadi instrumen
Semua budaya adalah sistem tanda, meskipun pencatatan dan penerusan kebudayaan.
demikian, sering dijumpai nilai budaya yang Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis.
sama direpresentasikan dengan tanda yang Kebudayaan mengalami perubahan secara
berbeda, seperti sokasi dengan keben; kisa dinamis. Perubahan kebudayaan pun merambah
dengan sengkui, telabah dengan kalen, dan pada bidang pertanian, seperti sistem peralatan
lain-lain. Selain diungkapkan lewat leksikon, yang digunakan, ikatan sosial petani, proses
budaya sebagai representasi dunia juga dapat pengolahan, perawatan dan penanganan hasil
diungkapkan melalui cerita rakyat (folklore), panen, serta pergeseran ritual pertanian.
mite (kepercayaan), deskripsi tentang sesuatu, Perubahan budaya pertanian di Bali berdampak
pepatah, metapora, serta seni pertunjukan. pada pergeseran penggunaan kosakata dan
Terkait dengan budaya agraris, di Bali terdapat istilah pertanian. Ada sejumlah kosakata dan
sejumlah cerita rakyat yang menggambarkan istilah pertanian yang baru dan sebagian lagi
kehidupan tokoh dan keluarga petani, antara hilang atau jarang digunakan. Pergeseran
lain Men Tiwas miwah Men Sugih, Rare Angon, budaya agraris membawa dampak beruntun
Ketimus Mas. Dalam bidang mite, tikus pada bahasa.
diungkapkan dengan Jro Ketut dan berbagai
terminilogi upacara pertanian, seperti ngusaba,
negtegin, idam-idam, dan lain-lain. Deskripsi DAFTAR PUSTAKA
tentang alat-alat pertanian pun tidak terbatas
jumlahnya, seperti singkal, kejen, tenggala, Alwi, H. dan Sugondo, D. (2003). Politik
sambed, kunali, uga, sambilan, manuk-manuk, Bahasa: Rumusan Seminar Politik
Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
dan lain-lain. Dalam bidang pepatah ada
Pendidikan Nasional.
ungkapan liep-liep baleman sambuk, tegal
mabudi yeh, siap sambehin injin, dan lain-lain Duranti, A. (1997). Linguistic Anthropology.
Cambridge: Cambridge University
hingga dunia pertunjukan seperti tari Gopala
Press.
yang menggambarkan pengembala sapi. Untuk
menghindari keambiguitasan karena luasnya Frawley, W. (1992). Linguistic Semantics. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
cakupan, budaya dapat diidentifikasi secara
biner, dipelajari versus alamiah. Artinya, Gautama, W. B. (2005). Dharma Pamacul.
segala yang diperoleh melalui proses belajar Surabaya: Paramita
adalah budaya sebaliknya segala yang terjadi Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Ilmu
secara alamiah bukanlah budaya. Contoh, nasi Antropologi. Jakarta: Radar Jaya.
pasil bukanlah budaya karena terjadi secara Mashun. (2005). Metode Penelitian Bahasa.
alamiah, tetapi cara menghindari terjadinya Jakarta: RajaGrafindo Persada.
nasi pasil merupakan budaya karena diperoleh Saussure, F. (1988). Pengantar Linguistik
melalui proses belajar. Poh tasak bukanlah Umum. Terjemahan Hidayat, Rahayu S.
budaya, tetapi cara dan peralatanan nyekeb poh Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 109


Pergeseran Kosakata Bahasa Bali Ranah Pertanian... (Nengah Arnawa) Halaman 103 — 110

Simpen, W. (2010). Basita Parihasa. Denpasar: Tinggen, I N. (1995). Aneka Rupa Paribasa
Upada Sastra. Bali. Singaraja : Rhika Dewata.
Soemardjan, S. (1964). Setangkai Bunga Wierzbicka, A. (1996). “Cultural scripts:
Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit a new approach to study of cross
Fakultas Ekonomi Universitas culture communication”. Dalam Anna
Indonesia. Wierzbicka (Conventor), Cross-Culture
Strauss, A. dan Juliet C. (2003). Dasar-Dasar Communication, hlm. 1—10. Australia:
Penelitian Kualitatif. (Shodiq, M. & Australian National University.
Muttaqiem, I., penerjemah). Yogyakarta: Wiguna, I W. A. A. dkk. (2015). Jasa Lingkungan
Pustaka Pelajar. Budaya Sistem Subak di Bali. Denpasar:
Sumarsono. (2004). Filsafat Bahasa. Jakarta: Yayasan Somya Pertiwi Bali dan Fauna &
Grasindo. Filora International United Kingdom.

110 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283

Anda mungkin juga menyukai