Anda di halaman 1dari 29

PEMERTAHANAN BAHASA BADA

DEVIRIAN SISKA TOWELO

HASIL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemertahanan bahasa daerah menjadi salah satu fenomena sekaligus langkah yang

muncul ditengah polemik pergeseran bahasa daerah. Baik pemertahanan maupun pergeseran

bahasa menjadi dua sisi mata uang. Keduanya hadir secara bersamaan. Artinya, terjadi

fenomena kebahasaan tersebut merupakan akibat dari hasil kolektif pilihan bahasa. Pilihan

bahasa diartikan sebagai hasil dari proses memilih suatu bahasa yang dilakukan oleh

masyarakat bahasa atau penutur multibahasawan. Artinya, penutur tersebut menguasai dua

bahasa atau lebih sehingga dapat memilih bahasa yang digunakan dalam tindak tutur melalui

variasi tunggal bahasa, ahli kode, dan campur kode (Widianto 2016).

Suku Bada adalah suku yang berada Di pedalaman Lembah Bada dan salah satu

kelompok yang berdiam dalam wilayah kecamatan Lore Selatan dan Lore Barat, yang

termasuk dalam Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, wilayah Lore ini biasa disebut

daerah Bada. Di desa Bada terbagi atas dua wilayah yaitu Lore Barat dan Lore selatan dan

di wilayah tersebut ada beberapa Desa. Yang bertama di Lore Selatan (Bomba, Pada, Bewa,

Gintu, Runde, Badangkaia, Bakekau, Bulili). Jumlah Penduduk di kecamatan Lore Selatan

berdasarkan proyeksi penduduk kecamatan tahun 2020 sebesar 6.332 jiwa, 1.510 rumah

tangga. Dari total penduduk kecamatan Lore Selatan tersebut terdapat 3.282 jiwa penduduk

laki-laki dan 3.050 jiwa penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 107. Ini

berarti bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan, atau dengan kata

lain setiap 107 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga

yang terdapat di Kecamatan Lore Selatan terdapat sebanyak 1.510 rumah tangga dengan rata-
rata 4 anggota rumah tangga. Jumlah rumah tangga terbanyak yaitu terdapat di desa Gintu

yaitu sebesar 388 rumah tangga.

Kedua yaitu Lore Barat (Lelio, Kolori, Kageroa, Lengkeka, Tomehipi, Tuare) jumlah

penduduk di kecamatan Lore Barat memiliki kecenderungan meningkat tiap tahunnya.

Jumlah penduduk di Lore Barat berdasarkan data BPS Kabupaten Poso yang diperoleh dari

kecamatan tercatat sebesar 3.164 jiwa dan 754 rumah tangga. Dari total penduduk kecamatan

Lore Barat tersebut, terdapat 1.646 jiwa penduduk laki-laki dan 1.518 jiwa penduduk

perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 108. Desa Lengkeka yang  mempunyai jumlah

penduduk terbesar, yaitu sebesar 910 jiwa atau 28,76 persen dari total penduduk kecamatan

Lore Barat.

Menurut data BPS pada tahun 2010 ada lebih dari 300 kelompok etmik atau suku bangsa

di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Dalam hal ini suku Jawa adalah kelompok

suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Namun dalam

tulisan ini penulis akan membahas salah satu suku bangsa yaitu suku Bada yang mendiami

wilayah pedalaman lembah Bada di Lore kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Poso 2020, penduduknya berjumlah

256.393 jiwa, dengan kepadatan 36,05 jiwa/km². Penduduk kabupaten Poso terdiri dari

bermacam suku bangsa, sehingga termasuk sebagai kabupaten yang multikultural di

Indonesia.

Bahasa Bada saat ini sedang diintai banyak permasalahan. Permasalahan

tersebut berupa tergesernya bahasa Bada oleh bahasa Indonesia dalam beberapa

aspek, dalam berkomunikasi sehari-hari generasi muda, dan masyarakat tutur bahasa

Bada lainya, mulai bergeser menggunakan bahasa Indonesia. Apabila kondisi

tersebut terus berlanjut, dapat dipastikan terjadi kepunahan penutur bahasa Bada pada
beberapa puluh tahun ke depan. Terjadinya kepunahan bahasa Bada tersebut seiring

dengan hilangnya penutur aslinya.

Dalam hal pemertahanan bahasa, suku bada mampu mempertahankan bahasa dan

budaya mereka dari dulu hingga saat ini, kiat-kiat apa saja yang mereka lakukan untuk

mempertahankan bahasa dan budaya mereka hal ini belum diketahui penulis, tentu perlu

penelitian untuk mengetahui hal tersebut dan menjadi penambahan wawasan bagi penulis.

Atas dasar tersebut penulis tertarik dan terpanggil untuk meneliti suku bada dengan alasan

tersebut akan meneliti bagaimana mereka mampu mempertahankan bahasa mereka saat ini.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penulis merumuskan masalah yang dikaji dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pemertahanan bahasa Bada?

2. Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Bada?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripisikan bentuk-bentuk pemertahahanan bahasa Bada.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Bada.


1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis

maupun praktis.

1. Manfaat teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan peneliti

tentang bagaimana upaya masyarakat di Bada terhadap pemertahanan bahasa Bada

dan dijadikan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang membahas tentang

pemertahanan bahasa Bada.

2. Manfaat Praktis

Temuan penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi penentu

kebijakan terutama yang berkaitan dengan kebudayaan daerah dan dapat memberikan

kesadaran terhadap masyarakat Bada untuk terus memelihara dan tidak membiarkan

bahasanya menghilang begitu saja sehingga hanya menjadi sejarah yang tidak dapat

ditemui lagi keberadaannya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang di lakukan oleh Adenisa Anggraini Panggabean (2017)

tentang Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Desa Silakkidir Kecamatan Hutabayu

Raja Kabupaten Simalungan ini membahas pemertahanan bahasa Batak Toba di Desa

Silakkidir, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun. Masalah yang diteliti

adalah pemertahanan bahasa Batak Toba di Desa Silakkidir berdasarkan pola

kedwibahasaannya dan sikap masyarakat etnis Toba dalam mempertahankan

bahasanya. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat peranan

penggunaan bahasa Batak Toba sebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional di wilayah yang mayoritas penduduknya adalah etnis Batak

Toba. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pemertahanan dan sikap

masyarakat di Desa Silakkidir terhadap bahasa Batak Toba sebagai identitas dan

peninggalan budaya yang masih ada dalam masyarakat. Metode yang digunakan

dalam mengumpulkan data adalah metode cakap dengan tansemuka dan

dilanjutkannya dengan teknik catat. Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner

kepada responden. Metode pengkajian data penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dengan generasi sampel terhadap populasi. Data dianalisis menggunakan

teori sosiolinguistik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan

bahasa Batak Toba pada usia di atas 20 tahun (dewasa) masih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan bahasa Batak Toba pada usia di bawah 20 tahun. Pada usia 20
tahun ke atas, pengguna bahasa Batak Toba menunjukkan sikap bahasa positif (76%),

sedangkan pada usia di bawah 20 tahun menunjukkan sikap bahasa negatif (7,27%).

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis

yaitu sama-sama membahas tentang pemertahanan bahasa. Perbedaan yang dilakukan

Penulis dan Adenisa Anggraini Panggabean adalah penulis melakukan penelitian

mengenai pemertahanan bahasa Bada sedangkan Adenisa Anggraini Panggabean

melakukan penelitian mengenai pemertahanan bahasa Pemertahanan Bahasa Batak

Toba di Desa Silakkidir Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungan

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis

yaitu sama-sama membahas tentang pemertahanan bahasa. Perbedaan yang dilakukan

Penulis dan Adenisa Anggraini Panggabean adalah penulis melakukan penelitian

mengenai pemertahanan bahasa Bada sedangkan Adenisa Anggraini Panggabean

melakukan penelitian mengenai pemertahanan bahasa Pemertahanan Bahasa Batak

Toba di Desa Silakkidir Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungan.

Penelitian yang di lakukan oleh “Mohamad Bahrul Ulum” mahasiswa program

studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia Universitas Tadulako pada tahun 2019.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana masyarakat mampu

memperahankan bahasa dan budaya suku Kaili Da’a, dalam hal ini desa kelurahan

yang menjadi objek penelitian adalah Desa Kanuna Kecamatan Kinovaro Kabupaten

Sigi Biromaru dan Dusun Salena Kelurahan Buluri Kecamatan Ulujadi Kota Palu,

peneliti memilih dua desa atau kelurahan tersebut dikarenakan di desa kanuna adalah

desa mayoritas Suku Kaili Da’a dan Dusun Salena Kelurahan Buluri adalah tempat

adanya rumah tokoh adat Kaili Provinsi Sulawesi Tengah di mana Dusun Salena

tersebut peneliti membutuhkan banyak data dan sampel untuk melakukan penelitian
sehingga di temukan hasil sebuah penelitian yang di pertanggung jawabkan.

Hasilnya adalah pemertahanan bahasa Kaili Da’a di temukan beberapa faktor yaitu,

kemajemukan, pernikahan sesama masyarakat adat Suku Kaili Da’a, pembicaraan

adat, Bahasa penghubung, konsisten dan lingkungan. Dalam faktor lingkungan terbagi

menjadi dua yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal, dan untuk

pemertahanan budaya ada beberapa budaya yang masih di pertahankan hingga saat ini

oleh masyarakat Suku Da’a yaitu, prosesi pernikahan , berpakaian, pengobatan, rumah

pohon.

Persamaan penelitian yang di lakukan oleh penulis dan Mohamad Bahrul Ulun

adalah sama-sama meneliti mengenai pemertahanan bahasa. Penelitian ini sama-sama

membahas mengenai pemertahanan bahasa yang terdapat dalam satu suku atau sebuah

desa. Perbedaan penelitian yang di lakukan penulis dan Mohamad Bahrul Ulun adalah

penulis lebih berfokus pada penelitian mengenai pemertahanan bahasa Bada

sedangkan Mohamad Bahrul ulun berfokus pada penelitian mengenai pemertahanan

bahasa dan budaya suku Kaili Da’a.

Penelitian yang berjudul pemertahanan Bahasa Tetun-Timor Leste di Desa

Noelbaki yang dilakukan oleh Jinto Soares Pinto 2020 . Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan upaya masyarakat suku Tetun di Desa Noelbaki dalam

mempertahankan bahasa daerah mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pemertahanan bahasa Tetun. Jenis penelitian deskriptif kualitatif. Metode

pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode simak bebas

libat cakap dalam pengamatan. Pada metode analisis data digunakan metode

deskriptif kualitatif dengan tahapan penyelesaian pengklasifikasikan, pereduksian


data, penganalisisan dan penyimpulan data. Dalam penyajian analisis data

menggunakan metode formal dan informal.

Hasil penelitian menujukan bahwa kebertahanan bahasa Tetun di Desa Noelbaki

Kecamatan Kupang Tengah sangat berperan adalah masyarakat suku Tetu yang

berupaya mempertahankan pemakaian bahasa daerah mereka diberbagai ranah

diantaranya ranah keluarga, ranah ketetanggaan, ranah pekerjaan, ranah keagamaan,

dan ranah pendidikan. Pemertahanan bahasa Tetun juga tidak lepas dari faktor-faktor

diantaranya (1) wilayah permukiman yang terkosentrasi. (2) adanya toleransi dari

masyarakat mayoritas suku Tetun terhadap minoritas suku Sabu, Flores dan Kefa di

Desa Noelbaki, (3) adanya loyalitas tinggi dari masyarakatsuku Tetun terhadap

bahasa Tetun sebagai bentuk perwujudan jatidiri mereka, (4) ada kesinambungan

penggunaan bahasa Tetun secara turun-temurun dari generasi terdahulu ke generasi

sebelumnya.

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis

yaitu sama-sama membahas tentang pemertahanan bahasa. Perbedaan yang dilakukan

Penulis dan Jinto Soares Pinto adalah penulis melakukan penelitian mengenai

pemertahanan bahasa Bada sedangkan Jinto Soares Pinto melakukan penelitian

mengenai pemertahanan bahasa Tetun-Timor Leste di Desa Noelbaki

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah penggunaan bahasa yang terjadi pada suatu

masyarakat bahasa yang masih terus menggunakan bahasanya pada ranah-ranah

penggunaan bahasa yang biasanya secara tradisional dikuasai oleh bahasa tersebut

(Siregar,1998:86). Sejalan dengan itu Sumarsono dan Partana (2002:231)

menambahakan bahwa
dalam pemertahanan bahasa suatu komunitas secara kolektif menentukan untuk

melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai. Walaupun saat penutur atau

kelompok penutur datang ke suatu daerah yang memilih bahasa berbeda dengan

mereka, maka tetap menggunakan bahasa asli mereka. Hal tesebut bisa terjadi karena

bahasa mereka yang sebelumnya dianggap lebih prestise dibanding bahasa baru

yang mereka tahu.

Berdasarkan teori di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemertahanan

bahasa adalah Keadaan masyarakat bahasa untuk tetap menggunakan bahasa asli

mereka bahasa secara terus-menerus meskipun ada tekanan bahasa lain. Faktor yang

paling mempemgaruhi pemertahanan bahasa tersebut adalah anggapan masyarakat

bahwa bahasa asli mereka lebih prestise dibanding dengan bahasa lain

2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Sumarsono

(2000:146) pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh faktor geografis dan loyalitas

penutur bahasa. Ketika masyarakat terpisah secara geografis menyebabkan minimnya

interkasi fisik terhadap masyarakat daerah lain. Hal tersebut juga menyebabkan

mereka terpisah secara ekonomi dan budaya. Oleh sebab itu, kemungkinan untuk

tepengaruh budaya dan bahasa lain menjadi minim. Hasilnya masyarakat penutur

bahasa akan mudah melakukan pemertahanan bahasa.

Faktor lainnya seperti faktor migrasi sebenarnya merupakan salah satu faktor

yang membawa kepada sebuah pergeseran bahasa. Hal ini dikemukakan oleh fasold

(dalam sumarsono 2012:60) bila sejumlah orang dari sebuah penutur bahasa bermigrasi

ke suatu daerah dan jumlahnya dari masa ke masa bertambah sehingga melebihi jumlah

populasi penduduk asli dari daerah itu, maka di daerah itu akan tercipta sebuah
lingkungan yang cocok untuk pergeseran bahasa. Pola konsentrasi wilayah inilah yang

menurut (sumarsono 2012:61) sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung

kelestarian sebuah bahasa

2.4 Upaya Pemertahanan Bahasa

Adapun upaya pemertahanan bahasa sebagai berikut:

1. Pembinaan terhadap masyarakat tutur

Salah satu upaya pemertahanan bahasa adalah dengan melakukan pembinaan

terhadap masyarakat tutur. Tindakan ini dapat dilakukan oleh masyarakat tutur itu

sendiri, organisasi masyarakat, sekolah, dan lembaga lain dengan tindakan

mengadakan lomba atau sayembara kebahasaan berupa pidato, menulis cerpen dan

penggunaan bahasa dalam tuturan sehari-hari, di dunia pendidikan, dan pada acara-

acara yang diadakan di masyarakat tutur.

2. Peran Pemerintah

Upaya pemertahanan sejauh ini adalah dengan adanya pusat bahasa yang

mewadai bahasa nasional dan pusat bahasa daerah. Peraturan nasional tentang

kebahasaan bahasa nasional Indonesia telah diatur dalam UU Republik Indonesia

No.24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang-lambang negara serta lagu

kebangsaan.

3. Kapan bahasa dipertahankan

Upaya pemertahanan bahasa biasanya baru di identifikasi saat mulai rawan,

terancam atau muncul saat gejala-gejala, misalnya masuknya pengaruh bahasa Inggris

yang digunakan pada tuturan generasi muda.


4. Upaya pemertahanan bahasa Banjar di Kuala Tungkal Provinsi Jambi (Komalasari,

2016:144)

1. Pewarisan BB kepada Anak

Hidup sebagai kaum urban di perkotaan dalam masyarakat bahasa yang majemuk

harus mempunyai sikap. Bahasa Banjar perlu dipertahankan sebagai bahasa ibu.

Orang tua perlu mengajarkan bahasa Banjar kepada anak-anaknya.

2. Peningkatan Loyalitas

Pemupukan loyalitas memang perlu. Tetap diturunkannya kemampuan berbahasa

Banjar kepada generasi selanjutnya memegang peranan penting dalam

pemertahanan Bahasa Banjar. Jika ada peralihan bahasa maka bahasa akan punah

dalam tiga generasi.

3. Pelestarian melalui jalur formal dan informal

Pada jalur formal, bahasa Banjar dijadikan materi pelajaran dalam kurikulum

muatan lokal. Kehadiranmateri pelajaran Bahasa Banjar sangat penting dan

memiliki peran strategis dalam pelestarian unsur kebudaan nasional. Bahasa

Banjar juga diakui oleh pemerintah sebagai bahasa pengantar di kelas-kelas

rendah.

4. Pelestarian melalui tradisi lisan

Bahasa Banjar juga memiliki tradisi sastra dan lisan. Kondisi yang demikian ini

merupakan asset kebudayaan yang sangat penting dalam upaya pengembangan

kebudayaan nasional. Bahasa yang sudah punah juga dapat ditangani dengan

strategi pewarisan nilai budaya dapat dilakukan secara lisan.. Tradisi tulis jika ada

akan lebih kuat daripada dilakukan melalui tradisi lisan.

5. Penggunaan pada perkawinan antar suku.


Semakin erat hubungan seseorang dengan jaringan kelompok sukunya maka akan

semakin dekat juga dia dengan sukunya sehingga dia akan mempertahankan

identitas kelompok termasuk di dalamnya adalah bahasa daerah. Perkawinan antar

etnis atau suku bias tetap melestarikan bahasa Banjar.

6. Pembentukan kelompok organisasi

Untuk mempererat tali silaturahmi antara suku, penutur perantau membentuk

organisasi agar perantau tetap menjaga budaya dan juga menjaga kerukunan antar

sesame.

2.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual yang menghubungkan teori satu

dengan yang lain terhadap berbagai faktor sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir

adalah sebuah penelitian yang meneliti dua variabel atau lebih dengan menggunakan diagram

yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka

pikir dalam penelitian ini adalah pemertahanan bahasa Bada.

Bahasa Bada adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia Dibandingkan

dengan bahasa daerah lain, bahasa Bada merupakan bahasa yang

paling banyak penuturnya. Tetapi semakin tahun penurut bahasa Bada semakin

berkurang. Hal tersebut disebabkan karena semakin besarnya peran bahasa Indonesia

dalam berbagai ranah kehidupan. Bahasa Bada mulai tergantikan dengan bahasa

Indoensia dalam komunikasi masyarakat. Bahasa Indonesia digunakan sebagai

bahasa komunikasi dalam ranah keluarga, pendidikan, acara keagamaan, dan acara-

acara adat kedaerahan. Hal tersebut bisa menyebabkan bahasa Bada mengalami

kepunahan.
PEMERTAHANAN BAHASA BADA

FAKTOR PEMERTAHANAN BAHASA BADA

TEKNIK
PENGUMPULAN DATA

TEKNIK ANALISIS

TEKNIK PENYAJIAN DATA

HASIL
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Berdasarkan jenis penelitian, peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian

pemertahanan bahasa Bada dalam konteks dan kondisi sosial budaya sebenarnya yang terjadi

pada suku Bada, sehingga jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian

kualitatif. Dan hasilnya nanti bukan hanya berupa kata atau laporan semata tetapi juga bisa

melalui gambar yang di ambil pada proses penelitian sehingga hasil dari penelitian akan

tampak nyata di ambil pada proses penelitian sehingga hasil dari penelitian akan tampak

nyata dari sumber-sumber yang terpercaya dan bisa di pertanggung jawabkan hasilnya.

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang berupa

kata-kata tertulis atau lisan yang bersumber dari infoman. Metode penelitian kualitatif sering

disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang

alamiah (natural setting)

Metode kualitatif di gunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data

yang mengandung makna. Karena makna merupakan data yang sebenarnya, data yang pasti

yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu, dalam penelitian

kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tapi lebih menekankan pada makna

(sugiyono,2015:5)

Penelitian kuantitatif  adalah sebuah penyelidikan tentang masalah sosial berdasarkan

pada pengujian sebuah teori yang terdiri dari variabel-variabel, diukur dengan angka, dan

dianalisis dengan prosedur statistik untuk menentukan apakah generalisasi prediktif teori

tersebut benar.
2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini lebih spesifik bertempat di daerah pegunungan di Pedalaman

Lembah Bada yang saat ini telah masuk ke Wilayah Kab. Poso, yaitu di Kecamatan Lore

Selatan dan Lore Barat, yaitu Desa Gintu dan Lengkeka dan peneliti memilih ini dikarenakan

sebelumnya peneliti sering berkunjung ke tempat ini dan telah melihat langsung kondisi dan

keadaan masyarakat di tempat ini, sebab itulah peneliti kemudian merasa penasaran dan

terpanggil untuk mempelajari dan menambah wawasan peneliti tentang suku bangsa di

indonesia khususnya dalam pemertahanan bahasa Bada.

Waktu penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dan kegiatan yang dilakukan secara

umum adalah mulai dari menyusun proposal,persiapan penelitian, pengambilan data

lapangan, melakukan analisis data, menyusun laporan sampai selesai.

3.3 Populasi dan Sampel


Pertuturan bahasa Bada meliputi dua Kecamatan yakni Kecamatan Lore Selatan yang
terdiri dari 8 desa(Bomba, Pada, Bewa, Gintu, Runde, Badangkaia, Bakekau, Bulili) dan Lore
Barat terdiri dari 6 desa (Lelio. Kolori, Kageroa, Lengkeka, Tomehipi, Tuare). Dengan
demikian maka populasi penelitian ini mencakup semua KK yang ada di dua Kecamatan ini,
namun dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan materi dari peneliti maka tidak semua
wilayah pertuturan itu diteliti. Olehnya itu maka wilayah pertuturan itu dibatasi sesuai dengan
sampel.
Menurut Arikunto Suharsimi (1998: 117), Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti sebuah elemen yang ada dalam wilayah penelitian tersebut,
maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Menurut Arikunto (2006: 131), Sampel
adalah sebagian atau sebagai wakil populasi yang akan diteliti. Jika penelitian yang di
lakukan sebagian dari populasi maka bisa dikatakan bahwa penelitian tersebut adalah
penelitian sampel. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kecamatan Lore
Selatan dan Lore Barat. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desa
Gintu dan Lengkeka.

3.4 Instrumen penelitian


Alat dan bahan yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini antara lain :

1. Peneliti juga dikatakan sebagai alat yang digunakan untuk meneliti

2. Alat tulis yang berfungsi untuk mencatat hasil wawancara peneliti dengan informan

3. Kamera yang berfungsi untuk mengambil gambar kondisi lingkungan dan prosesi adat

atau budaya setempat.

4. Alat perekam suara dalam hal ini bisa menggunakan handphone untuk merekam

percakapan peneliti dan informan

5. Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir

yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau

sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang

diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008:66)

3.5 Tahap-tahap penelitian


Adapun langkah-langkah yang di tempuh dalam penelitian lapangan meliputi tiga

tahap yakni : (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis data, (3) tahap penyajian hasil

analisis data.

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Metode dalam pengumpuln data adalah suatu cara yang digunakan sebagai alat untuk

mencari atau memperoleh data. Metode yang di pakai dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap :

1. Metode simak
Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak

penggunaan bahasa. Dinamakan metode simak karena cara yang digunakan untuk

memperoleh data yaitu dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2007 : 29).

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data lisan, yaitu data berupa alih kode yang

terjadi pada masyarakat


2. Teknik simak libat cakap

Teknik libat cakap maksudnya peneliti melakukan penyadapan dengan cara

berpartisipasi sambil menyimak pembicaraan. Pada teknik ini peneliti terlibat

langsung dalam dialog, baik aktif maupun secara reseptif. Aktif, artinya peneliti

terlibat dalam dialog sedangkan reseptif artinya hanya mendengarkan atau menyimak

pemakaian bahasa informan untuk memperoleh data yang diinginkan, yaitu tentang

pemertahanan bahasa Bada.

a. Teknik simak bebas libat cakap


Pada teknik ini, peneliti tidak terlibat langsung di dalam percakapan tetapi

peneliti hanya berperan sebagai penyimak tuturan yang diucapkan oleh informan.

Peneliti tidak terlibat dalam peristiwa penuturan yang bahasa dan kata-katanya sedang

di teliti,karena peneliti hanya menyimak tentang bagaimana masyarakat Bada mampu

mempertahankan bahasa dan budaya mereka hingga saat ini.

b. Teknik rekam
Tidak jauh beda dengan teknik catat. Jika dalam proses menyimak peneliti

tidak mencatat maka peneliti akan merekam apa informasi yang di sampaikan oleh

informan kepada peneliti, dalam penelitian ini peneliti hanya sebagai penutur pasif

hanya bisa merekam apa yang di sampaikan penitur aktif dalam proses percakapan

berlangsung, sehingga akan mempermudah peneliti untuk mendapatkan informasi dan

data yang di perlukan dalam proses meneliti. Karena jika peneliti hanya menggunakan

teknik mencatat di khawatirkan data yang di inginkan kurang lengkap, karena akan

banyak tuturan-tuturan yang perlu di dengar berulang-ulang agar mampu di pahami

dengan baik.

c. Teknik catat
Teknik catat adalah teknik kelanjutan yang dilakukan ketika menerapkan

metode simak teknik lanjutan. Teknik ini merupakan tahap untuk mencatat tuturan

informan secara spontan ataupun terencana. Pada teknik ini peneliti akan melakukan

pencatatan terhadap pemertahanan bahasa dan budaya suku Bada. Teknik ini

dilakukan pada saat bertanya secara langsung atau pada saat proses perekaman

berakhir.

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode dan teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti ada dua yaitu pertama,

secara kualitatif dan kuantitatif. Setelah peneliti memperoleh hasil angkat yang berisi

pernyataan tentang seberapa banyak masyarakat Bada menggunakan bahasa Bada maka

peneliti akan menghitung data tersebut menggunakan metode statistik yang sudah disediakan

(rumus rata-rata) dan hasil observasi terkait dengan bagaimana upaya pemertahanan bahasa

Bada. Untuk menyajikan data agar mudah dipahami, maka langka-langkah analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analysis interactive model yang membagi langkah-

langkah dalam kegitan analisis data dengan beberapa bagian yaitu:

1. Pengumpulan Data

Pada analisis model pertama dilakukan pengumulan data hasil angket, observasi, dan

berbagai dokumen berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian

yang kemudian dikembangkan penajaman data melalui pencarian data selanjutnya.

2. Reduksi Data

reduksi data adalah sesuatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa sehingga simpulan final dapat dan diverifikasi.pada tahap ini akan

digolongkan semua jawaban responden berdasarkan kategori selalu, kadang-kadang

dan tidak pernah. Kemudian peneliti juga akan melihat secara umum apa saja faktor

yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Bada.

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dilakukan. Penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola

yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta

memberikan tindakan.

4. Penarikan simpulan

Penarikan simpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan konfigurasi. Kesimpulan-

kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan diterik

semenjak peneliti menyusun pencatatan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,

konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi. nilai rata-rata 50-100%

dianggap bertahan karena masih seimbang dan lebih banyak menggunakan bahasa

pertama dibanding dengan bahasa kedua. Nilai rata-rata 40-49% dianggap mulai

bergeser karena mesyarakat pemakai bahasa lebih banyak menggunakan bahasa kedua

dari pada bahasa pertamannya, sementara 0-39% dianggap sedah bergeser karena

masyarakat sudah jarang, tidak pernah menggunakan bahasa pertamanya.

Kemudian sebelum dilakukan penarikan simpulan hasil yang didapatkan dari angket

akan dijumlahkan menggunakan rumus rata-rata.

Mean = jumlah jawaban x 100

Jumlah pernyataan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dalalm pola bahasa ditinjau pada tiga ranah yaitu ranah di keluarga, ranah

ketetanggan , dan ranah umum. Ranah keluarga ini menyangkut hubungan komunikasi antara

suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, tuan rumah dan tamu, tamu sesuku yang datang

bersuah di rumah. Dalam ranah ketetanggan ialah menyangkut komunikasi antara tetangga

yang berdekatan rumah dan memiliki suku yang sama dan ketika berkomunikasi dalam hal

apapun atau situasi apapun. Serta ranah umum menyangkut komunikasi antara penutur dan

mitra tutur di tempat-tempat umum dengan mitra tutur sesuku dimanapun dan kapanpun

(tempat ibadah,acara resepsi,kedukaan).

Data tentang pemertahanan bahasa Bada diperoleh melalui jawaban responden dari

pernyataan yang terdaftar dalam angket dan disebar kepada masyarakat suku Bada yang

terdiri dari 2 kecamatan yaitu 1.312 jumlah populasi ditarik 10% sampel menjadi 50

responden. Jumlah sampel dari masing-masing kecamatan akan di tentukan berdasarkan

teknik sampel random (acak sederhana) kemudian dibagi berdasarkan banyaknya KK, Desa

Pada (462) sebanyak 30 KK, Desa Kolori(169) sebanyak 20 KK. Dari data tersebut akan

terpenuhilah sampel 50 orang.

Jumlah yang diperoleh dari hasil tersebut dijumlahkan menggunakan rumus rata-rata

lalu dipersentasikan standar penilaian dalam bentuk interval, yaitu nilai rata-rata 0,39% sudah

bergeser atau sangat rendah, 40-49% bergeser atau rendah, dan 50-100% bertahan atau masih

sangat kuat pemertahan bahasanya. Damanik 2009;5 (2096-7097-1PB-pdf) menyatakan nilai

rata-rata 50-100% dianggap bertahan karena masih seimbang dan lebih banyak menggunakan

bahasa pertama dibanding dengan bahasa kedua. Nilai rata-rata 40-49% dianggap mulai
bergeser karena masyarakat pemakai bahasa lebih banyak menggunakan bahasa kedua dari

pada bahasa pertamanya, sementara 0-39% dianggap sudah bergeser karena masyarakat

sudah jarang, tidak pernah menggunakan bahasa pertamnya.

Hasil yang diperoleh penelitian pemertahanan bahasa Bada, berdasarkan jumlah

persentase yang diambil dari jawaban responden suku Bada ialah pada ranah tetangga

termasuk dalam kategori sudah bergeser atau sangat rendah dengan jumlah jawaban

persentase 30,00%, dalam ranah keluarga dikategorikan bertahan atau sangat kuat

pemertahanan bahasanya dengan jumlah persentase 57,41%, sedangkan dalam ranah umum

dikategorikan sudah bergeser atau sangat rendah jumlah persentase 29,38%.

4.1.1 Bentuk Pemertahan Bahasa Bada di Ranah Keluarga

Penggunaan bahasa Bada antar sesama penutur asli Bada ranah keluarga dengan suami

dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak dan tamu sesuku yang datang bersuah di rumah.

Ranah Keluarga
70%
60%
50%
40% Presentase

30%
20%
10%
0%
Selalu Kadang-Kadang Tidak Pernah

Diagram 1.1

Berdasarkan hasil analisis data pada diagram 1.1 sesuai dengan angket yang telah disebar

sebanyak 60 pernyataan yang akan dijawab oleh 50 responden, dalam ranah keluarga tersedia

35 pernyataan yang telah dijawab oleh 50 responden, setelah dijumlahkan diperoleh data

alternatif jawaban selalu sebanyak 1,333 pilihan jawaban dengan jumlah persentase 58,00%,
sebanyak 332 pilihan jawaban kadang-kadang dengan jumlah persentase 39,97% dan

sebanyak 101 jumlah pilihan jawaban tidak pernah dengan jumlah 30,00%. Sehingga

berdasarkan data yang diperoleh penggunaan bahasa Bada termasuk kategori bertahan >50%

atau 49,94%. Hal ini disebabkan ketika berkomunikasi dengan anak-anak , istri dan suami

mereka menggunakan bahasa pertama atau bahasa daerah saat berkomunikasi di rumah baik

itu bercanda, bersantai, marah, dan lainnya. Begitu juga ketika menjamu tamu yang sesuku

dengan mereka dirumah.

4.1.2 Bentuk Pemertahanan Bahasa Bada Dalam Ranah Ketetanggan

Penggunaan bahasa Bada antar sesama penutur asli Bada ranah ketetanggan

menyangkut komunikasi antar sesama tetangga yang berdekatan rumah dan memiliki suku

yang sama ketika berkomunikasi dalam hal apapun atau situasi apapun.

Ranah Ketetanggaan
60%
50%
40%
30% Presentase Re-
sponden
20%
10%
0%
u g h
lal an na
Se Ka
d er
ng- akP
da Ti d
Ka

Diagram 1.2

Berdasarkan diagram 1,2 sesuai angket yang telah disebar sebanyak 60 pernyataan

untuk dijawab oleh 50 responden, dalam ranah ketetanggan tersedia sebanyak 14 pernyataan

uang akan dijawab oleh 50 responden sesuai dengan masing-masing alternatif jawaban yaitu

selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah. Pilihan alternatif jawaban selalu setelah

dijumlahkan diperoleh 562 pilihan jawaban persentase 57,41%, Pilihan alternatif jawaban
kadang-kadang diperoleh 94 pilihan jawaban dengan persentase 16,51%, dan jawaban tidak

pernah 8 dengan persentase 12,41%.

Sehingga berdasarkan data yang diperoleh penggunaan bahasa Bada termasuk kategori

bertahan atau masih sangat kuat pemertahanannya dengan persentase > 50% atau 57,41%.

Hal ini disebabkan ketika berkomunikasi kepada tetangga sesuku mereka masih dominan

menggunakan bahasa Bada dalam kehidupan sehari-hari mereka baik ketika bertanya,

meminjam barang, menyapa, menegur kesalahan, memberitahukan informasi bahkah sampai

meleri perkelahian antar sesuku mereka.

4.1.3 Bentuk Pemertahanan Bahasa Bada dalam Ranah Umum

Penggunaan bahasa Bada antar sesama penutur asli Bada dalam ranah umum ketika

berbelanja di kios, pergi ke pasar/warung, menghandiri acara resepsi pernikahan, kedukaan,

acara adat, acara syukur tahunan, acara rapat desa, ketika mengrim pesan dan menelfon.

Ranah Umum
35%
30%
25%
20% Presentase Responden

15%
10%
5%
0%
Selalu Kadang-Kadang Tidak Pernah

Diagram 1.3

Berdasarkan angket yang telah disebar sebanyak 60 pernyataan untuk dijawab

sebanyak 50 responden, dalam ranah umum tersedia 10 pernyataan yang akan dijawab 50

responden sesuai dengan masing-maing alternatif jawaban selalu, kadang-adang, dan tidak

pernah. Pilihan jawaban alternatif selalu setelah dijumlahkan 168 dengan persentase 29,38%,
pilihan alternatif kadang-kadang diperoleh 136 dengan prsentase 16,91.%, dan pilihan

jawaban tidak pernah 19 dengan persentase 12,00%

Sehingga berdasarkan data yang diperoleh penggunaan bahasa Bada termasuk

kategori sudah di anggap bergeser atau sanggat rendah > 40% atau 29,38%. Hal ini

disebabkan penutur atau mitra tutur yang sesuku dalam menjalin komunikasi di tempat umum

seperti acara resepsi, kedukaan ditempat ibadah dan lainnya mereka lebih mengutamakan

bahasa Bada. Dalam kalangan anak muda, mereka juga menggunakan bahasa indonesia saat

di tempat-tempat umum baik berkomunikasi dengan orang tua maupun sesuku mereka.

BAB V
PENUTUP

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pemertahanan bahasa Bada di Desa Pada dan Kolori ditinjau

dalam tiga ranah, yaitu ranah keluarga, ranah ketetanggaan, ranah umum yang disebar pada

50 responden yang berasal dari 10% sampel yang ditarik dari populasi kemudian ditentukan

menggunakan teknik sampel random (acak sederhana)

Hasil yang diperoleh adalah pemertahanan bahasa Bada diranah keluarga termasuk

kategori bertahan 58.00% atau di atas 50%. Pemertahanan bahasa Bada di ranah ketetanggan

dikategorikan masih bertahan dengan jumlah persentase 57,41% atau di atas 50%. Sedangkan

pemertahanan bahasa Bada di ranah umum dikategorikan bergeser dengan jumlah persentase

29,38% atau dibawah 39%. Berdasarkan jumlah keseluruhan jawaban dalam tiga ranah

tersebut diperoleh hasil secara umum bahwa pemertahanan bahasa Bada dikategorikan

bertahan dengan jumlah persentase 58,00% atau di atas 50%.

5.2 SARAN

Bagi masyarakat penutur bahasa Bada khususnya orang tua agar selalu menggunakan

bahasa Bada saat berbicara dengan anak-anaknya di rumah, agar anakntersebut terbiasa

menggunakan bahasa Bada dan kalangan remaja atau dewasa agar menghilangkan rasa malu

atau rasa minder ketika menggunakan bahasa Bada dimanapun dan kapanpun saat

berkomunikasi dengan orang tua ataupun dengan masyarakat yang sesuku, yaitu suku Bada.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Y.S. Mardikantoro, H. B. & Syaifudin, A. (2017). Pemertahanan Bahasa Jawa dalam

Kesenian Kuda Lumping di Banjarnegara. Jurnal Sastra Indonesia, 6(1), 1-6.

Bhakti, W. P. (2020). Pergeseran Penggunaan Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia dalam

Komunikasi Keluarga di Sleman. Jurnal Skripta, 6(2).

Febriana, C.DKK (2020). Kesalahan Berbahasa Bidang Morfologi Dalam Pantun Siswa

kelas VII SMP Aswaja Dukun Kabupaten Magelang. Parafrasa: Jurnal Bahasa,

Sastra, dan Pengajaran, 2(2).

Habibi, M. (2009). Pengaruh Bimbibngan Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa MTS

Sucen Simo Biyolali (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Jinto Soares, P. I. N. T. O. (2020). Pemertahanan Bahasa Tetun-Timor Leste di Desa

Noelbaki Kabupaten Kupang Kecamatan Kupang Tengah Kajian:

Sosiolinguistik (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Mataram).

Komalasasi, I. & Rusdiana, I. (2017). Upaya pemertahanan bahasa. 2nd NEDS Proceedings,

105-112.

Maulidia, E. Heryana, N. & Syambasril, S. (2018). Kemampuan Membaca Pemahaman

Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kecamatan Pontianak Utara. Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran Khatulistiwa, 7(9).

Moon, Y. J. & Selviani, A. (2019). Diglosia pada Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

STKIP Santu Paulus Ruteng. PROLITERA: Jurnal penelitian pendidikan, bahasa,

sastra, dan budaya, 2(2), 82-93.


Nusufi, M. (2016). Hubungan kemampuan motor ability dengan keterampilan bermain sepak

bola pada klub Himadirga Unsyiah. Jurnal Pedagogik Olahraga, 2(1), 1-10.

Panggabean, A. A. (2017). Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Desa Silakkidir Kecamatan

Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun: Tinjauan Sosiolinguistik.

Rahma, G. A., Nirany, A., Rahayu, K. B., & Saputra, R. A. (2013). Rumah Baca Jendela

Dunia, Sebuah Model Perpustakaan Panti Asuhan (Doctoral dissertation, Diponegoro

University).

Ulum, M. B. (2019). Pemertahanan Bahasa Dan Kesenian Suku Kaili Da’a (Doctoral

dissertation, Universitas Tadulako).

Widianto, E. (2018). Pemertahanan Bahasa Daerah melalui Pembelajaran dan Kegiatan di

Sekolah. KREDO: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, 1(2), 1-13.

Anda mungkin juga menyukai