PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri atas berbagai suku
bangsa yang beranekaragam adat istiadat, kepercayaan, ras, bahasa, kesenian dan
budaya. Kekayaan yang beragam tersebut dijaga secara turun temurun yang
tercermin pada bentuk bangunan arsitekur yang dimiliki oleh masing-masing suku.
Salah satu suku yang masih mempertahankan bentuk bangunan arsitektur rumah
adat serta secara bijaksana menerapkan kearifan lokal dalam kehidupan sosial
adalah kampung Nio. Kampung Nio adalah sebuah kampung megalitikum yang
terletak di desa Niolewa kecamatan Jerebu’u, kabupaten Ngada, Flores, Nusa
Tenggara Timur.
Secara geografis kampung Nio terletak diperbukitan Jerebu’u. Pada arah timur
serta selatan kampung Nio di kelilingi oleh lembah jurang. Kampung Nio berada
pada kaki gunung berapi Inerie. Masyarakat kampung Nio dikenal sebagai suatu
suku adat yang memiliki pekerjaan sehari-hari dengan cara berladang dan menenun.
Konsep garis keturunan yang dijalankan oleh masyarakat Nio adalah matrilineal.
Matrilineal adalah alur garis keturunan dari pihak ibu
Dalam menjaga keberlangsungan hidup dan menghindari dari ancamanancaman
yang datang, baik ancaman kondisi geografis dan binatang buas. Masyarakat adat
kampung Nio membuat suatu hunian tempat tinggal yaitu Sa’o atau rumah adat.
Struktur arsitektur rumah adat Nio dibuat dengan struktur bangunan rumah
panggung. sebuah kampung yang sangat memegang teguh ajaran leluhur terdahulu
dan menjaga serta melestarikan bentuk arsitektur rumah adat sesuai dengan bentuk
asli dan menjaga nilai-nilai sakral yang terkandung didalamnya sejak zaman
megalitikum hingga saat ini. Kampung ini tetap menjaga kearifan lokal rumah adat.
Meskipun ada beberapa berubahan pada rumah adat kampung Nio.
1
B. INDENTIFIKASI MASALAH
Arsitektur bangunan rumah adat kampung Nio desa Nio Lewa, Jerebu’u
Perubahan kebudayaan arsitektur kampung Nio
C. RUMUSAN MASALAH
D. TUJUAN
E. MANFAAT
F. RUANG LINGKUP
2
a) Data Lokasi
Penelitian makalah ini di Desa Nio Lewa terletak di Kabupaten Ngada,
Kecamatan Jerebu’u, Desa Nio Lewa dipilih menjadi obyek penelitian karena
budaya adat istiadatnya yang kental dan dapat dijangkau oleh peneliti.
G. METODOLOG
Metodologi pada makalah ini di lakukan dengan teknik pengumplan data yaitu :
Wawancara
Observasi
b) Data skunder
Data yang di peroleh dari sumber lain misalnya buku, internet dan lain- lain.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
3
BAB I PENDAHULUAN
Lokasi studi, kondisi topografi dan iklim, sosial budaya, asal-usul, adat-istiadat,
kesenian, tapak, arsitektur, struktur dan konstruksi dan ragam hias.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. SEJARAH KAMPUNG NIO
1. Nama Kampung
Nama Kampung adalah kampung Nio di Desa Nio Lewa ,Kecamatan
Jerebu'u, Kabupaten Ngada. Masyarakat kampung Nio dikenal sebagai suatu suku adat
yang hidup di sebuah perkampungan yang masih mempertahankan adat dan budaya
yang lahir sejak zaman megalitikum. Garis keturunan masyarakat Nio bersifat matrineal.
Matrineal adalah suatu alur garis keturunan yang diambil dari pihak ibu. Masyarakat Nio
memahami bahwa hak waris rumah adat (sa’o) dari orang tua akan diberikan
sepenuhnya kepada anak perempuan. Kaum perempuan pada dasarnya memiliki peran
besar dan hak dalam suku, perempuan memiliki derajat lebih tinggi dari kaum pria, oleh
sebab itu hak waris diamanahkan sepenuhnyakepada kaum perempuan. Akan tetapi
kaum laki-laki tetap menjadi pengambil keputusan dan sebagai pemipin atau kepala
rumah tangga.
5
BAB III
TINJAUAN KAWASAN STUDI (OBYEK STUDI)
A. LOKASI STUDI
Lokasi studi berada di desa Nio Lewa, kampung nio (Nua Nio), Kecamatan
Jerebu’u, Kabupaten Ngada, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
B. FISIK DASAR
1) Kondisi topografi desa Nio Lewa (kampung Nio) pada ketinggian 1500 m
pada permukaan laut.
2) Kondisi iklim pada desa Nio Lewa (kampung Nio) terdapat dua musim iklim
diantaranya musim kemarau dan hujan.
C. ADAT-ISTIADAT
Kampung Nio adalah salah satu kampung adat yang adat istiadatnya
masih kental atau turun temurun masih dilakukan dengan tetap melakukan
upacara-upacara adat. Upacara adat yang masih dilakukan adalah reba
(mensyukuri hasil panen), upacara pembuatan rumah adat baru, perkawinan dan
kematian. Upacara tersebut dilakukan dengan penyembelian hewan dan
pembakaran lilin sebagai tanda upacara adat.
D. KESENIAN
Kampung Nio tidak terlepas dari kesenian. Kesenian diantaranya :
a. Seni music
Alat music go/gong berjumlah tiga buah yaitu Wela (mi) Uto (re) Dhere
(do). Alat music gong terbuat dari besi/tembaga dengan campuran kuningan.
6
Alat music go/ gong ini di mainkan dengan cara dipukul dengan kayu yang
ujungnya di lilit dengan tali.
Alat music gendang terbagi atas dua yaitu Laba Dera Dan Laba Wa’I. laba
merupakan alat music perkusi yang gendang dengan dua bentuk ukuran. Alat
music ini terbuat dari membram atau kulit binatang ( kambing,sapi). Alat
music ini di gunakan saat pembukaan pembuatan rumah adat, tore ngani
(awal pekerjaan rumah adat), kali/luka sao (rumah adat yang sudah
dikerjakan untuk dibangun didalam kampung), mae (pembuatan atap rumah
adat), kaa sao (pesta rumah adat), proses pembuatan madhu dan bagha.
b. Seni tari
Tarian yang terdapat pada kampung Nio yaitu tarian jai (menari), tekee,
ouwi (reba/syukuran panen), oluka (moko uwi). Tarian ini biasanya
digunakan pada saat proses pembuatan rumah adat, kaa sao (pesta rumah
adat), ouwi (pada saat reba/syukur panen), tekee (pembuatan madhu dan
bagha). Busana yang digunakan adalah pakian adat dengan wanita memakai
kain tenun (lawo), kasa sese, ikat kepala (mara ngia), legadan keru (ikat
pinggang) sedangkan pria memakai sapu (kain sarung tenun), ikat pinggang
(keru), boku (penutup kepala), lega (tas kulit kambing), kasa sese, dan sau
(parang adat).
c. Seni karya
Jenis karya yang masih dikembangkan kampung Nio yaitu weti, beka,
bhodo, phedho, bere, tenun ikat dan ayaman. Bahan yang digunakan untuk
anyam adalah maghi (daun lontar), seda (pandan). Hasil anyaman merukan
salah satu sumber pendapatan masyarakat dengan menjual hasil anyaman
tersebut. Anyaman-anyaman tersebut disimpan dalam rumah adat pada
tempat khusus.
(Sumber hasil wawancara 13 juli 2019)
7
E. KONSEP
8
1) Madhu
bentuk atau symbol nenek moyang laki-laki dari satu suku, disimbolkan dalam
bentuk sebuah tiang kayu yang diukir menjadi motif sawa, beratap alang-alang
dan ijuk dengan dua tangan memegang parang serta tombak
Gambar madhu
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019)
2) Bagha
simbol dari roh leluhur perempuan sebagai pasangan dari madhu
Gambar Bagha
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019)
9
3) Ture
Ture merupakan kuburan batu yang berada di tengah kampung di gunakan
sebagai tempat upacara persembahan kepada arwah nenek moyang.
10
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019)
11
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019
12
Gambar 1.4 struktur untuk lanti Teda Wawo
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019)
13
gambar 1.6 sa’o pu’u
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019)
Rumah adat memiliki Empat tiang kayu penyangga bagian depan rumah
terdapat teras dan teda Au yang tidak terlalu tinggi sebelum masuk ke bagian
teda wawo. Hampir seluruh bagian rumah itu terbuat dari kayu dan lantai sudah
tebuat dari semen sedang di bagian teda wawo lantai terbuat dari bamboo yang
di cincang/naja. Dua anak tangga kayu di gunakan untuk masuk ke dalam
rumah. Dinding yang terdapat pada bagian tangga atau pintu masuk itu penuh
dengan hiasan ukir. Pintunya pun tak kalah unik. Daun pintu tidak begitu besar.
Kepala dirundukkan untuk bisa melewatinya.
14
Gambar atap sa’o lobo
(sumber : Dokumentasi pribadi,15 juli 2019
15
Untuk iklim Secara geografis, topografi Kampung Nio sebagian besar lahan
perbukitan, termasuk dalam wilayah yang beriklim tropis. Memiliki jenis tanah yang
subur sehingga banyak penduduk yang memanfaatkannya untuk bercocok tanam,
terutama jenis tanaman rempah-rempah, umbi,jagung dan kacang-kacangan
Kampung Nio termasuk beriklim tropis lembab dengan ciri- ciri sebagai
berikut:
a) Suhu udara rata-rata cukup tinggi (18-25oC)
b) Variasi iklim kecil, perbedaan suhu maksimum dan minimum kecil
c) Radiasi matahari cukup tinggi, langit cenderung berawan
d) Kelembaban Tinggi (di atas 60%)
e) Kecepatan angin relatif rendah
f) Curah hujan tinggi (1500-5000 mm/thn) Habitat yang baik untuk
perkembangbiakan flora dan fauna.
daerah beriklim tropis lembab memiliki beberapa masalah yang umumnya
terjadi pada bangunan antara lain:
1) Panas yang tidak menyenangkan dan hujan yang cukup lebat.
2) Penguapan sedikit karena gerakan udara lambat
3) Perlu perlindungan terhadap radiasi matahari, hujan, serangga,
dan disekitar lautan perlu perlindungan terhadap angin keras.
Iklim secara tidak langsung dapat membentuk kebiasaan hidup masyarakatnya.
Sehingga masyaraka senang menikmati berbincang dengan rekan-rekannya di
luar bangunan. Pengaruh iklim tersebut akan mempengaruhi parancangan ruang dalam
dan ruang luar bangunan. Sebagai contoh, pada rumah tradisional umumnya memiliki
serambi depan yang terbuka, hal ini menjawab perilaku masyarakat akan
kesenangannya dengan ruang terbuka.
Ornamen merupakan salah satu seni hias yang paling dekat dengan kriya apalagi
jika dikaitkan dengan berbagai hasil produknya, oleh karena itu untuk membuat dan
16
mengembangkan atau merintis suatu keahlian pada bidang kriya peranan ornamen
menjadi sangat penting. Disamping itu dalam hal hias-menghias, merupakan salah satu
tradisi di Indonesia yang tidak kalah pentingnya dan tidak dapat dipisahkan dengan
cabang-cabang seni rupa lainnya. Peranan ornamen sangat besar, hal ini dapat dilihat
dalam penerapannya pada berbagai hal meliputi: bidang arsitektur, alat-alat upacara,
alat angkutan, benda souvenir, perabot rumah tangga, pakaian dan sebagainya, untuk
memenuhi berbagai aspek kehidupan baik jasmaniah maupun rokhaniah.
Ornamen atau Dekorasi pada kampung Nio biasa di sebut Meti sebutan untuk
orang yang membuat ragam hias di kampung Nio adalah Lima pade (tangan
terampil) ragam hiasa pada rumah adat kampung Nio biasanya di lambangkan
dengan binatang seperti kerbau, ayam dan kuda (meti bhada, meti manu, meti
jara) ragam hiasa yang di buata mempunyai makna atau lambang seperti kuda
melambangkan kejantanan seorang laki-laki, ayam melambangkan kepi atau dan
kerbau melambangka rumah sudah di selesai di kerjakan. Makna yang
terkandung dalam ketiga binatang ini adalah pemersatu bagi penghuni rumah
adat dan kampung Nio. Ragam hiasa tersebut biasa terdapat pada bagian pintu
masuk rumah adat dan dinding rumah adat.
17
Gamabr 1.8 Meti Jara (ragam hias kuda)
18
merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa
Kampung ini terdiri kurang lebih 21 rumah yang saling mengelilingi. Badan
kampung tumbuh memanjang, dari timur ke barat. Pintu masuk kampung dari arah
selatan dan timur.
Ditengah-tengah kampung terdapat beberapa bangunan yang mereka
menyebutnya bhaga, madhu dan Ture. Bangunan bhaga bentuknya rumah kecil dan
memiliki empat tiang penyangga (tanpa penghuni). Sementara madhu berupa
bangunan bertiang tunggal dan beratap alang- alang hingga bentuknya mirip
pondok peneduh. Tiang madhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena
sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat.
kampung ini sudah sedikit tersentuh kemajuan teknologi. Arsitektur
bangunannya misalnya pada bangian atap rumah sudah menggunakan seng dan
juga pada lantai sudah menggunakan semen. Tapi pola kehidupan serta budaya
masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih memegang
teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Bangunan arsitektur Nio tidak hanya merupakan hunian semata, tetapi memiliki
fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan lokal dan masih relevan
diterapkan masyarakat pada masa kini dalam pengelolaan lingkungan binaan yang
ramah lingkungan. Nilai yang dapat diketahui bahwa masyarakat nio tidak
mengeksploitasi lingkungannya adalah lahanpemukiman yang dibiarkan sesuai
kontur asli tanah berbukit.
19
MADHU
Material yang digunakan pada arsitektur rumah adat Kampung Nio secara
keseluruhan menggunakan material yang ada pada kearifan lokal kampung Nio.
Dominan penggunaan material pada rumah adat kampung Nio adalah material kayu.
Kayu menjadi material utama dalam bentuk arsitektur bangunan rumah adat. Jenis-
jenis kayu yang digunakan adalah kayu dalu (pohon johar), kayu fai (pohon sengon),
kayu oja (pohon surian), kayu kelapa (pohon kelapa), dan kayu ampupu (pohon
ampupu).
a) Kayu dalu
Kayu dalu menjadi kayu utama penyangga Tere Pu’da (struktur pondasi One)
pada ruang inti utama atau One Selain itu kayu dalu yang berwarna coklat tua
20
ini juga digunakan untuk alat pengunci sambungan pada konstruksi bangunan
rumah adat. Pengunci sambungan memiliki dua jenis, yaitu Ketilo yang
berbentuk seperti paku yang berukuran besar dengan diameter 3cm dan Usu
berbentuk persegi panjang denan ukuran 5cm x 10cm dengan tebal 3cm. Kedua
pengunci sambungan ini digunakan sebagai pengganti paku. Sambungan antar
konstruksi bersifat kuncian dengan memanfaatkan Ketilo dan Usu.Pemanfaat
kayu dalu digunakan pula untuk membuat simbol pada bubungan rumah adat
b) Kayu oja dan kayu Fai
Pemanfaatan material kayu Oja pada dinding ruang inti One Ruang inti One
berbentuk persegi dan pada satu sisi atau dinding terdapat 7 lembar kayu, yaitu
3 lembar kayu oja dan 4 lembar kayu fai. Ke tujuh papan ini memiliki nama
yaitu Kabe Wisu, Ube Ulu, Kabe, Kedu, Kabe, Ube Ulu dan Kabe Wisu. Kabe
merupakan papan terbesar yang berada di tengah-tengah dibandingkan dengan
6 papan kayu lainnya.Pada umumnya difungsikan untuk sandaran duduk oleh
pemilik rumah dan tidak dapat digunakan oleh orang lain.
c) kayu ampupu
kayu ampupu digunakan sebagai konstruksi atap arsitektur interior rumah adat
dan juga digunakan sebagai papan lantai pada Tedha One atau ruang tengah.
Kayu ampupu dipilih karena tergolong kayu kuat dan awet yang dapat
digunakan untuk bahan penopang beban berat bahan bangunan.
d) material bambo (bheto)
Bambu juga diaplikasikan sebagai struktur atap pada bagian ruang luar atau
Tedha Wewa. Bambu yang digunakan biasa digunakan adalah bambu betho,
dimensi bambu ini sangat besar yang berkisar ±15-20cm.
Material bambu juga digunakan untuk mole sa’o. Mole Sa’o adalah simbol yang
berbentuk beberapa benda pusaka adat yakni parang adat dan tombak adat.
Simbol mole sa’o berada pada kedua sisi kanan dan kiri bubungan atap.
e) Alang-alang (keri)
Material alang-alang atau biasa disebut oleh masyarakat Nio dengan sebutan
keri. Keri dapat ditemukan pada ladang-ladang masyarakat Nio. Masyarakat Nio
21
membudidayakan alang-alang pada ladangnya, hal ini berguna untuk persiapan
apabila renovasi atap rumah mereka. Keri merupakan material utama sebagai
penutup dari konstruksi atap. Material alang-alang atau keri ini bertahan hingga
25 hingga 30 tahun. Pada saat musim dingin tiba ruang dalam pada rumah adat
terasa hangat, begitu pun saat musim panas tiba ruang dalam terasa sejuk.
f) Ijuk atau Na’o
Pemanfaatan na’o diterapkan sebagai tali untuk mengikat modul keri pada reng
konstruksi atap, pengikat bubungan atap pada mole, dan sebagai pengikat
simbol anaie pada rumah adat.
g) Enau
Enau berfungsi sebagai tali pengikat untuk alang-alang atau keri. Material enau
berasal dari pohon enau yang hidup dilingkungan sekitar kampung Nio.
h) Kayu Nio (kayu kelapa)
Kayu kelapa di gunakan untuk konstruksi atap pada bangunan rumah adat
kampung Nio.
Penambahan material modern seperti semen pada kampung Nio hanya digunakan
sebagai penahan erosi, ancaman bencana, lantai teras dan seng. Material ini bukan
digunakan sebagai material utama membangun rumah adat. Material tersebut terdiri
dari Semen, pasir, batu kali dan batu nabe.
(Sumber hasil wawancara bapak tanggal 13 juli 2019)
22
BAB VI
A. KESIMPULAN
1) Berdasarka hasil survey dan identifikas lapangan bahwa rumah adat kampung Nio
sedikit mengalami perubahan dan sudah tersentuh teknologi misalnya rumah pada
bagian atap sudah menggunakan seng,lantai dan dinding sudah ada menggunakan
tembok. Ini di karenakan sulitnya mendapatkan bahan atau material alami seperti
alang- alang, kayu untuk di jadikan papan dan kurang perhatian dari pemerintah
sehingga kampung ini masih mini akan infrastuktur misalnya jalan yang kurang bagus
sehingga sedikitnya wisatawan yang mengetahui kampung Nio.
23
2) Pengetahuan dasar yang berupa inti ide, gagasan, dan pola pikir dalam sebuah
arsitektur rumah adat tidak dapat dipisahkan begitu saja dari faktor yang
mempengaruhi bentuk dasar rumah adat tersebut. Faktor material, konstruksi dan
teknologi memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dalam
pembentukan arsitektur rumah adat di kampung Nio. Dalam mencapai citra dan ide
bentuk bangunan yang ingin dikehendaki atau dirancang, masyarakat sejak zaman
megalitikum secara perlahan menemukan
3) bagaimana cara pemilihan material, kontruksi dan teknologi dalam proses membuat
rumah adat (Sa’o). Dalam pemilihan material yang digunakan, masyarakat Nio
menemukan pengetahuan dari material meliputi, kekuatan atau kelebihan, kelemahan,
dan keterbatasan dari material itu sendiri. Begitu juga dengan pengetahuan tentang
teknik dalam mengolah material tersebut, bagaimana cara memperlakukan material
untuk mencapai bentuk tertentu dan bagaimana langkah serta proses mengsinergi
material dengan teknik tersebut. Hasil dari pengolahan material dan teknik tersebut
melahirkan pengetahuan bagaimana mereka menyusun struktur dan konstruksi bentuk
arsitektur bangunan rumah adat. Pengetahuan ini menjadi sebuah teknologi yang terus
dikembangkan oleh masyarakat Nio hingga saat ini. Pengetahuan dasar yang berupa
inti ide, gagasan, dan pola pikir masyarakat dalam membangun arsitektur interior
rumah adat Nio diatas kemudian dijadikan suatu pedoman yang mempengaruhi bentuk
dasar bangunan rumah adat. Pedoman ini secara turun temurun diturunkan oleh
leluhur kepada anak cucunya hingga saat ini dan tidak boleh dilanggar atau
ditinggalka
4) Kebutuhan akan tempat tinggal yang menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi
penghuninya sangatlah dibutuhkan. Pengetahuan dasar dari masyarakat Nio ingin
menghadirkan suatu hunian yang dapat memiliki pertahanan yang baik. Pertahanan
yang dimaksud disini adalah bagaimana cara mereka bertahan pada geografis, iklim
dan alam disekitar kampung Nio, bagaimana cara mereka bertahan dari binatang buas,
UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKART
B. SARAN
24
1) Dalam penelitian selanjutnya yang akan menjadikan arsitektur rumah adat kampung
Nio sebagai objek penelitian dikemudian hari, maka disarankan untuk melakukan
pengamatan yang lebih mendalam terhadap pada rumah adat kampung Nio dan
ketahanan material-material yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan rumah
adat. Dengan demikian, diharapkan akan melahirkan pengetahuan baru mengenai
arsitektur rumah adat dan membuka jalan atau jembatan bagi peneliti dikemudian
hari serta mengetahui pengetahuan dasar masyarakat kampung Nio dalam
membangun rumah adatnya.
2) Saran peneliti untuk masyarakat kampung Nio, Para tetua adat atau Mosalaki, ahli
bangunan adat Lima Pade, kepala Desa Nio Lewa serta pihak pemerintah kabupaten
Ngada untuk duduk bersama (musyawarah) dan segera menuliskan pengetahuan-
pengetahuan yang bersifat budaya tutur untuk dituliskan menjadi sebuah buku besar
atau pedoman yang berisikan adat istiadat, budaya, ritual adat, hukum adat, sejarah
asal usul, sistem tatanan sosial, pantangan adat, monumen ritual, dan paling utama
adalah pengetahuan mengenai rumah adat. Dengan demikian, akan memudahkan
anak cucu dikemudian hari dalam menjalankan dan mengetahui akan pengetahuan-
pengetahuan leluhur yang sejak dulu terjaga hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
1.penghasilan masyarakat kampung Nio seperti cengkeh, kemiri, kakao, pala
(foto- foto sumber dokumentasi pribadi, 15 juli 2019)
26
2. menenun,ayaman
(foto- foto sumber dokumentasi pribadi, 15 juli 2019)
27
28