Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

WSD
( Water Seal Drainage )

Oleh :
Ayu Witia Ningrum
2007730022

Pembimbing :
Dr. Fachry, Sp.P

Tugas Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Islan Jakarta Utara,


Sukapura
Stase Ilmu Penyakit Dalam
2012
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anatomi Fisiologi Pernapasan

Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi yang berarti bernapas

kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen (O2) yang diambil dari atmosfir dan

mengeluarkan karbon dioksida (CO2) dari sel-sel (tubuh) menuju ke udara bebas (Muttaqin,

A. 2008: 24). Proses bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dan berlangsung dengan

dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler. Pada dasarnya sistem pernapasan

terdiri atas rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan

dengan membran kapiler alveoli yang memisahkan antara sistem pernapasan dan sistem

kardiovaskuler. Fungsi utama paru adalah sebagai tempat pertukaran gas, dalam konteks ini

maka fisiologi sistem pernapasan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsi ventilasi,

perfusi dan pertukaran gas.

1. Ventilasi Paru

Yaitu udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih

tekanan udara di atmosfir dan alveolus dan di dukung oleh kerja mekanik otot-otot

(Soemantri I. 2008: 12). Dalam hal ini dinding thorax berfungsi sebagai hembusan. Selama

inspirasi volume thorax bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat

kontraksi beberapa otot, seperti otot sternokleidomastoideus yang mengangkat sternum ke

atas serta otot serratus, otot scalenus dan otot intercostalis eksternus berperan mengangkat

iga, sedangkan otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum atas. Fungsi ventilasi atau

paru-paru adalah mengukur kemampuan dada dan paru-paru untuk menggerakan udara

masuk dan keluar alveoli (Hudak & Gallo, 1997: 452).


Mekanisme ventelasi adalah dimulai dari proses inspirasi. Selama inspirasi, udara

bergerak dari luar ke dalam trachea, bronchus, bronchiulus dan alveoli. Selama ekspirasi, gas

gas yang terdapat dalam alveolus prosesnya berjalan seperti inspirasi dengan alur terbalik.

Faktor fisik yang mempengaruhi keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru merupakan

gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas :

a. Perbedaan Tekanan Udara

Udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Selama

inspirasi, pergerakan diafragma dan otot bantu pernapasan lainnya memperluas ringga dada,

sehingga menurunkan tekanan dalam rongga sampai di bawah tekanan atmosfir. Hal ini

menyebabkan udara tertarik melalui trachea dan bronchus lalu masuk ke dalam alveoli.

b. Resistensi Jalan Udara

Peningkatan tekanan dari cabang bronchus dan adanya benda asing dalam saluran

napas mengakibatkan udara terhambat masuk ke dalam alveolus.

c. Komplian Paru-paru

Adalah kemampuan paru-paru untuk mengembang dan mengempis.Pada saat inspirasi

paru-paru mengembang dan saat ekspirasi paru-paru mengempis.

2. Perfusi Paru

Sirkulasi paru-paru memberikan darah vena campuran yang dikeluarkan ventikel

kanan jantung memberikan kesempatan untuk pertukaran gas sebelum kembali ke atrium

kanan. Sirkulasi paru-paru unuk dan berbeda dari organ khusus sirkulasi lain (Hudak &

Gallo, 1997: 456).

Di banding dengan tekanan sistemik, tekanan intrapulmonal lebih rendah. Pada

sirkulasi pulmonal systole/diastole = 25/8 m mmHg atau kurang lebih enam kali lebih kecil

daripada sirkulasi sistemik. Karena tekanan yang rendah ini maka efek hidrostatiknya
menjadi penting. Selain itu ada perbedaan yang nyata antara apek dan basal paru pada

keadaan berdiri.

Pertukaran gas paru selain dipengaruhi oleh ventelasi juga dipengaruhi oleh perfusi

paru itu sendiri. Ketidakseimbangan antara ventelasi dan perfusi akan mempengaruhi

pertukaran gas. Dalam hubungan antara ventelasi dan perfusi kebanyakan penyakit respirasi

mengalami ketidakseimbangan.

3. Pertukaran Gas/Difusi

Pertukaran gas atau yang sering disebut difusi. Pada tahap ini proses respirasi

mencakup proses gas-gas melintasi membrane antara alveolus-kapiler yang tipis, yakni

kurang dari 0,5 mm. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan

parsial antara gas dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni

kurang lebih 149 mmHg atau dari 760 mmHg (Somantri, I. 2008: 13).

Menurut Hudak & Gallo (1997: 467) pertukaran gas yang paling penting adalah

masuknya oksigen dan dikeluarkannya karbondioksida. Faktor-faktor yang menentukan

kecepatan difusi gas melalui membrane paru-paru adalah :

a. Makin besar perbedaan tekanan pada membrane, makin cepat kecepatan difusi
b. Makin besar area membrane paru-paru makin besar kualitas gas yang dapat berdifusi
melewati membrane dalam waktu tertentu.
c. Makin tipis membrane, makin cepat difusi gas melalui membrane tersebut ke bagian

yang berlawanan.
d. Koefisien difusi secara langsung proporsional terhadap kemampuan terlarut dari ngas

dalam cairan membrane paru-paru dan kebalikannya terhadap ukuran molekul. Namun

demikian molekul kecil yang berdifusi tinggi lebih cepat daripada besarnya ukuran gas

yang kurang dapat larut.


Koefisien difusi :

1). Oksigen : 1

2). Karbondioksida : 20.3

3). Nitrogen : 0,53.

Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar

149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen di inspirasi dan sampai alveolus

maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Penurunan ini

disebabkan tercampurnya udara dalam ruang rugi anatomis saluran napas. Ruang rugi ini

volumenya sekitar 1 ml udara per pound atau sekitar 150 ml untuk dewasa normal. Tekanan

parsial oksigen dalam kapiler paru-paru sebesar 40 mmHg. Karena perbedaan tekanan parsial

ini maka oksigen dengan mudah berdifusi dalam aliran darah. Demikian sebaliknya dengan

keluarnya CO2. Selisih tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6

mmHg) menyebabkan karbondioksida berdifusi ke dalam alveolus.

Dari fisiologi sistem pernapasan ini maka dapat disimpulkanbahwa ketiga faktor

tersebut di atas sangat menentukan keefektifan sistem jalan napas.

Adapun refleks pernapasan terbagi atas dua jenis yaitu :

1. Refleks Batuk (cough)

Saluran pernapasan memiliki bagian yang sangat peka terhadap rangsang. Bagian

tersebut adalah laring, trachea, dan bronchus sangat peka terhadap perabaan (light

touch), sedangkan bronchus terminalis dan alveoli peka terhadap rangsang kimiawi.

Mekanisme terjadinya refleks batuk dimulai dari terangsangnya bagian-bagian yang

peka pada saluran pernapasan. Rangsang ditangkap oleh sensor taktil dan kemoreseptor

aferen melalui nervous vagus menuju pusat pernapasan (medulla oblongata), misal rangsang

yang berupa benda asing yang memasuki saluran pernapasan bawah. Selanjutnya pusat
pernapasan memerintahkan tubuh untuk melakukan refleks batuk agar benda asing tersebut

dapat dikeluarkan. Tubuh merespons dengan menginspirasi udara ke paru-paru, menutup

glotis oleh epiglotis, menutup pita suara agar udara inspirasi tertahan di dalam paru-paru.

Udara yang tertahan menimbulkan tekanan dalam alveolus sehingga otot-otot abdomen dan

interkostalis interna berkontraksi dengan kuat lalu secara mendadak terjadilah ekspirasi.

Ekspirasi yang kuat mendadak membuat epiglottis dan pita suara terbuka yang menyebabkan

udara dengan cepat melewati bronkus besar dan trakhea sehingga benda-benda asing keluar.

2. Refleks Bersin (sneeze)

Berbeda dengan refleks batuk, rangsang yang ada ditangkap oleh reseptor taktil di

hidung. Rangsang kemudian diteruskan ke nervous trigeminus dan dilanjutkan ke pusat

pernapasan di medulla oblongata.

Urutan mekanisme refleks sama dengan mekanisme refleks batuk, namun pada refleks

bersin uvula dikondisikan ke bawah, sehingga memungkinkan aliran udara ekspirasi menjadi

kuat dan dapat melalui rongga mulut dan rongga hidung. Refleks besin bermanfaat untuk

mengluarkan benda asing yang masuk rongga hidung atau saluran pernapasan bagian bawah.

WSD

Definisi
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan

(darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura

memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.(1)

Perubahan Tekanan Rongga Pleura(1)

Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi


Atmosfir 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756

Tujuan (5,6,7)

a. Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan


b. tekanan negatif rongga tersebut.
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
d. Memasukkan obat ke dalam rongga pleura.

Indikasi Pemasangan WSD(5,6,7)

a. Pneumothoraks :

o Spontan > 20% oleh karena rupture bleb


o Luka tusuk tembus
o Klem dada yang terlalu lama
o Kerusakan selang dada pada sistem drainase

b. Hemothoraks :

- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks

c. Hemopneumothorak

d. Thorakotomy :

Lobektomy
Pneumoktomy

e. Efusi pleura : Post operasi jantung


f. Emfiema :

Penyakit paru serius


Kondisi indflamsi

g. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

h. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontra Indikasi Pemasangan WSD(5,6)

a. Hematothoraks masif yang belum mendapat penggantian cairan/darah


b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
c. Perlekatan pleura yang luas.

Tempat Pemasangan WSD(5,6,7)

a. Bagian Apex paru


Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 yang berfungsi untuk mengeluarkan udara dari

rongga pleura.
b. Bagian Basal
Yaitu pada posterolateral intercosta ke 8-9 yang berfungsi untuk mengeluarkan cairan

(darah, pus) dari rongga pleura.


Jenis-jenis WSD(5,6,7)

A. WSD dengan sistem satu botol


Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks
Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1

untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Jenis ini mempunyai 2 fungsi,

sebagai penampung dan botol penampung


Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk

mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru

B. WSD dengan sistem 2 botol


Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol

water seal.
Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa

udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang

berisi water seal. Dapat dihubungkan dengan suction control


Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura

masuk ke water seal botol 2


Prinsip kerjasama dengan ystem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari

rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk

ke WSD
Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi

peural
Keuntungannya adalah water seal tetappada satu level

C. WSD dengan sistem 3 botol


Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan

yang digunakan. Selain itu terpasang manometer untuk mengontrol tekanan


Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah

hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol

WSD
Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan
Botol ke-3 mempunyai 3 selang :
Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua
Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke

atmosfer

Komplikasi Pemasangan WSD(5,6)

a. Laserasi, mencederai organ (hepar, lien)


b. Perdarahan
c. Empisema Subkutis
d. Tube terlepas
e. Infeksi
f. Tube tersumbat
Persiapan Pemasangan WSD(7)

a. Pengkajian
Memeriksa kembali instruksi dokter
Mencek inform consent
Mengkaji tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien.

b. Persiapan Pasien

Siapkan pasien
Memberi penjelasan kepada pasien meliputi :

a) Tujuan tindakan

b) Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD, posisi klien dapat

duduk atau berbaring

c) Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam dan

distraksi

d) Foto thoraks posterior-anterior dan lateral paru.

c. Persiapan alat dan bahan meliputi :

1) Trokar atau kateter toraks dengan nomor yang disesuaikan dengan bahan yang

akan dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor 22-24.

2) Kasa steril

3) Plester

4) Alkohol 70% dan bethadin 10%

5) Spuit 5 cc sebanyak 2 buah

6) Lidocain solusio injeksi untuk anestesi local sebanyak 5 ampul

7) Botol WSD

8) Satu buah meja dengan satu set bedah minor

9) Duk steril
Prosedur Tindakan

a. Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter dengan disandarkan pada

kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru yang sakit diangkat ke atas kepala
b. Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10% dilanjutkan dengan

menggunakan alkohol 70% dengan gerakan berputar ke arah luar, pasang duk steril

dengan lubang tempat di mana akan dilakukan insersi kateter


c. Lakukan anestesi lokal lapis demi lapis dari kulit hingga pleura parietalais menggunakan

lidocain solusio injeksi, jangan lupa melakukan aspirasi sebelum mengeluarkan obat

pada setiap lapisan. Anestesi dilakukan pada daerah yang akan di pasang WSD atau pada

intercostalis 4-5 anterior dari mid axillary line


d. Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit anestesi tersebut
e. Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis lebih kurang 1 cm lalu buka

secara tumpul sampai ke pleura


f.Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter
g. Satu tangan mendorong trokar dan tangan lainnya memfiksir trokar untuk membatasi

masuknya alat ke dalam rongga pleura. Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura,

stilet dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari. Kateter yang sudah diklem pada

ujung distalnya di insersi secara cepat melelui trokar ke dalam rongga pleura. Kateter

diarahkan ke anteroapikal pada pneumothoraks dan posterobasal pada cairan

pleura/empiema. Trokar dilepas pada dinding dada. Kateter bagian distal dilepas dan

trokar dikeluarkan
h. Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan masukkan ujung selang ke

dalam botol WSD yang telah diberi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl

0,9% dan pastikan ujung selang terendam sepanjang dua cm


i. Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan terdapat cairan, darah dan pus yang

dialirkan atau gelembung udara pada botol WSD.


j. Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac, lalu tutup dengan kasa steril yang telah di beri

bethadin dan fiksasi ke dinding dada dengan plester.(Standar Diagnosis & Terapi Gawat

Darurat, 2007: 70-72)


PEDOMAN PENCABUTAN

a. Kriteria pencabutan :

1) Sekrit serous, tidak hemoraged


2) Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam
3) Anak anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam
4) Paru mengembang dengan tanda :
Auskultasi suara napas vesikuler kiri dan kanan
Perkusi bunyi sonor kiri dan kanan
Fibrasi simetris kiri dan kanan
Foto toraks paru yang sakit sudah mengembang

b. Kondisi :

1. Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut

dengan cara air-tight (kedap udara).


2. Pada thoracotomi
Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut
3. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug di cabut (air-tight)
4. Post pneumonektomi : hari ketiga bila mediastinum stabil (tak perlu air-tight).

c. Alternatif

1. Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20


2. Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik lakukan pencabutan.
3. Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi
4. Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan dengan

pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan empat minggu, bila tidak

berhasil dilakukan toracotomi


5. Bila sekret kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.

PERAWATAN WSD(6)

1. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.

Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh

dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

2. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan

diberi analgetik oleh dokter.

3. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :

Penetapan slang.

Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak

terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya

slang dapat dikurangi.

Pergantian posisi badan.

Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil

dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,

merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah

lengan atas yang cedera.

4. Mendorong berkembangnya paru-paru.

1. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.

2. Latihan napas dalam.

3. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang

diklem.
4. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

5. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan

dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan

bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

1. Suction harus berjalan efektif :

Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 -

2 jam selama 24 jam setelah operasi.

Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,

keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.

Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction

kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau

1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya

misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak,

atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

Perawatan slang dan botol WSD/ Bullow drainage.

1. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan

yang keluar kalau ada dicatat.

2. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya

gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.


3. Penggantian botol harus tertutup untuk mencegah udara masuk yaitu

mengklem slang pada dua tempat dengan kocher.

4. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol

dan slang harus tetap steril.

5. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,

dengan memakai sarung tangan.

Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal :

selang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water Seal Drainage)

DAFTAR PUSTAKA

(1) Smeltzer, S.C. & Bare. B.G., 2002. Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical

Nursing 8thEdition Volume I, Jakarta: ECG.


(2) Koentjahja, Abiyoso, Agung S, Muktyati S. Pneumotoraks dan Penatalaksanaannya.

Kumpulan Makalah Simposium Dokter Umum Gawat Darurat Paru, Surakarta, 3 Juli

1993; 39-45.

(3) Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC


(4) Anonymous. 2008. Askep Pemasangan WSD.www.scribd.com, Diakses 20 Desember

2010 Jam 08.00 WIB


(5) www.akper-insada.ac.id/sistem-pernapasan/water-seal-drainagewsd
(6) nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35532.html
(7) www.fkumyecase.net/.../index.php?...Water+Sealed+Drainage...

Anda mungkin juga menyukai