Plasmodium, yang merupakan parasit pada sel darah merah; malaria ditularkan oleh nyamuk
Anopheles dan ditandai adanya serangan menggigil, demam dan berkeringat, yang terjadi
pada interval yang bergantung pada waktu yang diperlukan untuk berkembangnya generasi
baru parasit di dalam tubuh. (Dorland, 2010)
Malaria disebabkan oleh empat spesies dari genus Plasmodium: P. falciparum, P. vivax,
P. ovale, dan P. malariae. Imigran yang kembali ke daerah asalnya memiliki resiko tinggi,
karena mereka telah kehilangan imuitas alaminya dan sering mengabaikan profilaksis.
(Gillespie, Stephen et al., 2007)
Klasifikasi malaria:
1. Malaria falciparum (M. Tropikana): bentuk malaria yang paling serius, yang
disebabkan oleh Plasmodium falciparum, disertai gejala konstiusional yang berat
dan kadang-kadang meneybabkan kematian.
2. Malaria ovale: bentuk malaria ringan akibat Plasmodium ovale, disertai dengan
demam paroksismal yang timbul setiap tiga hari (tertiana) dan cenderung diakhiri
oleh kesembuhan yang spontan.
3. Malaria malariae (M. Quartana): malaria dimana demam terjadi setiap 72 jam,
atau setiap empat hari dimana hari pertama dihitung pada saat timbulnya demam
dari tiap siklus; disebabkan oleh Plasmodium malariae. Malaria malariae jarang
ditemukan namun dapat menimubulkan sindroma nefrotik.
4. Malaria vivax (M. Tertiana/M. Benigna): malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, dimana demam paroksismal sering terjadi setiap tiga hari
(m.tertiana), tapi bisa timbul setiap hari (m.quatidian), bila ada biakan dua parasit
yang memebelah pada hari yang bergantian. (Dorland, 2010)
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: periode dingin
(15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada
saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan
meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian
periode berkeringat: penderira berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
merasa sehaat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum
menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12
jam pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan P. ovale, 60 jam pada P. malariae.
Relaps adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa
latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar
eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.
Rekrudensi adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer. Rekrudensi dapat terjadi berupa berulangnya gejala
klinik sesudah periode laten dari serangan primer. (Harijanto, Paul N., 2009)
Panas ireguler, kadang remiten atau intermiten, pada saat tersebut menggigil jarang
terjadi. Pada minggu kedua limpa mulai teraba, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau
5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Mortalitas malaria vivax rendah tetapi
morbiditas tinggi karena sering terjadinya relaps. Relaps sering terjadi karena keluarnya
bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun. (Harijanto,
Paul N., 2009)
Penyebarannya tidak seluas P.vivax dan P.falciparum. Manifestasi klinik seperti pada
malaria vivax hanya berlangsung lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering
dijumpai walaupun pembesarannya ringan. Rekrudensi sering terjadi pada Plasmodium
malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer, sedangkan bentuk diluar eritrosit
(di hati) tidak terjadi. (Harijanto, Paul N., 2009)
Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Gejala
klinis hampir sama atau lebih ringan dengan malaria vivax, puncak panas lebih rendah atau
perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan
menggigil jarang dijumpai dan splenomegali jarang sampai dapat teraba. (Harijanto, Paul N.,
2009)
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai dan sering terjadi komplikasi.
Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, perasaan
dingin, mual, muntah, dan diare. Gejala lain berupa konvulsi, banyak berkeringat,
hepatosplenomegali, ikterus. (Harijanto, Paul N., 2009)
Mekanisme demam
Demam atau febris adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh,
dimana suhu terssebut melebihi dari suhu normal.
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan
oleh zat toksin yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya
proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya
merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam
keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin
(mikroorganisme) ke dalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang mesuk ke dalam tubuh
umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan
masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan
memerintahkan tentara pertahanan tubuh anatara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit
untuk memakannya (fagositosis). Dengan adanya proses fagositosis ini, tentara-tentara tubuh
itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar,
selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu
substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan memacu
pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzilm
siklooksigenase (COX). Pengeluaran protaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamusakan meningkatkan titik patokan suhu
tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat
tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin atau menggigil. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka)
ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam
(Sherwood, 2001).
PENCEGAHAN
Pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, yaitu dengan cara: 1).
Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida: pemethrin
atau deltamethrin. 2). Menggunakan obat pembunuuh nyamuk. 3). Mencegah berada di alam
bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai proteksi, seperti baju lengan
panjang dan stocking. 4). Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan
kawat anti nyamuk.
Penggunaan profilaksis harus mengikuti saran dari para ahli, tetapi perlu diingat bahwa
pasien yang mengonsumsi profilaksis dapat tetap terkena malaria. (Gillespie, Stephen et al.,
2007)
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan
adalah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk
stadium pada daur plasmodium. (Harijanto, Paul N., 2009)
Komplikasi
1. Malaria Serebral
Malaria serebral merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan
menyebabkan mortalitas 20-50% dengan pengobatan. Gejala malaria serebral
ditandai dengan koma, gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apati,
somnolen dan perubahan tingkah laku (penderita tidak mau berbicara). Kejang,
kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walau cukup jarang. Lama koma pada
orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang pada anak satu hari.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasit sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderansi
dan sekuestrasi parasit.
Pada malaria serebral, kadar laktat pada cairan serebro-spinal (CSS) meningkat
yaitu >2.2mmol/l (19,6 mg/dl) dan dapat dijadikan indikator prognosis; yaitu
bila kadar laktat >6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Pada pemeriksaan
CT scan biasanya normal, adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-
kasus yang agonal. (Zulkarnain, Iskandar. et al, 2009)
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
1. Siklus perkembangan malaria dan gejala klinisnya.
2. Kenaikan SGOT dan SGPT .
3. Mekanisme terjadinya konvulsi.
4. Hubungan malaria dan gangguan kesadaran.
5. Patofisiologi ikterik.
6. Dasar-dasar diagnosis, pemeriksaan, pengobatan dan pencegahan malaria.
7. Hubungan antara panas dingin dengan cephaligia dan myalgia.
8. Patofisiologi malaria
9. Hubungan migrasi wilayah dan penyakit malaria.
10. Mekanisme hepatosplenomegali, conjungtiva pucat, sklera ikterik
C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui siklus perkembangan malaria dan gejala klinisnya.
2. Dapat mengetahui hubungan kenaikan SGOT dan SGPT pada penderita malaria.
3. Dapat mengetahui mekanisme terjadinya konvulsi.
4. Dapat mengetahui patofisiologi ikterik.
5. Dapat mengetahui mekanisme hepatosplenomegali, conjungtiva pucat, dan
sklera ikterik.
6. Dapat mengetahui hubungan antara panas dingin dengan cephaligia dan
myalgia.
7. Dapat mengetahui patofisiologi malaria.
8. Dapat mengetahui hubungan migrasi wilayah dan penyakit malaria.
9. Dapat mengetahui hubungan malaria dengan penurunan kesadaran.
10. Dapat mengetahui dasar diagnosis, pemeriksaan, pengobatan dan pencegahan
malaria.
D. MANFAAT
1. Dapat menjelaskan tentang siklus hidup nyamuk malaria.
2. Dapat menjelaskan gejala klinis dari masing-masing malaria.
3. Dapat menjelaskan tentang epidemiologi dari malaria.
4. Dapat menjelaskan tentang patofiologi dari gejala malaria.
5. Dapat menjelaskan dasar diagnosis, pemeriksaan, pengobatan dan pencegahan
malaria.
E. SKENARIO/KASUS
Seorang laki-laki, 35 tahun, pekerjaan mandor proyek di Solo, diantar adiknya
(mahasiswa FK) datang ke UGD Puskesmas Rawat Inap karena sejak semalam demam
dan konvulsi. Kenaikan suhu tubuh diawali dengan perasaan dingin/menggigil. Panas
badan disertai berkeringat banyak. Dari anamnesis didapatkan informasi bahwa sejak 2
minggu yang lalu penderita sering mengeluh panas-dingin yang hilang timbul dengan
tenggang waktu 3 hari, disertai cephalgia hebat dan myalgia. Penderita sudah minum
obat antipiretik yang dibeli sendiri di apotek, tetapi belum sembuh. Adiknya menjelaskan
bahwa sebelumnya penderita pernah mendapatkan artemisin saat bekerja selama setahun
di Cilacap.
Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan kondisi umum kesadaran
menurun, mengigau, suhu badan 39,5oC, tensi 110/60 mmHg, conjungtiva pucat, sklera
ikterik, dan hepatosplenomegali. Hasil pemeriksaan penunjang sementara didapatkan Hb
6 g%, SGOT 100 U/L, SGPT 80 U/L. Dokter kemudian meminta dilakukan pemeriksaan
penunjang apusan darah.
F. HIPOTESIS
DIAGNOSIS MALARIA
A. Anamnesis
1) Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lallu ke daerah
endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria selama satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
B. Pemeriksaan fisik
1) Demam (pengukuran denga termometer).
2) Konjungtiva dan telapak tangan pucat.
3) Pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali). (Depkes, 2008)
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan mikroskopik, salah satunya
apusan darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria. Pemeriksaan satu kali
negatip tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan
hasil negatip maka diagnosa malaria dapat di kesampingkan. Pemeriksaaan pada saat
demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis malaria antara lain:
1) Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria. Preparat
dinyatakan negatip bila setelah diperiksa 200 lapang pandang dengan
pembesaran kuat 700-1.000 kali tidak ditemukan parasit.
Tetesan preparat darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium.
2) Tes antigen: P-F test
Digunakan untuk mendeteksi antigen dari P. falciparum (Histidine Rich Protein II).
3) Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada
keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi terjadi beberapa hari setelah parasitemia.
4) Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Keunggulan tes ini, walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil
positif. (Harijanto, Paul N., 2009)
2. Malaria berat atau dengan komplikasi harus bisa dibedakan dengan penyakit infeksi
lain sebagai berikut:
a. Radang otak (meningitis/ensefalitis)
Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya
kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.
b. Stroke
Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi
(hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit lain yang mendasari
(hipertensi, diabetes mellitus, dll).
c. Hepatitis
Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar,, muntah, tidak bisa
makan diikuti timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin
seperti air teh, kadar SGOT dan SGPT meningkat 5x.
d. Leptospirosis berat
Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan
yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampah, dll),
leukositosis, gagal ginjal dan sembuh dengan peberian antibiotika (penisilin).
e. Sepsis
Demam dengan fokal infeksiyang jelas, penurunan kesadaran, gangguan
sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan
mikrobiologi. (Depkes, 2008)
Tingginya side positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola
klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara transmisi endemisitas daerah terbagi menjadi: