1
TEMPERATUR INKUBASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
ARISMAN
I11113503
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Makalah Seminar Studi Pustaka
2
TEMPERATUR INKUBASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
ARISMAN
I11113503
Disusun sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Seminar Studi
Pustaka Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN
3
Nama : Arisman
NIM : I11113503
Telah Disetujui :
Mengetahui
Ketua Program Studi Peternakan
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan seluruh rahmat dan
4
Terhadap Perkembangan Tulang Ayam Ras Pedaging. Shalawat serta salam juga
kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umatnya.
Makalah studi pustaka ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada
Mata Kuliah Seminar Studi Pustaka. Dengan terselesaikannya makalah tertulis ini,
4. Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah seminar studi
Penulis menyadari bahwa gagasan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kebaikan bersama. Semoga
makalah tertulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi kami
pada khususnya.
Hormat Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
5
HALAMAN PENGESAHAN
........................................................................................................................
........................................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR
........................................................................................................................
........................................................................................................................
iv
DAFTAR ISI
........................................................................................................................
........................................................................................................................
DAFTAR TABEL
........................................................................................................................
........................................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
........................................................................................................................
........................................................................................................................
vii
PENDAHULUAN
........................................................................................................................
........................................................................................................................
PERMASALAHAN
........................................................................................................................
........................................................................................................................
6
PEMBAHASAN
........................................................................................................................
........................................................................................................................
...................................................................................................................
PENUTUP
.................................................................................................................
.................................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................................................
.................................................................................................................
14
7
DAFTAR TABEL
No.
8
DAFTAR GAMBAR
No.
PENDAHULUAN
menghasilkan bobot badan yang tinggi dalam waktu singkat. Bobot badan ayam ras
pedaging pada umur 35 hari pada strain Cobb mencapai 1.970 g, strain Hubbard
1.976 g dan strain Hybro 1.898 g (Risjanati, D., 2012). Namun, hal ini tidak
9
diimbangi dengan perkembangan organ dalam serta struktur tulang yang baik.
Pertambahan berat badan yang besar dalam waktu yang cepat ketika tidak diimbangi
dengan kaki yang kokoh untuk menopang, pada akhirnya menyebabkan ayam
menjadi lebih mudah lumpuh (Leg Problem). Leg Problem pada broiler memiliki
prevalensi yang sangat tinggi dalam sistem produksi konvensional (Sanotra et al.,
2001).
Kelumpuhan yang sering terjadi pada ayam ras pedaging adalah Tibialis
Dyschondroplasia (TD) terjadi pada umur 3 sampai 8 minggu (Almeida et al., 2004).
Jika hal ini terjadi berkelanjutan, maka akan berdampak negatif yaitu menyebabkan
kerugian ekonomi bagi industri perunggasan, karena hal ini mengakibatkan jumlah
kematian yang lebih tinggi dari pada ayam afkir dan karkas ayam yang rusak.
kejadian kelumpuhan pada ayam ras pedaging, salah satunya adalah dengan
menurut Church and Johnsosn, 1964; Applegate and Lilburn (2002) Perkembangan
tulang dimulai sejak masa pertumbuhan dan perkembangan embrio saat proses
penetasan yaitu 36-380C. Namun, dengan suhu ini, perkembangan tulang pada masa
pada ayam ras pedaging pada saat pemeliharaan. Maka dari itu, pengaturan suhu
2
inkubasi yang tepat dapat berdampak baik pada pertumbuhan tulang pada masa
embrio dan mengurangi tingkat kejadian kelumpuhan pada ayam ras pedaging.
PERMASALAHAN
ayam ras pedaging dengan pertambahan bobot badan yang sangat cepat dalam waktu
yang singkat, dapat menyebabkan kelumpuhan pada ayam ras pedaging yang
berdampak negatif terhadap industri perunggasan. Untuk itu, dibutuhkan solusi untuk
mengatasi atau mengurangi kejadian tersebut yaitu dengan cara penanganan sejak
proses penetasan dengan mengatur suhu yang tepat dalam perkembangan tulang pada
saat embrio. Makalah ini akan menguraikan beberapa hasil studi mengenai
pedaging.
PEMBAHASAN
3
Ayam ras pedaging merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam
pertumbuhannya yang cepat dalam menghasilkan daging, konversi pakan yang rendah,
waktu pemeliharaan hingga panen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai
penghasil daging yang serat lunak (Murtidjo, 1987). Ayam ras pedaging memiliki
pertambahan bobot badan per hari yang bervariasi berdasarkan strainnya. Dalam cobb-
vantress (2015) rata-rata pertambahan bobot badan per hari ayam strain cobb yang
dipelihara selama 35 hari yaitu jantan 65,7 g dan betina 59,5 g. Strain Ross jantan 65,2
dan betina 57,3 (Aviagen, 2014) dan Strain Lohmann jantan 60,7 g, betina 52,2 g
(Aviagen, 2007)
cepat terjadi sampai umur enam minggu pertama. Pada umumnya setiap kenaikan umur
dua minggu akan menghasilkan berat badan dua kali lipat dari berat badan sebelumnya
sampai akhir minggu keenam. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan berat badan
ayam setiap minggunya tidak sama dan pertambahan berat badan akan lebih rendah
setelah dua belas minggu. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
penyakit (Mulyana, 2008). Penyebab inti permasalahan performa ayam pedaging yang
rendah diakibatkan oleh asal bibit dan manajemen pemeliharaan, sarana dan prasarana
yang kurang, serta terlambatnya pemberian pakan dapat menyebabkan performa ayam
pedaging rendah. Pemecahan masalah untuk ayam pedaging yang performanya rendah
4
dan tidak memenuhi standar adalah dengan pemilihan bibit yang baik, pemilihan DOC
yang baik, mengetahui pertumbuhan dan standar produksi serta pemberian ransum
(Marjuman, 1995).
Sering dialami dalam usaha ayam ras pedaging banyak yang mengalami
mencapai 40-50% khususnya bagi ayam yang umurnya lebih dari satu bulan.
Kelumpuhan ini terjadi karena faktor pembawaan (bibit) atau tata laksana yang
keliru. Peebles et al., (2006) mengemukakan bahwa Secara genetik ayam ras
pedaging modern saat ini dibentuk agar mempunyai otot atau daging dada yang lebih
besar dengan pertumbuhan yang cepat. Targetnya, berat badan di minggu pertama
bisa meningkat 4-5 kali dari berat badan awal (berat badan DOC). Namun, hal ini
tidak diimbangi dengan perkembangan organ dalam serta struktur tulang yang baik.
Pertambahan berat badan yang besar dalam waktu yang cepat ketika tidak diimbangi
dengan kaki yang kokoh untuk menopang, pada akhirnya menyebabkan ayam
menyebabkan kerugian yang sangat tinggi dalam industri perunggasan. Ayam ras
pedaging yang terkena TD dapat menyebabkan nekrosis pada bagian caput femur dan
menyebabkan osteomielitis.
Aspek yang unik dari TD adalah terjadi selama tahap awal pertumbuhan
sebelum terlihat perubahan yang terjadi pada struktur atau morfologi tulang. Hal ini
5
pertumbuhan yang relatif cepat pada ayam ras pedaging. Dalam populasi umur 36
hari atau lebih, 5-16% dari ayam mungkin terpengaruh. Ayam dengan abnormalitas
rawan secara merata pada persendian. Epifisis akan berkembang menjadi lapisan
tipis tulang rawan melalui kapiler-kapiler yang memanjang dari arteri pada epifisis
tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya trabeculas yang dipisahkan oleh pembuluh
metafisis yang muncul pada permukaan tulang. Sedangkan pada kejadian Tibial
Dyschondroplasia, terlihat lesi yang yang parah pada bagian tibiotarsus proximal.
Lesi pada tulang rawan menumpuk. Trabeculas memanjang dari tulang spons
memiliki ukuran yang normal tetapi tidak memiliki susunan yang teratur (Hargest et
al., 1985).
a b
Gambar 1. Tibia yang normal dan tibia dengan Tibial Dyschondroplasia (Hargest et al.,
1985)
Keterangan : a. Tibia normal, b. Tibia yang mengalami Tibial Dyschondroplasia, A=
epiphyseal plate, P= Proximal, M=Mid, D=Dista, -- = Daerah lesi, =
epiphyseal growth plate
6
Tulang merupakan jaringan peyokong utama tubuh yang struktur
pembentuknya terdiri dari unsur organik dan anorganik. Unsur organik terdiri dari
kondroitin sulfat, sedangkan unsur anorganik dalam tulang didominasi oleh ion
kalsium dan posfor. Selain kalsium dan posfor, didalam tulang juga terkandung ion
magnesium, karbonat, hidroksil, klorida, fluorida dan sitrat dalam jumlah yang lebih
sedikit. Sebanyak 65% berat tulang kering terbentuk dari garam-garam anorganik,
sedangkan 35% lainnya terbentuk dari substansi dasar organik dan serat kolagen.
Sebesar 85% dari seluruh garam yang terdapat pada tulang merupakan kalsium
fosfat, dan 10% dalam bentuk kalsium karbonat. Lebih kurang 97% kalsium dan
46% natrium yang ada dalam tubuh terdapat pada tulang (Murtidjo, 1987).
Tulang terdiri dari dua komponen yaitu tulang kortikal atau kompak dan
tulang trabekular atau spongiosa. Bagian-bagian tulang panjang terdiri dari diafisis,
metafisis dan epifisis. Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang
berbentuk silinder. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang. Metafisis menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk
perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah
Pembentukan tulang pada ayam ras pedaging dimulai sejak embrio yaitu
umur 4 sampai 7 hari (Hammond et al., 2007). Pada awal perkembangan embrio
ayam, kerangka seluruhnya terbuat dari tulang rawan. Tulang rawan yang relatif
7
lunak secara bertahap berubah menjadi tulang keras melalui osifikasi. Ini adalah
proses di mana deposit mineral menggantikan tulang rawan (Compston et al., 2001).
Rangka tubuh dalam masa embrio masih berupa tulang rawan (kartilago). Kartilago
oleh osteoblas. Osteoblas merupakan sel-sel pembentuk tulang keras. Osteoblas akan
tulang dibentuk secara konsentris (dari arah dalam ke luar). Setiap sel-sel tulang akan
mengelilingi pembuluh darah dan serabut saraf, membentuk sistem Havers. Selain
itu, di sekeliling sel-sel tulang ini terbentuk senyawa protein pembentuk matriks
tulang. Matriks tulang akan mengeras karena adanya garam kapur (CaCO 3) dan
kembali sel tulang yang sudah rusak dan dihancurkan. Adanya aktivitas sel osteoklas,
tulang akan berongga. Rongga ini kelak akan berisi sumsum tulang. Osteoklas
permukaan luar. Dengan demikian, tulang akan bertambah besar dan berongga.
Proses pembentukan tulang keras disebut osifikasi. Proses ini dibedakan menjadi
terjadi pada tulang pipih, misalnya tulang tengkorak. Penulangan ini terjadi secara
langsung dan tidak akan terulang lagi untuk selamanya. Contoh osifikasi
8
intrakartilagenosa adalah pembentukan tulang pipa. Osifikasi ini menyebabkan
disediakan oleh induknya dalam telur. Transfer nutrisi dari induk ke embrio selesai
sebelum diletakkan. Dengan demikian telur mengandung semua dari nutrisi yang
ditukar kelingkungan adalah air (uap), oksigen dan karbon dioksida (Foye et al.,
2007).
menetas. Penetasan telur dapat dilakukan secara alami atau buatan (Yuwanta, 1993).
Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami, dengan
kapasitasnya yang lebih besar. Penetasan dengan mesin tetas juga dapat
meningkatkan daya tetas telur karena temperaturnya dapat diatur lebih stabil tetapi
memerlukan biaya dan perlakuan lebih tinggi dan intensif (Jayasamudera et al.,
2005).
mempertahankan kondisi telur agar tetap baik selama proses penetasan (Ningtyas et
al, 2013). Parkust et al (1998) menyatakan bahwa telur akan banyak menetas jika
berada pada temperatur antara 94-104F (36-40C). Embrio tidak toleran terhadap
9
perubahan temperatur yang drastis. Kelembaban mesin tetas sebaiknya diusahakan
tetap pada 70%. Kemudian, wilson (1991) memperjelas bahwa berdasarkan beberapa
hasil penelitian temperatur inkubasi optimum untuk penetasan telur ayam yaitu 37 oC
sampai 38oC.
untuk mencapai daya tetas yang maksimal. Namun, Ducuypere et al., (1992)
suhu terhadap lama inkubasi (Michels et al, 1974) dan laju pertumbuhan embrio
telur, pematangan usus (Wineland et al., 2006a), metabolisme tiroid (Wineland et al.,
posthatch anak ayam yang menetas (Christensen et al., 2004). Ferguson (1994) telah
menyarankan bahwa suhu mungkin dapat mengubah seks fenotipik dari proporsi
embrio ayam. Wilson (1991) menjelaskan bahwa suhu optimum inkubasi untuk daya
strain unggas atau ukuran telur yang berbeda (Christensen et al, 2004). Hormon
(Shao et al., 2006), dan lipid kuning telur, mineral, dan vitamin yang terlibat dalam
perubahan bentuk tulang disebabkan oleh kondisi inkubasi seperti suhu yang dapat
10
yang diterapkan di dalam penetasan telah terbukti mempengaruhi pertumbuhan
suhu inkubasi 1C, dari 37,5 ke 38,5C, mempengaruhi perkembangan embrio yaitu
dapat meningkatkan panjang tibia dan tulang tarsus di Leghorns (Hammond et al.,
terpanjang pada suhu 38C dibandingkan dengan suhu 36, 37, atau 39C. Mereka
juga menyimpulkan bahwa suhu lebih besar dari 37C harus dihindari untuk
memastikan pertumbuhan tulang yang optimal pada saat menetas. Suhu inkubasi
dapat mempengaruhi perkembangan otot dan tulang, tetapi mekanisme ini terjadi
Suatu studi yang dilakukan oleh Shim et al. (2011) percobaan dilakukan
selama 16 hari dengan strain broiler 450 Cobb, 500 ekor menetas dari 705 telur yang
telah diinkubasi pada suhu 36,5, 37,5 dan 38,5C pada umur embrio 4 sampai 7.
berkaitan dengan suhu inkubasi sampai waktu menetas. Anak ayam dibagi dengan
rancangan acak kelompok 5 ulangan dari setiap perlakuan dan jumlah anak ayam per
ulangan yaitu 10 ekor. Prosedur umum yang digunakan dalam penelitian tersebut
yaitu anak ayam yang telah menetas diberi tanda dengan metal wing bands dan
11
elektrik dan lantai kawat yang terangkat. Pada hari ke 16, anak ayam dibunuh dengan
Dalam penentuan skor dan insiden TD, Shim et al. (2011) menggunakan
tibia kanan ayam untuk dievaluasi dengan metode yang di deskripsikan oleh Edwards
dan Veltmann (1983) dengan skor 1 (ringan) sampai 3 (parah) berdasarkan tingkat
abnormalitas tibia. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
temperatur inkubasi dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu normal, ayam lebih
cepat menetas, sedangkan temperatur inkubasi dengan suhu yang lebih rendah dari
suhu normal, ayam lebih lama menetas. Yalcin et al (2007) menjelaskan bahwa Suhu
lebih tinggi menyebabkan proses perkembangan dan pertumbuhan sel lebih cepat.
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu strain ayam, umur telur, ukuran telur dan
16 hari, ayam yang lebih cepat menetas menunjukkan tingkat kejadian Tibialis
12
Rondon et al (2008) melaporkan bahwa suhu inkubasi mempengaruhi perkembangan
Dyschondroplasia (TD) juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor nutrisi.
hormon yang berperan dalam pembentukan sel (pertumbuhan) dan pengendali utama
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar tubuh seperti suhu lingkungan. Kemudian
(Almeida et al., 2004) melaporkan Tibialis Dyschondroplasia (TD) terjadi pada umur
3 sampai 8 minggu.
pada ayam yang menetas dengan temperatur inkubasi yang tinggi, normal dan rendah
kandungan mineral dalam tulang, unsur kimia utama yang membentuk tulang yaitu
13
PENUTUP
Kesimpulan
bahwa temperatur inkubasi yang tinggi pada penetasan ayam ras pedaging dapat
menyebabkan skor dan insiden TD yang tinggi. Walaupun kadar abu tulang dari
Saran
Suhu inkubasi yang digunakan dalam penetasan telur ayam ras pedaging
disarankan menggunakan suhu normal atau lebih rendah 0,5-1oC untuk menunjang
kelumpuhan utamanya Tibial Dyschindroplasia (TD) pada saat ayam menetas hingga
panen.
14
DAFTAR PUSTAKA
Almeida I.C.L.P., A.A. Mendes., T.S. Takita., L.C. Vulcano., P.C. Guerra., F.S.
Wescheler., and R.G. Garcia. 2004. Tibial Dyschondroplasia and Bone Mineral
Density. Brazilian Journal of Poult. Sci., 6 (4) : 207 212.
Brookes, M., and K. U. May. 1972. The influence of temperature on bone growth in
the chick. J. Anat. 111:351363.
Carter, M. A. 1995. Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. In: Price, S. A., L. M.
Wilson., editor. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
bahasa, Anugerah, P.; editor, Wijaya, C.E.G.C.
Chawak, M.M., M. R. Reddy, M.V.L.N. Raju and S.V.R. Rao. 2011. Tibialis
Dyschondroplasia in Broilers - A Review. Project Directorate on Poultry,
Hyderabad.
Church, L. E., and L. C. Johnson. 1964. Growth of long bones in chicken Rates of
growth in length diameter of humerus tibia metatarsus. Am. J. Anat. 114:521
538.
15
Cobb-Vantress. 2015. Cobb500 Broiler Performance & Nutrition Supplement. Dalam
http://www.cobb-vantress.com/academy/product-guides#cobb500. Diakses
pada tanggal 14 Desember 2016 di Makassar.
Compston, J., S. Bord, A. Horner, and S. Beavan,. 2001. Estrogen receptor alfa and
beta are differentially expressed in developing human bone. The journal of
clinical endocrinology & metabolisme. 86(5):2309-2314.
Farquharson, C., and D. Jefferies. 2000. Chondrobytes and logitudinal bone growth:
The development of tibial dyschondroplasia. Poult. Sci. 79:9941004.
Foye, O.T., P.R. Ferket, and , Z. Uni. 2007. The effects of in ovo feeding arginine,
hydroxyl-methylbutyrate, and protein on jejunal digestive and absorptive
activity in embryonic and neonatal turkey poults. Poult. Sci. 86, 2343 - 2349.
Hargest, T.E., R.M. Leach, and C.V. Gay. 1985. Avian tibial dyschondroplasia. From
the Department of Molecular and Cell Biology and the Department of Poultry
Science, The Pennsylvania State University, University Park, Pennsylvania.
AJP.
Jull, M. A. 1978. Poultry Husbandry.4th Edition. Hill Company. Inc. Danvile, Illionis.
16
Michels, H., R. Geers, and S. Muanbi. 1974. Effect of incubation temperature on pre-
hatching and post-hatching development in chickens. Br. Poult. Sci. 15:517
523.
Nehad, A.R., S.M. Shalash, K.E. Kloub, M.E. Moustafa, S.F. Youssef, and A.M.
Refaie. Incidence of tibial dyschondroplasia in broiler chicks at marketing age
as affected by the level of dietary chloride. Egypt. Poult. Sci., 35 (I) : 349-365.
Ningtyas, M.S., I.H. Ismoyati, dan Sulityawan. 2013. Pengaruh temperatur terhadap
daya tetas dan hasil tetas telur itik (Anas plathyrinchos). Jurnal Ilmiah
Peternakan 1 (1) : 347 352.
Parkust, C. R and Mountney. 1998. Poultry Meat and Egg Production. Van Nostrand
Reinhold. New York.
Peebles, E.D.,W.D. Berry, R.W. Keirs, L.W. Bennett, and P.D. Gerrard. 2006.
Effects of injected gluconeogenic supplementation on the performance of
broiler from young breeders. Poult. Sci., 85: 371-376.
Risnajati, D., 2012. Perbandingan bobot akhir, bobot karkas dan persentase karkas
berbagai strain broiler. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas
Bandung Raya. Sains Peternakan., 10 (1) : 11-14.
Sanotra, G.S. J.D. Lund., A.K Ersboll,. 2001. Monitoring leg problems in broilers: A
survey of commercial broiler production in Denmark. World's Poult. Sci. J.,
57 :.55-69.
17
Shao, Y. Y., L. Wang, and R. T. Ballock. 2006. Thyroid hormone and the growth plate.
Rev. Endocr. Metab. Disord. 7:265271.
Sudarmadji, S. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian (Edisi ke 2 ed., Vol.
III). Yogyakarta, DIY, Indonesia: Liberty Yogyakarta.
Whitehead, C. C. 2004. Overview of bone biology in the egg-laying hen. Poult. Sci.
83:193199.
18