Anda di halaman 1dari 6

Al-Qur'an dan Dimensi Waktu (Bagian 1)

Kampungmuslim.org Intisari waktu sebagai pelajaran dari Allah yang disampaikan surat al-Kahfi
dalam al-Quran, dan yang ditafsirkan dalam esai ini, adalah bahwa waktu itu kompleks dan multi
dimensi. Ada pergerakan multi dimensi waktu, seiring dengan perjalanannya melewati berbagai
zaman. Hanya orang beriman dan beramal soleh yang diberkahi dengan nur (cahaya) yang memberi
mereka kemampuan untuk mendalami kenyataan waktu. Dalam surat al-Quran yang sangat dikenal
dengan baik yakni al-Ashr, yang berarti Waktu, Allah Maha Bijaksana memperingatkan bahwa
semua manusia akan tersesat mengenai subjek waktu ini, kecuali orang-orang yang beriman.
Mereka dalam kerugian karena ketidakmampuan mereka mendalami subjek waktu dan dengan
demikian berenang bersama dengan aliran sungai waktu yang mengalir menuju tujuan kemenangan
akhir kebenaran atas kebatilan (lihat al-Quran, al-Ashr, 103:1-3).

Para pemuda yang dikisahkan surat al-Kahfi telah tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun
tetapi hanya merasa sehari atau setengah hari saja karena setiap pengalaman spiritual dan kontak
dengan dunia abadi mengantarkan kita pada suatu alam di mana kita terlepas dari aliran waktu
dunia ini (kerangka di sini, pada saat ini atau momen ini). Siapa pun yang menembus penghalang
yang mengurung kita dalam penjara di sini dan pada saat ini, dapat merasakan ketiadaan waktu.
Hanya yang benar-benar mencintai Allah Maha Tinggi dan mendedikasikan diri dengan ikhlas demi
agama Kebenaran (Tauhid) yang dapat menembus batasan waktu.

Esai ini berargumen bahwa tidak ada orang yang dapat memahami Dajjal, dalang di balik peradaban
zaman modern yang aneh ini, tanpa pertama-tama dia membebaskan pikirannya dari penjara di sini
dan pada saat ini lalu menembus perbedaan dunia waktu.

Semua, kecuali orang-orang beriman pada Allah Maha Tinggi, tetap terpenjara dalam kesadaran
terhadap satu dimensi waktu saja. Saat orang-orang yang menolak iman (kafir) dibangkitkan pada
Hari Kebangkitan, penutup akan diangkat dari mata mereka sehingga mereka akan melihat dengan
pandangan tajam kemudian mereka dapat melihat dan memahami kenyataan yang sebelumnya tidak
dapat mereka lihat. Ketajaman pandangan mereka tersebut akan membuat mereka memahami suatu
kenyataan tentang waktu.
Al-Quran telah menggambarkan suatu kaum yang suatu hari didorong keluar dari penjara waktu
untuk melihat kenyataan dunia yang sebenarnya. Meskipun mereka telah hidup selama bertahun-
tahun di kehidupan dunia ini, namun setelah dibangkitkan di dunia yang baru (yang menjadi ghair
al-ardh, yakni dunia yang berbeda dengan yang semula; lihat al-Quran, Ibrahim, 14:48), mereka
sendiri akan menyadari keberadaan dimensi waktu yang baru di mana mereka telah dibangkitkan
dan lahir kembali. Kemudian mereka akan menyatakan bahwa bertahun-tahun yang telah dilalui
dalam kehidupan sebelumnya tampak seperti sehari atau sebagian hari:
(Akan dikatakan), Sesungguhnya kamu dalam keadaan lalai dari (Hari Penghakiman) ini, sekarang
Kami telah menyingkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu amat
tajam pada hari ini! (dan salah satu yang pertama yang mereka lihat dengan pandangan yang tajam
adalah kenyataan tentang waktu)

(al-Quran, Qaf, 50: 22)

Allah akan bertanya (kepada orang-orang yang dihukum): Berapa tahunkah kamu tinggal di bumi?
Mereka akan menjawab: Kami telah tinggal di bumi sehari atau sebagian hari; namun, tanyakanlah
kepada orang-orang yang (mampu) menghitung waktu. Dia akan berfirman: Kamu tidak tinggal (di
bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.

(al-Quran, al-Muminun, 23: 112-114)


Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa bahwa mereka tidak
berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti demikianlah mereka selalu diperdayakan!

Tetapi orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan akan berkata: Sesungguhnya kamu
telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai Hari Berbangkit; maka inilah Hari
Berbangkit itu, tetapi kamu tidak pernah waspada!

(al-Quran, ar-Rum, 30: 55-56)

Ayat-ayat dalam al-Quran ini mengungkapkan hubungan antara keimanan dengan waktu sehingga
orang-orang yang memiliki iman mampu mendalami kenyataan tentang waktu. Kedalaman
pemahaman seseorang mengenai kenyataan tersebut akan menjadi alat ukur keimanannya.

Islam Protestan dan Konsep Waktu

Protestanisme adalah fenomena bangsa Eropa yang unik. Hal itu merupakan konsep aneh dari
agama yang telah kehilangan inti spiritualnya. Kemudian hal itu menjembatani kemunculan
epistemologi barat satu-mata (dajjal) yang membatasi ilmu pengetahuan yang meyakinini
bahwasanya ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pengamatan eksternal sedangkan
meragukan atau menyangkal validitas ilmu pengetahuan yang didapat secara batin atau spiritual.
Ketika epistemologi tersebut mempengaruhi pemikiran Islam, maka terciptalah Islam protestan
yang meninggalkan usaha pencarian ilmu secara spiritual Islami. Akhirnya pengikut Islam
protestan tersebut menjadi makhluk aneh yang bekerja penuh waktu untuk kepentingan Dajjal al-
Masih palsu dengan memerangi Sufi Islam dan penggunaan ilmu batin intuitif spiritualnya dalam
menafsirkan simbol-simbol religius.

Nabi Muhammad (shollallahu alayhi wa sallam) telah menjelaskan subjek Dajjal al-Masih palsu atau
anti-Kristus dengan sangat jelas. Di antara penjelasan yang dia sabdakan tentang Dajjal adalah:

. . . Dia akan tinggal di bumi (setelah Allah Maha Tinggi melepasnya) selama periode 40 hari,
seharinya (menjadi) seperti setahun, seharinya seperti sebulan, seharinya seperti sepekan, dan
semua harinya (semua sisa harinya) seperti hari kalian . . .

(dari al-Nawwas bin Saman dan tercatat dalam Kitab Sahih Muslim)

Namun, sayangnya sebagian sarjana Islam telah ditipu untuk memeluk versi Islam protestan, karena
pengaruh intelektual yang hebat dari pemerintah kolonial Euro-Kristen dan Euro-Yahudi barat yang
mengendalikan dunia Islam. Akibatnya, mereka hanya melihat dengan satu mata, yaitu mata kepala
eksternal, dan tidak mau atau tidak mampu menafsirkan satu pun ayat al-Quran yang
berhubungan dengan waktu melebihi arti harfiahnya. Sebagian sarjana Islam menuntut bahwa di
suatu tempat di bumi, jika kita cari dengan baik, maka kita akan menemukan sebuah lokasi di mana
satu hari, seperti hari yang kita tahu, berdurasi selama setahun, seperti tahun yang kita tahu.
Kita juga akan menemukan suatu lokasi di mana satu hari berdurasi selama sebulan, dan yang
lain selama sepekan; dan bahwa ketika Allah Maha Tinggi melepas Dajjal ke dunia, jika kita tetap
mencari lokasi-lokasi tersebut, maka kita dapat menemui Dajjal.

Sayangnya, lokasi terdekat yang sesuai dengan penjelasan ini adalah di kutub utara dan kutub
selatan di mana enam bulan terus-menerus di sinari cahaya matahari dan enam bulan berikutnya
terus-menerus dalam gelap. Tetapi fenomena tersebut tidak bisa menjelaskan hadits di atas.

Syekh Sufi Islam otentik telah, selama lebih dari seribu tahun, menjadi penerang spiritual yang
mendalami inti jalan hidup religius, dan seperti Khidir (alayhi salam), mereka melihat dengan dua
mata, yaitu mata kepala dan mata batin (Imam Ghazali pun termasuk salah satu dari mereka).
Karena kedalaman imannya, mereka memiliki kemampuan untuk memahami kenyataan waktu.

Mengikuti jejak Khidir (alayhi salam), kami telah mempraktikkan epistimologi sufi dalam usaha
mendalami ilmu batin intuitif spiritual untuk menafsirkan simbol-simbol dari hadits (tawil hadits).
Dengan demikian, kami menolak pandangan bahwa suatu lokasi di kutub, atau lokasi lainnya di
bumi, akan menjadi lokasi Dajjal. Melainkan, kami memegang pandangan bahwa satu-satunya
tempat di bumi di mana orang-orang beriman akan mampu melihat dan mengenali Dajjal dalam
bentuk seorang manusia adalah di Tanah Suci (al-Quds). Tentunya itu akan menjadi akhir dari rezim
jahatnya yang mengendalikan dunia ketika harinya akan seperti hari kita dan, dengan begitu, dia
berada di alam waktu kita.

Mungkin karena anugerah khusus dari Allah yang diberikan kepada Tanah Suci sehingga peralihan
dari alam waktu lain ke waktu kita memang sering terjadi di sana. Hal ini menjelaskan mengapa
Nabi Muhammad (shollallahu alayhi wa sallam) harus dibawa ke Jerusalem (al-Quds) terlebih
dahulu sebelum di angkat ke samawat (tujuh tingkatan alam ruang dan waktu, selain dari alam kita,
yang Allah Maha Tinggi ciptakan setelah menciptakan bumi dan segala sesuatu yang ada di
dalamnya untuk kepentingan umat manusia. Lihat al-Quran, al-Baqarah, 2: 29).

Hanyalah pada saat Dajjal dengan berhasil menyelesaikan misinya dan periode empat puluh
harinya tinggal di bumi akan berakhir, maka dia akan berada di alam ruang dan waktu kita. Orang-
orang yang tetap dengan aneh tidak mampu memahami bahwa Dajjal sedang bekerja di dunia kita
ini (dari alam waktu yang berbeda), tidak dapat berfungsi sebagai pembimbing bagi orang-orang
beriman karena mereka sendiri terperdaya.

Tetapi kami tidak menghalangi hak sarjana-sarjana Islam (protestan) tersebut untuk tetap mencari
lokasi yang mereka maksudkan! Mereka juga menunggu keledai yang dijadikan Dajjal sebagai
kendaraan. Menurut sebuah hadits Nabi (shollallahu alayhi wa sallam): (Keledai) itu akan berjalan
secepat awan dan memiliki telinga yang sangat lebar. Dan, Dia (Dajjal) akan melangkah melewati
samudera, sementara air laut hanya akan mencapai lututnya. Kami telah menggunakan
epistemologi sufi untuk memahami simbol religius yang terkandung dalam hadits ini dan
menafsirkan simbol tersebut. Simbol keledai merupakan pesawat terbang modern. Dan teknologi
modern dapat menembus kedalaman samudera. Dengan demikian, kami dapat memahami
pengetahuan tentang Dajjal melangkah melewati samudera, dan lain-lain.(*)

| Oleh Sheikh Maulana Imran Nazar Hosein

Anda mungkin juga menyukai