Anda di halaman 1dari 6

KELAHIRAN PREMATURE

I. Pengertian

Kelahiran prematur adalah kelahiran yang terjadi pada tiga minggu atau lebih
sebelum waktu kelahiran normal. Pada kondisi normal, kelahiran akan terjadi setelah
kandungan berusia 40 minggu. Kelahiran prematurus adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 -37 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir) dengan berat janin kurang dari 2500 gram . Persalinan prematur
merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal
sebesar 65%-75%.Persalinan prematurisasi merupakan masalah yang besar karena
dengan berat janin kurang dari 2500 gram dan umur kurang dari 30 minggu, maka alat-
alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum sempurna, sehingga bayi akan mengalami
kesulitan dalam adaptasi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam problematik pada derajat


prematuritas maka Usher menggolongkan bayi yang lahir prematur tersebut dalam tiga
kelompok yaitu:
a) Bayi yang sangat prematur (extremely prematur), yaitu bayi yang lahir pada usia
kehamilan 24-30 minggu.
b) Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately prematur), yaitu bayi yang
lahir pada usia kehamilan 31-36 minggu.
c) Borderline prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-38 minggu.
Krisnadi juga menklasifikasikan persalinan berdasarkan usia kehamilannya
sebagai berikut:
a) Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur (preterm).
b) Usia kehamilan 28-32 minggu disebut sangat prematur (very preterm).
c) Usia kehamilan antara 20-27 minggu disebut ekstrim prematur (extremely
preterm).
II. Etiologi Kelahiran premature

Syaifuddin (2009), menyatakan bahwa persalinan prematur merupakan kelainan


proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi dan faktor
medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya
risiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma.
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan
mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan
serviks yaitu:

a) Aktivasi aksis kelenjar hypotalamic-pituitary-adrenal (HPA), corticotrophin


releasing hormone (CRH) plasenta dan estrogen serta terjadinya fluktuasi imun
pada ibu maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin.
b) Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik yang dapat mengaktifkan sitokin dan
prostaglandin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus.
c) Perdarahan desidua yang mengaktifkan thrombin dan matriks metalloprotein
yang dapat mempengaruhi pendataran serviks dan pecahnya selaput ketuban.
d) Peregangan uterus patologik yang dapat merangsang produksi prostaglandin
dan reseptor oksitosin yang dapat merangsang kontraksi uterus.
Penyebab kelahiran prematur dapat digolangkan menjadi penyebab fisiologis dan non
fisiologis.
Faktor resiko Fisiologis
1. Infeksi.
Beberapa ibu dapat menderita penyakit, seperti infeksi saluran kemih, pielonefritis,
appendisitis atau pneumonia, dan semuanya berkaitan dengan persalianan prematur.
Pada kasus tersebut, persalinan prematur mungkin disebabkan oleh penyebaran infeksi
melalui darah langsung ke rongga uterus, penyebaran tak langsung melalui produk
samping kimiawi, baik yang dari mikroorganisme maupun dari respon peradangan
tubuh.

2. Overdistensi.
Overdistensi dapat menyebabkan pecah ketuban dini prapersalinan dan meregangkan
reseptor didalam miometrium, yang dapat menimbulkan persepsi bahwa kehamilan
telah cukup bulan dan bayi siap dilahirkan.
3. Masalah Vaskuler.
Hemoragi antepartum merupakan manifestasi yang sering kali dilaporkan terjadi
menjelang pelahiran prematur spontan. Darah yang mengiritasi miometrium,
melemahkan membran, dan akan menyebabkan kontraksi uterus.
4. Lemah Serviks.
Lemah serviks, atau inkompetensi serviks, dapat menyebabkan keguguran prematur.
5. Penyebab Latrogenik.
Hampir 30% kelahiran prematur disebabkan oleh indikasi medis atau induksi
persalianan atau perlahiran melalui prosedur bedah. Indikasi yang paling sering
ditemukan adalah preeklamsia fulminan pada ibu, atau tanda-tanda hambatan
pertumbuhan intrauterus yang serius pada janin tunggal atau salah satu janin kembar.
6. Penyebab Idiopatik.
Pada pelahiran dan persalinan prematur, penyebabnya tidak diketahui dan
dikatagorikan sebagai persalinan prematur idiopatik.
7. Prediktor Fisiologis Lain pada Persalinan Prematur.
Panjang serviks.
Pemendekan serviks yang segnifikan kerap disertasi dengan dilatasi dan pencorongan
membran menuju saluran serviks. Penelitian terkini menemukan bahwa panjang serviks
yang kurang dari 15 mm beresiko menyebabkan pelahiran prematur spontan sebelum
usia kehamilan 32 minggu.
Fibronektin.
Fibronektin janin (fFN) adalah sejenis glikoprotein menyerupai lem yang dihasilkan oleh
sel-sel korion yang mengikat lapisan membran desidua. Glikoprotein tersebut
ditemukan dalam sekresi vagina sejak awal periode kehamilan hingga usia kehamilan
22 minggu. Antara usia kehamilan 24 dan 34 minggu, kadar fFN ini sangat kecil, dan
kadar tersebut terus meningkat menjelang persalinan.

Faktor Resiko Non Fisiologis.


1) Usia Ibu.
Usia ibu sangat mempengaruhi kemungkinan mereka menjalani persalinan dan
perlahiran prematur. Secara statistik, ibu yang sangat muda yang usia kurang dari 18
tahun atau yang usia diatas 35 tahun terbukti memiliki insiden persalinan prematur yang
lebih tinggi. Pada pelahiran anak ke dua, ibu yang berusia antara 15 dan 19 tahun
beresiko tiga kali lebih tinggi mengalami pelahiran yang sangat prematur dan bayi lahir
mati dibandingkan ibu yang berusia 20-29 tahun.
2) Faktor Ekonomi atau Kelas Sosial Rendah.
Banyak faktor sosial ekonomi dinyatakan sebagai resiko prediposisi untuk kelahiran
prematur. Wanita yang berpenghasilan rendah, atau wanita yang mendapat sedikit atau
kurang mendapat dukungan finansial dari pasangan, berisiko tinggi mengalami
persalinan prematur dan melahirkan bayi kecil masa kehamilan, serta mengalami
komplikasi kehamilan yang lebih berat.
3) Berat Badan Ibu Kurang atau Lebih.
Ibu yang berat badannya kurang akibat anoreksia nervosa yang dialami lebih rentan
mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi dengan berat rendah. Disisi lain
ibu yang masuk kategori obes secara klinis juga berisiko mengalami persalinan dan
perlahiran premature karena mereka cenderung menyandang diabetes gestasional
selama kehamilan dan ibu juga berisiko tinggi mengalami preeklamsia yang berkaitan
erat dengan pelahiran prematur.
4) Merokok, Penyalahgunaan Alkohol dan Obat-obatan.
5) Persalinan Prematur Sebelumnya.
Apabila ibu sebelumnya memiliki riwayat persalinan dan perlahiran prematur yang tidak
diketahui jelas penyebabnya, risiko ibu untuk kembali mengalami perlahiran prematur
akan meningkat tajam.
6) Stres dan Hasil Akhir Kelahiran.
Sters maternal mungkin merupakan faktor utama yang memicu persalinan prematur
melalui satu atau dua alur fisiologis. Pertama, mereka menetapkan bahwa stres
maternal dapat mempengaruhi alur neurondokrin, yang akan mengaktivasi sistem
endokrin meternal plasenta janin yang mendorong parturisi. Menurut Lockwood dan
Kuczynksi (1999) aktivasi aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA), yang disebabkan
oleh stres, dapat menginduksi persalinan dan kelahiran prematur. Kedua, alur imun
inflamasi mungkin turut berperan dalam proses ini. Stres maternal dapat mempengaruhi
imunitas sistemik dan lokal untuk meningkatkan kerentanan terhadap proses infeksi
inflamasi janin dan intrauterin, dan menyebabkan parturisi melalui mekanisme
proinflasmasi yang telah diidentifikasikan sebelumnya.
III. Manifestasi Klinis
a. Awitan spontan kontraksi uterus yang teratur dan nyeri atau tanpa nyeri
disertai pecah ketuban spontan.
b. Pecah ketuban dini pra persalinan secara spontan.
c. Nyeri punggung dan ketidaknyamanan abdomen ringan.
d. Inkontensia urin yang bertolak belakang dengan pecah ketuban dini.
IV. Patofisiologi
Persalinan prematur dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau
minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan
vagina pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih
dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dai 3 kali. Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple,
hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan
prematur sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan prematur, riwayat
operasi konisasi, dan iritabilitas uterus

Anda mungkin juga menyukai