Anda di halaman 1dari 3

PENGGUNAAN KODE DAGGER DAN ASTERISK SESUAI KAIDAH ICD-X

Jika memungkinkan, kode-kode dagger dan asterisk harus digunakan untuk kondisi
utama, karena mereka merupakan dua jalur berbeda pada suatu kondisi tunggal.

Kode kombinasi merupakan dua kondisi utama yang di gabung menjadi 1 kode diagnose.

Pada pelaksanaan BPJS, notisi dari SPI yang meminta hanya memasaukan kode dagger saja
dalam pengkodingan sangat bertentangan dengan kaidah koding. Karna yang bisa digabung
menjadi 1 kode bukan kode dagger dan asterisk melainkan kode kombinasi.

Dulu dalam sejarahnya adanya kode dagger dan asterisk adalah untuk mensuport program
kesehatan dan kebijakan. Jika diagnosa2 yang terkait penyakit endemis atau wabah hanya
dikode berdasarkan kelainan klinisnya, maka dalam statistic penyakit dasarnya menjadi tidak
terbaca, dan pengambilan keputusan bisa menjadi tidak tepat guna. Maka agar pelaporan
statistik kesehatan menjadi lebih akurat, dibuatlah kode ganda / dagger asterisk, dimana kode
primer yang digunakan adalah yang menyatakan penyakit endemis, sehingga program
penanggulangan dan pencegahan bisa dilakukan dengan lebih terarah berdasarkan informasi
tersebut.

Sementara penggunaan data statistik di RS lebih mengutamakan diagnosa klinisnya / asterisk


karna mempresentasikan clinical pathway, resource dan dokter yang menangani, sehingga
kode primer untuk statistik RS akan lebih akurat jika menggunakan kode asterisknya sedangkan
untuk skala nasional akan lebih akurat jika kode primer menggunakan kode dagger agar lebih
tepat menginterpretasikan endemi yang terjadi.

Berdasarkan guidelines no. 3.1.3 ICD-X vol II disebutkan bahwa untuk koding morbiditas tidak
harus selalu kode dagger menjadi kode primernya, boleh dibalik tergantung fokus of
treatmentnya, sehingga apabila fokus treatment merupakan kode asterisk maka diagnosa
utamanya adalah pada kode asterisk dan kode dagger menjadi diagnosa sekunder, karena
diagnosa asterisk tidak bisa berdiri sendiri.

Penggunaan kode asterisk sebagai kode primer sudah mulai diterapkan pada era INA-DRGs.
Jika dx utama pada Ca nya maka klaim yang keluar seharga pengelolaan Ca, tapi jika
pengelolaan difokuskan hanya untuk anemia maka tarif yang keluar hanya seharga
penatalaksanaan anemia.

Sedangkan penggunaan kode dagger asterisk pada era INA-CBGs ini terjadi ketidak
konsistenan dalam membaca kode dagger dan asterisk. Contohnya anemia pada Ca, kodenya
memang asterisk, jadi harus selalu bergandengan dengan Ca, tarif yang keluar 7,4 jt.
Anemia pada tumor bronkus, terbaca dengan grouping tumor dan tarif yang keluar 7 jt.
Anemia pada Ca Cervik, terbaca dengan grouping tumor, tarif yang keluar 4,6 jt.
dengan penatalaksanaan anemia yang sama, sama2 masuk RS untuk transfusi saja tapi jenis
tumor membedakan tarif ynag keluar.

Namun pada kode dagger dan asterisk yang lain, beda kasus lagi. Contohnya pada kasus
measless complicated by keratitis, terbaca dengan grouping keratitis, tarif yang keluar 2,9 jt.
measles complicated by pneumonia terbaca dengan grouping pneumonia dg tarif 7jt.

Dengan tanpa diduga SPI mengambil kesimpulan yang keliru dengan menyatakan bahwa kode
dagger dan asterisk semestinya hanya 1 kode saja yang boleh dimasukan yang jelas dalm
kaidah koding disebutkan bahwa kode dagger dan asterisk adalah 2 kondisi yang berbeda.

By : dr. Lily Kresnowati

Salam Koder Indonesia Bersatu......

Anda mungkin juga menyukai