Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu
mendapat pemenuhan. Selain itu, manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk
mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktifitas hidupnya.
Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya
termasuk aktifitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT
mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan.

Perkawinan bukan sekedar untuk menyalurkan hasrat seksual menurut cara yang
sah, melainkan mengandung nilai-nilai luhur yang hendak dicapai dengan
perkawinan salah satu tujuan perkawinan dan sekaligus merupakan aspek
terpenting dari suatu perkawinan adalah menghasilkan keturunan.sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 14:

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang
bertumpuk[1]

Sehingga hadirnya keturunan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia di


dunia ini dapat berlanjut, dari generasi ke generasi. Di samping itu, tujuan dari
perkawinan yang lain adalah membentuk keluarga bahagia yang kekal.

Imam Ghazali dalam ihyanya telah menguraikan tentang tujuan dari perkawinan
dapat dikembangkan menjadi lima, yaitu:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan


kasih sayangnya.

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta


kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang
halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas


dasar cinta dan kasih sayang.[2]
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa tujuan perkawinan dalam islam berdimensi
banyak. Perkawinan dianggap sebagai perbuatan terpuji, sarana untuk mengekang
hubungan seksual gelap, ikatan saling mencintai antara suami isteri dan akhirnya
perkawinan memungkinkan manusia untuk menghasilkan keturunan sendiri. Anak
yang merupakan pancaran dan bukti cinta kasih dari sepasang suami isteri yang
diharapkan sebagai sumber kerukunan dan kebahagiaan dalam rumah tangga.

Namun dalam kenyataannya, tidak setiap pasangan suami isteri dapat memperoleh
keturunan secara alamiah dalam melahirkan melalui hubungan seksual. Banyak di
antara mereka yang sudah bertahun-tahun membina rumah tangga namun belum
juga dikaruniai keturunan. Meskipun keturunan bukanlah satu-satunya tujuan
perkawinan, tetapi pada saat yang bersamaan tidak dapat diabaikan bahwa ikatan
antara pasangan suami isteri yang tidak dapat menghasilkan keturunan (mandul)
akan menyebabkan kecemasan.

Keadaan yang demikian, tentunya mempunyai dampak yang sangat besar terhadap
keutuhan rumah tangga, bahkan tak jarang rumah tangga tanpa anak dapat
berakhir dengan perceraian.

Kesuburan (dapat melahirkan) dan ketidak suburan (mandul) adalah kehendak Allah
SWT, sebagaiman tertera dalam Al-Quran surat Asy-Syura ayat 49-50 yang
berbunyi:












Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki,
memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan
anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan jenis
laki-laki dan perempuan dan menjadikan mandul siapa yang Dia
kehendaki. Sesungguhmya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.[3]

Oleh karena itu sangat penting kehadiran anak dalam rumah tangga. Maka wajarlah
jika berbagai upaya dilakukan untuk memperoleh anak, baik secara medis atapun
Nonmedis. bahkan ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus
asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai
karunia Allah SWT.

Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusinya (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk


kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan
ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka
bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Dalam era globalisasi, selain perkembangan perdagangan dunia yang amat pesat
dengan tidak dihiraukannya lagi batas-batas wilayah dan kemungkinan mata uang
dalam perdagangan bebas, patut diperhatikan pula perkembangan teknologi yang
menyertainya.

Perkembangan semua bidang kehidupan saat ini sama sekali tidak terlepas dari
perkembangan dunia teknologi. Dimana kemudian tolok ukur kemajuan suatu
negara banyak ditentukan dari teknologi yang dimilikinya karena teknologi telah
menjadi pendukung sehingga mendorong setiap negara untuk memiliki keunggulan
teknologi dari negara lainnya.

Secara khusus, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya Megatrends
2000 menyebutkan bahwa kehadiran bioteknologi akan berkuasa di kehidupan
kita. Tidak ada sains lain yang dapat memiliki kekuatan begitu besar untuk
mengubah jalannya perkembangan organisme hidup kecuali bioteknologi.

Salah satu kemajuan bioteknologi modern saat ini menggunakan organisme hasil
rekayasa genetika. Rekayasa genetik yang dilakukan pada manusia itu adalah
upaya medis untuk memperoleh anak bagi suami isteri yang tidak dapat
memperoleh anak secara proses alamiah melalui hubungan seksual dengan cara
Inseminasi Buatan.

Persoalan inseminasi buatan pada manusia merupakan masalah yang baru,


sehingga pembahasannya tidak dijumpai pada kitab-kitab fiqih klasik karena baik
Al-Quran dan Al-Hadits tidak membicarakan masalah ini secara eksplisit, oleh
karena itu pembahasan inseminasi buatan di kalangan ahli fiqih kontemporer lebih
banyak mengacu pada pertimbangan kemaslahatan manusia, khususnya
kemaslahatan bagi suami isteri.

Akibat teknologi yang pesat, bukan tidak mungkin hal-hal di atas akan terjadi di
negara-negara islam. Dengan demikian akan menimbulkan masalah-masalah
hukum yang cukup pelik dan rumit. Berbagai pertanyaan akan muncul berkaitan
dengan inseminasi buatan dan sedikit pertanyaan lainnya yang membutuhkan
jawaban yang kongkrit.

Dari hal-hal di atas mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh mengenai
permasalahan inseminasi buatan ini hingga ditemukan jawaban yang kongkrit
tentang hukum inseminasi buatan dan hukum dari penyewaan rahim dari wanita
lain ditinjau dari hukum islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perspektif hukum islam terhadap inseminasi buatan pada


manusia ?

2. Bagaimana perspektif hukum islam tentang kontrak rahim dalam inseminasi


buatan ?
3. Bagaimana kedudukan anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan dalam
hukum waris islam?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali, menghimpun serta


menyajikan informasi yang berkaitan dengan inseminasi buatan. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui perspektif hukum islam dalam masalah inseminasi buatan


pada manusia.

2. Untuk mengetahui dan mengkonfirmasikan bagaimana sebenarnya hukum


kontrak rahim menurut islam.

3. Untuk mengetahui kedudukan anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan


dalam hukum waris islam.

D. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis ataupun akademis, hasil penelitian ini dapat menambah


pengetahuan dari hasil pemanfaatan tekhnologi inseminasi buatan sekaligus dapat
dijadikan sebagai dasar acuan untuk penelitian selanjutnya. Serta hasil penelitian
diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan kependidikan, khususnya
mengenai hukum dari Inseminasi Buatan pada manusia.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang luas bagi
masyarakat islam untuk dapat lebih memeperdalam pengetahuan tentang hukum
islam khususnya mengenai hukum dari inseminasi buatan pada manusia.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan


pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian
untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat
tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi.

2. Teknik pengumpulan data

Mengingat obyek penelitian ini adalah inseminasi buatan yang telah tertuang dalam
berbagai tulisan, maka penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library
research) yang dilakukan dengan penelaahan buku-buku yang berkenaan dengan
masalah yang dibahas.

3. Teknik analisa data

Setelah data-data terhimpun, maka dilakukan analisa data sebagai berikut:


a. Pengolahan data dengan cara editing, yaitu memeriksa kembali secara cermat
terhadap data-data yang diperoleh dari segi kejelasan arti, kelengkapannya serta
kerelevanan ataupun kesesuaiannya antara satu dengan yang lainnya.

b. Pengorganisasian data guna menghasilkan bahan-bahan untuk penyusunan


denkriptif.

c. Analisa terhadap bahan-bahan untuk merumuskan bagaimana sikap Islam


terhadap penemuan tekhnologi Inseminasi Buatan dan hukum dari Inseminasi
Buatan itu sendiri.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami penulisan skripsi ini, maka penulis


jabarkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan yang meliputi:

Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,


Metode Penelitian Dan Sistematika Pembahasan.

Bab II : Perkawinan, Infertilitas dan inseminasi Buatan pada Manusia yang meliputi:

Pengertian Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Infertilitas Dan Faktor Penyebabnya,


Alternatif Mengatasi Infertilitas, Pengertian Inseminasi Buatan, Sejarah Inseminasi
Buatan, Macam-Macam Inseminasi Buatan, Resiko Injeksi Sperma, Motifasi
Dilakukannya Inseminasi Buatan. Dampak Inseminasi Buatan.

Bab III : Hukum Islam terhadap Inseminasi Buatan pada Manusia yang
meliputi:

Pengertian Hukum Islam, Sumber Hukum Islam, Dan Tujuan Hukum Islam, Hukum
Inseminasi Buatan, Hukum Kontrak Rahim Dalam Inseminasi Buatan, Kedudukan
Anak Hasil Dari Inseminasi Buatan Dalam Hukum Waris.

Bab IV: Penutup yang meliputi kusimpulan dan saran

BAB II
PERKAWINAN, INFERTILITAS

DAN INSEMINASI BUATAN PADA MANUSIA

A. Perkawinan dan Tujuan Perkawinan

1. Pengertian

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan
kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan, berasal dari kata (
)yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan.
Kata nakaha banyak terdapat dalam Al-Quran dengan arti kawin, seperti yang
terdapat dalam surat An-Nisa ayat 3:

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain)
yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat, tetapi jika kamu khawatir tidak akan
mampu berlaku adil maka (nikahilah) seorang saja.[4]

Secara arti kata nikah berarti bergabung (), hubungan kelamin ( ), atau juga
berarti akad ().[5] Adanya dua kemungkinan arti ini, karena kata nikah yang
terdapat dalam Al-Quran memang mengandung dua arti tersebut. Kata nikah yang
terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 230:

Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan
itu tidak halal baginya hingga dia kawin dengan suamiyang lain.[6]

Nikah mengandung arti hubungan kelamin dan bukan hanya sekedar akad nikah
karena ada petunjuk dari hadis Nabi bahwa setelah akad nikah dengan laki-laki
kedua, perempuan itu belum boleh dinikahi oleh mantan suaminya kecuali suami
yang kedua telah merasakan nikmatnya hubungan kelamin dengan perempuan
tersebut.

Begitu juga dalam Al-Quran juga terdapat pula kata nikah dengan arti akad, sepeti
tersebut dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 22:






Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh


ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.[7]

Ayat tersebut di atas mengandung arti bahwa perempuan yang telah dinikahi oleh
ayah itu haram dinikahi dengan semata ayah telah melangsungkan akad nikah
dengan perempuan tersebut, meskipun di antara keduanya belum berlangsung
hubungan kelamin.[8]

Sedangkan pengertian nikah menurut hukum islam, terdapat beberapa definisi, di


antaranya adalah:

[9]










Perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk


membolehkannya bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senang antara perempuan dengan laki-laki.

Abu Yahya Zakaria Al-Anshari mendefinisikan nikah sebagaii berikut:



Nikah menurut istilah syara adalah akad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan seksual dengan lafad nikah atau dengan kata-kata yang
semakna[10].

Zakiah Daradzat berpendapat bahwa definisi nikah adalah sebagai berikut:

Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan


lafad nikah atau tajwij atau kata yang semakna dengan keduanya.[11]

Dr. Ahmad Ghandur berpendapat bahwa nikah adalah:

Akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam
tuntutan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan untuk kedua belah
pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban masing-masing[12].

Dari berbagai definisi di atas,dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa menurut


penulis pengertian dari pernikahan (perkawinan) adalah akad yang memberi faedah
hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami isteri) antara pria dan
wanita untuk saaling tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya
serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
2. Tujuan Perkawinan

Ada beberapa tujuan disyariatkannya perkawinan atas umat islam, di antaranya


adalah sebagai berikut:

a. Untuk menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia di dunia ini dapat


berlanjut dari geberasi ke generasi.[13] Sebagaimana telah disebutkan dalam Al-
Quran surat An-Nisa ayat 1:
















Wahai semua manusia, bertakwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah
menjadikan kamu dari satu diri, lalu ia (Allah) jadikan daripadanya jodohmu,
kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak
sekali.[14]

Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri umat manusia bahkan


juga naluri bagi makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah, untuk maksud itu Allah
menciptakan bagi manusia nafsu syahwat yang dapat mendorongnya dalam
mencari pasangan hidupnya untuk menyalurkan nafsu syahwat tersebut sehingga
dapat memberikan saluran yang sah dan legal bagi penyaluran nafsu syahwat
tersebut dengan melalui proses perkawinan.

b. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa
kasih sayang,[15] sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 21:















Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang berpikir.[16]

Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa ketenangan hidup dan cinta kasih sayang
dapat ditunjukkan melalui perkawinan.

B. Infertilitas (Kemandulan)

1. Infertilitas dan Faktor Penyebabnya

Pada umumnya (pada sekitar 80% pasangan suami isteri), proses pembuahan sel
telur oleh spermatozoa ini terjadi secara spontan. Dimulai dari penghantaran
spermatozoa lewat hubungan seksual, hingga terjadinya pembuahan sel telur oleh
spermatozoa di saluran reproduksi wanita, biasanya terjadi tanpa adanya bantuan
dari teknologi kedokteran ataupun obat-obat kesuburan.

Sayangnya, hal ini sulit terjadi pada sekitar 10-20% pasangan suami isteri yang
ingin memiliki anak. Dikarenakan berbagai macam faktor dan kelainan sistem
reproduksi yang mungkin dimiliki oleh pasangan suami isteri sehingga mencegah
mereka untuk segera memiliki buah hati.[17] Berbagai masalah yang menyebabkan
pasangan suami isteri tidak dapat memiliki anak inilah yang di maksud dengan
infertilitas.

Kemandulan atau dalam bahasa kedokteran disebut infertilitas merupakan istilah


yang dipakai untuk menyebut pasangan yang gagal untuk hamil dan mempunyai
anak setelah berusaha selama setahun. Perempuan yang berhasil hamil namun
selalu mengalami keguguran juga bisa disebut mandul.[18]

Ada dua istilah dalam infertilitas (keandulan), yaitu disebut infertilitas primer jika
isteri belum pernah hamil walaupun bersanggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Dan disebut infertilitas sekunder jika
isteri telah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.
[19]

Kondisi infertilitas dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga penyebab dari
kondisi infertilitas akan menjadi pertimbangan utama dokter dalam menentukan
jenis terapi yang paling tepat bagi pasangan suami isteri yang bersangkutan.
Adapun faktor penyebab kemandulan (infertilitas) adalah sebagai berikut:

a. Wanita yang mengalami gangguan tuba

Frekuensi faktor tuba dalam infertilitas sangat bergantung pada populasi yng
diselidiki. Peranan faktor tuba yang masuk akal adalah 25-50%. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa faktor tuba paling sering ditemukan dalam masalah
infertilitas. Oleh karena itulah penilaian potensi tuba dianggap sebagai salah satu
pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas.[20]

Seorang wanita yang mengalami gangguan tuba, baik berupa sumbatan,


perlengketan ataupun gangguan lainnya yang menyebabkan ruang dalam tuba
menyempit atau menutup, kemungkinan akan mengalami kesulitan untuk dapat
hamil secara spontan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa awal dari proses terjadinya
kehamilan adalah fertilisasi atau pembuahan sel telur matang oleh spermatozoa
pada saluran tuba wanita.

Hal itu terjadi saat spermatozoa yang terkandung dalam cairan sperma pria
mencapai sebuah lokasi di dalam tuba, yang juga merupakan lokasi di mana sel
telur matang dilepaskan. Untuk mencapai lokasi pertemuan ini, baik sel telur
ataupun spermatozoa diharuskan bergerak melewati sebagian ruang dalam tuba.

Dengan demikian, tentu hal ini akan sulit terjadi apabila terdapat gangguan pada
tuba. Ruangan dalam tuba yang menyempit atau sama sekali menutup, akan
menghambat gerak dari spermatozoa ataupun sel telur matang menuju lokasi
fertilisasi.[21]

b. Kelainan fungsi reproduksi pria

Pada umumnya, apabila sistem pria terganggu, maka hasil analisis sperma akan
menunjukkan kelainan. Kelainan ini dapat berupa kelainan jumlah spermatozoa
yang terkandung dalam sperma, kelainan bentuk spermatozoa, ataupun kelainan
gerak dari spermatozoa.

c. Wanita dengan endometriosis

Endometriosis adalah kelainan di mana sel-sel yang biasa membentuk jaringan


pelapis dinding bagian dalam rahim (Endometrium), tumbuh di luar rahim. Lokasi
pertumbuhan yang tidak normal biasanya terdapat pada ruang panggul, di luar
struktur organ reproduksi wanita.

Jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim, selanjutnya akan menyebabkan


proses peradangan. Proses peradangan inilah yang berpotensi menyebabkan
gangguan pada transpor sel telur wanita yang telah matang untuk menuju tempat
terjadinya fertilisasi.[22]

Gejala dan tanda endometriosis sangat bervariasi. Wanita dengan endometriosis


ringan dapat menderita nyeri pinggul hebat,dan sebaliknya, wanita dengan
endometriosis hebat keluhannya dapat ringan sekali.

d. Abnormalitas kerja sistem pertahanan tubuh

Tidak jarang, para ahli kesuburan menemukan kasus infertilitas yang disebabkan
karena adanya antibodi anti sperma dalam saluran reproduksi wanita. Secara logis
zat anti bodi ini dapat membunuh spermatozoa yang masuk saat terjadinya
hubungan seksual.tentu hal ini akan berujung pada gagalnya spermatozoa untuk
sampai ke lokasi pembuahan sel telur wanita.

e. Kondisi infertil yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti

Ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan manusia adalah ilmu pengetahuan yang terus
berkembang dan dipenuhi oleh misteri-misteri yang belum terpecahkan. Satu demi
satu misteri terungkap, disusul dengan misteri-misteri yang lain.

Demikian halnya dengan ilmu kedokteran yang menyangkut kesehatan sistem


reproduksi. Seringkali, kondisi infertil juga ditemukan pada pasangan suami isteri
dengan seluruh hasil pemeriksaan yang menunjukkan nilai normal. Hingga saat ini,
penyebab infertilitas pada pasangan-pasangan suami isteri tersebut belum mampu
diungkap.

2. Alternatif Mendapatkan Anak Bagi Pasangan Infertilitas

Berbagai cara dan pengobatan telah tersedia untuk mengatasi gangguan


kesuburan, tetapi tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai
contoh, infertilitas yang disebabkan karena penyumbatan saluran telur. Cara
yang ada untuk membuka kembali saluran relur yang tersumbat ternyata tidak
memberikan hasil yang baik. Contoh lain, pengobatan gangguan sperma,
mungkin memberikan hasil yang baik, mungkin juga tidak. Pengobatan
gangguan sperma yang disebabkan karena infeksi pada buah pelir, pada
umumnya tidak memuaskan.[23]

Itu berarti tidak semua pasangan infertil dapat mengatasi masalahnya dan
dapat mempunyai anak. Karena itu, pada keadaan di mana gangguan
kesuburan tidak dapat diatasi, dilakukan cara lain yang merupakan cara pintas.
Cara pintas ini tidak lagi bertujuan memperbaiki gangguan kesuburan,
melainkan langsung ke tujuan akhir, yaitu menghasilkan kehamilan.

Cara pintas yang tersedia ialah inseminasi buatan GIFT dengan menggunakan
sperma suami dan teknik inseminasi buatan FIV atau yang dikenal dengan
istilah bayitabung. Inseminasi buatan dengan sperma suami dilakukan bila
terjadi gangguan kualitas dan kuantitas sperma, gangguan dalam melakukan
hubungan seksual sehingga sperma tidak dapat masuk ke vagina, dan
gangguan mulut rahim sehingga sel spermatozoa gagal masuk ke dalam rahim.

Tehnik inseminasi buatan (bayi tabung) dilakukan bila terjadi gangguan sperma
dan gangguan sistem reproduksi wanita yang menghambat pertemuan sel
spermatozoa dengan sel telur. Dengan teknik ini, sel spermatozoa dan sel telur
dipertemukan di luar tubuh wanita. Setelah hasil pertemuan itu berkembang,
kemudian dimasukkan ke dalam rahim dan berkembang seperti kehamilan
normal.

C. Gambaran Umum Inseminasi Buatan

Ada beberapa surat dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang proses kejadian
manusia, misalnya dalam surat Al-Mukmin ayat 67, Surat Al-Hajj ayat 5, serta Surat
Al-Mukminun ayat 12-14.

Di dalam ketiga surat tersebut disebutkan 7 fase proses kejadian manusia, yaitu:

1. Allah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) tanah.

2. Kemudian saripati itu dijadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim).
3. Kemudian air mani dijadikan segumpal darah.

4. Segumpal darah lalu dijadikan segumpal daging.

5. Segumpal daging lalu dijadikan tulang belulang.

6. Lalu tulang belulang itu dibungkus dengan daging.

7. Kemudian Allah melahirkan sebagai seorang bayi sampai dibiarkan menjadi


dewasa.[24]

Apabila diperhatikan proses kejadian manusia seperti dikemukakan di atas, ternyata


sama dengan prosedur inseminasi buatan ataupun bayi tabung, tetapi yang
berbeda hanyalah dalam proses pembuahannya saja. Di dalam teknik inseminasi
buatan, maka pembuahan antara sperma dengan ovum terjadi di luar tubuh
tepatnya dalam tabung, lalu dipindahkan ke dalam rahim isteri atau ke dalam rahim
wanita lain. Sedangkan di dalam firman Allah SWT tersebut proses pembuahannya
terjadi dengan sendirinya di dalam rahim, tanpa bantuan seseorang pun.

1. Pengertian Inseminasi Buatan

Secara bahasa Inseminasi Buatan berasal dari bahasa inggrisartificial


insemination yang padanan kata dalam bahasa arabnya adalah ,
dapat berarti pembuahan buatan.[25] Yang mana kata inseminasi buatan itu sendiri,
dimaksudkan oleh dokter arab dengan istilah dari fiil (kata kerja)-


menjadi

yang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).

Kata yang sama pengertiannya dengan inseminasi, diambil oleh dokter



kandungan bangsa arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang
menginginkan kehamilan. Padahal sebenarnya, istilah itu berasal dari petani kurma
yang pekerjaannya menaburkan serbuk bunga jantan terhadap betina, agar pohon
kurmanya dapat berbuah. Maka bangsa arab sering mengatakan:

Petani itu telah mengawinkan pohon kurmanya.[26]

Sedangkan menurut istilah inseminasi buatan pembuahan pada hewan atau


manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse).[27]memasukkan cairan
semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang
diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen.
[28]
Di sisi lain, dalam kasus yang disusun oleh John. M. Echols dan Hassan Shadily
dijelaskan, insemination artinya penghamilan atau pembuahan, jadi artificial
Insemination berarti penghamilan buatan. (John.M.Echols dan Hassan Shadily,
hal.324).

Ahmad Watik Pratiknya memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud inseminasi


buatan atau to inseminate berarti pola to inplant, yaitu suatu proses pemasukan
semen spermatozoa dengan mediumnya ke dalam saluran kelamin atau vagina dari
rahim seorang wanita. (A Watik Pratiknya, inseminasi buatan, bayi tabung dan
pencangkokan dalam hukum islam. Th. 1980)

Dokter Sofwan Dahlan menguraikan bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara
memasukkan sperma ke dalam alat kelamin seorang wanita tanpa melalui
senggama. Mula-mula sperma dikeluarkan terlebih dahulu dengan cara masturbasi
atau senggama terputus dan dengan suatu alat, sperma tadi dimasukkan ke dalam
vagina atau uterus. Maksudnya kehamilan yang tidak mungkin dapat terjadi melalui
hubungan kelamin akibat suatu penyakit kelamin dengan cara tersebut kehamilan
bisa terjadi. (Dr. M. Shahab Tahar. 1987:4).

DR. Husen Muhammad Al Malah menguraikan bahwa inseminasi buatan adalah


proses yang dilakukan oleh para dokter untuk menggabungkan antara sperma
dengan sel telur, seperti dengan cara menaruh keduanya di dalam sebuah tabung.
Karena rahim yang dimiliki seorang perempuan tidak bisa berfungsi sebagaimana
biasanya.[29]

Sementara itu dr. H. Ali Akbar memberikan penjelasan dalam arti yang sempit, yaitu
membuahi isteri tanpa junub yang dilakukan dengan pertolongan dokter . tetapi
dalam kesempatan lain ia menegaskan bahwa pembuahan buatan adalah
memasukkan sperma ke dalam alat kelamin perempuan tanpa persetubuhan untuk
membuahi telur atau ovum wanita. (Dr. M. Shahab Tahar, 1987: 4)

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian inseminasi buatan


adalah upaya medis untuk memperoleh keturunan bagi isteri yang tidak dapat
hamil secara alamiah melalui penghamilan buatan tanpa persetubuhan dengan cara
memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita dengan pertolongan dokter,
istilah lain yang semakna adalah kawin suntik.

Sedangkan yang dimaksud dengan bayi tabung (Test tubebaby) adalah bayi yang di
dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi
embrio dengan bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan, bayi
tabung karena benih laki-laki yang disedut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu
tabung.

2. Sejarah Inseminasi Buatan


Inseminasi buatan pada awalnya ditujukan untuk peningkatan mutu buah-buahan
dan hewan ternak yang sehat dan penuh gizi yang di butuhkan bagi kehidupan
manusia. Penerapan inseminasi buatan tersebut, merupakan tindakan ekonomi
untuk menghasilkan barang komoditi dan meghasilkan keuntungan .

Di Indonesia sendiri inseminasi buatan pada binatang ternak mulai diperkenalkan


pada tahun 1950an oleh Seit seorang dokter dari Denmark, di fakultas peternakan
dan lembaga penelitian peternakan Bogor.

Adapun pelopor inseminasi buatan adalah seorang pendeta katholik berkebangsaan


Italia, bernama Spallanzani. Pada tahun 1780, ia berhasil membuahi seekor anjing
betina dengan jalan memasukkan mani ke dalam rahim anjing betina, tanpa
disetujui oleh si jantan. Hal ini kemudian dibenarkan oleh Bonnet ahli ilmu hayat
dan menyatakan bahwa penemuan ini amat berguna bagi manusia. Dengan
keberhasilan tersebut mendorong para ahli untuk mengadakan uji coba pada
manusia.

Untuk pertama kalinya inseminasi buatan pada manusia dilakukan oleh Hunter,
sepuluh tahun sesudah keberhasilan Spallanzani. Hunter berhasil menghamilkan
seorang isteri saudagar tekstil yang mandul dengan teknik inseminasi buatan. dan
dengan dipelopori oleh Hunter, Girault, dan Gigon inseminasi buatan pada manusia
menyebar luas dan di praktekkan oleh hampir tiap-tiap bangsa.

Di Amerika dan Eropa, pada umumnya inseminasi buatan dilakukan untuk menolong
keluarga mandul. Sedangkan di Rusia, inseminasi buatan tidak hanya menolong
keluarga mandul melainkan untuk tujuan yang lebih jauh, yaitu untuk perkembang
biakan manusia secara cepat, sebagai persiapan menghadapi kemungkinan
kelangkaan manusia akibat perang atom (Dr.M. Shaheb Tahar, 1987, hal 7)

Sedangkan bayi tabung merupakan hasil dari proses inseminasi buatan. Proses bayi
tabung pertama kali berhasil dilakukan oleh Dr. P. C. Steptoe dan Dr. R. G. Edwards
atas pasangan suami isteri John Brown dan Leslie. Sperma dan ovum yang
digunakan berasal dari suami isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke
dalam rahim isterinya, sehingga pada tanggal 25 Juli 1978 lahirlah bayi tabung yang
pertama yang bernama louise brown di Oldham Inggris dengan berat badan 2700
gram.[30]

Sebelum bayi tabung berhasil dilakukan pada tahun 1978, namun percobaan-
percobaan tentang bayi tabung sudah dimulai dalam tahun 1959, oleh Danile
Petruci, seorang ilmuan Italia, yang dilakukan adalahFertilisasi Ovum (ova) dalam
suatu laboratorium. Percobaan sejenis juga dilakukan oleh Dr. R. G. Edwards dan
Ruth E Puwler di Universitas Cambridge. Pada tahun 1970 D. A. Bevis dari
Universitas Leeds di Inggris melaporkan lahirnya tiga bayi dari kehamilan yang
diinisialkan dengan bayi tabung atau fertilisasi in fitro.
Dengan telah berhasilnya Dr. P.C. Steptoe dan Dr. R.G. Edward dalam
mengembangkan program bayi tabung, maka kini rekayasa bayi tabung dikatakan
sukses, meski angka kesuksesannya setelah embrio dipindahkan, hanyalah 13%.

Setelah keberhasilan Dr. P.C. Steptoe dan Dr. R.G. Edwards maka berturut-turut
telah lahir bayi tabung yang kedua yang bernama Candice Reid dari Australia pada
tahun 1980, yang ketiga bernama Elizabet Can dari Amerika pada bulan Desember
1981. Menurut American Medicial Association, maka dalam pertengahan tahun
1983 tercatat sebanyak 100 bayi tabung di 11 Negara, yaitu Inggris, Amerika
Serikat, Australia, Belanda, Perancis, Swiss, India, Jerman, Belgia, Jepang Dan
Singapura. Sedangkan menurut John Naisbitt dan Patricia Aburdene bahwa
menjelang awal tahun 1989 lebih dari 1000 anak dilahirkan oleh ibu pengganti yang
menggunakan teknik inseminasi buatan atau bayi tabung.[31]

Keberhasilan yang dikemukakan di atas adalah merupakan keberhasilan yang


terjadi di luar negeri, di Negara maju yang mempunyai peralatan yang canggih dan
lengkap. Sedangkan Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang, tetapi
dalam perkembangan ilmu dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat
pesat terbukti telah mampu mengembangkan program bayi tabung dan mengalami
sukses yang luar biasa.

Sebagai langkah awal dari kesuksesan tersebut adalah dengan telah lahirnya bayi
tabung yang pertama di Indonesia yang bernama Nugroho Karyanto, pada tanggal 2
Mei 1988 dari pasangan suami isteri Markus dan Chai Ai Lian. Bayi tabung yang
kedua lahir pada tanggal 6 November 1988 yang bernam Stefanus Geovani dari
pasangan suami isteri Jani Dipokusumo dan Angela, bayi tabung yang ketiga lahir
pada tanggal 22 Januari 1989 yang bernama Graciele Chandra, bayi tabung yang
keempat lahir pada tanggal 27 Maret 1989 kembar tiga dari pasangan suami isteri
Wijaya dan ketiga bayi ini oleh ibu Tien Soeharto diberi nama: Melati, Suci dan
Lestari, bayi tabung yang kelima lahir pada tanggal 30 Juli 1989 bernama Azwar
Abimoto.

3. Macam-macam Inseminasi Buatan

Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia


kedokteran,antara lain ialah[32]:

a. Gammete Intra Fallopian Transfer (GIFT)

Gamete Intra Fallopian Transfer (GIFT) adalah sebuah teknik penciptaan kehamilan
di mana sel telur yang sudah dipindahkan dari ovarium si wanita akan dikawinkan
dengan sel sperma si pria yang sudah dicuci bersih lalu kemudian sel telur dan
sperma tersebut diletakkan dalam tuba fallopi melalui lubang kecil dalam abdomen
si wanita. Lebih ringkasnya Gammete Intra Fallopian Transfer (GIFT) merupakan
usaha mempertemukan sel benih (gamet) antara ovum dan sperma dengan cara
menggelontorkan atau menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba
ke dalam ampulla.[33]

Sistem ini lebih alami karena pembuahannya terjadi di dalam tubuh, Hal ini
dilakukan tepat pada saat wanita mengalami ovulasi (lebih kurang 10-16 hari)
sebelum menstruasi berikutnya. Karena belum ada metode yang tepat untuk
menentukan masa ovulasi, maka sistem ini dilakukan 2-3 kali antara 2 haid dalam
batas waktu di mana ovulasi diduga terjadi. Kemudian baru akan dilakukan
pengambilan dan penempatan semen (sperma) ke dalam rahim.

Tentang penempatan semen ada beberapa kemungkinan, yakni di bagian atas liang
kemaluan (intra vaginal), di sekitar mulut rahim (para cevical), di saluran leher
rahim (inter sevical) dan di dalam rongga rahim (intra uterin). Dua cara terakhir
dilakukan bilamana pada leher rahim ada kelainan yang menghalangi masuknya sel
sperma ke rongga rahim.[34]

Metode Gammete Intra Fallopian Transfer (GIFT) ini sebenarnya bukan bayi tabung
dengan pengertian yang sesungguhnya , karena terjadinya pembuahan ada di
dalam saluran telur si calon ibu sendiri. Sehingga teknik GIFT ini lebih alamiah
karena pembuahan berada dalam saluran telur dalam tubuh si ibu, bukan dalam
tabung.

b. Fertilization in Vitro (FIV)

Fertilization In Vitro yaitu proses inseminasi dengan cara mengambil sperma suami
dan ovum isteri kemudian diproses di Vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan
lalu ditransfer di rahim.[35]

Tekniknya adalah fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh di dalam cawan biakan
(petri disk), dengan kondisi yang mendekati alamiah (dalam rahim). Jika berhasil,
pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilisasi ditanam ke endoetrium rongga
uterus (rahim). Teknik ini dikenal dengan sebutan bayi tabung yang sesungguhnya,
karena terjadinya pembuahan di luar tubuh.[36]

Adapun prosedur dari teknik Fertilization In Vitro (FIV), terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu:

1. Tahap pertama: Pengobatan merangsang (stimulasi) indung telur.

Pada tahap ini isteri diberi obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat
mengeluarkan banyak ovum dan cara ini berbeda dengan cara biasa, hanya satu
ovum yang berkembang dalam siklus haid. Dokter akan memberikan pengobatan
yang berguna untuk menciptakan kadar hormon seks atau reproduksi yang sesuai
demi terciptanya proses ovulasi sel telur matang pada pasangan suami isteri.

Obat yang diberikan oleh dokter kepada isteri dapat berupa obat makan atau obat
suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah
ternyata sel telurnya matang. Waktu rata-rata pemberian hormon ini adalah sekitar
7 hari lamanya.

Melalui pemberian obat ini, dokter mengharapkan terjadinya pematangan folikel sel
telur. Apabila folikel sel telur dinilai telah matang, maka proses pelepasannya siap
untuk dirangsang. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari dengan
pemeriksaan darah isteri, dan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Namun
adakalanya indung telur gagal bereaksi terhadap obat itu.[37]

2. Tahap kedua: Pengambilan sel telur.

Apabila sel telur isteri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang
akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina di bawah panduan gambar yang
dihasilkan oleh alat USG. Pada saat pengambilan ini isteri tentunya akan dibius total
yang tujuannya untuk menciptakan ketenangan pada isteri, sehingga pengambilan
sel telur atau ovum dapat berjalan dengan lancar.[38]

3. Tahap ketiga: Pembuahan atau fertilisasi sel telur.

Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, maka dokter akan meminta
sperma dari suami baik dikeluarkan sendiri (masturbasi) atau dengan prosedur
pengambilan khusus oleh dokter di ruang operasi. Akan tetapi cara yang paling
aman tentunya dengan cara masturbasi.

Selanjutnya, spermatozoa yang terkandung dalam sperma akan dipisahkan dari


kandungan bahan-bahan sperma lainnya. Setelah proses pemurnian ini selesai,
spermatozoa yang memiliki kualitas baik akan dipertemukan dengan sel telur
matang untuk proses fertilisasi dalam tabung gelas di laboratorium.

Inilah tahap yang dinanti oleh spermatozoa dan sel telur untuk bertemu. Di dalam
sebuah tempat khusus yang menjamin nutrisi, serta sterilitas, spermatozoa dan sel
telur dipertemukan.

Sebanyak kurang lebih 20.000 spermatozoa pria ditempatkan bersama-sama


dengan 1 sel telur matang wanita dalam sebuah cawan khusus. Dengan melakukan
hal ini, para ahli medis mengharapkan terjadinya proses fertilisasi sel telur oleh
spermatozoa dalam waktu 17-20 jam pasca pengambilan sel telur dari ovarium.
[39]

4. Tahap keempat: Pemindahan embrio.

Setelah terjadinya fertilisasi, embriologis dan dokter ahli kesuburan akan melakukan
pengawasan khusus terhadap perkembangan embrio. Embrio yang dinilai
berkembang baik akan ditanamkan dalam rahim. Biasanya, embrio yang baik akan
terlihat sejumlah 8-10 sel pada saat akan ditanamkan dalam rahim. Embrio ini akan
dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga rahim ibunya 2-3 hari kemudian.
5. Tahap kelima: Pengamatan terjadinya kehamilan.

Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah kehamilan akan terjadi.
Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan
pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru akan
dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.

Apabila semua tahapan itu sudah dilakukan oleh isteri dan ternyata terjadi
kehamilan, maka kita hanya menunggu proses kelahirannya, yang memerlukan
waktu 9 bulan 10 hari. Pada saat kehamilan itu sang isteri tidak diperkenankan
untuk bekerja berat karena dikhawatirkan terjadi keguguran.[40]

Secara teknis, kedua istilah antara Gammete Intra Fallopian Transfer (GIFT) dan
Fertilization in Vitro (FIV) ini memiliki perbedaan yang cukup signifan, meskipun
memiliki tujuan yang hampir sama yakni untuk menangani masalah infertilitas atau
Kemandulan.

FIV merupakan teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur
isteri yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandungan (in vitro)
sebagai lawan dari di dalam kandungan (in vivo). Biasanya medium yang digunakan
adalah tabung khusus. Setelah beberapa hari, hasil pembuahan yang berupa
embrio atau zygote itu di pindahkan ke dalam rahim.

Sedangkan GIFT relatif lebih sederhana, yaitu sperma yang telah di ambil dengan
alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri
sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.

Anak hasil inseminasi buatan yang diperoleh dari pasangan suami isteri bisa terjadi
dari suatu pembuahan benih dan ovum dengan berbagai kemungkinan sebagai
berikut ini:

1. Benih dari suami dan isteri kemudian ditanamkan dalam rahim si isteri.

2. Benih dari suami dan isteri kemudian ditanamkan dalam rahim wanita lain.

3. Benih dari suami dan dibuahkan dengan ovum wanita lain dan di tanamkan
dalam rahim si isteri.

4. Benih dari si suami dan dibuahkan dengan ovum wanita lain dan ditanamkan
dalam rahim wanita lain.

5. Benih dari laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum si isteri dan
ditanamkan dalam rahim si isteri.

6. Benih dari laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum si isteri dan
ditanamkan dalam rahim wanita lain.
7. Benih dari laki-laki lain (donor) di buahkan dengan ovum wanita lain dan
ditanamkan dalam rahim si isteri.

8. Benih dari laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum seorang isteri yang lain
dari si suami dan ditanamkan dalam rahim si isteri.[41]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inseminasi buatan dilihat dari asal
benih sperna yang membuahi ovum ada dua macam, yaitu:

1. Dari sperma suami

Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika jumlah
spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat keberhasilan AIH
hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalan AIH adalah jumlah sperma
suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak normal. Inseminasi
buatan dengan sperma dari suaami sendiri dikenal juga dengan istilah Artificial
Insemination Husband.

2. Dari sperma pendonor

Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau
azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat
diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes
kesehatan terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status
physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi penyakit menular.
Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-70 %.[42]Inseminasi buatan dengan
sperma dari pendonor dikenal juga dengan istilah Artificial Insemination Donor.

4. Resiko Injeksi Sperma

Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi


1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles
Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat adalah yang menang. Sementara
dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas
labolatorium.[43]

Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas
labolatorium dapat memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan
tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar.
Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat,
menjadi cukup besar.

Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para ahli
juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan.
Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan
genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim bernama
akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur.
Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang
masuk ke dalam inti sel telur. Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan
injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk
ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan akan
terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko melukai bagian dalam
sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.[44]

5. Motifasi dilakukannya Inseminasi Buatan

Hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih pasangan suami istri,
tetapi tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi secara normal.
Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan
mereka untuk memiliki keturunan. Sehingga karena kondisi infertilitas inilah akan
mennjadi bahan pertimbangan utama dokter dalam menentukan jenis terapi yang
paling tepat untuk pasangan suami isteri yang bersangkutan, yaitu dengan
isnseminasi buatan.[45]

Inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk
mengembang biakkan manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia jenius,
ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternatif bagi manusia yang ingin punya
anak tetapi tidak mau menikah.

6. Dampak Inseminasi Buatan

Setiap upaya untuk mencapai keberhasilan, selalu memiliki resiko akan terjadinya
kegagalan. Namun impan akan kebahagiaan yang didapat apabila berhasil, terlalu
berharga untuk dilewatkan, sehingga resiko akan terjadinya kegagalan punakan
siap ditanggung. Demikian kiranya pemikiran yang ada dalam benak setiap
pasangan suami isteri yang menjalani inseminasi buatan.

Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun


prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko
cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari
munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel
telur.

Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada
inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel
sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang
paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal
tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.

Selain itu, pada sekitar 5% dari wanita yang mengalami stimulasi ovarium, terjadi
kelainan yang disebut sindrom hiperstimulasi ovarium. Yang mana pada tingkatan
derajat berat dari sindrom hiperstimulasi ovarium, dapat dilihat dengan adanya
gejala seperti napas menjadi cepat dan dangkal, urin menjadi lebih gelap, nyeri
dada, dinding perut menjadi tegang.[46]

Seperti diketahui kemampuan berpikir dan bernalar membuat manusia menemukan


berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan itu kemudian digunakan untuk
mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, sering pula teknologi
yang kita hasilkan itu memberikan efek samping yang memberikan dampak negatif.

BAB III

HUKUM ISLAM

TERHADAP INSEMINASI BUATAN PADA MANUSIA

A. Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam

Dalam khazanah hukum di Indonesia, istilah hukum islam dipahami sebagai


penggabungan dari dua kata, yaitu hukum dan islam. Hukum menurut oxford
English dictionary, adalah kumpulan aturan, baik sebagai hasil dari pengundangan
formal maupun dari kebiasaan., dimana suatu Negara atau masyarakat tertentu
mengaku terikat sebagai anggota atau sebagai subyeknya, orang yang tunduk
padanya atau pelakunya.

Sedangkaan menurut hooker, hukum adalah setiap aturan atau norma dimana
perbuatan-perbuatan terpola. Dan kata Blackstone, hukum adalah suatu aturan
bertindak dan diterapkan secara tidak pandang bulu kepada segala macam
perbuatan, baik yang bernyawa ataupun tidak, rasional ataupun irasional.[47]

36

Islam secara harfiah berarti menyerahkan diri, atau selamat, atau juga
kesejahteraan. Maksudnya orang yang mengikuti islam, ia akan memperoleh
keselamatan dan kesejahteraan dunia akherat.

Menurut Mahmud Syaltut, islam adalah agama Allah yang dasar-dasar dan
syariatnya diturunkan kepada Muhammad SAW, dan dibebankan kepadanya untuk
menyampaikan dan mengajak mengikuti kepada seluruh umat manusia.[48]

Apabila kedua kata hukum dan islam digabungkan menjadi hukum islam, maka
dapat dipahami sebagai hukum yang diturunkan oleh Allah kepada Rosul-Nya, untuk
disebarkan luaskan dan dipedomani umat manusia guna mencapai tujuan hidupnya,
selamat di dunia dan sejahtera di akhirat.

Sehingga di sini dapat dikatakan bahwa hukum islam yang sebenarnya tidak lain
dari pada fiqh islam, atau syariat islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqoha
dalam menetapkan syariat islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[49]

2. Sumber Hukum Islam

Sumber hukum islam ada yang pokok, yakni al-Quran dan sunnah-sunnah rosul,
dan keduanya ini disepakati seluruh ulama dan umat islam sebagai sumber hukum.
Ada pula sumber-sumber hukum islam yang cabang, yang sudah disepakati sebagai
sumber hukum oleh hampir seluruh ulama (jumhur), ialah ijma dan qiyas. Dan
adapula yang masih dipersoalkan di kalangan ulama sebagai sumber hukum,
antara lain ialah: Ihtisan, Urf atau Adat, Maslahah Mursalah, Istishhab, Mazhab
Sahabat, Syaru Man Qoblana (hukum yang berlaku untuk umat sebelum kita),
Dan Saddu Adz-Dzariah.

Menurut Salam Madkur, semua sumber hukum islam kembali kepada satu sumber
pokok, ialah yang datang dari wahyu yakni Al-Quran dan Sunnah, sebab Sunnah itu
pada hakikatnya juga wahyu sebagaimana firrman Allah SWT dalam surat An-Najm
ayat 3-4.[50]

Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut keinginannya. Tidak lain
(Al-Quran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).[51]

Sehingga terdapat suatu persepsi bahwa dalil yang berupa nash Al-Quran yang
jelas dan Sunnah yang telah disepakati menimbulkan kepastian dan barang siapa
mengingkarinya maka ia keluar dari agama islam dan ia harus bertobat untuk dapat
menjadi muslim kembali.[52]

Mengenai ijma, qiyas dan sumber hukum lainnya tidak bisa terlepas sama sekali
dari Al-Quran dan Sunnah baik menurut manthuqnya (lafalnya), pengertiannya
(mafhumnya), maupun menurut jiwanya (ruhnya). Sebab rasio semata-mata tidak
bisa menunjukkan hukum-hukum syara.

Dari keterangan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sumber
hukum islam ada yang telah disepakati ulama jumhur sebagai sumber hukum dan
ada sumber hukum islam yang masih belum disepakati oleh ulama jumhur.
Sehingga penulis akan menjabarkan sumber hukum islam yang telah disepakati
oleh ulama jumhur saja, yaitu Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas.
a. Al-Quran

Al-Quran ialah firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat jibril kepada nabi
Muhammad SAW, dengan lafal-lafalnya yang berbahasa arab beserta makna-
maknanya yang haq (benar) untuk sebagai bukti atas kenabian dan kerosulan
Muhammad SAW dan sebagai sumber hukum yang dijadikan pedoman hidup bagi
manusia, serta untuk mendekatkan diri dengan membacanya (sebagai ibadah).[53]

Al-Quranul karim menjadi sumber pokok dan dalil (sumber hukum) pertama bagi
hukum syariat islam, sesuai dengan titah Allah SWT di dalam Al-Quran itu sendiri,
yang berbunyi:

Sesungguhnya Aku telah menurunkan kitab itu kepadamu dengan hak agar kamu
menghukumi di antara manusia dengan apa-apa yang diajarkan oleh Allah
kepadamu. Dan janganlah kamu bertengkar dengan dengan orang-orang yang
sama jahat.[54]

Adapun masa-masa turunnya ayat-ayat Al-Quran itu dalam tempo 22 tahun lebih.
12 tahun 5 bulan dan 12 hari diturunkan di Makkah, sebelum nabi Muhammad SAW
hijrah ke madinah, dan sisanya di turunkan di Madinah atau di tempat lain sesudah
nabi Hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan di Makkah pada umumnya pendek-pendek
dan berkenaan dengan perkara agama, ibadat dan tauhid saja. Sedangkan yang
diturunkan di Madinah ayat-ayatnya panjang-panjang dan sebagian besar
berkenaan dengan soal-soal hukum syariat yang terperinci (tafsili).[55]

Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat mengandung dasar-dasar aqidah, akhlak, dan
hukum.[56] Dan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran juga mempunyai
beberapa bagian, di antaranya ialah:

1) Hukum Itiqady, ialah kepercayaan-kepercayaan yang wajib diyakini


kebenarannya oleh setiap mukallaf mengenai Allah, malaikat-nya, kitab-kitab-Nya,
rosul-rosul-Nya dan hari akhir.

2) Hukum Khuluqy, ialah wajib bagi setiap mukallaf berakhlak yang baik dan
menjauhi akhlak yang jelek.

3) Hukum Amaly, ialah hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf. Hukum
macam ketiga ini di dalam Al-Quran mengatur dua hal, yakni: ibadah dan
muamalah.[57]

b. Sunnah
Sunnah ialah sesuatu yang diperoleh dari pembawa syariat islam yakni Muhammad
SAW baik berupa ucapan, perbuatan ataupun penetapan.[58] Jadi, menurut
pengertian ini, sunnah Nabi SAW itu ada tiga macam, yaitu:

1) Sunnah Qauliyah ialah sunnah yang terdiri dari sabda-sabda (ucapan) Nabi,
misalnya:

Sesungguhnya wudu itu wajib bagi orang yang tidur miring.[59]

2) Sunnah Filiyah ialah sunnah yang terdiri dari perbuatan-perbuatan Nabi SAW.
Misalnya:

Dari anas bin malik r.a, bahwasanya Nabi SAW berbekam lalu melakukan sholat dan
tidak berwudlu.[60]

3) Sunnah Taqririyah ialah perbuatan atau ucapan sahabat yang diketahui oleh
Nabi, dan Nabi membiarkan atau tidak mencelanya. Misalnya Nabi membiarkan
para wanita datang di lapangan untuk melakukan sholat bersama pada sholat Id.
Juga Nabi membiarkan para sahabatnya makan keledai liar. Diamnya Nabi seperti
ini menunjukkan bahwa Nabi dapat menyetujuinya dan dipandang sunnnah pula
(sunnah taqririyah).[61]

Umat islam telah sepakat tentang status sunnah sebagai sumber hukum islam,
berdasarkan dalil-dalil:

1) Berdasarkan perintah-perintah Allah sendiri dalam Al-Quran yang mewajibkan


umat islam untuk menaati segala perintah dan larangan Nabi (Surat Al-Hasyr ayat
7), dan mewajibkan pula kembali kepada Al-Quran dan Sunnah, jika umat islam
mengalami perselisihan pendapat mengenai suatu masalah (An-Nisa ayat 58).

2) Ijma para sahabat untuk wajib mengikuti sunnah nabi, baik pada waktu Nabi
hidup aupun sesudah wafatnya. Para sahabat, khususnya para khalifah empat
mewajibkan umat islam untuk menaati semua ketentuan hukum islam, baik yang
datang dari Allah (Al-Quran), maupun dari Nabi (Sunnah). Demikian pula generasi
sesudahnya, yakni tabiin, tabiut tabiin dan seterusnya telah mengikuti jejak
sahabat mengikuti sunnah Nabi, jika ternyata benar sunnah Nabi (sahih).
3) Perintah-perintah Allah dalam Al-Quran tidak sedikit yang bersifat global
(mujmal), seperti perintah sholat, puasa, zakat, dan haji tanpa adanya penjelasan
teknis ataupun cara melaksanakan sholat, puasa, zakat, dan haji itu. Dalam hal ini,
sesuai dengan wewenang yang diberikan Allah kepada Nabi untuk memberikan
penjelasan (An-Nahl ayat 44), maka Nabi memberi contoh praktek sholat, puasa,
zakat, dan haji.[62]

Sunnah, sebagaimana penulis jabarkan di atas, yang merupakan sumber hukum


islam yang kedua sesudah Al-Quran, sunnah berfungsi untuk memberikan
penafsiran dan keterangan terhadap ayat-ayat Al-Quran yang memerlukan tafsiran
dan yang dirumuskan secara umum. Oleh karena itulah maka mengenai soal
kewajiban itba kepada sunnah tidak ada khilaf di antara semua mazhab dalam
islam. Sebagaimana sesuai dengan ketentuan dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat
92, Al-Hasyar ayat 7, dan An-Nisa ayat 80 sebagai berikut:




Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada rosul.[63]

Dan apa yang sudah disampaikan rosul kepadamu sekalian hendaklah kamu ambil
ia dan apa yang sudah ia cegah kamu daripadanya hendaklah kamu
meninggalkannya.

Barang siapa taat kepada rosul maka sungguh-sungguh ia sudah taat kepada Allah.

c. Ijma

Sesudah Al-Quran dan Sunnah, maka ijma menurut pendapat ulama-ulama jumhur
menempati urutan ketiga sebagai sumber hukum syariat islam. Ijma yaitu
kesepakatan para mujtahid yang terdiri dari para ahli fiqh, dari golongan
Muhammad SAW, yang hidup dalam satu masa yakni masa setelah wafatnya nabi
kita Muhammad SAW atas suatu hukum yang baru datang.[64]

Dalil-dalil yang dipakai oleh jumhur ulama tentang ijma sebagai sumber hukum
islam ialah:

Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 115:
















Barang siapa yang tetap mengingkari rosul sesudah adanya petunjuk yang tegas
dan ia mengikuti selain jalannya orang-orang mukminin. Maka aku palingkan dia
kepada apa yang ia telah berpaling padanya dan akan aku masukkan dia kedalam
jahannam, dan itulah sejahat-jahatnya tempat kembali.

Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 59:

Wahai orang-orang yang beriman! taaitlah Allah dan taaitlah rosul (Muhammad) dan
ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, Jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rosul
(sunnahnya).[65]

Juga Sabda Nabi SAW yang berbunyi:

Kekuasaan Allah beserta jamaah.[66]

Ijma bisa diambil baik dengan cara mengeluarkan atau menyatakan pendapat
secara terang-terangan, ataupun dengan cara diam-diam. Ijma yang secara diam-
diam diperoleh, misalnya seorang ulama mujtahid memberikan fatwanya tentang
suatu masalah, hal ini diketahui oleh ulama-ulama mujtahid lain pada masanya, dan
di antara mereka tidak ada yang menentang kebenaran fatwa tersebut.

d. Qiyas

Karena kemenangan-kemenangan dan meluasnya kekuasaan islam pada abad-abad


permulaan maka telah timbul masalah-masalah baru di dalam lapangan hukum
yang tidak ada aturan tertentu di dalam nash Al-Quran dan Sunnah ataupun di
dalam jurisprudensi yang lahir dari ijma. Maka untuk melayani masalah-masalah
tersebut ulama-ulama fiqh terpaksa harus mempergunakan hukum akal, logika dan
pendapat-pendapat.

Akan tetapi dalam kesemuanya itu tidak berkebebasan secara mutlak, melainkan
terikat dengan kaidah-kaidah ilmu hukum atau fiqh yang sudah disusun secara
teratur dalam ilmu tersendiri yang disebut dengan Qiyas, dan mereka anggap
sebagai dalil perundang-undangan bagi syariat islam.

Qiyas adalah menyamakan suatu masalah yang tidak terdapat ketentuan hukumnya
dalam nash (Al-Quran dan Sunnah) dengan masalah yang telah ada ketetuan
hukumnya dalam nash, karena adanya persamaan illat hukumnya (motif hukum)
antara kedua masalah itu.[67]

Dari definisi qiyas di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa Qiyas dapat
dijadikan sebagai sumber hukum islam jika telah memenuhi empat unsur qiyas,
yaitu:

1) Asal atau pokok, ialah soal pokok yang menjadi sandaran qiyas, dan
disebut Maqis alaih.

2) Fara atau cabang, ialah soal yang diqiyaskan atau yang dicari ketentuan
hukumnya secara qiyas, disebut maqis.

3) Hukum, yaitu ketentuan hukum yang diambil dengan cara qiyas.

4) Illat atau alasan, yaitu kesatuan sifat yang terdapat dalam maqis alaih dan
maqis, jadi perumpamaan sebab adanya qiyas.[68]

Jika keempat unsur dari qiyas tersebut telah dipenuhi, maka qiyas dapat berlaku
dan menjadi sumber hukum islam yang keempat. Hal ini sesuai dengan pendapat
jumhur ulama dengan berdasarkan dalil-dalil dalam Al-Quran surat Al-Ankabut
ayat 43 sebagai berikut:






Dan missal-misal percontohan itu kamu menjadikannya bagi manusia, dan tidak
akan dapat mengerti kecuali orang-orang yang sama mengetahui.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 2:



Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai pandangan.[69]

Jadi dapat dipahami bahwa qiyas tidak boleh dipandang benar dan tidak boleh
dianggap sebagai bagian dari dalil hukum syariat kecuali jika memenuhi syarat-
syarat tertentu seperti yang telah diterangkan di atas.

3. Tujuan Hukum Islam


Syariat Islam diturunkan oleh Allah SWT, sebagai wujud kasih sayangnya (rahmat)
bagi seluruh alam ini, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat
107:





Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi seluruh alam.[70]

Oleh karena itu arah dan tujuan diterapkannya hukum Islam ada tiga bagian, yaitu:

a. Pendidikan dan Pensucian

Diterapkannya hukum Islam untuk umat manusia pertama-tama ditujukan untuk


mendidik dan membersihkan diri seseorang, agar dia mampu menjadi sumber
kebaikan bagi kelompok dan masyarakatnya, bukan menjadi petaka dan penyebar
keburukan bagi orang lain.

Pendidikan itu diwujudkan dalam perintah melakukan ibadah. Hal ini semuanya
untuk mendidik dan membersihkan diri serta memperkokoh hubungan
kemasyarakatan.[71]

b. Menegakkan Keadilan

Diterapkannya Syariat Islam bagi umat manusia ditujukan untuk menegakkan


keadilan di tengah-tengah masyarakat, baik adil terhadap dirinya maupun adil
kepada orang lain.

Islam mengarahkan keadilan yang bersifat kemasyarakatan dengan bentuk


ketetapan bahwa semua manusia dianggap sama di depan hukum. Tidak pandang
bulu, meskipun mengenai penguasa dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Sehingga
yang lemah tidak merasa putus ada mendapatkan keadilan karena kelemahannya
dan yang kuat merasa sombong dengan kekuatannya.[72]

c. Mewujudkan Kemaslahatan

Tujuan Allah SWT mensyariatkan hukum-Nya adalah untuk memelihara


kemaslahatan manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di dunia
maupun di akhirat.[73] Dan kemaslahatan ini merupakan tujuan yang hakiki dari
ditetapkannya tiap-tiap hukum Islam. Oleh karena itu setiap aturan hukum yang
terkandung dalam Al-Quran ataupun As-Sunnah pasti harus mengandung
kemaslahatan yang nyata.

Kemaslahatan yang dimaksud Islam adalah kemaslahatam yang hakiki yang bersifat
umum, bukan kemaslahatan yang bersifat sebagian dan sempit yang kadang diukur
oleh keinginan nafsu. Allah SWT menciptakan syariat untuk merealisir
kemaslahatan umum tersebut dan memberikan kemanfaatan serta menghindarkan
kemafsadatan (kerusakan) bagi umat manusia.[74]

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat, berdasarkan


penelitian para ahli teori hukum islam, ada lima pokok yang harus dipelihara dan
diwujudkan, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Seorang mukallaf akan
memperoleh kemaslahatan jika ia mampu memelihara kelima hal itu, sebaliknya ia
akan merasakan adanya mafsadat jika ia tidak dapat memelihara kelima hal utama
itu dengan baik.[75]

Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan hukum islam hanyalah untuk mewujudkan
kemaslahatan masyarakat, baik di dunia maupun di akhirat, menolak kemadlaratan
dan kemafsadatan.

B. Hukum Islam terhadap Inseminasi Buatan pada Manusia

Mengenai hukum dari inseminasi buatan pada manusia bila ditinjau dari perspektif
islam, maka dapat ditafsil (perinci) sebagai berikut:

1. Inseminasi Buatan dengan Sperma dan Ovum Suami Isteri

Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana tinjauan hukum islam terhadap
inseminasi buatan pada manusia jika sperma ataupun ovum berasal dari pasangan
suami isteri sendiri.

Upaya inseminasi buatan ataupun bayi tabung dibolehkan dalam islam, manakala
perpaduan sperma dengan ovum itu bersumber dari suami isteri yang sah
(Inseminasi Homolog) yang juga disebut juga dengan artificial insemination
husband (AIH).[76]

Inseminasi Homolog dan bayi tabung tidak melanggar ketentuan agama, karena
adanya maksud hanya menempuh jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan
memeperoleh keturunan tanpa melalui prosedur senggama, karena tidak dapat
membuahi dan dibuahi.

Untuk lebih jelasnya penulis akan kemukakan beberapa pendapat ulama,


organisasi dan lembaga islam mengenai hukum dari inseminasi buatan dengan
sperma dan ovum yang berasal dari pasangan suami isteri sebagai berikut:

a. KH. Hasan Basri mengemukakan bahwa:

Proses kelahiran melalui teknik bayi tabung menurut agama islam itu dibolehkan
dan sah, asal yang pokok sperma dan sel telurnya dari pasangan suami isteri. Hal
ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan yang menjurus kepada bayi
tabung dengan positif patut disyukuri. Dan ini merupakan karunia Allah SWT, sebab
bisa dibayangkan sepasangan suami isteri yang sudah 14 tahun mendambakan
seorang anak bisa terpenuhi.[77]
b. Nahdlatul Ulama dalam keputusan Munas alim ulama di Kaliurang Yogyakarta,
memutuskan bahwa apabila mani yang di tabung itu mani suami isteri dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtarom, serta dimasukkan ke dalam rahim isterinya
sendiri, maka hukumnya boleh.[78]

c. Peserta muktamar tarjih Muhammadiyah XXI di Klaten berpendapat, bahwa bayi


tabung menurut proses dengan sperma dan ovum dari suami isteri yang sah
hukumnya mubah, dengan syarat sebagai berikut:

1) Teknis pengambilan sperma dengan cara yang tidak bertentangan dengan


prinsip ajaran islam.

2) Penempatan zigote sebaiknya dilakukan oleh dokter wanita.

3) Resepian adalah isteri sendiri.[79]

d. Majelis Ulama Indonesia mengemukakan, bahwa inseminasi buatan atau bayi


tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari pasangan suami isteri yang sah
secara muhtaram, dibenarkan oleh islam, selama mereka dalam ikatan perkawinan
yang sah.[80]

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa inseminasi buatan apabila
dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami isteri sendiri dengan cara muhtarom
dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk isterinya yang
lain (bagi suami yang berpologami), maka islam membenarkan.

Kebolehan hal ini baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan
ke dalam vagina atau uterus isteri, maupun dengan dengan cara pembuahan
dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam
rahim isteri, asal keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara
pembuahan alami suami isteri tidak dapat memperoleh anak.

Konferensi fiqih islam gelombang dua yang diadakan pada tahun 1404 H,
membolehkan dua bentuk inseminasi buatan. Pertama, metode yang di dalamnya
nutfah dari seorang laki-laki yang beristeri diambil, lalu di suntikkan ke dalam rahim
atau vagina isterinya sendiri. Kedua, metode di dalamnya benih laki-laki dan wanita
diambil dari pasangan suami isteri, dan pembuahan keduanya diadakan secara
eksternal di dalam tabung eksperimen, lalu hasil pembuahan ditanam dalam rahim
isteri pemilik sel telur. Bentuk ini tidak boleh digunakan kecuali dalam kondisi yang
sangat darurat.[81] Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh Islam:








Hajat (kebutuhan yang sangat penting )itu diperlakukan seperti dalam keadaan
terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat atau terpaksa itu membolehkan
melakukan hal-hal yang telarang.[82]

Pengertian hajat di sini bukanlah hajat yang biasa kita temui dalam bahasa
Indonesia, yang mempunyai padanan kata (sinonim) kebutuhan. Hajat yang
dikehendaki di sini adalah kondisi seseorang yang tidak dibayang-bayangi
kematian. Namun andaikan dia tidak makan barang haram, misalnya, maka ia akan
mengalami kepayahan dan kesulitan luar biasa.[83]

Begitu juga bagi pasangan suami isteri yang dalam kondisi mandul, mereka sangat
merasa kesulitan akibat tidak hamil dengan cara senggama, padahal mereka sangat
menantikan akan kehadiran seorang anak demi terpeliharanya keturunan di antara
keduanya. Dengan demikian, untuk tercapainya tujuan kehamilan bagi pasangan
yang mandul, maka perlu ditolong oleh dokter ahli dengan cara inseminasi buatan,
yang diambil dari zat sperma dengan ovum suami isteri yang sah. Kaidah ini
berlandaskan dengan Hadits Nabi SAW yang berbunyi:

Tidak boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang lain.[84]

Dari dalil di atas Fakhr al-Din al-Razi menjelaskan bahwa kataDlarar adalah sebuah
perasaan sakit atau tidak nyaman yang terbesit dalam hati. Disebut perasaan sakit,
karena bila menimpa diri kita maka hati akan merasa sakit, disebut tidak enak
karena baik fisik atau psikis (jiwa) akan merasakan ketidak nyamanan saat ditimpa
bahaya tersebut. Dalam al-Mashul, al-Razi menjelaskan lebih lanjut bahwa, yang
dimaksud dengan perasaan sakit dalam hati (alam al-qolb) secara istilah adalah
tertekannya hati yang disebabkan oleh tekanan aliran darah disekitar hati.[85]

Dari sini dapat dipahami bahwa setiap perbuatan yang menyakitkan hati atau
menggusarkan perasaan adalah termasuk kategori Dlarar. Begitu juga bagi
pasangan suami isteri yang mandul, tentunya akan menggusarkan perasaan
keduanya karena tidak adanya kehadiran seorang anak yang selama ini mereka
dambakan. Sehingga masalah ini masuk kategori Dlarar yang dapat membolehkan
perkara yang diharamkan.

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa manakala penghamilan itu


dengan benih sperma suami untuk pembuahan ovum isterinya, maka yang
demikian itu masih dibenarkan oleh hukum dan syariat yang diikuti oleh
masyarakat yang beradab. Pada inseminasi buatan yang menggunakan sperma dan
ovum dari suami isteri dijamin tidak akan menimbulkan masalah pada semua
aspek, baik dari aspek nasab ataupun waris, bahkan hal itu merupakan suatu cara
pemecahan untuk membantu pasangan mandul untuk mendapatkan keturunan
yang sah.

2. Inseminasi Buatan dengan Sistem Donor

Pada prinsipnya di dalam Al-Quran tidak ditemukan ayat-ayat yang mengatur


secara khusus tentang inseminasi buatan yang menggunakan sperma donor dan
ovumnya berasal dari isteri kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim
isteri. Tetapi yang ada, adalah adanya larangan penggunaan sperma donor, seperti
terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 223, sebagai berikut:










Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja
dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.[86]

Firman Allah di atas, memerintahkan kepada kaum laki-laki (suami) untuk


menaburkan benihnya (spermanya) kepada isteri-isterinya, dan bukan pada orang
lain. Begitu juga sebaliknya, bahwa isteri-isteri harus menerima sperma dari
suaminya, karena ia (isteri) merupakan tanah (ladang) bagi suaminya. Maka apabila
mereka melaksanakan perintah ini secara konsekuen, maka ia termasuk orang-
orang yang beriman.

Di dalam surat An-Nur ayat 30-31 Allah juga berfirman, yang artinya:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan


pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka perbuat . Katakanlah
kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya.[87]

Ayat di atas memerintahkan kepada suami (laki-laki) mukmin untuk menahan


pandangannya dan kemaluannya, termasuk di dalamnya memelihara jangan
sampai sperma yang keluar dari farjinya (alat kelamin) itu bertaburan atau
ditaburkan ke dalam rahim yang bukan isterinya. Begitu juga wanita yang beriman
diperintahkan untuk menjaga kemaluannya, artinya jangan sampai farjinya itu
menerima sperma yang bukan berasal dari suaminya.

Di dalam Hadits Nabi SAW disebutkan bahwa:












Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT.
Dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di
dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.[88]

Apabila ditelaah Hadits ini maka jelaslah bahwa meletakkan sperma ke dalam rahim
wanita yang tidak sah baginya, adalah merupakan dosa besar sesudah syirik
kepada Allah SWT.

Berdasarkan atas firman Allah dan Hadits Nabi tersebut, maka dapatlah
dikemukakan bahwa seorang isteri tidak diperkenankan untuk menerima sperma
dari orang lain, baik yang dilakukan secara fisik ataupun pre-embrio. Dan hal yang
terakhir ini analogi dengan penggunaan sperma donor. Karena di sini pendonor
tidak melakukan hubungan badan secara fisik dengan isteri,tetapi isteri menerima
dalam bentuk pre-embrio. Dan apabila hal ini juga dilakukan oleh isteri, maka ini
juga termasuk zina, sedangkan zina merupakan dosa besar sesudah syirik.

Lebih lanjut Syekh Syaltut mengatakan bahwa:

Dan bilamana inseminasi buatan untuk manusia itu bukan dari sperma suami, maka
hal seperti ini statusnya tidak dapat diragukan lagi adalah perbuatan yang sangat
buruk sekali dan suatu kejahatan yang lebih mungkar dari memungut anak.[89]

Pengangkatan (memungut) anak yang dinilai sebagai suatu kejahatan, jika anak
angkat tersebut dinasabkan ke bapak angkatnya yang pada dasarnya tidak ada
pertalian darah sama sekali.

Sedangkan inseminasi buatan yang dikatakan oleh Syekh Syaltut kejahatannya


lebih hebat dari pengangkatan anak , yaitu jika tercampur benih sperma atau ovum
dari laki-laki atau wanita lain yang tidak ada ikatan perkawinan yang sah. Hal ini
bisa dikatakan sebagai inseminasi buatan yang dibingkai oleh unsur perzinaan yang
tidak sesuai dengan perundang-undangan dan syariat, serta bertentangan pula
dengan harkat kemanusiaan yang luhur.

Adapun dalil-dalil syari yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan
inseminasi buatan pada manusia dengan sistem donor sebagai berikut:

a. Al-Quran surat Al-Isra ayat 70:













Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam. Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
kami ciptakan.[90]

Dan surat At-Tin ayat 4:








Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya.[91]

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai
makhluk yang mempunyai kelebihan ataupun keistimewaan sehingga melebihi
makhluk-makhluk Allah lainnya. Dan Allah sendiri berkenan memuliakan manusia,
maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan
menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan
sistem donor tersebut merupakan inseminasi yang dibingkai dengan unsur
perzinaan. Pada hakikatnya merendahkan harkat manusia hingga sejajar dengan
hewan yang diinseminasi.

b. Dalil dari Hadits Nabi SAW:









Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan
airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina isteri orang lain). Hadits riwayat
Abu Daud,At-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang sohih oleh Ibnu Hibban.[92]

Hadits di atas dapat dijadikan sebagai dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan
dengan donor sperma ataupun ovum, karena kata ( ) di dalam bahas arab juga
dalam Al-Quran bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya,
seperti tersebut dalam surat Thaha ayat 53, dan juga bisa untuk pengertian benda
cair atau sperma seperti yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 45 dan Al-Thariq
ayat 6.

c. Kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi:







Mencegah bahaya lebih utama daripada menarik datangnya kebaikan.[93]


Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan dengan sistem donor tersebut
lebih mendatangkan madharatnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa
membantu pasangan suami isteri yang keduanya atau salah satunya mandul atau
ada hambatan alami pada suami atau isteri yang menghalangi bertemunya sel
sperma dengan sel telur. Misalnya, karena saluran telurnya (tuba paluppi) terlalu
sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah dari
inseminasi buatan sistem donor ini jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut:

1) Percampuran nasab, padahal islam sangat menjaga kesucian dan kehormatan


kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa
yang halal dan siapa yang haram dinikahi).

2) Inseminasi buatan sistem donor pada hakikatnya sama dengan zina, karena
terjadi percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan tang sah.

3) Anak hasil inseminasi buatan sistem donor ini yang pencampuran nasabya
terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak
adopsi yang umumnya diketahui asal nasabnya.[94]

4) Mengacaukan hukum islam untuk menentukan siapa wali putri yang lahir dari
proses tersebut, karena nasabnya sudah kabur.

5) Menyulitkan hukum islam untuk menentukan hak-haknya dalam urusan


pewarisan.[95]

Untuk lebih jelasnya mengenai hukum dari inseminasi buatan dengan sistem donor,
maka penulis akan kemukakan beberapa pendapat dari ulama mengenai hukum
dari inseminasi buatan pada manusia dengan sperma yang berasal dari orang lain
(pendonor) sebagai berikut:

a. Syekh Muhammad Yusuf Qardawi mengatakan bahwa:

Islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan pengharaman zina dan


pengangkatan anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari
anasir-anasir asing, maka untuk islam juga mengharamkan pencangkokan sperma
(bayi tabung), apabila pencangkokan bukan dari sperma suami.[96]

b. Syekh Syaltut dalam fatwanya mengatakan bahwa:

Adapun, jika inseminasi itu dari sperma laki-laki lain yang tidak terikat akad
perkawinan dengan si wanita - dan barangkali ini yang banyak dibicarakan orang
mengenai inseminasi maka sesungguhnya tidak dapat diragukan lagi, hal itu akan
mendorong manusia ke taraf kehidupa hewan dan tumbuh tumbuhan dan
mengeluarkannya dari harkat kemanusiaan, yaitu harkat kemasyarakatan yang
luhur yang dipertautkan dalam jalinan perkawinan yang telah disebar luaskan.[97]
c. Nahdlatul Ulama dalam keputusan Munas alim ulama di Kaliurang Yogyakarta,
memutuskan bahwa apabila mani yang di tabung dan yang dimasukkan dalam
rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami isteri, maka hukumnya haram.
[98]

Dari beberapa dalil dan juga pendapat dari ulama di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa inseminasi buatan dengan sperma yang berasal dari laki-laki
lain (pendonor) maka hal tersebut diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina
(prostitusi). Sehingga perbuatan ini dianggap sebagai perbuatan yang sangat buruk
sekali.

Dari pembahasan-pembahasan di atas maka secara ringkas, Hukum Islam terhadap


teknik inseminasi buatan terhadap manusia dapat dilihat pada table berikut ini:

Jenis
Media Pembuaha
No Inseminasi Sperma Ovum Hukum Alasan
n
Buatan

FIV Suami Isteri Rahim Isteri Halal Tidak


1 melibatkan
(Fertilization In orang lain
Vitro)

FIV Suami Isteri Rahim orang lain/ Haram Melibatkan


titipan/ sewaan orang lain dan
2 (Fertilization In dianalogikan
Vitro) dengan zina

FIV Suami Orang Rahim isteri Haram Melibatkan


lain orang lain dan
3 (Fertilization In dianalogikan
Vitro) dengan zina

FIV Suami Orang Rahim orang lain/ haram Melibatkan


lain titipan/ sewaan orang lain dan
4 (Fertilization In dianalogikan
Vitro) dengan zina

FIV Orang Isteri Rahim isteri Haram Melibatkan


lain/donor orang lain dan
5 (Fertilization In dianalogikan
Vitro) dengan zina

6 FIV Orang Isteri Rahim orang lain/ Haram Melibatkan


lain/ titipan/sewaan orang lain dan
(Fertilization In donor dianalogikan
Vitro)
dengan zina

FIV Orang Orang Rahim isteri Haram Melibatkan


lain/ lain/donor sebagai titipan/ orang lain dan
7 (Fertilization In donor sewaan dianalogikan
Vitro) dengan zina

FIV Suami Isteri Rahim isteri yang Haram Melibatkan


lain orang lain dan
(Fertilization In dianggap
8 Vitro) menyulitkan
dan mengada-
ada

GIFT Suami Isteri Rahim isteri Halal Tidak


melibatkan
9 (Gammete Intra orang lain
Fallopian
Transfer)

GIFT Donor Isteri Rahim isteri Haram Melibatkan


orang lain dan
10 (Gammete Intra dianalogikan
Fallopian dengan zina
Transfer)

Dari table tampak jelas bahwa teknik inseminasi buatan yang dibenarkan menurut
moral dan hukum Islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta
perbuatan itu dilakukan karena adanya hajat dan tidak untuk main-main atau
percobaan. Sedangkan teknik inseminasi buatan yang melibatkan pihak ketiga
hukumnya haram.

C. Hukum Islam Tentang Kontrak (Sewa) Rahim Dalam Inseminasi Buatan

Persoalan lain yang muncul berkaitan dengan adanya inseminasi buatan (Fertilisasi
in Vitro) adalah fenomena ibu titipan (surrogate mother) atau sering disebut dengan
rahim sewaan. Dan yang dimaksudkan penyewaan rahim wanita di sini adalah
suami isteri bersepakat dengan seorang wanita asing untuk menanamkan sel telur
isteri yang telah dibuahi dengan air suaminya ke dalam rahim wanita tersebut
dengan upah yang disepakati.[99]

Munculnya ide surrogate mother ini, disebabkan karena isteri tidak dapat
mengandung karena kelainan atau kerusakan pada rahimnya, atau isteri sejak lahir
tidak punya rahim, atau bahkan isteri tidak mau bersusah payah untuk
mengandung disebabkan karena ingin mempertahankan tubuh yang atletis,
mengingat ia seorang wanita karier.[100]

Pada masa yang akan datang persoalan sewa rahim tidak menutup suatu
kemungkinan akan mengalami perkembangan yang pesat, hal ini terutama sekali
akan disenamgi oleh isteri-isteri yang mementingkan karier daripada tugas sebagai
ibu rumah tangga. Yang pada akhirnya akan mengarah pada komersialisasi rahim,
perbuatan semacam ini sudah menyalahi kodrat sebagai manusia, di mana Allah
telah memberikan organ tubuh yang lengkap, dan manusia semacam itu tidak
mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Sebelum membahas tentang hukum dari penyewaan rahim ini, maka ada baiknya
penulis akan menjelaskan tentang pembagian dari macam-macam penyewaan
rahim. Adapun penyewaan rahim bisa memiliki bentuk yang bermacam-macam,
sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Sel telur diambil dari isteri yang dibuahi dengan air suaminya, lalu hasil
pembuahan dimasukkan ke dalam rahim wanita yang disewa untuk itu. Ini dilakukan
karena penyakit dalam rahim isteri, atau karena rahim tersebut telah diangkat
dengan operasi, atau karena sikap bermewah-mewahan dari wanita yang ingin
menjauhi beban yang diakibatkan oleh proses mengandung dan melahirkan.

2. Diadakan pembuahan eksternal antara nutfah (air mani) laki-laki dengan sel
telur wanita yang bukan isterinya, lalu hasil pembuahan ditanam dalam rahim
seorang sukarelawan. Dan ketika lahir anak tersebut diserahkan kepada dua orang
suami isteri yang mandul.

3. Diadakan pembuahan eksternal di dalam bejana eksperimen antara dua benih


suami isteri, lalu hasil pembuahan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain, yaitu
isteri kedua dari sang suami. Bisa jadi masing-masing dari kedua isteri memberikan
sumbangan kepada yang lain. Isteri pertama menyumbangkan sel telur, dan isteri
kedua menyumbangkan rahim untuk mengandung.[101]

Mengenai hukum dari beberapa macam penyewaan rahim di atas, maka Konferensi
Fikih Islam gelombang ketiga melarang semua bentuk penyewaan rahim sebagai
sesuatu yang diharamkan oleh syari dan dilarangkan dengan tegas, karena dirinya
sendiri, atau karena apa yang diakibatkannya, berupa pencampuran nasab,
hilangnya keibuan, atau bahaya-bahaya syari lainnya.[102]

Hukum yang disimpulkan oleh Konferensi Fikih Islam di atas di sandarkan pada
banyak ancaman dan bahaya yang menyertai proses pembuahan eksternal (FIV)
atau internal (GIFT), di mana sel telur yang telah dibuahi diletakkan di dalam rahim
selain isteri. Sama saja baik rahim yang disewa itu adalah rahim isteri kedua atau
rahim wanita lain.
Dengan alasan bahwa jika rahim yang disewa itu adalah rahim isteri yang lain dari
suaminya sendiri, maka dengan cara ini tidak diketahui siapakah sebenarnya dari
kedua isteri ini yang merupakan ibu dari bayi yang akan dilahirkan kelak. Juga
kepada siapakah nasab (keturunan) sang bayi disandarkan, pemilik sel telur
ataukah pemilik rahim.[103]

Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat dalam masalah siapa ibu dari ketiga bentuk
penyewaan rahim ini:

Pendapat pertama: Ibu yang sebenarnya adalah pemilik sel telur. Sedangkan
pemilik rahim yang mengandung dan melahirkannya adalah seperti ibu penyusuan.
Sebab, anak mengambil dari tubuhnya sesuatu yang lebih banyak dari yang diambil
oleh anak yang disusui dari ibu yang menyusuinya dalam penyusuan yang
mengharamkan apa yang diharamkan oleh nasab. Di antara yang mengutarakan
pendapat ini adalah Dr. Mushthafa az-Zarqa, Dr. Muahammad Nuaim Yasin, dan Dr.
Yusuf al-Qaradhawi.

Pendapat kedua: Ibu yang sebenarnya adalah yang mengandung dan melahirkan.
Sedangkan pemilik sel telur adalah seperti ibu penyusuan. Pendapat ini diutarakan
oleh sebagian besar fuqoha yang berbicara tentang tema ini dalam Konferensi Fikih
Islam.

Di antara dalil pendapat ini adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Mujadalah ayat
2:




Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya.[104]

Ini adalah nash yang keberadaan dan petunjuknya pasti. Apalagi ayat ini disebutkan
dalam bentuk hashr (pembatasan).

Pendapat ketiga: Salah satu dari keduanya bukanlah ibu bagi anak. Sebab,
keduanya telah terputus dari dua hubungan secara bersama-sama. Salah satu
hubungan, yaitu sel telur telah terputus dengan jelas dari wanita yang melahirkan.
Dan hubungan kedua bagi ibu, yaitu mengandung dan melahirkan, telah terputus
dari pemilik sel telur.[105]

Dan juga keharaman dari berbagai macam penyewaan rahim, disebabkan karena
adanya bahaya-bahaya (madharat) sebagai berikut:

1. Bercampurnya nasab. Yang terdapat suatu kemungkinan terjadinya kesalahan,


yaitu sampel diambil dari seseorang dan dinisbatkan kepada oranglain. Hal ini
mengakibatkan hancurnya nilai-nilai yang melindungi nasab. Dan melindungi nasab
adalah salah satu tujuan pokok syariat.
2. Memunculkan adanya bank-bank sperma dan berbagai permasalahan yang
ditimbulkannya, serta perdagangan sperma orang-orang jenius.

3. Adanya pusat-pusat perdagangan bagi proyek-proyek tersebut. Dan ini adalah


cara yang sangat mengerikan, yang mana terjadi perdagangan kemaluan dan rahim
dengan cara yang sangat modern.

4. Pembekuan janin-janin yang melebihi kebutuhan dan penggunaannya di bidang


penelitian.[106]

Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa kontrak atau penyewaan rahim dari
berbagai macam bentuknya itu tidak diperbolehkan dan dihukumi haram secara
syari Karena banyak mengandung mafsadat atau madharatnya daripada
maslahahnya.

D. Kedudukan Anak Dari Hasil Inseminasi Buatan Dalam Hukum Waris Islam

Di atas telah dikemukakan tentang tentang hukum islam terhadap inseminasi


buatan dengan sperma ataupun ovum dari pasangan suami isteri, dari sistem
donor, maupun inseminasi buatan dengan sistem sewa rahim, maka berikut ini
penulis akan kemukakan tentang kedudukan anak dari hasil inseminasi buatan
dalam hukum waris islam.

1. Anak Yang Berasal Dari Sperma Suami

Islam telah menetapkan hukum bahwa anak yang dilahirkan melalui inseminasi
buatan yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri sendiri,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri adalah sebagai anak
yang sah dan dapat disamakan dengan anak yang dilahirkan secara alami.
Dikatakan sah oleh karena anak itu lahir dari pasangan suami isteri yang sah
menurut agama, karena sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasangan
suami isteri.[107] Sebagaimana Prof. Drs. Husein Yusuf mengemukakan bahwa:

Bayi tabung dilakukan bila sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang
diproses dalam tabung, setelah terjadinya pembuahan kemudian disarangkandalam
rahim isterinya sampai saat terjadi kelahiran, maka secara otomatis anak tersebut
dapat dipertalikan keturunannya dengan ayah beserta ibunya, dan anak itu
mempunyai kedudukan yang sah menurut syariat islam[108]

Hal ini juga telah difatwakan oleh Syekh Syaltut, bahwa mana manakala
penghamilan itu dengan benih sperma suami untuk pembuahan isterinya, maka
yang demikian itu menurut Syekh Syaltut masih dibenarkan dan anak yang
dilahirkannya merupakan anak yang sah dari pasangan tersebut.[109]

Dengan demikian, anak sah dengan sendirinya berhak untuk mewaris dari orang
tuanya (pewaris). Dan bagian yang harus diterimanya adalah tidak sama antara ahli
waris laki-laki dan dan perempuan. Laki-laki mendapat dua bagian, dan ahli waris
perempuan mendapat satu bagian. Hal ini telah sesuai dengan nash dalam Al-
Quran surat An-Nisa ayat 11, sebagai berikut:

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)


anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan.[110]

Adanya perbedaan bagian antara laki-laki dengan perempuan adalah disebabkan


karena:

a. Anak laki-laki berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada isterinya

b. Anak laki-laki berkewajiban memberikan nafkah kepada orang tuanya.

Dan jika yang menjadi ahli waris hanya anak perempuan 2 orang atau lebih,maka ia
mendapat bagian 2/3 dari apa yang ditinggalkan oleh bapaknya, sedangkan jika
anak perempuan hanya seorang, maka ia mendapat dari warisan.

2. Anak Yang Berasal Dari Sperma Donor

Menurut hukum islam bahwa anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan yang
menggunakan sperma donor dikualifikasi sebagai anak zina.

Pandangan di atas senada dengan apa yang dikatakan oleh H. Salim Dimyati, yang
mengatakan bahwa:

Bayi tabung yang menggunakan sperma ayah donor, sedangkan sel telurnya dari
ibu dan diperoleh dengan operasi langsung dari kandungan telurnya. Di sini jelas
ada unsur ketiga dalam tubuh si ibu.maka dalam hal ini telah terjadi perzinahan
terselubung, meskipun tidak melakukan perzinahan secara fisik. Anak yang lahir
karenanya termasuk anak zina.[111]

Di dalam Al-Quran tidak ada suatu ayat yang mengatur tentang warisan anak zina,
yang ada hanya mengatur tentang warisan anak sah sebagaimana yang dilahirkan
secara alami. Tetapi dalam Hadits Nabi Muhammad SAW menentukan bahwa anak
yang dilahirkan dalam zina hanya mewaris dari ibunya dan ibunya mewaris dari
anaknya.

Hadits tersebut secara lengkap berbunyi:

Rosulullah telah memutuskan tentang anak dari suami isteri yang bermulaanah
(zina), bahwa si anak dapat warisan dari ibunya dan ibunya dapat warisan dari
anaknya (HR. Ahmad).[112]
Hadits di atas senada dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 43 UU Nomor
1 tahun 1974 yang berbunyi:

Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata


dengan ibunya dan keluarga ibunya.[113]

Prof. T.M. Hasbi As-Shidiqy memberikan komentar tentang warisan anak yang
dilahirkan melalui proses inseminasi buatan yang menggunakan sperma donor. Ia
mengatakan bahwa:

Anak tersebut tidak ada pusaka mempusakai antara si ayah dengan anak tersebut.
Si anak dibangsakan kepada si ibu. Ibunyalah yang menjadi pokok nasabnya
(keturunan) maka harta pusakanya diwariskan nanti, harta pusaka yang
ditinggalkan oleh keluarganya tidak ada hubungan sama sekali.[114]

Dari keterangan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa anak yang dilahirkan
melalui inseminasi buatan dengan sistem donor itu dihukumi dengan anak zina,
sehingga anak zina tersebut tidak mendapatkan warisan dari pihak ayahnya, tetapi
mendapatkan warisan dari pihak ibunya.

3. Anak Yang Berasal Dari Sistem Sewa Rahim

Menurut hasil ijtihad dari ulama dan tokoh islam bahwa anak yang dilahirkan
melalui proses inseminasi buatan yang menggunakan penyewaan rahim dapat
digolongkan kepada anak susuan, pendapat ini dikemukakan oleh Dr. Mushthafa az-
Zarqa, Dr. Muahammad Nuaim Yasin, dan Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Dan anak susuan
adalah seorang anak yang disusukan oleh orang lain. Dan hal ini pernah terjadi
pada diri Nabi Muhammad SAW.

Ibu susuan di sini hanyalah berkewajiban untuk menyusui anak tersebut. Apabila ia
sudah berumur dua tahun atau lebih, maka anak itu diserahkan kepada orang
tuanya. Begitu juga halnya dengan anak yang dilahirkan dengan melalui inseminasi
buatan dengan sewa rahim (ibu titipan).

Orang tua biologis hanya menitipkan embrio kepada ibu titipan untuk dikandung
dan dilahirkan. Setelah anak itu lahir, maka ibu titipan itu berkewajiban untuk
menyerahkan anak tersebut kepada orang tua biologis. Dan warisan anak tersebut
diperoleh dari orang tua biologis.[115] Sehingga anak tersebut dapat mewarisi dari
orang tua biologis, yaitu orang yang memiliki sel telur, bukan orang pemilik rahim.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian yang yang telah dijelaskan secara panjang lebar, maka pada
bagian akhir ini penulis dapat menyimpulkan sesuai dengan rumusan masalahnya
sebagai berikut:

1. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari pasangan suami isteri
sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (surrogate
mother), meskipun wanita lain itu adalah isterinya sendiri. Maka hal ini
diperbolehkan dalam Islam, dengan catatan jika keadaan kondisi dari pasangan
suami isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya. Dan status anak dari
hasil inseminasi buatan jenis ini sah menurut islam.

Inseminasi buatan dengan sperma atau ovum dari pendonor, maka hal dalam hal ini
Islam mengharamkannya dengan keras, karena hukumnya sama dengan zina. Dan
anak yang dilahirkan dari inseminasi buatan ini statusnya sama dengan anak yang
dilahirkan diluar perkawinan yang sah (zina).

2.

72

Hukum Islam terhadap kontrak atau penyewaan rahim dari berbagai macam
bentuknya itu tidak diperbolehkan dan dihukumi haram secara syari Karena banyak
mengandung mafsadat atau madharatnya daripada maslahahnya. Alasan syari
tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk
kepada maksud larangan berbuat zina. Secara filosofis larangan zina itu didasarkan
atas dua hal. Pertama, tindakan melacur dan kedua, akibat tindakan itu dapat
menyebabkan kaburnya keturunan.

3. Mengenai kedudukan anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan dengan


menggunakan sperma dari suami dalam hukum waris islam, maka Islam telah
menetapkan hukum bahwa anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan yang
menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri sendiri, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri adalah sebagai anak yang sah
dan dapat disamakan dengan anak yang dilahirkansecara alami. Sehingga anak
tersebut dapat menerima warisan dari kedua orang tuanya.

Mengenai kedudukan anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan dengan


menggunakan sperma donor dalam hukum waris islam. Maka islam telah
menetapkan bahwa anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan dengan sistem
donor itu dihukumi dengan anak zina, sehingga anak zina tersebut tidak
mendapatkan warisan dari pihak ayahnya, tetapi mendapatkan warisan dari pihak
ibunya.
Mengenai kedudukan anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan dengan
menggunakan cara sewa rahim, maka menurut hasil ijtihad dari ulama dan tokoh
islam bahwa anak yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan yang
menggunakan penyewaan rahim dapat digolongkan kepada anak susuan. Sehingga
anak tersebut mendapat warisan dari orang tua biologisnya, yaitu orang tua yang
memiliki sel telurnya, Bukan orang yang sebagai pemilik rahim.

B. Saran-Saran

Berdasarkan hasil dari kesimpulan di atas, maka saran-saran yang dapat penulis
kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah hendaknya melarang untuk berdirinya bank sperma dan ovum


untuk proses inseminasi buatan secara donor, karena selain bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945, hal tersebut juga bertentangan dengan norma agama dan
moral, serta dapat merendahkan harkat dan martabat manusia sejajar dengan
hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya ikatan perkawinan.

2. Pemerintah hendaknya hanya mengijinkan dan melayani permintaan


inseminasi buatan dengan menggunakan sel sperma dan ovum suami isteri yang
bersangkutan tanpa di transfer ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan).

3. Pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya


kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi buatan pada manusia
dengan sperma ataupun ovum donor.

4. Bagi pasangan suami isteri yang memang benar-benar tidak bisa menghasilkan
keturunan kecuali dengan sistem donor, maka hendaknya tidak menggunakan
inseminasi buatan jenis ini, karena hal tersebut telah diharamkan oleh islam, akan
tetapi lebih baiknya bagi pasangan tersebut untuk mengangkat anak atau adopsi
karena nasab dari anak tersebut sudah jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. 2000. Terjemah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka
Amani.

Al-khatib Abdurrahman Yahya. 2008. Fikih Wanita Hamil. Jakarta Timur: Qisthi Press.
Arief Abd Salam. 2003. Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan
Realita. Yogyakarta: Lesfi.

Ash-Shiddieqy Hasbi M. 1993. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Asmawi. 2009. Filsafat Hukum Islam. Yogyakarta: Teras.

Baziad Ali Dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Quran dan


terjemahannya. Surabaya: Duta Ilmu.

Djamil Fatkhur Rahman. 1999. Filsafat hukum islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.

Djamil Fatkhur Rahman. 1995. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammaddiyah. Jakarta:
Logos Publishing House.

Ghoffar Abdul M. 2010. Fiqih Wanita Edisi Lengkap. Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar.

Ghozali Rahman Abdul. 2010. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Haq Abdul Dkk. 2006. Formulasi Nalar Fiqh. Surabaya: Khalista.

Kaelany. 2005. Islam & Aspek-aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kulsum Umi. 2007. Risalah Fiqih Wanita Lengkap. Surabaya: Cahaya Mulia.

Mahjuddin. 2007. Masailul Fiqhiyah. Jakarta: Kalam Mulia.

Mahmassani Sobhi. 1976. Filsafat Hukum Dalam Islam. Bandung: Al-Maarif.


Muallim Amir dan yusdani. Tanpa tahun. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. UII
Press.

Nasution Lahmuddin. 2001. Pembaharuan Hukum Islam dalam Mazhab


Syafii. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Permadi Wiryawan Dkk. 2008. Hanya 7 hari Memahami Fertilisasi In Vitro. Bandung:
PT Refika Aditama.

Rahman Taufik. 2000. Hadis Hadis Hukum. Bandung: Pustaka Setia.

Rofiq Ahmad. 2001. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Gama


Media.

Said Qoyyum Ridlwan M. Tanpa Tahun. Terjemah & Komentar Al-Waroqot. Kediri:
Mitra-Gayatri Kediri.

Salim. 1992. Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Syarifuddin Amir. 2005. Meretas Kebekuan Ijtihad. Ciputat: Ciputat Press.

Syarifuddin Amir. 2009. Hukum perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Syaukani Imam. 2006. Rekontruksi Epistimologi Hukum Islam Indonesia. Jakarta:


Rajagrafindo Persada.

Tim PW LTN NU Jatim. 2007. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam. Surabaya:
Khalista.

Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2008. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Nuansa Aulia.
Qaradhawi Yusuf. 2002. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani.

Wahbah Az-Zuhaili. 1989. Alfiqh AlIslam wa Adillatuhu. Beirut: Dar AlFikr.

Zuhdi Masjfuk. 1987. Pengantar Hukum Syariah. Jakarta: CV Haji Masagung.

Zuhdi Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Sumber Dari Internet :

http://female.kompas.com/read/2010/06/11/07271594/Beda.Inseminasi.Buatan.dan.
Bayi.Tabung-12.

http://ferrykarwur.i8.com/materi_bio/materi4.html.

http://www.blogdokter.net/2008/06/24/kemandulan-infertilitas-susah-punya-anak/

[1] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal. 64.

[2] Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), hal. 24.

[3] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.700.

[4] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.99.

[5] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2006), hal.36.

[6] Taufik Rahman, Hadis-Hadis Hukum (Bandung :Pustaka Setia, 2000), hal.99.

[7] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.105.

[8] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2006), hal.36.

[9] Wahbah Az-Zuhaili, Alfiqh AlIslam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar AlFikr,1989),hal.29.


[10] Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2003),hal.8.

[11] Ibid. hal.8.

[12] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2006), hal.39.

[13] Abdul Ghoffar, Fiqih Wanita Edisi Lengkap (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,
2010),hal.396.

[14] Umi Kulsum, Risalah Fiqih Wanita Lengkap (Surabaya:Cahaya Mulia, 2007),
hal.260.

[15] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2006), hal.47.

[16] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.572.

[17] Wiryawan Permadi dkk, Hanya 7 hari Memahami Fertilisasi in Vitro, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2008), hal.2.

[18] http://www.blogdokter.net/2008/06/24/kemandulan-infertilitas-susah-punya-
anak/

[19] Ali Baziad dkk, Ilmu Kandungan, (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2007), hal .497.

[20] Ibid. hal.513.

[21] Wiryawan Permadi dkk, Hanya 7 hari Memahami Fertilisasi in Vitro, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2008), hal.12.

[22] Ibid,.hal.14.

[23] http://www.enformasi.com/2008/09/penyebab-kemandulan.html

[24] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,1993),Hal.37.

[25] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam antara Fakta dan
Realita (Yogyakarta: Lesfi, 2003), hal.158.

[26] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 9.

[27] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997), hal.152.

[28] http://ferrykarwur.i8.com/materi_bio/materi4.html.
[29] DR. Husen Muhammad Al Malah, Al Fatwa Nasyatuha wa Tathowaruha,
Ushuluha wa Tadhbiqotuha (Beirut: Al Maktabah Al Ahriyah,2001),2.868.

[30] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993),
hal.6.

[31] Ibid. hal.7.

[32] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997),hal.20.

[33] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hokum Islam Antara Fakta Dan
Realita (Yogyakarta: lesfi, 2003),hal.159.

[34] M. Shaheb Tahar, 1987.9.

[35] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam antara Fakta dan
Realita(Yogyakarta: Lesfi, 2003),hal.159.

[36] Ibid. hal 159.

[37] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,
1993),hal.34.

[38] Wiryawan Permadi dkk, Hanya 7 hari Memahami Fertilisasi in Vitro(Bandung:


Refika Aditama, 2008),hal.31.

[39] Ibid, hal 33.

[40] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1993),hal.35.

[41] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam antara Fakta dan
Realita (Yogyakarta: Lesfi, 2003),hal.160.

[42] Evi Puspita dkk, inseminasi


buatan(http://ferrykarwur.i8.com/materi_bio/materi4.html),hal.7.

[43] Ibid.hal.8.

[44] Ibid.hal.9.

[45] Wiryawan Permadi dkk, Hanya 7 hari Memahami Fertilisasi in Vitro(Bandung:


Refika Aditama, 2008),hal.10.

[46] Ibid., hal. 53.

[47] Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia(Yogyakarta: gama


media, 2001), hal.20.

[48] Ibid., hal. 22.


[49] Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hal.44.

[50] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah (Jakarta: Haji Masagung, 1987),
hal.46.

[51] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.763.

[52] Imam Syaukani, Rekontruksi Epistimologi Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta:


Raja Grafindo Persada,2006),hal.188.

[53] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah (Jakarta: Haji Masagung, 1987),
hal.49.

[54] Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam (Bandung: Al Maarif, 1976),
hal.142.

[55] ibid, hal.143.

[56] Lahmuddin Nasution, Pembaruan Hukum Islam dalam Mazhab


Syafii (Bandung: Remaja Rosdakarya,2001),hal.3.

[57] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah ( Jakarta: Mas Agung, 1987), hal.53.

[58] Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam (Bandung: Al Maarif, 1976),
hal.151.

[59] Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram (Jakarta: Pustaka
Amani,2000),hal.65.

[60] Ibid, hal.64.

[61] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah ( Jakarta: Mas Agung, 1987), hal.56.

[62] Ibid,hal.57.

[63] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.163.

[64] M Ridwan Qoyyum Saiid, Terjemah dan Komentar Al-Waroqot (Kediri: Mitra
Gayatri, tanpa tahun), hal.135.

[65] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.114.

[66] Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam (Bandung: Al Maarif, 1976),
hal.164.
[67]Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah ( Jakarta: Mas Agung, 1987), hal.75.

[68] Ibid,hal.76.

[69] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.796.

[70] Ibid,hal.461.

[71] Asmawi, Filsafat Hukum Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.44.

[72] Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad (Jakarta: Ciputat


Press,2005),hal.254.

[73] Amir Muallim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam (Jakarta: UII
Press, tanpa tahun),hal.57.

[74] Asmawi, Filsafat Hukum Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 47.

[75] Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
1999),hal.73.

[76] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah (Jakarta: Kalam Mulia,2007),hal.13.

[77] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hal.38.

[78] Tim PW LTN NU Jatim, Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam(Surabaya: LTN NU Jatim, 2004),hal.352.

[79] Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah(Jakarta:


Logos Publishing House,1995),hal.104.

[80] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hal.39.

[81] Yahya Abdurrahman al-Khatib, Fikih Wanita hamil (Jakarta Timur: Qithi Press,
2008),hal.174.

[82] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: Toko Gunung Agung,1997),hal.22.

[83] Abdul Haq,dkk, Formulasi Nalar Fiqh (Surabaya: Khalista,2006),hal.251.

[84] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah (Jakarta: Kalam Mulia,2007),hal.13.

[85] Abdul Haq,dkk, Formulasi Nalar Fiqh (Surabaya: Khalista,2006),hal.212.

[86] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.44.

[87] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar


Grafika,1993),hal.40.
[88] Tim PW LTN NU Jatim, Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam(Surabaya: LTN NU Jatim, 2004),hal.353.

[89] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan
Realita (Yogyakarta: Lesfi,2003),hal.165.

[90] Kaelany, Islam dan Aspek-aspek kemasyarakatan (Jakarta: Bumi


Aksara,2005),hal.5.

[91] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: Toko Gunung Agung,1997),hal.22.

[92] Ibid.hal.23.

[93] Abdul Haq,dkk, Formulasi Nalar Fiqh (Surabaya: Khalista,2006),hal.237.

[94] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: Toko Gunung Agung,1997),hal.25.

[95] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah (Jakarta: Kalam Mulia,2007),hal.14.

[96] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,1993),hal.41.

[97] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan
Realita (Yogyakarta: Lesfi,2003),hal.164.

[98] Tim PW LTN NU Jatim, Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam(Surabaya: LTN NU Jatim, 2004),hal.352.

[99] Yahya Abdurrahman al-Khatib, Fikih Wanita hamil (Jakarta Timur: Qithi Press,
2008),hal.175.

[100] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar


Grafika,1993),hal.83.

[101] Yahya Abdurrahman al-Khatib, Fikih Wanita hamil (Jakarta Timur: Qithi Press,
2008),hal.176.

[102] Ibid.hal.177.

[103] Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer (Jakarta: Gema


Insani,2002),hal.659.

[104] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.791.

[105] Yahya Abdurrahman al-Khatib, Fikih Wanita hamil (Jakarta Timur: Qithi Press,
2008),hal.185.

[106] Ibid.hal.178.
[107] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar
Grafika,1993),hal.90.

[108] Ibid.hal.38.

[109] Abd Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan
Realita (Yogyakarta: Lesfi,2003),hal.163.

[110] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan


terjemahannya (Surabaya:Duta Ilmu, 2005), hal.101.

[111] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar


Grafika,1993),hal.43.

[112] Ibid.hal.94.

[113] Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Nuansa
Aulia,2008),hal.93.

[114] Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum (Jakarta: Sinar


Grafika,1993),hal.94.

[115] Ibid.hal.96

Anda mungkin juga menyukai