Pernikahan adalah sunnatullah yang berlaku umum bagi semua makhluk Nya. Al-Qur`ān menyebutkan dalam Q.S.
Adz Dzariyat /51:49.
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.“
Islam sangat menganjurkan pernikahan, karena dengan pernikahan manusia akan berkembang, sehingga kehidupan
umat manusia dapat dilestarikan. Tanpa pernikahan regenerasi akan terhenti, kehidupan manusia akan terputus, dunia
pun akan sepi dan tidak berarti, karena itu Allah Swt. Mensyariatkan pernikahan sebagaimana difirmankan dalam Q.S.
an-Nahl/16:72.
ن
ممم و فممد وة ج وووروزقوك همم م
م م ح و
ن وو و
م ب ون سي ممم و ن اَ ومزوواَ س
جك همم م ممم م م م ل ل وك ه مجع و و م اَ ومزوواَ ج
جاً وو و سك ه مف س ن اَ ون م ه
م مم مل ل وك ه م جعو و ه و وواَلل ل ه
فهرومننن
م ي وك م هت اَلل لهس هه مم سن ووب سن سعم ومن هوم ول ي هؤ م ست اَ وفوسباًل موباًط س ساَلط وي مب ل ت ت
Artinya:
“ Allah menjadikan dari kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri-istri kamu itu anak-
anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah.”
Ayat tersebut menguatkan rangsangan bagi orang yang merasa belum sanggup, agar tidak khawatir karena belum
cukup biaya, karena dengan pernikahan yang benar dan ikhlas, Allah Swt. akan melapangkan rezeki yang baik dan halal
untuk hidup berumah tangga, sebagaimana dijanjikan Allah Swt. Rasulullah juga banyak menganjurkan kepada para
remaja yang sudah mampu untuk segera menikah agar kondisi jiwanya lebih sehat, seperti dalam hadis berikut.
“Wahai para pemuda! Siapa saja di antara kalian yang sudah mampu maka menikahlah, karena pernikahan itu lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Jika belum mampu maka berpuasalah, karena berpuasa dapat
menjadi benteng (dari gejolak nafsu)”. (¦R. Al-Bukh±ri dan Muslim).
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang artinya bertemu, berkumpul, bersetubuh. Menurut istilah adalah suatu akad
yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Menurut UU No. 1 Th. 1974 tentang pernikahan dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Islam pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah sebagaimana
firman Allah :
ي
ن فس م
ة تاَ س و
م ج
ح و
موود وة ج ووور م ل ب وي من وك ه م
م و واَ اَ سل وي موهاً وو و
جع و و جاً ل مت و م
سك هن ه وم م اَ ومزوواَ ج
سك ه م ن اَ ون م ه
ف س م مم مخل وقو ل وك ه م ن ون اَ لي لت س هه اَ و م
م موو س
ن و
فكهروم و قومم ت ي وت و و م
تل و ل و
ذ لل سك لي ل ت و
21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.( QS. Ar Rum 21 ).
A. Hukum Nikah.
Dilihat dari kondisi orang yang akan menikah hukum nikah ada lima yaitu :
1. Jaiz yaitu diperblehkan, ini adalah hukum asal daripada pernikahan.
2. Sunah yaitu apabila seorang telah mempunyai keinginan menikah dan ia telah mempunyai bekal untuk membiayai
atau memberi nafkah.
3. Wajib yaitu apabila orang yang akan menikah telah mempunyai bekal yang cukup untuk memberi nafkah dan ia ada
kekhawatiran terjerumus kepada perbuatan maksiat seperti zina.
4. Makruh apabila seorang yang akan menikah telah mempunyai hasrat yang kuat untuk menikah
tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah.
5. Haram apabila rang yang akan melakukan pernikahan itu mempunyai niat yang buruk seperti
ingin menyakiti perempuan yang dinikahinya.
B. Rukun Pernikahan.
Yaitu unsur-unsur yang harus dipenuhi agar pernikahan dapat berlangsung dan sah, antara lain
1. Calon suami syaratnya Islam, benar-benar pria, tidak terpaksa, bukan mahram perempuan yang
akan dinikahi, tidak sedang Ihram haji atau umrah, usia minimal 19 tahun.
2. Calon istri syaratnya : Islam, benar-benar perempuan, tidak terpaksa, halal bagi calon suami ,
tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, tidak sedang bersuami atau menjalani masa iddah,
usia minimal 16 tahun.
3. Wali mempelai perempuan syaratnya : Islam, laki-laki, sudah balig, berakal sehat, merdeka
( tidak sedang ditahan , adil, tidak sedang ihram haji atau umrah, tidak dipaksa.
Suatu pernikahan yang tanpa wali adalah tidak sah , sabda Rasul :
” Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya batal ”
4. Dua rang saksi syaratnya : Islam, balig, berakal sehat, merdeka, laki-laki, tidak sedang ihram
Haji atau umrah, memahami arti kalimah ijab dan qabul.
5. Ijab dan qabul syaratnya :
- dengan kata-kata tertentu dan tegas sepeti kata nikah, tazwij, atau terjemahannya.
- diucapkan oleh wali atau wakilnya dan dijawab oleh mempelai pria.
- antara ijab dan qabul tidak bleh ada batas waktu / langsung dijawab.
- tidak dengan sindiran atau tulisan yang tidak jelas dibaca.
- harus dapat didengar, harus bersesuaian, tidak tegantung syarat tertentu.
Adapun orang yang sah menjadi wali adalah menurut urutan sebagai berikut :
1. Bapak kandung, bapak tiri tidak sah.
2. Kakek yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
3. Saudara laki-laki sekandung.
4. Saudara laki-laki sebapak.
5. Anak laki-laki dari saudara lakilaki sekandung.
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
7. Paman ( saudara laki-laki bapak ).
8. Anak laki-laki paman (no. 7).
9. Hakim. Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut pada no. 1 s/d 8 semuanya tidak ada /
menyerahkan pada hakim.
Pengertian Mahram berasal dari kata dalam bahasa arab yang berarti haram dinikahi baik nikah secara resmi maupun
nikah siri. Mahram juga berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi dan yang dimaksud dengan
keharaman menikahi wanita adalah menyangkut boleh atau tidaknya melihat aurat, dan hubungan baik langsung maupun
tidak langsung.
Klasifikasi Mahram
Para ulama membagi mahram kedalam dua golongan besar yakni mahram yang bersifat abadi dan mahram yang bersifat
sementara. Adapun tentang kedua golongan tersebut dapat disimak dalam penjelasan berikut ini
Para ulama kemudian membagi lagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya.
Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan dan karena hubungan akibat persusuan.
b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan yang termasuk didalamnya adalah : Ibu dari istri
(mertua wanita), Anak wanita dari istri (anak tiri bila ibunya telah dicampuri), Istri dari anak laki-laki (menantu
peremuan), Istri dari ayah (ibu tiri).
Selain mahram yang bersifat abadi, dalam islam juga dikenal mahram yang bersifat sementara, yang berarti seorang
wanita yang tadinya haram dinikahi menjadi halal dikarenakan beberapa sebab. Contohnya:Saudara ipar, atau saudara
wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga
berlaku bagi bibi dari istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai atau dalam kata
lain mereka bercerai baik karena cerai mati maupun cerai hidup maka, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi
boleh dinikahi. Demikian juga dengan bibi dari mantan istri.
D. Talak
Menurut bahasa artinya melepaskan ikatan, maksudnya adalah ikatan perkawinan.
Menurut istilah adalah putusnya hubungan tali pernikahan yang telah dijalin oleh suami istri dengan lafal talak atau lafal
lain yang sama maksudnya dengan talak.
Talak dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat memaksa dan tidak ada jalan lain untuk mengadakan perbaikan.
Hal ini diperbolehkan apabila suami istri sudah tidak dapat melakukan kewajiban masing-masing.
1. Hukum daripada talak adalah :
a. Wajib apabila terjadi perselisihan suami istri sedangkan hakim yang mengurusi perkara meman
dang perlu supaya keduanya bercerai. Atau mudarat yang menimpa salah satu dari suami istri
tidak dapat dilhilangkan, kecuali dengan talak itu.
b. Sunah apabila suami tidak sanggup lagi membayar kewajibannya dengan cukup atau perempu-
an tidak menjaga kehormatannya.
c. Haram dalam dua keadaan :
a. mencerai istri sewaktu istri masih haid.
b. mencerai istri sewaktu suci yang telah dicampuri dalam waktu suci itu.
c. Makruh, dan ini adalah hukum asal daripada perceraian. Sabda rasul ;
E. Rujuk.
Artinya kembali, yaitu kembalinya suami kepada ikatan pernikahan dengan istrinya selama
istrinya dalam masa iddah raj’iyyah.
F. Pernikahan di Indonesia.
Di Indonesia pernikahan diatur dalam UU No 1 tahun 1974. UU ini terdiri dari 14 bab dan 67
pasal. Diantara pasal yang penting diketahui :
1. Pasal 2
Ayat 1 disbutkan Pernikahan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap pernikahan dicatat menurut perundang-undangan
yang berlaku.
2. Pasal 39 disebutkan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
3. Pasal 3 dinyatakan ;
a. Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri,
Seorang wanita hanya bleh mempunyai seorang suami.
b. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang,
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Pasal 4 dan 5 dinyatakan jika seorang suami akan beristri lebih dari seorang, ia wajib
mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Izin dapat
diberikan dalam kondisi antara lain:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Adapun syaratnya :
a. Ada persetujuan dari istri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri dan anak mereka.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil.