Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Guyton, 2005).
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007).

B. Etiologi
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :
a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chrons disease, diverticulitis), neoplasma,
traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu.

Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Manif,
2008):
a) Hernia inkarserata
Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera.
b) Non hernia inkarserata, antara lain :
(a) Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau
luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.

(b) Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena
tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal
yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dar i
rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat
diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen
dengan pemberian enema barium.
(c) Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus,
tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit.
Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk
mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
(d) Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran
terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus
halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian
ileum dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran
ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
(e) Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan
karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan
oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
(f) Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama
pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
C. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan
menjadi, antara lain:
a) Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileumterminal).
b) Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampairectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain :
a) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
b) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah),
antara lain karena atresia usus dan neoplasma
c) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren. Seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus. (Manif, 2008)
d) Patofisiologi
Predisposisi sistemik, meliputi: sepsis, obat-obatan, gangguan elektrolit dan metabolik,
Predisposisi pascaoperatif bedah infarkmiokard, pneumonia, trauma, biller dan ginjal kolik, cedera kepala dan prosedur
abdominal bedah saraf, inflamasi intra-abdomen dan peritonitis, hematona retroperitoneal

Obstruksi menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi


Tersumbatnya lumen usus akumulasi gas dan cairan

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen (70% dari gas yang tertelan)
Ileus obstruktif

Ketidakmampuan absorpsi Respons psikologis Hilangnya kemampuan Respons lokal saraf Gangguan gastrointestinal
air misinterpretasi perawatan intestinal dalam pasase terhadap inflamasi
dan pengobatan material feses
Penurunan intake cairan Distensi Abdomen Mual, muntah,
Kecemasan pemenuhan Konstipasi kembung, anoreksia
informasi Nyeri
Risiko Asupan nutrisi tidak
ketidakseimbangan adekuat
cairan
Kehilangan cairan dan Ketidakseimbangan
elektrolit nutrisi kurang dari
Penurunan volume cairan Risiko tinggi syok
(Muttaqin, 2011) hipovolemik kebutuhan tubuh
Risiko
Ketidakseimbangan
cairan elektrolit
e. Manifestasi Klinis
a) Nyeri tekan pada abdomen.

b) Muntah.

c) Konstipasi (sulit BAB).

d) Distensi abdomen.

e) BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus

f. Pemeriksaan Penunjang
a) HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat
akibat dehidrasi
b) Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat,
Na+ dan Cl- rendah.
c) Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula
connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi
perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
d) Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium
sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan
penyebab.
e) Foto polos Abdomen
Untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar
Berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga
dan air fluid level.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
f) Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

g. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.
(Sjamsuhidajat, 2003).
a) Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah
keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (Sari, 2005;
Sjamsuhidajat, 2003).
b) Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-Strangulasi- Obstruksi lengkap-
Hernia inkarserata-Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
c) Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori
yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan
paralitik (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).

h. Komplikasi
a) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
b) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.

c) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.

d) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.


(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
II. Asuhan Keperawatan Teori
A. Pengkajian
a) Identitas
Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi pada
semua umur, terutama dewasa laki laki maupun perempuan)
b) Keluhan Utama
Nyeri pada perut
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST;
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus.
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric
1 s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit hernia, divertikulum.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan yeyenum.
f) Activity Daily Life
(a) Nutrisi
Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah
(b) Eliminasi
(c) Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik usus
menurun/ berhenti.
(d) Istirahat
Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah.
1) Aktivitas
Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring
sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
2) Personal Hygiene
klien tidak mampu merawat dirinya.
g) Pemeriksaan fisik
(a) Keadaan umum:
Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemia suhu meningkat (39
0
C), pernapasan meningkat(24x/mnt), nadi meningkat(110x/mnt) tekanan
darah(130/90 mmHg)
(b) Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Pengkajian terhadap
terjadinya takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood)
Pengkajian terhadap sirkulasi klien seperti terjadinya takikardia dan
kelainan fungsi jantung.
B3 (Brain)
Mengkaji tingkat kesadaran pasien, setelah sebelumnya diperlukan
pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, somnolen atau koma. Selain itu fungsi sensorik juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin dilakukan dalam hubungannya dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya
ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
B5 (Bowel)
Mengkaji distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri abdomen sekitar epigastrium
dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian
obat.
B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalahada tidaknya kesulitan dalam
bergerak, sakit pada tulang / sendi, feel pada kedua ekstremitas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan Capillary
Refill Time.

B. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan


ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

C. Rencana Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,


mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk
mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan
kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001,
hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan obstruksi usus antara lain:

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.

Kriteria hasil :

Nyeri berkurang sampai hilang.

Ekspresi wajah rileks.

TTV dalam batas normal.

Skala nyeri 3-0.

Intervensi:

1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.

Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang


ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang
tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.

2) Pantau tanda-tanda vital.


Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan
pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi.
Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.

3) Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan


insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang.
Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan
aktivitas hiburan.

Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan


otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan
rasa kontrol dan kemampuan koping.

4) Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan


privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila
bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler
atau berdiri sesuai kebutuhan.

Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot.


Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu
dalam berkemih.

Kolaborasi :

5) Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan


meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

6) Kateterisasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk


mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.


Tujuan: Volume cairan seimbang.

Kriteria hasil :

Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.

Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi:

1) Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi,


perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka
dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah
terang atau bengkak insisi berlebihan.

Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma,


yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.

2) Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membran mukosa.

Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat


hidrasi.

3) Perhatikan adanya edema.

Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan


dengan penurunan kadar albumin serum/protein.

4) Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,.


Kalkulasi keseimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.

Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi.


Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

5) Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.


Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume
sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.

6) Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH


sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.

Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan


ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan
kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk
mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH < 5, menunjukkan
pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan
magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan
udara melalui selang NGT ke dalam duodenum.

Kolaborasi:

7) Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.

Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan


distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang
dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang
sebelumnya ada, mis: kanker.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi


nutrisi.

Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :

Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

Berat badan stabil.

Pasien tidak mengalami mual muntah.


Intervensi:

1) Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk


mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang
dilepas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.

2) Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.

Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).

3) Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan


makanan tinggi protein dan vitamin C.

Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet.


Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan
dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan
terhadap infeksi.

4) Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.

Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus,


memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.

Kolaborasi :

5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin


(Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).

Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan


asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan


pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan
kognitif.

Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.

Kriteria hasil :

Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita

Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar

Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan

Intervensi:

1) Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.

2) Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan


alat ini.

Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan


perawatan diri.

3) Tinjau perawatan kulit disekitar selang.

Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko


infeksi.

4) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam
menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik
drainase.

Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat


mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.
5) Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda
berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.

Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


System Kardiovaskular dan Hematologi.
Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai