Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Psikologi Pendidikan Dan Optimasi Perkembangan Peserta Didik

2.1.1 Metode Psikologi Pendidikan

Salah satu tugas guru adalah mengoptimasi perkembangan peserta didik.


Optimasi itu dapat dilakukan dengan aneka pendekatan. Salah satu pendekatan
yang dapat dipakai dalam kerangka ini adalah pendekatan psikologi kepada
peserta didik, sebagai bagian dari ranah psikologi pendidikan. Psikologi
pendidikan esensinya merupakan aplikasi teori dan metode psikologi ke dalam
dunia pendidikan atau pembelajaran. Metode-metode psikologi dalam banyak hal
aplikatif di bidang layanan pendidikan dengan pendekatan psikologis. Metode
merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian,
metode psikologi pendidikan adalah cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan-
tujuan pendidikan dan pembelajaran. Aplikasi metode ini didasari atas
pertimbangan, esensi, hakikat, dan prinsip-prinsip tentang perilaku peserta didik
dalam situasi pendidikan dan pembelajaran.

Meski bukanlah seorang psikolog, aplikasi metode-metode ini kerap


dipakai oleh guru Bimbingan Konseling/Karir atau guru pada umumnya untuk
mengoptimasi peserta didik. Tentu saja, kemampuan sebagian guru relatif terbatas
dibandingkan dengan psikolog atau konselor sekolah yang dikhususkan. Namun
demikian, mereka ini untuk hal-hal tertentu dan dalam batas-batas tertentu pula
dapat menerapkan metode tersebut untuk memahami dan memecahkan problem-
problem pendidikan dan pembelajaran peserta didik. Aplikasi metode ini
diperuntukkan bagi keperluan pemahaman kondisi awal, pengumpulan data,
analisi data, refleksi, perumusan simpulan, dan rekomendasi untuk solusi.
Beberapa metode yag lazim dipakai dalam psikologi pendidikan disajikan berikut
ini.

1. Metode Wawancara
Salah satu metode pengumpulan data untuk mengetahui kondisi peserta
didik dari sisi aneka keunggulan, masalah, kendala pengembangan, serta perilaku
dan faktor-faktor penyebabnya adalah wawancara. Instrumen yang digunakan oleh
psikologi pendidikan atau guru dalam kerangka ini adalah pedoman wawancara.
Metode wawancara biasanya dilakukan kepada peserta didik secara individual
atau dalam kelompok-kelompok kecil. Wawancara kepada peserta didik yang
memiliki masalah spesifik harus dilakukan secara individual. Kegiatan ini
biasanya dilakukan melalui kontrak langsung secara berulang-ulang sesuai dengan
keperluan.

1
Wawancara ada dua jenis, yaitu wawancara relatif berstruktur dan
wawancara bebas. Wawancara relatif berstruktur adalah wawancara yang
dilakukan oleh guru kepada peserta didik dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan atau pertanyaan disertai alternatif jawabannya, namun sangat terbuka
bagi perluasan jawaban. Pertanyaan yang diikuti alternatif jawaban itu biasanya
hanya pertanyaan pertama, sebagai pertanyaan pancingan untuk bertanya secara
divergen atau mengembang. Jawaban yang diberikan terwawancara tidak berarti
tidak dapat keluar dari alternatif yang dibuat oleh guru atau psikolog pendidikan.
Wawancara tidak berstruktur identik dengan wawancara bebas dan paling
umum dipakai ketika psikolog pendidikan atau guru menemukan permasalahan
atau aspirasi peserta didik secara tiba-tiba. Disini, psikolog pendidikan hanya
mengajukan sejumlah pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan yang mengundang
jawaban atau komentar peserta didik secara bebas. Pandangan, pendapat, sikap
dan keyakinan peserta didik yang diwawancarai tidak banyak dipengaruhi
psikolog pendidikan atau guru. Pelaksana wawancara biasanya berlangsung secara
informal, luwes dan seringkali memakan waktu lama. Adakalanya hasil
wawancara membingungkan psikolog pendidikan atau guru. Karenanya,
seringkali harus dilakukan wawancara ulang untuk hal yang sama.

Pedoman wawancara pun hanya berupa pertanyaan atau pertanyaan


singkat, dengan membuka kemungkinan menerima jawaban panjang. Untuk
wawancara jenis ini, keterampilan dan kejelian psikolog pendidikan atau guru
lebih dituntut. Dia harus menguasai permasalahan, agar jawaban dapat
disimpulkan dan muara pembicaraan dapat dikontrol. Secara umum langkah-
langkah wawancara disajikan berikut ini.

a) Pembukaan, dimana psikolog pendidikan atau guru menciptakan suasana


yang kondusif, memberi penjelasan tentang fokus dan tujuan wawancara,
serta waktu yang akan dipakai, dan sebagainya.
b) Pelaksanaan, dimana psikolog pendidikan atau guru memasuki inti
wawancara, sifat kondusif tetap diperlakukan dan jaga suasana informal.
c) Penutup, berupa pengakhiran dari wawancara, ucapan terima kasih,
kemungkinan wawancara lebih lanjut, tindak lanjut yang bakal dilakukan, dan
sebagainya.

2. Metode Introspeksi
Secara historis introspeksi adalah metode tertua dari semua metode
psikologi pendidikan. Metode ini sebelumnya digunakan dalam filsafat dan
kemudian dalam psikologi untuk mengumpulkan data tentang pengalaman sadar
subjek. Introspeksi berarti melihat secara mendalam melalui pengamatan diri
sendiri atau pribadi. Metode ini dipakai untuk memahami kesehatan mental dan
keadaan pikiran sendiri. Metode ini dikembangkan oleh penganut aliran
strukturalis dalam psikologi yang mendefinisikan psikologi sebagai studi tentang
pengalaman sadar individu.

3. Metode Observasi

2
Dengan perkembangan psikologi sebagai ilmu objektif tentang perilaku,
metode introspeksi digantikan oleh pengamatan seksama terhadap perilaku
manusia atau hewan. Pengamatan secara harfiah berarti mencari di luar diri. Ini
adalah metode yang sangat penting untuk mengumpulkan data pada hampir semua
jenis penelitian, termasuk di bidang psikologi pendidikan. Pengamatan dilakukan
secara langsung atau tidak langsung, terjadwal atau tidak terjadwal, alami atau
buatan, atau peserta dan non-peserta.
Metode observasi dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap tingkah laku peserta didik dalam situasi yang wajar. Kegiatan ini
dilakukan oleh psikolog pendidikan atau guru secara berencana, sistematik dan
kontinu. Hasil observasi dicatat atau direkam secara lengkap. Kegiatan observasi
ini bisa dilakukan secara langsung, bisa juga menggunakan media teknologi. Di
sekolah-sekolah modern, biasanya sudah tersedia close circuit television (cctv)
untuk mengobservasi peserta didik yang sering terlambat, perilaku peserta didik
dikelas dan di laboratorium, bahkan perilaku mereka di kampus sekolah.

Kegiatan observasi tanpa bantuan teknologi sebaiknya dilakukan dengan


pendekatan partisipatif. Untuk terlaksananya observasi dengan baik, psikolog
pendidikan atau guru perlu menyusun pedoman atau garis besar fokus observasi.
Pedoman observasi itu dapat juga dalam bentuk daftar cek (chek list) atau daftar
isian. Fokus objek observasi dapat terbatas dan dapat pula luas spektrumnya.
Untuk fokus yang terbatas, psikolog pendidikan atau guru dapat melakukannya
sendiri. Jika fokusnya luas atau banyak, seringkali psikologi pendidikan atau guru
harus meminta bantuan orang lain. Bantuan orang lain dapat dilakukan jika yang
meminta bantuan tersebut mempunyai kemampuan yang relatif sama dengan
psikolog pendidikan atau guru.

4. Metode Tes
Untuk mengetahui minat, bakat, potensi, tingkat kecerdasan, dan
kecenderungan-kecenderungan lainnya dari peserta didik, seringkali psikolog
pendidikan atau guru (dengan meminta bantuan psikolog) melakukan tes
intelegensi, tes sikap, tes kecepatan reaksi, dan tes hasil belajar, dan sebagainya.
Hasil tes ini dianalisis sedemikian rupa untuk memposisikan peserta didik
sesuai dengan tujuan tes tersebut.

5. Metode Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah seperangkat pertanyaan atau pertanyan
tertulis dalam lembaran kertas atau sejenisnya dan disampaikan oleh psikolog
pendidikan atau guru kepada peserta didik untuk diisi tanpa intervensi pihak lain.
Kuesioner dapat bersifat terbuka atau tertutup.
Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan, yang
jawabannya ditentukan oleh peserta didik tanpa perlu dipandu jawabannya oleh
psikolog pendidikan atau guru. Psikolog pendidikan atau guru tidak menentukan
alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan yang diajukan. Sebuah kuesioner

3
dikatakan memenuhi syarat, jika dirumuskan secara singkat dan dapat dicerna
isinya, mempunyai urutan yang logis, jawaban yang diminta mengacu kepada
fokus, mengundang jawaban bebas dari subjek, hanya untuk tujuan menjaring data
bagi kepentingan pendidikan dan pembelajaran, jawaban yang ada memungkinkan
ditafsirkan secara tepat, dan jumlahnya sesuai kebutuhan. Jawaban-jawaban atas
kuesioner itu kemudian dianalisis dan disimpulkan.

6. Studi Kasus
Studi kasus merupakan kajian atau penelitian mendalam tentang subjek.
Studi kasus juga bermakna analisis mendalam tentang seseorang, kelompok, atau
fenomena. Berbagai teknik yang digunakan dalam kerangka studi kasus antara
lain adalah wawancara pribadi, tes psikometri, pengamatan langsung, dan catatan
arsip. Studi kasus yang sering digunakan dalam psikologi klinis penelitian untuk
menggambarkan peristiwa langka dan kondisi mengenai subjek. Studi kasus
semacam ini khusus yang digunakan dalam psikologi.

7. Metode Lainnya
Beberapa metode lainnya yang dapat dipakai oleh psikolog pendidikan
atau guru adalah eksperimen (baik semu maupun sungguhan), metode diferensial,
metode klinis, dan sebagainya. Metode eksperimen telah dikembangkan dalam
psikologi dengan upaya terus menerus oleh para psikolog untuk membuat
penelitian objektif dan ilmiah tentang perilaku manusia. Salah satu kontribusi
utama behaviorisme adalah pengembangan metode eksperimental untuk
memahami, mengendalikan, dan memprediksi prilaku. Metode eksperimen
merupakan pengamatan, yang paling tepat, terencana, dan sistematis. Metode
percobaan menggunakan prosedur sistematis yang disebut desain eksperimental.
Desain eksperimental memberikan garis panduan penting bagi peneliti untuk
melaksanakan penelitiannya secara sistematis.
Metode klinis terutama digunakan untuk mengumpulkan informasi rinci
tentang masalah perilaku kasus tidak dapat menyesuaikan diri dan menyimpang.
Tujuan utama dari metode ini adalah studi atas kasus individu atau kasus
kelompok untuk mendeteksi dan mendiagnosa masalah-masalah khusus mereka
dan menyarankan langkah-langkah terapi untuk merehabilitasi mereka di
lingkungan mereka. Metode diferensial digunakan untuk meneliti perbedaan-
perbedaan individual yang terdapat diantara peserta didik. Menggunakan berbagai
macam teknik pengukuran serta menggunakan statistik untuk menganalisis data
sangat lazim dalam metode-metode psikologi. Metode klinis digunakan untuk
mengumpulkan data secara lebih rinci mengenai perilaku penyesuaian dan kasus-
kasus perilaku menyimpang.

2.1.2 Kontribusi Psikologi Pendidikan

Psikolog pendidikan telah membuat kemajuan besar untuk memahami


bagaimana perserta didik dengan karakter yang berbeda bisa belajar dengan baik
menuntut keragaman mata pelajaran. Berdasarkan pengalaman banyak ahli,

4
beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk mengajar membaca, menulis,
ilmu pengetahuan, matematika, ilmu sosial, dan mata pelajaran lain. Psikologi
telah membawa dampak yang mendalam pada pendidikan melalui penerapan
pengujian. Banyak sekali tes standar yang diberikan per hari sekolah dikelas
diseluruh dunia. Kritik atas standar pengujian bahwa tes hanya mengukur fakta
terputus-putus dan ketrampilan yang kurang bermakna atau berarti didunia nyata
yang memang masih muncul.

Seringkali pertanyaan tes tidak sesuai dengan kurikulum sekolah, sehingga


tes tidak dapat mengukur seberapa baik peserta didik telah belajar sesuai dengan
kurikulum. Seharusnya tes memberikan informasi yang bermanfaat. Seperti yang
disarankan oleh Joseph Rice lebih dari satu abad lalu, sebuah cara yang baik untuk
menilai apakah pengajaran telah berjalan efektif adalah degan menguji apa yang
benar-benar telah peserta didik pelajari, sesuai dengan lingkup materi yang
diajarkannya. Namun, tes dan hasil tes itu sendiri mungkin menceritakan semua.
Juga lebih dari 100 tahun yang lalu, William James menyarankan bahwa hasil tes
harus digabungkan dengan hasil pengamatan langsung atas sikap total individu
yang diukur oleh guru dan akal sehat, serta perasaan dan sifat kemanusiaan di
dalam hati mereka.

Psikolog pendidikan akan terus memberikan kontribusi bagi pendidikan,


karena ilmu ini mempelajari lebih lanjut tentang otak dan bagaimana belajar
terjadi; perkembangan intelek, pengaruh, kepribadian, karakter, dan motivasi; cara
menilai pembelajaran; dan penciptaan multifaset lingkungan belajar. Apakah yang
dimaksud dengan keseimbangan berguna dan tepat penemuan dan pembelajaran
langsung? Bagaimana bisa para guru, yang harus bekerja dengan kelompok-
kelompok, mengadaptasi pembelajaran untuk variasi individu? Apa yang harus
menjadi peran pengujian dan grading dalam pendidikan? Apa tujuan pendidikan
dan bagaimana mengajar atas keseimbangan tujuan aspek, kognitif, afektif,
psikomotorik? Bagaimana teknologi belajar bisa digunakan untuk keuntungan
terbaik bagi peserta didik? Bagaimana para guru bisa membantu peserta didik
memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan ini
mungkin tidak baru sebagaimana yang tampak pada sejarah penemuan psikologi
dan aplikasinya untuk pendidikan.

Pada sisi lain, isi kurikulum sangat penting bagi peserta didik untuk
mengubah perilaku dan meningkatkan keterampilan yang secara langsung atau
tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Konsep keterampilan
fungsional tidak terbatas pada bidang membantu diri sendiri (self-help) atau
mobilitas masyarakat. Keterampilan itu juga mencakup apa yang dibutuhkan
untuk mencari penghidupan dan kehidupan peserta didik secara independen,
menanggapi perubahan lingkungan, sukses dalam pekerjaan, berfungsi secara

5
memadai sebagai manusia dewasa dan orang tua, serta mencapai kehidupan yang
memuaskan dan produktif.

Apa kontribusi psikologi pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan


peserta didik? Mengapa psikologi pendidikan harus diajarkan kepada calon guru
atau dilatihkan kepada guru. Sultan Muhammad (2008), pakar psikologi
pendidikan dari Malaysia mengemukakan bahwa psikologi pendidikan membantu
para guru bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dengan tujuan-
tujuan berikut ini.

a) Untuk memahami karakteristik perkembangan peserta didik. Peserta didik


berkembang melalui tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam
kehidupan mereka sejak bayi, kanak-kanak, sampai remaja dan dewasa.
Tahapan-tahapan perkembangan ini memiliki karakteristik dan tuntutan
tersendiri bagi peserta didik.
b) Untuk memahami sifat kelas atau ruang belajar. Dengan bantuan psikologi
pendidikan guru memahami peserta didik serta kebutuhan dan masalah
mereka. Pemahaman ini akan membantu guru dalam proses pembelajaran
pada umumnya dan aktivitas di ruang kelas pada khususnya.
c) Untuk memahami perbedaan individual. Dengan bantuan psikologi guru
memahami perbedaan individual peserta didik. Guru kelas adakalanya
menghadapi 30 sampai 50 peserta didik yang memiliki berbagai perbedaan
individual. Guru dengan pengetahuan psikologi pendidikan dan perbedaan
individu dapat menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan kebutuhan dan
persyaratan kelas.
d) Untuk memahami metode pengajaran yang efektif. Setiap hari pengalaman
menunjukkan bahwa kurangnya metode pengajaran yang tepat kadang-
kadang menyebabkan kegagalan komunikasi guru dengan peserta didik di
kelas. Psikologi pendidikan memberi guru pengetahuan tentang metode
pengajaran yang tepat. Psikologi pendidikan membantu guru dalam
mengembangkan strategi-strategi baru pengajaran.
e) Pengetahuan tentang kesehatan mental. Kesehatan mental peserta didik dan
guru sangat penting untuk kegiatan belajar dan mengajar efisien. Dengan
bantuan psikologi pendidikan, guru dapat memahami berbagai faktor penentu
kesehatan mental dan ketidakmampuan peseta didik menyesuaikan diri.
f) Kontruksi kurikulum. Prinsip-prinsip psikologis juga digunakan dalam
merumuskan kurikulum untuk tahapan yang berbeda. Pemberlakuan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru harus banyak
memahami prinsip-prinsip psikologis dalam penyusunan kurikulum dan
implementasinya dalam pembelajaran.
g) Pengukuran hasil atau dampak pembelajaran. Pemahaman mengenai
psikologi pendidikan dan masalah-masalah psikologis membantu guru untuk
mengevaluasi hasil dan dampak pembelajaran peserta didik. Juga, membantu
guru untuk mengevaluasi kinerja sendiri.
h) Pedoman layanan pendidikan anak-anak luar biasa. Dengan bantuan psikologi
pendidikan guru akan dapat memberikan layanan khusus bagi anak-anak yang
luar biasa, baik dalam makna kelebihan maupun kekuranganya
dibandingkan dengan peserta didik lainya.

6
2.2 Orientasi Belajar Peserta Didik Yang Dewasa

2.2.1 Pengantar

Peserta didik yang baik adalah pembelajar sejati. Karena itu, di samping
memahami perkembangan peserta didik, guru harus mengenal pula orientasi cara
belajar mereka. Pemahaman ini penting, karena orientasi ataupun gaya belajar
memiliki relevansi kuat dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

Dari perspektif pendidikan, pembelajaran secara umum didefinisikan


sebagai suatu proses perkembangan kognitif dan emosional untuk memperoleh,
meningkatkan atau mengubah pengetahuan, keterampilan, nilai, serta pandangan
individu tentang dunia dan lingkungannya (Illeris, 2000). Belajar sebagai proses
berfokus pada apa yang terjadi ketika aktivitas itu berlangsung, bagaimana cara
membelajarkan subsansi pembelajaran secara baik, itulah yang menjadi fokus
pengajar dan teori belajar. Teori belajar adalah ancangan konseptual yang
menggambarkan bagaimana individu atau kelompok belajar, sehingga
membantunya memahami proses kompleks yang inheren dengan aktivitas
pembelajaran.

Menurut Hill (2002), teori belajar memiliki dua nilai utama. Pertama,
sebagai kerangka kerja konseptual untuk menafsirkan contoh pembelajaran yang
diamati. Kedua, mengancang dan membuat solusi atas masalah-masalah praktis
dalam pembelajaran. Sesungguhnya teori-teori mengajar dan belajar yang
dipelajari tidak selalu mampu memberikan kita solusi, melainkan sebatas
mengarahkan perhatian terhadap variable-variabel yang sangat penting dalam
mencari solusi itu.

2.2.2 Orientasi Belajar


Ada tiga dasar orientasi utama atau kerangka dasar filosofis teori belajar,
yaitu behaviorisme, kognitivisme, dan kontruktivisme. Behaviorisme merupakan
aliran pembelajaran yang berfokus pada aspek objektif atas dasar pengamatan.
Pandangan kognitivisme menjelaskan perilaku pembelajaran berbasis otak, meski
dapat saja lebih dari itu, karena prosesnya tidak dibentuk oleh variable tunggal.
Pandangan kontruktivisme menjelaskan pembelajaran sebagai proses dimana
peserta didik aktif membangun ide-ide atau konsep-konsep baru. Berikut ini
disajikan beberapa mode orientasi belajar peserta didik dewasa. Istilah dewasa
disini tidak identik dengan usia kronologis, melainkan dari sifat-sifat kepribadian
dan kematangan individual peserta didik sebagai pembelajar.

A. Belajar Mandiri
Belajar mandiri atau sering disebut belajar dari arah-diri (Self-directed
learning) berfokus pada proses dimana orang dewasa mengendalikan
pembelajaran mereka sendiri, khusunya bagaimana menetapkan tujuan belajar,

7
menemukan sumber daya yang tepat, menentukan metode pembelajaran yang
digunakan, dan mengevakuasi kemauan belajar mereka sendiri. Bagi orang
dewasa, aktifitas belajar mandiri dapat dilakukan dengan menggunakan jaringan
sosial dan dukungan kelompok sebaya.
B. Refleksi Kritis
Mengembangkan refleksi kritis merupakan suatu metode yang telah lama
diklaim sebagai bentuk dan proses pembelajaran khas orang dewasa. Bukti bahwa
orang dewasa mampu belajar reflektif dapat ditemukan dalam psikologi
perkembangan, dimana sejumlah kontruksi seperti pengembangan logika, berfikir
dialektis, kerja intelektual, penilaian reflektif, serta berfikir kontekstual dan kritis,
sebagai refleksi kritis ide-ide dalam belajar berfokus pada tiga proses yang saling
terkait; (1) proses dimana orang dewasa merumuskan pertanyaan dan kemudian
mengembangkan kerangka asumsi sesuai dengan kearifan akalnya; (2) proses
dimana orang dewasa membuat perspektif alternatif atas ide-ide, tindakan, bentuk-
bentuk pemikiran, dan ideologi; (3) proses dimana orang dewasa mampu
mengenali dan mengaplikasikan aspek-aspek substantif yang dipelajari secara
representatif. Dari sisi pandang psikologi dan pendidikan, efleksi krisis terkait
dengan karakteristik tertentu dari kepribadian individu.
C. Belajar dari Pengalaman
Belajar dari pengalaman, dalam keseharian kita sering diungkapkan dalam
pepatah: pengalaman adalah guru terbaik. Ada juga yang mengatakan bahwa:
pengalaman adalah jendela kearifan. Bagi Linderman, Pengalaman adalah
buku yang hidup dalam pembelajar dewasa. Bagi orang dewasa atau peserta
didik dewasa, pengalaman itu merupakan sebuah proses yang berkesinambungan
atas dasar evaluasi dari apa yang dialami. Penekanan pengalaman sebagai sisi
terpenting dari belajar untuk menggambarkan praktik pendidikan orang dewasa
dalam masyarakat yang heterogen. Bagi peserta didik dewasa, pengalaman
menjadi sumber yang berharga. Mungkin seorang peserta didik pernah
mengidentifikasi dan menemukan cara terbaik untuk bidang tertentu dan pada
waktu tertentu pula.
Cara terbaik itu adalah pengalaman yang berharga baginya untuk belajar
bagaimana belajar lebih lanjut. Hampir semua buku teks pendidikan orang
dewasa menekankan pada pentingnya pengalaman belajar dengan menggunakan
metode seperti permainan, simulasi, studi kasus, psikodrama, bermain peran, dan
magang. Tentu saja pengalaman tidak harus selalu dianggap sebagai fenomena
netral dan objektif. Bukan juga laksana sebuah sungai pikiran, persepsi dan
sensasi yang selalu dipandang sebagai instrumen untuk membuat keputusan.
Disamping itu, jumlah atau panjang pengalaman tidak selalu terhubung pada
kekayaan atau intensitas sebagai cerminan kemampuan diri pribadi.
D. Belajar untuk Belajar
Kemampuan orang dewasa belajar bagaimana untuk belajar atau
belajar menjadi terampil belajar dalam berbagai situasi dan berbagai gaya yang
berbeda, merupakan tujuan yang menyeluruh bagi para pendidik yang bekerja
dengan orang dewasa. Belajar cara belajar memang belum lazim disepakati dalam
definisi.
Konsepsi belajar cara belajar atau belajar bagaimana belajar adalah
setiap upaya peserta didik atau orang dewasa untuk mengembangkan wawasan
tentang cara dan kebiasaan belajar mereka sendiri. Belajar cara belajar melibatkan

8
kesadaran epistemologis, lebih dari sekedar mengetahui bagaimana satu nilai
pengembangan kognitif atau salah satu pola pilihan belajar. Dalam konteks ini,
peserta didik atau orang dewasa memiliki kesadaran diri tentang bagaimana
mereka mengetahui apa yang mereka ketahui, apa alasan, asumsi, bukti, justifikasi
yang mendasari keyakinan bahwa itu benar.
Studi mengenai belajar utuk belajar telah dilakukan dengan berbagai
kelompok dewasa dan cara pengaturan seperti pendidikan di tempat kerja dan
komunitas keagamaan. Bagi orang atau peserta didik dewasa, belajar cara belajar
telah menjadi sukses dalam menangkap imajinasi dan mendorong semangat bagi
aneka program-program pelatihan dan penelitian. Seperti diungkapkan dalam
berbagai referensi, sistem pendidikan seumur hidup, misalnya, berfungsi
membantu orang belajar bagaimana belajar. Hal ini sering diklaim sebagai yang
lebih tepat bagi pendidikan orang dewasa ketimbang pembelajaran di sekolah.
Belajar untuk belajar harus dipahami sebagai proyek belajar sepanjang
hayat. Memang, penelitian tentang belajar untuk belajar juga cacat dalam
penekanan pada meta-kognisi peserta didik dan kurang perhatian pada bagaimana
proses ini memanifestasikan dirinya dalam berbagai konteks kehidupan. Karena
sesungguhnya, belajar untuk belajar merupakan keterampilan yang jauh melebihi
batas-batas akademik. Koneksi antara kecenderungan belajar bagaimana cara
belajar dan sifat atau domain tugas belajar juga perlu diklarifikasi. Belajar
bagaimana belajar sering dibicarakan dalam studi pengembangan keterampilan
dan akuisisi pengetahuan.
E. Belajar Jarak Jauh
Berbeda dengan banyak bahasan dalam literatur yang selalu membatasi
studi dengan format korespondensi, pendidikan jarak jauh kini dianggap sebagai
sebuah pengaturan penting, karena didalamnya banyak terjadi pembelajaran orang
dewasa yang signifikan (Gibson, 1992). Format kuliah akhir pekan di perguruan
tinggi, eksperimentasi multi-media, dan pendidikan melalui penyiaran satelit telah
berpadu untuk memberikan kesempatan belajar bagi jutaan orang dewasa
diseluruh dunia.
Pemberdayaan pikiran orang dewasa, refleksi kritis, pengalaman dan
kolaborasi menjadi penting dalam rangka kegiatan pembelajaran jarak jauh.
Penggunaan jurnal belajar untuk mendorong refleksi kritis orang dewasa dalam
program pendidikan jarak jauh merupakan sisi penting lainnya. Smith dan Castle
(1992) mengusulkan penggunaan teknologi pembelajaran berbasis pengalaman
dan difasilitasi dari kejauhan sebagai metode untuk mengembangkan keterampilan
berfikir kritis bagi orang dewasa dan penduduk tertindas dan tersebar di beberapa
belahan dunia
F. Pembelajaran Observational
Kegiatan belajar melalui observasi atau pembelajaran observasional
merupakan salah satu metode belajar peserta didik atau orang dewasa.
Pembelajaran observasional dikembangkan oleh Bandura. Dia mengemukakan
langkah-langkah tertentu yang terlibat dalam proses pemodelan terkait dengan
pembelajaran observasional ini.
1. Perhatian atau attention. Kunci peserta didik bisa belajar dengan baik adalah
dengan cara memperhatikan atau mengobservasi. Semua bentuk peredam
perhatian akan menurunkan makna belajar. Orang yang mengantuk, grogi,
bius, sakit, gelisah, atau hiper, tidak mungkin bisa belajar lebih baik.

9
Demikian juga, ketika peserta didik merasa terganggu oleh rangsangan yang
bersaing secara negatif, akan menghambat perolehan belajarnya. Beberapa
hal mempengaruhi perhatian, misalnya model yang penuh warna dan
dramatis, akan mendorong lebih banyak perhatian. Model yang menarik,
prestisius, atau sangat kompeten, juga menarik perhatian. Jika tampilan itu
menarik, peserta didik akan lebih banyak perhatian.
2. Retensi atau retention. Apa yang telah dipelajari kemudian diingat dan
selanjutnya dipertahankan dalam ingatan. Peserta didik harus
mempertahankan dalam ingatan. Peserta didik harus mempertahankan
ingatannya dan inagt apa yang menjadi perhatian. Guru harus menampilkan
model citra mental dan diskripsi verbal. Setelah itu, disimpan dalam ingatan
oleh guru. Suatu saat hal itu dapat dibuka kembali atau direproduksi dalam
bentuk perilaku.
3. Reproduksi atau reproduction. Suatu saat peserta didik mungkin merenung
secara mendalam untuk menerjemahkan gambar atau deskripsi yang aktual
mengenai perilaku. Jadi, peserta didik harus memiliki kemampuan
mereproduksi perilaku atas apa yang dialami, dicerna, atau direnungkannya.
Seseorang yang belajar berenang, akan menjadi lebih baik gayanya, jika bisa
mereproduksi pengalamannya ketika melihat perenang tampil lebih baik
daripada dia sendiri. Banyak peserta didik membayangkan kinerja mereka
dalam pikiran sebelum benar-benar melakukan.
4. Motivasi atau motivation. Peserta didik nyaris tidak melakukan apapun
terkecuali termotivasi untuk meniru atau berbuat, yaitu sampai dia memliki
beberapa alasan untuk melakukannya. Dalam kaitan ini, Bandura
menyebutkan bebarapa motif:
a. Penguatan masa lalu, ala behaviorisme tradisional,
b. Hadiah yang dijanjikan (insentif) yang dapat dibayangkan,
c. Penguatan pengganti, yaitu melihat dan mengingat model,
d. Masa hukuman,
e. Ancaman, dan
f. Mengganti hukuman.
G. Pengaturan Diri
Pengaturan-diri adalah mengendalikan perilaku diri sendiri. Pengaturan-
diri biasanya dilakukan oleh peserta didik yang bekerja atau belajar keras, lebih
dari yang lain. Menurut Bandura ada tiga langkah pengaturan diri.
1. Observasi-diri atau self-observation. Disini peserta didik melihat diri dan
perilakunya sendiri.
2. Menimbang atau judgment. Peserta didik membandingkan apa yang dilihat
dengan apa yang disandarkan. Juga membandingkan apa yang bisa dilakukan
dengan apa yang seharusnya dilakukannya. Peserta didik juga harus mampu
bersaing dengan peserta didik lain, yang sesungguhnya dia bersaing dengan
dirinya sendiri.
3. Respon-diri atau self-response. Peserta didik melakukan sesuatu dengan baik,
bahkan lebih baik dibandingkan dengan standarnya sendiri. Ini merupakan
tanggapan yang bermanfaat bagi dirinya. Peserta didik yang baik akan
menghukum dirinya sendiri jika bekerja dibawah standar. Respon itu bisa
berupa kebanggaan, manakala berbuat yang terbaik. Bisa berupa rasa malu,
manakala kandas dalam penyelesaian tugas-tugas.

10
H. Belajar sebagai Produk
Pada banyak buku teks psikologi pendidikan terbitan tahun 1960-an dan
1970-an, istilah belajar umumnya didefinisikan sebagai perubahan perilaku atas
dasar pengalaman. Dengan kata lain, belajar didekati sebagai suatu hasil atau hasil
akhir dari beberapa proses. Definisi ini memiliki keutamaan, yaitu menyoroti
aspek yang sangat penting dari belajar, yaitu perubahan perilaku. Menurut Mariam
dan Caffarella (1991), dalam kaitan ini perlu diperhatikan beberapa hal.
1. Apa yang harus dilakukan oleh peserta didik agar proses belajar terjadi?
2. Apa faktor lain yang menyebabkan perilaku peserta didik berubah?
3. Dapatkah perubahan itu mencakup potensi untuk berubah?
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar itu relatif permanen, demikian
juga potensi perubahannya. Namun demikian, tidak semua perubahan perilaku
bersumber dari pengalaman melibatkan belajar. Perubahan fisik yang alami juga
menjadi penentu perubahan perilaku. Udara dapat mengakibatkan perubahan
perilaku, namun ia tidak cukup bermakna sebagai sumber perubahan. Sebagian
ahli tidak terlalu peduli dengan konsep perubahan perilaku ini. Titik tekan mereka
pada proses belajarnya, bukan pada perubahan perilakunya. Argument ini memang
tidak untuk dipertentangkan, karena tidak lebih dari perbedaan sisi pandang, satu
pihak memang belajar sebagai produk, sementara yang lainnya sebagai proses.

Kedalaman atau sifat perubahan perilaku yang diperoleh oleh pembelajar


besar kemungkinan akan berbeda. Dalam sebuah penelitian sederhana, Saljo
(1979) meminta sekelompok peserta didik dewasa menyusun daftar mengenai
makna belajar. Lima tanggapan mereka disajikan berikut ini.

1. Belajar sebagai peningkatan kuantitatif dalam pengetahuan. Belajar adalah


memperoleh atau tahu banyak tentang informasi.
2. Belajar adalah menghafal. Belajar adalah menyimpan informasi yang dapat
diproduksi.
3. Belajar sebagai upaya memperoleh fakta, keterampilan, dan metode yang
dapat dipertahankan dan digunakan saat diperlukan.
4. Belajar sebagai penalaran atau membuat makna secara abstrak. Belajar
melibatkan hubungan substansi pelajaran dengan dunia nyata.
5. Belajar adalah menafsirkan dan memahami realitas dengan cara yang
berbeda. Belajar melibatkan usaha memahami dunia dan menjadikannya
sebagai pengetahuan.

I. Tahu Apa dan Tahu Bagaimana


Seorang peserta didik yang mengetahui serba sedikit ilmu kedokteran
tidak bisa menjadi ahli bedah yang baik. Demikian juga, keunggulan seorang
dokter dalam melakukan operasi tidak sama dengan pengetahuan ilmu kedokteran.
Seorang dokter memang harus banyak melakukan praktik yang relevan agar
benar-benar tahu bagaimana (know how) melakukan tindakan operasi yang
benar. Tahu tentang bagaimana ini banyak disumbang oleh bakat yang dimiliki.
Aktivitas untuk tahu apa merupakan pembelajaran teoritis, sedangkan aktivitas

11
untuk tahu bagimana kebanyakan diperoleh melalui pengamatan, pelatihan, atau
tindakan yang kontinu.

J. Belajar Sebagai Suatu Proses


Nama lain untuk belajar sebagai suatu proses adalah belajar teori.
Fokus belajar pada suatu proses membawa peserta didik kedalam dunia belajar
teori, menggali ide tentang bagaimana atau mengapa perubahan terjadi. Berikut
ini disajikan empat orientasi yang berbeda dalam proses belajar, yaitu:
1. Orientasi belajar behavioris,
2. Orientasi belajar kognitif,
3. Orientasi belajar humanistik, dan
4. Orientasi belajar situasional atau belajar sosial.
Penentuan devisi atau kategori semacam ini tidak sepenuhnya tepat,
karena tidak ada orientasi belajar yang benar-benar tunggal, penjelasan mengenai
orientasi belajar dimaksud hanyalah gambaran paling dominan dari perilaku
peserta didik dalam proses pembelajaran. Jadi, orientasi atau devisi-devisi itu
bersifat tumpang tindih dan saling mengisi, keempat orientasi itu menurut Meriam
dan Caffarella (1991) disajikan berikut ini:

Sosial dan
Aspek Behavioris Cognitivis Humanis
Situasional
Thorndike,
Pavlov, Koffla Kohler,
Lave, Wenger
Ahli atau Watson, Lewin, Piaget,
Roger, Maslow Bandura, Love,
penggagas Guthrie, Hull, Ausubel, Bruner,
Salamon
Tolman, Gagne
Skinner
Proses mental
internal Interaksi/
Sebuah
(termasuk pengamatan pada
Pandangan tindakan
Perubahan wawasan, konteks sosial.
tentang pribadi untuk
perilaku pengolahan Gerakan dari
proses belajar mengopti-
informasi, pinggiran ke pusat
masi potensi
momori dan komunitas praktik
persepsi)
Stimulasi Belajar dalam
Kebutuhan
dalam Penataan hubungan antara
Lokus belajar afektif dan
lingkungan kognitif internal manusia dan
kognitif
eksternal lingkungan
Tujuan Menghasil- Mengembang- Mengaktuali- Partisipasi penuh
pendidikan kan kan kapasitas sasi diri dan dalam praktik di
perubahan dan kemampuan otonom masyarakat dan
perilaku ke- belajar lebih baik pemanfaatan
arah yang sumber daya

12
diinginkan
Mengatur Bekerja untuk
lingkungan Memfasilitasi membangun
Peran untuk Struktur isi dari pengemba-ngan komunitas praktik
pendidik mendapat-kan aktifitas belajar pribadi yang dimana dialog dan
respon yang utuh partisipasi bisa
dinginkan terjadi
Perilaku Perkembangan
tujuan; kognitif;
pendidikan kecerdasan
Manifestasi Sosialisai;
berbasis belajar dan Andragogi;
pada orang partisipasi sosial;
kompeten; memori sebagai belajar arah-
dewasa asosiasionalism;
pengemba- fungsi dari umur; diri
belajar percakapan
ngan dan belajar
pelatihan bagaimana
keterampi-lan belajar

Edward L. Thorndike dan banyak peneliti lainnya sangat terkenal dengan


penelitian psikologi untuk pembelajaran, sementara B.F. Skinner sangat terkenal
dengan teorinya: operant conditioning atau pengkondisian operan. Teori
Thorndike dan Skinner sangat kuat pengaruhnya di bidang pembelajaran ketika itu
dan era sesudahnya. Thorndike mengembangkan metode untuk mengajar
membaca dan berhitung yang diadopsi secara luas. Dia pun merumuskan skala
untuk mengukur kemampuan membaca, aritmatika, tulisan tangan, menggambar,
ejaan, dan komposisi bahasa inggris. Dia mendukung gerakan ilmiah dalam
penelitian, sebagai upaya untuk dasar-dasar praktek mengajar dengan bukti
empiris dan pengukuran.

Sementara Thorndike mengembangkan langkah-langkah membaca dan


kemampuan berhitung, Alfred Binet bekerja pada penilaian kecerdasan di
Perancis. Binet, seorang psikolog dan aktivis politik di Paris pada awal 1990-an,
dituduh mengembangkan prosedur untuk mengidentifikasi peserta didik yang
memerlukan kelas-kelas pendidikan khusus. Dia percaya bahwa memiliki ukuran
yang objektif dari kemampuan belajar peserta didik dapat melindungi keluarga
miskin yang mungkin terpaksa meninggalkan sekolah karena mereka dianggap
pelajar lambat. Binet merupakan perintis tes intelegensi. Konsep intelligence
quotient atau IQ, ditambahkan setelah prosedur binet dibawa ke Amerika Serikat
dan direvisi di Stanford University yang kemudian dikenal tes Stanford-Binet.
Stanford-Binet telah mengalami revisi berkali-kali. Keberhasilan Stanford-Binet
telah mendorong pengembangan beberapa tes kecerdasan modern lainnya.

13
Tingkat inteligensi (IQ) merupakan skor yang menginformasikan
bagaimana kecemerlangan seseorang dibandingkan dengan yang lain. IQ rata-
rata kebanyakan orang adalah sebesar 100. Skor diatas 100 menunjukkan IQ lebih
tinggi dari rata-rata dan skor di bawah 100 menunjukkan dibawah rata-rata.
Secara sistematis, skor dapat berkisar diantara di bawah atau di atas 100. Sekitar
setengah dari populasi memiliki IQ antara 10 dan 110, sedangkan 25% memiliki
IQ tinggi dan 25% lagi memiliki IQ lebih rendah. Deskripsi klarifikasi populasi
menurut tingkat kecerdasannya diprakirakan seperti berikut.

IQ Deskripsi % Penduduk
130 + Sangat unggul 2,2%
120-129 Unggul 6,7%
110-119 Rata-rata tinggi 16,1%
90-109 Rata-rata 50%
80-89 Rata-rata rendah 16,1%
70-79 Perbatasan 6,7%
Di bawah 70 Sangat rendah 2,2%

Pada banyak referensi dikemukakan bahwa tingkat IQ memberikan


indikasi yang baik dari jenis pekerjaan seseorang, meski tidak selalu bermakna
demikian Glen Wilson dan Diana Grylls mengemukakan jenis pekerjaan
seseorang yang dimiliki berdasar IQ yang dimilikinya, seperti sebagai berikut ini.

140 Pegawai puncak, profesor, dan ilmuwan peneliti


130 Dokter dan dokter bedah, pengacara dan insinyur (sipil dan mekanikal)
120 Guru, apoteker, akuntan, perawat, stenograf, dan manajer
110 Mandor, panitera, operator telepon, salesman, polisi dan teknik listrik
100+ Operator mesin, penjaga toko, tukang las, dan pekerja logam
100- Tukang masak, petani kecil, supir truk, supir taksi, dan lain-lain
Buruh, tukang kebun, penambang, penyortir, pengepak barang, dan
90
sejenisnya

14

Anda mungkin juga menyukai