Genap/2017 1
BAB I
PENDAHULUAN
dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang
berkualitas (Levenspiel,1972).
Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat
organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)
dan larut dalam air. Dalm proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor
akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat
dalam air pencuci karna ujung yang lain lain ( hidrofilik) dari sabun larut
dalam air (Herbamart,2011). Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui dan
mempelajari bagaimana reaksi saponifikasi/penyabunan pada proses
pembuatan sabun serta membuat sabun dalm skala laboratorium. Selain itu
kita juga dapat juga mengetahui beberapa sifat sabun yang telah dihasilkan
dari percobaan (Irdoni dan Nirwana,2013).
1.2 Tujuan
a. Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan
sabun dilaboratorium
b. Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Jenis Asam Lemak dan Sifat Sabun yang Dihasilkan
Asam Lemak Rumus Kimia Sifat yang
Ditimbulkan pada
sabun
asam lemak dalam minyak inilah yang nantinya akan menentukan karakteristik
sabun yang dihasilkan. Dalam penelitian ini, minyak nabati yang digunakan
adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun.
A. Minyak kelapa (Coconut oil)
Minyak kelapa merupakan hasil ekstraksi kopra atau daging buah kelapa
segar. Di pasaran, harga minyak kelapa dua kali lebih mahal apabila
dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Asam-asam lemak dominan yang
menyusun minyak kelapa adalah asam laurat dan asam miristat, yang
merupakan asam-asam lemak berbobot molekul rendah. Minyak kelapa
adalah salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang paling
kompleks (Ketaren, 1986).
Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan ke
dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam laurat di dalamnya paling
besar jika dibandingkan asam lemak lain. Asam laurat atau asam dodekanoat
adalah asam lemak jenuh berantai sedang yang tersusun dari 12 atom C (BM:
200,3 g.mol ). Asam laurat memiliki titik lebur 44C dan titik didih 225C
-1
sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah
mencair jika dipanaskan. Asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan
yang sangat baik, oleh karenanya asam laurat sangat diperlukan dalam
pembuatan produk sabun. Busa yang dihasilkan banyak dan sangat lembut
namun stabilitasnya relatif rendah (busa cepat hilang atau tidak tahan lama)
(Lakey, 1941). Sabun yang dihasilkan dari asam laurat memiliki ketahanan
yang tidak terlalu besar, artinya sabun batang yang dihasilkan tidak cukup
keras. Berikut ini merupakan perbandingan jumlah asam lemak minyak
kelapa dan minyak kelapa sawit.
C. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
2.1.3 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan etanolamin. NaOH (soda kaustik) merupakan alkali
yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. Kalium hidroksida
banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Menurut Steve (2008), sabun yang dibuat dari Natrium hidroksida
dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat
dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap) sampai cair seperti
sampo. Hard soap merupakan jenis sabun yang paling banyak diproduksi dan
dikonsumsi. Karena pada penelitian kali ini akan dibuat sabun batang, maka alkali
yang digunakan adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40,01
serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol (Miller, 2003).
Menurut Lakey (1941), NaOH diperoleh melalui proses hidrolisis natrium
klorida. Penambahan NaOH harus dilakukan dengan jumlah yang tepat pada
proses pembuatan sabun. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat, maka
alkali bebas yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu
tinggi sehingga dapat mengritasi kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu encer atau terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan
mengandung asam lemak bebas yang tinggi (Miller, 2003).
memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997) serta dapat
menstabilkan busa (Mailer, 2006).
2.1.5 Gliserin
Gliserin atau biasa disebut juga dengan gliserol merupakan cairan kental,
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis dan memiliki sifat higroskopis.
Gliserin mudah bercampur dengan air dan etanol 95% namun praktis tidak larut
dalam kloroform, etanol, minyak lemak dan minyak atsiri (Steve, 2008). Menurut
Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai humektan (moisturizer),
yaitu skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit.
Humektan merupakan komponen higroskopis yang mengundang air dan
mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitasnya tergantung pada
kelembaban lingkungan di sekitarnya.
2.1.8 Lanolin
Lanolin adalah zat seperti lemak dari bulu domba Ovis aries L. (Fam.
Bovidae) yang telah dimurnikan. Lanolin berupa massa seperti salep warna putih
kekuningan. Dalam kosmetik, lanolin berguna sebagai bahan dasar dalam emulsi
air dalam minyak (Mailer, 2006). Lanolin dapat meleleh pada suhu 34-38C
(Rohman, 2009). Untuk menghindari rasa kering pada kulit, diperlukan bahan
yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun
yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, parafin
lunak, cocoa butter, dan minyak almond. Bahan-bahan tersebut selain meminyaki
kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers)
(Wasitaatmaja, 1997).
2.1.10 Sukrosa
Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tanman Saccharum officinarum
Linne, Beta vulgaris Linne dan sumber lainnya. Gula ini berbentuk hablur putih
atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Sukrosa sangat mudah larut dalam air,
terlebih air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
maupun eter (Mitsui, 1997). Sukrosa bersifat humektan dan dapat membantu
pembusaan sabun (Priani, 2010). Pada proses pembuatan sabun transparan,
2.1.11 Antioksidan
Kerusakan minyak atau lemak terutama bau tengik (rancid) dapat
dihindari dengan menambahkan antioksidan misalnya stearil hidrazid dan
butilhidroksi toluen (BHT) sebanyak 0,02% - 0,1%. Beberapa bahan lain juga
dapat digunakan sebagai penghambat oksidasi, yaitu natrium silikat, natrium
hiposulfit, dan natrium tiosulfat (Wasitaatmaja, 1997).
2.1.12 Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambah parfum sebagai pewangi.
Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan untuk
memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih tertarik
(Priani, 2010). Setiap pabrik memilih bau sabun bergantung pada permintaan
pasar. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tak sama untuk membedakan
produk masing-masing (Wasitaatmaja, 1997).
sama suhunya kemudian dicampurkan. Pencampuran pada suhu yang sama agar
laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan besar. Untuk menentukan
laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan seberapa cepat perubahan
konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara umum, apabila
terjadi reaksi AB, maka mulamula zat yang A dan zat B sama sekali belum ada.
Setelah beberapa waktu, konsentrasi B akan meningkat sementara konsentrasi zat
A akan menurun (Partana, 2003).
Hukum laju dapat ditentukan dengan melakukan serangkain eksperimen
secara sistematik pada reaksi A + B C, untuk menentukan orde reaksi terhadap
A maka konsentrasi A dibuat tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian
ditentukan laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk
menentukan orde reaksi B, maka konsentrasi B dibuat tetap sementara itu
konsentrasi A divariasi kemudian diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi
tersebut (Partana, 2003). Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk
matematika dimana hasil perubahandapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat
dihitung secara eksperimen dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme
reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari
eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan hanya eksponen untuk
masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu. Orde
reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk
diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama
dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi (Miller, 2003).
padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada
kulit (SNI, 1994). Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam
lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak
mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom
karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin.
Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol
dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak
mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
menyebabkan sabun mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan
asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair.
Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada suhu
kamar (Partana, 2003). Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi
yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu
terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan (latin,
sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno
untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun.
Kebanyakan sabun alamiah sekarang terbuat terutama dari empat lemak
sapi, minyak palma, minyak kelapa dan minyak zaitun. Sabun itu diendapkan
dengan penambahan garam. Kemudian diambil dengan disaring, dicuci, dan
dicampur dengan zat warna parfum dan komponen istimewa lain. Setelah
mengeras, dipotong-potong dan dicetak menjadi sabun yang lazim dijual (Keenan,
1980). Garam asam lemak biasanya disebut sabun. Daya pembersih sabun
bertumpu pada sifat amfipatik molekul sabun. Molekul-molekul sabun
menghancurkan material berlemak yang menahan kotoran pada permukaan
dengan megikatkan diri pada molekul-molekul lemak. Bagian-bagian polar dari
molekul-molekul sabun yang bergabung menyebabkan kotoran dan partikel-
partikel lemak menjadi mantap dalam larutan berair sehingga dapat dicuci lepas di
dalam air (Keenan, 1980).
sabun pada umumnya berupa pH, kadar air, jumlah asam lemak total, alkali bebas,
asam lemak bebas, dan minyak mineral (Poucher, 1974).
A. Kekerasan
Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat kekerasan tertentu
(Priani, 2010). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang
digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.
Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga
akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Lakey, 1981). Apabila sabun
terlalu lunak, maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi
cepat rusak (Steve, 2008).
B. Daya dan Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan mutu
sabun. Sabun dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai oleh
konsumen. Busa memiliki peran dalam proses pembersihan dan
melimpahkan wangi sabun pada kulit (Mailer, 2006).
C. pH
Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 10 (Mitsui, 1997). pH
merupakan indikator potensi iritasi pada sabun (Miller, 2003). Apabila
kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah
pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali
terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga puluh menit pH
kulit menjadi normal kembali (Wasitaatmaja, 1997) yaitu sekitar 4,5-6,5
(Ketaren, 1986). Alkalinasi dapat menimbulkan kerusakan kulit apabila
kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, pembilasan tidak
sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi (Wasitaatmaja, 1997).
E. Kadar Air
Banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan mempengaruhi
kelarutan sabun. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka
pada saat digunakan sabun akan semakin mudah menyusut (Rohman,
2009). Prinsip dari pengujian kadar air sabun adalah pengukuran
kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu 105C. Tingkat kekerasan
sabun sangat dipengaruhi oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air
maka sabun akan semakin lunak (SNI, 1994).
H. Minyak Mineral
Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam
lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan
dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan
air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya
kekeruhan (SNI, 1994).
D. Lain-lain
Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak
alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah.
Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi.
Pembuktian efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional
dengan larutan sabun tidak kuat sebab menimbulkan reaksi eritema
monomorfik dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap
deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat
penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
d. Gelas ukur 50 ml
e. Kaca arloji
f. Penangas air
g. Pengaduk
h. Tabung reaksi
k. Erlemenyer 250 ml
l. Buret
m. Statip dan klem
n. Cetakan sabun
o. Timbangan analitik
1 Keterangan :
1. Motor penggerak
2. Pengatur
kecepatan
2
pengaduk
3 3. Batang pengaduk
4. Penangas air
4
Keterangan :
1. Statip
2. Buret
2
3. erlenmeyer
2
1
BAB IV
Gambar 3.3 Rangkaian alat
HASIL
untukDAN
titrasi.PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pada percobaan yang pertama yaitu sabun yang didapat dimasukkan ke dalam
campuran kerosen dengan air. Campuran kerosen dengan air yang awalnya tidak
menyatu, menjadi menyatu setelah ditambahkan sabun dan hal ini menandakan
bahwa sabun bersifat emulgator. Percobaan yang kedua yaitu sabun dilarutkan ke
dalam air panas sehingga menghasilkan busa dan ditambahkan dengan kalsium
sulfat. ketika ditambahkan kalsium sulfat, busa menjadi hilang dan hal ini
menandakan bahwa sabun tidak bisa larut dalam air sadah.
Uji selanjutnya yaitu uji stabilitas busa yang mana kita menggunakan 6
variabel sabun dimana data disajikan dalam tabel berikut :
90.00%
80.00%
80.00%
72.97%
68.75%
70.00%
60.00%
50.00% 50.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00% 16.00%
10.00%
0.00%
NaOH 10% NaOH 20% NaOH 30%
dengan kadar NaOH 20% dan asam stearat 5 gram merupakan sabun dengan
stabilitas busa terendah. Pengaruh asam stearat dan NaOH pada sabun yaitu jika
semakin tinggi asam stearat yang terlibat dalam sabun maka stabilitas busanya
semakin tinggi dan semakin tinggi persentase NaOH yang terlibat dalam sabun
maka stabilitas busanya semakin tinggi pula (Maripa, 2013).
Uji selanjutnya yaitu uji alkali bebas yang terkandung dalam sabun. Data
tersebut akan disajikan dalam tabel berikut :
1.8
1.65
1.6
1.4
1.2
1 0.9
0.84
0.8
0.64
0.6 0.54
0.4
0.4
0.2
0
NaOH 10% NaOH 20% NaOH 30%
Uji selanjutnya yaitu uji kadar air pada sabun yang akan disajikan pada grafik
berikut :
25.0% 22.6%
16.8%
20.0% 16.6%
16.2%
15.0%
10.0% 8.0%
4.2%
5.0%
0.0%
Asam stearat 5
gram
Asam stearat 10
gram
Berdasarkan semua data diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil sabun yang
terbaik yaitu sabun ke enam dengan kandungan NaOH 30% dan asam stearat 10
gram dengan persentase stabilitas busa 72,9%, alkali bebas 0,544%, dan kadar air
8%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sabun adalah logam alkali ( biasanya garam natrium ) dari asam-asam
lemak.
2. Sabun bersifat basa, ini dibuktikan dengan penambahan phenolphtalein
ke dalam larutan sabun, yang menghasilkan larutan berwarna merah
muda.
3. Sabun di buat dengan reaksi penyabunan ( saponifikasi ).
5.2 Saran
1. Ketika melakukan percobaan harus menggunakan sarung tangan dan
masker.
2. Pratikan harus mengetahui sifat dari zat-zat yang di gunakan sebelum
melakukan pratikum
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, C. W. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Ketaren, 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, 1st Ed., 30-60,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Lakey, R. T., 1941, The Chemistry and Manufacture of Cosmetics, 406, D.Van
Nonstrand Company Inc., Michigan.
Mailer, R., 2006, Chemistry and Quality of Olive oil, Primefacts, 227, 1-4, NSW
Departement of Primary Industries, Stater of New South Wales.
Miller, K., 2003, Miller's Homemade Soap Pages: Choosing Your Oils, Oil
Properties of Fatty Acid, http://www.millersoap.com/soapdesign.html, 25
Mei 2013.
Pasaribu, N., 2004, Minyak Buah Kelapa Sawit, 1, Laporan Penelitian, e-USU
Repository, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.
Poucher, W. A., 1974, Modern Cosmetics: Perfumes, Cosmetics and Soaps, Edisi
7, 3, 27-53, Chapman and Hall, London.
Priani, S. E., Lukmayani, Y., 2010. Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar
Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP,
Edisi Eksakta. ISSN: 2089-3582.
http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/, 25 Mei
2013.
Steve, 2008, Saponification Table Plus The Characteristics of Oils in Soap, USA,
http://www.soap-making-resource.com/saponification-table.html, 24 Mei
2013.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
TbaTbk
Stabilitas busa = x 100 %
Tba
Sampel I
Diketahui : Tba = 1,6 cm
Tbk = 0,5 cm
1,6 cm0,5 cm
Stabilitas busa = x 100
1,6 cm
= 68, 75 %
Sampel II
Diketahui : Tba = 2 cm
Tbk = 1 cm
2 cm1 cm
Stabilitas busa = x 100 %
2 cm
= 50 %
Sammpel III
Diketahui : Tba = 1,8 cm
Tbk = 1,5 cm
1,8 cm1,5 cm
Stabilitas busa = x 100
1,8 cm
Sampel IV
Diketahui : Tba = 2,5 cm
Tbk = 0,5 cm
2,5 cm0,5 cm
Stabilitas busa = x 100 %
2,5 cm
= 80 %
Sampel V
Diketahui : Tba = 4 cm
Tbk = 2 cm
4 cm2cm
Stabilitas busa = x 100 %
4 cm
= 50 %
Sampel VI
Diketahui : Tba = 3,7 cm
Tbk = 1 cm
3,7 cm1 cm
Stabilitas busa = x 100 %
3,7 cm
= 72, 97 %
Berat sabun( B A)
% kadar air = x 100 %
Berat sabun
Sampel I
5 gr( 32, 9628,8 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 16, 8 %
Sampel II
5 gr( 28, 6724, 80 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 22,6 %
Sampel III
5 gr( 66, 8962,70 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 16, 2 %
Sampel IV
5 gr( 33, 528,8 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 4, 2 %
Sampel V
5 gr( 28, 724,80 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 16, 6 %
Sampel VI
5 gr( 67, 3062,70 ) gr
% Kadar air = x 100 %
5 gr
=8%
LAMPIRAN B
ANALISIS PERCOBAAN
A. Persiapan
a. dipersiapkan alat dan bahan kimia yang digunakan
b. dibuat larutan NaOH 2 N
c. dibuat larutan HCl 0,5 N
B. Pembuatan sabun
a. Minyak ikan 30 ml diambil dan di masukkan kedalam erlemenyer
b. Asam stearat 0.34 gram yang telah dilelehkan suhu (600C) ke dalam
erlemenyer yang telah diisi minyak ikan
c. 20 ml larutan NaOH 2 N ditambahkan sambil diaduk
d. Gliserin 10 ml ditambahakan sambil diaduk
e. Etanol 30 ml ditambahkan sambil diaduk
f. Gula 5 gram ditambahkan sambil diaduk
g. NaCl 20 ml ditambahkan sambl diaduk
h. Panaskan semua larutan yang telah tercampur tadi sampai homogen
i. Setelah homogen tuangkan larutan kedalam cetakan yang telah disediakan
j. Kemudian diamkan dan sabun dapat diuji karakteristiknya
a. Karakteristik sabun
Uji sifat sabun
1. Di masukkan 1 ml kerosen dan 10 ml air kedalam tabung reaksi
2. Campuran tersebut dikocok dan catat pengamatan anda
3. Sedikit sabun dimasukkan kedalam tabung yang berisi kerosen dan air
4. Dikocok dan catat pengamatan anda
5. Ditambahkan sedikit sabun dan dikocok jika tidak ada perubahan pada
campuran dan catat pengamatan
6. Dicatat pengaruh penambahan sabun pada kerosen dan air
7. Diambil tabung reaksi yang bersih dan, kemudan larutkan 5 gram
sabun dalm 5 ml air panas
8. Ditambah 8 tetes larutan kalsium sulfat
9. Dicatat pengaruh asam sulfat terhadap air sabun
10. Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan 5 gram sabun
kedalam 5 ml etanol
TbaTbk
Stabilitas busa = x 100%
Tba
Keterangan:
Tba = tinggi busa awal
Tbk = tiggi busa akhir
VX N X BM
Kadar alkali bebas= X 100%
W X 1000
Keterangan:
Berat sabun(B A)
Kadar air% = x 100%
Berat sabun
Keterangan:
A = Berat cawan petri kosong (gram)
B = Berat cawan petri +berat sabun yang sudah kering (gram)
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
Gambar
Gambar1.1.Pengenceran
PengenceranG Gambar 2.
asam stearat Pembuatan sabun