Anda di halaman 1dari 33

Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.

Genap/2017 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang digunakan sehari-
hari. Fungsi utama dari sabun adalah membersihkan. Dilingkungan sekitar,
banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik yang wujud cair, lunak,
krim, maupun yang padat. Kegunaanya pun beragam , ada yang sebagai sabun
mandi, sabun cuci tangan, sabun cuci peralatan rumah tangga dan lain
sebagainya (Herbamart,2011).
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari
minyak. Gugus induk emak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai
hidrokarbon panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus
karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karna menghasilkan
sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester
dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom C di atas mempengaruhi sifat-sifat
sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri
dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian
lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk
membuat sabun. Lemak merupakan campuraqn ester yang dibuat dari alkohol
dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat,
sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam
oleat (Fessenden,1982).
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau
lemak alami. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat
hidrofobik. Karna sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran( biasanya
lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan surfaktan akan
menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang
disebut konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin.
Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukkan dan
meminyaki kulit juga. Oleh karna itu dilakukan percobaan pembuatan sabun

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 2

dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang
berkualitas (Levenspiel,1972).
Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat
organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)
dan larut dalam air. Dalm proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor
akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat
dalam air pencuci karna ujung yang lain lain ( hidrofilik) dari sabun larut
dalam air (Herbamart,2011). Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui dan
mempelajari bagaimana reaksi saponifikasi/penyabunan pada proses
pembuatan sabun serta membuat sabun dalm skala laboratorium. Selain itu
kita juga dapat juga mengetahui beberapa sifat sabun yang telah dihasilkan
dari percobaan (Irdoni dan Nirwana,2013).

1.2 Tujuan
a. Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan
sabun dilaboratorium
b. Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan-bahan yang digunakan


Pada umumnya, sabun dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam
alkali. Di samping itu juga digunakan bahan tambahan lain seperti surfaktan,
humektan, pelumas, antioksidan, warna, parfum, pengontrol pH, garam, dan
bahan tambahan khusus. Penggunaan bahan yang berbeda akan menghasilkan
sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Berikut penjelasan bahan-
bahan yang digunakan pada pembuatan sabun.

2.1.1 Minyak Nabati


Minyak nabati berfungsi sebagai sumber asam lemak. Asam lemak
merupakan asam karboksilat berantai panjang yang panjangnya berbeda-beda
tergantung jenisnya tetapi bukan siklik atau bercabang. Asam-asam lemak dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Masing-masing jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun
yang terbentuk. Asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan
menghasilkan sabun cair. Asam lemak rantai panjang dan jenuh menghasilkan
sabun padat (Steve, 2008). Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan bobot
molekul kecil akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak
dengan bobot molekul besar.
Asam lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah asam lemak
yang memiliki rantai karbon berjumlah 12-18 (C12-C18). Asam lemak dengan
rantai karbon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan dapat
mengiritasi kulit, sedangkan asam lemak dengan rantai 21 karbon lebih dari 20
memiliki kelarutan yang sangat rendah. Asam lemak dengan rantai karbon 12-14
memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan sementara asam lemak dengan
rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi (Miller, 2003).
Penggunaan asam lemak dalam jumlah yang berlebihan dapat membuat kulit
terasa kering (Steve, 2008). Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang
dihasilkan dijelakan pada Tabel 2.1.

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 4

Tabel 2.1 Jenis Asam Lemak dan Sifat Sabun yang Dihasilkan
Asam Lemak Rumus Kimia Sifat yang
Ditimbulkan pada
sabun

Asam Laurat CH3(CH2)10COOH Mengeraskan,


membersihkan,
menghasilkan busa
lembut
Asam Miristat CH3(CH2)12COOH Mengeraskan,
membersihkan,
menghasilkan busa
lembut
Asam Palmitat CH3(CH2)14COOH Mengeraskan,
menstabilkan busa
Asam Sterarat CH3(CH2)16COOH Mengeraskan,
menstabilkan busa,
melembabkan
Asam Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH melembabkan
Asam Linoletat CH3(CH2)4(CH=CHCH2)2(CH2)6COOH melembabkan

(Sumber : Steve, 2008)


Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan asam lemak yang
memiliki rantai panjang, khususnya C16 dan C18, akan menghasilkan sabun dengan
struktur yang lebih kompak dan dapat mencegah atau memperlambat disintegrasi
sabun saat terpapar oleh air. Asam-asam lemak rantai pendek memiliki
kemampuan kelarutan dalam pelarut air, semakin panjang rantai asam-asam lemak
maka kelarutannya dalam air semakin berkurang. Asam-asam lemak dengan rantai
pendek, misalnya asam laurat, berperan dalam kemampuan sabun untuk
menghasilkan busa (Steve, 2008).
Asam-asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak atau
minyak. Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik minyak
yang digunakan. Setiap minyak memiliki jenis asam lemak yang dominan. Asam-

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 5

asam lemak dalam minyak inilah yang nantinya akan menentukan karakteristik
sabun yang dihasilkan. Dalam penelitian ini, minyak nabati yang digunakan
adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun.
A. Minyak kelapa (Coconut oil)
Minyak kelapa merupakan hasil ekstraksi kopra atau daging buah kelapa
segar. Di pasaran, harga minyak kelapa dua kali lebih mahal apabila
dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Asam-asam lemak dominan yang
menyusun minyak kelapa adalah asam laurat dan asam miristat, yang
merupakan asam-asam lemak berbobot molekul rendah. Minyak kelapa
adalah salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang paling
kompleks (Ketaren, 1986).
Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan ke
dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam laurat di dalamnya paling
besar jika dibandingkan asam lemak lain. Asam laurat atau asam dodekanoat
adalah asam lemak jenuh berantai sedang yang tersusun dari 12 atom C (BM:
200,3 g.mol ). Asam laurat memiliki titik lebur 44C dan titik didih 225C
-1

sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah
mencair jika dipanaskan. Asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan
yang sangat baik, oleh karenanya asam laurat sangat diperlukan dalam
pembuatan produk sabun. Busa yang dihasilkan banyak dan sangat lembut
namun stabilitasnya relatif rendah (busa cepat hilang atau tidak tahan lama)
(Lakey, 1941). Sabun yang dihasilkan dari asam laurat memiliki ketahanan
yang tidak terlalu besar, artinya sabun batang yang dihasilkan tidak cukup
keras. Berikut ini merupakan perbandingan jumlah asam lemak minyak
kelapa dan minyak kelapa sawit.

B. Minyak kelapa sawit (Palm oil)


Minyak kelapa sawit merupakan hasil pemasakan buah sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena kandungan zat warna
karotenoid, sehingga harus dipucatkan terlebih dahulu jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun (Pasaribu, 2004). Sabun yang terbuat
dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan berbusa sedikit namun tahan

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 6

lama. Menurut Miller (2003), kekerasan ini disebabkan kandungan asam


palmitatnya yang cukup besar. Oleh karena itu, apabila akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur
terlebih dahulu dengan bahan lain. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh
adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak
jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras. Stabilitas busa
dan stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari minyak kelapa sawit sangat
tinggi. Jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi serta
berperan dalam menjaga konsistensi sabun.
C. Minyak Zaitun (Olive oil)
Penelitian ini juga menggunakan minyak zaitun di samping minyak kelapa
dan minyak kelapa sawit. Minyak zaitun diperoleh dari ekstraksi buah zaitun.
Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun
yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi
kulit. Minyak zaitun trigliserida (TG) dengan persentase 95-98% dan zat-zat
minyak lainnya. TG merupakan ikatan ester antara tiga asam lemak dengan
satu unit gliserol (Mailer, 2006).
Minyak zaitun secara alami juga mengandung beberapa senyawa yang tak
tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. (Mailer,
2006). Selain digunakan untuk masakan, minyak zaitun juga dapat digunakan
untuk perawatan kecantikan. Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat
hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastisitas kulit dari
kerusakan. Minyak zaitun kaya tokoferol (vitamin E) yang merupakan anti
penuaan dini. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan
melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun
merupakan pelembab yang baik untuk melembabkan kulit wajah dan tubuh.
Selain itu, minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit
mati.

D. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)


Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 7

dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit


memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai
pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

E. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)


Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-
asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.
Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

2.1.2 Lemak Hewani


Menurut Rohman (2009), beberapa jenis lemak hewani yang biasa dipakai
dalam proses pembuatan sabun di antaranya:
A. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free
Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat
adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA
dari tallow berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas
40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease.
B. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat
(35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi
parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang
dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

C. Marine Oil

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 8

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

2.1.3 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan etanolamin. NaOH (soda kaustik) merupakan alkali
yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. Kalium hidroksida
banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Menurut Steve (2008), sabun yang dibuat dari Natrium hidroksida
dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat
dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap) sampai cair seperti
sampo. Hard soap merupakan jenis sabun yang paling banyak diproduksi dan
dikonsumsi. Karena pada penelitian kali ini akan dibuat sabun batang, maka alkali
yang digunakan adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40,01
serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol (Miller, 2003).
Menurut Lakey (1941), NaOH diperoleh melalui proses hidrolisis natrium
klorida. Penambahan NaOH harus dilakukan dengan jumlah yang tepat pada
proses pembuatan sabun. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat, maka
alkali bebas yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu
tinggi sehingga dapat mengritasi kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu encer atau terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan
mengandung asam lemak bebas yang tinggi (Miller, 2003).

2.1.4 Asam Stearat (C18H36O2)


Asam stearat adalah jenis asam lemak dengan rantai hidrokarbon yang
panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan gugus metil di
ujung yang lain, memiliki 18 atom karbon dan merupakan asam lemak jenuh
karena tidak memiliki ikatan rangkap di antara atom karbonnya. Asam stearat
berupa hablur padat, keras, mengkilap, warna putih atau kekuningan pucat. Asam
stearat praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, namun mudah larut dalam
kloroform dan eter. Asam stearat seringkali digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan krim dan sabun (Poucher, 1974). Asam stearat berperan dalam

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 9

memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997) serta dapat
menstabilkan busa (Mailer, 2006).

2.1.5 Gliserin
Gliserin atau biasa disebut juga dengan gliserol merupakan cairan kental,
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis dan memiliki sifat higroskopis.
Gliserin mudah bercampur dengan air dan etanol 95% namun praktis tidak larut
dalam kloroform, etanol, minyak lemak dan minyak atsiri (Steve, 2008). Menurut
Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai humektan (moisturizer),
yaitu skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit.
Humektan merupakan komponen higroskopis yang mengundang air dan
mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitasnya tergantung pada
kelembaban lingkungan di sekitarnya.

2.1.6 Asam Sitrat


Sebagai pengontrol pH dapat digunakan asam sitrat. Asam sitrat merupakan
asam lemah yang dapat menurunkan pH sabun sehingga kulit pengguna tidak
teriritasi akibat sifat alkalis sabun (Wasitaatmaja, 1997). Asam sitrat memiliki
bentuk berupa hablur tidak berwarna atau serbuk warna putih, tidak berbau, rasa
asam kuat, dalam udara lembab agak higroskopik, dalam udara kering agak
merapuh. Kelarutannya sangat tinggi dalam air dan etanol 95% namun sukar larut
dalam eter (Wasitaatmaja, 1997). Asam sitrat juga berfungsi sebagai chelating
agent (Poucher, 1974).

2.1.7 Coco Dietanolamida (Coco-DEA)


Coco-DEA merupakan dietanolamida yang terbuat dari minyak kelapa.
Dalam satu sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan dan zat penstabil
busa (Poucher, 1974). Dietanolamida merupakan penstabil busa yang paling
efektif. DEA tidak pedih di mata, mampu meningkatkan tekstur kasar busa serta
dapat mencegah proses penghilangan minyak secara berlebihan pada kulit dan
rambut (Wasitaatmaja, 1997). Apabila digunakan pada konsentasi lebih dari 4%,
DEA dapat mengiritasi kulit (Mitsui, 1997).

2.1.8 Lanolin

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 10

Lanolin adalah zat seperti lemak dari bulu domba Ovis aries L. (Fam.
Bovidae) yang telah dimurnikan. Lanolin berupa massa seperti salep warna putih
kekuningan. Dalam kosmetik, lanolin berguna sebagai bahan dasar dalam emulsi
air dalam minyak (Mailer, 2006). Lanolin dapat meleleh pada suhu 34-38C
(Rohman, 2009). Untuk menghindari rasa kering pada kulit, diperlukan bahan
yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun
yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, parafin
lunak, cocoa butter, dan minyak almond. Bahan-bahan tersebut selain meminyaki
kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers)
(Wasitaatmaja, 1997).

2.1.9 Natrium Klorida


Garam yang ditambahkan pada pembuatan sabun biasanya adalah NaCl.
NaCl berbentuk serbuk hablur berwarna putih dan berasa asin. Garam ini mudah
larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin
dan sukar larut dalam etanol (Pasaribu, 2004). Garam dalam pembuatan sabun
berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan sehingga dapat
mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang digunakan sebaiknya
murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg. Penambahan garam tidak diperlukan
dalam pembuatan sabun cair (Miller, 2003). Selain itu, penambahan NaCl juga
bertujuan untuk meningkatkan pembusaan sabun dan untuk meningkatkan
konsentrasi elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir
reaksi sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses
pemanasan (Rohman, 2009).

2.1.10 Sukrosa
Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tanman Saccharum officinarum
Linne, Beta vulgaris Linne dan sumber lainnya. Gula ini berbentuk hablur putih
atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Sukrosa sangat mudah larut dalam air,
terlebih air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
maupun eter (Mitsui, 1997). Sukrosa bersifat humektan dan dapat membantu
pembusaan sabun (Priani, 2010). Pada proses pembuatan sabun transparan,

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 11

sukrosa berfungsi untuk membantu terbentuknya transparansi pada sabun.


Sukrosa dapat membantu perkembangan kristal pada sabun (Steve, 2008).

2.1.11 Antioksidan
Kerusakan minyak atau lemak terutama bau tengik (rancid) dapat
dihindari dengan menambahkan antioksidan misalnya stearil hidrazid dan
butilhidroksi toluen (BHT) sebanyak 0,02% - 0,1%. Beberapa bahan lain juga
dapat digunakan sebagai penghambat oksidasi, yaitu natrium silikat, natrium
hiposulfit, dan natrium tiosulfat (Wasitaatmaja, 1997).

2.1.12 Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambah parfum sebagai pewangi.
Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan untuk
memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih tertarik
(Priani, 2010). Setiap pabrik memilih bau sabun bergantung pada permintaan
pasar. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tak sama untuk membedakan
produk masing-masing (Wasitaatmaja, 1997).

2.2 Proses Pembuatan Sabun


Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak,
dan reaksi saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil mula-mula
dari penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa. Setelah
campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat. Produknya,
sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam
keanekaragaman cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan
tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan
yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi
untuk mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran. Pada
penelitian ini, dilakukan pencampuran KOH harus disamakan suhunya terlebih
dahulu, karena suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang
diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari
energi tumbukan bertambah besar, begitu pun sebaliknya. Larutan yang telah

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 12

sama suhunya kemudian dicampurkan. Pencampuran pada suhu yang sama agar
laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan besar. Untuk menentukan
laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan seberapa cepat perubahan
konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara umum, apabila
terjadi reaksi AB, maka mulamula zat yang A dan zat B sama sekali belum ada.
Setelah beberapa waktu, konsentrasi B akan meningkat sementara konsentrasi zat
A akan menurun (Partana, 2003).
Hukum laju dapat ditentukan dengan melakukan serangkain eksperimen
secara sistematik pada reaksi A + B C, untuk menentukan orde reaksi terhadap
A maka konsentrasi A dibuat tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian
ditentukan laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk
menentukan orde reaksi B, maka konsentrasi B dibuat tetap sementara itu
konsentrasi A divariasi kemudian diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi
tersebut (Partana, 2003). Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk
matematika dimana hasil perubahandapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat
dihitung secara eksperimen dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme
reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari
eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan hanya eksponen untuk
masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu. Orde
reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk
diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama
dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi (Miller, 2003).

2.3 Produk yang Dihasilkan


2.3.1 Sabun
Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuatan kondisi basa yang biasa
digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH). Jika
basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi tersebut berupa sabun
keras (padat), sedangkan basa yang digunakan berupa KOH maka produk reaksi
berupa sabun cair (Wasitaatmaja, 1997). Sabun mandi adalah senyawa natrium
dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 13

padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada
kulit (SNI, 1994). Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam
lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak
mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom
karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin.
Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol
dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak
mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
menyebabkan sabun mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan
asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair.
Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada suhu
kamar (Partana, 2003). Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi
yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu
terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan (latin,
sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno
untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun.
Kebanyakan sabun alamiah sekarang terbuat terutama dari empat lemak
sapi, minyak palma, minyak kelapa dan minyak zaitun. Sabun itu diendapkan
dengan penambahan garam. Kemudian diambil dengan disaring, dicuci, dan
dicampur dengan zat warna parfum dan komponen istimewa lain. Setelah
mengeras, dipotong-potong dan dicetak menjadi sabun yang lazim dijual (Keenan,
1980). Garam asam lemak biasanya disebut sabun. Daya pembersih sabun
bertumpu pada sifat amfipatik molekul sabun. Molekul-molekul sabun
menghancurkan material berlemak yang menahan kotoran pada permukaan
dengan megikatkan diri pada molekul-molekul lemak. Bagian-bagian polar dari
molekul-molekul sabun yang bergabung menyebabkan kotoran dan partikel-
partikel lemak menjadi mantap dalam larutan berair sehingga dapat dicuci lepas di
dalam air (Keenan, 1980).

2.3.2 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Sabun


Secara umum, sifat fisik dalam sabun terdiri dari kekerasan, stabilitas
busa, bilangan titer, mudah dibilas (Priani, 2010), tegangan permukaan, tegangan
antar muka, dan stabilitas emulsi (Partana, 2003). Sedangkan sifat kimia pada

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 14

sabun pada umumnya berupa pH, kadar air, jumlah asam lemak total, alkali bebas,
asam lemak bebas, dan minyak mineral (Poucher, 1974).

A. Kekerasan
Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat kekerasan tertentu
(Priani, 2010). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang
digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.
Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga
akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Lakey, 1981). Apabila sabun
terlalu lunak, maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi
cepat rusak (Steve, 2008).
B. Daya dan Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan mutu
sabun. Sabun dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai oleh
konsumen. Busa memiliki peran dalam proses pembersihan dan
melimpahkan wangi sabun pada kulit (Mailer, 2006).
C. pH
Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 10 (Mitsui, 1997). pH
merupakan indikator potensi iritasi pada sabun (Miller, 2003). Apabila
kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah
pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali
terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga puluh menit pH
kulit menjadi normal kembali (Wasitaatmaja, 1997) yaitu sekitar 4,5-6,5
(Ketaren, 1986). Alkalinasi dapat menimbulkan kerusakan kulit apabila
kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, pembilasan tidak
sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi (Wasitaatmaja, 1997).

D. Stabilitas Emulsi Sabun


Sabun padat termasuk dalam emulsi tipe w/o (Ketaren, 1986).
Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan berpengaruh
besar terhadap kualitas produk emulsi saat dipasarkan. Emulsi yang baik
tidak membentuk lapisan-lapisan minyak dan air, memiliki konsistensi

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 15

yang tetap dan tidak terjadi perubahan warna. Stabilitas emulsi


dipengaruhi oleh jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun. Asam
lemak ini berperan dalam menjaga konsistensi sabun. Kestabilan emulsi
dalam sabun juga dipengaruhi oleh kadar air dan bahan dasar yang bersifat
higroskopis. Semakin tinggi kadar air dalam sabun maka stabilitas emulsi
akan semakin menurun (Pasaribu, 2004).

E. Kadar Air
Banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan mempengaruhi
kelarutan sabun. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka
pada saat digunakan sabun akan semakin mudah menyusut (Rohman,
2009). Prinsip dari pengujian kadar air sabun adalah pengukuran
kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu 105C. Tingkat kekerasan
sabun sangat dipengaruhi oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air
maka sabun akan semakin lunak (SNI, 1994).

F. Jumlah Asam Lemak


Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam lemak
yang terikat dengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah lemak
netral (trigliserida netral/ lemak yang tidak tersabunkan). Pengujian jumlah
asam lemak pada prinsipnya dilakukan dengan memisahkan asam lemak
dari ikatan sabun natrium dengan penambahan asam kuat, kemudian
mengekstraknya dengan microwaks sehingga terbentuk cake yang berisi
campuran parafin + asam lemak bebas + lemak netral + asam lemak bebas
eks sabun + minyak mineral yang mungkin ada (SNI, 1994).

G. Asam Lemak Bebas/ Alkali Bebas


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh
sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium maupun senyawa
trigliserida (lemak netral). Adanya asam lemak bebas dapat diperiksa
apabila pada pengujian alkali bebas ternyata tidak terjadi warna merah dari
indikator phenolphtalein setelah pendidihan dalam alkohol netral. Asam

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 16

lemak bebas yang melarut dalam alkohol netral selanjutnya dititrasi


dengan KOH alkoholis (SNI, 1994).

H. Minyak Mineral
Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam
lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan
dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan
air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya
kekeruhan (SNI, 1994).

2.3.3 Efek Samping Sabun pada Kulit


Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa
kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan
penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit seperti berikut ini:

A. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit


Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan
tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air.
Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat
hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga
pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Wasitaatmaja (1997) yang
meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar minyak kulit berperan
dalam membentuk keasaman kulit dengan pembentukan lapisan lemak
permukaan kulit yang agak asam. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit
yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi, waktu kontak, dan
tipe kulit pemakai.
Kerusakan lapisan lemak kulit dapat meningkatkan permeabilitas kulit
sehingga mempermudah benda asing menembus ke dalamnya. Bergantung
pada lama kontak dan intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat
diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam
kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah
kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan
kulit akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 17

kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan


pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar, dan tidak
elastis. Penambahan sabun dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat
mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).
B. Daya Antimikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya
antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba
ini terjadi akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel
keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja,
1997).
C. Daya Antiperspirasi
Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada
percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan
produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).

D. Lain-lain
Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak
alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah.
Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi.
Pembuktian efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional
dengan larutan sabun tidak kuat sebab menimbulkan reaksi eritema
monomorfik dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap
deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat
penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997).

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 18

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat yang digunakan


a. Cawan penguap
b. Corong
c. Gelas ukur 10 ml

d. Gelas ukur 50 ml

e. Kaca arloji

f. Penangas air

g. Pengaduk

h. Tabung reaksi

i. Labu ukur 250 ml

j. Gelas piala 500 ml

k. Erlemenyer 250 ml
l. Buret
m. Statip dan klem
n. Cetakan sabun
o. Timbangan analitik

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


a. Etanol
b. Kerosene ( minyak tanah)
c. Larutan kalsium sulfat
d. Larutan NaCl jenuh
e. Minyak makan
f. Natrium Hidroksida 2 N
g. Phenolphthalein
h. HCl 0.5 N
I. Gliserin
i. Asam stearat
j. Asam sitrat
k. Gula
l. Aquades

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 19

3.3 Diagram Block

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 20

Gambar 3.1 Diagram block pembuatan sabun.

3.4 Rangkaian Alat

Pada pembuatan sabun kita memerlukan beberapa alat. Seperti


penangas air dan mesin pengaduk. Adapun gambaran alatnya sebagai
berikut :

1 Keterangan :

1. Motor penggerak
2. Pengatur
kecepatan
2
pengaduk
3 3. Batang pengaduk
4. Penangas air
4

Gambar 3.2 Rangkaian alat pembuatan sabun.

Pada pengujian kadar alkali bebas maka kita


membutuhkan alat yang disebut buret. Adapun gambar alatnya sebagai
berikut :

Keterangan :

1. Statip
2. Buret
2
3. erlenmeyer
2
1

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 21

BAB IV
Gambar 3.3 Rangkaian alat
HASIL
untukDAN
titrasi.PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Pada percobaan yang pertama yaitu sabun yang didapat dimasukkan ke dalam
campuran kerosen dengan air. Campuran kerosen dengan air yang awalnya tidak
menyatu, menjadi menyatu setelah ditambahkan sabun dan hal ini menandakan
bahwa sabun bersifat emulgator. Percobaan yang kedua yaitu sabun dilarutkan ke
dalam air panas sehingga menghasilkan busa dan ditambahkan dengan kalsium
sulfat. ketika ditambahkan kalsium sulfat, busa menjadi hilang dan hal ini
menandakan bahwa sabun tidak bisa larut dalam air sadah.
Uji selanjutnya yaitu uji stabilitas busa yang mana kita menggunakan 6
variabel sabun dimana data disajikan dalam tabel berikut :

90.00%
80.00%
80.00%
72.97%
68.75%
70.00%

60.00%
50.00% 50.00%
50.00%

40.00%

30.00%

20.00% 16.00%

10.00%

0.00%
NaOH 10% NaOH 20% NaOH 30%

Asam stearat 5 gram. Asam stearat 10 gram.

Gambar 4.1 Uji Stabilitas Busa


Dari data di atas, dapat diketahui bahwa sabun dengan kadar NaOH 20% dan
asam stearat 10 gram merupakan sabun dengan stabilitas busa tertinggi dan sabun

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 22

dengan kadar NaOH 20% dan asam stearat 5 gram merupakan sabun dengan
stabilitas busa terendah. Pengaruh asam stearat dan NaOH pada sabun yaitu jika
semakin tinggi asam stearat yang terlibat dalam sabun maka stabilitas busanya
semakin tinggi dan semakin tinggi persentase NaOH yang terlibat dalam sabun
maka stabilitas busanya semakin tinggi pula (Maripa, 2013).

Uji selanjutnya yaitu uji alkali bebas yang terkandung dalam sabun. Data
tersebut akan disajikan dalam tabel berikut :

1.8
1.65
1.6

1.4

1.2

1 0.9
0.84
0.8
0.64
0.6 0.54
0.4
0.4

0.2

0
NaOH 10% NaOH 20% NaOH 30%

Asam stearat 5 gram Asam Strearat 10 gram

Gambar 4.2 Uji Alkali Bebas


Dari data di atas, didapat bahwa sabun yang mempunyai kadar alkali bebas
terendah yaitu pada sabun dengan kadar NaOH 10% dengan asam stearat 10 gram
dan sabun yang mempunyai kadar alkali bebas tertinggi yaitu pada sabun dengan
kadar NaOH 20% dengan asam stearat 5 gram. dari grafik diatas dapat
disimpulkan bahwa semakin rendah asam stearat maka semakin tinggi alkali
bebas yang terkandung dalam sabun dan pengaruh NaOH terhadap alkali bebas
yaitu semakin tinggi konsentrasi NaOH semakin tinggi pula kadar alkali
bebasnya. Sabun yang terlalu besar kadar alkalinya maka sabun sulit berbusa dan
menyebabkan iritasi (Suryani, 2005).

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 23

Uji selanjutnya yaitu uji kadar air pada sabun yang akan disajikan pada grafik
berikut :

25.0% 22.6%
16.8%
20.0% 16.6%
16.2%
15.0%
10.0% 8.0%
4.2%
5.0%
0.0%

Asam stearat 5
gram
Asam stearat 10
gram

Gambar 4.3 Uji Kadar Air


Dari data di atas menunjukan bahwa sabun dengan kadar NaOH 20% dan asam
stearat 10 gram merupakan sabun dengan kadar air terendah dan sabun dengan
kadar NaOH 10% dan asam stearat 10 gram mempunyai kadar air yang paling
tinggi. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar NaOH
maka semakin rendah kadar air yang terdapat dalam sabun (Maripa, 2013).

Berdasarkan semua data diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil sabun yang
terbaik yaitu sabun ke enam dengan kandungan NaOH 30% dan asam stearat 10
gram dengan persentase stabilitas busa 72,9%, alkali bebas 0,544%, dan kadar air
8%.

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 24

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Sabun adalah logam alkali ( biasanya garam natrium ) dari asam-asam
lemak.
2. Sabun bersifat basa, ini dibuktikan dengan penambahan phenolphtalein
ke dalam larutan sabun, yang menghasilkan larutan berwarna merah
muda.
3. Sabun di buat dengan reaksi penyabunan ( saponifikasi ).

5.2 Saran
1. Ketika melakukan percobaan harus menggunakan sarung tangan dan
masker.
2. Pratikan harus mengetahui sifat dari zat-zat yang di gunakan sebelum
melakukan pratikum

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 25

DAFTAR PUSTAKA

Keenan, C. W. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Ketaren, 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, 1st Ed., 30-60,
Universitas Indonesia, Jakarta.

Lakey, R. T., 1941, The Chemistry and Manufacture of Cosmetics, 406, D.Van
Nonstrand Company Inc., Michigan.

Mailer, R., 2006, Chemistry and Quality of Olive oil, Primefacts, 227, 1-4, NSW
Departement of Primary Industries, Stater of New South Wales.

Miller, K., 2003, Miller's Homemade Soap Pages: Choosing Your Oils, Oil
Properties of Fatty Acid, http://www.millersoap.com/soapdesign.html, 25
Mei 2013.

Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, Elsevier, Amsterdam.

Partana, dkk. 2003. Kimia Dasar 2. Yogyakarta: UNY Press.

Pasaribu, N., 2004, Minyak Buah Kelapa Sawit, 1, Laporan Penelitian, e-USU
Repository, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

Poucher, W. A., 1974, Modern Cosmetics: Perfumes, Cosmetics and Soaps, Edisi
7, 3, 27-53, Chapman and Hall, London.

Priani, S. E., Lukmayani, Y., 2010. Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar
Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP,
Edisi Eksakta. ISSN: 2089-3582.

Rohman, S., 2009, Bahan Pembuatan Sabun,

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 26

http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/, 25 Mei
2013.

Steve, 2008, Saponification Table Plus The Characteristics of Oils in Soap, USA,
http://www.soap-making-resource.com/saponification-table.html, 24 Mei
2013.

Wasitaatmaja, S. M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, 95-103, Penerbit UI


Press, Jakarta.

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 27

LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

a. Uji Stabilitas Sabun

TbaTbk
Stabilitas busa = x 100 %
Tba

Sampel I
Diketahui : Tba = 1,6 cm
Tbk = 0,5 cm
1,6 cm0,5 cm
Stabilitas busa = x 100
1,6 cm
= 68, 75 %

Sampel II
Diketahui : Tba = 2 cm
Tbk = 1 cm
2 cm1 cm
Stabilitas busa = x 100 %
2 cm
= 50 %

Sammpel III
Diketahui : Tba = 1,8 cm
Tbk = 1,5 cm
1,8 cm1,5 cm
Stabilitas busa = x 100
1,8 cm

Sampel IV
Diketahui : Tba = 2,5 cm
Tbk = 0,5 cm
2,5 cm0,5 cm
Stabilitas busa = x 100 %
2,5 cm
= 80 %

Sampel V
Diketahui : Tba = 4 cm
Tbk = 2 cm
4 cm2cm
Stabilitas busa = x 100 %
4 cm
= 50 %

Sampel VI
Diketahui : Tba = 3,7 cm
Tbk = 1 cm

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 28

3,7 cm1 cm
Stabilitas busa = x 100 %
3,7 cm
= 72, 97 %

b. Uji Kadar Air

Berat sabun( B A)
% kadar air = x 100 %
Berat sabun

Sampel I
5 gr( 32, 9628,8 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 16, 8 %
Sampel II
5 gr( 28, 6724, 80 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 22,6 %
Sampel III
5 gr( 66, 8962,70 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 16, 2 %
Sampel IV
5 gr( 33, 528,8 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 4, 2 %
Sampel V
5 gr( 28, 724,80 ) gr
% kadar air = x 100 %
5 gr
= 16, 6 %
Sampel VI
5 gr( 67, 3062,70 ) gr
% Kadar air = x 100 %
5 gr
=8%

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 29

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 30

LAMPIRAN B
ANALISIS PERCOBAAN

A. Persiapan
a. dipersiapkan alat dan bahan kimia yang digunakan
b. dibuat larutan NaOH 2 N
c. dibuat larutan HCl 0,5 N

B. Pembuatan sabun
a. Minyak ikan 30 ml diambil dan di masukkan kedalam erlemenyer
b. Asam stearat 0.34 gram yang telah dilelehkan suhu (600C) ke dalam
erlemenyer yang telah diisi minyak ikan
c. 20 ml larutan NaOH 2 N ditambahkan sambil diaduk
d. Gliserin 10 ml ditambahakan sambil diaduk
e. Etanol 30 ml ditambahkan sambil diaduk
f. Gula 5 gram ditambahkan sambil diaduk
g. NaCl 20 ml ditambahkan sambl diaduk
h. Panaskan semua larutan yang telah tercampur tadi sampai homogen
i. Setelah homogen tuangkan larutan kedalam cetakan yang telah disediakan
j. Kemudian diamkan dan sabun dapat diuji karakteristiknya

a. Karakteristik sabun
Uji sifat sabun
1. Di masukkan 1 ml kerosen dan 10 ml air kedalam tabung reaksi
2. Campuran tersebut dikocok dan catat pengamatan anda
3. Sedikit sabun dimasukkan kedalam tabung yang berisi kerosen dan air
4. Dikocok dan catat pengamatan anda
5. Ditambahkan sedikit sabun dan dikocok jika tidak ada perubahan pada
campuran dan catat pengamatan
6. Dicatat pengaruh penambahan sabun pada kerosen dan air
7. Diambil tabung reaksi yang bersih dan, kemudan larutkan 5 gram
sabun dalm 5 ml air panas
8. Ditambah 8 tetes larutan kalsium sulfat
9. Dicatat pengaruh asam sulfat terhadap air sabun
10. Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan 5 gram sabun
kedalam 5 ml etanol

Uji stabilitas sabun


1. 1 gram sabun dimasukkan kedalam tabung reaksi

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 31

2. Aquades 10 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi sabun


tadi
3. Kemudan di kocok selama satu menit
4. Kemudian ukur tinggi busa menggunakan pengaris (tinggi busa awal)
5. Tinggi busa diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir),
kemudian stabilitas busa di hitung dengan rumus

TbaTbk
Stabilitas busa = x 100%
Tba

Keterangan:
Tba = tinggi busa awal
Tbk = tiggi busa akhir

b. Uji kadar alkali bebas (SNI06-4085-1995)


1. Sebanyak 5 gram sabun dimasukkan kedalam erlemenyer
2. Ditambahkan 100 ml alkohol 96% netral dan 3 tetes indikator
phenolphthalein
3. Dipanas diatas penangas air memakai pendingin tegak selama 30 menit
hingga mendidih
4. Bila larutan bewarna merah, kemudian titrasi dengan larutan HCl 0,1
N dalal alkohol sampai warna nya bening

VX N X BM
Kadar alkali bebas= X 100%
W X 1000

Keterangan:

V = Volume titrasi HCl


N = Normallitas HCl
W = Berat sampel
BM = Berat molekul (KOH/NaOH)

c. Uji kadar air


1. Timbang berat cawan penguap kosong
2. Masukkan 5 gram sabun kedalam cawan penguap tersebut
3. Kemudian oven pada suhu 115 0C
4. Timbang cawan penguap dan sabun tersebut sampai didapat berat
kering konstannya
5. Kemudian hitung kadar air pada sabun adat dengan rumus:

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 32

Berat sabun(B A)
Kadar air% = x 100%
Berat sabun

Keterangan:
A = Berat cawan petri kosong (gram)
B = Berat cawan petri +berat sabun yang sudah kering (gram)

LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar
Gambar1.1.Pengenceran
PengenceranG Gambar 2.
asam stearat Pembuatan sabun

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun


Gambar 3. Uji stabilitas Gambar 4. Air +
Gambar 5. Sabun +
busa sabun kerosen 6.
+sabun
Gambar Sabun +
5 ml etanol.
air + kalsium sulfat
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VII/S.Genap/2017 33

Gambar 7. Sabun + Gambar 8. Uji alkali


etanol + PP bebas sabun

Gambar 9. Uji kadar


air

Reaksi Saponifikasi Pembuatan Sabun

Anda mungkin juga menyukai