BAB IV
4.1. Umum
23
harus mengatahui, agar sudah disiapkan rencana lahan jalur
saluran drainase yang optimum pada setiap RBBWK.
24
Gambar 4.1 Bagan Alir Penyaluran/Pembuangan Air
Buangan
25
Air limbah dikelompokan menjadi dua, yaitu air limbah
domestik (buangan air rumah tangga) dan air limbah industri
(buangan air proses industri).
26
Sistem terpisah adalah bahwa limpasan air hujan disalurkan
dalam saluran khusus hanya untuk air hujan, munkin
sebagian dalam saluran terbuka dan ada bagian yang
disalurkan dalam saluran tertutup.
Di Indonesia sampai kini ( 1988 ) masih banyak dengan
sistem campuran, yaitu air limbah domestik bahkan air
limbah non domestik dibuang langsung kedalam parit
terdekat. Hal ini sebenarnya tidak benar. Seharusnya bila
dengan sistem campuran harus disalurkan dalam saluran
tertutup, di Indonesia. Masalahnya adalah bahwa keadaan
fluktuasi debit aliran campuran pada musim kemarau dan
musim basah sangat besar. Dimensi saluran yang tertutup
itu harus besar dimana pemakaian dalam debit besar
( musim hujan ) relatif lebih pendek bila dibanding
pemakaian dalam debit besar ( musim hujan ) relatif lebih
pendek bila dibanding pemakaian dalam debit kecil ( musim
kemarau ), sehingga hal ini tidak ekonomis. Jadi dapat
diambil kesimpulan, bahwa jika :
1. Fluktuasi debit campuran musim hujan dan kemarau
sangat besar, cocok dengan sistem terpisah.
2. Fluktuasi debit campuran musim hujan dan kemarau
relatif kecil, dapat dipakai sistem campuran.
27
Dalam sistem campuran, bila kualitas air limbah campuran
tersebut dibuang ke BAP memenuhi standar kualitas air
dalam BAP/sungai, dapat langsung dibunag tanpa
pengolahan. Tetapi apabila tidak memenuhi standar
tersebut, maka perlu adanya pengolahan dalam BPA
sebelum kedalam BAP. Dalam penyalurannya, ada dua
kemungkinan yaitu ada yang langsung menuju ke BPAB, ada
yang sistem penyalurannya memakai sistem interseptor (
intercepting sewer ). Saluran interseptor merupakan saluran
induk yang letaknya berada sejajar dengan jalur BAP. Pada
setiap titik pertemuannya dengan jalur cabangnya,
dilengkapi dengan bangunan BYPASS, dimana pada waktu
hujan, debit besar, kecepatan tinggi, air dapat meloncati
ambang batas keluaran yang dirancang sedemikian rupa,
sehingga air langsung dapat mengalir menuju ke BAP. Pada
waktu tidak ada hujan, debit relatif kecil, demikian juga
dengan kecepatan aliran. Air tidak dapat melewati ambang
batas keluarannya, air langsung masuk kedalam saluran
interseptor menuju ke BPAB.
28
Ada industri yang telah membuat instalasi Pengolahan Air
Limbah ( IPAL ) lengkap, air keluarannya harus memenuhi
kualitas effluent yang disyarat, kemudian dapat dibuang, ke
BAP.
29
Drainase bawah permukaan tanah (subsoil drainage
atau under drainage) adalah sistem drainase yang
menangani permasalahan kelebihan air dibawah
permukaan tanah atau didalam lapisan tanah,
misalnya adalah menurunkan permukaan air tanah
yang tinggi agar daerah tersebut terhindar dari
keadaan kelembaban yang berlebihan. Tetapi drainase
bawah permukaan ini didaerah perkotaan jarang sekali
ada (dibuat), kecuali didaerah pertanian, yaitu untuk
menurunkan permukaan airtanah tinggi agar tanaman
tidak mati akibat akr yang selalu terendam air,
sehingga dalam tulisan ini tidak dibahas.
30
Oleh karena debit aliran air limbah yang dimasukkan
kedalam saluran drainase itu relatif sangat kecil jika
dibanding dengan debit puncak limpasan air hujannya,
maka setiap perencanaan drainase sering mengacu
pada karakteristik limpasan air hujan saja. Namun,
biarpun debit aliran air limbah itu relatif kecil tetapi
keberadaannya setiap hari, sehingga dalam profil
penyaluran air hujan perlu dibuat profil ganda dengan
memberi alur khusus untuk air limbah sesuai dengan
debit puncaknya. Tujuannya adalah agar tidak terjadi
kecepatan aliran yang sangat rendah pada musim
kering dan yang akan mengakibatkan terjadinya
sarang nyamuk.
31
Aliran musim kemarau, seperti yang telah
dikemukakan diatas, jika air limbah cucian masih
dimasukkan kedalam saluran air hujan, perlu
penanganan khusus, yaitu perlu diberikan penampang
aliran khusus untuk musim kemarau. Sehingga setiap
saluran drainase campuran harus dibuat saluran
berpenampang ganda, yaitu penampang aliran musim
kemarau dan aliran musim hujan.
32
Tujuan dibangunnya prasarana saluran drainase perkotaaan
seperti halnya tujuan penataan tata lingkungan, diantaranya
sebagai berikut :
A. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
B. Melindungi alam lingkungan seperti erosi tanah, kualitas
udara dan kualitas air
C. Menghindarkan kerusakan atau kerugian materiil,
gangguan dan bahaya lain yang disebabkan oleh
limpasan banjir
D. Memperbaiki kualitas lingkungan
E. Konservasi sumber daya air.
4.4. Drainase
4.4.1. Kegunaan Drainase
33
Kiat drainase seperti halnya kiat penataan tata
lingkungan, digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Tindakan yang sifatnya BIOLOGIS-EKOLOGIS,
diantaranya adalah melestarikan daerah/lingkungan
hijau sebagai daerah retensi dan peresapan air yang
optimum, dan
2. Tindakan yang sifatnya TEKNOLOGIS-HYGIENIS,
diantaranya adalah dengan prinsip:
Semua daerah hulu atau awalan aliran, arus
limpasan air hujan yang belum membahayakan atau
belum mengganggu lingkungan, sebesar mungkin
dihambat dan diresapkan atau ditampung dalam
kolam tampungan penahan (detention storage),
sebagai sumber daya imbuhan air tanah atau air
permukaan untuk kehidupan. Dengan demikian
mungkin dapat mengurangi arus limpasan ke hilir
aliran yang dapat mengurangi erosi dan malapetaka
bahaya banjir.
34
hidrograph alami seperti pada keadaan daerah masih
sebagai daerah pedesaan (lihat gambar 3.2)
35
Bangunan muara drainase kota pada saluran drainase
regional dalam wilayah kota, merupakan tanggung
jawab kota, sedangkan pengaturannya terpadu.
36
ii. Perhitungan dimensi saluran berdasarkan profil
hidrolis optimum pada periode N tahun. Periode N
tahun dapat dihitung dengan persamaan:
N = T/(1 ) (1.1)
Dimana: N = Periode waktu saluran hidrolis
optimum (tahun)
T= Periode waktu hujan rencana (tahun)
= Faktor resiko (biasanya diambil = 1/3)
37
Gangguan banjir
Lokasi kolam detensi
Pengendalian erosi
harus direncanakan dan dianalisa dalam
keteknikan sebaik-baiknya.
38
lokasi gorong-gorong/embatan harus
optimum.
39
menerima debit limpasan tambahan yang
besar itu, terjadilah luapan banjir di hilir.
4.4.6.5. Penampungan
40
lahan tambahan, jika alur saluran/sungai pada
waktu mendatang akan diperlebar.
41
mungkin di masa mendatang, sesuai periode desain,
kecuali hal-hal khusus yang ada hubungannya dengan
bangunan pelengkapnya.
42
pembawa aliran limpasan besar (mayor) serta
bangunan pelengkapnya.
T =N ( 1u 12 )
43
Dimana : T = Periode ulang hujan T tahun (tahun)
N = Umur bangunan efektif (tahun)
U = Faktor resiko (bilangan). Biasanya diambil
1/3
Periode
No
Tata Guna Lahan/Kegunaan Ulang
.
1 Tahun
Saluran awalan pada daerah :
- Lahan rumah, taman, kebun, kuburan, lahan
1
tak terbangun. 2
- Perdagangan, perkantoran, dan industri 5
Saluran minor.
2
- DPS 5 ha (saluran tersier)
5
- Resiko kecil
- Resiko besar
- DPS 5 25 ha (saluran sekunder)
2
2 - Tanpa resiko
- Resiko kecil 5
- Resiko besar
10
- DPS 25 50 ha (saluran primer)
- Tanpa resiko
- Resiko kecil
5
- Resiko besar
10
25
44
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
Saluran mayor,
5
- DPS 50 100 ha
- Tanpa resiko 10
- Resiko kecil
25
3 - Resiko besar
- DPS 100 ha
- Tanpa resiko
10
- Resiko sedang
- Resiko besar 25
- Pengendalian banjir mayor/kiriman
50
100
Gorong-gorong/jembatan
5 10
4 - Jalan biasa
- Jalan bypass 10 25
- Jalan bebas hambatan
25 - 50
45
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
DPS = DPS =
DPS = 5
0 - 5 25 -50
-25 ha
ha (Kelas ha
Lokasi drainase
(Kelas (Kelas
sekunde
tersier primer
r)
) )
Antara Lebar Lebar Lebar
bangunan/gedu atas atas atas
ng sepanjang +1,0 +2,0 m +3,0
Lebar
tepian jalan m m
Lebar atas Lebar
46
atas atas
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
b. DPS 50 ha
Bila perumahan/gedung terletak dalam rencana alur aliran
limpasan drainase mayor, jarak antara batas lahan atau
persilnya dengan tepian saluran, diberi jarak sekitar
setangah lebar saluran yang ada atau saluran rencana.
Lebar lahan alur dan cadangannya dapat dilihat pada tabel
3.3.
47
konsentrasi t c (menit) dan PUH T
(tahun).
4.9.1.1. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan untuk air hujan dari daerah yang
jauh dalam DPS untuk mengalir menuju suatu
titik atau profil melintang saluran tertentu
yang ditinjau.
48
Tinggi hujan harian Durasi hujan, te
Intensitas tipikal
maksimum R (menit) Ic (mm/jam)
250 120-170 145 81,3
(mm/hari)
300 150-192 171 86,2
350 178-216 197 91,0
400 212-234 223 95,6
450 240-260 242 100,2
470 250-270 252 102,1
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
te = R1.92/(1.11R) = 0.9R0.92
49
tanah menuju ke alur saluran permulaan
yang terdekat, t0 (menit), dan
2. Waktu yang diperlukan untuk air mengalir
dari alur saluran permulaan menuju ke suatu
profil melintang saluran tertentu yang
ditinjau, td (menit).
tc = t0 + td
3. waktu merayap dipermukaan tanah, tc
dengan persamaan :
6.33 ( n L0 ) 0.6
t 0= 0,4 0.3
( C0 I e ) ( S 0 )
Jenis permukaan N
Permukaan diperkeras (paved surface) 0.015
Permukaan tanah gundul (bare soil surface) 0.0275
Permukaan berumput sedikit 0.035
Permukaan berumput sedang 0.045
Permukaan berumput lebat 0.060
50
Sumber : Road Design Manual for Rural And Urban Roads Other
Than Freeways, National Association of Australia State Road
Authorites, Reprint 1977.
Si
2
1
reratanya , yaitu i 2 i
L ( L ) dan
S r=
C r = C i A i / A i
Dimana :
Lda = Panjang sauran aktual yang ditinjau (m)
51
Ld = Panjang saluran ideal (m), liat pers. 4.7
60 = Angka konversi, 1 menit = 60 detik
Vd = Kecapatan rerata dalam saluran (m/dt)
C = koef limpasan rerata
R = Tinggi hujan (mm/hari)
A = Luas DPS (ha)
S = Kemiringan DPS searah alur saluran (m/m)
Fg = Faktor gabungan
R Ld
AC
V d =0.0035
Dimana :
C = koef limpasan
52
Pada persamaan ini, kecepatan aliran harus
dipengaruhi oleh panjang saluran ideal Ld (m),
luas DPS A (ha), koefisien limpasan C (bilangan
pecah), kemiringan lapangan mengarah alur
saluran S (m/m), dan tinggi hujan R (m/m).
Munkin kemiringan saluan Ss tidak sama
dengan kemiringan lapangan, misalnya saluran
itu banyak terjunan atau merupakan kaskade.
53
Kecepatan (Vt) mungkin lebih besar atau lebih
kecil atau sama dengan Vd tergantung
geometri/kemiringan saluran setempat.
Jika kedua pendekatan ini beda besar, pilih
yang sesuai.
Tabel 4.6 Pendekatan Kecepatan Trial Berdasarkan
Kemiringan
Kemiringan saluran rerata Kecepatan rerata
(%) (m/dt)
12 0.6
24 0.9
46 1.2
6 10 1.5
10 - 15 2.4
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
54
Tabel 4.7 Pendekatan Kecepatan Setempat (Vt) Trial
Berdasarkan Debit Puncak (angka ini belum tepat karena
ada pengaruh S)
Debit aliran (Qp) Kecepatan setempat Vt (m/dt)
(m3/dt) Harus dikalikan K
1.0 0,60 0,90
1 10 0.90 1,50
10 20 1,50 1,60
20 30 1,60 1,70
30 40 1,70 1,80
40 50 1,80 1,90
50 60 1,90 2,00
60 70 2,00 2,10
70 100 2,10 2,20
100 150 2,20 2,30
150 200 2,30 2,40
200 300 2,40 2,50
300 400 2,50 2,60
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
IT =
BC +0,3 RT
Dimana :
It = intensitas hujan pada PUH T dan pada waktu
konsentrasi Tc > Te, dengan satuan (mm/jam)
Rt = tinggi hujan pada PUH T (mm/hari)
55
Jika tc < te, tc diganti dengan te
{
r 1
N 1}
R 2 2
SD=
Dimana :
ri = tinggi hujan pada tahun ke i (mm/hari)
R= tinggi hujan rerata satu array data itu (mm/hari)
Setelah itu dicari data ektrem maksimum dengan distribusi
metode modifikasi gumbel, (umum aplikasi di indonesia )
dengan persamaan sebagai berikut :
T
(
RT =R 0,78 ln ln
T 1 )
+0,45 SD
Dimana
Rt = tinggi hujan dengan PUH T (mm/hari)
56
2. Distribusi normal dan log normal
3. Distribusi pearson dan log pearson
4. Distribusi Frechet
5. Distribusi Goodrich
Pemilihan setiap jenis distribusi frekuensi dari sampel data,
dengan diuji parameter kecocokan atau yang dapat
mewakili, dapat dipakai pengujian parameter dengan
metoda uji:
1. Chi-kuadrat
2. Smirnov-Kolmogorov
Teori uji kecocokan, dibicarakan dalam hidrologi.
57
Dimana:
r x = tinggi hujan pada stasiun x yang hilang x yang
hilang
Rx = tinggi hujan rerata pada stasiun x yang ada
n = jumlah stasiun hujan, dengan n 3
r i = tinggi hujan tahun yang sama setiap stasiun
Ri = tinggi hujan rerata setiap setasiun
58
dan 10 tahun), atau dengan persamaan modifikasi
gumbel:
T
(
Qt atau RT =R 0,78 ln ln
T 1 )
+0,45 SD
2,33
(
Q2,33 atau R2,33=R 0,78 ln ln
2,331
+0,45 SD )
10
(
Q10 atau R10=R 0,78 ln ln
101
+0,45 SD )
2. Untuk setiap stasiun ke i, hitung perbandingan tinggi
hujan/banjir 10 tahunan dan 2,33 tahunan , U1 yaitu Ui
R10 Q 10
= atau U i =
R 2,33 Q 2,33
Ui Ur
3. Hitung rerata , yaitu
R2,33 Q2,33
4. Untuk setiap stasiun ke i, kalikan atau
Ur
masing masing dengan , untuk memperoleh tinggi
R10 s Q10 s
atau Jika datanya tunggal, langsung dipakai
R10 Q10
, atau
5. Untuk setiap stasiun ke i, pergunakan kurva freuensinya
Ti Ni
untuk menentukan periode ulang , vs atau
59
N
Ti
titik titik , ) pada gambar kurva uji coba
Pi
N
diplot , 10)
P
60
yang dipengaruhi oleh pengaruh orografi. Jika dimisalkan
bahwa stasiun hujan yaitu S1 dan S2 sebagai data- data
desain, maka dari kedua stasiun itu data setiap tahunnya
P pi
takan, misal (tinggi hujan proyek, setiap i tahun).
Fk
dikoreksi, yaitu dikalikan dengan Setelah itu baru dicari
RT
R pi Rbi
Setelah diperoleh dan , plot titik titik pada
Rbi
sistem koordinat cartesaen akumulasi akumulasi vs
61
R pi
yang dimulai dari tahun data- data hujan yang terbaru.
Rbi R pi
Dimana akumulasi sebagai absis dan akumulasi
Rb ,1996 R p ,1996
dimulai dengan titik P1 ( , ), kemudian titik
Fk
, maka perbandingan = tg/tg disebut faktor koreksi.
Data- data hujan setelah tahun belok pada kurva itu (tahun-
tahun data yang lebih rendah dari tahun titik belok), harus
Fk
dikoreksi dengan . Kecendrungan hujan tahunan
62
3.64 ( 1,1C o ) Lo1 /2
l o= : So dalam
S 1/o 3
1 /2
3.64 ( 1,1C o ) Lo
l o= : So dalam m/m
S 1/o 3
to td to
demikian pula dan , juga berubah. Perubahan
td
dan dapat didekati dengan persamaan:
a T 1 1/ 2
t o T 2=t o T 1( )
aT 2
aT 1 25
t d T 2=t d T 1( )
aT 2
2
Dimana : a= 54R + 0,07 R , sedangkan indeks menunjukan
PUHnya
63
Harga C berubah setiap perubahan intensitasnya /tinggi
hujan (lihat gambar 3.6 dan 3.7). Perubahannya adalah sbb:
I T 1 12
a. Tanpa bidang resapan : IT2
CT 2=1( 1GI )
RT 1 1 /2
b. Dengan bidang resapan : RT 2
C T 2= ( G I )
Dimana :
C = koefisien limpsan (%)
CN = SCS Curve Number = Bilangan Kurva SCS (tabel
3.8)
T = Periode ulang hujan (tahun)
KDB = Koefisien Dasar Bangunan atau angka perkedapan
0,2
a = SS , b = 1,48 (0,15 I/25,4)
64
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
Cr =
Ci Ai = C1 A 1+ C2 A 2 + C n An
Ai A
65
Gambar 4.6 Koefisien Limpasan Untuk Daerah Perkotaan
66
Gambar 4.7 Koefisien Limpasan Untuk Daerah Pedesaan
67
b. Untuk daerah yang selalu becek (daerah pasang surut)
a. Untuk tc > te
2t c
C s=
2t c +t d
(4.22)
b. Untuk tc te
2t e
C s=
2t e + t d
68
Gambar 4.8 Hidrograp Desain Durasi hujan, te tc
2t e
C s=
2t e + t d
69
Gambar 4.9 Hidrograp Desain Durasi hujan, te > tc
Ak = {(te to)/td} A
70
intensitas hujan-nya menurun (sebetulnya AI yang
menurun, karena A dianggap tetap dalam persamaan
I dibuat menurun, bila tec > te).
71
2. Buat satu hidrograp, pada salah satu DPS yang
mempunyai waktu konsentrasi paling kecil dari dua
saluran induk. Luas DPS kontribusinya dicari.
3. Cek, apakah debit puncak no. 2 itu lebih besar dari
no. 1 diatas. Yang lebih besar dipakai untuk debit
desain.
FA = (tck tob)/tdb
(4.27)
72
Gambar 4.11 Hidrograp Masukan Pada A2, Durasi Hujan
te>tc
73
4.20. Desain Hidrolis Saluran Terbuka
4.20.1. Umum
74
kecepatannya yang menentukan maka salurannya
perlu dilapisi dengan perkerasan (lining).
(5.1)
dimana : v = kecepatan aliran (m/det)
n = kekasaran manning
Rh = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan memanjang saluran
(m/m)
75
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
76
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
77
Pi = harga keliling basah setiap bagian i
saluran (m)
Ri = harga radius hidrolis setiap bagian i
saluran (m)
ni = harga n setiap bagian i saluran
Persamaan Chezy
v = Cc (RhS)1/2
(5.3)
dimana : v = kecepatan aliran (m/det)
Cc = koef. chezy
Rh = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan saluran (m/m)
Bandingkan dengan persamaan Manning :
v = (1/n) Rh1/6 (RhS)1/2
78
maka Cc = (1/n) Rh1/6
(5.4)
79
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
80
kemiringan memanjang, S, dan luas penampang
melintang, Ac, tetapi juga tergantung pada bentuk
yang dinyatakan oleh jari-jari hidrolis, R. Saluran
sempit yang dalam dan saluran lebar yang dangkal,
keduanya mungkin mempunyai luas penampang
melintang yang sama, namun jari-jari hidrolisnya
tidak sama. Konsekuensinya, debitnya mungkin tidak
sama.
81
Gambar 4.13. Pola Penampang Saluran Hidrolis
Optimum
82
Q =AcV
83
kritis, dan subkritis. Perkerasan perlu sekali untuk
keadaan aliran super kritis dan kritis, karena
kecepatannya tinggi.
Untuk keadaan aliran subkritis, perkerasan tingkat
sederhana diperlukan untuk memperkecil
pemeliharaan. Perkerasan di perlukan tergantung
keadaan lahan lintasan saluran yang tersedia.
V2
2g , yaitu :
v2
=d +
2g
84
debit tertentu, jika ada dua kedalaman
dengan energi spesifik sama, berlaku :
2 2
V1 V2
=d 1+ =d 2+
2g 2g
85
Kemungkinan 1 : kecepatannya tinggi dan
kedalamannya rendah,
Kemungkinan 2 : kecepatannya rendah dan
kedalamannya tinggi.
Kriteria aliran kritis adalah :
(1)Untuk debit tertentu, energi spesifiknya
minimum
(2)Untuk energi spesifik tertentu, debitnya
maksimum.
86
Designer juga harus menjaga terhadap
kemungkinan terbentuknya loncatan hidrolis
yang tidak diharapkan dalam saluran.
Juga harus diperhatikan tidak sempurnanya
sambungan perkerasan dalam saluran
(sambungan bercelah/retak), yang dapat
cepat menyebabkan kerusakan, dalam hal
ini kegagalan total saluran dapat terjadi.
Disamping kecepatannya alirannya tinggi,
yang masuk retakan atau renggangan
sambungan itu menimbulkan daya angkat
oleh perubahan tinggi kecepatan menjadi
tinggi tekanan yang dapat merusak lapisan
atau perkerasan saluran. Jika aliran
superkritis tidak dapat diletakkan maka hal
ini harus dapat diperhatian yang serius bagi
designer.
Designer harus membahas tentang
bangunan penurunan energi (energy
dissipator) atau mengacu pada desain
hodrolis bangunan kolam golakan atau
kolam penenang dan bangunan penurunan
energi.
87
adalah tidak stabil dan harus dihindarkan.
Hal ini dapat dilakukan dengan menambah
kekasaran atau dengan merubah
penampungnya atau kemiringan saluran.
88
cucuran dari atap) yang berlapis tembaga,
dimana kecepatannya mungkin besar. Hal
yang perlu diperhatikan adalah pada
pertemuan antar kedua saluran tersebut
jangan terjadi erosi. Untuk mencegah hal
itu, setiap pemasukan harus di streamline
dimana ujung saluran cucuran harus dibuat
palig besar 45o kearah aliran kolektor yang
relatip kecil. Ditempat pertemuan itu harus
dibuat perkerasan yang dengan panjang
sesuai dengan panjangnya arus turbulensi.
89
memepercepat waktu konsentrasi yang mengakibatkan
makin besarnya debit puncak banjir.
90
saluran itu yang masing-masing dihitung berdasarkan
harga tcAZ.
Setelah itu, debit puncak masing-masing dihitung
berdasarkannya tc yang terkecil yaitu tcBZ. Tetapi untuk
jalur saluran yang mempunyai tc > tcBZ yaitu jalur
saluran AZ. Tidak seluruh DPSnya, A AZ emberikan
kontribusi debit puncaknya. Dalam ini, sebagian luas
DPS jalur AZ, AAZ yang memebrikan kontribusi harus
dihitung lebih dahulu. Perhitungan pendekatannya
langsung dengan memakai luas ekivalensinya, adalah
sebagain berikut
t cBZ t oAZ
A AZ = A AZ
t dAZ
Jika AAZ terdiri dari dua sub DPS lagi misal A AC dan ACZ
maka dicari daerah yang memberikan kontribusi di
sub DPS terhubung yaitu sub A ac. Perhitungannya
adalah
tcBZ (tdCZ+tcAC )
AAC= x A
tdAC AC
91
Dimana, tck = tc kecil, tob = to dengan tc terbesar, tdb = td
dengan tc terbesar. Jadi luas daerah kontribusi Ak pada
luas DPS dengan tc besar, Atcb, adalah:
Ak = FA x Atcb
92
Sedangkan harga I mungkin Ic atau Ie, harga Cs tetap
harga C dicari lagi hanya pada daerah DPS
konstribusinya.
Debit puncak pertemuannya adalah Qtck + Qk
93
Intensitasnya, dengan tck = 62 menit, yaitu = 66
mm/hari
Jadi debit konstribusi : Qk = (1/360)0,71 x 43,5 x
66 mm/hari
= 5,66 m3/dt
= debit desain sal. A1 A2
94
Dalam soal contoh ini, sub DPS yang mempunyai
adalah sub DPS Ac, sehingga harga I nya harus dihitung
kembali, dengan memakai tc = tcb (lihat Kb18, I = 53
mm/jam).
95
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
96
Lahan persil merupakan bagian satuan (unit) DPS terkecil
dari suatu sistem drainase lingkungan. Dari sinilah
dimulainya limpasan air hujan yang kemudian menuju ke
sistem saluran pengumpulnya.
Lahan persil itu sebelum terbangun atau yang masih
merupakan pekarangan tanpa perkedapan, rata-rata
mempunyai angka limpasan Rasional C yang relatif rendah.
Diberi notasi C0. Harga C0 besarnya selain tergantung dari
tinggi hujannya sendiri. Juga tergantung antara lain tingkat
kelulusan dan kemiringan medan tanahnya, tingkat storasi,
ditensi dan ritensi, evapotranspirasi atau kehilangan-
kehilangan lainnya.
97
pengalaman yang sesuai dengan keadaan di
Australia, sedang angka 0,015 dari Malaysia, mirip di
Indonesia.
98
hujan yang diberikan notasi Crt, tidak seperti pada
perhitungan debit puncak yang dihitung dengan
persamaan Rasional.
Harga C Rasional jika dihubungkan dengan harga C rt
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Crt = C(t 2 + 4,6052 log 2/t)/t
Dimana :
C = angka limpasan Rasional, yaitu tinggi limpasan
maksimum dibagi dengan tinggi hujan.
Crt = angka limpasan rerata selama durasi hujan.
Dimana :
CTB = angka limpasan rerata daerah terbangun
C0 = angka limpasan rerata daerah tidak terbangun
99
KDB = Koefisien Daerah Terbangun atau Koef. Dasar
Bangunan, yaitu perbandingan antara luas bangunan,
AB (bukan saja daerah yang diblokade oleh gedung,
melainkan juga daerah atau lahan yang telah
diperkedap) dan luas daerah total tapaknya, At. Jadi
KDB = AB/At
CB = angka limpasan rerata pada lahan diperkedap
atau bangunan.
100
Vab = VLTB VLO = 0,855 (CTB C0)AtR = 0,8558. CAtR
(7.6)
101
1. Dapat memberi imbuhan air tanah
2. Pengurangan penurunan permukaan air tanah
3. Perlindungan dan/atau mempetinggi vegetasi alami
4. Mengurangi hanyutan cemaran ke badan air
penerima
5. Mengurangi debit puncak aliran hilir
6. Memperkecil saluran limpasan air hujan.
Tanah bervegetasi
Pada lahan yang bervegetasi, umumnya disitu hidup
binatang-binatang tanah yang membuat liang dalam
tanah, sehingga tanah mempunyai kelulusan air yang
relatif lebih besar daripada tanah yang tak
bervegetasi.
Keadaan tanah
Keadaan tanah yang mempunyai porositas efektif p e
(porositas dakna keadaan tanah jenuh) dapat
meniriskan air sebesar volume rongga tanah dalam
keadaan jenuh. Harga pe beberapa jenis tanah dapat
dilihat dalam tabel 3.18
102
Tabel 4.18. Harga Porositas Efektif Beberapa
Jenis Tanah
N Porositas Efektif
Jenis Tanah
o (%)
1 Batu pecah 30
2 Kerikil dan macadam 40
3 Kerikil (2 sampai 20 mm) 30
4 Pasir 25
5 Lubang dalam kerikil alami 15 - 25
6 Gumpalan tanah liat 5 - 10
7 Singkapan tanah liat kering 2-5
Tanah liat dan lanau (dibawah
8 0
permukaan)
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998
103
memperoleh perkiraan infiltrasi handal, beberapa
tempat perlu diselidiki, perlu diketahui jenis tanah,
ketebalan vertical dan distribusi horisontal tiap jenis
tanah, adanya lensa-lensa tanah liat atau tanah
kedap lainnya, dan informasi tentang air tanah. Data
diperoleh dari pemboran dan pengambilan contoh
tanah, melakukan uji infiltrasi dan perkolasi lapangan
serta penyelidikan permukaan air tanah.
104
memperkirakan daerah recharge dan daerah
discharge. Daerah recharge merupakan daerah yang
potensial untuk mendirikan instalasi infiltrasi dan
perkolasi.
Dimana :
Vabo = volume andil banjir setelah terbangun tanpa
dibuat BR dengan PUH TO ( m3/h )
CO = ( CTBO CO ) = perbedaan harga C sebelum dan
sesudah tempat dibangun, PUH = TO
105
A = luas seluruh tapak ( m2), baik yang yang
dibangun maupun yang tidak dibangun
RO = tinggi hujan PUH tertentu ( TO ) sebagai dasar
perhitungan BR ( mm/h )
Biasanya diambil TO = 2 5 tahun
Jika ada perubahan PUH, TO dari menjadi T, maka RO
menjadi harga CO menjadi COT dan CTBO menjadi CTBT,
CO menjadi CT , Vabo menjadi VabT , dengan
persamaan :
VabT = 0,855CTA10-3RT
= 0,855(CTBT CT )CTA10-3RT
106
Jadi volume andil banjir setelah ada perubahan PUH
pada daerah terbangun tanpa bidang resapan adalah
sebagai berikut :
VabT = 0,855CTA10-3RT
= 0,855(CTBT CT )CTA10-3RT
= 0,855COA10-3(RO/RT)1/2=0,855COA10-3RO( RT/RO
)1/2
= Vabo( RT/RO )1/2
107
=t OO +t do
108
aO = 54 RO + 0,07 RO2
aT = 54 RT + 0,07 RT2
109
disepanjang tepi jalan tersebut, yaitu harus membuat
berderet-deret jembatan untuk menuju ke jalan raya.
110
Faktor yang mempengaruhi kedalaman air yang
diijinkan pada permukaan jalan meliputi:
i. Kecepatan lalu lintas
ii. Bentuk bunga ban
iii. Berat kendaraan
iv. Senyawa ban
v. Bahan permukaan jalan
vi. Kemiringan memanjang
vii. Endapan (oli atau lumpur)
viii. Kecepatan aliran air limpasan
111
meter dari tepiannya, harus mempunyai kedalaman
limpasan yang relatif tetap. Debit aliran dengan
satuan lebar 1 m dengan panjang, x, ke arah crown
(puncak permukaan jalan, untuk jalan lurus biasanya
ditengah) itu adalah:
Disini momentum arus aliran air arah memanjang
diabaikan dan debitnya pada setiap titik adalah debit
limpasan dari seluas daerah aliran titik itu. Juga,
karena biasanya hanya menerima dari DPS terbatas,
diasumsikan keadaannya selalu dalam keseimbangan
dan debit desain hanya tergantung pada intensitas
hujan maksimum dengan PUH yang dipilih.
112
samping. Aliran yang datang dari sepanjang saluran
samping diasumsikan tidak mempunyai momentum,
jadi dapat ditulis:
M = Q2 / (gA) + Ay = tetap
Jika ada kemiringan dan geseran bidang, maka
dM / dx = A (S sf)
persamaan ini perlu diselesaikan secara numerik,
dimulai dari titik yang diketahui. Masalah ini ada jika
saluranya terjal dan alirannya superkritis pada
beberapa titik (tempat). Dalam hal ini, bagian aliran
kritis harus diperhitungkan.
113
menguntungkan bagi lalu lintas, namun kurang
efisien jika ditinjau secara hidrolis, sehingga perlu
dibuat bentuk-bentuk khusus dalam mengalihkan
alirannya kesamping.
Inlet lubang (gutter) seperti bak kontrol yang diberi
kisi-kisi disebut Gutter inlet.
Jarak antara inlet masukan dapat dihitung dengan
persamaan:
J = 280 s1/2 / w
Dimana:
J = jarak antara setiap masukan (m), dengan
syarat J maks = 50 m
w = lebar jalan (m)
s = kemiringan terbesar menuju ke masukan (%)
280 = angka konstanta untuk perhitungan awal,
yang perlu dikoreksi dengan faktor kedalaman air
yang diijinkan pada jalan tersebut dan besarnya tinggi
intensitas hujan setempat
114
I5 = intensitas hujan dengan PUH 5 tahun
(mm/jam)
s = kemiringan permukaan jalan yang terbesar
(m/m)
115