Anda di halaman 1dari 94

22

BAB IV

TEORI DASAR PERENCANAAN

4.1. Umum

Dalam sistem drainase perkotaan, wilayah kota merupakan


Daerah Pelayanan Saluran Drainase Kota (DPSDK). DPSDK
merupakan daerah yang tediri berbagai tat guna lahan, sesuai
dengan Rencana Bangunan Bagian Wilayah Kota (RBBWK)
yang telah dituangkan dalam Rencana Induk Kota (RIK).
Dalam Rencana Induk Drainase Kota (RIDK), harus mengacu
pada seluruh Rencana Bangunan Wilayah Kota (RBWK) yang
optimum, artinya bahwa seluruh RBWK terlegalisir, sesuai
dengan periode perencanaan. Keterpaduan antara RIDK
dengan RIK sangat diperlukan, artinya setiap pembuatan RIK
harus disertakan dengan pembuatan RIDK.

Drainase perkotaan merupakan prasarana kota yang intinya


berfungsi selain untuk mengendalikan dan mengalirkan
limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga untuk
menyalurkan kelebihan air lainnya yang bersifat mengganggu
dan mencemari lingkungan perkotaan, yaitu air limbah dan air
buangan lainnya.

Hujan merupakan karunia Tuhan, yang datangnya tidak dapat


direncanakan oleh manusia, tidak dapat dicegah atau ditolak.
Berbeda dengan air limbah domestik atau non domestik, yang
sifatnya konsekuensi dari kehidupan manusia, bila manusia
tidak ada ditempat itu, atau industrinya belum ada, maka
prasarana pun belum perlu dibuat. Untuk saluran drainase
limpasan air hujan, biarpun belum ada penduduk, atau belum
ada kota, saluran drainase alami tentu ada, yang menerima
limpasan air hujan dari Daerah Pengaliran Saluran Drainase
Alami (DPSDA) atau atau dalam bahasa inggrisnya Natural
Cacthment Area, seperti halnya di pedesaaan atau di hutan.

DSPDK merupakan DPSD buatan (Artificial Catchment Area)


dimana pada umumnya, bahkan hampir selalu akan
memberikan debit puncak limpasan air hujan yang lebih besar
dan lebih cepat datang nya daripada limpasan dari DPSDA.
Tingkat kelipatannyatergantung dengan tingkat kepadatan
pembangunan kota, berapa prosentase luas lahan tanah
sebagai daerah resapan yang masih ada. Inilah masalah yang
sering timbul pada setiap dibangunnya bagian wilayah kota
yang sering menjadi sumber timbulnya banjir, karena tidak
dibarengi dengan pembuatan prasarana drainase yang
optimal.

Prasarana Drainase harus dibuat optimal, agar setiap tahapan


pembangunan yang hampir selalu memperbesar debit
limpasan, tidak akan memperbesar lagi dimensi saluran
drainase tersebut, atau jika saluran belum dapat dibuat
secara optimal karena dana yang tersedia, atau jangan
sampai membuat investai yang idle. Maka lebar lahan
cadangan dengan lebar optimum plus lahan untuk jalur
pemeliharaan harus sudah tersedia. Hal ini para planolog

23
harus mengatahui, agar sudah disiapkan rencana lahan jalur
saluran drainase yang optimum pada setiap RBBWK.

4.2. Pengertian Dan Ruang Lingkup


4.2.1. Pengertian

Terjemahan drainase dari kamus Inggris Indonesia


oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, 1975, adalah :
1. Pengeringan, pembuangan air
2. Pengurasan, penyaluran, pengaliran
3. Susunan saluran jalannya air
4. Daerah yang dikeringkan.

Yang dimaksud dengan drainase perkotaan seperti


yang telah diuraikan diatas adalah sistem prasarana
drainase dalam wilayah kota yang intinya berfungsi
selain untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan
air hujan yang berlebihan dengan aman, juga untuk
menyalurkan kelebihan air lainnya yang mempunyai
dampak mengganggu dan/atau mencemari lingkungan
perkotaan, yaitu air buangan atau limbah lainnya. Jadi
drainase perkotaan merupakan sarana untuk
membuang air, baik air yang belum tercemar tetapi
sifatnya berlebihan maupun air yang sudah tercemar
( air limbah ) ketempat yang aman. Air yang berlebihan
dan air limbah, keduanya merupakan air buangan yang
harus dibuang ( should be drained / disposed )
ketempat yang aman. Bagan alir penyaluran air
buangan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

24
Gambar 4.1 Bagan Alir Penyaluran/Pembuangan Air
Buangan

Keterangan Gambar 4.1 adalah sebagai berikut :


Air buangan, dikelompokan menjadi dua, yaitu air limpasan
hujan (relatif belum tercemar) dan air limbah (relatif sudah
tercemar).

Limpasan air hujan, mulai dari limpasan awalnya sebagian


besar ( 70%) diserapkan kedalam tanah, agar dapat
memberikan imbuhan kedalam air tanah, sedangkan 30%
dilimpaskan dipermukaan tanah, agar tidak mengakibatkan
banjir. Limpasan air hujan disalurkan dalam saluran terbuka
parit) atau saluran tertutup (polongan) ke sungai atau badan
air penerima yang memenuhi kapasitasnya, baik dihulu
maupun dihilir.

25
Air limbah dikelompokan menjadi dua, yaitu air limbah
domestik (buangan air rumah tangga) dan air limbah industri
(buangan air proses industri).

Air limbah domestik penanganannya ada dua kemunkinan,


yaitu sistem penanganan setempat (onsite system), dan
penanganan terpusat (offsite system ).

Penanganan setempat, jika lahan tanah disetiap persil masih


cukup luas dimana dapat dibangun bangunan cubluk ( bila
kedalaman air tanahnya maksimum > 10 m ) atau bangunan
tangki septik lengkap dengan bidang rembesannya ( bila
kedalaman air tanahnya diantara 1,2 m sampai 10 m).

Penanganan terpusat, bila lahan tanah pekarangannya


sangat sempit, yaitu disalurkan dalam saluran pipa riol.
Dalam sistem setempat, sampai kini (1988 ) di Indonesia
pada umumnya, sistem plumbing didalam rumah, masih ada
pemisahan air limbah cucian ( Grey water) dan ir limbah
kotoran (black water). Air limbah cucian dibuang langsung
kedalam saluran air hujan atau parit yang terdekat,
sedangkan air limbah kotoran dibuang kedalam bangunan
cubluk atau tangki septik.

Dalam sistem terpusat ada dua kemungkinan cara


penyalurannya, yaitu dengan sistem campuran dan dengan
sistem terpisah. Sistem campuran, yaitu limpasan air hujan
dan air limbah disalurkan dalam satu saluran yang tertutup.

26
Sistem terpisah adalah bahwa limpasan air hujan disalurkan
dalam saluran khusus hanya untuk air hujan, munkin
sebagian dalam saluran terbuka dan ada bagian yang
disalurkan dalam saluran tertutup.
Di Indonesia sampai kini ( 1988 ) masih banyak dengan
sistem campuran, yaitu air limbah domestik bahkan air
limbah non domestik dibuang langsung kedalam parit
terdekat. Hal ini sebenarnya tidak benar. Seharusnya bila
dengan sistem campuran harus disalurkan dalam saluran
tertutup, di Indonesia. Masalahnya adalah bahwa keadaan
fluktuasi debit aliran campuran pada musim kemarau dan
musim basah sangat besar. Dimensi saluran yang tertutup
itu harus besar dimana pemakaian dalam debit besar
( musim hujan ) relatif lebih pendek bila dibanding
pemakaian dalam debit besar ( musim hujan ) relatif lebih
pendek bila dibanding pemakaian dalam debit kecil ( musim
kemarau ), sehingga hal ini tidak ekonomis. Jadi dapat
diambil kesimpulan, bahwa jika :
1. Fluktuasi debit campuran musim hujan dan kemarau
sangat besar, cocok dengan sistem terpisah.
2. Fluktuasi debit campuran musim hujan dan kemarau
relatif kecil, dapat dipakai sistem campuran.

Dalam sistem terpisah, air limbah disalurkan dalam saluran


riol kota menuju ke bangunan Pengolahan Air Buangan
( BPAB ) dimana air pengeluarannya ( effluent ) harus
memenuhi standar effluent, dibuang ke Badan Air Penerima /
sungai dibagian hilir kota.

27
Dalam sistem campuran, bila kualitas air limbah campuran
tersebut dibuang ke BAP memenuhi standar kualitas air
dalam BAP/sungai, dapat langsung dibunag tanpa
pengolahan. Tetapi apabila tidak memenuhi standar
tersebut, maka perlu adanya pengolahan dalam BPA
sebelum kedalam BAP. Dalam penyalurannya, ada dua
kemungkinan yaitu ada yang langsung menuju ke BPAB, ada
yang sistem penyalurannya memakai sistem interseptor (
intercepting sewer ). Saluran interseptor merupakan saluran
induk yang letaknya berada sejajar dengan jalur BAP. Pada
setiap titik pertemuannya dengan jalur cabangnya,
dilengkapi dengan bangunan BYPASS, dimana pada waktu
hujan, debit besar, kecepatan tinggi, air dapat meloncati
ambang batas keluaran yang dirancang sedemikian rupa,
sehingga air langsung dapat mengalir menuju ke BAP. Pada
waktu tidak ada hujan, debit relatif kecil, demikian juga
dengan kecepatan aliran. Air tidak dapat melewati ambang
batas keluarannya, air langsung masuk kedalam saluran
interseptor menuju ke BPAB.

Air limbah industri, sebelum dimasukan kedalam saluran riol


kota harus diperiksa dahulu kualitasnya, bila memenuhi
standar, maka dapat disalurkan kedalam saluran riol kota
bersama dengan air limbah domestik. Bila tidak,
perludiadakan pra pengolahan terlebih dahulu, setelah
memenuhi standar kualitas maka boleh di masukkan
kedalam riol kota.

28
Ada industri yang telah membuat instalasi Pengolahan Air
Limbah ( IPAL ) lengkap, air keluarannya harus memenuhi
kualitas effluent yang disyarat, kemudian dapat dibuang, ke
BAP.

4.2.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup tulisan ini dibatasi hanya membicarakan


drainase yang menangani semua permasalahan
kelebihan air diatas atau pada permukaan lahan tanah,
terutama limpasan air hujan dan air limbah.

Drainase yang menangani limpasan air hujan dalam


tulisan ini diberi istilah DRAINASE PERMUKAAN (Surface
drainage) atau DRAINASE saja. Sedangkan drainase
yang menangani air limbah diberi istilah PENYALURAN
AIR BUANGAN yang sering disebut riol kota. Sehingga
dalam tulisan drainase perkotaan ini dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Drainase, buku Vol. I dan,
2. Penyaluran air buangan, buku Vol. II.

Selanjutnya dalam tulisan ini, istilah drainase


permukaan hanya disebut DRAINASE saja (dari
bahasa Inggris drainage), sedangkan penyaluran air
buangan diberi istilah RIOLERING dari bahasa
Belanda rioleringen.

29
Drainase bawah permukaan tanah (subsoil drainage
atau under drainage) adalah sistem drainase yang
menangani permasalahan kelebihan air dibawah
permukaan tanah atau didalam lapisan tanah,
misalnya adalah menurunkan permukaan air tanah
yang tinggi agar daerah tersebut terhindar dari
keadaan kelembaban yang berlebihan. Tetapi drainase
bawah permukaan ini didaerah perkotaan jarang sekali
ada (dibuat), kecuali didaerah pertanian, yaitu untuk
menurunkan permukaan airtanah tinggi agar tanaman
tidak mati akibat akr yang selalu terendam air,
sehingga dalam tulisan ini tidak dibahas.

Drainase umumnya menangani kelebihan air


permukaan. Sumbernya adalah kelebihan air pada
permukaan tanah, yaitu mayoritas bersumber dari
limpasan air hujan, namun ada pula yang bersumber
dari buangan air limbah ( air limbah domestik,
kebanyakan buangan air cucian domestik atau grey
water, namun ada yang dari air kotoran atau black
water dan dari air buangan industri ). Keadaan
drainase semacam ini disebut sistem drainase
campuran, di Indonesia belum ada sistem murni
terpisah, yaitu sistem drainase yag yang salurannya
hanya menerima limpasan air hujan saja, kecuali pada
sebagian daerah yang sistem pembuangan air
limbahnya sudah ada dan terjangkau oleh prasarana
riol kota.

30
Oleh karena debit aliran air limbah yang dimasukkan
kedalam saluran drainase itu relatif sangat kecil jika
dibanding dengan debit puncak limpasan air hujannya,
maka setiap perencanaan drainase sering mengacu
pada karakteristik limpasan air hujan saja. Namun,
biarpun debit aliran air limbah itu relatif kecil tetapi
keberadaannya setiap hari, sehingga dalam profil
penyaluran air hujan perlu dibuat profil ganda dengan
memberi alur khusus untuk air limbah sesuai dengan
debit puncaknya. Tujuannya adalah agar tidak terjadi
kecepatan aliran yang sangat rendah pada musim
kering dan yang akan mengakibatkan terjadinya
sarang nyamuk.

Pada musim kemarau, jika ada campuran air limbah


pada setiap awalan saluran drainase yang tidak diberi
alur khusus, terjadilah aliran kecil yang setiap hari
mengalir lambat, berwarna coklat sampai hitam, bau
busuk dan bau menyengat hidung itu akan terjadi.
Dalam keadaan demikian, nyamuk dapat bersarang
dan berkembang biak, diantaranya adalah nyamuk
malaria dan egypty yang dapat menjangkitkan
penyakit demam berdarah dilingkungan masyarakat.
Disamping itu anak balita yang kurang pengawasan
sering sekali bermain didalam saluran drainase yang
kotor tersebut, sehingga mengakibatkan timbulnya
penyakit dan kematian pada balita.

31
Aliran musim kemarau, seperti yang telah
dikemukakan diatas, jika air limbah cucian masih
dimasukkan kedalam saluran air hujan, perlu
penanganan khusus, yaitu perlu diberikan penampang
aliran khusus untuk musim kemarau. Sehingga setiap
saluran drainase campuran harus dibuat saluran
berpenampang ganda, yaitu penampang aliran musim
kemarau dan aliran musim hujan.

Hal yang memberatkan dalam pemeliharaaan adalah


terjadinya eutropi, dimana dalam saluran air hujan
yang terbuka itu tumbuh tanaman liar dengan cepat
dan lebat.

4.3. Maksud Dan Tujuan Perencanaan Dan Pengembangan


Drainase

Maksud perencanaan drainase perkotaaan adalah untuk


mencari alternatif kiat pengendalian akumulasi limpasan air
hujan yang berlebihan dan penyaluran air limbah di DPSDK,
agar dalam pembangunannya dapat terpadu dengan
pembangunan sektor lain yang terkait, sehingga dapat
disiapkan penyediaan atau cadangan lahan tanah yang cukup
optimal sebelumnya, sesuai dengan penataan tata lingkungan
perkotaan.

32
Tujuan dibangunnya prasarana saluran drainase perkotaaan
seperti halnya tujuan penataan tata lingkungan, diantaranya
sebagai berikut :
A. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
B. Melindungi alam lingkungan seperti erosi tanah, kualitas
udara dan kualitas air
C. Menghindarkan kerusakan atau kerugian materiil,
gangguan dan bahaya lain yang disebabkan oleh
limpasan banjir
D. Memperbaiki kualitas lingkungan
E. Konservasi sumber daya air.

4.4. Drainase
4.4.1. Kegunaan Drainase

Sesuai dengan maksud dan tujuannya, maka kegunaan


drainase diantaranya adalah:
a. Mengeringkan daerah becek dan genangan air
b. Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang
berlebihan dan memanfaatkan sebesar-besarnya
untuk imbuhan air tanah
c. Mengendalikan erosi, kerusakan jalan & bangunan-
bangunan
d. Pengelolaan kualitas air
4.4.2. Kiat (Teknik-Teknik) Drainase

Kiat drainase pada abad ke 21 ini, tidak lagi seperti


halnya drainase tradisional, yaitu membuang limpasan
air hujan secepat-cepatnya, dengan jalur saluran
sependek-pendeknya, yang akan mempercepat
datangnya debit puncak aliran yang besar, dimana
banjir akan melanda daerah hilir alirannya.

33
Kiat drainase seperti halnya kiat penataan tata
lingkungan, digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Tindakan yang sifatnya BIOLOGIS-EKOLOGIS,
diantaranya adalah melestarikan daerah/lingkungan
hijau sebagai daerah retensi dan peresapan air yang
optimum, dan
2. Tindakan yang sifatnya TEKNOLOGIS-HYGIENIS,
diantaranya adalah dengan prinsip:
Semua daerah hulu atau awalan aliran, arus
limpasan air hujan yang belum membahayakan atau
belum mengganggu lingkungan, sebesar mungkin
dihambat dan diresapkan atau ditampung dalam
kolam tampungan penahan (detention storage),
sebagai sumber daya imbuhan air tanah atau air
permukaan untuk kehidupan. Dengan demikian
mungkin dapat mengurangi arus limpasan ke hilir
aliran yang dapat mengurangi erosi dan malapetaka
bahaya banjir.

Jadi filosofi kiat drainase adalah:


a. Menghambat limpasan daerah hulu/awalan aliran
b. Memperbesar daya infiltrasi dan pekolasi daerah
hulu atau awalan aliran, jika peru dibuat kolam
tampungan penahan
c. Mereduksi debit aliran puncak di hilir aliran

Jika dilukiskan dalam hidrograph, kiat drainase


perkotaan adalah usaha untuk mengembalikan

34
hidrograph alami seperti pada keadaan daerah masih
sebagai daerah pedesaan (lihat gambar 3.2)

Gambar 4.2. Ilustrasi Hidrograph Perkotaan Dan Pedesaan

4.4.3. Klasifikasi Saluran Drainase

Saluran drainase, baik yang alami maupun yang


buatan, yang berada dan/atau melintasi dalam wilayah
administrasi kota, dibagi menjadi dua golongan, yaitu
saluran drainase regional (makro) dan saluran drainase
kota (mikro).
Saluran drainase regional adalah saluran drainase
yang berawalan dari luar batas administrasi kota,
awalan atau hulunya berada relatif jauh dari batas
kota. Lajur salurannya melintasi dalam wilayah kota.

Saluran drainase kota adalah saluran drainase yang


mempunyai hulu atau awalan aliran berada di dalam
wilayah kota. Saluran drainase kota mungkin bermuara
pada saluran drainase regional didalam wilayah kota
atau diluar kota.

35
Bangunan muara drainase kota pada saluran drainase
regional dalam wilayah kota, merupakan tanggung
jawab kota, sedangkan pengaturannya terpadu.

Saluran drainase kota dapat dibagi menjadi lima


kelompok, sebagai berikut:
1. Saluran drainase kota I (induk utama), dimana
mempunyai luas daerah pengaliran (DPS) lebih
besar dari 100 ha.
2. Saluran drainase kota II (induk madya atau induk
saja), dimana mempunyai luas DPS antara 50-100
ha.
3. Saluran drainase kota III (cabang utama), dimana
mempunyai luas DPS antara 25-50 ha.
4. Saluran drainase kota IV (cabang madya atau
cabang saja), dimana mempunyai luas DPS antara 5-
25 ha juga dapat disebut saluran drainase sekunder.
5. Saluran drainase V (awalan), dimana mempunyai
luas DPS antara 0-5 ha, juga dapat disebut saluran
drainase tersier.

4.4.4. Metode Perhitungan


i. Perhitungan debit aliran satuan kota, dangan
melakukan analisa hidrologi praktis, berdasarkan
data hujan harian maksimum dengan distribusi
Gumbel yang dimodifikasi. Frekuensi-Durasi-
Intensitasnya berdasarkan pola Talbot dari kurva
pengalaman v. Breen di Indonesia. Debit puncak
dihitung dengan metoda Modifikasi Rasional.

36
ii. Perhitungan dimensi saluran berdasarkan profil
hidrolis optimum pada periode N tahun. Periode N
tahun dapat dihitung dengan persamaan:
N = T/(1 ) (1.1)
Dimana: N = Periode waktu saluran hidrolis
optimum (tahun)
T= Periode waktu hujan rencana (tahun)
= Faktor resiko (biasanya diambil = 1/3)

4.4.5. Pekerjaan Drainase Kota

Pekerjaan drainase kota meliputi pembuatan saluran


dan bangunan perlengkapan serta peralatannya
diseluruh wilayah perkotaan untuk semua saluran
drainase kota, tidak termasuk drainase regional,
kecuali bangunan muara drainase kota pada saluran
dainase regional yang berada dalam wilayah kota.

4.4.6. Perencanaan Drainase Kota

Drainase merupakan bagian sistem pembangunan


perkotaan. Oleh karena itu, perencanaan sarana
drainase harus disesuaikan dengan perencanaan
umum pembangunan kota (RIK atau RBWK).

4.4.6.1. Perencanaan Tapak

Semua usulan pembangunan lahan yang ada


kaitannya dengan:

37
Gangguan banjir
Lokasi kolam detensi
Pengendalian erosi
harus direncanakan dan dianalisa dalam
keteknikan sebaik-baiknya.

4.4.6.2. Keterpaduan dan Multi Kegunaan

Perencanaan prasarana drainase kota harus


terpadu dengan bagian-bagian sistem
perkotaan lainnya, diantaranya adalah lahan
terbuka atau kolam untuk rekreasi,
transportasi, dsb.
a. Lahan terbuka
Lahan terbuka mempunyai keuntungan
sosial perkotaan yang cukup berarti.
Gabungan kolam detensi untuk
pengendalian banjir dan untuk rekreasi
masyarakat.
b. Transportasi
Perencanaan jalan perkotaan harus terpadu
dengan perencanaan drainasenya, agar
kemungkinan blokade aliran limpasan air
hujan tidak terjadi. Hal itu dapat
mengakibatkan genangan air dihulu DPS
yang terhalang oleh lajur badan jalan dan
dapat pula mengganggu kestabilan badan
jalan itu. Jumlah, besarnya dimensi, dan

38
lokasi gorong-gorong/embatan harus
optimum.

4.4.6.3. Saluran Alami

Bila mungkin, saluran alami yang ada


difungsikan seoptimal mungkin, yang biasanya
perlu dinormalisasi (diperdalam, diluruskan,
diberi perkerasan, dsb). Normalisasi saluran
jangan sampai merubah kecepatan aliran
normal, atau waktu dalam saluran, t d yaitu
tetap seperti dalam keadaan normal, demikian
pula waktu konsentrasinya, tc, agar tidak
mempercepat terjadinya debit puncak lebih
besar yang justru malah mendatangkan banjir.

4.4.6.4. Pemidahan Masalah

Dalam desain saluran drainase harus terpadu,


jangan berdasarkan keadaan setempat yang
dapat memindahkan masalah dari satu tempat
(hulu) ke tempat lain (hilir). Sebagai misal
adalah memodifikasi atau memperbaiki
saluran hanya di hulu saja yang mungkin
dapat mempercepat waktu konsentrasi dengan
konsekuensi dapat memperbesar debitnya,
sedangkan saluran hilir tidak diperbaiki dimana
kapasitasnya masih tetap seperti semula.
Akibatnya saluran hilir tidak mampu lagi

39
menerima debit limpasan tambahan yang
besar itu, terjadilah luapan banjir di hilir.

4.4.6.5. Penampungan

Limpasan banjir dapat ditampung dalam kolam


atau waduk detensi atau retensi. Tampungan
berfungsi untuk memperkecil kapasitas saluran
drainase yang diperlukan, agar kebutuhan
lahan jalur saluran berikutnya dapat diperkecil.
Zona taman atau hutan kota dekat dengan
jalur aliran drainase dapat dimanfaatkan atau
dialihfungsikan untuk sementara waktu ada
hujan, sebagai lahan tampungan sementara.
Tetapi tidak boleh kemudian daerha itu rusak,
penuh endapan dan sampah, dan sebagainya.

4.4.6.6. Lahan Cadangan

Cadangan lahan saluran drainase merupakan


bagian terpadu dari sistem drainase
keseluruhan. Dalam waktu perencanaan,
daerah yang belum terbangun, lahan
cadangan untuk saluran harus diberikan
terutama yang mempunyai kapasitas debit
aliran besar. Disitu juga harus disediakan luas
lahan yang mencukupi untuk membuat
konstruksi pengendalian yang diperlukan.
Mungkin perlu disiapkan penyediaan luas

40
lahan tambahan, jika alur saluran/sungai pada
waktu mendatang akan diperlebar.

Gambar 4.3. Pola Umum Tata Letak Sistem Saluran


Drainase Kota

4.5. Dasar Dasar Perancangan


4.5.1. Sistem Drainase Minor

Sistem drainase minor yaitu bagian dari sistem


drainase yang menerima debit limpasan maksimum
dari mulai aliran awalan, meliputi inlet limpasan
permukaan jalan, saluran dan parit drainase tepian
jalan, gorong-gorong, got air hujan, saluran terbuka,
dan lain-lainnya yang didesain untuk menangani
limpasan banjir minor dari DPS sampai dengan 50 ha.
Saluran minor didesain umumnya untuk periode ulang
hujan (PUH) 2 - 10 tahun, tergantung tata guna lahan
sekitarnya. Semua unsur sistem drainase harus
didesain agar gangguan-gangguan lingkungan sekicil

41
mungkin di masa mendatang, sesuai periode desain,
kecuali hal-hal khusus yang ada hubungannya dengan
bangunan pelengkapnya.

Pengertian drainase tidak terbatas pada teknis


pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi
menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan
yang berada didalam kawasan diperkotaan. Semua hal
yang menyangkut kelebihan air yang berada di
kawasan kota sudah pasti dapat menimbulkan
permasalahan yang cukup komplek. Dengan
semangkin kompleksnya permasalahan drainase
perkotaan maka di dalam perencaaan dan
pembangunannya tergantung pada kemampuan
masing-masing perencana. Dengan demikian didalam
proses pekerjaanya memerlukan kerja sama dengan
beberapa ahli di bidang lain yang terkait.

4.5.2. Sistem Drainase Mayor

Di samping untuk menerima limpasan banjir minor,


sarana drainase harus dilengkapi dengan membuat
saluran yang dapat meniadakan kerusakan-kerusakan
besar, hak milik dan kehilangan mata pencaharian
kehidupan masyarakat perkotaan oleh akibat limpasan
banjir yang mungkin terjadi setia 25 - 100 tahun sekali.

Sarana drainase mayor meliputi saluran alami dan


buatan, daerah banjir dan jalur saluran drainase

42
pembawa aliran limpasan besar (mayor) serta
bangunan pelengkapnya.

4.6. Perhitungan Limpasan Banjir

Perhitungan limpasan untuk DPS seluas sampai dengan 5000


ha (20 mil2), dapat dihitung dengan formula modifikasi
Rasional. Sedangkan DPS > 5000 ha, juga dapat dihitung
dengan formula modifikasi rasional, tetapi harus dibandingkan
dengan frekuensi banjir regional atau dengan hidrograph
satuan sintesis (dianjurkan metoda Snyders), diambil harga
yang paling besar.
Untuk memprakirakan debit sistem drainase yang rumit,
hidrograph banjir harus dibuat seperti yang disajikan dalam
bagian 4.3.
Sistem drainase limpasan banjir yang rumit bercirikan
mempunyai satu atau lebih sarana-sarana sebagai berikut:
Kolam detens
Pengelakan dari atau ke DPS yang berhubungan
Instalasi pemompaan keatas tanggul sewaktu banjir

4.7. Periode Ulang Hujan (Puh) Desain

PUH Desain sistem saluran dan bangunan-bangunan drainase


kota untuk berbagai tata guna lahan, mengacu pada Tabel
3.1, kecuali untuk keadaan khusus dengan persamaan:

T =N ( 1u 12 )

43
Dimana : T = Periode ulang hujan T tahun (tahun)
N = Umur bangunan efektif (tahun)
U = Faktor resiko (bilangan). Biasanya diambil
1/3

Tabel 4.1 Periode Ulang Hujan Desain Rinci (tahun)

Periode
No
Tata Guna Lahan/Kegunaan Ulang
.
1 Tahun
Saluran awalan pada daerah :
- Lahan rumah, taman, kebun, kuburan, lahan
1
tak terbangun. 2
- Perdagangan, perkantoran, dan industri 5

Saluran minor.
2
- DPS 5 ha (saluran tersier)
5
- Resiko kecil
- Resiko besar
- DPS 5 25 ha (saluran sekunder)
2
2 - Tanpa resiko
- Resiko kecil 5
- Resiko besar
10
- DPS 25 50 ha (saluran primer)
- Tanpa resiko
- Resiko kecil
5
- Resiko besar
10
25

44
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Tabel 4.1 Periode Ulang Hujan Desain Rinci (tahun)


(Lanjutan)

Saluran mayor,
5
- DPS 50 100 ha
- Tanpa resiko 10
- Resiko kecil
25
3 - Resiko besar
- DPS 100 ha
- Tanpa resiko
10
- Resiko sedang
- Resiko besar 25
- Pengendalian banjir mayor/kiriman
50
100
Gorong-gorong/jembatan
5 10
4 - Jalan biasa
- Jalan bypass 10 25
- Jalan bebas hambatan
25 - 50

Saluran tepian jalan


25
- Jalan lingkungan
5 - Jalan kota 5 10
- Jalan bypass 10 25
- Jalan bebas hambatan
25 - 50

45
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

4.8. Cadangan Lahan Drainase

Fungsi utama cadangan lahan drainase adalah agar para


pekerja pengoperasian dan pemeliharaan, alat-alat, dan
bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan dan perawatan
saluran/bangunan drainase dapat berjalan dengan baik.
Demikian pula pengumpulan dan pengangkutan sampah atau
endapan-endapan yang terjadi. Dapat dibuang dan
dikeluarkan dari tempat-tempat tersebut. Cadangan lahan
drainasedapat diklasifikasikan untuk DPS sampai dengan 5 ha
(drainase minor) dan untuk DPS > 50 ha (drainase mayor).

a. DPS sampai dengan 50 ha


Cadangan lahan drainase pada daerah terbangun untuk
DPS sampai dengan 50 ha, dapat mengacu pada tabel 3.2.

Tabel 4.2 Cadangan Lahan Drainase Untuk DPS Sampai


Dengan 50 ha

DPS = DPS =
DPS = 5
0 - 5 25 -50
-25 ha
ha (Kelas ha
Lokasi drainase
(Kelas (Kelas
sekunde
tersier primer
r)
) )
Antara Lebar Lebar Lebar
bangunan/gedu atas atas atas
ng sepanjang +1,0 +2,0 m +3,0
Lebar
tepian jalan m m
Lebar atas Lebar

46
atas atas
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

b. DPS 50 ha
Bila perumahan/gedung terletak dalam rencana alur aliran
limpasan drainase mayor, jarak antara batas lahan atau
persilnya dengan tepian saluran, diberi jarak sekitar
setangah lebar saluran yang ada atau saluran rencana.
Lebar lahan alur dan cadangannya dapat dilihat pada tabel
3.3.

Tabel 4.3 Cadangan Lahan Drainase Untuk DPS > 50 ha

Debit Lebar lahan cadangan


(Q m3/dt) (m)
Q < 30 30
30< Q < 100 40
100 < Q < 200 75
200 < Q < 300 90
300 < Q Dianalisa secara khusus
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

4.9. Perhitungan Debit Hujan


4.9.1. Persamaan Modifikasi Rasional
Persamaan yang digunakan untuk memperkirakan
debit puncak limpasan adalah persamaan modifikasi
rasional, sebagai berikut :
Q = FCSCAI = FCS(CiAi)I
Dimana : Q = debit puncak
F = faktor konveksi, F = 1/360, Q dalam
m3/dt
F = 100/36, Q dalam L/dt
CS = koefisien storasi
C = koefisien limpasan untuk beberapa
DPS
A = luas DPS (ha)
I = intensitas hujan (mm/jam), pada waktu

47
konsentrasi t c (menit) dan PUH T
(tahun).
4.9.1.1. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan untuk air hujan dari daerah yang
jauh dalam DPS untuk mengalir menuju suatu
titik atau profil melintang saluran tertentu
yang ditinjau.

Waktu konsentrasi (tc) jika harganya leih kecil


dari waktu durasi hujan (te) dalam perhitungan
intensitas hujannya, dianggap sama dengan
waktu durasi hujannya, yaitu tc = te. Sehingga
Ic = Ie.

Namun untuk hujan harian maksimum yang


dipakai sebagai dasar perhitungan, durasi
minimum reratanya perlu diketahui. Dianjurkan
memakai data seperti yang tertera dalam tabel
4.1.

Tabel 4.4 Durasi Hujan Terpendek, te Minimum (mnt) Untuk


Berbagai Tinggi Hujan Harian Maksimum, R (mm/hari)

Tinggi hujan harian Durasi hujan, te


Intensitas tipikal
maksimum R (menit)
Ic (mm/jam)
(mm/hari) Rentang Tipikal
50 24-42 33 59,9
75 32-64 48 63,0
100 44-80 62 66,3
150 67-115 91 71,1
170 76-128 102 73,2
200 94-142 118 76,4
230 108-160 134 79,4

48
Tinggi hujan harian Durasi hujan, te
Intensitas tipikal
maksimum R (menit) Ic (mm/jam)
250 120-170 145 81,3
(mm/hari)
300 150-192 171 86,2
350 178-216 197 91,0
400 212-234 223 95,6
450 240-260 242 100,2
470 250-270 252 102,1
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Harga-harga te diatas, dapat didekati dengan


persamaan :

te = R1.92/(1.11R) = 0.9R0.92

tidak akan ada keadaan hujan harian


maksimum yang tingginya 470 mm/hari di
jatuhkan hanya dalam waktu kurang dari 20
menit, hal ini akan terjadi musibah besar, yaitu
dengan deras hujan lebih besar dari 1410
mm/jam.

Oleh karena itu, harga tc minimum untuk


perhitungan dianjurkan mengacu pada tabel
4.1, yaitu harga tc > te minimum. Jadi, jika ada
tc < te minimum, harga tc haus diambil sama
dengan te minimum dan intensitasnya, Ic = Ie
minimum.

Dalam drainase perkotaan pada umumnya, tc


(menit) terdiri dari penjumlahan dua
komponen, yaitu :
1. Waktu yang diperlukan untuk titik air yang
terjauh dalam DPS mengair pada permukaan

49
tanah menuju ke alur saluran permulaan
yang terdekat, t0 (menit), dan
2. Waktu yang diperlukan untuk air mengalir
dari alur saluran permulaan menuju ke suatu
profil melintang saluran tertentu yang
ditinjau, td (menit).

tc = t0 + td
3. waktu merayap dipermukaan tanah, tc
dengan persamaan :

6.33 ( n L0 ) 0.6
t 0= 0,4 0.3
( C0 I e ) ( S 0 )

Dimana :n = Kekasaran Manning


L0 = Panjang rayapan (m), syarat L 300 m

C0=Koef Limpasan permukaan tempat air


merayap

Ie = Intensitas hujan (mm/jam), dimana t c =


te
S0 = kemiringan tanah rayapan (m/m)

Tabel 4.5 Harga n Manning Pada Permukaan Tanah

Jenis permukaan N
Permukaan diperkeras (paved surface) 0.015
Permukaan tanah gundul (bare soil surface) 0.0275
Permukaan berumput sedikit 0.035
Permukaan berumput sedang 0.045
Permukaan berumput lebat 0.060

50
Sumber : Road Design Manual for Rural And Urban Roads Other
Than Freeways, National Association of Australia State Road
Authorites, Reprint 1977.

1. Waktu mengalur disalurkan, td dengan


persamaan :
t d=Lda ( 60 V d ) atau
AC


S


1
2
( R Ld) .

4.762 Lda
t d=

untuk DPS gabungan, terusan saluran, td harus


dikalikan Fg
F g=(Lda . A 1 / Lda . A 2)2
2 1 sedangkan S, C ,

Si


2
1
reratanya , yaitu i 2 i
L ( L ) dan

S r=

C r = C i A i / A i

Dimana :
Lda = Panjang sauran aktual yang ditinjau (m)

51
Ld = Panjang saluran ideal (m), liat pers. 4.7
60 = Angka konversi, 1 menit = 60 detik
Vd = Kecapatan rerata dalam saluran (m/dt)
C = koef limpasan rerata
R = Tinggi hujan (mm/hari)
A = Luas DPS (ha)
S = Kemiringan DPS searah alur saluran (m/m)
Fg = Faktor gabungan

Ld =88.33 A0.6 (persamaan 4.7)

2. Kecepatan rerata dalam saluran , Vd (m/dt) :

R Ld


AC


V d =0.0035

Dimana :

A = Luas DPS (ha)

S = Kemiringan DPS searah aur saluran (m/m)

C = koef limpasan

R = Tinggi hujan (mm/hari)

Vd = Kecepatan rerata dalam saluran (m/dt)

Ld = Panjang saluran idela (m)

Seperti halnya pada persamaan t d, untuk DPS


gabungan menerus , harga vd harus dikalikan
dengan (1/Fg), S dan C harga rerata.

52
Pada persamaan ini, kecepatan aliran harus
dipengaruhi oleh panjang saluran ideal Ld (m),
luas DPS A (ha), koefisien limpasan C (bilangan
pecah), kemiringan lapangan mengarah alur
saluran S (m/m), dan tinggi hujan R (m/m).
Munkin kemiringan saluan Ss tidak sama
dengan kemiringan lapangan, misalnya saluran
itu banyak terjunan atau merupakan kaskade.

Kecepatan aliran dalam saluran sangat


dipengaruhi oleh perubahan tinggi hujan atau
perubahan debit. Penampang melintang
saluran biasanya tidak proposional dengan
perubahan debit. Umumnya jika debit berubah
menjadi besar, kecepatannya juga berubah
menjadi besar.

Kecepatan rerata dalam saluran (Vd) sering


dicari dengan coba-coba, dengan pertama kali
ditentukan sebarang yang kira-kira mendekati,
kemudia dicari td, setelah itu debitnya, dan jika
diketahui kemiringan salurannya, dengan
persamaan Manning ddapat dicari kecepatan
saluran yang ditinjau (Vt) dan setelah
ditetapkan Vt trial pertama, kemudian debitnya
dab seterusnya diulangi berulang-ulang,
sampai diperoleh harga yang mendekati.

53
Kecepatan (Vt) mungkin lebih besar atau lebih
kecil atau sama dengan Vd tergantung
geometri/kemiringan saluran setempat.
Jika kedua pendekatan ini beda besar, pilih
yang sesuai.
Tabel 4.6 Pendekatan Kecepatan Trial Berdasarkan
Kemiringan
Kemiringan saluran rerata Kecepatan rerata
(%) (m/dt)
12 0.6
24 0.9
46 1.2
6 10 1.5
10 - 15 2.4
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Trial pertama perkiraan kecaptan alira


setempat dengan Rule of thumb, dengan
persamaan tanpa mengindahkan Si, yaitu :
a. Untuk Q < 1,0 m3/dt -- Vt = KQ1/3 m/dt
b. Untuk Q > 1,0 m3/dt -- Vt = KQ1/6 m/dt
Dimana K = angka Kenedy, yang besarnya
tergantung kekasaran geometri saluran,
untuk :
Saluran alami : K = 0,4-0,6
Saluran lining : K = 0,8-1,0
Setelah itu dikoreksi dengan kemiringan dan
jari-jari hidrolisnya.

54
Tabel 4.7 Pendekatan Kecepatan Setempat (Vt) Trial
Berdasarkan Debit Puncak (angka ini belum tepat karena
ada pengaruh S)
Debit aliran (Qp) Kecepatan setempat Vt (m/dt)
(m3/dt) Harus dikalikan K
1.0 0,60 0,90
1 10 0.90 1,50
10 20 1,50 1,60
20 30 1,60 1,70
30 40 1,70 1,80
40 50 1,80 1,90
50 60 1,90 2,00
60 70 2,00 2,10
70 100 2,10 2,20
100 150 2,20 2,30
150 200 2,30 2,40
200 300 2,40 2,50
300 400 2,50 2,60
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

4.10. Intensitas Hujan

Intensitas hujan di indonesia, dapat mengacu pada pola


grafik IDF ( intensity Duration Frequency) dari V. Breen, yang
dapat didekati dengan persamaan
54 RT +0,07 R T 2

IT =
BC +0,3 RT

Dimana :
It = intensitas hujan pada PUH T dan pada waktu
konsentrasi Tc > Te, dengan satuan (mm/jam)
Rt = tinggi hujan pada PUH T (mm/hari)

55
Jika tc < te, tc diganti dengan te

4.11. Tinggi Hujan , R Rencana (Desain)

Tinggi hujan R adalah tinggi hujan harian maksimum untuk


PUH T dapat diperoleh dengan regresi dari satu array N
tahun data hujan maksimum (dianjurkan N=20 30 tahun
data yang bersinambungan ) yang lengkap, homogen-
hidrologis (hanya untuk DPS regional yang luas, untuk DPS
perkotaan tidak perlu) dan setelah dikoreksi dengan faktor
koreksi konsistensinya, Fk (dibicarakan dalam hidrologi),
pertama kali dicari standar deviasi, SD, dengan persamaan :

{
r 1
N 1}
R 2 2

SD=

Dimana :
ri = tinggi hujan pada tahun ke i (mm/hari)
R= tinggi hujan rerata satu array data itu (mm/hari)
Setelah itu dicari data ektrem maksimum dengan distribusi
metode modifikasi gumbel, (umum aplikasi di indonesia )
dengan persamaan sebagai berikut :
T
(
RT =R 0,78 ln ln
T 1 )
+0,45 SD

Dimana
Rt = tinggi hujan dengan PUH T (mm/hari)

Dalam mencari data ekstrem maksimum, dapat dipakai


distribusi frekuensi, diantaranya adalah:
1. Distribusi Gumbel dan Modifikasinya

56
2. Distribusi normal dan log normal
3. Distribusi pearson dan log pearson
4. Distribusi Frechet
5. Distribusi Goodrich
Pemilihan setiap jenis distribusi frekuensi dari sampel data,
dengan diuji parameter kecocokan atau yang dapat
mewakili, dapat dipakai pengujian parameter dengan
metoda uji:
1. Chi-kuadrat
2. Smirnov-Kolmogorov
Teori uji kecocokan, dibicarakan dalam hidrologi.

4.12. Melengkapi Data Hujan

Jika ada data hujan yang hilang pada tahun ke 1, yaitu ri


diperlukan data- data hujan pada array yang sama paling
sedikit dari dua stasiun hujan, sebagai data pembanding.
Ada dua cara:
1. Jika seluruh array data mempunyai perbedaan kurang
atau sama dengan 10% pada setiap r1, maka dapat
didekati dengan rerata aljabar, yaitu:
r 1 = rerata data yang ada dari setiap tahun ke i yang
sama
2. Jika perbedaan lebih besar dari 10%, dapat didekati
dengan metode pembanding normal, yaitu:
ri

Ri
r
( ) x
3!

rX 1
=
R x n1

57
Dimana:
r x = tinggi hujan pada stasiun x yang hilang x yang
hilang
Rx = tinggi hujan rerata pada stasiun x yang ada
n = jumlah stasiun hujan, dengan n 3
r i = tinggi hujan tahun yang sama setiap stasiun
Ri = tinggi hujan rerata setiap setasiun

4.13. Uji Coba Homogenitas Hujan

Uji-coba homogenitas hidrologis hujan/debit biasanya untuk


DPS regional yang luas atau secara regional, bila data- data
pokok untuk proyek itu diperoleh dari lebih dari sepuluh
stasiun pengamat hujan/debit. Untuk kecil, misal untuk
perkotaan, tidak perlu diadakan uji coba homogenitas
hidrologis. Metodanya yaitu dengan mengeplotkan titik
P1(T1,N1) untuk data- data hujan dari stasiun stasiun yang
dipakai desain ( dapat dilihat dengan metode thessa pad
kurva uji coba homogenitas, yaitu jika Pi(7i,Ni) berada
didalam kurva yang merupakan corong, dinyatakan bahwa
keadaanya homogen, sebaliknya jika diluar corong,
keadaanya dinyatakan tidak homogen. Jika tidak homogen
dalam array tahun itu dapat dipilih- pilih sekelompok tahun
data hujan saja (Nij < Ni), sedemikian rupa array baru
dengan Nil tahun data hujan itu, homogen didalam corong.
Harga harga T dapat dilihat dengan cara sebagai berikut:
1. Untuk setiap stasiun ke 1, pakailah kurva frekuensi untuk
menentukan tinggi hujan/banjir 2,33 tahunan (PUH 2,33

58
dan 10 tahun), atau dengan persamaan modifikasi
gumbel:
T
(
Qt atau RT =R 0,78 ln ln
T 1 )
+0,45 SD

2,33
(
Q2,33 atau R2,33=R 0,78 ln ln
2,331
+0,45 SD )
10
(
Q10 atau R10=R 0,78 ln ln
101
+0,45 SD )
2. Untuk setiap stasiun ke i, hitung perbandingan tinggi
hujan/banjir 10 tahunan dan 2,33 tahunan , U1 yaitu Ui

R10 Q 10
= atau U i =
R 2,33 Q 2,33

Ui Ur
3. Hitung rerata , yaitu
R2,33 Q2,33
4. Untuk setiap stasiun ke i, kalikan atau

Ur
masing masing dengan , untuk memperoleh tinggi

hujan (debit) puncak 10 tahunan yang disesuaikan ,

R10 s Q10 s
atau Jika datanya tunggal, langsung dipakai

R10 Q10
, atau
5. Untuk setiap stasiun ke i, pergunakan kurva freuensinya

Ti Ni
untuk menentukan periode ulang , vs atau

59
N
Ti
titik titik , ) pada gambar kurva uji coba
Pi

homogenitas yang berupa corong. Maka keadaanya


dinyatakan homogen. Jika datanya tunggal, langsung

N

diplot , 10)
P

Gambar 4.4. Bagan Uji-Coba Homogenitas Untuk


Metoda Indeks Banjir

4.14. Uji Coba Konsistensi Data Hujan

Dalam uji-coba konsistensi data hujan, diperlukan data- data


hujan tahunan, sesuai dengan tahun-tahun data dalam array
hujan disekelilingi daerah proyek/tinjauan yang terdekat

60
yang dipengaruhi oleh pengaruh orografi. Jika dimisalkan
bahwa stasiun hujan yaitu S1 dan S2 sebagai data- data
desain, maka dari kedua stasiun itu data setiap tahunnya

P pi
takan, misal (tinggi hujan proyek, setiap i tahun).

Demikian pula dari seluruh stasiun itu. Juga direratakan


setiap tahunya.

Gambar 4.5. Kurva Analisis Massa-Ganda

Keterangan: dalam gambar terlihat bahwa, data hujan dari


tahun 1988 sampai tahun 1934, masing- masing harus

Fk
dikoreksi, yaitu dikalikan dengan Setelah itu baru dicari

RT

R pi Rbi
Setelah diperoleh dan , plot titik titik pada

Rbi
sistem koordinat cartesaen akumulasi akumulasi vs

61
R pi
yang dimulai dari tahun data- data hujan yang terbaru.

Rbi R pi
Dimana akumulasi sebagai absis dan akumulasi

sebagai ordinat. Jika akhir tahun data adalah 1996, maka

Rb ,1996 R p ,1996
dimulai dengan titik P1 ( , ), kemudian titik

Rb , 96+95 R p , 96+95 Rb , 96+95+94 R p , 96+95+94


P2( , ) berikut P3( , ) dan

seterusnya sehingga membentuk garis yang cenderung lurus


dan ada kemungkinan membelok lurus, disebut kurva ganda
garis lurus. Jika sudut garis lurus awal terhadap sumbu
x(absis) adalah dan sudut setelah geris membelok adalah

Fk
, maka perbandingan = tg/tg disebut faktor koreksi.

Data- data hujan setelah tahun belok pada kurva itu (tahun-
tahun data yang lebih rendah dari tahun titik belok), harus

Fk
dikoreksi dengan . Kecendrungan hujan tahunan

mempengaruhi kecendrungan hujan harian, demikian pula


hujan harian maksimumnya.

4.15. Perubahan Harga Tc, Td , Dan Po Vs Perubahan


Puh

Jika awal perhitungan dengan asumsi pendekatan kecepatan


berdasarkan kemiringan (tabel 4.3) perhitungan to dan tidak
memakai persamaan yang ada unsur R, I, dan C yaitu
menggunakan persamaan:

62
3.64 ( 1,1C o ) Lo1 /2
l o= : So dalam
S 1/o 3

1 /2
3.64 ( 1,1C o ) Lo
l o= : So dalam m/m
S 1/o 3

Akibat perubahan PUH (R atau I), Umumnya debit,kecepatan

to td to
demikian pula dan , juga berubah. Perubahan

td
dan dapat didekati dengan persamaan:

a T 1 1/ 2
t o T 2=t o T 1( )
aT 2

aT 1 25
t d T 2=t d T 1( )
aT 2

2
Dimana : a= 54R + 0,07 R , sedangkan indeks menunjukan

PUHnya

4.16. Koefisien Limpasan/ Run Off (C)

Koef, Limpasan C sewaktu debit mencapai puncak, harganya


diambil berdasarkan PUH 5- 10 tahun, merupakan variabel
Rasional yang ketetapannya tergantung kepekaan designer.
Harga C yang dipergunakan dalam desain harus berdasarkan
tata guna lahan yang ultimat menurut rencana bagian
wilayah kota (RBWK), lihat tabel 3.9.

63
Harga C berubah setiap perubahan intensitasnya /tinggi
hujan (lihat gambar 3.6 dan 3.7). Perubahannya adalah sbb:
I T 1 12

a. Tanpa bidang resapan : IT2
CT 2=1( 1GI )

RT 1 1 /2

b. Dengan bidang resapan : RT 2
C T 2= ( G I )

Rosamillar (1980) membuat persamaan harga C sebagai


berikut :
KDB+1 0,7
C=7,7 x 107 CN 3 T 0,05 (0,01CN )a (0,001 CN )b { }
2

Dimana :
C = koefisien limpsan (%)
CN = SCS Curve Number = Bilangan Kurva SCS (tabel
3.8)
T = Periode ulang hujan (tahun)
KDB = Koefisien Dasar Bangunan atau angka perkedapan
0,2
a = SS , b = 1,48 (0,15 I/25,4)

S = Kemiringan jalan (%)


Ie
I = Intensitas hujan (mm/jam), dapat dipakai

Tabel 4.8 Bilangan Kurva Limpasan Daerah Perkedapan Dps


Kota (Pada Keadaan Kelembaban 2 Rerata)
KDB KDB KDB KDB
CN CN CN CN
(%) (%) (%) (%)
100 98 70 96.5 50 94 35 91
90 97.5 60 96 45 93 <30 91
80 97 55 95 40 92.5

64
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Tabel 4.9 Tipikal Koef. C Untuk PUH 5-10 Tahun

Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Untuk DPS yang terdiri dari berbagai tata guna lahan C


rerata dapat dihitung dengan persamaan massa, sbb:

Cr =
Ci Ai = C1 A 1+ C2 A 2 + C n An
Ai A

Harga C diatas di USA/Malaysia setiap daerah sudah dibuat ..


desain isopleths.

65
Gambar 4.6 Koefisien Limpasan Untuk Daerah Perkotaan

66
Gambar 4.7 Koefisien Limpasan Untuk Daerah Pedesaan

Menurut Gambar 4.6 dan 4.7, harga C berubah untuk


setiap perubahan intensitas hujan. Perubahannya dapat
didekati dengan persamaan:

a. Untuk daerah normal, persamaannya adalah

CT2 = 1 - (1 CT1) VITI/IT2 (umum dipakai) (4.20)

67
b. Untuk daerah yang selalu becek (daerah pasang surut)

CT2 = 1 - (1 CT1) (ITI/IT2)(jarang dipakai) (4.21)

Dimana: CT1 dan CT2 = Harga C pada PUH T1 dan T2 berturutan


IT1 dan IT2 = Harga I (dapat diambil = Ie) pada PUH T1 dan T2
berturutan.

4.17. Koefisien Storasi

Storasi saluran ditandai dengan adanya kenaikan kedalaman


air dalam saluran. Debit actual yang akan ditumpahkan di
akhir saluran adalah debit total (Q = FCAI) dikurangi dengan
massa air yang masih berada dalam saluran.

Harga Cs dapat dihitung dengan persamaan:

a. Untuk tc > te

2t c
C s=
2t c +t d

(4.22)

b. Untuk tc te

2t e
C s=
2t e + t d

4.18. Hidrograf Desain

Dalam aplikasi modifikasi formula Rasional, bila diperlukan


hidrograp desain, yang dipakai adalah bentuk hidorgrap
seperti pada Gambar 4.8.

68
Gambar 4.8 Hidrograp Desain Durasi hujan, te tc

Untuk kolam detensi, dimana durasi hujan kritis, t c > te,


hidrograp yang ada pada Gambar 4.8, dapat dipakai untuk
desain. Biasanya diambil debit keluaran dari kolam, Qe < Qp

Dalam gambar 3.8, debit puncak Qp dihitung persamaan:

Qp = (1/360) CsCAIc, yaitu I pada waktu tc

Dalam gambar 3.8, debit puncak Qp dihitung persamaan:

Qp = (1/360) CsCAIe, yaitu I pada waktu te

2t e
C s=
2t e + t d

te = durasi hujan kritis, ada yang ditentukan dengan coba-


coba, lihat soal contoh 4.1

ie = intensitas hujan rerata untuk durasi hujan kritis, t e dan


PUH T tahun

69
Gambar 4.9 Hidrograp Desain Durasi hujan, te > tc

Untuk te < tc tidak seluruh DPS memberikan kontribusi


aliran pada titik yang ditinjau. Bagian DPS yang memberikan
kontribusi aliran dapat didekati dengan persamaan:

Ak = {(te to)/td} A

dimana: Ak = luas DPS kontribusi (ha)

te = waktu durasi hujan (menit)

to = waktu rayapan lapangan (menit)

td = waktu mengalir disaluran (menit)

A = luas DPS (ha)

4.19. Pengaruh Dps Parsial


4.19.1. Umum

Modifikasi metoda Rasional yang dijelaskan dalam


bagian ini adalah berdasarkan asumsi bahwa hasil
debit puncak dari suatu hujan dengan durasi dimana
seluruh DPS diatas titik profil saluran yang ditinjau
telah member kontribusi. Makin kebawah, luas DPS-
nya bertambah, waktu konsentrasi bertambah,

70
intensitas hujan-nya menurun (sebetulnya AI yang
menurun, karena A dianggap tetap dalam persamaan
I dibuat menurun, bila tec > te).

Pengaruh itu semua dapat mengakibatkan perbedaan


pada harga debit puncak yang dihitung pada asumsi
bahwa seluruh DPS diatas sudah memberikan
kontribusinya. Hal ini dapat dimungkinkan jika hujan
yang lebat, mempunyai durasi kurang dari waktu
konsentrasi totalnya, tetapi mempunyai PUH rerata
yang sama, dapat menghasilkan debit puncak yang
lebih besar, karena intensitas yang lebih besar itu
mempunyai pengaruh lebih besar daripada tambahan
luas kontribusi yang kecil. Keadaan ini disebut
pengaruh DPS parsial dan harus dicek pada tempat
tempat sebagai berikut:

1. Pertemuan dua saluran.


2. Keluaran dari luas ekivalen bagian DPS ( CA )

yang besar dengan waktu konsentrasi pendek.


3. Keluaran dari luas ekivalen bagian DPS yang kecil
dengan waktu konsentrasi panjang.

4.19.2. Penentuan Debit Puncak Akibat DPS Parsial

Metoda penyederhanaan dalam menentukan debit


puncak pada DPS parsial adalah sebagai berikut:

1. Buat hidrograp untuk desain dengan memakai


waktu konsentrasi terlama, dan dengan DPS total.

71
2. Buat satu hidrograp, pada salah satu DPS yang
mempunyai waktu konsentrasi paling kecil dari dua
saluran induk. Luas DPS kontribusinya dicari.
3. Cek, apakah debit puncak no. 2 itu lebih besar dari
no. 1 diatas. Yang lebih besar dipakai untuk debit
desain.

Untuk mencari luas DPS kontribusi pada DPS yang


mempunyai harga tc terbesar, dapat pula didekati
dengan faktor FA, yaitu:

FA = (tck tob)/tdb
(4.27)

dimana, tck = tc kecil, tob = to pada DPS dengan tc


besar, tdb = td pada DPS dengan tc besar, jadi luas
daerah kontribusi, Ak, pada luas DPS dengan tc besar,
Atcb, adalah:

Ak = FA . Atcb atau Ak = {(tck tob)/tdb} Atcb

Gambar 4.10 Hubungan Kedalaman Dan Elevasi VS Storasi

72
Gambar 4.11 Hidrograp Masukan Pada A2, Durasi Hujan
te>tc

Tabel 4.10 Masukan Kumulatip-Durasi Hujan te > tc

Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Gambar 4.12 Kumulatip Masukan dan Keluaran dan Storasi


Maksimum

73
4.20. Desain Hidrolis Saluran Terbuka
4.20.1. Umum

Saluran terbuka mempunyai keuntungan dibanding


dengan saluran tertutup, diantaranya adalah : mudah
pembangunannya, mudah dirawat, kapasitas relatif
lebih besar, dapat dipakai multiguna, misal diperlebar
sebagai kolam detensi. Namun mempunyai kerugian,
diantaranya adalah : lahan tanah besar, mudah kotor,
misal sebagai tempat pembuangan sampah sehingga
merusak pemandangan, tumbuhan mudah tumbuh,
biaya perawatan tinggi,bahaya lalu lintas dan pejalan
kaki. Desainer harus hati-hati dalam menentukan
pilihan untuk memperkecil kerugian dan
memperbesar keuntungan optimum.

Saluran yang ideal adalah saluran alami, karena


biasanya kecepatannya rendah, yang menghasilkan
waktu koksentrasi lama dan debit puncak di hilir
rendah, terjadi strorasi dalam saluran yang dapat
mengurangi debit puncak ; perbaikannya rendah
karena saluran alami itu sebagian besar stabil.

Saluran artifisial yang dapat dibangun dengan


karakteristik seperti saluran alami, mempunyai
kecenderungan yang lebih baik. Jika lintasan dan

74
kecepatannya yang menentukan maka salurannya
perlu dilapisi dengan perkerasan (lining).

4.20.2. Perhitungan Aliran

Persamaan yang umum dipakai dalam perhitungan


kecepatan aliran seragam, tunak (steady) adalah :
Persamaan Manning :
1
v = ( nR h
2/3
S1/2

(5.1)
dimana : v = kecepatan aliran (m/det)
n = kekasaran manning
Rh = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan memanjang saluran
(m/m)

Harga n Manning tergantung hanya pada kekasaran


sisi dan daras saluran. Harga n tertulis disajikan pada
beberapa tabel dari beberapa sumber, agar dapat
dipakai perbandingan yaitu pada tabel 3.11, 3.12, dan
3.13.

Tabel 4.11. Harga n Persamaan Manning

75
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Tabel 4.12. Harga n Persamaan Manning yang Dianjurkan


dalam Saluran Drainase

Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Tabel 4.13. Harga n Persamaan Manning Untuk Saluran


Alami

76
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Untuk mendesain dimensi saluran tampa lapisan atau


perkerasan dipakai harga n Manning normal atau
maksimum, sedangkan harga n Manning minimum
hanya dipakai untuk pengecakan bagian saluran yang
mudah terkena gerusan.

Jika kedalaman dalam satu lajur saluran berubah,


maka harga koef. kekasaran manning reratanya, nr,
harus dicari dengan persamaan :
5 /3
Pr Rr
nr = Pi Ri5 /5

dimana : nr = harga n rerata sepanjang saluran


Pr = harga keliling basah rerata
sepanjang saluran (m)
Rr = harga radius hidrolis rerata
sepanjang saluran (m)

77
Pi = harga keliling basah setiap bagian i
saluran (m)
Ri = harga radius hidrolis setiap bagian i
saluran (m)
ni = harga n setiap bagian i saluran

Pemakaian persamaan Manning memerlukan


perkiraan koef. kekasaran Manning, n, yang tepat. Bila
harga n tidak dapat diukur, kebanyakan diserahkan
pada pemilihan perencana perorangan.
Kenyataannya, harga n itu tidak hanya tergantung
pada kekasaran saluran tetapi juga tergantung pada
beberapa keadaan, pada bentuk dan kedalaman
aliran. Dalam saluran drainase biasa, pengaruh ini
ada, namun diabaikan. Kerapatan dan ketinggian
vegetasi juga mempengaruhi harga n (dibicarakan
pada bab lain).

Persamaan Chezy
v = Cc (RhS)1/2
(5.3)
dimana : v = kecepatan aliran (m/det)
Cc = koef. chezy
Rh = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan saluran (m/m)
Bandingkan dengan persamaan Manning :
v = (1/n) Rh1/6 (RhS)1/2

78
maka Cc = (1/n) Rh1/6
(5.4)

Dalam persamaan Chezy, koef. Cc dipengaruhi jari-jari


hidrolis dan kekasaran dinding-dinding sisi dan dasar
saluran. Ada 2 persamaan yang dipakai untuk
menyatakan harga Cc sebagai fungsi dari kekasaran
dan jari-jari hidrolis adalah :
Rumus Basin :
Cc = 87/(1+ /Rh1/2) = 87 Rh1/2 ( + Rh1/2)

Tabel 3.14 memberikan harga-harga untuk berbagai


jenis saluran.
Persamaan Ganguilet-Kutter :
Cc = (23+1/n 0,00155/S)/(1+ (23 + 0,00155/S) n/
Rh1/2)
Koefisien n dari persamaan Kutter adalah harga
kekasaran Manning. Sebenarnya, persamaan Kutter
ini kurang teliti namun dalam banyak hal dapat
memberikan hasil yang memadai. Sehingga
persamaan itu dianjurkan hanya untuk dipakai dalam
perhitungan palung sungai atau saluran alami.

Tabel 4.14. Harga Bazin Untuk Berbagai Saluran

79
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Harga Cc pada persamaan Basin, diperoleh dengan


memasukan harga dari setiap kelas sungai atau
saluran untuk setiap harga. Harga adalah sebagai
berikut :
Saluran kelas 1, = 0,06
2, = 0,16
3, = 0,46
4, = 0,85
5, = 1,30
6, = 1,75
Dari setiap harga Rh, setiap kelas dan kemiringan
saluran tertentu, harga Cc dihitung dengan
persamaan :
Cc = 87/(1+ /Rh1/2) = 87 Rh1/2 ( + Rh1/2)

4.20.3. Penampang Melintang Hidrolis Optimum

Debit pada penampang melintang saluran tertentu


tidak hanya tergantung pada kekasaran ,n,

80
kemiringan memanjang, S, dan luas penampang
melintang, Ac, tetapi juga tergantung pada bentuk
yang dinyatakan oleh jari-jari hidrolis, R. Saluran
sempit yang dalam dan saluran lebar yang dangkal,
keduanya mungkin mempunyai luas penampang
melintang yang sama, namun jari-jari hidrolisnya
tidak sama. Konsekuensinya, debitnya mungkin tidak
sama.

Bila saluran dengan kekasaran n, kemiringan S, dan


luas penampang basah tertentu mencapai debit
maksimum, Qmks, maka penampang basah itu harus
mempunyai bentuk dengan jari-jari hidrolis
maksimum pula, maka bentuk penampang basah
seperti ini disebut PROFIL HIDROLIS OPTIMUM.

Dalam saluran trapesium dengan berbagai harga m


(ctg , dimana = sudut talud), harga-harga yang
ada dalam tabel merupakan parameter hidrolis
optimum berdasarkan hubungan persamaan.

81
Gambar 4.13. Pola Penampang Saluran Hidrolis
Optimum

Tabel 4.15 Hubungan Dimensi Penampang Melintang


Saluran Hidrolis Optimum

Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Hubungan pada Tabel 4.15 dapat dinyatakan dalam


persamaan sebagai berikut:
Jari-jari = d/2 dan a=B/2

Berarti ib/d = 2[(1 + m)1/2 - m]

d = d/A1/2 = [2(1+m2)1/2 - m]-1/2


b =b/A1/2=2[(1+m2)1/2 m2)1/3- m]/[2(1+m2)1/2 -
m]1/2
B = B/A1/2 = 2(1+m2)1/2 / [2(1+m2)1/2 - m]1/2

a = a/A1/2 = (01 + m2)1/2 / [2(1+m2)1/2 - m]1/2 =


[B/2] P = P/A1/2 = 2[(1 + m2)1/2 = 2/d

R = R/A1/2 = 1/(2[2(1 + m2)1/2 m ]1/2) = d/2

82
Q =AcV

Dimana : Q = debit aliran (m3/det)


Ac= luas penampang melintang saluran (m2)
V = kecepatan dalam saluran (m/det)

Dalam desain saluran, tidak selalu dianjurkan


berpenampang melintang hidrolis optimum,
mengingat :
a. Pada saluran permulaan, lahan tanah biasanya
mahal dan kecenderungan saluran sempit tetapi
dalam.
b. Pada saluran mayor, jika dibuat penampang
hidrolis optimum, harus dicek kemiringannya,
dengan persamaan manning.

4.20.4. Saluran Diperkeras Linning

Saluran diperkeras biasanya dengan beton, pasangan


batu atau pasangan batu kosong dan kombinasinya.
Talud saluran berbeda. Talud saluran yang lebih terjal
dari 1 : 1 harus didesainsebagai tembok penahan
tanah. Untuk drainase mayor daerah kota,dianjurkan
kecepatan pada debit puncaknya antara 0,9 3,0
m/dt.
Saluran yang mempunyai kecepatan diluar rentang
diatas, harus ditelaah kembali.

Ada tiga jenis keadaan aliran yang mungkin terjadi


dalam saluran yang diperkeras, yaitu : superkritis,

83
kritis, dan subkritis. Perkerasan perlu sekali untuk
keadaan aliran super kritis dan kritis, karena
kecepatannya tinggi.
Untuk keadaan aliran subkritis, perkerasan tingkat
sederhana diperlukan untuk memperkecil
pemeliharaan. Perkerasan di perlukan tergantung
keadaan lahan lintasan saluran yang tersedia.

4.20.4.1. Aliran Kritis, Super Kritis, dan


Sub Kritis

Dalam aliran saluran terbuka, enersi

spesifik, , didefinisikan sebagai jumlah

kedalaman air, d, dan tinggi kecepatan

V2
2g , yaitu :

v2
=d +
2g

Dalam suatu saluran dengan penampang


melintang tetap, debit yang diketahui dapat
mempunyai kedalaman kecil dan kecepatan
tinggi atau kedalaman besar dan kecepatan
rendah, tergantung pada kekasaran dan
kemiringan saluran. Energi spesifik akan
berubah sesuai dengan aliran, namun untuk

84
debit tertentu, jika ada dua kedalaman
dengan energi spesifik sama, berlaku :
2 2
V1 V2
=d 1+ =d 2+
2g 2g

Untuk setiap kedalaman lainnya, energi


spesifik mungkin lebih besar atau lebih kecil.
Untuk saluran dengan penampang dan debit
tertentu, kedalaman unik bila energi
spesifiknya minimum, kedalaman disebut
kedalaman kritis, alirannya : aliran kritis dan
kecepatannya : kecepatan kritis.
Bila kecepatannya lebih besar dari
kecepatan kritis, alirannya disebut aliran
superkritis, sebaliknya jika kecepatan lebih
kecil dari kecepatan kritis, alirannya disebut
aliran subkritis.
Menurut kepustakaan, aliran subkritis juga
disebut aliran mengalir atau aliran tenang,
sedangkan aliran superkritisdisebut aliran
sangat deras atau aliran peluru.
Definisi lain adalah: untuk energi spesifik
dan penampang melintang tertentu, tetapi
kekasarannya atau kemiringan salurannya
variabel, debitnya berbeda-beda tergantung
kedalaman.untuk energi spesifik tertentu,
selalu ada dua kedalaman, untuk debit yang
sama.

85
Kemungkinan 1 : kecepatannya tinggi dan
kedalamannya rendah,
Kemungkinan 2 : kecepatannya rendah dan
kedalamannya tinggi.
Kriteria aliran kritis adalah :
(1)Untuk debit tertentu, energi spesifiknya
minimum
(2)Untuk energi spesifik tertentu, debitnya
maksimum.

(a) Keterangan dan anjuran superkritis


Aliran superkritis dalam saluran terbuka
pada daerah perkotaan menimbulkan
bahaya tertentu. Dimana designer harus
betul mempertimbangkan.
Dari pengalaman praktis, umumnya lintasan
saluran tidak dianjurkan mempunyai
tekukan/tikungan besar dan dinding sisi
miring (lahan tanah sempit dan mahal).
Hal yang sungguh-sungguh harus
diperhatikan adalah menjaga terjadinya
gelombang perputaran arus
(turbulensi/oscillatory) yang berlebihan yang
dapat mengakibatkan kerusakan beberapa
panjang saluran, oleh sebab hanya dari
gangguan minor dihulunya.

86
Designer juga harus menjaga terhadap
kemungkinan terbentuknya loncatan hidrolis
yang tidak diharapkan dalam saluran.
Juga harus diperhatikan tidak sempurnanya
sambungan perkerasan dalam saluran
(sambungan bercelah/retak), yang dapat
cepat menyebabkan kerusakan, dalam hal
ini kegagalan total saluran dapat terjadi.
Disamping kecepatannya alirannya tinggi,
yang masuk retakan atau renggangan
sambungan itu menimbulkan daya angkat
oleh perubahan tinggi kecepatan menjadi
tinggi tekanan yang dapat merusak lapisan
atau perkerasan saluran. Jika aliran
superkritis tidak dapat diletakkan maka hal
ini harus dapat diperhatian yang serius bagi
designer.
Designer harus membahas tentang
bangunan penurunan energi (energy
dissipator) atau mengacu pada desain
hodrolis bangunan kolam golakan atau
kolam penenang dan bangunan penurunan
energi.

(b) Keterangan & anjuran pada aliran


kritis
Limpasan mengalir pada atau dekat
kedalaman kritis dalam saluran terbuka

87
adalah tidak stabil dan harus dihindarkan.
Hal ini dapat dilakukan dengan menambah
kekasaran atau dengan merubah
penampungnya atau kemiringan saluran.

(c) Keterangan dan anjuran pada aliran


subkritis
Bila mungkin, saluran terbuka harus
didesain untuk memperoleh aliran subkritis.
Saluran yang diperkeras dianjurkan untuk
menangani limpasan dari saluran
permulaan, bila lahan lintasan saluran
terbatas. Namun bila mungkin (lahan
lintasan salurannya tersedia luas).
Perkerasan/pelapisan saluran harus
dihindarkan dan dibuat saluran lebar
berumput beraliran lambat tetapi tidak
boleh terjadi endapan. Pelapisan saluran,
biasanya tidak lazim/praktis dalam saluran
yang menerima aliran dari saluran mayor.

Saluran berlapis rumput sering peka


terhadap erosi. Oleh karena itu kecepatan
alirannya harus sangat diperhatikan. Saluran
berlapisan rumput itu merupakan saluran
lapangan sering sebagai kolektor, menerima
masukan dari saluran (saluran penerima

88
cucuran dari atap) yang berlapis tembaga,
dimana kecepatannya mungkin besar. Hal
yang perlu diperhatikan adalah pada
pertemuan antar kedua saluran tersebut
jangan terjadi erosi. Untuk mencegah hal
itu, setiap pemasukan harus di streamline
dimana ujung saluran cucuran harus dibuat
palig besar 45o kearah aliran kolektor yang
relatip kecil. Ditempat pertemuan itu harus
dibuat perkerasan yang dengan panjang
sesuai dengan panjangnya arus turbulensi.

4.21. Saluran Alami


Saluran alami yang terjal sering terjadi erosi baik tebing
maupun dasarnya, terutama didaerah perbukitan. Jika
halnya demikian perlu penguatan tertentu.
Kriteria desain dan kiatnya adalah sebagai berikut
- Saluran harus mampu mengalirkan limpasan desain
saluran mayor.
- Kecepatan aliran pada seluruh panjangnya.
- Kecepatan aliran tidak boleh lebih bear dari kecepatan
aliran kritis pada seluruh panjangnya.
- Batas tinggi permukaan air harus ditentukan sehingga
dapat diketahui zona genangan banjirnya jika terjadi.
- Harga manning diambil seperti dalam keadaan saluran
tak terawat.
- Terjunan kaskade atau kolam pengendalian dibuat jika
diperlukan untuk memelihara profil memanjang
permukaan air (profil hidrolis) sedemikian sehingga tidak
terjadi kecepatan aliran yang berlebihan yang akan
mengakibatkan erosi dan kerusakan saluran atau

89
memepercepat waktu konsentrasi yang mengakibatkan
makin besarnya debit puncak banjir.

4.22. Perhitungan Debit Banjir Perkotaan


4.22.1. Perhitungan Dalam 1 Lajur Saluran

Perhitungan dalam satu lajur saluran harga t c masing-


masing ruas adalah harga setempat, tetapi ada
permulaannya. Harga tc minimum harus sama dengan
te sepertinya yang tertera dalam tabel 4.1 untuk
perhitungan lanjutan ke hilir ke seluruh ruas pada
jalur saluran itu. Diambil harga tc (syarat tc > te)
sampai titik ruas tertentu (misal titik P) yang
menghasilkan debit puncak terbesar, biarpun ruas itu
belum sampai di titik akhir jalur tersebut (misal akhir
saluran di titik Z). Pada ruas PZ sama dengan debit
terbesar tersebut.
Harga td adalah waktu mengalur dari awal saluran
sampai setiap titik yang ditinjau. Untuk seluruh
panjang saluran, dihitung dari awal saluran sampai
dititik akhir saluran, yang sampai Z.

4.22.2. Perhitungan Debit Puncak 2 Jalur Saluran

Misal jalur saluran AZ dan BZ. Pertama kali harga t c


yang diapakai perhitungan debit puncak pada
pertemuannya adalah harga tc yang terlama, misal
harga tc pada BZ yaitu tcBZ < tcAZ. Debit pertemuannya
adalah julah dari kedua debit puncak kedua jalur

90
saluran itu yang masing-masing dihitung berdasarkan
harga tcAZ.
Setelah itu, debit puncak masing-masing dihitung
berdasarkannya tc yang terkecil yaitu tcBZ. Tetapi untuk
jalur saluran yang mempunyai tc > tcBZ yaitu jalur
saluran AZ. Tidak seluruh DPSnya, A AZ emberikan
kontribusi debit puncaknya. Dalam ini, sebagian luas
DPS jalur AZ, AAZ yang memebrikan kontribusi harus
dihitung lebih dahulu. Perhitungan pendekatannya
langsung dengan memakai luas ekivalensinya, adalah
sebagain berikut
t cBZ t oAZ
A AZ = A AZ
t dAZ

Jika AAZ terdiri dari dua sub DPS lagi misal A AC dan ACZ
maka dicari daerah yang memberikan kontribusi di
sub DPS terhubung yaitu sub A ac. Perhitungannya
adalah

tcBZ (tdCZ+tcAC )
AAC= x A
tdAC AC

Jalan lain untuk mencari luas DPS kontribusi pada DPS


yang mempunyai harga tc terbesar, seperti yang
telah dijelaskan diatas, dapat pula didekati dengan
faktor FA, yaitu:
FA = (tck tob) / tdb

91
Dimana, tck = tc kecil, tob = to dengan tc terbesar, tdb = td
dengan tc terbesar. Jadi luas daerah kontribusi Ak pada
luas DPS dengan tc besar, Atcb, adalah:
Ak = FA x Atcb

Untuk lebih memahaminya, lihat perhitungan butir


(e).

4.22.3. Perhitungan-Perhitungan Debit Banjir

Mencari luas DPS konstribusi.


Karena sub DPS terdiri dari sub DPS A a dan Ab, maka
perlu dilacak satu persatu, apakah sub DPS A b sudah
seluruhnya memberikan konstribusi atau hanya sub
DPS Aa saja yang belum seluruhnya memberikan
konstribusi.
Jika hanya terdiri dari satu sub DPS, luas daerah
konstribusinya, Ak dapat dihitung dengan persamaan
pendekatan sebagai berikut :
Ak = {(tck tob)/tdb} Atcb

Dimana : tck = tc kecil, tob = to pada tc besar


tdb = td besar, Atcb = luas DPS dengan tc besar
Kemudian dihitung debit kontribusinya dengan
persamaan :
Qk = (1/360)CsCAkI

92
Sedangkan harga I mungkin Ic atau Ie, harga Cs tetap
harga C dicari lagi hanya pada daerah DPS
konstribusinya.
Debit puncak pertemuannya adalah Qtck + Qk

Untuk PUH 50 tahun, a) dan b) semuanya sama, yaitu


99 menit, yang berarti bahwa kedua lajur sungai
tersebut pada pertemuannya, dapat bertemu debit
puncak masing-masing, sehingga debit puncak pada
pertemuannya merupakan jumlah debit puncak dari
kedua lajur sungai tersebut.

Luas ekivalen total CA yang mengkontribusi debit


adalah:
Perlu dilacak pada DPS yang tc nya besar, yaitu pada
sub DPS Ac dan Ab.
Sub DPS Ab : td = 17 menit ; tck = 62 menit
Jadi seluruh sub DPS Ab memberi konstribusi

Debit desain saluran pada DPS konstribusi dihitung


sebagai berikut:
Intensitasnya, dengan tck = 62 menit, yaitu = 66
mm/hari
Jadi debit konstribusi : Qk=(1/360)0,71 x 41,54 x 66
mm/hari
= 5,41 m3/dt
= debit desain sal. A1 A2

93
Intensitasnya, dengan tck = 62 menit, yaitu = 66
mm/hari
Jadi debit konstribusi : Qk = (1/360)0,71 x 43,5 x
66 mm/hari
= 5,66 m3/dt
= debit desain sal. A1 A2

Debit jumlah pada pertemuan di A3 :


PUH 2 tahun, dengan R2 = 100 mm/hari
QA3 = QAc + Qk = 33,9 + 5,41 = 39,31 m3/dt.
QA3 = QAc + Qk = 15,0 + 5,66 = 20,66 m3/dt
PUH 50 tahun, dengan R50 = 166 mm/hari
QA3 = QAc + Q(Aa+Ab) = 43,9 + 11,9 = 55,8 m3/dt
QA3 = QAc + Q(Aa+Ab) = 22,9 + 11,9 = 34,8 m3/dt

Keterangan: karena durasi hujan, te, tiap saat berbeda,


maka ada kemungkinan sama dengan tc yang
terpanjang, dan ada kemungkinan sama dengan t c
yang terpendek, tidak menentu, maka untuk
perhitungan debit pertemuan, baik harga t c yang
terpanjang atau harga tc yang terpendek, keduanya
harus dipakai perhitungan. Hasil debit yang terbesar
yang dipakai untuk desain saluran.
Perhitungan dengan tc terpanjangan, yaitu tcb = 86
menit
Dalam perhitungan ini, seluruh DPS memberikan
konstribusi. Yang harus diperhatikan adalah perubahan
harga I pada sub DPS yang mempunyai harga t ck.

94
Dalam soal contoh ini, sub DPS yang mempunyai
adalah sub DPS Ac, sehingga harga I nya harus dihitung
kembali, dengan memakai tc = tcb (lihat Kb18, I = 53
mm/jam).

Dengan memakai tck diperoleh debit terbesar, sehingga


tck adalah tc desain untuk seluruh DPS, dengan debit
desain seperti perhitungan diatas.

Untuk perhitungan satu lajur saluran, dipakai harga t c


setempat, namun tc minimum harus sama dengan te
minimum, dan harga Qp yang terbesar pada setiap titik
tinjauan dalam satu lajur itu yang dipakai untuk desain
saluran hilirnya, sampai akhir lajur.

Tabel 4.16. Lembaran Data Desain Sistem Drainase Air Hujan,


Metode C, tc Berubah Setiap PUH

95
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Tabel 4.17. Lembaran Data Desain Sistem Drainase Air


Hujan, Metode C, tc Berubah setiap PUH

Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

4.23. Drainase Perkarangan

96
Lahan persil merupakan bagian satuan (unit) DPS terkecil
dari suatu sistem drainase lingkungan. Dari sinilah
dimulainya limpasan air hujan yang kemudian menuju ke
sistem saluran pengumpulnya.
Lahan persil itu sebelum terbangun atau yang masih
merupakan pekarangan tanpa perkedapan, rata-rata
mempunyai angka limpasan Rasional C yang relatif rendah.
Diberi notasi C0. Harga C0 besarnya selain tergantung dari
tinggi hujannya sendiri. Juga tergantung antara lain tingkat
kelulusan dan kemiringan medan tanahnya, tingkat storasi,
ditensi dan ritensi, evapotranspirasi atau kehilangan-
kehilangan lainnya.

4.23.1. Perubahan Harga Koefisien Run Off (C)


Pada Daerah Terbangun

Di Australia, harga C0 diambil antara 0,30 sampai 0,4.


Disana, harga C Rasional pada daerah terbangun,
diberi persamaan sebagai berikut :

CTB = (0,30 s/d 0,40) + 0,008 z


CTB = (0,30 s/d 0,40) + 0,015 z
Dimana :
Persamaan (7.1a) berlaku di Australia, (7.1b) di
Indonesia CTB = Angka limpasan Rasional rerata pada
lahan persil terbangun. Z = kepadatan gedung atau
rumah per hectare (rumah/ha).
Angka 0,30 s/d 0,40 merupakan rentang harga C 0,
sedangkan angka 0,008 adalah angka rerata

97
pengalaman yang sesuai dengan keadaan di
Australia, sedang angka 0,015 dari Malaysia, mirip di
Indonesia.

Setelah lahan persil terbangun, medan lahan


tanahnya banyak yang diperkedap, sehingga harga C
reratanya (= CTB) menjadi lebih besar dari C0-nya.
Akibatnya, volume atau debit aliran air limpasan dari
daerah terbangun tersebut juga menjadi lebih besar
dari sebelumnya. Dengan perkataan lain mempunyai
andil tambahan banjir, yaitu sama dengan perbedaan
volume atau perbedaan aliran sebelum dan sesudah
ada pembangunan.

Limpasan air hujan dari atap, talang, atau perkedapan


lainnya merupakan pokok pangkal adanya perubahan
tambahan volume atau debit limpasan.
Debit limpasan, untuk DPS kecil, dihitung dengan
persamaan Rasional, yang perubahannya (untuk
tinggi hujan dan luas DPS yang sama) tergantung dari
perubahan harga C Rasional dan waktu konsentrasi,
tC.

Harga C Rasional = perbandingan antara tinggi


limpasan maksimum dan tinggi hujan rerata selama
durasi hujan.
Volume limpasan yang berakumulasi selama hujan
sehari, dihitung dengan harga C rerata selama durasi

98
hujan yang diberikan notasi Crt, tidak seperti pada
perhitungan debit puncak yang dihitung dengan
persamaan Rasional.
Harga C Rasional jika dihubungkan dengan harga C rt
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Crt = C(t 2 + 4,6052 log 2/t)/t
Dimana :
C = angka limpasan Rasional, yaitu tinggi limpasan
maksimum dibagi dengan tinggi hujan.
Crt = angka limpasan rerata selama durasi hujan.

Jika t = tC dan untuk hujan dengan t = 240 menit


(lama hujan sehari rerata menurut v Breen di
Indonesia). Maka harga adalah sbb :

Crt = [(240 2 + 4,6052 log 2/240)/240] C


= 0,951770643 C 00,95 C
Penulis mengembangkan perubahan persamaan C
pada daerah terbangun tanpa sarana konservasi
berdasarkan persamaan massa (bidang atau sumuran
resapan, dll), adalah sbb :

CTB = C0 + KDB (CB C0)


Perbedaan , SC = KDB (CB C0)

Dimana :
CTB = angka limpasan rerata daerah terbangun
C0 = angka limpasan rerata daerah tidak terbangun

99
KDB = Koefisien Daerah Terbangun atau Koef. Dasar
Bangunan, yaitu perbandingan antara luas bangunan,
AB (bukan saja daerah yang diblokade oleh gedung,
melainkan juga daerah atau lahan yang telah
diperkedap) dan luas daerah total tapaknya, At. Jadi
KDB = AB/At
CB = angka limpasan rerata pada lahan diperkedap
atau bangunan.

4.23.2. Volume Limpasan dan Andil Banjir

Volume limpasan setelah hujan usai adalah V L,


persamaannya :
VL = Crt10-3 At90%R
= 0,95 x 10-3 CAt90%R
= 0,855 x 10-3CAtR
Dimana :
VL = volume limpasan (m3)
Crt = angka limpasan rerata selama durasi hujan
C = angka limpasan Rasional
At = luas lahan total (m2)
R = tinggi hujan (mm/hari)
90% = selama durasi hujan 4 jam, tinggi hujan yang
jatuh = 90% hujan sehari.

Perbedaan volume limpasan sebelum dan sesudah


terbangun merupakan volume andil banjir, V ab,
dengan persamaan sebagai berikut :

100
Vab = VLTB VLO = 0,855 (CTB C0)AtR = 0,8558. CAtR
(7.6)

4.23.3. Pembuangan Setempat Dengan Infiltrasi


dan Perkolasi

Untuk menjaga agar tidak ada andil banjir pada setiap


pembangunan, maka volume andil banjir harus
ditiadakan, dengan cara dibuang setempat dengan
infiltrasi dan perkolasi.

Sistem kuno, metode pembuangan limpasan air hujan


dalam daerah perkotaan adalah membuang keluar
secepat-cepatnya hanya dengan sarana saluran
terbuka dan/atau saluran tertutup. Limpasan air hujan
dibuang ke parit atau sungai terdekat. Dalam
keadaan perkotaan yang padat perumahan penduduk
dan bangunan-bangunan lainnya, hal ini mempunyai
dampak yang sangat serius, diantaranya adalah :
a. Banjir pada aliran hilir
b. Erosi
c. Neraca air alam
d. Beban pencemaran mendadak pada badan alir
penerima
e. Dan lain sebagainya.

Umumnya, pembuangan limpasan air hujan setempat


dibuat dilahan persil atau lahan pekarangan tapak
bangunan. Keuntungan yang sering diperoleh adalah
sebagai berikut :

101
1. Dapat memberi imbuhan air tanah
2. Pengurangan penurunan permukaan air tanah
3. Perlindungan dan/atau mempetinggi vegetasi alami
4. Mengurangi hanyutan cemaran ke badan air
penerima
5. Mengurangi debit puncak aliran hilir
6. Memperkecil saluran limpasan air hujan.

Kemampuan tanah mengabsorb limpasan air hujan


tergantung berbagai factor, diantara adalah :
1. Jenis vegetasi yang ada
2. Jenis tanah dan keadaannya (porositas, koefisien
permeabilitas)
3. Keadaan air tanah (bebas,bertekan)
4. SIfat hujan.

Tanah bervegetasi
Pada lahan yang bervegetasi, umumnya disitu hidup
binatang-binatang tanah yang membuat liang dalam
tanah, sehingga tanah mempunyai kelulusan air yang
relatif lebih besar daripada tanah yang tak
bervegetasi.

Keadaan tanah
Keadaan tanah yang mempunyai porositas efektif p e
(porositas dakna keadaan tanah jenuh) dapat
meniriskan air sebesar volume rongga tanah dalam
keadaan jenuh. Harga pe beberapa jenis tanah dapat
dilihat dalam tabel 3.18

102
Tabel 4.18. Harga Porositas Efektif Beberapa
Jenis Tanah
N Porositas Efektif
Jenis Tanah
o (%)
1 Batu pecah 30
2 Kerikil dan macadam 40
3 Kerikil (2 sampai 20 mm) 30
4 Pasir 25
5 Lubang dalam kerikil alami 15 - 25
6 Gumpalan tanah liat 5 - 10
7 Singkapan tanah liat kering 2-5
Tanah liat dan lanau (dibawah
8 0
permukaan)
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Angka kelulusan atau koefisien permeabilitas atau


konduktivitas hidrolis merupakan ukuran berapa
besar kecepatan air dapat bergerak masuk kedalam
tanah. (lihat tabel 3.19)

Tabel 4.19. Angka Kelulusan Beberapa Jenis


Tanah
N Angka kelulusan
Jenis Tanah
o (m/tahun)
1 Kerikil 30.000 - 3.000.000
2 Pasir 30 - 300.000
3 Lanau 0,03 - 300
4 Tanah liat bongkahan 0,003 - 30
5 Tanah liat kurang dari 0,03
Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan 1998

Tanah tidak ada yang seluruhnya homogeny,


sehingga perlu diketahui beberapa tempat. Untuk

103
memperoleh perkiraan infiltrasi handal, beberapa
tempat perlu diselidiki, perlu diketahui jenis tanah,
ketebalan vertical dan distribusi horisontal tiap jenis
tanah, adanya lensa-lensa tanah liat atau tanah
kedap lainnya, dan informasi tentang air tanah. Data
diperoleh dari pemboran dan pengambilan contoh
tanah, melakukan uji infiltrasi dan perkolasi lapangan
serta penyelidikan permukaan air tanah.

Keadaan air tanah


Sebagai tambahan informasi tanah, perlu diketahui
keadaan air tanah pada daerah calon tempat infiltrasi
atau perkolasi. Data yang diperlukan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Jarak antara permukaan tanah dan permukaan air
tanah
2. Kemiringan permukaan air tanah
3. Kecepatan dan arah aliran air tanah meliputi zona
masukan dan keluaran aliran permukaan (daerah
recharge dan discharge)
4. Fluktuasi permukaan air tanah musiman, dan
5. Air tanah bebas atau tak bebas (bertekan).

Pola aliran dan permukaan air tanah pada daerah


yang tanahnya homogeny, biasanya mengikuti pola
umum kemiringan permukaan tanahnya. Karena
umumnya tanah tidak homogeny, perlu diketahui
keadaan setempat, terutama pola topografi dan pola
limpasan air hujan, yang akan menuntun untuk

104
memperkirakan daerah recharge dan daerah
discharge. Daerah recharge merupakan daerah yang
potensial untuk mendirikan instalasi infiltrasi dan
perkolasi.

Jenis instalasi pembuangan limpasan air hujan


setempat
Instalasi yang yang umum dipakai untuk pembuangan
limpasan air hujan setempat diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tapak resapan
2. Parit resapan tanpa media
3. Parit resapan dengan media
4. Selokan resapan tanpa media
5. Selokan resapan dengan media
6. Kolam resapan
7. Sumur resapan tanpa media
8. Sumur resapan dengan media
9. Kombinasi diantaranya, dan lain sebagainya.

4.23.4. Volume Andil Banjir VS PUH Pada Daerah


Terbangun

Volume andil banjir pada daerah terbangun untuk


PUH = TO dengan persamaan sebagai berikut :
Vabo = 0,855COA10-3RO

Dimana :
Vabo = volume andil banjir setelah terbangun tanpa
dibuat BR dengan PUH TO ( m3/h )
CO = ( CTBO CO ) = perbedaan harga C sebelum dan
sesudah tempat dibangun, PUH = TO

105
A = luas seluruh tapak ( m2), baik yang yang
dibangun maupun yang tidak dibangun
RO = tinggi hujan PUH tertentu ( TO ) sebagai dasar
perhitungan BR ( mm/h )
Biasanya diambil TO = 2 5 tahun
Jika ada perubahan PUH, TO dari menjadi T, maka RO
menjadi harga CO menjadi COT dan CTBO menjadi CTBT,
CO menjadi CT , Vabo menjadi VabT , dengan
persamaan :
VabT = 0,855CTA10-3RT
= 0,855(CTBT CT )CTA10-3RT

Persamaan perubahan C adalah sebagai berikut :


CT = 1 ( 1 - CO )( IO/IT )1/2

Jika dalam persamaan I harga t = 240 menit ( sehari


durasi menurut Ir. V. Breen ), maka harga I O240 = 90%
RO/4, dan IT2 = 90% RO/4, sehingga persamaan
menjadi :
CT = 1 ( 1 - CO )( RO/RT )1/2
Jadi :
COT = 1 ( 1 - CO )( RO/RT )1/2
Dan CTBT = 1 ( 1 - CTBO )( RO/RT )1/2
CT = [1(1-CTBO)(RO/RT)1/2][1(1-CO)
(RO/RT)1/2
= ( CTBO - CO )( RO/RT )1/2
= CO( RO/RT )1/2

106
Jadi volume andil banjir setelah ada perubahan PUH
pada daerah terbangun tanpa bidang resapan adalah
sebagai berikut :

VabT = 0,855CTA10-3RT
= 0,855(CTBT CT )CTA10-3RT
= 0,855COA10-3(RO/RT)1/2=0,855COA10-3RO( RT/RO
)1/2
= Vabo( RT/RO )1/2

Jadi : VabT = Vabo( RT/RO )1/2

4.23.5. Debit Banjir Puncak VS PUH pada Daerah


Terbangun

Debit banjir puncak pada waktu PUH = T O, dimana


Amaks = 65 ha, dapat dipakai persamaan Rasional yang
dimodifikasi sebagai berikut :
QpoTB = ( 1/360 ) CSCOTBAIO
( 7.25 )
Dimana :
QpoTB = debit banjir puncak daerah terbangun pada
PUH desain BR ( m3/dt )
CS = koeff. Storasi = 2 tc/ ( 2 tc + td ) = tetap
COTB = koef. Limpasan sesudah terbangun
A = luas DPS ( ha )
Io = intensitas hujan pada PUH desain BR ( mm/j )
= ( 54 RO + 0,07 RO2) / ( too + 0,31RO )
RO = tinggi hujan dengan PUH desain BR ( menit )

107
=t OO +t do

t OO = waktu aliran melimpah diatas permukaan


bidang/tanah dengan PUH desain BR ( menit )
LO = panjang terjauh dari atas ke ujung awal
saluran ( m )
SO = kemiringan sepanjang LO (%), jadi jika SO =
0,005
tdo = waktu mengalur dalam saluran PUH (menit)
= Ld/( 60vdro )
Ld = panjang saluran (m)
Vdro = kecepatan rerata sepanjang Ld pada PUH
( m/dt )
= ( vdawal + Vdakhir )
Jika PUH berubah menjadi T, maka debit banjir
puncaknya dengan persamaan sebagai berikut :
QpTTB = ( 1/360 )CsCTTBAIT
Dimana :
QpTTB = debit banjir puncak pada PUH=T( m3/dt )
CTTB = koeffisien limpasan terbangun dan pada PUH
=T
= 1 ( 1 COTB ) ( IO/IT )1/2
ITt = intensitas hujan pada PUH T ( mm/j )
= ( 54 RT + 0,07 RT2 )/( tOT + 0,30 RT )
RT = tinggi hujan pada PUH T ( mm/h )
tOT = waktu melimpah lapangan pada PUH T (menit)
= t oo ( aO/aT )1/2
tdT = waktu mengalir pada PUH T =tDo( ao/aT )2/5
tOT = tOT + tdT ( menit )

108
aO = 54 RO + 0,07 RO2
aT = 54 RT + 0,07 RT2

4.24. Drainase Jalan Raya


4.24.1. Umum

Drainase jalan adalah salah satu yang juga penting


dipertanggung jawabkan oleh seorang sarjana teknik,
karena jalan merupakan tulang punggung
perekonomian. Lebih-lebih lagi untuk jalan utama,
jalan bebas hambatan, jalan perniagaan, dsb. Akibat
kedalaman permukaan limpasan air hujan pada
permukaan perkerasan jalan yang tinggi dan dengan
waktu detensi yang cukup lama, dapat menghambat
lalu lintas dan merusak sarana jalannya. Hambatan
lalu lintas berarti pula hambatan perekonomian
daerah itu. Sehingga, desain saluran jalan sangat
dibatasi hanya dengan daerah pengaliran kecil, hanya
dari permukaan jalan dan persil satu lajur yang
berada pada tepian jalan. Bila debit aliran sudah agak
besar, harus ssegera disalurkan menjauhi badan
jalan. Saluran tepi jalan hanya dikategorikan saluran
drainase tersier dengan DPS sekitar 5 ha. Jika ada
saluran besar di tepi jalan raya, sebaiknya saluran itu
diapit oleh dua lajur jalan raya. Atau diarahkan
menjadi saluran pedalaman, yaitu saluran diantara
rumah/gedung. Saluran besar di tepi jalan raya,
sangat merugikan penghuni rumah yang berada

109
disepanjang tepi jalan tersebut, yaitu harus membuat
berderet-deret jembatan untuk menuju ke jalan raya.

Aliran air dalam saluran tepian jalan tidak boleh


merembes ke badan jalan agar tidak mengganggu
stabilitasnya. Untuk itu, seyogyanya saluran tepian
jalan harus diperkedap, apalagi jika alirannya terus
menerus. Dianjurkan untuk saluran dengan aliran
terus menerus, jika mungkin tidak berada di tepian
jalan, kecuali hal-hal khusus.

4.24.2. Permukaan Jalan

Kedalaman air limpasan pada permukaan jalan


mempunyai pengaruh langsung terhadap keamanan
kendaraan. Biarpun kedalamannya tipis seperti film
dimana sering ada lumpurnya, akan sangat
mempengaruhi keamanan mengendarai kendaraan
setiap pengereman dimana sering tergelincir yang
sangat membahayakan baik diri sendiri maupun
lingkungan sekitarnya, apalagi bila kontur jalan naik
turun. Faktor geseran permukaan jalan pada keadaan
basah lebih kecil daripada waktu kering. Namun hal
ini tidak dapat dihindarkan selama hujan, untuk itu
perlu dijaga kedalaman pada permukaan jalan.

Permukaan jalan harus diusahakan seepat mungkin


kering dan mempunyai kekasaran merata yang
memadai.

110
Faktor yang mempengaruhi kedalaman air yang
diijinkan pada permukaan jalan meliputi:
i. Kecepatan lalu lintas
ii. Bentuk bunga ban
iii. Berat kendaraan
iv. Senyawa ban
v. Bahan permukaan jalan
vi. Kemiringan memanjang
vii. Endapan (oli atau lumpur)
viii. Kecepatan aliran air limpasan

Kedalaman air pada permukaan jalan, dj, kurang dari


1 mm jarang diperhatikan. Bila dj antara 1-2 mm,
sudah mulai berbahaya, kecepatan kendaraan harus
dikurangi. Bila dj melebihi 5 mm sudah harus lebih
hati-hati.

Di negara maju, pada keadaan jalan yang basah, bila


laju kendaraan 70 km/jam, akan dapat berhenti
dengan pengereman sejauh 60 m untuk permukaan
aspal kasar, dan 120 m untuk permukaan aspal halus
bila ban baru, dan bila ban halus mungkin berturut-
turut mencapai sejauh 80 dan 160 m (permukaan
jalan kering berjarak separuhnya permukaan basah).
Bila keadaan permukaan jalan terendam air, akan
lebih jauh lagi.

Tepian jalan di desain bagaikan talang tepi atap datar,


dengan maksimum yang tergenang air selebar a
meter. Permukaan jalan yang berada lebih besar a

111
meter dari tepiannya, harus mempunyai kedalaman
limpasan yang relatif tetap. Debit aliran dengan
satuan lebar 1 m dengan panjang, x, ke arah crown
(puncak permukaan jalan, untuk jalan lurus biasanya
ditengah) itu adalah:
Disini momentum arus aliran air arah memanjang
diabaikan dan debitnya pada setiap titik adalah debit
limpasan dari seluas daerah aliran titik itu. Juga,
karena biasanya hanya menerima dari DPS terbatas,
diasumsikan keadaannya selalu dalam keseimbangan
dan debit desain hanya tergantung pada intensitas
hujan maksimum dengan PUH yang dipilih.

4.24.3. Jalan Pedesaan

Di perdesaan, jalan raya biasanya tanpa trotoir.


Limpasan air hujan dari permukaan jalan langsung
mengalir ke tanah didekatnya. Kemungkinannya
dikumpulkan dalam saluran tanah disamping dan
sepanjang jalan itu. Saluran samping akan membawa
air keluar menjauhi jalan di lapangan bebas.

4.24.4. Aliran Masuk Kesamping

Analisa profil aliran sepanjang saluran dengan aliran


masuk sepanjang tepiannya perlu dibuat dengan
menggunakan prinsip-prinsip momentum (Henderson
1966). Ada kehilangan energi pada aliran masuk
bercampur dengan air yang ada dalam saluran

112
samping. Aliran yang datang dari sepanjang saluran
samping diasumsikan tidak mempunyai momentum,
jadi dapat ditulis:
M = Q2 / (gA) + Ay = tetap
Jika ada kemiringan dan geseran bidang, maka
dM / dx = A (S sf)
persamaan ini perlu diselesaikan secara numerik,
dimulai dari titik yang diketahui. Masalah ini ada jika
saluranya terjal dan alirannya superkritis pada
beberapa titik (tempat). Dalam hal ini, bagian aliran
kritis harus diperhitungkan.

4.24.5. Konfigurasi Masukan

Air hujan mengalir keluar dari permukaan jalan akan


mengalir ke tepiannya membentuk aliran
berpenampang segitiga dengan dinding tegak kerb
trotoir sebagai sisi luar dan kemiringan melintang
permukaan jalan sebagai sisi dalam. Air dipintaskan
pada jarak tertentu oleh inlet yang menuju kedalam
saluran bawah tanah atau saluran samping. Jarak dan
ukuran inlet tergantung pada debit limpasan
rancangan. Desain rinci inlet berbeda-beda,
tergantung pada standar acuan yang dibakukan
disetiap kota. Beberapa pertimbangan praktis perlu
memilih jenis inlet.

Inlet lubang vertikal pada dinding peninggi trotoir


(kerb) disebut Kerb inlet, dimana sangat

113
menguntungkan bagi lalu lintas, namun kurang
efisien jika ditinjau secara hidrolis, sehingga perlu
dibuat bentuk-bentuk khusus dalam mengalihkan
alirannya kesamping.
Inlet lubang (gutter) seperti bak kontrol yang diberi
kisi-kisi disebut Gutter inlet.
Jarak antara inlet masukan dapat dihitung dengan
persamaan:
J = 280 s1/2 / w

Dimana:
J = jarak antara setiap masukan (m), dengan
syarat J maks = 50 m
w = lebar jalan (m)
s = kemiringan terbesar menuju ke masukan (%)
280 = angka konstanta untuk perhitungan awal,
yang perlu dikoreksi dengan faktor kedalaman air
yang diijinkan pada jalan tersebut dan besarnya tinggi
intensitas hujan setempat

Kedalaman air yang diijinkan, tergantung klas jalan


yang disebutkan dalam peraturan pemerintah
setempat. Persamaannya sebagai berikut:
d = 0,0474 (J.I5)1/2 / s0,2
dimana:
d = kedalaman air di permukaan tepi jalan (mm)
J = jarak antara setiap masukan (m)

114
I5 = intensitas hujan dengan PUH 5 tahun
(mm/jam)
s = kemiringan permukaan jalan yang terbesar
(m/m)

115

Anda mungkin juga menyukai