Anda di halaman 1dari 9

Urgensi A.

Pendahuluan

Pembentukan Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai


lembaga jasa keuangan dalam perkembangannya telah
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam

Otoritas Jasa penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi


nasional. Oleh karena itu, perhatian serius terhadap

Keuangan
perkembangan kegiatan industri jasa keuangan diantaranya
dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan
dan pengawasan industri jasa keuangan yang terpadu dan
komprehensif harus terus diupayakan.
Andri N.R Mardiah Hal ini sejalan dengan kesepakatan yang dihasilkan dalam
Konferensi Tingkat Tinggi G20 (London, 2-4 April 2009),
pasca gagalnya Amerika Serikat dalam membendung runtuhnya
sistem keuangan dalam negeri yang selanjutnya berimbas pada
ketidakstabilan sistem keuangan internasional. Hasil KTT G20
ini mengisyaratkan pentingnya menciptakan regulasi industri
keuangan yang lebih ketat, termasuk pula didalamnya sistem
pengawasan yang menjamin kehati-hatian (prudensial).

Secara historis, ini mengingatkan kembali akan pentingnya


pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai
tindak lanjut penanganan krisis keuangan Asia pada tahun 1997
1998. Tindak lanjut inilah yang disepakati dalam amandemen
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang
kemudian menjadi Undang-undang No. 3 tahun 2004. Namun,
hingga di penghujung tahun 2010, dimana pembentukan
Otoritas Jasa Keuangan semakin mendekati tenggat waktunya,

74 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
proses pembahasan RUU OJK justru terkendala banyak memegang otoritas pengawasan bank, BI dikhawatirkan akan
hal, diantaranya tarik ulur kepentingan politis dan resistensi memiliki kewenangan yang sedemikian besar yang berpotensi
dari pihak Bank Indonesia (BI) yang merasa dipangkas pada sulit terdeteksinya penyalahgunaan kewenangan. Selain
kewenangannya. Bahkan menurut Faisal H Basri (2010), tugas itu, benturan kepentingan juga menyebabkan berkurangnya
pembentukan OJK yang meleset dari target di tahun akhir 2003 efektifitas fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan yang
diduga terhambat karena adanya politik uang. seharusnya lebih menekankan pada pendekatan prudensial.

Resistensi dari BI dan sulitnya menemukan titik kompromi Penggunaan instrumen-instrumen moneter berupa bantuan
berlangsung hingga hampir satu dasawarsa. Sebelum likuiditas untuk menyehatkan kondisi keuangan dari bank-
diamandemen, Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (kini menjadi bank yang diawasi cenderung lebih dipilih oleh bank sentral
OJK) harus sudah dibentuk selambat-lambatnya akhir Desember daripada menggunakan pengaturan dan pengawasan yang
2002. Namun selanjutnya, ditetapkan pembentukan OJK paling mengedepankan peraturan dan kehati-hatian (prudential
lambat tahun 2010 (Pasal 34 ayat 2). Resistensi diantaranya regulation). Hal ini dilakukan karena bank sentral ingin menutupi
terkait dengan menentukan siapa yang berwenang mengawasi potensi kegagalannya dalam melakukan fungsi pengawasannya
industri perbankan. Sebagai bentuk kompromi, disepakati pula terhadap bank yang bersangkutan yang kemudian mendorong
bahwa OJK selain mengawasi perbankan harus juga bertugas digunakannya instrumen moneter (lender of last resort) yang pada
mengawasi lembaga keuangan lainnya. Resistensi dan lambatnya dasarnya tidak menyelesaikan inti kelemahan bank sebagai akibat
pembentukan OJK ini ditengarai berbuah pada terjadinya skandal pelanggaran terhadap prudential regulation.
Bank Century. Revrisond Baswir yang juga sependapat dengan
hal ini, memandang bahwa kasus Bank Century membuktikan Adanya benturan kepentingan antara bank sentral sebagai
pentingnya keberadaan lembaga pengawas yang independen. otoritas moneter dan bank sentral sebagai pengawas perbankan
tersebutlah yang perlu dihindari dengan cara memisahkan
fungsi pengawasan bank dari bank sentral yang fungsi utamanya
adalah otoritas moneter. Bagaimana mungkin BI yang gagal
B. Urgensi Pembentukan Otoritas Jasa mengawasi bank, lalu dia sendiri yang mencoba menutupi
Keuangan kesalahannya dengan menyelamatkan bank itu (Baswir, dikutip
dari Urgensi OJK Terkikis Krisis, 2010). Lebih lanjut dikritisi
Urgensi dari pembentukan Otoritas Jasa Keuangan pada oleh Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
dasarnya merespon perkembangan dan kompleksitas industri Agus Eko Nugroho (2010), bahwa konflik kepentingan
keuangan dewasa ini. Selain itu, merujuk pula pada pelajaran telah merambah pada praktek-praktek pemihakan kebijakan
dimasa lalu terkait dengan krisis global, benturan kepentingan, seperti halnya kebijakan menurunkan syarat rasio kecukupan
penyalahgunaan wewenang dan lemahnya koordinasi dalam modal (CAR) secara mendadak dari 8 % menjadi 0% ketika
pengawasan. Berikut adalah beberapa hal yang mendasari mengetahui Bank Century sedang mengalami kesulitan.
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dirasa perlu untuk
1. Sistem keuangan yang kompleks, dinamis dan terkait antar menata kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga
masing-masing subsektor yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan industri jasa keuangan yang mencakup bidang perbankan, pasar
pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan modal dan industri jasa keuangan non bank. Penataan dimaksud
inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih
kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing efektif didalam menangani permasalahan yang timbul dalam
subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya
kelembagaan. Disamping itu, adanya lembaga keuangan stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap
yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut hendaknya
subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah dilakukan secara independen dan terintegrasi.
kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-
lembaga keuangan didalam sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan yang tidak terintegrasi dapat
mengakibatkan tidak terdeteksinya risiko finansial dari
2. Benturan kepentingan akibat dua fungsi yang berbeda
kegiatan yang berada diwilayah abu-abu (grey area) dalam
dalam satu lembaga
grup konglomerasi oleh otoritas pengawas sehingga dapat
Benturan kepentingan yang muncul dari adanya
membahayakan tingkat sistem keuangan. Selain itu, perlu
penggabungan 2 (dua) fungsi yang berbeda didalam satu
selalu dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan bidang
lembaga merupakan suatu kenyataan dan pengalaman yang
jasa keuangan sehingga tercipta suatu kerangka aturan yang
terjadi di beberapa negara selama ini, misalnya pengaturan
memiliki keseragaman didalam standar pengaturan terhadap
dan pengawasan perbankan dilaksanakan oleh bank sentral
produk dan aktivitas jasa keuangan kedalam satu lembaga
yang sekaligus berperan sebagai otoritas moneter. Dengan
pengatur dan pengawas yang terintegrasi guna mencegah
independensi dan otoritas moneter, serta pada saat yang sama
praktek-praktek arbitrase peraturan.

75 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
dalam pembentukan OJK adalah bahwasanya kewenangan
Independensi
pengawasan perbankan tidak sewajarnya dipisahkan dari
Lembaga yang memiliki otoritas melaksanakan fungsi pengaturan
dan pengawasan sektor jasa keuangan harus memiliki independensi kewenangan regulasi industri perbankan (Sitompul, 2004).
didalam melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan lembaga atau Agar peran lembaga pengawas menjadi efektif, maka fungsi-
otoritas tersebut mengawasi kegiatan jasa keuangan dan transaksi fungsi pengaturan, pengawasan, perizinan dan sanksi idealnya
keuangan oleh entitas bisnis yang dapat berpotensi terjadinya benturan bersinergi dalam satu lembaga. Pemisahan satu dari ketiga
kepentingan serta berpotensi mempengaruhi kepentingan pihak-pihak fungsi ini akan melemahkan fungsi pengawasan.
tertentu, termasuk pihak pemerintah. Untuk itu, dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, lembaga pengatur dan pengawas sektor
Darmin Nasution sebagai konseptor OJK (semasa bertugas di
jasa keuangan harus independen atau bebas dari intervensi pihak-
pihak berkepentingan, tentunya dalam koridor hukum yang Dirjen Lembaga Keuangan - Kemenkeu), justru mengambil
juga menjamin bahwa independensi tersebut dapat dimintakan sikap berbeda setelah menjabat sebagai Gubernur Indonesia.
pertanggung-jawabannya. Sikap BI dalam masa kepimpinannya adalah menyetujui
keberadaan Dewan Pengawasan Bank dikeluarkan dari
Terintegrasi pengaruh Dewan Gubernur BI. Tetapi, tetap Dewan
Semakin pesatnya pertumbuhan dan kompleksitas kegiatan jasa
keuangan sebagai akibat kemajuan luar biasa dibidang teknologi Pengawasan Bank diharapkan berada dibawah Gubernur BI
informasi dan inovasi produk finansial, serta kecenderungan yang tidak dan bukannya digabungkan dengan OJK. Pendapat senada juga
bisa dihentikan dari entitas bisnis berbentuk konglomerasi dan adanya disampaikan oleh Drajad H. Wibowo (2010), anggota Komisi
praktek-praktek arbitrase peraturan (regulatory arbitrage) adalah Perbankan DPR RI, yang menyatakan telah terjadi pergeseran
merupakan alasan pokok perlu dilakukannya suatu pengaturan dan paradigma konsep pengawasan bank pasca krisis 2007-2008
pengawasan yang terintegrasi terhadap industri jasa keuangan.
lalu. Misalnya, Amerika Serikat dan Inggris justru berfikir
untuk mengembalikan fungsi pengawasan perbankan kedalam
Sebagai ilustrasi, kekisruhan Bank Century diantaranya
Bank Sentral. Namun demikian, Sri Adiningsih, Kepala Pusat
diakibatkan oleh terputusnya koordinasi pengawasan produk
Studi Asia Pasifik UGM menyanggah bahwa sesungguhnya
non-bank yang dipasarkan melalui jejaring pemasaran bank. Hal
pergeseran paradigma yang dimaksud bukanlah terkait dengan
ini terkait dengan produk reksadana Antaboga (PT. Antaboga
fungsi perbankan namun menyangkut pengaturan praktik
Delta Securities) yang diterbitkan oleh pemilik Bank Century
bisnis para pelaku industri yang diwujudkan dalam wacana
(Robert Tantular), yang telah dinyatakan ilegal oleh Bappepam-
pemberlakuan kembali Glass Steagall Act di AS.
LK, namun tetap dipasarkan oleh Bank Century dan lepas dari
pengawasan BI. Jika OJK sebagai lembaga regulasi dan pengawas Peran OJK, mekanisme koordinasi dan pengambilan keputusan
industri keuangan satu atap telah terbentuk, aspek putusnya kolektif diantara lembaga terkait seperti Kemenkeu, BI, dan
informasi, sebagai salah satu dimensi penyebab kasus Bank LPS harus secara runut dan seksama di rumuskan. Paul Volker,
Century, dapat diantisipasi lebih dini (Basuki, 2010). mantan chairman Federal Reserve Bank berpendapat bahwa Bank
Sentral tetap membutuhkan akses atas informasi pengawasan
bank agar mampu menjalankan tugasnya di bidang moneter dan
lender of last resort. Diingatkan agar peran OJK jangan sampai
C. Pro dan Kontra Pembentukan Otoritas Jasa mengalami kegagalan seperti di Inggris yang dinilai gagal
Keuangan menjalankan tugas menjaga stabilitas sistem keuangan, atau di
Amerika Serikat yang tidak mampu mengidentifikasi potensi
Hingga saat ini, sistem perbankan Indonesia lebih merujuk macetnya Subprime Mortgage (Anwar, 2009).
pada commercial banking system, dimana selain menjadi agen
penjual, bank dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan Dari sisi pengguna jasa pengawasan, Sigit Pramono, Ketua
non-bank (seperti: asuransi/sekuritas). Hal ini menjadi landasan Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, tidak
banyak pihak untuk mempertanyakan urgensi pembentukan menolak keberadaan OJK, namun fee OJK yang dibebankan
OJK, yang berpendapat bahwa masalah pokok yang dihadapi kepada pelaku usaha industri perbankan perlu didiskusikan lebih
industri keuangan bukanlah kompleksitas produk jasa keuangan. lanjut agar tidak terlalu membebankan perbankan, mengingat
Namun, argumen ini menjadi lemah dengan fakta beredarnya selama ini industri perbankan telah dibebankan premi LPS.
berbagai produk hybrid perbankan sehingga sulit menentukan Lebih jauh lagi ia mempertanyakan esensi independensi dengan
apakah suatu produk keuangan tertentu dihasilkan oleh industri diberlakukannya fee dari para pelaku industri jasa keuangan. Hal
perbankan (sehingga harus diregulasi dan diawasi oleh Bank senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asuransi Jiwa
Indonesia), atau dihasilkan oleh perusahaan sekuritas/asuransi Indonesia, Stephen B. Juwono.
(sehingga harus tunduk pada regulasi Bapepam-LK).
Sementara itu, Kornelius Simanjuntak (2010), Ketua Dewan
Menggabungkan fungsi regulasi dan pengawasan perbankan Asuransi Indonesia, menyatakan adanya sejumlah biaya yang
bersama dengan jenis jasa keuangan lainnya seperti sekuritas dipikul oleh orang yang mendapat pengawasan adalah hal
(pasar modal), asuransi, pensiun, reksa dana, perusahaan yang wajar, dan biaya tersebut dapat dimasukan kedalam
pembiayaan, menjadi hal yang krusial dalam penyusunan komponen biaya produk sebab hasil dari jasa pengawasan ini
konsepsi OJK. Hal lain yang harus menjadi perhatian juga akan dinikmati oleh tidak hanya pelaku industri keuangan

76 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
namun juga masyarakat pada umumnya. Namun, besaran lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk
fee hendaknya disepakati sehingga adil untuk semua pelaku. jasa keuangan berada dalam satu jurisdiksi pengaturan dan
Namun, sejalan dengan akan diberlakukannya fee, OJK sebagai pengawasan tersendiri pula. Model ini diterapkan oleh
lembaga berwenang juga dituntut untuk merencanakan sumber negara-negara seperti Australia dan Kanada.
daya lembaga, terutama jika dikaitkan dengan rentang operasi
3. Unif ied Supervisory Model, yaitu pengaturan dan
yang meliputi seluruh jenis industri keuangan di seluruh
pengawasan sektor jasa keuangan oleh otoritas yang
Indonesia. Jumlah pengawas sekarang saja (di Bapepam-LK),
terintegrasi dibawah satu lembaga atau badan yang
tidak sebanding dengan jumlah semua perusahaan asuransi
memiliki otoritas yang terintegrasi dibawah satu
di Indonesia (Simanjuntak, dikutip dari Mencari Peran OJK
lembaga atau badan yang memiliki otoritas pengaturan
dalam industri Asuransi, 2010).
dan pegawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan
Fuad Rahmany (2010), Kepala Bapepam-LK, menegaskan mencakup perbankan, pasar modal, asuransi dan lembaga
bahwa sistem fee akan tetap diberlakukan, namun para pelaku keuangan lainnya. Model ini mulai cenderung diterapkan
industry jasa keuangan tidak perlu khawatir oleh karena kisaran di beberapa negara sejak tahun 1997. Yang pertama kali
fee yang akan ditetapkan tidak akan memberatkan dan masih ada melakukkan model ini adalah Norwegia ditahun 1986.
kemungkinan operasional OJK dikombinasikan dengan dana Sampai saat ini sudah lebih dari 30 negara menerapkan
APBN (Pasal 35 RUU OJK). Terkait dengan independensi, Fuad model ini. Model ini diterapkan oleh negara-negara
menegaskan bahwa OJK akan tetap dijaga independensinya dan yag sektor keuangannya cukup besar dan maju seperti
tidak akan diatur oleh para pelaku jasa keuangan . antaralain Inggris, Jepang, Korea Selatan dan Jerman.
Adapun perbandingan penerapan ketiga model pengawasan
Terkait dengan biaya pendirian OJK, Rimawan Paradiptyo,
diatas menurut negara diringkas dalam tabel berikut.
Akademisi dari Universitas Gadjah Mada, mengkritisi
bahwasanya pembentukan OJK diperkirakan akan mahal.
Biaya mahal tersebut terkait dengan penambahan pengawas
Tabel 1. Perbandingan Model Pengawasan Industri Jasa Keuangan
perbankan (Rp. 23 Trilliun), pendirian OJK di daerah
(Rp. 29 Trilliun) hingga penyatuan infrastruktur teknologi
informasi (Rp. 2 Trilliun). Namun, menanggapi hal tersebut
Fuad (dikutip dari Ongkos Pendirian OJK Tidak Mahal,
2010) menyatakan hal tersebut sangat berlebihan, oleh
karena berdasarkan perhitungan, biaya pembentukan OJK
tidak lebih dari Rp. 2 Trilliun. Hal itupun sudah termasuk
biaya pembangunan gedung OJK (Rp. 600-700 Milyar) dan
pembenahan infrastruktur IT (Rp. 1 Trilliun).

D. Perbandingan Model Pengaturan dan


Pengawasan Industri Jasa Keuangan di Keterangan:
Berbagai Negara OCC = Office of the Comptroller of the Currency, FDIC = Federal
Deposit Insurance Corporation, OTS = Office of Thrift Supervision, SEC
Model Pengawasan industri jasa keuangan diberbagai negara = Securities Exchange Commission, CFTC = Commodity Futures Trading
didunia sangat beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 Commission, FSA = Financial Services Authority, BAFIN = Bundesanstalt
kelompok besar (Bappepam-LK, 2010): fr Finanzdienstleistungsaufsicht, JFSA = Japan Financial Services Authority,
BOJ = Bank of Japan, FSC = Financial Supervisory Commission, FSS =
1. Multi Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan Financial Supervisory Service, APRA = Australian Prudential Regulation
sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh lebih dari dua Authority, ASIC= Australian Securities and Investments Commission,
OSFI = Office of the Superintendent of Financial Institutions, CDIC =
otoritas. Masing-masing industri jasa keuangan lainnya Canada Deposit Insurance Corporation, CBRC = China Banking Regulatory
diatur dan diawasi oleh masing-masing regulator yang Commission, CIRC = China Insurance Regulatory Commission, CSRC =
berbeda. Model ini diterapkan oleh beberapa negara seperti China Securities Regulatory Commission
Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.
2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua E. Konsepsi Pembentukan Otoritas Jasa
otoritas utama yang pembagiannya didasarkan pada aspek Keuangan (OJK)
prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini
lembaga keuangan prudensial seperti bank dan perusahaan Berdasarkan naskah akademik pembentukan OJK yang disusun
asuransi berada dalam satu jurisdiksi pengaturan dan oleh panitia lintas kementrian dan lembaga (Bappepam - LK,
pengawasan tersendiri, sedangkan perusahaan efek dan 2010), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar

77 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kewenangan
dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta oleh karena pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu
dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan pihak, selain itu untuk mendorong terjadinya pembagian kerja
dan stabil. Selanjutnya, OJK dibentuk dengan prinsip-prinsip sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-
tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, masing fungsi pengaturan dan pengawasan. Selanjutnya,
pertanggungjawaban, transparansi dan kewajaran (fairness). spesialisasi dari masing-masing pemeriksa juga dimaksudkan
agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan atas
Pada hakikatnya, pasal 34 Undang-undang Nomor 3
keputusan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif oleh karena
Tahun 2004 tentang Bank Indonesia telah mengamanatkan
dengan mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan
pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
maka dapat dipilih metode pengawasan yang tepat dengan
yang otoritasnya melakukan pengaturan dan pengawasan
karakteristik jenis jasa keuangan. Hal baru selain pengalihan
terhadap Industri Perbankan, Pasar Modal (sekuritas), dan
kewenangan perizinan perbankan dari BI adalah kewenangan
Industri Keuangan Non Bank (asuransi, dana pensiun, modal
penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 41 RUU OJK. Kedua hal
ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan
tersebut (perizinan dan penyidikan) melengkapi fungsi regulasi
lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat).
(oleh Dewan Komisioner) dan pengawasan.
Didalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004, lembaga
pengawasan itu disebut Otoritas Jasa Keuangan dengan format Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dalam OJK
lembaga independen. Independensi ini menjadi bagian yang selain melaksanakan fungsi pengaturan, juga berperan untuk
penting dalam pembentukan OJK agar OJK dapat secara memastikan masing-masing Pengawas melaksanakan tugasnya
efektif menjalankan fungsinya dan terlindung dari berbagai sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dewan
kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan Komisioner ini terdiri atas tujuh orang, dan dua orang
tersebut diatas. Independensi ini di terjemahkan dalam naskah diantaranya adalah kelompok independen. Lima anggota
akademik dalam dua aspek, pertama, secara kelembagaan OJK Dewan Komisioner lainnya berasal dari (ex-officio) BI dan
tidak berada dibawah otoritas lain didalam sistem Pemerintahan Kemenkeu, dimana tiga dari lima anggota tersebut merupakan
RI, dan kedua, secara orang per orang, yang diserahi tanggung Kepala Eksekutif pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif
jawab memimpin OJK harus memiliki kepastian atas Pengawas Pasar Modal, dan Kepala Eksekutif Pengawas
jabatannya, artinya dijaga untuk tidak digulingkan secara politis, Industri Keuangan Non-Bank yang juga merangkap sebagai
sejauh yang bersangkutan telah melaksanakan tugas dengan anggota Dewan Komisioner. Ketua dan anggota independen
benar dan tidak terlibat dalam kriminalitas. Dewan Komisioner diusulkan Menteri Keuangan dan
ditetapkan Presiden, sedangkan Kepala Eksekutif Pengawas
Berdasarkan berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan dalam
ditetapkan berdasarkan usulan Dewan Komisioner melalui
bagian pendahuluan dan studi komparasi, serta pengalaman
Menteri Keuangan.
krisis perbankan yang pernah terjadi di Indonesia serta struktur
dan sistem keuangan yang saat ini berlaku, maka Tim Panitia Ide pemisahan fungsi pengawasan bank (dari Bank Sentral)
Lintas Kementrian dan Lembaga untuk Pembentukan RUU dicetuskan oleh Helmut Schlesinger, mantan Gubernur
OJK bersepakat bahwa model pengaturan dan pengawasan Bundesbank yang pada saat penyusunan UU No.23 Tahun
sektor jasa keuangan yang sesuai dengan Indonesia adalah 1999, bertindak sebagai konsultan. Khusus untuk pengawasan
Unified Supervisory Model, yaitu suatu sistem pengaturan dan Perbankan, konsepsi model OJK di Indonesia memiliki
pengawasan yang terintegrasi didalam suatu lembaga tunggal kemiripan dengan model pengawasan perbankan yang diterapkan
yang disebut Otoritas Jasa Keuangan. di Jerman dimana Bundesbank (Bank Sentral Jerman) masih
dapat melakukan pengawasan terhadap perbankan bersama
Bila dibandingkan dengan konsep dinegara lain, maka konsepsi
dengan Bundersanstalt fur Finanzdienstleistungsaufsicht (BAFIN),
OJK mendekati struktur pengorganisasian, pengaturan dan
demikian pula di Jepang dimana Bank of Japan juga masih dapat
pengawasan sektor jasa keuangan di Korea Selatan yang
melakukan pengawasan terhadap perbankan Bersama dengan
memisahkan fungsi pengaturan (regulator) yang dilakukan oleh
Japan Finacial Services Agency ( JFSA).
Financial Services Comission dari fungsi pengawasan (supervisor)
yang dilakukan oleh Financial Supervisory Service. Namun, Dengan demikian, dalam kondisi permasalahan perbankan yang
OJK di Indonesia nantinya memisahkan fungsi pengaturan menyebabkan kegentingan dan terkait erat dengan kebijakan
dan fungsi pengawasan didalam satu organisasi OJK. Prinsip moneter, maka Bank Indonesia sebagai otoritas moneter masih
check and balances dilakukan dengan melakukan pemisahan yang dapat bersama-sama dengan OJK melakukan pemeriksaan
jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Fungsi lapangan disuatu bank (on site inspection). Selain itu, Bank
Pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sedangkan fungsi Indonesia juga mendapatkan semua akses tentang data
pengawasan dilakukan oleh masing-masing Pengawas Perbankan, perbankan di Indonesia, meskipun begitu, tetap kesimpulan
Pengawas Pasar Modal, Pengawas Industri Keuangan Non Bank. mengenai kondisi kesehatan suatu bank kini berada di tangan
OJK dan bukan lagi ditangan BI agar tidak bercampur
Ketegasan pemisahan antara tanggungjawab Dewan
dengan kewenangan moneter. Dalam kondisi seluruh
Komisioner sebagai regulator dengan tanggung jawab Kepala
pemangku kepentingan industri dapat menata perilakunya
Eksekutif masing-masing pengawas (supervisor) dimaksudkan

78 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
sendiri, maka OJK dapat menjadi fasilitator terhadap pasar, G. Penutup
dan fungsi pengaturan dan pengawasan tetap merupakan
Pembentukan OJK haruslah diletakkan secara proporsional dan
tugas dan wewenang OJK yang diarahkan untuk menjaga
dilihat dari sisi urgensinya. Terlebih amanat pembentukan OJK
keberlangsungan sektor keuangan yang sehat dan stabil.
telah tercantum secara normatif dalam Pasal 34 ayat 1 dan 2
UU No. 3 Tahun 2004. Kegagalan dalam memenuhi amanat
F. Perkembangan Terkini: Pembahasan RUU undang-undang adalah kegagalan presiden sebagai wakil
Otoritas Jasa Keuangan pemerintah untuk mematuhi undang-undang. OJK jangan
dianggap sebagai upaya untuk menambah atau memangkas
Secara hukum, konsepsi OJK dirumuskan dalam RUU Otoritas kewenangan sebuah lembaga, apalagi upaya untuk mengebiri
Jasa Keuangan yang pada saat makalah ini ditulis masih dalam otoritas sebuah Bank Sentral. Pembentukan OJK hendaknya
tahap pembahasan di DPR. Pada intinya RUU OJK memuat diletakan dalam kerangka pencegahan yang sistematis untuk
ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari mengamankan dana pembiayaan pembangunan nasional yang
lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhimpun dari masyarakat dan dikelola oleh seluruh pelaku
dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan. Sementara, dibidang Industri Jasa Keuangan.
mekanisme kerjasama adan koordinasi antara Bank Indonesia,
Lebih jauh lagi, pembentukan OJK dapat pula dimaknai
Kementrian Keuangan, LPS dan OJK dalam rangka pencegahan
sebagai salah satu bentuk kehati-hatian, terutama penggunaan
dan penanganan krisis disektor keuangan diatur dalam undang-
lender of last resort dalam konteks yang proporsional dan dapat
undang yang mengatur tentang jaring pengaman sistem keuangan.
dipertanggung jawabkan, serta lepas dari benturan kepentingan.
RUU ini pada prinsipnya untuk bersinergi UU sektoral yang Dengan kata lain, pengalihan kewenangan pengawan
rinci, seperti Undang-undang tentang Perbankan, Undang- perbankan dari BI ke OJK merupakan salah satu upaya untuk
undang tentang Pasar Modal, Undang-undang tentang Usaha kembali menegakkan kehormatan dan reputasi BI sebagai Bank
Perasuransian, Undang-undang tentang Dana Pensiun, dan Sentral yang hanya fokus pada urusan moneter dan sistem
peraturan perundangan terkait lainnya. Adapun ringkasan dari pembayaran, sehingga terhindar dari berbagai skandal-skandal
substansi RUU Otoritas Jasa Keuangan dapat dilihat dalam perbankan yang sering terjadi (Basri, 2010 dan Toarik, 2010).
empat bagan berikut:

Sumber: Paparan RUU OJK, Ditjen Bapepam LK Kemenkeu, 2010

79 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
Yang perlu menjadi perhatian kedepannya adalah bagaimana
membuat OJK menjadi sebuah lembaga yang akuntabel
Daftar Pustaka
melalui mekanisme check and balance internal antara Dewan
Komisioner dan Pengawas (Perbankan, Pasar Modal, dan Anwar, M. 2009. Peran Otoritas Jasa Keuangan Negara G20,
Industri Keuangan Non-Bank). Namun, hal yang tak kalah Rakyat Merdeka, 7 April.
penting adalah juga dengan membuat ide integrasi yang Bagus, I. 2010. OJK Bisa Minimalisir Terulangnya
menjadi urgensi OJK sejalan dengan prinsip tranparansi yang Kasus Bank Century, http://detikfinance.com/
dapat dipertanggungjawabkan, tanpa mengabaikan karakter read/2010/01/100347/1286836/5/ojk-bisa-minimalisir-
independensi (Pasal 2 RUU OJK) dan kerahasiaan informasi terulangnya-kasus-bank-century, 27 Januari.
(Pasal 27 dan Pasal 42 RUU OJK). l Bappepam-LK. 2010. Naskah Akademik Pembentukan Otoritas
Jasa Keuangan.
Bappepam-LK. 2010. Ringkasan RUU OJK.
Basuki, O. 2010. OJK Ditengah Perebutan Kewenangan, http://
Andri N.R Mardiah adalah Staf Perencana Direktorat bisniskeungan.kompas.com/read/2010/08/26/183980/
Kawasan Khusus dan Tertinggal,Bappenas OJK.di.Tengah.Perebutan.Kewenangan..., 19 November.
Investopedia. 2010. Glass - Steagall Act, http://www.
investopedia.com/terms/g/glass_steagall_act.asp, 24
November.
Koran Jakarta. 2010. Urgensi OJK Terkikis Krisis, 13 Februari.
Purnomo, H. 2010. Mencari Peran OJK dalam Industri Asuransi,
http://www.detikfinance.com/read/2010/07/09/0846
36/1395953/459/mencari-peran-ojk-dalam-industri-
asuransi,19 Juli.
Sitompul, Z. 2004. Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Pilars, 12 - 18 Januari.
Tim Kerja Sama Penelitian FEB UGM dan FEUI. 2010.
Alternatif Kajian Struktur OJK yang Optimum: Naskah
Akademik (Draft III).
Toarik, M. 2010. Ongkos Pendirian OJK Tidak Mahal,
Investor,Oktober.
UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

80 E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
Danau Sentani, Jayapura - Papua

Keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia


yang mandiri, maju, adil, dan makmur perlu didukung oleh
(1) komitmen dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis;
(2) konsistensi kebijakan pemerintah;
(3) keberpihakan kepada rakyat; dan
(4) peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif

RPJPN 2005 - 2025

Anda mungkin juga menyukai