Tinjauan Pustaka Portofolio Bedah
Tinjauan Pustaka Portofolio Bedah
PENDAHULUAN
Vertebra lumbalis merupakan tulang terbesar dan terkuat dari semua tulang
yang berada pada tulang belakang. Vertebra ini dimulai dari lengkung lumbal
(yaitu, persimpangan torakolumbalis) dan meluas ke sacrum. Otot-otot yang
melekat pada vertebra lumbalis menstabilkan tulang belakang. Fraktur vertebra
lumbalis disebabkan oleh trauma berat atau keadaan patologis yang melemahkan
tulang. Osteoporosis adalah penyebab terbanyak terjadinya fraktur kompresi
lumbal, terutama pada wanita pascamenopause. Fraktur vertebra yang diakibatkan
oleh osteoporosis dapat terjadi tanpa trauma yang jelas. 2 Fraktur di daerah
kolumna vertebralis sebagai akibat osteoporosis bisa terjadi dalam bentuk
crush (pada wanita pasca menopause) atau bentuk multiple, seperti baji
(wanita/ pria akibat osteoporosis senilis). Gejala dan tanda sering tidak khas.
Kadang- kadang penderita merasa nyeri dengan derajat ringan sampai sedang.
Nyeri akan bertambah bila bergerak atau batuk dan berkurang pada waktu
istirahat. Khas adalah timbulnya bongkok akibat fraktur daerah pungggung
(Dowagers hump), yang juga berakibat tinggi penderita berkurang. Nyeri yang
timbul bisa disertai nyeri akibat penekanan saraf sesuai dengan dermatom,
karena penekanan saraf daerah tersebut. Nyeri biasanya akan membaik dalam
waktu 2-4 minggu, sedangkan fraktur akan sembuh dalam waktu 3 - 4 bulan. 3
Namun, pemeriksaan diagnostik menyeluruh selalu dibutuhkan untuk
menyingkirkan keganasan tulang belakang.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Fraktur kompresi (wedge fractures) merupakan kompresi pada bagian
depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur
kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra.
Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan
posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya
metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra
tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi.
Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada
ukuran vertebra sebenarnya. Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis
dapat menyebabkan defisit neorologis berupa kelumpuhan.4
2
Gambar 2.2. Kolumna Vertebra
Vertebra manusia terbentuk oleh dua jenis tulang yaitu tipe kortikal
dan kalselus. Tulang kortikal menutupi bagian luar vertebra dan mencakup sekitar
80% masa tulang. Tulang kalselus berada pada bagian dalam dan mengisi 20%
masa tulang vertebra. Tulang kalselus memberikan bentuk arsitektur dan
komponen struktural dari vertebra. Proses remodeling tulang merupakan proses
normal dari aktifitas osteoklas (menghancurkan) dan osteoblas (pembentukan),
1020% tulang orang dewasa normal mengalami remodeling setiap tahun.
Pada osteoporosis, kehilangan masa tulang disebabkan oleh karena
meningkatnya aktifitas osteoklas dan menurunnya aktifitas osteoblas. Kehilangan
masa tulang merununkan keseluruhan integritas dari vertebra dengan
pengurangan densitas dari pusat tulang kalselus.
Begitu juga pada orang tua, pengurangan masa tulang disebabkan oleh
penipisan cakram vertebra oleh karena proses degenerasi. Penguranagan massa
tulang ini akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam menahan beban antar
vertebra end plates. Kombinasi dari pengurangan massa tulang dan kelemahan
tulang vertebra akibat proses penuaan akan mengakibatkan kelainan bentuk dari
vertebra.5
2.2.2. Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis merupakan bagian dari kolumna vertebralis yang terdiri
dari lima ruas tulang dengan ukuran ruasnya lebih besar dibandingkan dengan
ruas tulang leher (vertebra cervical) maupun tulang punggung (vertebra thorakal).
3
Vertebra lumbalis dapat dibedakan oleh karena tidak adanya bidang untuk
persendian dengan costa. Diantara ruas-ruas vertebra lumbalis tersebut terdapat
penengah ruas tulang yang terdiri atau tersusun dari tulang muda yang tebal dan
erat, berbentuk seperti cincin yang memungkinkan terjadinya pergerakan antara
ruas-ruas tulang yang letaknya sangat berdekatan. Bagian atas dari vertebra
lumbalis berbatasan dengan vertebra torakalis 12, yang persendiannya disebut
thoracolumbal joint atau articulatio thoracolumbalis. dan pada bagian bawahnya
berbatasan dengan vertebra sakralis. dan persendiannya disebut lumbosacral joint
atau articulatio lumbosacralis.6
Vertebra lumbal adalah satu dari lima rangkaian kolumna vertebralis yang
terletak pada pertengahan tubuh bagian posterior. Pada umumnya vertebra
lumbalis mempunyai bentuk melengkung ke arah depan atau disebut juga
lordosis.
Dilihat dari lengkungannya vertebra lumbal termasuk ke dalam vertebra
sekunder, karena lengkungan dari vertebra lumbal tumbuh setelah lahir, yaitu pada
saat seorang anak belajar berjalan pada usia satu sampai satu setengah tahun.7
Oleh karena tugasnya menyangga bagian atas tubuh, maka bentuk dari
vertebra lumbalis ini besar dan kuat.
Ciri vertebra lumbalis diantaranya:
a. Corpus besar dan berbentuk ginjal.
b. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.
c. Lamina tebal
d. Foramina vertebrale berbentuk segitiga.
e. Processus transversus panjang dan langsing.
f. Processus spinosus pendek, rata dan berbentuk segiempat dan mengarah ke
belakang.
g. Facies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan
facies articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral.
4
Gambar 2.3 Vertebra Lumbalis
Medulla spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar
oleh duramater, subdural space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medulla
spinalis dimulai dari atas setinggi foramen magnum sebagai lanjutan dari medulla
oblongata. Medulla spinalis daerah cervical tempat asal plexus brachialis dan di
thoracica bawah dan lumbal tempat asal plexus lumbosacralis terdapat pelebaran
fusiformis yang disebut intumescentia cervicalis dan lumbalis.
5
c. Melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari goncangan.
d. Melindungi saraf tulang belakang dari tekanan-tekanan akibat melesetnya
nukleus pulposus pada diskus intervertebralis. Namun apabila annulus fibrosus
mengalami kerusakan, maka nukleus pulposusnya dapat meleset dan dapat
menyebabkan penekanan pada akar saraf disekitarnya yang menimbulkan rasa
sakit dan ada kalanya kehilangan kekuatan pada daerah distribusi dari saraf
yang terkena.
2.3. Epidemiologi
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi dan
merupakan masalah yang serius. Setiap tahun sekitar 700.000 insidensi di Ameika
Serikat, dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang berumur diatas
50 tahun. Satu dari dua wanita dan satu dari empat laki-laki berumur lebih dari 50
tahun menderita osteoporosis berhubungan dengan fraktur. Insidensi fraktur
kompresi vertebra meningkat secara progresif berdasarkan semakin bertambahnya
usia, dan prevalensinya sama antara laki-laki (21,5%) dan wanita (23,5%),
yang diukur berdasarkan suatu studi pemeriksaan radiologi. Meskipun hanya
sekitar sepertiga menunjukkan gejala akut, awalnya semua berhubungan
dengan angka yang signifikan meningkatkan mortalitas dan gangguan
fungsional dan psikologis.5
2.4. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
2.4.1. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada
jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan
benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2.4.2. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot,
contohnya seperti pada olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya
untuk menumpu beban badannya.
2.4.3. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis,
penderita tumor dan infeksi.
6
Penyebab pokok dari fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada
wanita, faktor risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi
estrogen. Faktor risiko lain yang dapat memperburuk tingkat keparahan
osteoporosis termasuk merokok, aktivitas fisik, penggunaan prednison dan obat
lain, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua faktor risiko non-hormon di atas juga
berpengaruh. Namun, kadar testosteron rendah juga dapat berhubungan dengan
fraktur kompresi.
Gagal ginjal dan gagal hati keduanya terkait dengan osteopenia.
Kekurangan gizi dapat menurunkan remodeling tulang dan meningkatkan
osteopenia. Akhirnya, genetika juga memainkan peran dalam pengembangan
fraktur kompresi, risiko osteoporosis juga dapat dilihat dari riwayat keluarga
dengan keluhan serupa.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Kanker
yang paling umum di tulang belakang adalah metastasis. Keganasan khas yang
bermetastasis ke tulang belakang sel ginjal, prostat, payudara, paru-paru dan,
meskipun jenis lainnya dapat bermetastasis ke tulang belakang. 2 hal keganasan
tulang primer paling umum adalah multipel myeloma dan limfoma.
Infeksi yang menghasilkan osteomyelitis dapat juga mengakibatkan fraktur
kompresi. Biasanya, organisme yang paling umum dalam infeksi kronis adalah
stafilokokus atau streptokokus. Tuberkulosis bisa terjadi pada tulang belakang dan
disebut penyakit Pott.2,3
2.5. Patofisiologi
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh
ligamen di depan dan di belakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat
fleksibilitas dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu
trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke
rumah sakit penderita harus secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai :8
a. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
b. Tulang belakang sendiri
c. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
7
Mekanisme trauma diantaranya :8
a. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi.
8
Gambar 2.7. Fraktur Kompresi
e. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra
dan sendi faset.
9
tersebut mengalami kerusakan sehingga akan berakibat terganggunya distribusi
persarafan pada otot-otot yang disarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot
intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota
gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan
yang terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang
disarafi oleh segmen yang cedera tersebut.
10
mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
Apabila kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan
sindrom konus medullaris. Konus medullaris adalah ujung berbentuk kerucut dari
sumsum tulang belakang. Normalnya terletak antara ujung vertebra torakalis (T-
12) dan awal dari vertebra lumbalis (L-1), meskipun kadang-kadang konus
medullaris ditemukan antara L-1 dan L-2. Saraf yang melewati konus medullaris
mengontrol kaki, alat kelamin, kandung kemih, dan usus. Gejala umum termasuk
rasa sakit di punggung bawah, anestesi di paha bagian dalam, pangkal paha;
kesulitan berjalan, kelemahan di kaki, kurangnya kontrol kandung kemih;
inkontinensia alvi, dan impotensi.
11
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic
pain dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf
pusat yaitu sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit
dibawah level kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya
serabut-serabut saraf sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitkan kontraksi otot
polos sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot
polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya
dicetuskan oleh ganglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum
akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja.
Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum.
Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja
didorong ke bawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar
secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar
timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani
dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan
intra abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika
terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan.
d. Gangguan fungsi seksual
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari
setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada
fase spinal shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan
komplit/tidaknya lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada
konus, otomatisasi ereksi terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi
gangguan sensasi selama aktivitas seksual. Pasien dengan level cidera rendah
pusat reflek sakral masih mempunyai reflex ereksi dan ereksi psikogenik jika
jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya pasien mampu untuk
ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya cairan diatur
oleh kontraksi dari internal bladder sphincter. Kemampuan fungsi seksual
sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung seberapa
berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis sering
12
terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan lokomotor dan
aktivitas otot secara volunter.
2.7. Diagnosis
2.7.1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri,
sehingga tanda-tanda osteoporosis seperti kiposkoliosis akan lebih tampak.
Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan menekan vertebra dengan ibu jari mulai
dari atas sampai kebawah yaitu pada prosesus spinosus. Fraktur kompresi
vertebra dapat terjadi mulai dari oksiput sampai dengan sacrum, biasanya
terjadi pada region pertengahan torak (T7-T8) dan pada thorakolumbal
junction. Ulangi lagi pemeriksaan sampai benar-benar ditemukan lokasi nyeri
yang tepat. Nyeri yang berhubungan dengan pemeriksaan palpasi vertebra
mungkin disebabkan oleh adanya fraktur kompresi vertebra.5
Adanya deformitas pada tulang belakang tidak mengindikasikan
adanya fraktur. Jika tidak ditemukan nyeri yang tajam, kemungkinan hal tersebut
merupakan suatu kelainan tulang belakang yang berkaitan dengan umur.
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan membantu pasien melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi pada tulang belakang, gerakan ini akan
menyebabkan rasa nyeri yang disebabkan oleh adanya fraktur kompresi
vertebra. Spasme otot atau kekakuan otot dapat terjadi sebagai akibat dari
kekuatan otot melawan gravitasi pada bagian anterior dari vertebra. Pemeriksaan
neurologis perlu dilakukan. Tidak jarang pada kasus osteomielitis mempunyai
gejala yang mirip dengan fraktur kompresi vertebra.5
2.7.2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :9
a. Roentgenography : pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang
vertebra untuk melihat fraktur dan pergeseran tulang vertebra
13
Gambar 2.10. Fraktur Kompresi Vertebra Lumbal 1
14
Merupakan suatu metode diagnostik yang menggunakan deteksi radiasi sinar
gamma untuk menggambarkan kondisi dari jaringan atau organ, juga
merupakancmetode yang penting untuk memprediksikan hasil (outcome) dari
beberapa teknik operasi.
2.8. Penatalaksanaan
a. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien
dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan
pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.9
1) Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus
dekubitus, disorientasi dan depresi.
2) Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai
terapi awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama.
3) Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai
efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis
dan pasien dengan nyeri tulang akibat metastasis.
4) Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non
operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu
penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan
mengistirahatkan pada posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada
kolumna anterior dan rangka tulang belakang.Bracing dapat digunakan
segera, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat
beberapa tipe ortose yang tersedia untuk pengobatan.
5) Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang
belakang kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan
fluoroscopy atau computed tomography. Kemudian diinjeksikan
Methylmethacrylate kedalam tulang yang mengalami kompresi. Prosedur
ini dapat menstabilkan fraktur dan megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu
pada 90% 100% pasien. Tetapi prosedur ini tidak dapat memperbaiki
deformitas yang terjadi pada tulang belakang.
15
Gambar 2.12. Teknik Vertebroplasty
6) Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan tampon
kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan
membentuk suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut
diisi dengan campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.
16
2) Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
fraktur kompresi dan sebelumnya diduga mengalami kehilangan massa
tulang.
3) National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita yang
mengalami fraktur spiral dan densitas mineral tulang harus diberikan
terapi seperti osteoporosis.
4) Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates
(alendronate, risendronate) mengurangi insidensi terjadinya fraktur vertebra
baru sampai lebih dari 50%.
5) Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan dapat
mengurangi terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan
sekitar 50% pada tahun ketiga.
6) Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur vertebra baru
sekitar 1 dari 3 wanita yang mengalami fraktur vetebra.
7) Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormon paratiroid
rekombinan diberikan secara subkutan. Obat ini juga menunjukkan
rendahnya resiko terjadinya fraktur vertebra dan meningkatkan densitas
tulang pada wanita postmenopause dengan osteoporosis. Obat ini
bekerja pada osteoblast untuk menstimulasi pembentukan tulang baru.
2.9. Komplikasi
Apakah fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak,
komplikasi jangka panjangnya sangat penting. Konsekuensinya dapat
dikategorikan sebagai biomekanik, fungsional, dan psikologis.9
a. Biomekanik
Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan segmen torakolumbal yang
signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar pada pevis, menyebabkan
terjadinya abdominal discomfort. Gejala-gejala pada gangguan abdomen dapat
berupa anoreksia yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan, terutama
pada pasien yang berusia lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya fraktur
kompresi pada vertebra dan kyposis umumnya ditandai dengan penyakit paru
restriktif dengan penurunan kapasitas vital paru. Dalam persamaan, setiap
fraktur menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan resiko terjadinya
fraktur. Karena terjadinya kyposis, maka beban berlebih akan ditopang oleh
17
tulang disekitarnya, ditambah lagi dengan adanya osteoporosis semakin
meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Adanya satu atau lebih vertebra
mengalami fraktur kompresi semakin meningkatkan adanya fraktur tambahan
lima kali lipat dalam satu tahun.
b. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendah
dalam performa fungsional dibandingkan dengan kontrol, lebih banyak
membutuhkan pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat
bekerja, dan mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Penelitian terbaru pada pasien-pasien ini memiliki nilai yang rendah pada
indeks kulalitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan
fungsi fisik, status emosi, gejala klinis dan keseluruhan performa fungsional.
Oleh karena itu, banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra
akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan
berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi.
Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan
semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
c. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 40% pada pasien yang menderita fraktur
kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi
dalam kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang lama.
Pasien yang mengalami depresi biasanya yang mengalami lebih dari satu
fraktur dan akan menjadi cepat tua dan terisolasi secara sosial
2.10. Prognosis
Nyeri dan fraktur yang dialami akan membaik dengan dukungan terapi
farmakologis dan farmakologis, namun dengan semakin bertambahnya usia,
fungsi dan struktur fisiologi tulang akan semakin menurun, diperlukan upaya
kewaspadaan agar tetap menjaga stabilitas tulang belakang dan pencegahan
trauma pada usia lanjut.
2.11. Pencegahan
a. Hindari aktifitas fisik berat
b. Olah raga seperti jogging dan berjalan cepat
c. Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll)
d. Hindari defisiensi vitamin D
18
e. Nutrisi dengan diet tinggi protein
f. Berjemur pada pagi dan sore hari
g. Diperlukan pendamping untuk usia lanjut
h. Memperhatikan lingkungan dan berbagai penyebab untuk menghindari
berulangnya jatuh
BAB 3
KESIMPULAN
Fraktur dan jatuh merupakan masalah besar pada usia lanjut. Terdapat
berbagai faktor risiko dan penyebab instabilitas serta diperlukan pengkajian
secara menyeluruh untuk mencegah terjatuh dan fraktur maupun fraktur
berulang. Osteoporosis dengan bertambahnya usia baik pada perempuan
maupun laki-laki menyebabkan peningkatan risiko fraktur pada trauma minimal.
Penyakit tulang dan fraktur merupakan satu dari sekian banyak masalah
pada usia lanjut. Bagaimanapun upaya pencegahan jauh lebih bermanfaat
19
sehingga upaya penyebarluasan mengenai penyakit tulang dan fraktur ini perlu
ditekankan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong WD, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 2005. Hal 870-
874
2. Andrew L Sherman, MD, MS; Chief Editor: Rene Cailliet, MD. Lumbar
Compression Fracture. (diakses tanggal 17 Juli 2014). Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/309615-overview
4. Young W. Spinal cord injury level and classification (serial online) 2000
(diakses 10 April 2012); Diunduh dari: URL:
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
20
8. Apley graham and Solomon Louis. Ortopedi Fraktur System Apley; edisi
ketujuh. Jakarta: Widya medika, 1995.
21