Anda di halaman 1dari 17

HUMANITAS Vol. 12 No. 1 .

12-28 ISSN 1693-7236

RELAKSASI UNTUK MENGURANGI STRES PADA PENDERITA


HIPERTENSI ESENSIAL

Hanna Fatma Sari, Murtini


RS. Mitra Bangsa Pati, Jl. Kolonel Sugiyono No.75 Pati. Jawa Tengah & Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hannafatmapsy3@gmail.com

Abstract
Patients with essential hypertension are susceptible to psychological problems such as
stress. The purpose of this study is to find out the effectiveness of relaxation therapy in
reducing stress among patients with essential hypertension. There were five participants
who were patients with essential hypertension in moderate and high level of stress. The
study used the adapted Depression Anxiety Stress Scales. The experimental design used
the ABA small N experimental design. A therapy was given individually in seven sessions
for four weeks. The quantitative analysis was done by using visual inspection to reveal
the dynamic of stress scores among patients with essential hypertension. The qualitative
analysis was done by analyzing the results of the interview, observation, and participant
development book. The result of the study indicates that relaxation therapy can reduce
stress among patients with essential hypertension.

Keywords: essential hypertension, relaxation, stress, .

Abstrak
Penderita hipertensi esensial rentan terhadap masalah psikologis, diantaranya stres. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas terapi relaksasi dalam mengurangi stres pada
penderita hipertensi esensial. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang penderita
hipertensi esensial dengan tingkat stres sedaang dan tinggi. Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala stres dari depression anxiety stress scale yang telah
diadaptasi. Rancangan eksperimen dalam penelitian ini menggunakan small N experiment
densain ABA. Terapi diberikan secara individual sebanyak 7 sesi selama 4 minggu.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan visual inspection untuk menampilkan
dinamika skor stres pada penderita hipertensi esensial. Analisis kualitatif dilakukan dengan
menganalisis hasil wawancara, observasi dan buku perkembangan partisipan. Hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa terapi relaksasi dapat menurunkan stres pada penderita
hipertesi esensial.

Kata Kunci: hipertensi essensial (primer), relaksasi, stres.


13

Pendahuluan berat dapat mengalami penurunan kesadaran


atau koma karena terjadi pembengkakan
Hipertensi menjadi penyakit yang
pada otak, sehingga harus segera ditangani
perlu mendapat perhatian khusus, meski
(Mansjoer, 2001).
bukan penyakit menular namun hipertensi
Beberapa faktor yang dapat memicu
menjadi salah satu penyakit yang dapat
timbulnya hipertensi essensial adalah
berujung pada kecacadan atau bahkan
keturunan, usia, konsumsi garam atau
kematian. Hipertensi dapat merusak organ
penyedap rasa berlebih, obesitas, dan
tubuh atau dapat menyebabkan komplikasi
gaya hidup tidak sehat seperti (kurang/
penyakit lain seperti stroke, jantung
malas berolah raga), stres, alkohol dan
koroner, gagal jantung dan gagal ginjal
merokok (Gross, 1985; Hart, 1987;
serta kebutaan (Sarafino, 2000; Mansjoer,
Mansjoer, 2001; Blumental and Madden,
2001; Tylor, 2006;). Hipertensi atau tekanan
2002; Suryati, 2005). Hipertensi esensial
darah tinggi adalah suatu penyakit yang
dapat disebabkan oleh kondisi psikis yang
diagnosisnya ditegakkan dengan mengukur
mengalami tekanan. Ketika individu merasa
tekanan darah, yaitu naiknya tekanan sistolik
tidak mampu menghadapi tekanan-tekanan
dan diastolik secara menetap. Klasifikasi
dalam kehidupannya, maka yang terjadi
hipertensi menurut WHO/ISH: hipertensi
adalah stres. Stres yang berkepanjangan
ringan 140-160/90-95 mmHg, hipertensi
menyebabkan tekanan darah naik, apabila
sedang 160-180/90-105 mmHg, hipertensi
terus meningkat dan menetap menjadi faktor
berat >180/>105 mmHg, diukur dengan alat
pemicu hipertensi essensial (Gross, 1985;
pengukur tekanan darah sphygmomanometer,
Hart, 1987; Blumental and Madden, 2002).
dan terus naik ataupun menetap dalam
Stres adalah ketidak mampuan dalam
jangka waktu panjang (Gross, 1985; Suryati,
menghadapi tuntutan-tuntutan yang luar
2005; Mansjoer, 2001; Tylor, 2006).
biasa yang dirasa mengancam kesejehteraan
Hipertensi secara etiologi dibagi
baik dari dalam maupun dari luar diri individu
menjadi dua yaitu hipertensi sekunder dan
(Korchin, 1976; Schafer, 2000). Tuntutan-
hipertensi essensial (primer). Hipertensi
tuntutan yang berasal dari dalam diri maupun
sekunder disebabkan adanya gangguan
luar diri individu yang dianggap sebagai
pada fungsi tubuh yaitu kelainan kelenjar
suatu yang mengancam, membahayakan
endokrin, adanya penyakit ginjal,
dan menantang kesejahteraan hidupnya akan
penggunaan estrogen (obat hormon),
menimbulkan perasaan tegang. Perubahan
kelainan pembuluh darah (koartasio aorta),
besar ataupun kecil, atau pengalaman sehar-
dan hipertensi yang berhubungan dengan
hari seperti beban pekerjaan, pendidikan,
kehamilan (Hart, 1987; Mansjoer, 2001;
keadaan berduka, masalah keluarga, masalah
Suryati, 2005). Hipertensi essensial merujuk
keuangan hingga masalah kesehatan
pada sebuah kondisi ketika tekanan darah
merupakan stresor bagi individu (Ogden,
mengalami peningkatan secara drastis
2000; Holmes & Rahe, 1976; Moss &
dan tidak diketahui penyebab utamanya
Swindle, 1990 dalam Hawkins, 2006).
(Yonathan, 2002). Adapun gejala-gejala
Stres sering dianggap sebagai
yang menyertai hipertensi di antaranya sakit
kejadian negatif seperti; musibah, sakit atau
kepala, telinga berdengung, rasa berat di
kehilangan seseorang yang dicintai, tetapi
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang
stres juga dapat dianggap sebagai kondisi
dan kelelahan. Kadang penderita hipertensi
yang positif (Nevid, Rathus dan Greene,
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 14

2003). Stres positif biasa disebut dengan 2006). Peristiwa-peristiwa yang dianggap
eustress, mengarah pada tidak terganggunya mengancam kesejahteraan individu
fisik dan psikis meski mengalami suatu hingga emosi-emosi negatif yang dialami
peristiwa atau pengalaman yang dinilai menyebabkan tekanan darah naik dan
menekan (Schafer, 2000). Peristiwa atau berpotensi menjadi hipertensi essensial.
pengalaman yang dianggap sebagai stres Stres kerja, bencana alam, dan reaksi-reaksi
positif diantaranya mendapat kenaikan emosi seperti kemarahan, kesedihan serta
pangkat atau menikah, keduanya dinilai ketakutan menyebabkan tekanan darah
sebagai tekanan karena memiliki perubahan seseorang menjadi naik dan berpotensi
status dan tanggung jawab baru dalam mengalami hipertensi essensial (Cacciopo
kehidupan. Namun demikian situasi yang et al, 1993; Niedhammer et all, 1998 dalam
dianggap menekan tersebut tidak sampai Davison&Neale, 2001). Gejala naiknya
menimbulkan gangguan pada fisik maupun tekanan darah ditandai dengan pusing,
psikis individu. Pengertian stres dalam nyeri otot leher sesak nafas dan dada
penelitian ini mengarah kepada stres negatif, berdebar-debar (Mansjoer, 2001). Gejala
biasa disebut distres. Istilah distres sendiri hipertensi tersebut menimbulkan rasa tidak
mengacu pada penderitaan fisik atau mental nyaman dan rasa tidak aman yang direspon
(Nevid, Rathus dan Greene, 2003). Beberapa individu sebagai suatu ancaman sehingga
kejadian yang direspon negatif oleh individu menimbulkan stres dan menjadi pemicu
diantaranya kehilangan anggota keluarga terjadinya hipertensi esensial (Ogden, 2000).
yang dicintai, musibah, mengalami suatu Bantuan yang dapat diberikan
penyakit dan terlibat konflik dengan salah pada penderita hipertensi dapat berupa
satu anggota keluaarga dapat menyebabkan penanganan secara medis maupun
distres pada indivivdu. Keluhan fisik seperti psikologis. Tritmen psikologis yang sudah
sakit kepala, migrain, nyeri lambung, dan sering dilakukan pada penderita penyakit
hipertensi adalah manifestasi dari distres. kronis yang mengalami stres adalah tritmen
Sedangkan manifestasi distres pada keluhan perlakuan, diantaranya adalah relaksasi.
psikis dapat berupa kurang bersemangat, Beberapa penelitian membuktikan bahwa
penerimaan diri rendah, merasa tidak relaksasi efektif menurunkan stres pada
berguna hingga depresi (Schafer, 2000). pasien penyakit kronis. Relaksasi adalah
Sering terlibat konflik dengan keluarga salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk
ataupun lingkungan sekitar maupun mengurangi ketegangan yang dialami oleh
mengalami keluhan fisik yang parah seperti individu dengan melemaskan otot-otot pada
hipertensi, merupakan reaksi yang dialami tubuh. Terapi ini diperkenalkan pertama kali
oleh individu yang mengalami distres oleh Jacobson melalui berbagai penelitian
(Schafer, 2000; Chrousos, 2009). tentang teknik pengurangan ketegangan
Berbagai macam peristiwa yang (Utami, 2002). Relaksasi secara umum
terjadi dalam keseharian individu dapat bertujuan untuk meregangkan otot agar
menimbulkan stres dan memicu terjadinya tidak mengalami ketegangan. Dalam tubuh
hipertensi essensial (Davison&Neale, manusia terdapat sistim saraf yang bekerja
2001). Reaksi pembuluh darah jantung mengendalikan otot yang menggerakkan
akan mengalami peningkatan sehingga tubuh. Ketika relaksasi dilakukan maka
sistim diastolik dan sistolik yang ada pada sistim saraf dalam tubuh bekerja sesuai
jantung menjadi tidak stabil (Stewart dkk, dengan fungsinya. Saat tegang yang bekerja
15

dominan adalah sistim saraf simpatis, melainkan menggunakan daya imajinasi


sedangkan ketika keadaan rileks atau santai dalam membayangkan dan merasakan
yang bekerja adalah sistim saraf parasimpatis sensasi dari panca indera. Respon relaksasi
(Prawitasari dalam Desmaniarti, 2003). diperoleh melalui kegiatan membayangkan
Relaksasi yang dilakukan pada individu yang dilakukan oleh individu terhadap
yang mengalami hipertensi ditujukan untuk sesuatu yang pernah diterima melalui panca
mengurangi stres yang dapat menyebabkan inderanya. Matlin (dalam Prawitasari, 1988)
meningkatnya tekanan darah serta menyatakan bahwa imajeri dapat disebut
ketegangan pada otot-otot seluruh tubuh. sebagai gambaran mental atau bayangan
Relaksasi yang dilakukan dalam fikiran tentang segala sesuatu yang nyata
penelitian ini adalah relaksasi pernapasan yang pernah ditangkap oleh indera manusia.
dalam, relaksasi otot progresif dan Instruksi yang diberikan berupa satu sesi
relaksasi kesadaran indera. Relaksasi pertanyan yang tidak untuk dijawab secara
pernapasan dalam dapat membantu individu lisan melainkan untuk dirasakan sesuai
menurunkan stres. Pernapasan yang tepat dengan apa yang dapat atau tidak dapat
dapat menurunkan stres dan kebiasaan dialami seseorang (Utami, 2002). Melalui
bernapas yang tepat penting untuk kesehatan suara dari kaset pasien dipedengarkan
mental serta fisik (Davis, Shelman & serangkaian instruksi relaksasi kesadaran
McKay, 1995). Kurangnya oksigen dalam indera untuk dilakukan guna memperoleh
darah memperbesar kemungkinan terjadinya keadaan rilek. Melalui instruksi tersebut
kelelahan dan stres yang dialami menjadi sulit pasien dibantu untuk meningkatkan
teratasi (Davis, Shelman & McKay, 1995). kesadaran inderanya dalam berimajinasi
Relaksasi pernapasan dalam menggunakan serta dibantu pula untuk memperoleh
teknik pernapasan yang menitik beratkan ketenangan (Desmaniarti, 2003).
bernafas dengan tenang dan dalam. Berdasarkan pemaparan di atas
Teknik relaksasi yang dilakukan Hipotesis dalam penelitian ini adalah
selanjutnya adalah relaksasi otot progresif, metode relaksasi dapat mengurangi stres
diperkenalkan pertama kali oleh Jacobson. pada penderita hipertensi essensial. Metode
Teknik tersebut didasarkan pada keyakinan relaksasi yang digunakan dalam penelitian
bahwa tubuh berespon terhadap kecemasan ini adalah relaksasi pernafasan, relaksasi otot,
dan stres yang merangsang pikiran dan dan relaksasi kesadaran indera. Relaksasi
kejadian dengan ketegangan otot (Davis, pernapasan dalam dapat mengurangi
Shelman & McKay, 1995). Irvine dan Logan keluhan sulit tidur dan memberikan perasaan
(1999) menyimpulkan relaksasi menurunkan tenang; relaksasi otot dapat mengurangi
stres pada pasien hipertensi. Respon relaksasi keluhan fisik seperti kelelahan, sakit kepala,
ini ditandai dengan menurunnya detak mata berkunang-kunang, kekauan pada
jantung dan angka metabolik, dan dengan pundak dan otot leher; relaksasi kesadaran
menurunnya tekanan darah pada orang yang indra dapat memberikan perasaan tenang,
mengidap hipertensi (Benson, dkk; Brody, nyaman, mengurangi perasaan sedih, dan
1996; Gatchel, 2001 dalam Nevid, Rathus, kecewa.
& Greene, 2003). Keterkaitan stres dengan hipertensi
Teknik relaksasi yang berikutnya dan diperlukannya relaksasi sebagai
adalah relaksasi kesadaran indera, relaksasi intervensi psikologis pada penelitian yang
ini tidak membutuhkan latihan otot sudah dilakukan dapat digambarkan melalui
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 16

kerangka berfikir berikut:

Stresor
Individu (keluarga, pekerjaan, keuangan, kesehatan)

Psikis :
a. Mudah
Penilaian marah
b. Tidak sabar
c. Mudah Relaksasi
tersinggung pernapasan&
Stres Relaksasi
d. Sulit tidur
e. Tidak tenang kesadaran indera
f. Bingung Relaksasi
Fisik :
a. Sakit kepala
b. Telinga Relaksasi
berdengung otot&relaksasi
c. Rasa berat di pernapasan dalam
tengkuk
d. Sukar tidur
e. Mata
berkunang-
kunang
f. kelelahan

Keluhan fisik menurun: Keluhan psikis menurun:


a. Sakit kepala a. Sabar
b. Mata bekunang- b. Tenang
kunang c. Pikiran jernih
c. Rasa berat di tengkuk d. Tidak kemrungsung
d. Kelelahan e. Mudah tidur
e. Sulit tidur
f. Telinga berdengung

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian1

Metode Penelitian Alat-alat penelitian yang digunakan


adalah : Skala stres, Sphygmomanometer air
Partisipan dalam penelitian ini
raksa, Panduan wawancara semi terstruktur,
berjumlah 5 orang penderita hipertensi
Persetujuan Partisipan (Informed Consent),
essensial dengan kriteria memenuhi
Modul terapi relaksasi, Booklet, Lembar
diagnosis dokter sebagai pasien hipertensi
observasi, Lembar evaluasi pelatihan.
essensial, memiliki tekanan darah 140-
Pengukuran stres yang diadaptasi dari
180/90-109, memiliki skor stres sedang-
skala Depression Anxiety Stress Scale
tinggi berdasarkan skala stres yang diberikan,
(Damanik, 2006), dilakukan sebelum
usia 50-60 tahun, pendidikan minimal SMU.
tritmen, saat tritmen dan sesudah tritmen.
Pasien didapatkan di Puskesmas Moyudan
Pengukuran tekanan darah menggunakan
dengan rujukan dari dokter Puskesmas.

1 Individu mengalami kejadian dan pengalman yang dinilai negative sehingga menimbulkan stress secara fisik
maupun psikis, keluhan fisik berupa gejala-gejala hipertensi, keluhan psikis berupa emosi-emosi negatif. Intervensi
psikologis berupa relaksasi dapat mengurangi stress fisik maupun stress psikis.
17

sphygmomanometer digunakan sebelum dari hasil wawancara, berbagi pengalaman


tritmen, saat tritmen dan dua minggu (sharing) saat sesi diskusi, observasi, dan
sesudah tritmen. buku perkembangan partisipan (booklet).
Penelitian ini menggunakan Analisis kualitatif bertujuan untuk melihat
rancangan Small-N Experimental design, proses dan kemajuan, serta teknik mana
desain ABA. Desain ABA merupakan yang lebih efektif dan sesuai pada masing-
desain eksperimental yang terdiri atas masing partisipan.
pengulangan pengukuran perilaku partisipan
dalam tiga fase yaitu: fase A merupakan Hasil dan Pembahasan
fase pengukuran sebelum tritmen, fase B
merupakan fase pengulangan pengukuran Hipotesis dalam penelitian dapat
pada saat diberikan tritmen, dan kembali diterima, hal ini ditunjukkan dengan
pada fase A merupakan fase pengukuran berkurangnya skor stres pada masing-masing
setelah tritmen (Barlow & Hersen 1984). partisipan. Hasil ini ditunjukkan melalui
Pada penelitian ini desain ABA adalah analisis kuantitatif skor stres masing-masing
sebagai berikut: Fase (A): baseline/ partisipan yang mengalami penurunan setiap
pengukuran awal keadaan partisipan. Pada minggunya selama terapi berlangsung. Hasil
fase ini tingkat stres partisipan diukur untuk tersebut didukung dari hasil observasi dan
melihat kondisinya sebelum dilakukan wawancara selama proses terapi terapi dan
tritmen. Fase (B): tritmen berupa relaksasi, saat follow up. Dari hasil observasi dan
pada fase ini perlakuan berupa relaksasi wawancara menunjukkan masing-masing
otot progresif, relaksasi pernafasan dalam partisipan merasakan perubahan yang lebih
dan relaksasi kesadaran indera. Fase setelah positif setelah mengikuti terapi. Meskipun
tritmen (A), dalam fase ini akan diukur ada dua partisipan yang mengalami kenaikan
tingkat stres ketika partisipan sudah tidak skor stress saat follow up, tetapi kenaikan
menjalani tritmen, yaitu 2 minggu setelah skor stres tidak sampai melebihi skor saat
berakhirnya proses tritmen. baseline. Hal tersebut disebabkan ke dua
Analisis terhadap data yang diperoleh partisipan memiliki stresor yang cukup
dalam penelitian diolah dengan metode tinggi dan didukung dengan tidak rutinnya
kuantitatif dan kualitatif secara individual. ke dua peritisipan melakukan relaksasi
Analisis data secara kuantitatif menggunakan secara mandiri setelah proses terapi selesai
teknik visual inspection (Barlow & Hersen, dilaksanakan. Hasil tersebut didukung oleh
1984). Teknik ini menampilkan grafik skor observasi dan wawancara pada ke dua
stres fase sebelum, fase perlakuan, dan partisipan saat follow up.
fase setelah perlakuan pada masing-masing
partisipan. Selain itu juga menampilkan
angka hasil pengukuran dengan alat
sphygmomanometer sebelum, saat terapi
dan setelah terapi. Data yang diperoleh
berdasarkan grafik visual inspection
akan dievaluasi sehingga diperoleh
dinamika skor stres dan hasil pengukuran
sphygmomanometer. Analisis kualitatif
dilakukan terhadap data yang diperoleh
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 18

1. Partisipan SI

Gambar. 2 Grafik Skor Stres Partisipan SI

Gambar. 3 Grafik Sphygmomanometer Partisipan SI

Grafik skor stres pada Gambar 3 stres partisipan pada tiga kali pengukuran
menunjukkan bahwa skor stres partisipan sebelum perlakuan adalah 31, 31, dan 32,
mengalami penurunan tiap minggunya kemudian pengukuran pada pertemuan
selama pemberian perlakuan. Selain itu ke empat adalah 18. Skor stres pada saat
grafik skor sphygmomanometer partisipan foloow up mengalami peningkatan yaitu 14,
menunjukkan penurunan selama proses hal ini disebabkan SI tidak rutin melakukan
terapi relaksasi. Pertemuan pertama relaksasi ditambah stressor permasalahan
skor sphygmomanometer partisipan keluarga. Data tersebut didukung dengan
menunjukkan kisaran angka 180/105, pengukuran secara kualitatif melalui
turun menjadi 160/90 saat follow up. Skor wawancara dan observasi.

2. Partisipan WI

Gambar. 4 Grafik Skor Stres Partisipan WI


19

Gambar. 5 Grafik Sphygmomanometer Partisipan WI

Grafik skor stres pada gambar 5 17. Meskipun skor stres pada saat follow
menunjukkan bahwa skor stres partisipan up hanya mengalami penurunan sebanyak 3
mengalami penurunan tiap minggunya skor saja dan masih dikategorikan skor stres
selama pemberian perlakuan. Setelah sedang, akan tetapi kondisi psikologis WI
tidak diberikan terapi, skor stres partisipan cenderung baik. Kondisi tersebut didukung
masih mengalami penurunan sebanyak 1 dengan pengukuran secara kualitatif melalui
skor. Skor stres partisipan pada tiga kali wawancara dan observasi. Selain itu
pengukuran sebelum perlakuan adalah 35, grafik skor sphygmomanometer partisipan
35, dan 32, kemudian pengukuran akhir menunjukkan penurunan selama proses
yang pada pertemuan ke empat adalah terapi relaksasi. Pertemuan pertama skor
21. Pengukuran terakhir pada 2 minggu sphygmomanometer partisipan menunjukkan
setelah tidak lagi menjalani terapi adalah angka 180/100, dan skor follow up 150/90.

3. Partisipan WD

Gambar. 6 Grafik Skor Stres Partisipan WD

Gambar. 7 Grafik Sphygmomanometer Partisipan WD


Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 20

Grafik skor stres pada Gambar 7 pertemuan ke empat adalah 20. Pengukuran
menunjukkan bahwa skor stres partisipan pada 2 minggu setelah tidak lagi menjalani
mengalami penurunan selama pemberian terapi adalah 14. Skor stres pada saat follow
perlakuan, meskipun pada pengukuran up mengalami penurunan 6 angka dan masih
saat terapi pada minggu 3 mengalami cenderung dalam skor sedang, akan tetapi
kenaikan sebanyak 2 angka. Hal ini dikarena kondisi psikologis WD cenderung lebih
partisipan mengalami tekanan saat adik baik. Kondisi tersebut didukung dengan
iparnya menghubungi melalui telepon pengukuran secara kualitatif melalui
untuk menanyakan permasalahan hak waris wawancara dan observasi. Selain itu
tanah. Pernyataan tersebut disampaikan grafik skor sphygmomanometer partisipan
saat pertemuan minggu ke tiga. Setelah menunjukkan penurunan selama proses
tidak diberikan terapi, skor stres partisipan terapi relaksasi dan follow up. Pertemuan
masih mengalami penurunan sebanyak 4 pertama skor sphygmomanometer partisipan
skor. Skor stres partisipan pada tiga kali menunjukkan kisaran angka 160/105, pada
pengukuran sebelum perlakuan adalah 27, pengukuran follow up menjadi 130/70.
27 dan 28, kemudian pengukuran akhir pada

4. Partisipan RM

Gambar. 8 Grafik Skor Stres Partisipan RM

Gambar. 9 Grafik Sphygmomanometer Partisipan RM


21

Grafik skor kecemasan pada gambar pengukuran tekanan darah partitipan juga
9 menunjukkan bahwa sebelum diberikan mengalami penurunan, sebelum terapi
perlakuan, partisipan mengalami stres tekanan darah RM 190/110 kemudian turun
kategori tinggi. Sebelum diberikan menjadi 160/90 saat follow up. Data diatas
perlakuan, skor stres partisipan adalah 34 didukung dengan data saat wawancara dan
pengukuran pada akhir perlakuan adalah observasi. wawancara dan observasi pada
22. Pengukuran saat follow up meunjukkan partisipan dan anggota keluarga (suami dan
penurunan skor stres menjadi 17. Skala anaknya).

5. Partipan MS

Gambar 10 Grafik Skor Stres Partisipan MS

Gambar 11 Grafik Sphygmomaometer Partisipan MS

Grafik skor stres pada Gambar 11 sedang sakit. Skor stress selama terapi
menunjukkan bahwa skor stres partisipan berlangsung mengalami penurunan, akan
mengalami penurunan selama pemberian tetapi mengalami kenaikan saat follow
perlakuan, Saat perlakuan skor stres up. Hal tersebut dikarenakan partisipan
mengalami kenaikan sebanyak 1 angka, mengalami tekanan psikis kembali. Namun
hal ini disebabkan partisipan sedang masuk kenaikan skor stress saat follow up tidak
angin. Menurut partisipan kondisi tersebut sampai melebihi skor stress saat baseline.
didukung sikap anak dan menantunya yang Selain itu grafik skor sphygmomanometer
tidak perduli pada kondisi partisipan yang partisipan menunjukkan penurunan selama
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 22

proses terapi relaksasi. Pertemuan pertama yang telah diadaptasi dari Depresion Anxiety
skor sphygmomanometer partisipan Stress Scale (Damanik, 2006). Penurunan
menunjukkan kisaran angka 160/100, terjadi setiap minggu dari sebelum terapi,
pada pengukuran saat perlakuan skor saat terapi dan sesudah terapi. Salah satu
sphygmomanometer masih tetap tinggi dan partisipan mengalami kenaikan skor stres
terus mengalami penurunan saat follow up. saat terapi pada minggu ke tiga. Hal tersebut
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikarenakan partisipan mendapat stresor
terapi relaksasi dapat menurunkan stres pada keluarga saat terapi dilakukan. Namun skor
penderita hipertensi essensial, dapat dilihat tersebut tidak melebihi skor awal sebelum
pada gambar 13. grafik tersebut menunjukkan terapi. Gambar 13 menunjukkan grafik
penurunan stres menggunakan skala stres penurunan stres keseluruhan parrtisipan

Gambar. 13 Grafik Skor Stres Seluruh Partisipan

Data kualitatif yang diperoleh dari Respon yang dirasakan masing-masing


masing-masing partisipan menunjukkkan partisipan setelah melakukan relaksasi setiap
bahwa secara umum merasakan perubahan minggu berupa berkurangnya stress psikis
setelah mengikuti terapi relaksasi. Perubahan dan fisik. Perasaan tenang, pasrah, lebih
yang dirasakan diantaranya merasa lebih sabar dan lebih semangat dirasakan oleh
nyaman, lebih sabar, tidak mengalami masing-masing partisipan setelah melakukan
kesulita tidur lagi, dan merasa lebih tenang. relaksasi, selain itu keluhan-keluhan fisik
Di sisi lain tekanan darah masing-masing seperti kaku leher otot dan pundak, sulit
partisipan juga mengalami penurunan, tidur serta pegal-pegal menjadi berkurang.
ditunjukkan dari keluhan fisik yang sudah Kejadian ataupun pengalaman yang dirasakan
jarang dialami diantaranya berkurang menekan oleh masing-masing partisipan
kaku pada pundak dan leher serta tidak menyebabkan tekanan darah menjadi naik.
mudah capek. Keberhasilan penelitian ini Tekanan dalam pekerjaan, perselisihan
mendukung penelitian-penelitian yang telah antar anggota keluarga serta kehidupan
dilakukan sebelumnya tentang efektivitas psikososial yang kurang mendukung
relaksasi untuk menurunkan stres pada seorang induvidu dapat menyebabkan
penderita hipertensi essensial (Dusek, dkk, distres sehingga memicu penyakit-penyakit
2008; Sheu, dkk, 2003; Watanabe, dkk, kardiovaskuler seperti hipertensi, serangan
2005; Gruzelier, 2002). jantung dan penyempitan pembuluh darah
23

(Nozoe&Munemotto, 2001; Lucini, dkk, yang menetep baik secara fisik maupun
2011). Beberapa penelitian yang telah psikis. Maka dari itu perlu adanya pilihan
dilakukan oleh para peneliti menunjukkan intervensi selain melalui farmakoterapi,
bahwa respon stres yang dialami indvidu diantaranya dengan relaksasi. Beberapa
menimbulkan gangguan secara fisik penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
dan psikis yang dapat mengganggu bahwa relaksasi dapat mengurangi stres
keseimbangan individu dalam melakukan pada pasien yang mengalami hiertensi
aktivitas sehari-hari. Chrousos (2009) essensial. Dusek, out, Wohlhueter, Bhasin,
meneliti sistim terjadinya stres pada pasien Zerbini, Joseph,Benson, dan Libermann
dengan gangguan-gangguan fisik. Hasil (2008) meneliti efektfitas dari relaksasi yag
penelitian menunjukkan bahwa hipertensi dilakukan pada pasien hipertensi essensial
disebabkan oleh stres di lingkungan kerja, yang disebabkan oleh stres psikososial.
lingkungan sosial dan permasalahan Dusek, out, Wohlhueter, Bhasin, Zerbini,
keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Joseph, Benson, dan Libermann (2008)
Lucini dkk ( 2011) juga meniliti dampak meneliti 121 pasien yang mengalami
dari stres kronis yang dipengaruhi oleh hipertensi essensial, pasien dibagi menjadi
lingkungan psikososialnya dengan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
penyakit kardiovaskuler. Penelitian Lucini dan kelompok kontrol. Kelompok
dilakukan pada 126 pasien yang mengalami eksperimen yang diberikan terapi relaksasi,
gangguan kardiovaskuler, penyakit-penyakit psikoedukasi mengenai stres dan hipertensi.
kardiovasuler diantaranya penyempitan Kelompok eksperimen diberi tugas rumah
pembuluh darah, penyakit jantung dan untuk melakukan relaksasi sendiri di rumah
hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan dari dengan mendengarkan dari kaset selama 20
126 pasien dengan penyakit kardiovaskuler, menit.
44 pasien diantaranya mengalami hipertensi Hasil penelitian menunjukkan
yang disebabkan oleh stres kronis yang terapi relaksasi dapat menurunkan stres
tidak segera ditangani dengan tepat. Lucini dan tekanan darah pada pasien yang
dkk (2011) menjelaskan bahwa stres mengalami hipertensi essensial. Relaksasi
kronis yang dipengaruhi dari kehidupan yang digunakan dalam penelitian Dusek dkk
psikososial yang buruk memberikan (2008) meliputi relaksasi pernapsan dalam,
pengaruh yang besar terhadap timbulnya relaksasi kesadaran indera, dan mindfulness.
hipertensi essensial. Stres yang disebabkan Penelitian yang dilakukan oleh Amigo,
oleh penilaian individu terhadap suatu Fernandez dan Herrera (2002) dilakukan
peristiwa maupun pengalaman-pengalaman pada pasien yang mengalami hipertensi
hidup dapat menyebabkan gangguan pada essensial. Penelitian yang dilakukan Amigo
fisik diantaranya hipertensi, karena stres Fernandez dan Herrera (2002) tentang efek
digerakkan oleh sistim saraf simpatis yang dari relaksasi yang diberikan pada pasien
mengleuarkan hormon adrenalin untuk hipertensi essensial dengan diberikan
dipompakan ke pembuluh darah dengan perlakuan relaksasi otot progresif. Hasil
cepat, sehingga kerja otot menjadi lebih penelitian menunjukkan bahwa relaksasi
cepat (Guilliams, 2000; Lucini, dkk, 2005; otot dapat menurunkan tekanan darah dan
Chrousos, 2009). Kondisi yang demikian jika stres. Penurunan tekanan darah ditunjukkkan
diabaikan dan tidak ditangani secara cepat dengan menurunnya skor tekanan darah
dan tepat, maka akan menimbikan gangguan masing-masing pasien setelah diukur pada
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 24

minggu ke sembilan, dan penurunan stres dahi, hidung, mata, rahang, bibir, lidah dan
ditunjukkan dengan hasil observasi dan leher), tenggorokan, dada, perut (lambung),
wawancara tentang keluhan yang dirasakan otot punggung bagian belakang, panggul,
dan reaksi emosi yang dialami setelah betis, paha dan kaki. Teknik relaksasi
melakukan relaksasi otot progresif. Hasil- kesadaran indera melatihkan kesadaran pada
hasil penelitian diatas mendukung hasil panca indera dengan tujuan memebrikan
dalam penelitian ini bahwa relaksasi yang rasa nyaman dan tenang. Teknik relaksasi
dilakukan pada ke lima partisipan dapat kesadaran indera ini tidak membutuhkan
mengurangi stres. latihan otot melainkan menggunakan
Keberhasilan terapi dalam penelitian daya imajinasi dalam membayangkan
ini mendukung beberapa penelitian dan merasakan sensasi dari panca indera.
sebelumnya tentang efektivitas terapi Disamping itu relaksasi kesadaran indera
relaksasi untuk menurunkan stres pada mengandung kondisioning kata-kata isyarat
pasien hipertensi essensial. Penelitian yang rileks atau tenang terhadap pengalaman
telah dilakukan tersebut antara lain oleh relaks yang dalam, serta diberikan
(Logan, dkk, 1991; Bluementhal, dkk, gambaran-gambaran yang memberi induksi
2002; Frazer, dkk, 2002; Sheu, dk, 2003; rileks. Respon relaksasi diperoleh melalui
Schneider, dkk, 2005; Stewart, dkk, 2006). kegiatan membayangkan yang dilakukan
Ketiga relaksasi yang diberikan oleh individu terhadap sesuatu yang pernah
menunjukkan ke efektifisan yang berbeda, diterima melalui panca inderanya. Relaksasi
hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat stres secara mandiri memberikan manfaat pada
yang dialami oleh masing-masing partisipan partsipan secara psikis dan fisik. Keluhan
dan kepatuhan dalam melakukan insturksi fisik menjadi berkurang, terlebih reaksi-
serta kepatuhan dalam menerapkannya reaksi psikis dapat diatasi. Relaksasi
dalam aktivitas sehari-hari. Namun pada dapat mengatasi emosi-emosi negatif dan
hasil akhir menunjukkan bahwa ke tiga menimbulkan efek tenang pada individu
relaksasi terbukti efektif menurunkan terlebih dengan keluhan-keluhan fisik
tingkat stres partisipan. (Zusman, 2008; Saeki, 2000).
Teknik relaksasi pernapasan dalam, Beberapa faktor yang mendukung
tujuannya menyadari serta memusatkan keberhasilan dalam penelitian ini adalah
pikiran pada jalannya pernapasan. partisipan, terapis, fasilitas dan modul yang
Pada terapi ini partisipan dilatih untuk digunakan. Kerjasama yang terjalin baik
memusatkan pikirannya pada pernapasan antara partisipan dan terapis ditunjukkan
sehingga tidak memikirkan hal negatif dengan keterbukaan partisipan dalam
dan dapat merasakan keluar masuknya menerima hal baru dan sharing tentang
udara melalui hidung dengan tenang. peristiwa-peristiwa yang menekan hidupnya.
Teknik relaksasi otot progresif melatihkan Berdasarkan hasil evaluasi dengan terapis
merasakan ketegangan otot kaki, tangan, bahwa kelengkapan fasilitas dan modul yang
perut,dada, leher dan otot wajah. Relaksasi tersusun sistimatis merupakan bagian dari
progresif mengajarkan individu cara keberhasilan terapi yang diberikan. Fasilitas
memonitor ketegangan otot dan relaksasi. yang digunakan diantaranya, tempat,
Individu diinstruksikan untuk menegangkan waktu serta peralatan penunjang seperti
kemudian merilekskan otot bagian tangan, kaset rekaman dan booklet. Berdasar hasil
bahu, kepala, muka (pemusatan pada pipi, observasi, kualitas terapis yang menguasai
25

teknik-teknik relaksasi menjadi pendukung seperti sulit tidur dan sesak napas (Davis,
keberhasilan terapi yang dilakukan. 1995; Saeki, 2000). Latihan pernapasan
Namun kendala yang ditemui saat yang diterapkan pada relakasasi pernapasan
terapi berlangsung diantaranya adalah menimbulkan dampak positif pada masing-
dukungan keluarga dan mundurnya masing partisipan dalam penelitian ini. Data
jadwal pelaksaan terapi. Hasil observasi kualitatif menunjukkan bahwa relaksasi
menunukkan bahwa dukungan keluarga pernapasan dapat mengurangi keluhan
terhadap terapi yang diberikan pada sulit tidur yang dialami oleh penderita
partisipan MS kurang, hal tersebut hipertensi essensial dan dapat memberikan
ditunjukkan saat terapi berlangsung. Anak kesan tenang setelah dilatihkan berulang-
dan menantu acuh dan tidak mendampingi ulang secara mandiri. Data diperoleh dari
partisipan saat terapi dilakukan, serta hasil wawancara dan observasi pada ke
kurangnya perhatian dengan jarang bertanya lima partisipan saat terapi berlangsung
perihal aktivitas relaksasi yang dilakukan dan sesudah terapi diberikan. Pernyataan
oleh partisipan MS. tersebut disampaikan saat sesi diskusi
Mundurnya jadwal terapi ditemui setiap minggu selama perlakuan serta saat
pada partisipa WI, hal tersebut dikarenakan kunjungan rumah. Selain pendukung, juga
aktivitas WI yang padat. Pertemuan minggu terdapat kendala yang menjadi keterbatasan
ke tiga mengalami kemunduran jadwal yang penelitian: tidak adanya kelompok kontrol
telah disepakati yaitu pukul 14.00, mumdur sebagai kelompok pembanding, penelitian
menjadi pukul 15.30. Kemunduran tersebut ini merupakan small N desain sehingga tidak
juga berdampak pada kondisi partisipan dapat di generalisasi
yang lelah dan tertidur saat diberikan terapi
relaksasi kesadaran indera. Saat diberikan Simpulan dan Saran
instruksi partisipan WI terlihat tertidur, hal
ini terlihat dari hasil observasi. Partisipan Berdasarkan hasil penelitian dapat
terbangun saat instruksi hampir berakhir disimpulkan bahwa terapi relaksasi terbukti
yaitu saat instruksi menghitung mundur efektif menurunkan stres pada penderita
untuk merasakan perasaan bahagia dan hipertensi essensial. Penurunan stres
nyaman. ditunjukkan oleh skor pada skala stress,
Kelelahan dan terganggunya dimana kelima partisipan mengalami
sistim imunitas serta terganggunya sistim penurunan skor pada tiap minggu. Penurunan
organ tubuh yang lain juga disebabkan stres juga ditunjukan melalui penurunan
adanya tekanan dalam diri maupun luar tekanan darah pada kelima subjek.
individu (Nevid, Rathus, Greene, 2003). Penurunan tekanan darah diperoleh dari hasil
Terganggunya sistim peredaran dalam tubuh pengukuran dengan Sphygmomanometer,
akibat adanya tekanan secara psikologis angka tekanan darah yang diukur melalui
dapat menyebabkan terganggunya sistim alat ini semakin menurun pada kelima
peredaran darah dalam tubuh, seperti subjek. Berdasarkan hasil diskusi, peneliti
meningkatnya tekanan darah. Salah satu menyampaikan beberapa saran agar
terapi psikologi yang dapat diterapkan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dapat
menurunkan ataupun mengurangi stres adalah memberikan hasil yang lebih optimal adalah
relakasi. Relaksasi pernapasan memberikan Penelitian ini tidak menggunakan kelompok
efek tenang dan mengurangi keluhan fisik kontrol sebagai pembanding sehingga pada
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 26

penelitian selanjutanya dengan tema yang Davison, G. C., Neale, M. (2001). Abnormal
sama dapat dilakukan desain penelitian yang Psychology. John Willey And Sons.
menggunakan kelompok kontrol sebagai
Davis, M., Eshelman, R.E., McKay, M.
kelompok pembanding.
(1995). Panduan Relaksasi & Reduksi
Stres (terjemahan). Jakarta: Penerbit
Daftar Pustaka Buku Kedokteran EGC.
Amigo. I., Fernandez. A., Gonzales. A., Desmaniarti, Z. 2003. Efektifitas Latihan
Herrera. J. (2002). Muscle relaxation Relaksasi Kesadaran Indera Dengan
and continous ambulatory blood Menggunakan Kaset Dan Dengan
pressure in mild hypertension. Liflet Untuk Menurunkan Kecemasan
Psicothema. (14). 47-52. Penderita Kanker Payudara. Tesis.
Barlow, D.H & Hersen, M. (1984). Single (Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi
Case Experimental Design: Strategies Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
for Studying Behaviour Change. Dusek. J.A., Out. H.H., Wohlhueter. A.L.,
Second Edition. New York: Pergamon Bhasin. M., Zerbini. L.F., Joseph.
Press. M. G., Benson. H., Libermann. T.
Blumenthal, J. A., Sherwood, A., Gullete, E. A. (2008). Genomic counter-stress
C. D., Georgiades, A., & Tweedy, D. changes induced by the relaksasi
(2002). Biobehavioural Approaches response. (13). 114-120.
to the Treatment of Essential Dusek,A.E., Hiberad., Buckzynski.
Hypertension. Journal of Consulting B.R.N., Chang. B.C., Dusek. K.C.,
and Clinical Psychology.( 3). 569- Johnston. J.M., Wohlter. A.L.,
589. Benson. H., Zusman. R.M. (2008).
Chrousos. G.P. (2009). Stress and disorders Stress management versus lifestyle
of the stress system. Nature reviews. modification on systolic hypertension
(5). 374-381. and medication elimination: a
randomized trial. (14). 129-137.
Coris, N.T. (1984). A Clinical Guide to
Hypertension. PSG Publishing Frazer. N. C., Larkin. K. T., Goodie. J. L.
Company. (2002). Do behavioural responses
mediate or moderate the relation
Damanik, D.E. (2006). Pengujian reliabilitas, between cardiovascular reactivity
validitas, analisis item dan pembuatan to stress and parental history o
norma Depression Anxiety Stress hypertension. Health Psychology. (3).
Scale (DASS) (berdasarkan penelitian 244-253.
pada kelompok sampel Yogyakarta
dan Bantul yang mengalami Gulliams. T.G. (2000). Adrenal stress:
gempa bumi dan kelompok sampel measuring and treating. The standard:
Jakarta dan sekitarnya yang tidak A concise update of important issues
mengalami gempa bumi). Tesis. concerning natural health ingredients.
(Tidak diterbitkan). Fakulas Psikologi (3). 1-8.
Universitas indonesia. Guyton, C.A., and Hall, J.E. (1997). Editor,
27

Irawati S., Buku Ajar Fisiologi Penerbit Erlangga.


Kedokteran. Penerbit Buku EGC.
Nozoe. S., Munemoto. T. (2002). Stress
Jakarta.
and Hypertention. The Journal of the
Gross. F., Strasser, T., Pisa. Z., Zanzheti, Japan Medical Association. (5). 187-
A. (1984). Management of Arterial 191.
Hypertension ( A Practical Guide
Ogden, J. (2000). Health Psychology A
for the Physician and Allied Health
Text Book. Second edition. Open
Workers). WHO.
University Press.
Hart, J.T. (1987). Hypertension. Community
Prawitasari, J.E. 1988. Pengaruh Relaksasi
Control of High Blood Pressure (2nd
Terhadap Keluhan Fisik: Suatu Studi
edition). Churchill Livingstone.
Eksperimental. Laporan Penelitian.
Hawkins, P.J. (2006). Hypnosis and Stres: (Tidak diterbitkan). Fakultas
A Guide for Clinicians. John Wiley Psikologi. Universitas Gadjah Mada.
and Son. Ltd Yogyakarta.
Irvine. M. J, Logan. A. G. (1991). Relaxation Ramba, Y. (2002). Efektifitas Relaksasi
behavior therapy as sole treatment for Progresif untuk Menurunkan Tekanan
mild hypertension. Psychosomatic Darah pada Penderita Hipertensi
medicine.(4) 587-597. Essensial. Tesis. (Tidak diterbikan).
Universitas Gadjah Mada.
Korchin, S.J. (1976). Modern Clinician
Psychology: Principles of Community. Rice, P. L. (1998). Stress And Health. Third
New York: Basic Books. Edition. Brooks And Cole Publishing
Company.
Lucini. D., Di Fede. G., Parati. G., Pagani.
M. (2005). Impact of chronic Saeki, W. (2000). Stress management
psychosocial stress on autonomic counseling in a primary care office.
cardiovascular regulation in otherwise Proceedings of UCLA healthcare. (2).
healthy subjects. Journal of the 39-43.
american heart association. (46). 1-6.
Sarafino, E. P. (1998). Health Psychology
Lucini. D., Norbiato. G., Clerici. M., Bio-psychosocial Interactions. New
Pagani. M. (2002). Hemodynamic York: John Wileys & Sons, Inc.
and autonomic adjustmen to real life
Schafer, W. (2000). Stress Management For
stress conditions in humans. Journal
Wellness. Fourth Edition. Wodsworth.
of the american heart association.
(39). 184-188. Schneider, R.H., Alexander, C. N., Sttagers,
F., Rainforth, M., Salerno, J.W., Hartz,
Maleong, L.J. (1998). Metodologi Penelitian
A., Arndt, S., Barnes, V.A., Nidich,
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
S.I. (2005). Long-term effects of
Rosdakarya.
stress reduction on mortality in person
Nevid, J. S, Rathus, S. A, and Greene, B. 55 years of age with systemic
(2003). Psikologi Abnormal. Edisi hypertension. The American Journal
Kelima. Jilid 1 (terjemahan). Jakarta: of Cardiology. (4). 1061-1063.
Relaksasi untuk Mengurangi Stres pada Penderita Hipertensi Esensial 28

Shue, S., Irvin, B.L., Liu, H., Mar, C. (2003). Suryati, A. (2005). Faktor faktor yang
Effects of progresif muscle relaxation berhubungan dengan terjadinya
blood pressure and psychosocial status hipertensi essential di rumah sakit
for clients with essential hypertension islam jakarta tahun 2005. Jurnal
in taiwan. Holistic Nursing Practice. Kedokteran dan Kesehatan.(2). 183-
(1). 41-47. 193.
Stewart, J. C., Janicki, D. L., and Kamarck, T. Taylor, S. E. (2006). Health Psychology.
W. (2006). Cardiovascular reactivity New York: McGraw-Hill.
to and recovery from psychologycal
Utami, S.M. (2002). Psikoterapi. Pendekatan
challenge as predictors of 3 year
Konvensional dan Kontemporer.
change in blood pressure. Health
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Psychology.(1). 111-118.

Anda mungkin juga menyukai